BAB 5 PENGISIAN AIR TANAH BUATAN (ARTIFICIAL RECHARGE OF GROUNDWATER) 5.1
Pengertian
Meningkatnya penggunaaan air tanah dan di lain pihak jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah berkurang akibat meningkatnya koefisien limpasan (runoff). Meningkatnya koefisien limpasan (runoff) tersebut disebabkan karena perubahan tata guna lahan serta pertumbuhan perkotaan sehingga banyak area resapan tertutup oleh bangunan. Hal ini telah menyebabkan ketidak-seimbangan antara jumlah pemakaian air tanah dan jumlah air hujan yang meresap (recharge). Dalam rangka menjaga kelestarian air tanah, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengembangkan dan memasyarakatkan teknologi peresapan atau pengisian air tanah buatan (artificial recharge of ground water), yaitu teknik meresapkan air hujan atau air permukaan kedalam tanah agar jumlah air tanah menjadi bertambah. Secara sederhana, artificial recharge adalah sebuah proses dimana air hujan atau kelebihan air permukaan diresapkan atau dimasukkan ke dalam tanah, baik dengan menyebarkannya di permukaan, dengan menggunakan sumur resapan, atau dengan mengubah kondisi alami untuk meningkatkan infiltrasi yang bertujuan untuk mengisi kembali aquifer. Hal ini mengacu pada pergerakan air melalui sistem buatan manusia dari permukaan bumi ke lapisan akuifer di bawah tanah dimana air hujan pada saat musim hujan dapat disimpan di dalam tanah (akuifer) agar dapat digunakan pada saat musim kemarau atau untuk penggunaan di waktu yang akan datang. Resapan buatan atau pengiasian air tanah buatan sering juga disebut planned recharge adalah suatu cara untuk menyimpan air di bawah tanah pada saat surplus, untuk memenuhi kebutuhan pada saat kekurangan air (NRC, 1994). 5.2
Manfaat Pengisian Air Tanah Buatan (Artificial Recharge)
Beberapa keuntungan dari pengisian air tanah buatan antara lain adalah : 44
Tidak dibutuhkan struktur penyimpanan yang besar untuk menyimpan air. Struktur yang dibutuhkan kecil dan hemat biaya. Meningkatkan cadangan air tanah atau meningkatkan permukaan air tanah. Kerugian dapat diabaikan jika dibandingkan dengan kerugian pada penyimpanan air di permukaan tanah. Meningkatkan kualitas air tanah akibat pengenceran bahan kimia/garam berbahaya. Tidak ada efek samping seperti penggenangan daerah permukaan yang luas dan kehilangan atau kerusakan tanaman. Tidak ada pemindahan penduduk setempat. Pengurangan biaya energi untuk mengankat atau memompa air tanah terutama pada tempat dimana kenaikan permukaan air tanah cukup besar. Memanfaatkan kelebihan limpasan air permukaan, sehingga air hujan tidak terbuang secara sia sia.
5.3
Identifikasi Area Resapan
Langkah pertama dalam merencanakan skema resapan buatan adalah ini adalah membatasi luas daerah resapan. Daerah tersebut sedapat mungkin, berupa daerah aliran sungai mikro (micro-watershed) (2.0004.000ha) atau minimal (20-50ha). Namun, skema lokal juga dapat digunakan untuk kepentingan sebuah dusun tunggal atau desa. Dalam kedua kasus, pembatasan daerah harus didasarkan pada kriteria berikut: Dimana permukaan air tanah menurun akibat eksploitasi berlebihan. Dimana bagian substansial dari akuifer telah di-desaturasi, yaitu regenerasi air dalam sumur dan pompa tangan yang lambat setelah air diambil. Dimana ketersediaan air tanah atau air sumur tidak mencukupi terutama selama bulan-bulan kering. Dimana kualitas air tanah buruk dan tidak ada alternative sumber air lain.
45
5.4
Sumber Air untuk Resapan
Sebelum melakukan skema pengisian air tanah buatan, penting untuk terlebih dahulu dilakuakn pengkajian ketersediaan air untuk peresapan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : Curah hujan di daerah yang di daerah resapan. Luas atap dimana air hujan dapat dikumpulkan dan dialihkan untuk pengisian air tanah buatan.. Kanal dari waduk besar dimana air tersedia untuk pengisian air tanah buatan. Sungai alami yang mana kelebihan airnya bisa dialihkan untuk pengisian air tanah tanpa melanggar hak pengguna lain. Air limbah perkotaan dan industri yang diolah dengan baik. Air ini hanya dapat digunakan setelah kualitasnya dipastikan sudah mememenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.. Curah hujan lokal di daerah resapan kemungkinan jumlahnya tidak memadai untuk pengisian air tanah buatan. Dalam kasus-kasus seperti itu, air dari sumber lain dapat ditransmisikan ke area resapan. Pengkajian sumber air yang yang akan digunakan untuk pengisian air tanah buatan memerlukan pertimbangan beberapa faktor berikut antara lain : Kuantitas air yang tersedia. Perioda waktu dimana sumber air tersebut dapat digunakan untuk pengiasian air tanah buatan. Kualitas sumber air dan pengolahan awal yang diperlukan. Sistem pengaliran air yang dibutuhkan untuk membawa air ke tempat resapan. 5.5
Kapasitas Infiltrasi Tanah
Kapasitas infiltrasi tanah memegang peranan penting yang menentukan besar kecilnya air yang dapat masuk ke dalam tanah. Infiltrasi menjadi bagian yang penting dalam siklus hidrologi. Jika air hujan meresap kedalam tanah maka air tersebut akan bermanfaat baik bagi tanaman, maupun sebagai sumber air tanah. Jika laju infiltrasi pada suatu area resapan tinggi, maka air hujan yang akan menjadi runoff/limpasan di atas permukaan tanah menjadi sedikit, hal ini juga akan dapat bermanfaat terhadap pengurangan erosi. Menurut Arsyad (2006), infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, yang pada umumnya melalui 46
