BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya era globalisasi ditandai dengan semakin berkembangnya ekonomi dan teknologi yang sangat pesat, hal ini memungkinkan datangnya resiko besar pula yang selalu mengancam kebutuhan manusia. Dengan alasan tersebut tumbuhlah kesadaran manusia tentang waspada kemungkinan datangnya resiko yang secara tiba-tiba dan tidak terduga. Resiko tersebut dapat berupa sakit, kematian, atau dikeluarkan dari pekerjaannya. Di bidang bisnis, resiko tersebut dapat berupa resiko yang dapat menyebabkan kerugian suatu perusahaan seperti kerusakan, kehilangan, kebakaran, dan akibat dari bencana alam. Namun kekhawatiran akan datangnya resiko tersebut dapat ditekan dengan cara mengalokasikan sejumlah kerugian yang disebabkan atas resiko tersebut kepada pihak lain yang bersedia memberikan pertanggungan atas resiko tersebut. Menurut Kasmir (2005) setiap resiko yang dialami oleh pihak tertanggung baik perorangan maupun badan usaha ditanggung oleh perusahaan asuransi. Istilah asuransi sendiri, mengacu pada pertanggungan atau perlindungan finansial yang terkait dengan penggantian kerugian untuk kesehatan, jiwa, properti dan hal lain sebagainya. Di Indonesia asuransi telah tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Perusahaan asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan non-bank yang bergerak menyerupai dengan industri perbankan yaitu di bidang layanan jasa dan turut ikut serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Perusahaan asuransi membantu masyarakat sebagai konsumen untuk menanggung kemungkinan terjadinya resiko di masa depan sehingga dapat menunjang stabilitas pembangunan. Selain itu, perusahaan asuransi juga sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dan penyedia dana untuk pembangunan ekonomi nasional (Budiarjo, 2015). Di Indonesia perusahaan asuransi tumbuh subur sebagai dampak pertumbuhan ekonomi, ini mengindikasikan bahwa masyarakat dan para pelaku bisnis sudah banyak yang melakukan investasi untuk tunjangan masa depan dan jaminan sosial di perusahaan asuransi. Hal yang paling mendasar sebelum memutuskan melakukan investasi pada suatu persahaan asuransi dengan cara menentukan apakah suatu perusahaan berada dalam kondisi sehat secara finansial atau sebaliknya. Oleh sebab itu, analisis laporan keuangan sangatlah penting dan juga merupakan alat informasi untuk membantu para manajemen dalam mengambil keputusan investasi.
Kinerja perusahaan merupakan cerminan dari kesehatan keuangan perusahaan, sehingga kinerja perusahaan yang baik mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan yang baik pula dan sebaliknya. Financial distress muncul sebagai konsep yang menggambarkan kondisi kesulitan keuangan sebagai masalah
yang
dihadapi
oleh
suatu
perusahaan.
Secara
umum
yang
menggambarkan kondisi tersebut adalah kebangkrutan, dan kegagalan dalam melunasi hutang. Sedangkan masalah umum yang terjadi pada perusahaan asuransi adalah memperlambat penyelesaian pembayaran klaim tertanggung. Pasal 23 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian melarang bagi perusahaan asuransi melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan, yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. Financial distress merupakan tahap awal sebelum terjadinya kebangkrutan. Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang dialami sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Biasanya, Kondisi seperti ini menggambarkan keadaan dimana perusahaan asuransi tidak mampu memenuhi kewajibannya yaitu pembayaran klaim tertanggung (insolvency). Kondisi financial distress menurut Hofer dan Whitaker (dalam Marliza, 2014) diukur dengan adanya laba bersih negatif beberapa tahun berturut-turut, hal yang sama juga di katakan oleh Almilia dan Kristijadi (2003). Platt dan Platt (2002), Lau, dan Elloumi dan Gueyie (dalam Marliza, 2014) juga menegaskan
bahwa perusahaan yang mengalami financial distress ditandai dengan salah satu kejadian berikut: mengalami laba operasi bersih negatif selama beberapa tahun, Earning Per Share (EPS) negatif, menghilangkan pembayaran deviden, dan restrukturisasi keuangan atau pemberhentian tenaga kerja. Masalah financial distress yang terjadi pada perusahaan tidak dapat dipandang sebelah mata, mengingat akibat yang ditimbulkan terlalu besar yaitu kebangkrutan. Kondisi tersebut juga diperparah dengan munculnya kekhawatiran para investor dan kreditur untuk melakukan investasi dikarenakan kondisi ini dapat menurunkan nilai suatu perusahaan. Oleh sebab itu, pentingnya perbaikan kinerja bagi perusahaan asuransi agar terhindar dari masalah financial distress. Selain itu perlunya pengembangan konsep untuk memprediksi indikasi terjadinya kondisi financial distress sejak dini, sehingga nantinya manajemen dapat segera memutuskan upaya-upaya yang harus ditempuh agar perusahaan tidak sampai mengalami kondisi tersebut yang nantinya mengarah kepada kebangkrutan. Prediksi terjadinya financial distress menurut Satria (1994) dapat dilakukan dengan perhitungan rasio Early Warning System (EWS), karena sistem ini merupakan tolok ukur dalam menilai tingkat kesehatan dan kinerja keuangan perusahaan asuransi dari lembaga pengawas badan asuransi Amerika Serikat yaitu The National Association of Issurance Commissioners (NAIC). Dalam perhitungan Early Warning System (EWS) tersebut terdapat rasio-rasio yang diantaranya adalah rasio margin solvensi (margin solvency ratio), rasio beban klaim (incurred loss ratio), dan rasio likuiditas (liability to asset ratio) yang seharusnya mempunyai hubungan dengan terjadinya kondisi financial distress,
