BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang diandalkan berbagai pihak untuk menilai kinerja perusahaan. Pelaporan akuntansi yang disusun oleh pihak internal perusahaan bertujuan menyediakan informasi bagi pihak luar perusahaan. Informasi ini dipergunakan sebagai dasar pembuatan keputusan ekonomik. Perusahaan sebagai pihak yang mempersiapkan laporan keuangan memiliki informasi lebih baik daripada pihak di luar perusahaan, kondisi ini dikenal dengan asimetri informasi1 (Arrow, 1963). Asimetri informasi muncul dalam hubungan keagenan ketika pemilik/ prinsipal memberikan mandat kepada agen untuk mengelola sumber daya. Pada kondisi ini agen memiliki kelebihan informasi dibandingkan dengan prinsipal. Konflik kepentingan yang muncul dalam hubungan agensi antara pemilik dan pengelola perusahaan seiring dengan kondisi asimetri informasi akan memperburuk kondisi sub optimum. Pemilik dan pengelola diasumsikan berusaha untuk memaksimumkan
kesejahteraan
masing-masing,
sehingga
ada
kemungkinan
1
Dalam ekonomi, khususnya Teori Kontrak, asimetri informasi mempelajari keputusan dalam transaksi di mana salah satu pihak memiliki informasi yang lebih banyak atau lebih baik. Kondisi ini menciptakan ketidakseimbangan kekuatan dalam transaksi yang menyebabkan Principal – Agent problems, yaitu adverse selection dan moral hazard. 1
pengelola tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik pemilik perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Agen akan memanfaatkan kondisi asimetri informasi untuk mengedepankan kepentingannya dengan cara memberikan laporan keuangan yang memaksimalkan utilitas pribadinya. Asimetri informasi menimbulkan kekhawatiran bahwa laporan keuangan tidak selalu memenuhi kepentingan terbaik berbagai pihak. Kondisi ini bisa memberikan kesempatan pada manager untuk melakukan praktik managemen laba. Laporan keuangan diharapkan menyediakan semua informasi serta bebas dari bias.2Asimetri informasi menjadi penting karena pada gilirannya akan berdampak pada isu program bonus, kontrak dengan pemberi pinjaman serta biaya politik3. Kenyataan menunjukkan bahwa informasi keuangan yang dipublikasikan perusahaan merupakan sinyal direspon dan diperhitungkan oleh pemegang saham untuk proses pengambilan keputusan ekonomik, khususnya informasi laba perusahaan. Call et al. (2014), Miller (2002) dan Rappaport (2005) menunjukkan bahwa managemen laba terutama dalam jangka pendek dilakukan oleh banyak perusahaan. 2
Scott (2007) menyatakan bahwa terdapat dua jenis asimetri informasi. Pertama, Adverse Selection yang didefinisikan sebagai tipe asimetri informasi di mana satu atau lebih pihak dalam transaksi bisnis atau transaksi potensial memiliki kebermanfaatan informasi yang lebih dibandingkan dengan pihak yang lain. Kedua, adalah Moral Hazard, yang didefinisikan sebagai jenis asimetri informasi dimana satu atau lebih pihak dalam transaksi bisnis atau transaksi potensial dapat mengobservasi tindakan mereka dalam memenuhi transaksi, tetapi pihak lain tidak. 3 Hal ini selaras dengan Tiga Hipotesis dalam Positive Accounting Theory yang dinyatakan oleh Watts dan Zimmerman (1986) yaitu: The Bonus Plan Hypothesis, The Debt Covenant Hypothesis dan The Political Cost Hypothesis. Watts dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa PAT sering diinterpretasikan dalam bentuk sikap oportunistik dimana manager seringkali memilih kebijakan akuntansi untuk kepentingan pribadi mereka daripada untuk kepentingan terbaik perusahaan. 2
Managemen laba dianggap sebagai praktik yang wajar dipandang dari siapa yang akan terpengaruh oleh praktik tersebut atau informasi apa yang muncul dari managemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun yang menggunakan informasi laba jangka pendek akan rentan terhadap salah interpretasi, manipulasi ataupun penipuan yang disengaja.4 Pentingnya peran informasi keuangan membuat pihak eksternal menuntut kualitas informasi yang relevan dan reliabel. Tingginya eksistensi kecurangan dalam publikasi laporan keuangan, membuat banyak pihak mempertimbangkan dampak dari kualitas laba dan managemen laba. Kasus Enron merupakan contoh praktik yang menjadi sorotan masyarakat ketika terungkap bahwa kondisi keuangan yang dilaporkan didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif.5 Hal tersebut menunjukkan bahwa laporan keuangan