permukaan tanah dan secara vertikal. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi. Istilah perkolasi dalam digunakan, untuk menunjukkan perkolasi air jauh ke bawah daerah perakaran tanaman yang normal (3). Laju infiltrasi adalah banyaknya air persatuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Laju infiltrasi biasanya dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi tinggi, akan tetapi setelah tanah menjadi jenuh, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu saat dinamai kapasitas infiltrasi tanah. Pergerakan air ke tanah melalui infiltrasi bisa dibatasi oleh hambatan terhadap aliran dari air melalui profil tanah. Walaupun hambatan ini sering terjadi di permukaan tanah, namun di beberapa tempat aliran air dalam profil tanah berada pada kisaran rendah. Kecepatan infiltrasi sangat berkaitan dengan karakter fisik tanah dan penutupan permukaan tanah, sedangkan faktor dari luar meliputi kelembaban tanah, suhu dan intensitas curah. Ada dua parameter penting berkaitan dengan infiltrasi yaitu laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi (f) menurut Sinukaban adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah pada waktu tertentu. Laju infiltrasi dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah kering laju infiltrasi tinggi, setelah tanah menjadi jenuh air maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Parameter infiltrasi lainnya adalah kapasitas infiltrasi (fp), didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada suatu waktu tertentu. Infiltrasi dibatasi oleh karakteristik tanah dan ketersediaan air (R) untuk infiltrasi, bila ketersediaan air R< fp maka f=R; f
fp maka f=fp; R>f. Sri Harto (1993) mengilustrasikan keterkaitan antara infiltrasi dengan perkolasi dalam suatu sketsa hubungan antara infiltrasi dan perkolasi pada suatu profil tanah pada Gambar 5.1. Pada kondisi antara laju infiltrasi dan perkolasi yang tidak seimbang. Kondisi semacam ini sama-sama tidak menguntungkan terutama untuk masuknya air sebagai sumber air tanah. Gambar 5.1.a. profil tanah lapisan atas mempunyai laju infiltrasi kecil tapi lapisan bawah mempunyai laju perkolasi tinggi, sebaliknya pada gambar 5.1.b, lapisan atas dengan laju infiltrasi tinggi sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah rendah. Pada Gambar 5.1.a, meski laju perkolasi tinggi tapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air terbatas. Dalam keadaan seimbang kedua kenyataan ini ditentukan oleh 47
laju infiltrasi. Sebaliknya pada Gambar 5.1.b. laju perkolasi yang rendah menentukan keadaan seluruhnya. Dalam kenyataannya, proses yang terjadi tidak sesederhana itu, karena adanya kemungkinan aliran antara (4).
(a)
(b)
Gambar 5.1 : Skema Infiltrasi Dan Perkolasi Pada Dua Lapisan Tanah. A. Infiltrasi Kecil Dan Perkolasi Besar B. Infiltrasi Besar Dan Perkolasi Kecil. Infiltrasi ke dalam tanah yang pada mulanya dalam keadaan tanah tidak jenuh, terjadi dibawah pengaruh sedotan matriks dan gaya gravitasi. Jika infiltrasi terus terjadi, maka semakin banyak air infiltrasi yang masuk tanah dan lebih dalam profil tanah yang basah, maka sedotan matriks akan berkurang. Berkurangnya sedotan matrik disebabkan karena dengan semakin jauhnya jarak antara bagian tanah yang kering dan yang basah. Jika proses infiltrasi terus berjalan dan seluruh lapisan tanah menjadi basah, maka sedotan matrik menjadi dapat diabaikan, sehingga gerakan air ke bawah di dalam profil tanah hanya disebabkan oleh gaya gravitasi. Kejadian inilah yang menjelaskan mengapa laju infiltrasi air ke dalam tanah akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya waktu (lamanya) hujan. Ilustrasi keadaan tersebut dapat dijelaskan seperti yang terlihat dalam Gambar 5.2.
48
Gambar 5.2 : Laju Infiltrasi Sebagai Fungsi Waktu Pada Kondisi Tanah Basah Dan Kering.
5.6
Kesesuaian Akuifer
Lapisan akuifer yang cocok untuk peresapan air hujan buatan tergantung pada beberapa hal antara lain koefisien penyimpanan (storage coefficient), ketebalan akuifer atau ketersediaan ruang penyimpanan (storage space), dan permeabilitas. Permeabilitas sangat tinggi mengakibatkan hilangnya air yang diresapkan karena merembes atau masuk ke sub-permukaan (sub-surface drainage), sedangkan permeabilitas yang rendah mengurangi laju resapan. Untuk mendapatkan laju peresapan yang baik dan untuk mempertahankan air yang diresapkan dalam jangka waktu yang cukup untuk penggunaannya selama periode kering, akuifer dengan permeabilitas sedang sangat sesuai untuk keperluan tersebut. Batuan aluvium tua (older alluvium), saluran yang terkubur (buried channels), kipas alluvial (alluvial fans), pasir gundukan (dune sands), glacial outwash, dan lainnya adalah jenis batuan yang sangat baik untuk resapan. Daerah batuan keras (hard rock), retakan (fractured), batuan lapuk (weathered), dan batuan bergua (cavernous rocks) memungkinkan untuk menyimpan air dengan baik. Batuan basal, seperti yang terbentuk dari aliran lava, biasanya memiliki kantong lokal (local pocket) yang dapat menerima air resapan. 49
5.7
Studi Hidro-Meteorologis
Studi-studi ini dilakukan untuk memahami pola curah hujan dan kehilangan akibat penguapan, dan hasil studi tersebut digunakan untuk menentukan jumlah air yang akan tersedia untuk daerah tangkapan tertentu serta ukuran penyimpanan yang hendak dibangun. Faktor utama yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah: Curah hujan tahunan minimum selama 10 tahun terakhir. Jumlah periode hujan (rainy spells) dalam suatu musim hujan dan durasinya. Jumlah curah hujan dalam setiap periode hujan. Intensitas curah hujan (maksimum) setiap 3 jam, 6 jam, dsb. Yang mungkin relevan untuk suatu wilayah. Sebagai panduan umum, intensitas yang menyebabkan limpasan signifikan dan banjir lokal harus diadopsi.
