ASIMILASI MODEL WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) DENGAN DATA OBSERVASI UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA
NOVVRIA SAGITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Asimilasi Model Weather Research and Forecasting (WRF) Dengan Data Observasi Untuk Prediksi Curah Hujan di Wilayah Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2017 Novvria Sagita NIM G251144011
RINGKASAN NOVVRIA SAGITA. Asimilasi Model Weather Research And Forecasting (WRF) Dengan Data Observasi Untuk Prediksi Curah Hujan di Wilayah Jawa. Dibimbing oleh RINI HIDAYATI, RAHMAT HIDAYAT dan INDRA GUSTARI. Asimilasi data merupakan metode memperbaiki data kondisi awal atmosfer sebagai input model dengan memperhitungkan data observasi ke dalam sistem grid model. Weather Research And Forecasting (WRF) adalah salah satu model prediksi cuaca numeric. Salah satu pilihan untuk meningkatkan akurasi prediksi model WRF adalah dengan meningkatkan akurasi kondisi awal model dengan asimilasi data. Metode asimilasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Three Dimensional Variation (3D-Var). Penelitian ini melakukan 3 skema percobaan. Pertama, model tanpa proses asimilasi data. Kedua, model asimilasi data observasi cuaca permukaan dan data cuaca udara atas yang kemudian disebut asimilasi data konvensional. Ketiga, model asimilasi data observasi cuaca permukaan, data cuaca udara atas, dan data observasi radiasi dari sensor AMSU-A yang kemudian disebut asimilasi data radiasiobs. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh asimilasi data pada kondisi awal model dan hasil prediksi curah hujan. Kondisi awal model pada ketiga skema percobaan memiliki perbedaan nilai pada parameter suhu permukaan, tekanan permukaan, angin zonal dan angin meridional pada ketinggian 10 meter. Asimilasi data radiasiobs menghasilkan kondisi awal model yang lebih baik dari 2 skema percobaan yang lain, karena dapat meningkatan koefisien korelasi estimasi suhu permukaan sebesar 0.2 – 0.3 terhadap data observasi. Metode yang digunakan untuk verifikasi prediksi curah hujan secara spasial adalah Root Mean Square Error (RMSE), korelasi dan Forecast Skill Score. Forecast Skill Score merupakan metode untuk mengidentifikasi perubahan nilai RMSE setelah asimilasi data. Meskipun verifikasi prediksi curah hujan secara spasial menunjukkan kenaikan nilai RMSE untuk asimilasi data radiasiobs di wilayah laut, namun asimilasi data radiasiobs dapat memperbaiki distribusi intensitasi hujan lebat di wilayah darat dan mengurangi korelasi negatif prediksi model terhadap observasi curah hujan TRMM. Metode yang digunakan untuk verifikasi titik observasi di beberapa stasiun adalah diagram Taylor dan kurva Receiver-Operating Characteristic (ROC). Diagram Taylor merupakan diagram yang menggambarkan 3 parameter statistik: RMSE, korelasi, dan rasio standar deviasi antara model dan observasi. Kurva ROC merupakan kurva yang menggambarkan hubungan seberapa besar keakuratan model dalam memprediksi suatu kejadian dengan ketidakakuratan model dalam memprediksi suatu kejadian. Verifikasi titik observasi di beberapa stasiun meteorologi menunjukkan kenaikan nilai akumulasi curah hujan pada skema percobaan model asimilasi data konvensional dan asimilasi data radiasiobs terhadap model tanpa asimilasi. Nilai diagram Taylor berkisar dari 0 hingga 1, semakin mendekati nilai 1 menunjukkan model memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memprediksi. Skema percobaan asimilasi data konvensional menunjukkan kenaikan nilai diagram Taylor hingga 0.09 dan skema percobaan asimilasi data radiasiobs menunjukkan kenaikan nilai diagram Taylor hingga 0.13 terhadap model tanpa asimilasi untuk nilai diagram Taylor. Verifikasi kurva ROC menunjukkan asimilasi data radiasiobs memiliki kemampuan prediksi curah hujan dengan threshold ≥ 1 mm,
≥ 5 mm, ≥ 10 mm, dan ≥ 20 mm lebih baik dari 2 skema percobaan yang lain. Hal itu semua menunjukkan model asimilasi data radiasiobs memberikan hasil prediksi curah hujan secara spasial dan titik lokasi lebih baik dari model tanpa proses asimilasi data dan model asimilasi data konvensional. Kata kunci: asimilasi data, kondisi awal, prediksi curah hujan harian, WRF
SUMMARY NOVVRIA SAGITA. Weather Research and Forecasting (WRF) Model Data Assimilation with Observation Data for daily rainfall prediction in The Java Region. Supervised by RINI HIDAYATI, RAHMAT HIDAYAT and INDRA GUSTARI. Data assimilation is a method improves the initial atmospheric condition data as input a model by calculating the observation data into a grid system models. Weather Research And Forecasting (WRF) is one of the numerical weather prediction model is open source which is used by the Indonesian Agency for Meteorology, Climatology and Geophysics (BMKG) to predict the weather in Indonesia. One option to increase the accuracy of the model WRF is to improve the accuracy of the initial conditions with the data assimilation process model. Data assimilation methods used in this study is the Variation Three Dimensional (3DVar). This study have three schemes experiment. First, the without data assimilation process model. Second, the surface weather observation data and upper air data assimilation model is then called the