44
BAB 5 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bagian ini peneliti memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian diperoleh dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan program SPSS for Windows 13.0. Dalam bagian ini, selain hasil utama, peneliti juga memaparkan mengenai gambaran umum partisipan dan hasil tambahan yang dapat diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan.
5.1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada sejumlah karyawan pada PT. X. Gambaran umum responden penelitian ini berguna untuk memberikan informasi mengenai keragaman responden penelitian dimana nantinya data ini dapat digunakan untuk membuat analisis tambahan dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat diskusi. Gambaran responden penelitian ini diperoleh dari data kontrol yang ada dalam alat ukur. Adapun data kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, divisi, dan lama bekerja. Pada penelitian ini, peneliti menyiapkan 130 kuesioner untuk disebarkan kepada karyawan yang bekerja di PT. X. Dari keseluruhan 130 kuesioner yang disiapkan, kuesioner yang kembali kepada peneliti berjumlah 118 kuesioner dan terdapat 11 kuesioner yang tidak terpakai dalam penelitian ini. Kuesioner-kuesioner tersebut tidak terpakai karena ketidaklengkapan data yang dibutuhkan dalam penelitian, serta karena pengisian yang tidak lengkap dalam kuesioner ini. Pada akhirnya, peneliti menggunakan 107 kuesioner yang memiliki kelengkapan data dan layak untuk digunakan sebagai data penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi terhadap data kontrol, diperoleh gambaran umum responden sebagai berikut :
5.1.1
Usia Pengelompokan
usia
partisipan
penelitian
didasarkan
pada
tahap
perkembangan karir menurut Hall (dalam Papalia, Olds & Feldman 2007) yang terdiri dari 5 tahap. Tahap pertama mencakup usia 20-25 tahun atau disebut sebagai
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
45
tahap eksplorasi; tahap kedua, usia 26-35 tahun merupakan tahap pemantapan (establishment); tahap ketiga, usia 36-50 tahun merupakan tahap pertengahan karier (mid-career); keempat, usia 51-60 tahun merupakan tahap akhir atau late career; tahap terakhir mencakup usia 60-70 tahun yang merupakan tahap penurunan (decline). Tabel 5.1. Tabel Data Partisipan Berdasarkan Usia Usia 20-25 th 26-35 th 36-50 th 51-60 th TOTAL
Frekuensi 1 30 70 6 107
Persentase (%) 9% 28 % 65,4 % 5,6 % 100 %
Dari tabel 5.1. di atas, dapat dilihat bahwa jumlah terbesar partisipan dalam penelitian ini adalah partisipan yang masuk ke dalam tahap pertengahan karier atau mid-career, yaitu berkisar antara usia 36 hingga 50 tahun dengan presentase sebanyak 65,4 % dari keseluruhan presentase partisipan dan jumlah terbesar berikutnya adalah usia 26-35 tahun dengan presentase sebanyak 28 %. Hal ini menunjukkan, target partisipan dalam penelitian ini, yaitu usia 20 sampai dengan 60 tahun cukup tercapai.