5.8
Studi Hidrogeologis
Studi hidrogeologis serta gambaran regional dari pengaturan hidrogeologi diperlukan untuk mengetahui dengan pasti lokasi yang baik untuk pengisian air tanah buatan, serta tipe struktur-struktur yang hendak dibangun untuk tujuan tersebut. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan untuk suatu skema peresapan buatan diantaranya adalah : Informasi detil dan peta yang menunjukkan: Unit hidrogeologi yang dibatasi atas dasar kemampuannya menahan air baik pada tingkat dangkal maupun dalam. Kontur air tanah untuk menentukan bentuk muka air dan koneksi hidrolik air tanah dengan sungai, kanal, dll. Kedalaman muka air (maksimum, minimum, dan rata-rata) Amplitude fluktuasi permukaan air Tekanan pizometrik (piezometric head) di akuifer dalam dan variasinya dengan waktu. Potensi air tanah dalam unit hidrogeologi yang berbeda-beda dan perkembangan permukaan air tanah Kualitas kimiawi air dalam akuifer yang berbeda-beda 50
Informasi dari sumur terbuka lokal (local open well) Skema resapan buatan bersifat spesifik pada tempat tertentu (sitespecific) dan bahkan replikasi dari teknik yang telah teruji harus didasarkan pada kondisi hidrogeologis serta hidrologisnya. Oleh karena itu, informasi dari sumur lokal berikut perlu dipertimbangkan dalam merancang skema antara lain : Ketebalan tak jenuh (unsaturated thickness) dari pembentukan batuan yang terjadi melebihi 3 meter di bawah permukaan tanah harus dipertimbangkan untuk menilai kebutuhan air untuk membangun penyimpanan subpermukaan (sub-surface storage). Proses peresapan air tanah harus bertujuan menjenuhkan seluruh zona tak jenuh ini (juga dikenal dengan vadose zone) Tiga meter di atas dari zona tak jenuh tidak boleh digunkan untu peresapan karena dapat menimbulkan efek samping terhadap lingkungan seperti water logging, salinitas tanah (soil salinity), dll. Kedalaman pasca monsoon (post-monsoon depth) hingga permukaan air merepresentasikan situasi ketebalan minimum dari zona vadose yang tersedia untuk resapan. Hal ini harus dipertimbangan dalam hubungannya dengan kelebihan limpasan yang ada di area tersebut. 5.9
Studi Geofisika
Studi geofisika relatif mahal dan memerlukan waktu yang lama, serta membutuhkan kemampuan pengetahuan yang tinggi serta peralatan canggih. Karena itu, secara ekonomis dapat dijalankan untuk proyek pengembangan pengisian air tanah buatan skala besar dan tidak cocok untuk skema resapan buatan kecil di tingkat lokal/pedesaan. Tujuan utama dari penggunaan metode geofisika untuk memilih tempat yang tepat untuk lokasi resapan buatan. Studi ini dilakukan untuk menilai kondisi hidrogeologi sub-permukaan yang belum diketahui. Secara umum tujuan utamanya adalah untuk menyempurnakan program eksplorasi. Sebagian besar ini digunakan untuk mempersempit zona target, menentukan tempat yang mungkin untuk struktur resapan buatan, serta rancangan yang tepat. Namun demikian, penerapan dari metode geofisika membawa 51
gambaran yang komparatif dari lingkungan batuan sub-permukaan (subsurface litho environment), manifestasi permukaan dari struktur tersebut, dan menghubungkannya dengan setting hidrogeologis. Selain mendefinisikan struktur sub-permukaan dan batuan (lithology), studi ini juga dapat mengidentifikasikan antar muka air payau/tawar (brackish/fresh ground water interface), zona terkontaminasi (saline), dan area yang rentan intrusi air laut. Dengan menggunakan metode-metode geofisika tertentu yang umum, dimungkinkan untuk memodelkan: Stratifikasi sistem akuifer dan variabilitas spasial konduktivitas hidrolik dari zona karakteristik, yang sesuai untuk peresapan buatan. Zona negative atau non-produktif dari konduktivitas hidrolik rendah (low hydraulic conductivity) pada zona jenuh dan tak jenuh. Diskontinuitas konduktivitas hidrolik vertikal, seperti dyke dan fault zone. Pergerakan kelembaban dan kapasitas infiltrasi dari zona tak jenuh Arah aliran air tanah dalam proses peresapan alami atau buatan Jalan masuk salinitas (salinity ingress), kecenderungannya (trend), dan perubahan singkat kedalaman salinitas pada akuifer yang disebabkan oleh abstraksi bervariasi (varied abstraction) atau peresapan. Aplikasi dari teknik yang tepat, rencana survey, dan peralatan yang sesuai dapat menghasilkan hasil yang lebih baik, tetapi secara tidak langsung.