conventional data assimilation model. Third, the surface weather observation data, upper air data and radiation from the sensor AMSU-A data assimilation model which then called radiance data assimilation. The purpose of this study was to identify the effect of assimilating the data on initial conditions and the results of the model predictions are generated daily rainfall. The initial condition third model experimental scheme there is a difference parameter values at surface temperature, surface pressure, wind zonal and meridional wind at a height of 10 meters. The radiance data assimilation generating initial conditions better models of two other experimental scheme, because it can increase the correlation of the estimated surface temperature of 0.2 - 0.3 to the observed data. The method used to verify the spatial rainfall prediction is the Root Mean Square Error (RMSE), correlation and Forecast Skill Score. Forecast Skill Score is a method for identifying changes in the value of RMSE after the assimilation of data. Altough verification rainfall prediction is spatially despite showing a rise RMSE values for the radiance data assimilation in the sea area, but the radiance data assimilation can improve the distribution intensitasi heavy rains in the area of land and reduce the negative correlation model predictions against observations TRMM rainfall. The method used for the verification of the observation point at some stations are diagrams Taylor and Relative Operating Characteristic curve (ROC). Diagram Taylor is a diagram illustrating three statistical parameters: RMSE, correlation and the ratio between standard deviation of models and observations. ROC curve is a curve that describes the relationship of how big the model's accuracy in predicting an event with model inaccuracy in predicting an event. Verify the observation point at some meteorological stations shows the increase in value of accumulated rainfall scheme conventional data assimilation model experiments and radiation to the model without assimilation. Taylor diagram value ranging from 0 to 1, the closer the value of 1 indicates the model has a better ability to predict. The scheme conventional data assimilation experiments showed an increase until 0.09 for value Taylor diagrams and radiance data assimilation experiments showed an increase until 0.13 to the without data assimilation model in the value of diagrams
Taylor. Verify the ROC curve showed the radiance data assimilation which has the ability rainfall prediction with threshold ≥ 1 mm, ≥ 5 mm, ≥ 10 mm and ≥ 20 mm is better than the other two experimental schemes. It showed the radiance data assimilation models may predicted rainfall spatial and location points better than the without data assimilation model and the conventional data assimilation model. Key words: data assimilation, daily rainfall prediction, initial condition, WRF
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ASIMILASI MODEL WEATHER RESEARCH AND FORECASTING (WRF) DENGAN DATA OBSERVASI UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA
NOVVRIA SAGITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Klimatologi Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Akhmad Faqih
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tabaraka Wa Ta'ala atas rahmat dan keberkahanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Asimilasi Model Weather Research And Forecasting (WRF) dengan Data Observasi Untuk Prediksi Curah Hujan di Wilayah Jawa. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian Tesis ini. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Dr. Andi Eka Sakya, MEng selaku Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang telah memberikan dorongan penyelesaian studi magister penulis. 2. Bapak Drs. Herizal, M.Si selaku Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BMKG yang telah memberikan dorongan penyelesaian studi magister penulis. 3. Bapak Dr. Urip Haryoko, M.Si selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG yang telah memberikan akses dalam penggunaan fasilistas komputer server di Puslitbang BMKG. 4. Bapak Dr. Bambang Dwi Sasono, M.Si selaku ketua program studi Klimatologi Terapan (KLI) Departemen Meteorologi dan Geofisika Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah memberikan dorongan dalam menyelesaikan penelitian ini. 5. Ibu Dr. Rini Hidayati, M.S., Bapak Dr. Rahmat Hidayat, M.Sc. dan Bapak Dr.Indra Gustari, M.Si. sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan ide dalam penyelesaian penelitian ini. 6. Bapak Dr. Akhmad Faqih selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan pada penelitian ini. 7. Bapak Biyadihi Adikuasa, S.Si, Bapak Danang Eko N, M.Si dan Bapak Wido Hanggoro, M.Si yang telah membantu dalam penyediaan data dan proses pengolahan data. 8. Ayahanda Drs. Sukarman dan Ibu Wilis Gunanti selaku orang tua serta adikadikku yang selalu mendukung setiap langkah yang diambil penulis. 9. Istriku Laela Fitriana dan putriku Sofia Hanum yang telah memberikan dukungan penulis dalam penyelesaian penelitian tesis ini. 10. Rekan-rekan tugas belajar BMKG-IPB 2015. Penulis menyadari penulisan penelitian ini jauh dari sempurna, maka masih memerlukan saran untuk penulisan yang lebih baik di kemudian hari.