5.1.2
Jenis Kelamin Jenis kelamin partisipan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu laki-
laki dan perempuan. Data mengenai jenis kelamin partisipan dalam penelitian ini dapat dilihat selengkapnya pada tabel 5.3. berikut ini: Tabel 5.2. Tabel Data Partisipan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan TOTAL
Frekuensi 58 49 107
Persentase (%) 54,2 % 45,8 % 100 %
Dari tabel 5.2 diatas dapat terlihat bahwa dari 107 responden penelitian, sebanyak 58 orang (54,2%) berjenis kelamin laki-laki dan 49 orang (45,8%) berjenis kelamin perempuan.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
46
5.1.3 Tingkat Pendidikan Terakhir Tabel 5.3. Tabel Data Partisipan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Tingkat Pendidikan Terakhir SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2) TOTAL
Frekuensi
Persentase (%)
18 20 62 7 107
16,8 % 18,7 % 57,9 % 6,5 % 100 %
Pada tabel 5.3. di atas, dapat dilihat bahwa tingkatan pendidikan yang paling banyak dimiliki oleh partisipan adalah S1 sebanyak 62 orang (57,9%), kemudian diploma (D3) sebanyak 20 orang (18,7%), SMU sebanyak 18 orang (16,8%) dan pascasarjana (S2) sebanyak 7 orang (6,5%). Tingkat pendidikan yang digunakan dalam penelitian berdasarkan jenjang pendidikan formal di Indonesia, sebab menurut Holt (dalam Wijaya, 2007) menyatakan bahwa pendidikan formal memberikan pemahaman yang lebih baik tentang proses kewirausahaan, tantangan yang dihadapi para pendiri usaha baru dan masalah-masalah yang harus diatasi agar berhasil.
5.1.4 Lama Masa Kerja Lama bekerja dalam penelitian ini dibagi ke dalam 3 tahap berdasarkan pengelompokkan oleh Morrow dan McElroy (dalam Seniati, 2002), yaitu: tahap pemantapan (establish stage) untuk lama bekerja kurang dari 2 tahun, tahap lanjutan (advancement stage) untuk lama bekerja 2-10 tahun, dan tahap pemeliharaan (maintenance stage) untuk lama bekerja lebih dari 10 tahun. Sedangkan masa bekerja partisipan penelitian ini mencakup mulai dari 1,8 tahun sampai dengan 31 tahun. Berikut ini adalah tabel yang dapat memperjelas persebaran partisipan berdasarkan lama bekerja di PT. X. Tabel 5.4. Tabel Data Partisipan Berdasarkan Lama Masa Kerja Lama Masa Kerja 1–2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun TOTAL
Frekuensi 2 32 73 107
Persentase (%) 1,9 % 29,9 % 68,2 % 100 %
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
47
Dari tabel 5.4. di atas, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah partisipan penelitian yaitu sebanyak 73 orang atau sebesar (68,2%) berada pada tahap pemeliharaan (maintenance stage), yaitu dengan lama bekerja lebih dari 10 tahun dalam PT. X. sehingga target partisipan berupa karyawan dengan masa kerja lebih dari 1 tahun tercapai.
5.2 Gambaran Umum Tingkat Adversity Quotient pada Karyawan Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan norma teoritis untuk mengetahui gambaran umum dari kedua variabel. Norma teoritis adalah membandingkan skor rata-rata subjek dengan skor alat ukur, yaitu dengan rentang skor 1-5. Agar lebih jelas, berikut pembagian kelompok subjek berdasarkan skor alat ukur: 5.5. Gambaran Rentang Nilai Skor Rata-Rata Subjek Range Skor Rata-Rata Subjek 1.00 – 2.33 2.34 – 3.66 3.67 – 5.00
Gambaran Subjek
Subjek yang memiliki karakteristik variabel rendah Subjek yang memiliki karakteristik variabel sedang Subjek yang memiliki karakteristik variabel tinggi
Penelitian ini menggunakan alat ukur adversity quotient yang memiliki 28 item dengan format respon berupa skala Likert dengan 5 pilihan jawaban, sehingga nilai masing-masing subjek adalah indeks yang berkisar antara 1 – 5. Skor rata-rata subjek diperoleh dengan cara membagi jumlah respon subjek pada tiap item dengan jumlah item. Dari hasil perhitungan deskriptif, diperoleh data mean nilai adversity quotient responden yaitu sebesar 3,51. Dalam menggolongkan nilai Adversity Quotient, dapat dilakukan dengan melihat norma yang diperoleh dari skor alat ukur yang telah ditetapkan sebelumnya di atas. Dengan demikian dapat dibuat norma untuk Adversity Quotient, yaitu subjek yang memiliki Adversity Quotient rendah adalah subjek yang memiliki rentang skor rata-rata antara 1.00 - 2.33, subjek yang memiliki Adversity Quotient yang tinggi adalah subjek yang memiliki rentang skor rata-rata antara 3.67 - 5.00, dan subjek yang memiliki rentang skor Adversity Quotient rata-rata (sedang) antara 2.34 – 3.66. Untuk lebih jelasnya, norma yang akan digunakan untuk Adversity Quotient dapat dilihat pada tabel 5.6. pada halaman berikutnya.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