5.10
Kualitas Sumber Air
Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari peresapan air tanah buatan terutama berhubungan dengan kualitas air baku (raw water) yang tersedia untuk peresapan. Air baku yang tersedia secara umum membutuhkan beberapa jenis pengolahan sebelum digunakan dalam instalasi. Permasalahan itu juga terkait dengan perubahan struktur tanah dan fenomena biologis yang terjadi sebelum infiltrasi dimulai sehingga menyebabkan masalah lingkungan. Oleh karena itu, analisis kima dan bakteriologis dari sumber air yang akan digunakan sangat penting. 52
Selain itu parameter kekeruhan atau konsentrasi zat padat tersuspensi (Suspendid Solids) sangat mempengaruhi efektifitas peresapan air tanah buatan. Oleh karena itu, persyaratan utama untuk air yang akan digunakan dalam proyek peresapan atau pengisian air tanah buatan adalah bersifat silt free (bebas padatan tersuspensi). Padatan tersuspesni dapat didefiisikan sebagai kandungan benda padat yang tidak larut, biasanya diukur dalam satuan mg/l, yang mengendap di genangan air atau pada air yang mengalir dengan kecepatan tidak lebih dari 0,1m/jam.
5.11
Pencegahan Penyumbatan Pori Tanah
Pencegahan penyumbatan pori tanah merupakan salah satu pertimbangan penting dalam merencanakan skema peresapan buatan. Metode umum untuk meminimalkan penyumbatan antara lain : Secara berkala menghilangkan lapisan lumpur (mud-cake) dan memotong-motong (dicing) atau mengeruk (scraping) lapisan permukaan. Pemasangan filter pada permukaan, permeabilitas yang lebih rendah dibandingkan strata alaminya (filter harus diganti dan diperbaharui secara berkala). Penambahan bahan organik atau zat kimia ke lapisan teratas. Budidaya tanaman penutup tertentu, terutama rumput jenis tertentu. Menyediakan inverted filter yang terdiri dari pasir halus, kasar, dan kerikil di bagian bawah lubang infiltrasi/parit. Penyumbatan oleh aktivitas biologis tergantung paada komposisi mineralogi dan organik dari air dan dasar cekungan (basin floor), ukuran butiran, serta permeabilitasnya. Satu-satunya metode pengolahan yang mungkin dilakukan dan telah dikembangkan sejauh ini adalah dengan mengeringkan tanah di bawah cekungan dengan tuntas.
5.12
Metoda Peresapan Air Hujan Atau Pengisian Air Tanah Buatan
Ada beberapa cara yang telah dikembangkan antara lain yaitu antara lain (Kumar dan Aiyagari,1997) : 53
1)
Metode Penyebaran Air di Permukaan tanah (Surface Water Spreading Techniques). Metode ini meliputi beberapa cara yakni :
Metode Cekungan (Basin Method). Metode Parit (Furrow Method). Metode Saluran Alami (Natural Channel Method). Metode Perendaman (Flooding Method). Metode Irigasi (Irrigation Method).
2)
Metode pengisian melalui sumur galian (Recharge Through Pits).
3)
Metode pengisian melalui sumur injeksi (Recharge Through Injection Wells).
4).
Metode Induced Recharge. Pemilihan dari metode-metode tersebut adalah berdasarkan pertimbangan yang meliputi hal-hal antara lain : Kondisi geologi dan hidrogeologi, misalnya kondisi lapisan tanah pembawa air (akuifer), topografi, cekungan tanah, kapasitas resapan dll. Kualitas dan jumlah air yang digunakan. Tingkat peresapan dan kecepatan pengisian tanah. Penggunaan air tanah. Pertimbangan teknis dan ekonomis.
5.12.1 Metode Penyebaran Air Di Permukaan Tanah (Surface Water Spreading Technique) Metode ini dilakukan dengan cara menyebarkan air yang berasal dari air hujan ataupun air sungai ke permukaan tanah yang luas agar jumlah air yang meresap ke dalam tanah bertambah besar, sehingga dapat menambah jumlah air tanah. Cara ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa cara yaitu antara lain : Metode Cekungan, Metode Parit, Metode Saluran Alami, Metode Perendaman, dan Metode Irigasi.
54
5.12.1.1 Metode Cekungan (Basin Method) Metode ini dilakukan dengan cara mengisikan air yang berasal dari air sungai atau air hujan ke suatu cekungan tanah atau kolam yang luas yang ada secara alami atau yang dibuat dengan cara pengerukan, sehingga akan terjadi peresapan air kedalam tanah dalam jumlah yang besar. Cara ini sangat cocok untuk daerah-daerah yang belum padat oleh pemukiman penduduk dan dapat berfungsi sebagai cadangan air pada saat musim kemarau. Kelemahan dari cara ini adalah kurang baik untuk air yang kandungan lumpurnya besar, karena endapan lumpur yang terjadi dapar menyumbat porositas tanah sehingga kecepatan peresapan air kedalam tanah menjadi berkurang. Metode ini secara sederhana dapat dilihat seperti pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 : Generalisasi Penampang Resapan Buatan Dari Permukaan Tanah Menggunakan Surface Spreading Techniques. 55
5.12.1.2 Metode Parit (Furrow Method) Di dalam metode ini, air yang berasal dari air hujan atau air sungai didistribusikan ke dalam parit - parit kecil yang dibuat secara sejajar dan tidak terlalu dalam dengan dasar yang rata. Jarak antara parit dibuat tidak terlalu jauh agar didapatkan luas peresapan yang maksimum. Metoda ini secara sederhana dapat dilihat seperti pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4 : Pengisian Air Tanah Buatan Dengan Metoda Parit (Furow Method).
5.12.1.3 Metode Saluran Alami (Natural Channel Method) Metode ini dilakukan dengan cara memanfaatkan aliran-aliran sungai yang ada dengan membuat bendungan-bendugan atau chek dam dengan tujuan untuk memperlambat aliran air dan memperpanjang waktu kontak antara air dengan bidang peresapan sehingga dengan demikian jumlah air yang meresap bertambah besar. Cara ini dapat juga berfungsi sebagai pengontrol banjir dan pengedalian air sungai untuk irigasi. Metode ini dapat juga dilakukan dengan membuat gili-gili (bunds) berbentuk L dalam kanal sungai sehingga air bergerak sepanjang jalur yang lebih panjang sehingga meningkatkan resapan alami, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.5. Metode tersebut sangat susuai pada saat 56
dimana saluran alir kecil (small flowing channel) mengalir melalui lembah yang relative luas. Akan tetapi, metode ini tidak dapat digunakan dimana sungai rentan terhadap resiko banjir bandang.