Bogor, Februari 2017 Novvria Sagita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Prediksi Cuaca Numerik Asimilasi Data dengan 3D-Var Data Background Model Data Background Error Data observasi radiasi Satelit Model Numerik Weather Research and Forecasting (WRF) 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Data dan Alat Prosedur penelitian Metode Verifikasi Konfigurasi WRF 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asimilasi Data Terhadap Kondisi Awal Model Verifikasi Kondisi Awal Model WRF Sebelum dan Setelah Asimilasi Data Perbandingan Estimasi Rata-Rata Curah Hujan Perbandingan Korelasi Spasial Estimasi Curah Hujan Rata-Rata RMSE curah hujan Forecast Skill Score (FSS) Curah Hujan Verifikasi Akumulasi Prediksi Curah Hujan Terhadap Akumulasi Observasi Curah Hujan Stasiun Meteorologi Verifikasi Curah Hujan Harian dengan Diagram Taylor Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) 5 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
1 1 2 2 2 3 3 3 4 5 5 6 6 8 8 8 8 9 11 12 12 15 18 20 21 22 22 25 27 29 30 43
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Tabel kontingensi Konfigurasi WRF Matrik CAM untuk Jawa bagian barat Matrik CAM untuk Jawa bagian tengah Matrik CAM untuk Jawa bagian timur
9 10 25 25 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Evaluasi operasional kemampuan prediksi model NCEP Alur kerja model numerik WRF Alur kerja penelitian Rata-rata root mean square error (RMSE) kondisi awal model setelah asimilasi data observasi konvensional terhadap kondisi awal model sebelum asimiliasi untuk parameter suhu pada ketinggian 2 meter (a), tekanan permukaan (b), angin zonal (U) pada ketinggain 10 meter (c), dan angin meridional pada ketinggian 10 meter (d) selama periode 1 Desember 2014 - 28 Februari 2015 5 RMSE kondisi awal model setelah asimilasi data radiasiobs terhadap kondisi awal model sebelum asimiliasi untuk parameter suhu (a) pada ketinggian 2 meter, tekanan permukaan (b), angin zonal (U) pada ketinggain 10 meter (c), dan angin meridional pada ketinggian 10 meter (d) selama periode 1 Desember 2014 - 28 Februari 2015 6 Diagram Taylor untuk verifikasi tekanan permukaan kondisi awal model WRF sebelum asimilasi (1), asimilasi data observasi konvensional (2) dan asimilasi data radiasiobs (3) Jawa bagian barat (a), Jawa bagian tengah (b), dan Jawa bagian timur (c) meter selama periode 1 Desember 2014 - 28 Februari 2015 7 Diagram Taylor untuk verifikasi suhu permukaan kondisi awal model WRF sebelum asimilasi (1), asimilasi data observasi konvesional (2) dan asimilasi data radiasiobs satelit (3) di Jawa bagian barat (a), Jawa bagian tengah (b), dan Jawa bagian timur (c) selama periode 1 Desember 2014 – 28 Februari 2015 8 Rata-rata curah hujan harian TRMM (a), tanpa proses asimilasi data (b), asimilasi data konvensional (c), asimilasi data radiasiobs (d) 9 Korelasi spasial curah hujan harian TRMM terhadap prediksi curah hujan harian tanpa proses asimilasi data (a), asimilasi data konvensional (b), asimilasi data radiasiobs (c) 10 Korelasi spasial curah hujan harian TRMM terhadap prediksi curah hujan harian tanpa proses asimilasi data (a), asimilasi data konvensional (b), asimilasi data radiasiobs (c) 11 Forecast skill score prediksi curah hujan asimilasi data konvensional (a), asimilasi data radiasiobs (b) terhadap estimasi curah hujan TRMM 12 Perbandingan curah hujan harian data observasi, model tanpa asimilasi, model asimilasi konvensional, dan asimilasi data radiasiobs di Serang (a), Citeko (b), Tegal (c), Cilacap (d), Banyuwangi (e), dan Juanda (f). 13 Perbandingan akumulasi curah hujan selama 3 bulan model dan observasi stasiun meteorology di Serang (a), Citeko (b), Tegal (c), Cilacap (d), Banyuwangi (e), Juanda (f) 14 Diagram Taylor prediksi curah hujan di Jawa bagian barat (a), Jawa bagian tengah (b), Jawa bagian timur (c) 15 Kurva ROC prediksi curah hujan
3 7 9
13
14
16
17 19 20 21 22 23 24 26 28
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Cengkareng Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Citeko Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tanjung Priuk Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tegal Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Cilacap Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tanjung Emas Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Juanda Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tanjung Perak Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Banyuwangi
34 35 36 37 38 39 40 41 42