48
Tabel 5.6. Pengkategorian Skor AQ Range Skor RataRata Subjek
Gambaran Subjek
1.00 – 2.33 2.34 – 3.66 3.67 – 5.00
Subjek yang memiliki Adversity Quotient rendah Subjek yang memiliki Adversity Quotient sedang Subjek yang memiliki Adversity Quotient tinggi
Berdasarkan norma tersebut diperoleh gambaran Adversity Quotient subjek dalam penelitian ini sebagai berikut: Tabel 5.7. Gambaran Adversity Quotient Responden AQ Tinggi Sedang Rendah
Frekuensi 31 51 25
Presentase 29 % 47,7 % 23,3 %
Dari tabel 5.7. diatas dapat terlihat bahwa terdapat 51 responden yang tergolong memiliki tingkat adversity quotient yang sedang, kemudian 31 responden yang tergolong memiliki adversity quotient yang tinggi, dan 25 responden yang tergolong memiliki adversity quotient yang rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini sebagian besar karyawan menunjukkan adversity quotient yang sedang.
5.3 Gambaran Umum Intensi Berwirausaha pada Karyawan Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan norma teoritis untuk mengetahui gambaran umum dari kedua variabel. Norma teoritis adalah membandingkan skor rata-rata subjek dengan skor alat ukur, yaitu dengan rentang skor 1-6. Agar lebih jelas, berikut pembagian kelompok subjek berdasarkan skor alat ukur: 5.8. Gambaran Rentang Nilai Skor Rata-Rata Subjek Range Skor Rata-Rata Subjek 1.00 – 2.66 2.67 – 4.33 4.34 – 6.00
Gambaran Subjek
Subjek yang memiliki karakteristik variabel rendah Subjek yang memiliki karakteristik variabel sedang Subjek yang memiliki karakteristik variabel tinggi
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
49
Penelitian ini menggunakan alat ukur Intensi Berwirausaha yang memiliki 36 item dengan format respon berupa skala Likert dengan 6 pilihan jawaban, sehingga masing-masing nilai responden adalah indeks yang berkisar antara 1-6. Indeks ini merupakan hasil penjumlahan respon responden pada tiap item yang kemudian dibagi oleh jumlah item pada alat ukur intensi berwirausaha (36). Semakin tinggi skor maka semakin tinggi intensi seseorang untuk berwirausaha (intensi tinggi). Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan, nilai mean intensi berwirausaha responden adalah sebesar 4,10. Dalam menggolongkan nilai intensi berwirausaha, dapat dilakukan dengan melihat norma yang diperoleh dari skor alat ukur yang telah ditetapkan sebelumnya di atas. Dengan demikian dapat dibuat norma untuk intensi berwirausaha, yaitu subjek yang memiliki intensi berwirausaha rendah adalah subjek yang memiliki rentang skor rata-rata antara 1.00 - 2.66, subjek yang memiliki intensi berwirausaha yang sedang adalah subjek yang memiliki rentang skor rata-rata antara 2.67 – 4.33, dan subjek yang memiliki rentang skor intensi berwirausaha tinggi antara 4.34 – 6.00. Untuk lebih jelasnya, berikut norma yang akan digunakan untuk intensi berwirausaha : Tabel 5.9. Pengkategorian Skor Intensi Berwirausaha Range Skor RataRata Subjek
Gambaran Subjek
1.00 – 2.66 2.67 – 4.33 4.34 – 6.00
Subjek yang memiliki intensi berwirausaha rendah Subjek yang memiliki intensi berwirausaha sedang Subjek yang memiliki intensi berwirausaha tinggi
Berdasarkan norma tersebut diperoleh gambaran intensi berwirausaha subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.15 sebagai berikut: Tabel 5.10. Gambaran Intensi Berwirausaha responden Intensi Berwirausaha Tinggi Sedang Rendah TOTAL
Frekuensi 55 33 19 107
Persentase (%) 51,4 % 30,8 % 17,8 % 100 %
Dari tabel 5.10 diatas dapat terlihat bahwa terdapat 55 responden yang tergolong memiliki intensi berwirausaha yang tinggi, 33 responden yang tergolong memiliki
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
50
intensi berwirausaha yang sedang, serta 19 responden tergolong memiliki intensi berwirausaha yang rendah. Dengan semikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden penelitian, dalam hal ini karyawan, memiliki intensi berwirausaha yang tinggi.