4
Holmstrom (1979) menyatakan, masalah mendasar dalam hubungan agensi adalah pemegang saham tidak bisa mengamati tindakan manager (agen) yang mempengaruhi profitabilitas, meskipun konsekuensi dari tindakan ini pada akhirnya berdampak pada pemegang saham. Problem kontrak efisien adalah, bagaimana menyediakan insentif bagi agen untuk mengambil tindakan yang berpihak pada kepentingan perusahaan dan menimbulkan biaya yang harus ditanggung agen jika mengedepankan kepentingan pribadinya. 5 Pada tanggal 8 November 2001 Enron melaporkan akan menyajikan kembali pendapatannya dalam periode 1997 hingga 2001. Penyajian kembali mencatat pengurangan $ 1,2 milyar ekuitas pemegang saham. Harga saham Enron menurun dari lebih dari $ 30 menjadi kurang dari $ 1 dalam rentang waktu 16 Oktober 2001 sampai 28 November 2001. Selama periode Enron melakukan kesalahan pelaporan, Enron mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih cepat daripada perusahaan lain di industri yang sama. Nilai buku aset Enron naik menjadi hampir tiga kali lipat, dari $ 23,5 miliar di 1997 menjadi $ 65,5 miliar di tahun 2000. Nilai Tobin Q meningkat dari 1,32 menjadi 1,8. Periode kesalahan pelaporan juga ditandai dengan penjualan saham dalam jumlah besar oleh pihak internal Enron (Kedia and Philippon, 2006) 3
rentan terhadap manipulasi yang dilakukan oleh managemen dan merugikan pemegang saham dalam skala besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa manipulasi laba bisa dikendalikan oleh oportunisme manager. Auditor mengambil peran aktif dalam usaha preventif mencegah terjadinya managemen laba, terutama dalam konteks oportunistik. Audit eksternal merupakan alat untuk mencegah dan menekan terjadinya perilaku managemen laba oleh agen. Praktik managemen laba terjadi karena manager bisa mengakses informasi internal perusahaan, namun dengan audit eksternal pengungkapan informasi yang reliabel kepada pihak eksternal perusahaan bisa dilakukan. Penggunaan auditor dengan demikian bisa mereduksi managemen laba (Becker, et.al, 1988, Klein, 2002 dan Nelson, et.al., 2002). Perspektif oportunistik dalam manajemen laba diidentifikasi dari adanya peningkatan kesejahteraan manajemen. Penelitian telah banyak dilakukan untuk menganalisis perilaku oportunistik manager dalam managemen laba. Watts dan Zimmerman (1978) dalam Teori Akuntansi Positif menyatakan bahwa managemen laba diklasifikasikan dalam 3 domain, yaitu biaya politik, program bonus dan perjanjian hutang. Dari ketiga domain managemen laba tersebut, dalam program bonus managemen akan bertindak oportunistik untuk memaksimalkan bonus yang bisa diperoleh, sedangkan dalam domain biaya politik dan kontrak hutang merupakan domain efisien dalam managemen laba.
4
Beberapa riset managemen laba menghipotesiskan bahwa managemen laba hadir dalam situasi yang ada, kemudian pengujian dilakukan untuk menyediakan bukti
bagi
eksistensinya.
Banyak literatur
dalam managemen
laba
yang
mengasumsikan bahwa managemen laba salah satunya dikendalikan oleh dampak harga saham. Managemen laba ditemukan dalam hubungannya dengan transaksi keuangan, seperti penawaran saham (Teoh et al. 1998), peristiwa management buyouts (Perry dan William, 1994). Selain peristiwa-peristiwa tersebut, managemen laba juga muncul dengan adanya motivasi terhadap nilai asset, seperti peristiwa perataan laba untuk membuat risiko investasi perusahaan terlihat lebih rendah daripada yang sesungguhnya (Trueman dan Titman, 1988). Managemen laba juga dilakukan untuk memenuhi ekspektasi analis (Kazsnik, 1999). Managemen laba dilakukan manakala manager menggunakan diskresi mereka untuk mengarahkan persepsi pemegang saham terhadap kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual. Hal ini ditunjukkan oleh Healy (1985) dengan menguji keputusan akuntansi yang dilakukan oleh manager. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan akrual manager terkait dengan pelaporan laba, dan perubahan prosedur akuntansi terkait dengan adopsi atau modifikasi program bonus manager. Defond dan Jiambavlo (1994) menunjukkan bahwa managemen laba bisa dipicu adanya kontrak bonus yang menggunakan angka akuntansi, kontrak hutang atau berusaha untuk mengurangi biaya politik (Jones, 1991).