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Prediksi cuaca dengan sistem prediksi cuaca numerik menjawab tantangan tentang metode ilmiah dalam memprediksi cuaca dengan menggunakan perhitungan – perhitungan fisika dalam mensimulasikan atmosfer. Perkembangan sistem prediksi cuaca berkembang pesat karena kebutuhan prakiraan cuaca yang meningkat karena 3 kebutuhan manusia yaitu: para petani dalam memproduksi gandum, para nelayan agar bertahan di laut dan masyarakaat dalam menghindari bencana seperti banjir (Jacobson 2005). Fungsi sistem prediksi cuaca numerik membantu prakirawan cuaca dalam menghasilkan informasi prediksi cuaca dengan cepat, meskipun begitu penggunaan sistem prediksi cuaca tidak serta merta memiliki akurasi yang baik. Pengalaman secara empirik National Meteorological Centre (NMC) mengindikasikan bahwa lebih dari 70% hasil prakiraan sistem prediksi cuaca numerik tidak berguna dan hanya kurang dari 20% menghasilkan prakiraan yang sempurna (Kalnay 2003). Salah satu pembentuk sistem prediksi cuaca yang baik adalah pengkondisian awal (intial condition) yang tepat. Pengkondisian awal sistem prediksi cuaca numerik yang baik adalah yang dapat merepresentasikan kondisi atmosfer sesungguhnya. Salah satu teknik dalam membentuk pengkondisian awal yang sama dengan data aktual atmosfer adalah dengan asimilasi. Weather Research and Forecasting (WRF) merupakan salah satu sistem prakiraan cuaca numerik yang didesain untuk penelitian dan kebutuhan operasional prakiraan cuaca. WRF merupakan hasil kerjasama berbagai lembaga antara lain National Center for Atmospheric Research (NCAR), the National Centers for Enviromental Prediction (NCEP), Forecast System Laboratory (FSL), Air Force Weather Agency (AFWA), Naval Research Laboratory, Universitas Oklahoma dan Federation Aviation Administration (FAA). WRF memungkinkan peneliti untuk menghasilkan simulasi atmosfer berdasarkan data observasi (Skamarock et al. 2008). Kelemahan sistem prediksi cuaca numerik WRF hampir sama dengan sistem prediksi cuaca numerik lain yaitu tidak serta merta dapat menghasilkan suatu prediksi curah hujan yang akurat. Pada umumnya hasil prediksi curah hujan WRF cenderung lebih tinggi dari hasil observasi di wilayah perairan tropis (Skok et al. 2010) dan belum bisa menangkap kejadian curah hujan lebat di wilayah pegunungan (Wardah et al. 2011). Hasil prediksi curah hujan WRF di wilayah Indonesia cenderung lebih rendah dari data observasi (Gustari et al. 2012). Berbagai metode dan cara dikembangkan untuk memperbaiki hasil prediksi WRF salah satunya dengan asimilasi data. Asimilasi data merupakan metode memperbaiki data kondisi awal atmosfer sebagai input model dengan memperhitungkan data observasi ke dalam sistem grid model (Skamarock et al. 2008). Three dimensional Variation (3D-Var) merupakan salah satu metode asimilasi data yang diperkenalkan oleh Lorenc (1986). Metode asimilasi data 3DVar menghasilkan pengurangan galat hasil prediksi model (Athumani 2012; Dash et al. 2012; Hou et al. 2013). Asimilasi data 3D-Var di wilayah Indonesia menghasilkan peningkatan akurasi prediksi model WRF hingga periode prediksi 6
2
jam (Junnaedhi 2008; Satrya 2012, Gustari 2014). Kesimpulan awal dari penelitian sebelumnya menunjukan adanya dampak dari asimilasi data dengan metode 3D-Var. Penelitian asimilasi data menggunakan data observasi cuaca permukaan, udara atas dan data radar telah dilakukan di wilayah Indonesia, tapi belum pernah ada yang melakukan asimilasi data radiasi untuk prediksi curah hujan di wilayah Indonesia. Latar belakang diatas yang mendasari dilakukan penelitian membandingkannya 3 Skema percobaan. Pertama, model tanpa asimilasi yaitu model tanpa melakukan asimilasi data. Kedua. model asimilasi data observasi konvensional adalah model hasil asimilasi data observasi data cuaca udara permukaan (sinoptik) dan observasi cuaca udara atas (radiosonde). Ketiga, model asimilasi data radiasiobs merupaka model hasil asimilasi gabungan data cuaca permukaan (sinoptik), cuaca udara atas (radiosonde), dan radiasi satelit dari sensor AMSU-A . Perumusan Masalah Sistem cuaca numerik yang handal bergantung pada ketepatan pengkondisian awal (initial condition) dan kondisi pembatas (boundary condition). Pengkondisian awal yang mendekati kondisi aktual merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk memperoleh sistem prediksi cuaca numerik yang handal. Pengkondisian awal yang tepat antara lain dapat dilakukan dengan memanfaatkan data observasi permukaan yang terbaru dengan kerapatan data observasi yang baik, sehingga masalah yang akan dikaji untuk penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perbedaan estimasi kondisi awal model tanpa proses asimilasi data, asimilasi data observasi konvensional, dan asimilasi data radiasiobs di Jawa. 2. Bagaimana hasil prediksi curah hujan harian WRF tanpa proses asimilasi data, dengan asimilasi data observasi konvensional, dan dengan asimilasi data radiasiobs di Jawa. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan asimilasi data observasi permukaan pada WRF untuk: 1. Mengidentifikasi perbedaan estimasi kondisi awal model yang dihasilkan dengan tanpa proses asimilasi data, dengan asimilasi data observasi konvensional dan dengan asimilasi data radiasiobs pada. 2. Mengidentifikasi perbandingan hasil prediksi curah hujan harian tanpa proses asimilasi data, dengan asimilasi data observasi konvensional dan dengan asimilasi data radiasiobs. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan akurasi hasil prediksi curah hujan harian dengan memperbaiki pengkodisian awal WRF agar mendekati kondisi aktual.