5.4 Hasil Utama Penelitian 5.4.1 Hubungan antara Adversity Quotient dan Intensi Berwirausaha Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode multiple correlation antara variabel adversity quotient dan intensi berwirausaha, didapatkan hasil yaitu besar hubungan antara Adversity Quotient dengan intensi berwirausaha (R) adalah 0.462 dan besar signifikansi hubungan kedua variabel tersebut adalah 0.000. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara Adversity Quotient dengan intensi berwirausaha pada level signifikansi 0.05. Adversity Quotient, dalam hal ini diartikan sebagai respon seseorang dalam menghadapi kesulitan. Oleh karena itu, dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi tingkat respon seseorang menghadapi kesulitan (AQ tinggi) maka semakin tinggi pula intensi berwirausaha individu tersebut, dan begitu juga sebaliknya. Kemudian peneliti juga memperoleh hasil perhitungan bahwa besar R2 adalah 0.213. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hubungan antara Adversity Quotient dengan intensi berwirausaha, Adversity Quotient berasosiasi sebesar 21.3% terhadap variasi intensi berwirausaha, sedangkan sisanya dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti tingkat pendidikan, usia, lama kerja dan lain-lain.
5.5 Hasil Analisis Tambahan 5.5.1 Hubungan antara Dimensi-Dimensi Adversity Quotient dan Intensi Berwirausaha pada Karyawan Lebih lanjut, dari perhitungan dengan menggunakan metode multiple correlation dapat pula diketahui bagaimana hubungan antara dimensi-dimensi dari Adversity Quotient dengan intensi berwirausaha, sekaligus secara bersama-sama dengan melakukan kontrol terhadap eror yang mungkin terjadi.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
51
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat empat dimensi Adversity Quotient (AQ) yaitu dimensi kontrol (C), kepemilikan (O), jangkauan (R), dan ketahanan (E). Berikut ini adalah hasil perhitungan yang diperoleh: Tabel 5.11. Hasil Perhitungan Korelasi antara Dimensi Adversity Quotient dengan Intensi Berwirausaha pada karyawan Keterangan Dimensi Kontrol (C) dengan Intensi Berwirausaha Dimensi Kepemilikan (O) dengan Intensi Berwirausaha Dimensi Jangkauan (R) dengan Intensi Berwirausaha Dimensi Ketahanan (E) dengan Intensi Berwirausaha
R 0,216 0,119 0,066 0,013
Sig 0,028* 0,231 0,509 0,898
*signifikan pada los 0,05 Dari tabel 5.11. diatas dapat terlihat bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara Adversity Quotient dengan dimensi kontrol (C) pada level 0.05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika indeks nilai intensi berwirausaha yang diperoleh responden meningkat, maka semakin tinggi pula kemampuan seseorang dalam mempengaruhi atau mengontrol situasi sulit yang dihadapinya, dan begitu juga sebaliknya. Namun di sisi lain, dimensi kepemilikan (O), jangkauan (R) dan ketahanan (E) tidak berasosiasi dengan intensi berwirausaha, karena memiliki nilai signifikansi di atas 0.05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa intensi berwirausaha hanya berhubungan dengan dimensi kontrol (C).
