1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Balita adalah masa yang membutuhkan perhatian ekstra baik bagi orang tua maupun bagi kesehatan. Perhatian harus diberikan pada pertumbuhan atau perkembangan, status gizi, sampai pada kebutuhan akan imunisasi. Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua, perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat irreversibel atau tidak bisa pulih kembali (Marimbi, 2010). Anak di bawah lima tahun merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat namun pada kelompok ini merupakan kelompok tersering yang menderita kekurangan gizi. Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat berpengaruh kepada pertumbuhan semasa balita, bila gizi buruk maka perkembangan otaknya pun kurang dan itu akan berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan pra sekolah (Proverawati, et al., 2010). Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yang kekurangan gizi, atau gizinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
1
2
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Wong, et al., 2009). Merawat balita dengan masalah gizi buruk sangatlah rumit mengingat faktor resiko terjadinya gizi buruk yang komplek. Pada jurnal internasional salah satu intervensi yang paling efektif adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu terkait dengan pemberian Asi ekslusif, pola makan keluarga dan sumber gizi yang dibutuhkan dan lingkungan yang mendukung dalam artian keluarga menjadi support sistem untuk melaksanakan apa yang telah diinformasikan kepada ibu tersebut (Kerrion H, 2011). Status Gizi pada balita secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual ibu yang rendah, tingkat pendidikan orang tua (ibu dan ayah yang rendah), kemiskinan atau status social ekonomi, lingkungan tempat tinggal, status pengasuhan anak yang memadai, keyakinan budaya, dan akses ke tempat penyedia pelayanan kesehatan (Ramli, et al., 2009). Keluarga dikonseptualisasikan sebagai suatu kelompok, dengan keyakinan bahwa baik ayah maupun ibu diperlukan untuk membesarkan anak (Wong, et al., 2009). Gizi buruk yang terjadi pada anak atau balita dalam suatu keluarga merupakan suatu stressor yang berpotensi mempengaruhi perubahan dalam sistem sosial keluarga. Stressor tertentu dalam keluarga akan beresiko mengalami
3
berbagai masalah baik fisik maupun emosional, baik yang terjadi pada ayah, ibu, maupun anggota keluarga yang lainnya. Pada saat ibu mengalami stressor yang harus diatasi secara adekuat maka terjadi krisis, dan untuk dapat beradaptasi pada keadaan tersebut dibutuhkan suatu perubahan dalam struktur atau interaksi keluarga, sehingga pengalaman merupakan hal yang penting untuk membantu mengatasi situasi krisis yang dihadapi ibu dan keluarga. Menurut hasil United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) dalam Commiting To Child Survival: A Promise Renewed Progress Report 2013 menjelaskan bahwa dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun hampir setengah atau sekitar tiga juta kematian pertahun disebabkan oleh kekurangan gizi atau beberapa gangguan gizi. Gangguan gizi tersebut diantaranya adalah keterlambatan pertumbuhan atau kasus pendek atau pengerdilan, kekurangan gizi baik sedang, akut maupun kronik dan praktik pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang tidak optimal. Tiga perempat dari anak-anak yang terhambat di dunia tinggal di Asia Selatan atau sub-Sahara Afrika. Kejadian anak dengan perawakan pendek adalah yang paling umum di kalangan anak-anak miskin dan tinggal di daerah pedesaan. Kekurangan gizi tersebut menyebabkan resiko tinggi kematian pada balita dengan penyebab tersering kejadian berbagai penyakit infeksi, dan memperparah penyakit tertentu serta terhambatnya pertumbuhan anak. Perkembangan kejadian perbaikan status gizi dan pengerdilan turun sebesar 257 juta pada tahun 1990 menjadi sekitar 162 juta tahun 2012. Di Indonesia data yang didapatkan berdasarkan Riskesdas pada tahun 2007, 2010 dan 2013 didapatkan hasil prevalensi berat badan kurang
4
(underweight) secara nasional. Prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi berat-kurang nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu menurunkan angka kejadian gizi burukkurang sebesar 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4%