3
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini adalah melakukan prediksi curah hujan harian menggunakan perangkat lunak WRF dengan 3 skema percobaan meliputi: tanpa proses asimilasi data, dengan asimilasi data observasi konvensional, dan asimilasi data radiasiobs. Pada penelitian ini menggunakan parameteriasi model WRF yang telah diteliti sebelumnya. Domain penelitian meliputi wilayah Jawa dan periode data yang diteliti selama 90 hari dari tanggal 01 Desember 2014 hingga 28 Februari 2015.
2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Prediksi Cuaca Numerik Sistem prediksi cuaca numerik mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Bentuk dan metode sistem prediksi cuaca numerik semakin banyak dan tersedia untuk di akses dengan mudah. Beberapa sistem prediksi cuaca numerik diantaranya TXLAPS, Arpage, ECMWF, dan masih banyak yang lain. Perkembangan sistem prediksi cuaca numerik salah satunya berawal dari National Center for Enviromental Prediction (NCEP) yang pada awalanya bernama National Meteorological Center (NMC). Permasalahan awal yang dihadapi sistem prediksi cuaca numerik ada 2 hal yaitu model yang realistik merepresentasikan kondisi atmosfer dan pengkondisian awal yang akurat (Kalnay 2003).
Gambar 1 Evaluasi operasional kemampuan prediksi model NCEP (Kalnay 2003). Sistem prediksi cuaca dari NCEP mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, terlihat pada galat relatif yang ditunjukkan dengan S1 score (Gambar 1).
4
Nilai S1 sebesar 70 % menunjukan galat yang tinggi sehingga menunjukkan prakiraan tidak dipakai dan S1 sebesar 20 % menunjukkan galat yang kecil menunjukkan prakiraan yang baik. Peningkatan kemampuan tersebut menurut Kalnay (2003) disebabkan oleh: 1. Peningkatan kemampuan superkomputer yang memungkinkan untuk menampilkan model atmosfer yang memiliki resolusi yang tinggi. 2. Pengembangan dari representasi proses fisis skala kecil seperti awan, hujan, turbulen, kelembapan, dan momentum. 3. Penggunaan metode yang lebih akurat untuk asimilasi data yang meningkatkan pengkondisian awal model. 4. Peningkatan ketersediaan data. National Centers for Enviromental Prediction (NCEP) bekerjasama dengan beberapa organisasi seperti National Center for Atmospheric Research (NCAR), Forecast System Laboratory (FSL), Air Force Weather Agency (AFWA), Naval Research Laboratory, Universitas Oklahoma dan Federation Aviation Administration (FAA) melakukan pengembangan sistem prediksi cuaca numerik yang bernama Weather Research and Forecasting (WRF). WRF memungkinkan para peneliti untuk menjalankan simulasi atmosfer berdasarkan data observasi. WRF merupakan model non-hidrostatik yang mengasumsikan terjadi perpindahan massa udara secara vertikal sehingga cocok untuk wilayah yang memiliki topografi yang kasar seperti gunung yang banyak gerakan vertikal (Skamarock 2008). Asimilasi Data dengan 3D-Var Satrya (2012) menjelaskan bahwa permasalahan sistem prediksi cuaca numerik adalah pengkondisian awal (Initial condition) dan syarat pembatas (Boundary condition). Holton (2012) menjelaskan bahwa asimilasi data adalah proses modifikasi data observasi pola dinamik yang konsisten agar sesuai dengan pengkondisian awal model. Salah satu metode asimilasi adalah three-dimensional varitional analysis (3D-Var). Formula dari 3D-Var adalah (Kalnay 2003): …………………………………………………………...…..(1) J x Jb J o T T 1 o y H x R 1 y o H x x xb B 1 x x b ………………...(2) 2 T T ……………….(3) 2 J x y o H x R 1 y o H x x x b B 1 x x b
J x
y o H x y o H x b x x b y o H x b H x x b ……………...(4)
Persamaan 3 dimasukkan ke persamaan 4 maka menghasilkan:
2 J x y o H x b H x xb R 1 y o H xb H x xb b T 1 b x x B x x ……………………...……………………….….(5) T
5
2J x yo H xb R1H x xb x xb H T R1 yo H xb T
T
y o H xb R 1 y o H xb T
T
T
x xb H T R 1 H x xb x xb B 1 x x b .............................(6) T
b Persamaan 6 diturunkan terhadap x x menghasilkan:
J ( x) 0 H T R 1 y o H xb 0 H T R 1 H x xb B 1 x xb …….(7) Meminimalisir selisih J ( x) dimisalkan menjadi 0:
estimasi
model
dan
observasi
maka
nilai
0 x x b B 1 R 1 H T H H T R 1 y o H xb ……………………………(8) x xb B 1 R 1 H T H H T R 1 y o H x b …………………………….(9) 1