5.5.2 Gambaran Adversity Quotient Ditinjau dari Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Lama Bekerja. Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi dapat diperoleh gambaran Adversity Quotient yang dimiliki oleh responden penelitian. Ditinjau dari usia responden, dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang memiliki Adversity Quotient (AQ) rendah dan tinggi adalah responden yang berusia 36-50 tahun. Dari 107 responden, terdapat sebanyak 21 responden dengan AQ rendah yang berusia 36-50 tahun dan sebanyak 19 orang responden dengan AQ tinggi yang berusia 3650 tahun. Sejalan dengan hal tersebut, responden yang memiliki AQ sedang umumnya terdapat pada responden yang berusia 36-50 tahun dan juga 26-35 tahun, yaitu sebanyak 30 dan 17 responden untuk masing-masing kelompok usia.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
52
Untuk keterangan lebih lengkapnya mengenai gambaran Adversity Quotient (AQ) ditinjau dari usia, dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut: Tabel 5.12. Gambaran Adversity Quotient Ditinjau dari Usia Adversity Quotient Rendah
Sedang
Tinggi
Usia < 25 th 26-35 th 36-50 th > 51 th < 25 th 26-35 th 36-50 th > 51 th < 25 th 26-35 th 36-50 th > 51 th
Frekuensi 0 3 21 1 1 17 30 3 0 10 19 2
Presentase 0% 2,8 % 19,6 % 0,93 % 0,93 % 15,8 % 28 % 2,8 % 0% 9,3 % 17,7 % 1,86 %
Tabel 5.13. Gambaran Adversity Quotient Ditinjau dari Jenis Kelamin Adversity Quotient Rendah Sedang Tinggi
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Frekuensi 14 11 27 24 17 14
Presentase 13 % 10,2 % 25,9 % 22,4 % 15,8 % 13 %
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat responden laki-laki yang memiliki AQ tinggi sebanyak 17 responden dan responden perempuan yang memiliki AQ tinggi sebanyak 14 responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang sebagian besar memiliki AQ yang tinggi adalah responden laki-laki. Sebaliknya, dapat terlihat bahwa terdapat responden laki-laki yang memiliki AQ rendah sebanyak 14 responden dan responden perempuan dengan AQ rendah sebanyak 11 responden sehingga dalam hal ini sebagian besar responden yang memiliki AQ rendah adalah laki-laki. Responden yang memiliki AQ sedang juga sebagian besar adalah responden laki-laki dengan frekuensi 27 orang, sedangkan 24 orang lainnya adalah responden perempuan
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
53
Tabel 5.14. Gambaran Adversity Quotient Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Adversity Quotient Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat Pendidikan SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2) SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2) SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2)
Frekuensi 6 1 17 0 7 16 25 3 5 3 20 4
Presentase 5,6 % 0,93 % 15,8 % 0% 6,6 % 14,9 % 23,3 % 2,8 % 4,6 % 2,8 % 18,6 % 3,73 %