dalam periode 2013 sampai 2015. Berdasarkan data
tersebut kejadian gizi buruk masih perlu diturunkan dan perlu adanya upaya agar tercapai dan bisa diturunkan sejumlah 4% pada tahun 2015. Di Kabupaten Jombang didapatkan data berdasarkan laporan pada profil Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tahun 2012 jumlah balita pada tahun 2012 adalah 106.174 yang ditimbang hanya 75% (79.965 balita), dan diketahui hasil dari penimbangan tersebut bahwa balita yang naik berat badannya 52.604 (65,8%). Kondisi tersebut menunjukkan perkembangan yang bagus dimana jumlah balita naik berat badannya meningkat dan jumlah balita bawah garis merah (BGM) menurun. Pada tahun 2011 diketahui jumlah balita adalah 84.752 balita, sedangkan balita yang ditimbang (94,3%) yang naik berat badannya 49.760 balita (63.5%), balita bawah garis merah (BGM) sebanyak 752 (0,94%). Untuk kasus gizi buruk di Kabupaten Jombang setiap tahunnya mengalami penurunan jumlah mulai tahun 2009 jumlah 70 balita, tahun 2010 38 balita, tahun 2011 35 balita, dan tahun 2012 34 balita. Semua kasus yang diketemukan tersebut telah
5
mendapatkan perawatan seluruhnya artinya di Kabupaten Jombang telah mengalami kondisi yang membaik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Di Kecamatan Jogoroto khususnya di wilayah kerja Pukesmas Mayangan merupakan wilayah dengan jumlah terbanyak kasus gizi buruk sejumlah 33 balita yang kesemua balita telah mendapatkan perawatan dari pusat pelayanan gizi di puskesmas dan telah berhasil mencapai berat badan normal, namun terdapat beberapa balita yang status gizinya kembali pada kondisi status gizi buruk sehingga harus dirawat kembali. Masalah gizi buruk pada balita merupakan suatu permasalahan yang rumit dan kompleks yang tidak akan bisa diselesaikan dengan sederhana dan hanya melihat satu faktor penyebab saja. Berdasarkan teori timbulnya masalah gizi buruk dipengaruhi oleh banyak determinan (faktor asupan makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit pada balita merupakan penyebab langsung terjadinya gizi buruk yang saling mempengaruhi. Balita gizi buruk cenderung mudah sakit dan memburuk gizinya. Munculnya kedua penyebab langsung itu disebabkan oleh tiga penyebab tak langsung, yakni akses terhadap makanan dalam rumah tangga yang tidak cukup, pelayanan kesehatan yang tak memadai dan lingkungan yang tak sehat, serta pemeliharaan kesehatan balita dan ibu yang tidak memadai. Sampai dengan saat ini pemenuhan gizi merupakan solusi yang selalu diperhatikan namun keterampilan dan perilaku ibu dalam memelihara kesehatan balitanya juga penting sebagai salah satu penatalaksanaan dalam penanganan gizi buruk.
6
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas kesehatan di pelayanan kesehatan pemerintah didapatkan bahwa upaya yang dilakukan dalam penanganan gizi kurang dan buruk meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Jombang ini dengan memberikan penyuluhan gizi dan penimbangan anak yang dilakukan tiap bulannya di posyandu. Upaya penanggulangan lain terhadap balita gizi buruk dan gizi kurang di Puskesmas Wilayah Kabupaten Jombang yaitu dengan memberikan bantuan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh petugas puskesmas. Upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap penanganan gizi buruk pada umumnya dilakukan di Puskesmas Rawat Inap dan Rumah Sakit sesuai tata laksana penaganan anak gizi buruk dan dirumah oleh ibu
perawatan
atau keluarga yang dilakukan pemantauan oleh petugas
puskesmas wilayah setempat sehingga upaya-upaya tersebut dapat meningkatkan angka kurangnya balita gizi buruk tiap tahunnya di wilayah Kabupaten Jombang. Oleh karena itu orang tua khususnya ibu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi suksesnya perawatan gizi buruk pada anaknya. Orang tua atau ibu yang dapat menerima pesan gizi dengan baik akan memberikan perawatan yang baik dan mempu memfasilitasi pemasukan nutrisi, penyediaan dan pembuatan makanan tambahan yang mengandung nilai gizi yang mencukupi sangat mempengaruhi tercapainya balita sehat. Pengalaman ibu ketika memiliki anak dengan masalah gizi buruk memunculkan beragam perasaan yang merupakan suatu proses dalam penerimaan