Gambar 5.5 : Pengisian Air Tanah Buatan Dengan Metoda Saluran Alami (Natural Channel Spreading). 5.12.1.4 Metode Perendaman (Flooding Method) Pengisian air tanah buatan dengan metoda perendaman dilakukan dengan cara menyebarkan air hujan atau air sungai ke permukaan tanah sampai terendam sehingga meresap kedalam tanah. Untuk daerah yang datar dan luas, daerah perendaman sering kali menyimpang dari yang direncanakan. Oleh karena itu pada prakteknya, di sekeliling daerah rendaman dibuatkan kanal-kanal atau saluran agar penyebaran dan perendaman air dapat terkendali. Cara ini jarang digunakan karena pengaturannya sulit dan endapan lumpur yang terjadi dapat mengurangi kecepatan peresapan. 5.12.1.5 Metode Irigasi (Irrigation Method) Air yang berasal dari sungai atau hujan dialirkan ke saluran-saluran irigasi terbuka, yang dibuat secara sistematis sehingga peresapan air kedalam tanah besar. Pada area dengan topografi tidak teratur, dangkal, berdasar rata, dan parit berjarak dekat menyediakan area kontak air maksimum untuk resapan air dari sungai sumber atau kanal. Teknik ini 57
membutuhkan persiapan tanah yang lebih sedikit daripada cekungan resapn (recharge basin) dan kurang sensitive terhadap pendangkalan. Gambar 5.6 menunjukkan rencana tipikal atau serangkaian parit yang berasal dari parit pemasok dan menuruni lereng topografi menuju sungai. Umumnya diadopsi tiga pola sistem parit yakni :
Gambar 5.6 : Pengisian Air Tanah Buatan Dengan Metoda Irigasi. a.
Pola Parit Lateral
Air dari sungai dialihkan ke feeder canal dari tempat dimana parit-parit yang lebih kecil dibuat di sudut kanan. Laju aliran air dari feeder canal ke parit-parit ini diatur oleh katup gerbang. Kedalaman parit dijaga sesuai dengan topografi, juga dengan tujuan agar permukaan basah maksimum (maximum wetted surface) tersedia dan kecepatan yang seragam dapat dipertahankan. Kelebihn air diteruskan ke sungai utama melalui return canal bersama dengan lumpur sisa. b.
Pola Dendrit (Dendritic Pattern)
Air sungai dialihkan dari kanal utama ke serangkaian parit kecil yang disebar dengan pola dendrit. Bifurkasi parit terus berlanjut hingga secara praktis semua air terinfiltrasi dalam tanah.
58
c.
Pola Kontur
Parit-parit digali mengikuti kontur permukaan tanah di daerah tersebut. Ketika parit telah semakin mendekati sungai, sebuah switchback dibuat dan dengan demikian parit dibuat berliku bolak-balik berulang kali. Pada hilir titik terendah, parit bergabung dengan sungai utama, kemudian mengembalikan kelebihan airnya.
5.12.2 Metode Pengisian Melalui Lubang Galian (Recharge Through Pits) Cara ini digunakan apabila daerah pengisian merupakan daerah berbatu atau daerah yang tanahnya kedap air, sehingga dengan cara penyebaran air ke permukaan tanah secara biasa kurang efektif. Apabila lapisan tanah kedap air tersebut tidak terlalu tebal, maka peresapan air (recharging) dapat dilakukan dengan cara menggali lubang atau sumur sampai mencapai lapisan tanah yang lolos air. Air permukaan yang berlebihan baik yang berasal dari air hujan atau air sungai dimasukkan kedalam sumuran tersebut sehingga terjadi peresapan air kedalam tanah dalam jumlah yang besar. Pada dasar sumur dapat juga diisi dengan kerikil atau koral, yang dapat berfungsi sebagai penyaring endapan lumpur yang terjadi.(Gambar 5.7). Cara ini dapat diterapkan di daerah perladangan, perkebunan atau daerah-daerah yang masih belum padat oleh pemukiman penduduk. Selain berfungsi untuk peresapan air, juga berfungsi untuk menyimpan air yang berlebihan pada waktu musim hujan. Disamping itu dapat memperlambat aliran air limpasan hujan sehingga dapat mencegah terjadinya banjir. Cara ini dapat juga dikembangkan di daerah pemukiman untuk meresapkan air hujan yang berasal dari talang-talang rumah. Di daerah perkotaan dan pedesaan, air hujan di atas atap (roof top rainwater) dapat disimpan dan digunakan untuk mengisi air tanah secara buatan. Pendekatan ini membutuhkan penghubungan pipa outlet dari atap untuk mengalihan air ke salah satu sumur yang ada, sumur tabung (tubewells), sumur bor (borewells) atau sumur yang dirancang khusus. Komplek perumahan kota atau bangunan institusional yang memiliki daerah atap besar dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan/mengambil air hujan untuk keperluan pengiasian air tanah buatan
59
Gambar 5.7 : Diagram Skema Peresapan Air Hujan Buatan Dengan Metoda Sumur Galian.