5
Managemen laba pada peristiwa ketika manager menerapkan kebijaksanaan mengelola laba lebih tinggi tanpa meningkatkan penghasilan kena pajak6, pengelolaan angka akuntansi dalam menanggapi perubahan dalam tarif pajak penghasilan badan hukum7, serta menghindari sensitivitas kos politik8 merupakan fenomena managemen laba yang memiliki perspektif efisien. Perspektif efisien diindikasikan dari adanya peningkatan nilai perusahaan, diantaranya sebagai sarana mengungkap informasi privat, menaikkan laba sehingga persisten dan mampu diprediksi. Eksistensi managemen laba tidak lepas dari dua perspektif yang melekat pada managemen laba, yaitu perspektif oportunistik dan perspektif efisien. Managemen laba yang dilakukan melalui diskresi manager bukan perilaku yang melanggar hukum sehingga tidak memiliki konsekuensi aspek hukum. Dechow dan Skinner (2000) menyatakan bahwa managemen laba dalam jangka pendek dilakukan secara aktif oleh 6
Mills dan Newberry (2001). Managemen laba ini akan menghasilkan perbedaan antara nilai buku dan pajak penghasilan. Beban pajak tangguhan (DTE) yang tinggi menunjukkan adanya kemungkinan pengelolaan laba untuk menghindari pelaporan penurunan laba dan kerugian. 7 Penelitian Guenther (1994) mengkaji angka akuntansi perusahaan-perusahaan AS yang dikelola dalam merespon perubahan dalam tarif pajak penghasilan badan hukum. Reformasi Pajak Undang-Undang 1986 (TRA) menurunkan tarif pajak maksimum badan dari 46 persen menjadi 34 persen. Jika untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan biaya pajak, perubahan tarif pajak akan memberikan insentif yang cukup besar untuk menunda pendapatan. 8 Han dan Wang (1998) meneliti apakah perusahaan yang mengharapkan kenaikan pendapatan akibat kenaikan harga produk, menggunakan akrual untuk mengurangi laba sehingga dengan demikian akan mengurangi juga sensitivitas politik. Akrual perusahaan minyak dianalisis dalam periode kenaikan harga minyak yang pesat selama krisis Teluk Persia tahun 1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan minyak yang diharapkan dapat keuntungan dari krisis, menggunakan akrual untuk mengurangi laba triwulan yang dilaporkan mereka. 6
perusahaan.
Scott (2003) mengungkapkan bahwa dalam Teori Akuntansi Positif
terdapat area di mana managemen laba dilakukan dalam perspektif efisien pada kos politik dan perjanjian kontrak hutang. Pada kondisi tersebut, managemen laba dilakukan dalam rangka memperkecil konstrain yang dihadapi oleh perusahaan. Subrahmanyam (1996) menguji respon pasar terhadap akrual diskresioner dan menunjukkan bahwa pasar merespon hal tersebut. Diskresi managerial untuk melakukan perataan laba meningkatkan kemampuan laba untuk merefleksikan nilai ekonomik perusahaan. Dalam hal ini akrual diskresioner bisa juga bersifat oportunistik dan tidak relevan terhadap nilai ekonomik tetapi direspon positif oleh pasar yang tidak efisien. Healy (1985) menemukan bukti yang konsisten dengan hipotesis bahwa manager akan memanipulasi laba ke bawah ketika pencapaian bonus mencapai titik maksimum. Hal ini disebabkan manager akan memiliki insentif untuk mereduksi laba sekarang karena tidak mempengaruhi jumlah bonus yang diterima dan meningkatkan probabilitas untuk memenuhi target laba di periode yang akan datang. Bartov (2002) menguji reaksi pasar dan menemukan bahwa pasar bereaksi terhadap ekspektasi pencapaian laba perusahaan. Richardson et. al. (2004) mendokumentasikan bahwa perusahaan yang melakukan penerbitan saham baru dari penjualan saham atau eksekusi opsi menggunakan managemen laba untuk mengarahkan peramalan analis untuk memperkirakan laba lebih rendah. Hal ini dilakukan agar manager bisa mencapai laba yang diramalkan para analis. Pada studi yang lain Skinner dan Sloan (2002) mengidentifikasi adanya respon harga saham oleh
7
pasar terkait dengan kinerja laba masa depan. Sedangkan Kasznik dan Mc Nichols (2001) menemukan bahwa perusahaan yang bisa memenuhi ekspektasi pasar secara konsisten memiliki valuasi yang tinggi. Holthausen dan Leftwich (1983) menunjukkan
bahwa
manager
menggunakan
diskresinya
dengan
tujuan
mengkomunikasikan informasi internal kepada investor eksternal untuk membantu investor memprediksi dan membentuk ekspektasi terkait kinerja perusahaan di masa depan. Managemen laba diartikan sebagai usaha managemen untuk mempengaruhi atau memanipulasi laba yang dilaporkan dengan menggunakan atau mengubah metoda akuntansi tertentu, mengakui one-time non-recurring items, menunda atau mempercepat transaksi beban atau pendapatan, serta penggunaan metoda managemen laba yang lain. Literatur yang mengulas arti managemen laba diantaranya: Lev (1989), Burgstahler dan Dichev (1997) serta Ziv (1998). Manakala managemen tidak berusaha untuk memanipulasi laba, hal ini akan berdampak positif pada kualitas laba yang lebih reliabel. Di sisi lain ketiadaan managemen laba tidak selalu menjamin tingginya kualitas laba. Hal ini disebabkan terdapat beberapa informasi atau peristiwa yang mempengaruhi laba masa depan yang tidak dapat diungkapkan dalam laporan keuangan. Dechow dan Dichev (2002) menyatakan bahwa
managemen laba
dipergunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan informasi internal perusahaan kepada investor. Dengan demikian konsep managemen laba pada gilirannya akan pula berpengaruh pada konsep kualitas laba. Subrahmanyam (1999)
8
menyatakan bahwa kualitas laba menjadi ukuran kemampuan laba yang dilaporkan untuk merefleksikan laba sesungguhnya dan membantu memprediksi laba masa depan.