7
keadaan yang dihadapinya. Brooks, 2001 mendiskripsikan perasaan tersebut dalam beberapa tahapan. Pada tahap awal berupa anticipatory grief adalah kesedihan, yang kedua adalah facing up adalah berani menghadapi kenyataan terjadi setelah orang tua menerima kenyataan bahwa mereka mempunyai anak dengan masalah gizi, tahap ketiga adalah bonding attachment adalah ikatan dan kelekatan, tahap ke empat adalah learning stage adalah tahap orang tua mencari pengetahuan dan membutuhkan keterampilan untuk pengasuhan dan mengenali bahwa anak dengan gizi buruk memerlukan perawatan khusus baik di Rumah Sakit maupun di rumah. Dalam penelitian Saasa. M, et al., (2000) dengan judul Is Maternal Stress and Morbidity Associated with Infant Malnutrition didapatkan hasil bahwa ibu dengan anak malnutrisi lebih memungkinkan untuk mengalami stress yang lebih dan resiko penyakit dari pada ibu yang memiliki anak dengan gizi baik. Hasil penelitian Toni C (2009) tentang pengalaman perawatan ibu yang memiliki bayi gizi buruk di Bengkulu didapatkan hasil bahwa riwayat pada anak yang kurang gizi ternyata ditemukan anak tidak diberikan kolostrum dengan alasan kolostrum kotor, anak tidak diberikan Air Susu Ibu (ASI) dengan alasan kurang, dan seringnya anak diberikan jajanan yang tidak bergizi sehingga nafsu makan anak menurun dan anak telah merasa kenyang. Selain itu dalam penelitian ini didapatkan masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui jadwal imunisasi, tidak tahu pentingnya imunisasi bagi anak dan takut bila anaknya diimunisasi. Untuk penanganan anak apabila sakit ternyata pada anak kurang gizi ditemukan penyakit yang sering dialami adalah demam, diare, batuk pilek. Penanganan saat
8
sakit sebagian telah dibawa ke puskesmas atau bidan dan masih ada yang menangani sendiri dengan membeli obat yang dijual bebas. Informasi tentang pengalaman ibu dalam merawat balita dengan riwayat gizi buruk masih terbatas. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui arti dan makna pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah, baik yang telah berhasil, ataupun tidak mampu mempertahankan kondisi status gizi anaknya dalam melakukan pengelolaan balita dengan gizi buruk. Dukungan, hambatan dan harapan ibu setelah mendapatkan pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat, dengan menggunakan metode kualitatif, karena dengan menggunakan metode ini peneliti dapat menggali lebih dalam tentang arti dan makna pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk.
B. Rumusan Masalah Merawat balita dengan gizi buruk menjadi stressor tersendiri untuk ibu. Banyak permasalahan yang akan timbul apabila balita tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya, namun demikian ada beberapa ibu yang telah berhasil memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk dan ada pula yang tidak mampu mempertahankan kondisi status gizi anaknya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimanakah arti dan makna pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah.
9
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Mendapatkan gambaran tentang arti dan makna pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah
2.
Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi persepsi ibu tentang pengertian dan karakteristik balita gizi buruk b. Mendapatkan respon ibu terhadap status gizi buruk yang dialami oleh anaknya c. Memperoleh gambaran berbagai makna pengalaman ibu yang dialami dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk dirumah d. Mendapatkan gambaran dukungan dan hambatan yang dialami ibu dalam merawat balita riwayat gizi buruk di rumah e. Mendapatkan gambaran harapan ibu setelah mendapatkan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan setempat tentang perawatan balita riwayat gizi buruk di rumah
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian kualitatif secara umum dan dapat dikembangkan sesuai dengan tema yang ditemukan dengan penelitian lanjutan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian ini juga sebagai sumber dalam mengembangkan asuhan
10
keperawatan anak untuk menemukan metode pelayanan kesehatan yang tepat pada ibu yang memiliki balita gizi buruk. 2.