J (x) merupakan fungsi cost yang menghitung ketidaksamaan antara model dengan data observasi permukaan merupakan pejumlahan fungsi cost observasi (Jo) dan fungsi cost tebakan pertama kondisi awal model (Jb). Perhitungan fungsi cost J(x) dijelaskan pada persamaan 2 dimana x dan xb merupakan data analisis yang diharapkan dan data background. H adalah operator observasi, R adalah operator kovarian galat observasi, B operator background error sedangkan y dan yo merupakan data observasi dan data observasi dalam grid model. T merupakan operator matematika transpose dan -1 merupakan operator matematika inverse. Data Background Model Data background (xb) model merupakan data yang memberikan informasi estimasi kondisi awal model yang digunakan untuk proses prediksi (Skamarock 2008). Data ini digunakan untuk proses asimilasi data, karena memperbaiki estimasi kondisi awal atmosfer dapat diperoleh dari kombinasi data tebakan pertama kondisi awal model (background) dengan data observasi (Kalnay 2003). Data background model prediksi cuaca berasal dari data model global seperti Global Forecast System (GFS) yang dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Integrated Forecasting System (IFS) yang dikembangkan oleh European Center for Medium Range Weather Forecasts (ECMWF), NOGAPS yang dikembangkan oleh United State Navy, Global Environmental Multiscale Model (GEM), ARPEGE yang dikembangkan oleh meterologi Prancis. Data Background Error Data background error (B) merupakan data yang memberi informasi galat estimasi background model selama selang waktu tertentu dan pada domain wilayah tertentu (Boloni 2010). Data background error juga menjadi bagian dari
6
data yang diperlukan untuk proses asimilasi data. Data background error merupakan nilai yang penting dalam proses asimilasi data dengan menggunakan metode 3D-Var (Guo, 2006). Salah satu metode yang digunakan untuk menghitung nilai background error adalah metode National Meteorological Center (Parrish and Derber 1992) :
B xT 24 xT 12 xT 24 xT 12 ………………………..……………………(10) T
Metode ini menghitung selisih hasil prediksi selama 24 jam dengan hasil prediksi selama 12 Jam dan dikalikan dengan nilai transpose-nya dalam periode minimal selama 1 bulan. Data observasi radiasi Satelit Data observasi radiasi satelit merupakan data awal yang diobservasi oleh satelit meteorologi atau satelit lingkungan. Satelit meteorologi atau lingkungan tidak mengukur suhu, kelembapan, dan angin, tapi mengukur nilai radiasi gelombang panjang (L) yang mencapai puncak atmosfer pada frekuensi ( ) tertentu (Zhiquan 2008). Nilai radiasi ini kemudian bisa dikonversi menjadi suhu brightness (B) dengan persamaan radiative transfer: d v L v B v,T z dz Emisi permukaan refleksi permukaan Kontribusiawandanhujan (11) dz 0
B v, T z merupakan nilai suhu brightness pada frekuensi (v) dan pada ketinggian tertentu (z). Alasan penggunaan data observasi radiasi satelit adalah (Zhiquan 2008).: 1. Ketersedian data di wilayah yang tidak ada pengamatan konvesional. 2. Menghidari perubahan sistem asimilasi data jika ada perubahan pada pra proses dari penyedia satelit. 3. Akses memperoleh data yang cepat.
Model Numerik Weather Research and Forecasting (WRF) Model numerik Weather Research and Forecasting (WRF) model yang dikembangkan oleh beberapa instansi di Amerika Serikat seperti: National Center for Atmospheric Research (NCAR), the National Centers for Enviromental Prediction (NCEP), Forecast System Laboratory (FSL), Air Force Weather Agency (AFWA), Naval Research Laboratory, Universitas Oklahoma dan Federation Aviation Administration (FAA). Model numerik ini bersifat opensource sehingga memungkinkan semua peniliti dapat menggunakan dan mengembangkan model ini. Model WRF (Gambar 2) ini memiliki 3 bagian utama yaitu pra-proses, proses, dan pasca-proses. Bagian pra-poses ini terdapat pada WRF Pre-Processing (WPS) yaitu proses yang mengatur input data grid dari model global, data terrestrial, mengatur domain yang diteliti dan mengatur syarat batas model. Bagian proses (REAL) menyiapkan proses prediksi model untuk menghasilkan
7
prediksi cuaca dan pada bagian ini terdapat paket untuk melakukan proses asimilasi data (WRFDA). Bagian pasca-proses merupakan bagian menampilkan hasil prediksi secara spasial. Model WRF merupakan jenis model regional yang bisa diatur resolusi hingga ratusan meter. Model ini juga merupakan model non-hidrostatik (Wang et al. 2016). Model non-hidrostatik tidak menggunakan asumsi kesetimbangan persamaan hidrostatik: P g ……………………………………………………………………...(11) z P Dimana merupakan perubahan tekanan terhadap ketinggian yang setara z dengan gravitasi (g) dan massa jenis ( ).
Pra-proses
Proses
Pasca-Proses
Gambar 2 Alur kerja model numerik WRF (Wang et al. 2016)
8
Asumsi kesetimbangan hidrostatik menjelaskan bahwa gaya ke atas setimbang dengan tarikan gravitasi bumi. Model non-hidrostatik cocok untuk prediksi kondisi meteorologi pada waktu yang relatif singkat dan wilayah domain skala regional.