akan tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marliza (2014), yang mengatakan bahwa rasio-rasio tersebut tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Selain rasio tersebut, terdapat rasio-rasio lain yang ditengarai sebagai sebab terjadinya kondisi financial distress, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Marliza (2014) diantaranya adalah rasio pertumbuhan premi (premium growth ratio) dan return on asset
mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial
distress. Hal yang sama juga dikatakan oleh Kleffner (2006) bahwa ukuran perusahaan (size) memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress. Berdasarkan fakta dan teori di atas, peneliti ingin melakukan pengujian kembali terkait pengaruh rasio-rasio keuangan yang telah di jelaskan di atas terhadap kondisi terjadnya financial distress, sehingga penelitian ini mengangkat judul “Pengaruh Kinerja Keuangan dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress pada Perusahaan Asuransi Jiwa yang terdaftar di Direktori Perasuransian Indonesia”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Apakah rasio margin solvensi (margin solvency ratio) mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan?
2.
Apakah rasio beban klaim mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan?
3.
Apakah rasio pertumbuhan premi (premium growth ratio) mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan?
4.
Apakah rasio return on asset mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan?
5.
Apakah rasio likuiditas mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan?
6.
Apakah ukuran perusahaan (size) mempunyai pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah penelitian sebagaimana yang telah di uraikan di atas, maka dapat dirinci tujuan penelitian sebagai berikut: 1.
Menganalisis pengaruh rasio margin solvensi (margin solvency ratio) terhadap kondisi financial distress perusahaan.
2.
Menganalisis pengaruh rasio beban klaim terhadap kondisi financial distress perusahaan.
3.
Menganalisis pengaruh rasio pertumbuhan premi (premium growth ratio) terhadap kondisi financial distress perusahaan.
4.
Menganalisis pengaruh rasio return on asset terhadap kondisi financial distress perusahaan.
5.
Menganalisis pengaruh rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress perusahaan.
6.
Menganalisis pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap kondisi financial distress perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian Harapan dari penilitian ini dapat memberikan kontribusi baik konstribusi praktis maupun konstribusi teoretis, yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Konstribusi Praktis a.
Bagi manajemen, adanya model prediksi terhadap terjadinya kondisi financial distress menggambarkan keadaan perusahaan di masa sekarang dan masa
depan, sehingga
diharapkan manajemen
perusahaan dapat berfokus untuk melakukan beberapa pembenahan atau pencegahan agar terhindar dari kondisi tersebut. b.
Bagi investor/konsumen, pentingnya analisis rasio keuangan sebelum memberikan keputusan untuk melakukan investasi bagi investor atau penandatangan kontrak keikutsertaan sebagai peserta asuransi bagi konsumen agar terhindar dari kerugian baik yang disebabkan kondisi financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan maupun terhambatnya pencairan dana klaim.
2.
Konstribusi Teoretis a.
Bagi akademisi, dapat sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keuangan terkait faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan asuransi.
b.
Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan financial distress perusahaan asuransi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Untuk memfokuskan permasalahan penelitian ini tidak mengakibat kerancuan, ketidakjelasan dan terhindar dari pembahasan yang terlalu luas menyeluruh, maka ruang lingkup dalam penelitian ini hanya mengkaji dan membahas tentang pengaruh rasio margin solvensi, beban klaim, pertumbuhan premi, likuiditas, return on asset, dan size terhadap kondisi financial distress perusahaan asuransi. Perusahaan yang dijadikan dalam penelitian ini adalah perusahaan asuransi jiwa yang terdaftar di Buku Direktori Perasuransian Indonesia tahun 2014 dengan periode pengamatan 5 tahun laporan keuangan.