Manfaat Praktis a. Bagi ibu dalam merawat balita dengan gizi buruk Bahwa hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk para ibu yang memiliki balita dengan riwayat gizi buruk dengan melihat keberhasilan pengalaman memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah sehingga ibu mampu mempertahankan kondisi status gizi anaknya. b. Bagi pelayanan keperawatan anak Bahwa hasil penelitian ini, institusi pelayanan kesehatan khususnya untuk Ibu dan balita dengan gizi buruk mampu dilakukan pelayanan secara komprehensip dalam pengelolaan kasus gizi buruk, mengingat banyak faktor yang menyebabkan kejadian gizi buruk pada balita, penelitian ini juga dapat memberikan gambaran pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita riwayat gizi buruk yang berhasil, sehingga akan memberikan pemahaman khusus kepada perawat anak tentang kebutuhan yang dibutuhkan oleh ibu yang merawat balita gizi buruk lebih efektif. c. Bagi institusi pendidikan Bahwa hasil penelitian ini, diharapkan akan dapat menambah data dan kepustakaan
pendidikan
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan bagi para peserta didik dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu yang memiliki balita dengan riwayat gizi buruk.
11
Institusi pendidikan dijadikan sebagai pelopor dalam mengembangkan model asuhan keperawatan pada ibu yang merawat balita dengan riwayat gizi buruk dengan mengaplikasikan dalam kurikulum pendidikan keperawatan khususnya berkenaan dengan perawatan balita gizi buruk sehingga institusi dapat mengembangkan kurikulum pendidikan.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya namun terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian tentang pengalaman ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk, diantaranya dilakukan oleh: 1.
Toni. C. M, (2009), yang berjudul
“Pengalaman perawatan ibu yang
memiliki bayi gizi buruk di Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu bayi penderita gizi buruk di Kabupaten Rejang Lebong dengan indepth interview dan analisa data dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, sebagai mekanisme crosscheck terhadap pelaksana tenaga gizi kecamatan, bidan di desa, kader kesehatan di desa, lurah, dan tokoh masyarakat. Dalam penelitian ini pengalaman perawatan anak yang dimaksudkan adalah riwayat perlindungan dari penyakit dan riwayat perawatan anak sakit. Hasil dalam penelitian ini
12
didapatkan bahwa riwayat pada anak yang kurang gizi, aspek pemberian makanan ternyata ditemukan anak tidak diberikan kolostrum dengan alasan kolostrum kotor, anak tidak diberikan asi dengan alasan asi kurang, dan seringnya anak diberikan jajanan yang tidak bergizi sehingga nafsu makan anak menurun, dan anak telah merasa kenyang. Selain itu dalam penelitian ini didapatkan masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui jadwal imunisasi, tidak tahu pentingnya imunisasi bagi anak dan takut bila anaknya diimunisasi. Untuk penanganan anak apabila sakit ternyata pada anak kurang gizi ditemukan penyakit yang sering dialami adalah demam, diare, batuk pilek, penanganannya saat sakit sebagian telah dibawah ke Puskesmas atau bidan dan masih ada yang menangani sendiri dengan membeli obat yang dijual bebas. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tujuan dari penelitian, terkait dengan arti dan makna pengalaman, dalam penelitian yang dilakukan peneliti pengalaman perawatan yang dimaksudkan adalah, persepsi tentang karakteristik gizi buruk, respon yang dialami keluarga terhadap status gizi buruk anaknya, makna pengalaman dalam melakukan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah, dukungan dan hambatan yang dialami ibu dalam memberikan perawatan balita dengan riwayat gizi buruk di rumah, harapan ibu dalam mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan setempat tentang perawatan balita dengan gizi buruk di rumah, partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dengan riwayat gizi buruk baik yang telah berhasil dalam memberikan perawatan dan mempertahankan status gizi anaknya,
13
maupun yang tidak berhasil mempertahankan status gizi anaknya. Analisa data dilakukan dengan diskusi kelompok terarah namun yang menjadi sumber adalah ibu lain yang memiliki masalah yang sama dengan karakteristik yang sama, bidan desa, dan petugas pemegang program gizi puskesmas setempat, lokasi penelitian yang dilakukan juga berbeda. 2.