Hal ini menunjukkan bahwa fenomena managemen laba memiliki dua
perspektif, yaitu oportunistik dan efisien. Scott (2007) menyatakan bahwa managemen laba dengan perspektif efisien dan oportunis belum banyak dieksplorasi dalam riset secara bersamaan. Perspektif tersebut memandang managemen laba sebagai perilaku oportunistik jika manager menggunakan diskresi akuntansi untuk meningkatkan kompensasi atau memproteksi keamanan kerja manager. Managemen laba dipandang sebagai perilaku efisien jika dipergunakan manager untuk mengkomunikasikan ekspektasi kinerja perusahaan terhadap investor yang akan memaksimisasi kesejahteraan pemegang saham. Penelitian oleh Guenther (1994), Han dan Wang (1998) serta Mills dan Newberry (2001), mengenai managemen laba untuk mengidentifikasi sisi efisien dan sisi oportunis banyak mendasarkan pada dampak yang terjadi setelah managemen laba dilakukan oleh manager. Penelitian-penelitian tersebut mengidentifikasi terjadinya managemen laba serta mengukur dampaknya bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam kontrak agensi dengan mengidentifikasi apakah terjadi kenaikan kesejahteraan bagi manager dan pemegang saham. Penelitian-penelitian
yang
disebutkan
di
atas,
secara
intensi
tidak
memprediksi kecenderungan terjadinya oportunisme dan efisiensi manager sejak awal, melainkan mengklasifikasikan perspektif oportunistik dan efisien berdasarkan
9
dampak dari fenomena managemen laba9. Penelitian di bidang managemen laba lebih banyak menguji peristiwa ini dari perspektif insentif kontrak dan menarik kesimpulannya berdasarkan oportunisme manager, sementara riset di bidang keuangan berfokus pada evaluasi peran managemen laba di pasar modal serta dampak ekonomi yang ditimbulkannya (Beneish, 2001). Penelitian ini berusaha untuk
menganalisis managemen laba dengan
mengidentifikasi kondisi apa yang mampu mendorong manager melakukan managemen laba dengan membangun model matematis. Riset managemen laba dengan penggunaan pembangunan model matematis, membuat penelitian ini memberikan nilai tambah dalam ranah penelitian akuntansi.
Penelitian-penelitian terkait managemen laba berusaha mengeksplorasi dan menganalisis fenomena managemen laba sebagai proses keputusan tunggal yang dilakukan oleh manager (single decision) pada Decision Theory. Managemen laba dipandang sebagai keputusan manager dan strategi yang dilakukan oleh prinsipal
9
Managemen laba diklasifikasikan sebagai tindakan oportunistik apabila tindakan manager tersebut menyebabkan kenaikan kesejahteraannya namun tidak diiringi dengan kenaikan bagi nilai perusahaan. Fenomena ini seringkali muncul berkaitan dengan program bonus manager. Sedangkan dalam sudut pandang efisien, fenomena managemen laba merupakan bentuk perilaku manager akan mengelola laba untuk mengungkapkan informasi internal terkait dengan prospek perusahaan. Managemen laba mampu menjadi mekanisme sinyal informasi internal perusahaan bisa disampaikan kepada pihak eksternal perusahaan. Dengan managemen laba ini, manager akan mampu untuk mempengaruhi harga. Pengaruh terhadap harga saham ini bisa dilakukan melalui managemen laba yang menciptakan laba yang merata (smooth) dan bertumbuh. Fenomena yang lain adalah kos politik, di mana manager akan menurunkan laba untuk mengurangi biaya politik yang muncul atas perusahaan. 10
dianggap sebagaimana adanya. Penelitian yang ada cenderung untuk menganalisis managemen laba sebagai fenomena yang dilakukan oleh managemen dan dilihat dari satu perspektif. Penelitian yang mengeksplorasi managemen laba dalam bentuk interaksi antar pihak yang saling terkait dalam proses terjadinya managemen laba belum banyak dilakukan. Dalam realitanya kontrak kompensasi antara agen dan prinsipal
merupakan
merupakan
fenomena
yang
dilakukan
dengan
mempertimbangkan respon masing-masing pihak untuk menentukan tindakan yang diambil oleh pihak lain (Bagnoli dan Watts, 2000) dan (Wilks dan Zimbelman, 2004). Penelitian tersebut menekankan klasifikasi perspektif sebagai implikasi dari dampak manajemen laba yang telah terjadi, namun tidak memandang perilaku dalam kontrak agensi sebagai suatu strategi manager dan pemegang saham untuk mengoptimalkan fungsi tujuan masing-masing pihak. Eksplorasi terhadap interaksi strategi antar pihak yang terkait dalam kontrak membutuhkan suatu teori yang mampu menjelaskan fenomena tersebut. Untuk itulah penelitian ini berusaha membangun model berbasis Game Theory dari fenomena Managemen Laba.