Di samping itu, dalam penelitian ini juga terlihat bahwa sebagian besar responden dengan AQ tinggi memiliki latar belakang pendidikan S1 (18,6%). Kemudian pada tingkat AQ yang sedang sebagian besar juga didominasi oleh responden yang memiliki latar belakang pendidikan S1 (23,3%) dan D3 (14,9%), hal yang sama juga terjadi pada tingkat AQ yang rendah (15,8%). Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah responden yang paling banyak berasal dari tingkat pendidikan S1, sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil. Tabel 5.15. Gambaran Adversity Quotient Ditinjau dari Lama Bekerja Adversity Quotient Rendah
Sedang
Tinggi
Lama Bekerja < 2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun < 2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun < 2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun
Frekuensi 0 3 22 2 18 31 0 11 20
Presentase 0% 2,8 % 20,5 % 1,86 % 16,8 % 28,9 % 0% 10,2 % 18,6 %
Selanjutnya, penelitian ini juga melihat gambaran Adversity Quotient ditinjau dari lama masa bekerja yang dimiliki oleh responden. Sebanyak 22 responden yang telah bekerja selama >10 tahun dan 3 orang responden yang telah bekerja selama 2-10 tahun termasuk ke dalam golongan Adversity Quotient rendah.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
54
Pada golongan Adversity Quotient sedang, terdapat 31 responden yang telah bekerja selama >10 tahun, 18 orang responden yang bekerja selama 2-10 tahun dan 2 orang responden yang bekerja selama < 2 tahun. Sedangkan pada golongan Adversity Quotient tinggi terdiri dari 20 responden yang telah bekerja selama >10 tahun, dan 11 orang responden yang bekerja selama 2-10 tahun. Dari hasil tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki lama masa kerja selama >10 tahun mendominasi golongan Adversity Quotient tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah responden yang paling banyak memiliki masa kerja lebih dari (>)10 tahun, sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil.
5.5.3 Gambaran Intensi Berwirausaha Ditinjau dari Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Lama Bekerja.
Tabel 5.16. Gambaran Intensi Berwirausaha Ditinjau dari Usia Intensi Berwirausaha Rendah
Sedang
Tinggi
Usia < 25 th 26-35 th 36-50 th > 51 th < 25 th 26-35 th 36-50 th > 51 th < 25 th 26-35 th 36-50 th > 51 th
Frekuensi 1 1 16 1 0 11 20 2 0 18 34 3
Presentase 0,93 % 0,93 % 14,9 % 0,93 % 0% 10,2 % 18,6 % 1,86 % 0% 16,8 % 31,7 % 2,8 %
Dari tabel 5.16 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang memiliki intensi berwirausaha rendah adalah responden dengan rentang usia 36-50 tahun yakni sebanyak 16 orang. Lebih lanjut, dari tabel di atas juga terlihat bahwa sebanyak mayoritas responden yang memiliki intensi berwirausaha sedang adalah responden dari kelompok usia 36-50 tahun yakni sebanyak 20 orang dan 11 responden dari kelompok usia 26-35 tahun.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
55
Di dalam tabel 5.16 juga menunjukkan persebaran kelompok usia responden pada golongan intensi berwirausaha tinggi, sebanyak 34 responden dari kelompok usia 36-50 tahun, 18 responden dari kelompok usia 26-35 tahun, dan 3 orang responden dari kelompok usia 51-60 tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa intensi berwirausaha rendah, sedang dan tinggi didominasi oleh responden dengan kelompok usia 36-50 tahun.