5.12.2.1 Sumur Resapan (Recharge Shaft) Sumur resapan adalah struktur yang paling efisien dan hemat biaya untuk mengisi ulang akuifer secara langsung. Sumur resapan dapat dibangun di daerah dimana sumber air tersedia baik untuk beberapa waktu maupun terus-menerus. Berikut ini adalah karakteristik situs dan pedoman perancangannya : Digali secara manual apabila strata pada dasarnya bersifat non-gua (non-caving). Apabila strata bergua, lapisan permeable yang tepat dalam bentuk open work, batu lapisan (boulder lining) harus disediakan. Diameter poros normalnya harus lebih dari 2 m untuk mengakomodasi air lebih banyak dan untuk mencegah pusaran dalam sumur. 60
Pada area dimana sumber air berlumpur, sumur harus diisi dengan batu kerikil dan pasir untuk membentuk inverted filter. Lapisan berpasir teratas harus dihilangkan dan dibersihkan secara berkala. Sebuah filter juga harus disediakan sebelum sumber air memasuki sumur. Ketika air diletakkan ke dalam sumur resapan secara langsung melalui pipa, gelembung air juga ikut masuk ke dalam sumur melalui pipa, yang mana dapat menyumbat akuifer. Karena itu, sebuah pipa injeksi harus diletakkan di bawah permukaan air.
Keuntungan dari teknik ini adalah sebagai berikut :
Tidak memerlukan akuisisi tanah berukuran besar seperti pada kasus kolam resapan (perkolasi). Secara prakteknya tidak ada kehilangan air dalam bentuk kelembaban tanah dan penguapan, yang normalnya terjadi ketika sumber air harus melintasi zona vardose Sumur galian operasional atau yang tidak digunakan dapat diubah menjadi sumur resapan, yang mana tidak memerlukan investasi tambahan untuk struktur resapan. Teknologi dan desain dari sumur resapan sederhana dan dapat diaplikasikan bahkan pada tempat dimana aliran dasarnya tersedia untuk periode yang terbatas. Pengisian air tanah buatan seperti ini cepat dan dapat segera memberikan manfaatnya. Dalam formasi yang sangat permeable, sumur resapan sebanding dengan kolam perkolasi.
Sumur resapan dapat dibangun dengan dua cara yang berbeda, yaitu vertikal dan lateral. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. a.
Sumur Resapan Vertikal
Pengisian air tanah buatan dengan sumur resapan vertikal dapat dilakukan dengan atau tanpa sumur injeksi yang pasang di bagian bawah sumur resapan. Metoda ini cocok untuk permukaan air tanah yang dalam yakni sampai dengan 15 m di bawah permukaan tanah. 61
Limpahan air hujan yang tersedia dapat secara efektif diresapkan. Efektif juga untuk air keruh dengan menggunakan inverted filter yang terdiri dari lapisan-lapisan pasir, kerikil, dan batu. Kedalaman dan diameter sumur tergantung pada kedalaman akuifer dan volume air yang akan diresap, dan Laju peresapan tergantung pada materi akuifer dan kandungan lumpur dalam air. Untuk sumur resapan dengan diameter 2-3 meter, Laju peresapan dengan inverted filter berkisar antara 7-14 liter per detik. Konstruksi sumur resapan vertikal secara sederhana dapat dilihat seperti pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8 : Sumur Vertikal Tanpa Injeksi.
b.
Sumur Resapan vertikal Dengan Pipa Injeksi
Di dalam metoda sumur resapan vertikal dengan pipa injeksi, pipa injeksi yang digunakan berdiameter 100-150 mm dibangun di bagian bawah poros menembus lapisan batas impermeable hingga akuifer potensial yang hendak dicapai sekitar 3 - 15 meter di bawah permukaan air (Gambar 5.9). Cara ini umumnya digunakan untuk untuk permukaan air tanah yang sangat dalam (lebih dari 15m), akuifer ditutupi oleh lapisan tanah liat tebal. Sumur resapan dengan pipa injeksi dapat diisi dengan kerikil untuk mendapatkan kontinuitas hidrolik sehingga air dapat secara langsung diresapkan ke dalam akuifer. Jumlah pipa injeksi, dapat ditambah untuk meningkatkan laju resapan, tergantung pada volume air yang akan diresapkan. Efisiensinya sangat tinggi dan laju resapan dapat mencapai hingga 15 liter per detik.
62
Gambar 5.9 : Sumur Vertikal Dengan Pipa Injeksi.
c.
Sumur Resapan Lateral
Cara ini cocok untuk daerah dimana horizon berpasir permeable (permeable sandy horizon) berada dalam 3 meter di bawah permukaan tanah dan berlanjut hingga permukaan air – dalam kondisi terbata Limpasan air hujan yang tersedia dapat dengan mudah diresapkan karena 63
penyimpanan dan potensi resapan yang besar. Air yang keruh juga dapat dengan mudah diresapkan. Dapat dilkukan dengan cara menggali parit dengan lebar 2 - 3 meter dengan kedalaman 2 – 3 meter. Panjang parit bergantung pada volume air yang akan diresapkan. Dapat diolkukan dengan atau tanpa pipa injeksi (Gambar 5.10).
Gambar 5.10 : Sumur Resapan lateral.