Turocy dan Von Stengel (2001) menjelaskan bahwa Game Theoy mempelajari proses pembuatan keputusan yang melibatkan beberapa pemain yang harus membuat pilihan yang secara potensial akan mempengaruhi kepentingan pemain lain. Game Theory mempelajari konflik dan kerjasama yang diaplikasikan ketika tindakan beberapa agen bersifat interdependen. Agen ini bisa berupa individu, kelompok, perusahaan atau kombinasi diantaranya. Konsep Game Theory
11
menyediakan
alat untuk
memformulasikan,
membangun,
menganalisis
dan
memahami skenario strategi. Sebagai alat matematikal untuk pembuatan keputusan, kekuatan Game Theory ada pada metodologi yang menyediakan pembuatan struktur dan analisis problem atas pilihan strategik. Proses yang secara formal memodelkan situasi di mana permainan membutuhkan pembuat keputusan untuk mengkalkulasi secara eksplisit pemain dan pilihan strategik mereka dan untuk mempertimbangkan preferensi dan reaksi tiap pemain.
Scott (2003) menyatakan bahwa Game Theory merupakan model interaksi antara dua pihak atau lebih. Seringkali interaksi ini muncul dalam konteks ketidakpastian dan asimetri informasi. Dalam suatu permainan (game), tiap pemain yang melakukan interaksi diasumsikan akan memaksimalkan utilitas ekspektasian. Tindakan yang dilakukan oleh lawan dalam seting permainan akan bisa sulit diprediksi karena tindakan yang dipilih oleh satu orang pemain akan bergantung pada apa yang dipikirkan pemain tersebut mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh pemain lain dan sebaliknya.
Game Theory akan membantu dalam memahami konflik kepentingan antara manager dengan prinsipal dalam pelaporan keuangan. Penggunaan Game Theory dalam penelitian ini menjadi dasar untuk meletakkan model hubungan antara prinsipal dan agen jika salah satu pihak berusaha untuk mengedepankan kepentingan pribadinya sehingga akan timbul konflik. Game Theory mampu memodelkan dan
12
memprediksi hasil dari konflik antar pihak-pihak yang terikat dalam kontrak agensi. Kontrak yang melibatkan konflik kepentingan antara pihak managemen dengan prinsipal, diantaranya adalah program bonus yang seringkali didasarkan pada laporan keuangan perusahaan. Game Theory dapat membantu memahami bagaimana manager, investor dan pihak lain yang terpengaruh dalam kontrak secara rasional sepakat dengan konsekuensi ekonomi dari pelaporan keuangan. Dalam hal ini Game Theory adalah teori yang relevan untuk menjadi dasar penjelasan fenomena managemen laba.
Eksistensi managemen laba menunjukkan bahwa meniadakan sama sekali managemen laba merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan, sehingga hal yang sebaiknya dilakukan adalah membatasi aktivitas manajemen laba supaya tetap berada pada spektrum positifnya. Dalam hal ini, optimalisasi fungsi tujuan antara agen dan prinsipal harus bisa diidentifikasi. Upaya untuk menyelaraskan tujuan antara pihak perusahaan dengan pemangku kepentingan diantaranya melalui regulasi. Misalnya regulasi terkait dengan pelaporan informasi keuangan yang bertujuan supaya perusahaan menyediakan informasi yang berguna untuk pemangku kepentingan. Kebijakan tersebut difokuskan pada peraturan penyediaan informasi yang dibutuhkan oleh investor di pasar modal dan untuk melayani hubungan stewardship10. Regulasi yang menerbitkan serangkaian peraturan merupakan upaya untuk mendorong Di Amerika, pihak otoritas pasar modal – SEC (Stock Exchange Commission) dan publik meminta jaminan yang tinggi terkait dengan kualitas laba. Staff Accounting Bulletin (SAB) 101, Revenue Recognition in Financial Statements merupakan contoh pentingnya kualitas laba bagi otoritas pasar modal seperti SEC. 10
13
penegakan hukum terkait dengan informasi pelaporan keuangan. Eksistensi regulasi yang diterbitkan diharapkan mampu menjamin kualitas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Namun tetap saja, kualitas laporan keuangan tersebut tidak akan lepas dari eksistensi managemen laba yang harus dijaga pada perspektif efisiennya dan tidak mengarah pada perspektif oportunistik yang akan merugikan kepentingan pemangku kepentingan. Penelitian ini menunjukkan bahwa perspektif efisien dan oportunistik dalam managemen laba bisa dimodelkan melalui Game Theory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh manager dan prinsipal yang terikat dalam kontrak bisa saling mengarahkan kemungkinan pemilihan alternatif tindakan managemen laba pada perspektif oportunistik dan efisien.