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Minggu I Agustus 2016 sampai dengan Desember 2016 di Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data dan Alat Penelitian ini menggunakan perangkat komputer server Puslitbang BMKG, perangkat lunak Weather Research and Forecasting (WRF) versi 3.7.1 untuk menyiapkan data kondisi awal, kondisi batas dan proses running model, Weather Research Forecasting Data Assimilation (WRFDA) versi 3.7.1 untuk melakukan proses asimilasi data, NCARG Command Language Version 6.1.2 (NCL) dan The Grid Analysis and Display System (GrADS) digunakan untuk memvisualisasikan hasil dalam grafik dan data secara spasial. Data model prediksi global yang di-downscalling adalah model Global Forecast System (GFS) resolusi 0.5o x 0.5 o (Rutledge 2006) periode 01 Desember 2014 – 28 Februari 2015. Data titik lokasi yang digunakan untuk verifikasi adalah data observasi cuaca permukaan BMKG periode 01 Desember 2014 – 28 Februari 2015. Verifikasi curah hujan secara spasial menggunakan data curah hujan harian Tropical Rainfall Measuring MissionTropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) 3B42 (Huffman et al. 2007). Data observasi sinoptik dan radiosonde global yang digunakan untuk asimilasi data adalah yang dikoleksi oleh National Centers for Environmental Prediction (NCEP) dalam format PREPBUFR (NOAA 2008) dan data observasi radiasi satelit dari sensor The Advanced Microwave Sounding UnitA (AMSU-A) (NCEP 2009). AMSU-A adalah sensor gelombang mikro yang mengukur radiasi pada frekuensi 23-90 Hz dengan resolusi 50 km (NCEP 2009). Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilakukan dengan membandingkan estimasi kondisi awal model dan hasil prediksi curah hujan 3 skema percobaan: model tanpa proses asimilasi data, model asimilasi data observasi konvensional dan asimilasi data radiasiobs. Asimilasi data observasi konvensional merupakan merupakan asimilasi data observasi sinoptik dan radiosonde. Asimilasi data radiasiobs merupakan asimilasi gabungan data observasi sinoptik, radiosonde, dan radiasi satelit dari sensor AMSU-A. Alur penelitian ini diawali dengan penggunaan model GFS untuk menghasilkan tebakan pertama kondisi awal model (first
9
guess). Tebakan pertama kondisi awal model, data background error, data konvensional, dan data observasi radiasi AMSU-A digunakan proses asimilasi data di WRFDA, kemudian menghasilkan tebakan kedua kondisi awal model (second guess). Mulai
WRF
Background error
GFS
Tebaan pertama kondisi awal
WRFDA
Tebakan kedua kondisi awal
Observasi cuaca permukaan dan cuaca udara atas Data observasi radiasi AMSU-A
WRF
Prediksi curah hujan Tanpa asimilasi
Verifikasi kondisi awal
Verifikasi hasil prediksi curah hujan
WRF
Prediksi curah hujan Asimilasi data
Akhir
Gambar 3 Alur kerja penelitian Estimasi tebakan pertama kondisi awal model dan tebakan kedua kondisi awal model diverifikasi untuk mengidentifikasi perbedaan hasil kondisi awal model dari percobaan tanpa proses asimilasi data, asimilasi data konvensional, dan asimilasi data radiasiobs (Gambar 3). Penggunaan kondisi awal model tanpa asimilasi, asimilasi data konvensional, dan asimilasi data radiasiobs untuk prediksi curah hujan harian kemudian diverifikasi dengan data observasi stasiun BMKG dan data hujan harian TRMM. Metode Verifikasi Verifikasi adalah proses perhitungan statistik untuk menguji keakuratan suatu model prediksi terhadap data observasi ( Palmer and Hagedom 2006). Proses verifikasi yang dilakukan meliputi verifikasi secara spasial dan verfikasi titik observasi. Beberapa metode yang digunakan:
10
1. Root Mean Square Error (RMSE) Pengaruh asimilasi data konvensional, serta asimilasi data radiasiobs diukur dengan berapa besar perubahan galat model prediksi cuaca setelah asimilasi data terhadap tanpa asimilasi dari nilai Root Mean Square Error: 1 n 2 .…………..………………………………..(12) RM SE F a F ta n
i 1