5.12.2.2 Pemasyarakatan Sumur Resapan Perubahan penggunaan lahan dari daerah yang belum dibangun menjadi daerah yang dibangun sangat berpengaruh besar terhadap aliran air sungai. Perubahan tersebut mempengaruhi besar kecilnya limpasan dan kualitas air. Bila hujan turun maka air yang jatuh ke permukaan akan cepat masuk ke sungai dan akan menyebabkan naiknya aliran dasar dalam sistem sungai menjadi semakin cepat. Jika sistem sungai sudah tidak dapat menampung aliran air maka akan menyebabkan bencana banjir. Dengan semakin meningkatnya pemanfaatan air tanah yang berlebihan telah mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah dan menyebabkan terjadinya intrusi air laut dan penurunan tahah. Salah satu 64
upaya untuk melestarikan air tanah adalah dengan membuat sumur resapan yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung dan menyimpan curahan air hujan yang dapat menambah kandungan air tanah, sehingga jumlah air hujan yang meresap kedalam tahah bertambah banyak, akibatnya jumlah air limpasan hujan berkurang. Dengan demikan resiko genangan air hujan atau banjir menjadi lebih kecil. Propinsi di Indonesia yang telah mewajibkan pembuatan sumur resap diwilayanya adalah propinsi DKI Jakarta. Dalam rangka menyebarluaskan serta mengoptimalkan pembuatan sumur resapan di wilayah DKI Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta melalui Gubernur telah menetapkan Peraturan Gubernur (PERGUB) DKI Jakarta Nomor 68 Tahun 2005 tentang sumur resapan. Tujuan disusunnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 68 Tahun 2005 adalah dalam rangka mengoptimalkan pembuatan sumur resapan di kalangan masyarakat yang bertujuan untuk menampung, menyimpan dan menambah cadangan air tanah serta dapat mengurangi limpasan air hujan Ke saluran pembuangan dan badan air lainnya, sehingga dapat dimanfaatkan pada musim kemarau dan sekaligus mengurangi timbulnya banjir. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 68 tersebut , ada dua tipe sumur resapan yaitu sumur resapan pada bangunan bertalang dan sumur resapan pada bangunan tidak bertalang. Sumur resapan pada bangunan bertalang dan ada/tanpa saluran pelimpah air hujan yang dari talang dimasukkan ke saluran keliling bangunan pada ujungnya diberi saringan sehingga kotoran tidak masuk ke sumur resapan lalu airnya dimasukkan ke sumur resapan. Fungsi saluran pelimpah adalah sumur resapan penuh maka air akan mengalir ke saluran pelimpah. Sumur resapan pada bangunan tidak bertalang dan ada/tanpa saluran pelimpah air hujan yang dari talang dimasukkan ke saluran keliling bangunan pada ujungnya diberi saringan sehingga kotoran tidak masuk kesumur resapan lalu airnya dimasukkan ke sumur resapan. Fungsi saluran pelimpah adalah apabila sumur resapan penuh maka air akan mengalir ke saluran pelimpah. Beberpa contoh konstruksi sumur resapan seperti terlihat pada Gambar5.11 sampai dengan Gambar 5.17. Contoh sumur resapan sederhana dengan cara sumur galian yang diiisi dengan batu pecah (di Thailand) dapat dilihat pada Gambar 5.18.
65
Gambar 5.11 : Sumur Resapan Pada Bangunan Bertalang.
Gambar 5.12 : Sumur Resapan Pada Bangunan tidak Bertalang.
66
Gambar 5.13 : Contoh Sumur Resapan Pasangan Batu Bata.
Gambar 5.14 : Contoh Sumur Resapan Batu Kali. 67
Gambar 5.15 : Sumur Resapan Bahan Bis Beton Dengan Sistem Dinding Porus.
68
Gambar 5.16 : Memanfaatkan Bahu Jalan Untuk Sumur Resapan dan Tampak Atas.
Gambar 5.17 : Potongan Tegak Pemasangan Sumur Resapan. 69
Gambar 5.18 : Contoh Sumur Resapan Sederhana di Thailand.
5.12.3 Metode Pengisian Melalui Sumur Injeksi (Recharge Through Injection Well) Sumur injeksi adalah sumur yang digunakan untuk memasukkan atau meresapkan air permukaan kedalam lapisan tanah (akuifer), baik akuifer tak tertekan maupun akuifer tertekan. Konstruksi sumur kurang lebih sama dengan sumur pompa (pumping well), hanya arah alirannya merupakan kebalikan dari pada sumur pompa. Jika air dimasukkan ke 70
dalam sumur injeksi, maka akan terbentuk rembesan air kedalam tanah yang daerah rembesannya berbentuk kerucut (cone of recharge). Sumur injeksi adalah sumur yang digunakan untuk memasukkan atau meresapkan air permukaan kedalam lapisan tanah (akuifer), baik akuifer tak tertekan maupun akuifer tertekan. Konstruksi sumur kurang lebih sama dengan sumur pompa (pumping well), hanya arah alirannya merupakan kebalikan dari pada sumur pompa. Mekanisme peresapan air permukaan dengan metode sumur injeksi seperti pada Gambar 5.19. Jika air dimasukkan ke dalam sumur injeksi, maka akan terbentuk rembesan air kedalam tanah yang daerah rembesannya berbentuk kerucut (cone of recharge) seperti pada Gambar 5.20.
Gambar 4.25 : Mekanisme Pengisian Air Tanah Buatan Dengan Metoda Sumur Injeksi (Recharge Through Injection Well).
71
A. Penginjeksian Pada Akuifer Tertekan.
B. Penginjeksian Pada Akuifer Tak tertekan
Gambar 5.20 : Pengiasian Air tanah Buatan Dengan Metoda Sumur Injeksi.