1.2. Perumusan Masalah Managemen laba merupakan fenomena yang bisa dilihat dari dua sudut pandang, yaitu oportunistik atau efisien. Selama ini aktivitas managemen laba lebih banyak disoroti sebagai aktivitas yang merugikan dan mencerminkan sisi oportunis manager sebagai agen yang diidentifikasi dari kenaikan kesejahteraan manager. Salah satu alasan mengapa manajemen laba terus eksis adalah bahwa ada sisi efisien dari managemen laba. Sisi efisien managemen laba ini bisa dilihat dari perspektif kontrak dan pelaporan keuangan. Level managemen laba bisa dianggap baik bila manager diberi kemampuan mengelola laba untuk menghadapi kontrak untuk kepentingan
14
perjanjian hutang dan biaya politik. Sedangkan terkait dengan pelaporan keuangan, managemen laba merupakan alat yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan informasi internal terkait dengan prospek perusahaan di masa depan kepada pihak eksternal. Perkembangan penelitian menunjukkan bukti empirik bahwa managemen laba bisa juga menunjukkan sisi efisien, yang ditandai dengan peningkatan nilai perusahaan sebagai dampak aktivitas managemen laba tersebut.
Sisi negatif
managemen laba menunjukkan intensi managemen dalam mengelola laba untuk kepentingan pribadinya. Penelitian Healy (1985), Murphy dan Zimmerman (1993), serta DeFond dan Park (1997) menunjukkan bahwa agen mengelola laba untuk kepentingan bonus, penilaian kinerja dan keamanan kerja. Pembangunan model matematis atas managemen laba akan memberikan analisis bagaimana managemen laba akan mengarahkan agen dan prinsipal untuk memilih strategi atas pilihan payoffs11 yang tersedia. Payoffs ini akan menentukan utilitas atas tindakan yang dipilih dan mengarahkan manager untuk melakukan managemen laba pada perspektif oportunistik atau efisien. Analisis melalui pemodelan
dengan Game Theory akan memberikan penjelasan bagaimana sisi
oportunistik dan efisien dalam managemen laba akan muncul sebagai suatu proses interaksi antara manager dan prinsipal.
11
Payoff dalam penelitian ini adalah utilitas yang merefleksikan keinginan hasil permainan yang diinginkan pemain. Ketika outcome bersifat random, payoff akan dibobot dengan probabilitas. Payoff yang diekspektasikan oleh tiap pemain menghimpun perilaku pemain tersebut dalam menghadapi risiko. 15
Fokus penelitian ini mencoba untuk membangun model berbasis Game Theory untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Bentuk pemodelan seperti apakah yang bisa dilakukan untuk menganalisis managemen laba dengan menggunakan Game Theory? 2. Apakah skema remunerasi yang diketahui di awal dan di akhir kontrak akan berdampak pada kecenderungan manager melakukan managemen laba? 3. Apakah skema remunerasi yang diketahui di awal dan di akhir kontrak akan berdampak pada kecenderungan managemen laba dilakukan dalam perspektif oportunistik dan efisien ? 4. Apakah jenis skema remunerasi berbasis laba atau independen terhadap laba berdampak pada kecenderungan manager melakukan managemen laba? 5. Apakah jenis skema remunerasi berbasis laba atau independen terhadap laba berdampak pada kecenderungan managemen laba dilakukan dalam perspektif oportunistik atau efisien? 6. Apakah jenis usaha managemen, yaitu low effort dan high effort berdampak pada kecenderungan manager melakukan managemen laba? 7. Apakah jenis usaha managemen, yaitu low effort dan high effort berdampak pada kecenderungan managemen laba dilakukan dalam perspektif oportunistik atau efisien?
16
1.3.Motivasi Penelitian Fenomena managemen laba bisa ditinjau dari sisi oportunis dan efisien sebagai proses interaksi antara manager dan prinsipal. Interaksi ini menarik untuk dianalisis dengan basis Game Theory karena motivasi sebagai berikut. Pertama, managemen laba merupakan fenomena yang dilakukan oleh banyak perusahaan. Fenomena ini selain memiliki sisi negatif sebagai tindakan oportunistik manager, namun juga memiliki sisi positif yang memiliki perspektif efisien dan memberikan manfaat bagi pemegang saham.
Kedua, sejauh yang peneliti amati penelitian managemen laba belum banyak menganalisis managemen laba sebagai proses interaksi strategik antara prinsipal dan agen. Baik agen maupun prinsipal merupakan pihak yang memiliki kepentingan ekonomi dan berusaha untuk memaksimalkan fungsi tujuan berupa pencapaian fungsi utilitas dengan hasil optimal. Peneliti melakukan penelitian dengan memodelkan managemen laba dan menganalisis strategi yang diambil oleh masing-masing pihak..