Barni. N, (2012) yang berjudul Mother’s perceptions and experiences of infant feeding within a community-based peer counseling intervention in South Africa. Penelitian ini bertujuan untuk menngali pengalaman ibu setelah diberikan konseling tentang Asi ekslusif atau penggunaan susu formula. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif eksplorasi dengan ujicoba secara acak di masyarakat. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu dari tiga kabupaten yang diseleksi sesuai kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini dan jumlah total 17 ibu dari wilayah geografis yang berbeda, paritas dan status HIV yang berada dalam kelompok konseling, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur yang dilakukan dengan panduan wawancara. Kesamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah desain yang digunakan dan menggali pengalaman namun pendekatan yang dilakukan tidak sama, perbedaan tujuan yang jelas dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti juga sangat jelas, partisipan juga tidak sama.
3.
Sophie. M, (2011) yang berjudul Impact of flooding on feeding practices of infants and young children in Dhaka, Bangladesh Slums: what are the coping strategies?. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak banjir pada
14
pemenuhan kebutuhan nutrisi dan strategi koping yang digunakan pengasuh. Desain yang dignakan dalam penelitian ini adalah
campuran atau math
method. Metode kualitatif dilakukan dengan observasi dan wawancara semi terstruktur sedangkan kuantitatif dilakukan dengan kuesioner penilaian keamanan pangan dan pengukuran antropometri. Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak di bawah usia 3 tahun sejumlah 18 orang. Tenaga kesehatan 5 orang yang dilakukan wawancara semi terstruktur dengan panduan yang telah disiapkan dan pengukuran dilakukan pada anak-anak sejumlah 55 orang. Proses analisa data kualitatif dilakukan dengan pembuatan transkrip, pemberian kode, pengelompokan tema dan sub tema kemudian dilakukan member cheking dan kuantitatif dilakukan dengan SPSS 14, hasil dalam penelitian ini. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah menggunakan kualitatif untuk menggali perasaan namun dalam penelitian diatas menggunakan metode campuran kualitatif dan kuantitatif pengalaman yang dimaksudkan dalam penelitian yang telah dilakukan adalah hanya fokus pada koping, partisipan juga tidak sama, fokus permasalahan berbeda dan tempat berbeda. 4.
Pujiati. S, (2009) yang berjudul Pengaruh kompetensi bidan di desa dalam managemen penatalaksanaan kasus gizi buruk pada anak balita terhadap pemulihan kasus gizi buruk tahun 2008. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kompetensi bidan yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan bidan di desa dalam manajemen penatalaksanaan kasus gizi buruk anak balita terhadap pemulihan kasus di Kabupaten Pekalongan pada
15
tahun 2008. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian studi kuantitatif, desain penelitian non experimental, dengan metode survey analitik. Pendekatan waktu menggunakan cross sectional. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada bidan dan orang tua anak balita. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi di Dinas Kesehatan Kabupaten, Rumah Sakit dan puskesmas. Subjek penelitian adalah 31 bidan di desa yang melaksanakan manajemen kasus gizi buruk dan 31 ibu anak balita yang dirawat di rumah sakit atau puskesmas perawatan pada tahun 2008. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 87,1% bidan di desa mempunyai pengetahuan baik tentang manajemen kasus gizi buruk, 71% penatalaksanaan deteksi dini dilakukan lengkap, 80,6% penatalaksanaan fase stabilisasi dilakukan tidak lengkap, serta 67,7% penatalaksanaan fase tindak lanjut dilakukan dengan lengkap. Hasil analisis dengan uji chi square menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemulihan kasus adalah penatalaksanaan deteksi dini (p=0,005) dan penatalaksanaan fase tindak lanjut (p=0,0001). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa penatalaksanaan deteksi dini (p=0,004) dan penatalaksanaan fase tindak lanjut (p=0,0001) berpengaruh terhadap pemulihan
kasus.
Hasil
analisis
multivariat
menunjukkan
bahwa
penatalaksanaan fase tindak lanjut (p=0,010) paling berpengaruh terhadap pemulihan kasus. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tentang perawatan balita dengan gizi buruk namun jenis dan desain yang digunakan tidak sama, responden juga tidak sama, analisa data juga tidak sama.