Jumlah air persatuan waktu yang dapat diresapkan dalam sumur injeksi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Untuk penginjeksian pada akuifer tak tertekan : π K (hw2 – h02) Qr = Ln (r0 / rw)
Untuk penginjeksian pada akuifer tertekan : 2 π K b (hw – h0 ) Qr = Ln (r0 / rw) dimana : Qr = Debit air yang dapat diresapkan, liter per detik. K = Koefisien permeabilitas, mm/det. h0 = kedalaman air dalam sumur sebelum opersi pengisian, meter hw = kedalaman air dalam sumur pada saat opersi pengisian, meter. 72
rw = Jari-jari sumur, meter r0 = Jari-jari kerucut rembesan (cone of recharge) pada saat mencapai bidang muka air tanah atau bidang pisometris, meter. b = Tebal lapisan akuifer tertekan, meter. Dari rumus di atas, baik untuk penginjeksian pada akuifer tertekan maupun tak tertekan, laju peresapan, Q r harga koefisien permeabilitas lapisan tanah (K), diameter sumur injeksi (rw ), tinggi muka air tanah ataupun permukaan pisometris dan juga tinggi air dalam sumur injeksi atau tekanan injeksi (jika memakai pompa). Makin besar harga koefisien permeabilitas (K) dan diameter sumur (rw), maka laju peresapan akan makin besar. Sealin itu, makin tinggi muka air dalam sumur injeksi (harga hw makin besar) dan makin rendah muka air tanah ataupun garis pisometris (h0 makin kecil) maka laju peresapan semakin besar. Di dalam sistem sumpur injeksi yang perlu diperhatikan adalah adalah kualitas air yang akan diresapkan. Kualitas air harus baik dan bebas dari polutan seperti logam berat, pestisida, dan polutan berbahaya lainnya, serta harus bebas dari kekeruhan atau padatan tersuspensi agar tidak terjadi penyumbatan. Untuk daerah Jabotabek, harga koefisien permeabilitas (K) bervariasi tergantung dari struktur lapisan tanahnya. Dari beberapa pengukuran harga K pada beberapa lokasi di daerah sekitar Jakarta, didapatkan beberapa data sepertitertera pada Tabel 5.1. Dari data tersebut diketahui bahwa daya peresapan di tiap-tiap tempat bervariasi. Untuk harga K = < 0,00835 cm/hari merupakan lapisan yang sulit tertembus oleh air (kedap air). Lapisan ini biasanya terdiri dari lempung halus yang kedap air. Untuk harga K = 0,00835 - 83,46 cm/hari merupakan lapisan akuifer yang terdiri dari pasir halus ; lanau (silt) ;campuran pasir, lanau dan lempung ; dan juga lapisan glacial. Sedangkan untuk harga K = > 83,46 cm/hari merupakan lapisan akuifer yang sangat sangat baik. Lapisan ini biasanya terdiri dari pasir bersih, kerikil atau campuran pasir dan kerikil. Dengan melihat harga koefisien permeabilitas (kelulusan), K, maka dapat diketahui daerah-daerah mana saja yang mempunyai tingkat peresapan yang baik. Secara fisik skema ini sudah pernah diterapkan di beberapa tempat di dunia antara lain di Kalifornia, Amerika Serikat (Domenico dan Schwartz, 73
1990). Teknologi ini dikenal dengan sebutan “Water Factory 21”. Air baku yang disuntikkan ke dalam tanah melalui sumur bor dengan dalam sesuai dengan letak akuifer air tanah yang menjadi tujuan. Tabel 5.1: Harga Koefisien Permeabilitas Beberapa Daerah Di JABODETABEK. LOKASI PONDOK GEDE
SERPONG
PARUNGBADAK
KEDALAMAN (m) 16,3 - 17,5 24,5 - 25,5 25,5 - 26,5 58,3 - 60,2 117,5 - 118,5 30,0 – 31,0 37,1 – 41,0 105,0 – 109,0 137,0 – 141,0 189,0 – 193,0 57,6 – 60,0 77,0 – 79,0 112,0 – 124,45 184,4 – 188,4 240,0 – 244,0
K (cm/hari) 13,40 64,52 31,96 81,56 22,43 0,105 1,897 0,163 0,063 0,74 14,0 1,68 1,58 19,7 1,18
Sumber : Cisedane River Basin Development feasibility Study - Ground Water, Lavalin International and Nippon Koei co.ltd. (1985)
Ilustrasi pengisian air tanah buatan ke dalam akuifer tak tertekan dengan metoda sumur injeksi dapat dilihat pada Gambar 5.21, sedangkan tipikal konstruksi sumur injeksi dapat dilihat pada Gambar 5.22. Skema imbuhan buatan atau pengisian air tanah buatan (artificial recharge) ini sudah dioperasikan sejak Oktober 1976 yang terletak di area pesisir Orange County, Kalifornia, Amerika Serikat. Proyek ini terdiri atas 23 sumur injeksi yang membentang sepanjang 4 mil, dengan jumlah volume air yang diinjeksikan sebanyak 15 juta galon setiap hari untuk memasok air tanah di kawasan tersebut yang juga sekaligus membendung perambatan intrusi air laut dikawasan pesisir tersebut.
74
Gambar 5.21 : Ilustrasi Pengisian Air Tanah Buatan Ke Dalam Akuifer Tak Tertekan Dengan Metoda Sumur Injeksi.
Gambar 5.22 : Tipikal Skematik Sumur Injeksi Air Tanah (Anonim , 1997) 75
5.12.4 Metode Induce Recharge Berbeda dengan cara-cara peresapan air buatan seperti yang telah diterangkan diatas, metode ini dilakukan secara tidak langsung dengan cara memompa air tanah dekat aliran sungai, danau atau sumber air permukaan lainnya. Dengan adanya pemompaan air tanah tersebut, muka air tanah akan turun sehingga dengan adanya penurunan air tanah ini, jumlah air permukaan yang meresap kedalam tanah menjadi lebih besar. Dengan cara ini maka air tanah akan mengalami proses mineralisasi yang lebih intensif dari pada air permukaan dan air tanah yang didapat dari hasil pemompaan mengalami penyaringan yang baik selama peresapan. Mekanisme peresapan dengan metode ini dapat diterangkan seperti pada Gambar 5.23.
Gambar 5.23 : Peresapan buatan dengan metoda Induce Recharge. 76
Dengan metode Induce Recharge, jumlah air yang meresap kedalam tanah dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : Kecepatan pemompaan atau jumlah air tanah yang diambil. Koefisien permeabilitas (kelulusan tanah), jenis dan kondisi lapisan tanah. Tipe dari sumur pompa. Jarak sumur pompa dengan sumber air permukaan. Arah aliran air tanah secara alami.
77