Ketiga, penggunaan Game Theory dalam literatur akuntansi merupakan kajian yang relatif baru. Game Theory yang dipergunakan untuk melakukan analisis konflik antar pemain yang terikat dalam kontrak agensi merupakan landasan teoritikal untuk fenomena managemen laba. Peneliti termotivasi untuk menggunakan Game Theory sebagai alat untuk menganalisis managemen laba dalam perspektif oportunistik dan efisien. Tema ini
17
diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan di bidang akuntansi. Managemen laba merupakan aktvitas yang terjadi pada seting Agency Theory. Pada kondisi ini, terlibat dua pihak atau lebih akan saling berinteraksi dalam proses pengambilan keputusan. Proses interaksi yang terjadi dalam usaha untuk memaksimalkan utilitas bagi tiap pihak yang terikat dalam kontrak agensi akan dengan baik ditangkap dan dianalisis menggunakan basis Game Theory. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam penelitian dan literatur yang mencoba mengintegrasikan perspektif oportunistik dan efisien dengan menggunakan dasar teori ekonomika. 1.4. Kontribusi Penelitian Penyelarasan kepentingan antara agen dan prinsipal dalam suatu perusahaan salah satunya dilakukan dengan kontrak bonus yang ditawarkan kepada manager sebagai agen yang akan menjalankan operasional perusahaan atas nama pemegang saham. Untuk itulah kontrak kompensasi yang efisien memegang kunci bagi penyelarasan kepentingan antara agen dan prinsipal. Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
kompensasi
ini
akan
senantiasa
berusaha
untuk
memaksimalkan
kepentingannya. Kondisi ini berpotensi untuk menimbulkan konflik dengan adanya asimetri informasi antara agen dan prinsipal. Kompensasi berbasis kinerja merupakan komponen kunci bagi remunerasi eksekutif. Namun, di sisi lain tidak bisa kita pungkiri bahwa kompensasi berbasis kinerja ini membuat managemen memiliki
18
motivasi mengelola laba perusahaan guna meningkatkan nilai perusahaan disamping untuk memaksimalkan utilitas manager atas kompensasinya. Hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi pihak-pihak berikut: 1. Penelitian ini memberikan kontribusi pada keilmuan bidang akuntansi. Penelitian ini menganalisis fenomena managemen dalam tindakan oportunistik dan efisien dengan menggunakan Game Theory. Penelitian dengan bidang yang relatif baru pada domain akuntansi ini diharapkan akan memperkaya bangunan keilmuan di bidang akuntansi. Analisis dilakukan dengan cara membangun model atas managemen laba dan melakukan analisis matematika untuk menurunkan proposisi atas fenomena tersebut. Model ini dibagi menjadi dua, yaitu managemen laba apabila remunerasi diketahui di awal periode kontrak dan apabila diketahui di akhir periode kontrak. 2. Praktisi, yaitu pihak managemen dan prinsipal yang terkait dalam kontrak agensi untuk mempertimbangkan peran informasi keuangan berupa laba sebagai proses pengambilan keputusan. Penelitian ini akan memodelkan interaksi pihak-pihak yang memiliki konflik kepentingan dalam kontrak agensi untuk mampu mencapai kesepakatan rasional dalam pengelolaan laba. Penelitian ini juga akan membangun landasan praktikan untuk pembuatan kontrak antara agen dan prinsipal yang efektif, yang mampu mengurangi moral hazard sekaligus mendorong peningkatan kinerja agen.
19
3. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan terkait dengan standar praktik akuntansi dan regulasi yang mengatur pelaporan keuangan untuk melindungi para pengguna laporan keuangan tersebut. Hal ini dilakukan dengan membuat kebijakan yang melindungi para investor dari praktik managemen laba yang mengarah pada perspektif oportunistik dan merugikan pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan laporan keuangan. 4. Pembangunan model Game of Earnings Management ini, juga diharapkan akan menghasilkan proposisi-proposisi yang bisa ditindaklanjuti dalam penelitian selanjutnya. Tindak lanjut ini berupa pengembangan model ataupun penelitian yang mencoba untuk melakukan pembuktian secara empirik atas proposisi yang dihasilkan. 1.5. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membangun model berbasis Game Theory untuk menganalisis perspektif oportunistik dan efisien dalam fenomena managemen laba berbasis Game Theory. Sedangkan secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk membangun model Game of Earnings Management yang mampu menjelaskan fenomena managemen laba dimodelkan dengan basis Game Theory dan menarik proposisi dari hasil pembangunan model tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk: 1. Membangun model berbasis Game Theory untuk fenomena managemen laba.
