BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Informasi
akuntansi
yang
berhubungan
dengan
kinerja
perusahaan
merupakan kebutuhan yang paling mendasar pada proses pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Salah sumber informasi tersebut adalah laporan keuangan yang merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan kinerja manajemen yang diperlukan investor dalam menilai maupun memprediksi kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012). Laporan keuangan merupakan media komunikasi yang menghubungkan antara manajer dengan pemilik. Laporan keuangan juga menjadi parameter untuk mengukur kinerja dari manajemen dan akan menjadi pertanggungjawaban perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti manajemen, investor, kreditur, pemerintah. Tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memasok informasi yang berguna dalam menilai kemampuan manajemen dalam menggunakan sumber daya perusahaan secara efektif guna mencapai sasaran utama perusahaan (Belkaoui dan Riahi, 2006:217). Laporan keuangan harus memuat informasi secara lengkap. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta
1
2
materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012). Semua laporan tersebut bermanfaat dan penting dalam pengambilan keputusan. Namun perhatian pemakai laporan keuangan lebih terpusat pada informasi tentang laba yang terdapat dalam laporan laba rugi, tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie et al dalam Assih dan Gudono, 2000). Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Laba juga merupakan indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan. Laba berfungsi untuk mengukur efektivitas bersih dari sebuah usaha bisnis. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang dan menaksir risiko investasi (Krischenheiter dan Melumad, 2002). Perusahaan bisa mendapat laba yang sangat tinggi kemudian akan menurun dengan drastis pada periode berikutnya dan hal ini dipandang oleh investor sebagai lahan yang tidak aman untuk berinvestasi. Pada akhirnya, manajer bisa mengambil simpulan bahwa ada kecenderungan, laba adalah satu-satunya hal yang diperhatikan dari seluruh bagian dalam laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih mengetahui kondisi yang terjadi di dalam perusahaan dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan pemilik. Manajer seharusnya dapat memberi informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik, namun terkadang
3
informasi yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi. Hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan informasi (asimetri informasi). Dalam agency theory (teori keagenan) menyebutkan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik sebagai principal dan manajemen sebagai agent, asimetri
informasi
dapat
mempengaruhi
manajemen
untuk
melakukan
disfunctional behavior (perilaku tidak semestinya). Hal ini yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba. Salah satu bentuk dari manajemen laba adalah perataan laba. Praktik perataan laba merupakan fenomena yang umum terjadi sebagai usaha manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan (Narsa et al., 2003). Tindakan perataan laba merupakan pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun–tahun yang tinggi pendapatannya ke periode–periode yang kurang menguntungkan (Belkaoui dan Riahi, 2006:73). Dalam mengurangi fluktusi laba juga dipertimbangkan tingkat pertumbuhan normal yang diharapkan pada periode tersebut. Purwanto (2004) menyatakan bahwa perataan laba atau income smoothing didefinisi sebagai cara yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artificial (melalui metode akuntansi) maupun secara real (melalui transaksi ekonomi). Perataan yang direncanakan atau disengaja mengacu secara spesifik kepada keputusan atau pilihan yang disengaja untuk meredam fluktuasi pendapatan ke suatu tingkat tertentu. Meskipun praktik perataan laba merupakan fenomena yang umum terjadi, namun hal ini menyebabkan pengungkapan laba menjadi tidak memadai
4
dan menyesatkan. Sebagai akibatnya, investor mungkin tidak memperoleh informasi yang akurat dan memadai mengenai laba untuk mengevaluasi hasil dan risiko dari portofolio mereka. Praktik perataan laba tidak akan terjadi jika laba yang diharapkan tidak terlalu berbeda dengan laba yang sesungguhnya. Hal ini menunjukkan bahwa laba adalah sesuatu yang paling dipertimbangkan oleh investor untuk mengambil keputusan apakah akan melakukan investasi atau tidak. Oleh karena itu, manajer berusaha memberi informasi yang akan meningkatkan nilai perusahaan dan kualitas manajemen di mata investor dan pengguna laporan keuangan lainnya. Menurut Suwito dan Herawaty (2005) perataan laba dapat melalui beberapa dimensi perataan laba yaitu: (1) perataan laba melalui kejadian atau pengakuan suatu peristiwa, (2) perataan laba melalui alokasi selama satu periode tertentu, (3) perataan laba melalui klasifikasi. Salah satu tujuan dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor, karyawan, dan pihak terkait lainnya. Selain itu, perataan laba juga bertujuan untuk memperbaiki citra perusahaan di mata luar bahwa perusahaan memiliki risiko rendah dan meningkatkan kepuasan relasi bisnis atas kinerja perusahaan. Namun tindakan ini menyebabkan informasi dari laporan laba rugi menjadi menyesatkan bagi pemakai laporan keuangan dan mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, perlu dideteksi lebih dini apakah perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak dan faktor–faktor apa yang dapat mempengaruhinya. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perataan laba oleh perusahaan. Penelitian yang
5
dilakukan oleh Narsa et al. (2003) yang melakukan penelitian tentang dampak krisis moneter terhadap indeks perataan laba dengan menggunakan faktor yang meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, dan financial leverage, menyebutkan bahwa hanya ukuran perusahaan dan profitabilitas yang mempengaruhi indeks perataan laba. Penelitan yang dilakukan oleh Narsa et al. (2003) bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwito dan Herawaty (2005) yang melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik perusahaan terhadap praktik perataan laba, hasilnya bahwa jenis usaha, ukuran perusahaan, rasio profitabilitas, rasio leverage operasional, dan net profit margin tidak mempunyai pengaruh terhadap praktik perataan laba. Penelitian yang dilakukan oleh Kustono (2007) mengenai pengaruh ukuran perusahaan, dividend payout ratio, pertumbuhan perusahaan, dan risiko spesifik terhadap perataan laba yang kemudian menyatakan bahwa hanya variabel pertumbuhan perusahaan yang terbukti memiliki pengaruh terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Atarwaman (2011) mengenai pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan kepemilikan manajerial terhadap praktik perataan laba, menyebutkan bahwa hanya variabel profitabilitas dan kepemilikan manajerial yang berpengaruh secara dominan terhadap praktik perataan laba. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba, menyebutkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap praktik perataan laba adalah ukuran
6
perusahaan, sedangkan variabel net profit margin dan debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap praktik perataan laba. Hasil
penelitian–penelitian
yang
disebutkan
di
atas
masih
belum
menunjukkan hasil yang konsisten satu sama lain, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
yang
lebih
lanjut
terhadap
faktor–faktor
yang
mempengaruhi praktik perataan laba. Penelitan ini menguji faktor–faktor yang diduga berpengaruh terhadap perataan laba antara lain ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan manajerial.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
2.
Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
3.
Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik perataan laba?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menguji secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik perataan laba.
7
2.
Menguji secara empiris pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap praktik perataan laba.
3.
Menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajerial terhadap praktik perataan laba.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak–pihak yang berkepentingan. 1.
Kontribusi Praktis Dapat memberi masukan bagi perusahaan dalam mencermati perilaku manajemen dalam praktik perataan laba sehingga bisa mengurangi manipulasi yang terjadi pada laporan keuangan di perusahaan.
2.
Kontribusi Teoretis Dapat menambah wawasan tentang praktik perataan laba dan menambah literatur yang ada mengenai perataan laba.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada perusahaan yang termasuk dalam sektor manufaktur yang telah go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama kurun waktu pengamatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Selain itu, penelitian ini terbatas untuk menguji ada tidaknya praktik perataan laba pada perusahaan–perusahaan manufaktur di BEI serta untuk menguji apakah faktor– faktor ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik perataan laba.