Tabel 5.17. Gambaran Intensi Berwirausaha Ditinjau dari Jenis Kelamin Intensi Berwirausaha Rendah Sedang Tinggi
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Frekuensi 10 9 16 17 32 23
Presentase 9,34 % 8,41 % 14,9 % 15, 8 % 29,9 % 21,4 %
Dari tabel 5.17 diatas dapat diketahui bahwa terdapat responden laki-laki yang memiliki intensi berwirausaha tinggi sebanyak 32 responden dan responden perempuan yang memiliki intensi berwirausaha tinggi sebanyak 23 responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang sebagian besar memiliki intensi berwirausaha yang tinggi adalah responden laki-laki. Sebaliknya, dapat terlihat bahwa terdapat responden laki-laki yang memiliki intensi berwirausaha rendah sebanyak 10 responden dan responden perempuan dengan intensi berwirausaha rendah sebanyak 9 responden sehingga dalam hal ini sebagian besar responden yang memiliki intensi berwirausaha rendah adalah lakilaki. Responden yang memiliki intensi berwirausaha sedang sebagian besar adalah responden laki-laki dengan frekuensi 16 orang, sedangkan 17 orang lainnya adalah responden perempuan.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
56
Tabel 5.18. Intensi Berwirausaha Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Intensi Berwirausaha Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat Pendidikan SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2) SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2) SMA Diploma (D3) Sarjana (S1) Pascasarjana (S2)
Frekuensi 3 5 11 0 5 4 21 3 10 11 30 4
Presentase 2,8 % 4,67 % 10,2 % 0% 4,67 % 3,73 % 19,6 % 2,8 % 9,34 % 10,2 % 28 % 3,73 %
Ditinjau dari tingkat pendidikan, dalam penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar responden dengan intensi berwirausaha tinggi memiliki latar belakang pendidikan S1, yaitu sebanyak 30 orang (28%), kemudian 11 orang (10,2%) memiliki latar belakang diploma D3, 10 orang (9,34%) memiliki latar belakang SMA, dan 4 orang (3,73%) dari latar belakang S2. Kemudian pada tingkat intensi berwirausaha yang sedang sebagian besar juga didominasi oleh 21 orang responden yang memiliki latar belakang pendidikan S1 (19,6%), diikuti oleh 5 orang responden (4,67%) latar belakang SMU, 4 orang (3,73%) memiliki latar belakang D3, dan 3 orang (2,8%) dengan latar belakang S2. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat intensi berwirausaha yang rendah. Sebagian besar responden yaitu 11 orang berasal dari latar belakang pendidikan S1 (10,2%), kemudian D3 5 orang (4,67%) dan 3 orang (2,8%) dengan latar belakang pendidikan SMA. Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah responden yang paling banyak berasal dari tingkat pendidikan S1, sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil.
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009
57
Tabel 5.19. Gambaran Intensi Berwirausaha Ditinjau dari Lama Bekerja Intensi Berwirausaha Rendah
Sedang
Tinggi
Lama Bekerja < 2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun < 2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun < 2 tahun 2–10 tahun > 10 tahun
Frekuensi 1 2 16 1 9 23 0 21 34
Presentase 0,93 % 1,86 % 14,9 % 0,93 % 8,41 % 21,4 % 0% 19,6 % 31,7 %
Selanjutnya, penelitian ini juga melihat gambaran intensi berwirausaha ditinjau dari lama masa bekerja yang dimiliki oleh responden. Sebanyak 16 responden (14,9%) yang telah bekerja selama >10 tahun, 2 orang responden (1,86%) yang bekerja selama 2-10 tahun, dan 1 orang responden (0,93%) yang bekerja selama < 2 tahun termasuk ke dalam golongan intensi berwirausaha rendah. Pada golongan intensi berwirausaha sedang, terdapat 23 responden (21,4%) yang telah bekerja selama >10 tahun, 9 orang responden (8,41%) yang bekerja selama 210 tahun dan 1 orang responden (0,93%) yang bekerja selama <2 tahun. Sedangkan pada golongan intensi berwirausaha tinggi terdiri dari 34 responden (31,7%) yang telah bekerja selama >10 tahun, dan 21 orang responden (19,6%) yang bekerja selama 2-10 tahun. Dari hasil tersebut terlihat bahwa responden yang memiliki lama masa kerja selama >10 tahun mendominasi golongan intensi berwirausaha tinggi, sedang, dan rendah. Hal tersebut sejalan dengan Nurlita (2004) yang menyatakan bahwa semakin lama masa kerja karyawan, maka dasar keilmuan dan wawasan yang diperoleh akan semakin banyak. Dengan bekerja terlebih dahulu, orang dapat memahami dunia usaha sesungguhnya dengan mendapat pengalaman mencari peluang, visi dan wawasan bisnis yang dapat dijadikan langkah dan modal awal sebagai pengusaha nantinya (Astamoen,2005).
Universitas Indonesia
Hubungan adversity quotient..., Nadia Setyaningrum, FPsi UI, 2009