20
2. Mengidentifikasi korelasi antara level usaha (high effort dan low effort) yang dilakukan oleh managemen dan kemungkinan agen melakukan managemen laba. 3. Mengidentifikasi korelasi antara level usaha (high effort dan low effort) yang dilakukan managemen dan kemungkinan agen melakukan managemen laba dalam perspektif oportunis dan efisien. 4. Mengidentifikasi korelasi antara jenis skema bonus (berbasis pada kinerja laba atau independen pada kinerja laba) dan kemungkinan agen melakukan managemen laba. 5. Mengidentifikasi korelasi antara jenis skema bonus (berbasis pada kinerja laba atau independen) dan kemungkinan agen melakukan managemen laba dalam perspektif oportunistik dan efisien. 6. Mengidentifikasi korelasi antara pemberian informasi bonus (di awal atau di akhir periode) terhadap agen dan kemungkinan agen melakukan managemen laba. 7. Mengidentifikasi korelasi antara pemberian informasi skema bonus (di awal atau di akhir periode) pada agen dan kemungkinan agen melakukan managemen laba dalam perspektif oportunistik dan efisien.
1.6.Sistematika Penulisan Sistematika dalam penelitian dan penulisan hasil penelitian ini disusun menjadi lima bagian utama, yaitu: pengantar, kajian pustaka, metoda penelitian, hasil dan analisis kemudian diskusi, simpulan dan implikasi.
21
Bagian pengantar menguraikan mengenai latar belakang kontekstual, empirik dan logik yang melatarbelakangi pentingnya penelitian ini. Bagian ini memuat pula hal-hal yang memotivasi dilakukannya penelitian, kontribusi yang ingin diberikan serta tujuan dilakukannya penelitian ini baik berupa kontribusi praktik, kebijakan, keilmuan dan metodologi. Bagian awal ini memberikan pula penjelasan mengenai tujuan dilakukannya penelitian. Bagian Kajian Pustaka menguraikan latar belakang teori yang relevan bagi penelitian ini. Bagian ini mengulas mengenasi fenomena managemen laba, perspektif efisien dan oportunistik dalam managemen laba, Game Theory serta penelitianpeneitian yang terkait dengan masing-masing subbagian tersebut. Atas dasar teori yang telah diuraikan, maka hal ini menjadi dasar bagi pengembangan model. Bagian ketiga dari tulisan ini adalah metode yang dipergunakan dalam pembangunan model Game Theory of Earnings Management dalam penelitian ini. Model ini dibangun dari observasi atas fenomena managemen laba. Hasil dari berbagai studi empiris yang telah diuraikan pada bagian tinjauan literatur akan digunakan untuk merekonstruksi Game of Earnings Management. Studi pustaka terhadap penelitian–penelitian empiris tentang Managemen Laba akan dilakukan untuk menentukan berbagai komponen yang akan dimasukkan ke dalam payoffs. Kemudian dilakukan disaggregasi terhadap payoffs. Payoffs dari sebuah permainan merupakan net benefits (benefits dikurangi costs) dari pilihan strategi yang ditempuh oleh tiap pemain dalam game tersebut.
22
Payoffs dari permainan tersebut akan dihitung. Secara keseluruhan, adanya perubahan pada disaggregated payoffs dari kedua pihak (manager dan pemegang saham) akan meningkatkan efektivitas kontrak. Kemudian, solusi dari game yang baru ini akan dihitung dengan mengidentifikasi strategi yang menghasilkan best result bagi kedua belah pihak. Penghitungan solusi dengan metode tersebut akan menghasilkan petunjuk secara teoritis, mengenai efektivitas suatu kontrak maupun prasyarat yang diperlukan agar kontrak dapat efektif. Bab dua dari penelitian ini berisi literatur yang relevan dengan topik penelitian berupa eksistensi managemen laba dalam hubungan agensi, motivasi yang mendasari managemen laba, hubungan managemen laba dan nilai perusahaan serta bagaimana managemen laba ditinjau dari sudut pandang oportunistik dan efisien. Pada bab ini diulas pula mengenai penggunaan Game Theory dalam penelitian akuntansi, pembangunan model dalam Game of Earnings Management. Bagian selanjutnya dari penelitian ini adalah pembangunan model Game of Earnings Management. Bab ini memuat tentang asumsi dan mekanisme pembangunan model, model yang disusun dalam extensive form, penjelasan tiap model dan payoff setiap permainan. Bab empat dalam penelitian ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bagian ini memuat tentang Dua model permainan yang dianalisis, Strategi permainan managemen laba, payoffs tiap permainan, subgame pada tiap game, kondisi game, komponen payoffs, strategi dominasi dan terdominasi, asumsi, eliminasi strategi terdominasi kalkulasi payoff,
23
kesimpulan serta proposisi yang diajukan dari proses keseluruhan analisis. Bab terakhir berisi tentang kesimpulan, keterbatasan, implikasi kebijakan, praktik dan teoritikal dan memberikan saran untuk riset berikutnya.
24