Fa merupakan hasil prediksi asimilasi data dan Fta adalah fungi kontrol seperti hasil prediksi tanpa asimilasi atau estimasi curah hujan TRMM. RMSE digunakan untuk memverifikasi perubahan kondisi awal untuk parameter: suhu, tekanan, dan angin secara spasial. 2. Diagram Taylor Verifikasi berdasarkan titik lokasi pengamatan cuaca dilakukan dengan menggunakan analisis diagram Taylor. Diagram Taylor merupakan analisis secara grafis untuk merangkum seberapa dekat kecocokan pola estimasi model dan observasi (Taylor 2001). Diagram ini memiliki kegunaan khusus untuk mengevaluasi hasil estimasi beberapa model (IPCC 2001). Pada diagram ini terdapat 3 parameter statistik yaitu RMSE, korelasi, dan rasio variasi antara model dan observasi. 3. Mean Verifikasi secara spasial mengidentifikasi nilai mean dan median curah hujan harian TRMM, tanpa proses asimilasi data, asimilasi data konvensional, dan asimilasi data radiasiobs selama 90 hari. a. Rata-rata (Mean) Rata-rata nilai prediksi selama 90 hari untuk membandingkan besaran nilai prediksi dan sebaran nilainya secara spasial. x x x ... xn x 1 2 3 ……………………………………………………….(13) n 4. Kurva Receiver operating characteristic (ROC) Kurva ROC merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara nilai Probability of Detection (POD) dan Probability of False Detection (POFD) (Mason 1982). POD merupakan proporsi kejadian hujan berdasarkan observasi yang dimana model juga hujan. POFD merupakan proporsi kejadian tidak hujan berdasarkan observasi terhadap kejadian hujan berdasarkan prakiraan cuaca numerik. Tabel 1 Tabel kontingensi Forecast \ Observasi Ya Tidak POD
Ya Hits Misses
Tidak False Alarm Correct Negative
hits …………………………………………………………...(14) hits misses
POFD
false alarms correct negatives false alarms …………………………………….(15)
11
Berdasarkan Tabel 1 hits merupakan jumlah frekuensi prediksi suatu kejadian terjadi dan benar tejadi. Misses merupakan jumlah frekuensi prediksi suatu kejadian tidak terjadi, tapi benar terjadi. False alarm merupakan jumlah frekuensi prediksi suatu kejadian terjadi, tapi tidak terjadi pada kenyataanya. Correct negative merupakan merupakan jumlah frekuensi prediksi suatu kejadian tidak terjadi, dan benar tidak terjadi. 5. Forecast Skill Score (FSS) Indek untuk mengetahui seberapa besar perubahan nilai RMSE setelah asimilasi data terhadap percobaan tanpa proses asimilasi data (Sahu et al. 2014). Semakin tinggi nilai FSS maka semakin kecil nilai RMSE asimilasi data yang dihasilkan. RMSEA FSS 1 x100% …………………………………………………(16) RMSETA
RMSEA merupakan nilai RMSETA prediksi curah hujan model asimilasi data terhadap data estimasi curah hujan dari satelit TRMM dan RMSETA merupakan nilai RMSE model tanpa asimilasi terhadap estimasi curah hujan satelit TRMM. Konfigurasi WRF Pengaturan konfigurasi WRF yang dilakukan (Tabel 2) meliputi resolusi yang digunakan sebesar 9 km, menggunakan satu domain, dan jumlah grid 125 x 125. Resolusi grid vertikal menggunakan 33 grid dapat meningkatkan akurasi prediksi intensitas hujan (Aligo et al. 2009). Tabel 2 Konfigurasi WRF Konfigurasi a. Resolusi b. Time step c. Domain d. Grid Utara - Selatan Timur - Barat Level vertikal e. Mikrofisika f. Surface Physics g. Cumulus h. Background Error
Nilai 9 Km 45 detik satu 125 125 33 Thompson (Thompson et al. 2004) RUC Skema Betts-Miller-Janjic (Betts and Janjic 1986) Global (Barker et al. 2005)
Penggunaan RUC untuk parameterisasi suface menghasilkan prediksi yang optimal (Chin et al. 2010). Parameterisasi mikrofisik menggunakan skema Thompson karena dapat mensimulasikan distribusi curah hujan lebih baik daripada skema yang lain (Rajeevan et al. 2010) dan pada parameterisasi kumulus menggunakan skema Betts-Miller-Janjic karena pada penelitian sebelumnya
12
menghasilkan prakiraan yang lebih baik dari skema cumulus yang lain (Kurniawan et al. 2014). 6. Metode regridding Interpolasi Bilinear Pada verifikasi prediksi curah hujan secara spasial, penelitian ini menggunakan data dari estimasi curah hujan TRMM dengan resolusi 0.25o x 0.25 o sebagai data observasi secara spasial. Resolusi keluaran model WRF memerlukan proses regridding untuk memiliki resolusi yang sama dengan resolusi TRMM. Metode regridding yang digunakan adalah metode interpolasi bilinear.
P
x2 x y2 y Q x x1 y2 y Q x2 x y y1 Q x x1 y y1 Q x2 x1 y2 y1 11 x2 x1 y2 y1 21 x2 x1 y2 y1 12 x2 x1 y2 y1 22
P merupakan nilai grid baru yang dicari dari 4 grid terdekat dengan memperhitungkan jarak secara horizontal (x) dan vertikal (y) serta nilai pada 4 grid terdekat (Q).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asimilasi Data Terhadap Kondisi Awal Model (Initial Condition) Asimiliasi data merupakan salah satu metode untuk memperbaiki kondisi awal model prediksi cuaca agar mendekati kondisi nyata sehingga diharapkan menghasilkan prediksi yang akurat. Langkah awal untuk mengetahui pengaruh asimilasi data adalah menganalisis perubahan kondisi awal model pada beberapa estimasi parameter cuaca. Nilai Rata-rata RMSE kondisi awal model asimilasi data konvensional dan model radiasi satelit terhadap kondisi awal model sebelum asimilasi data menjelaskan adanya perubahan kondisi awal setelah proses asimilasi data (Gambar 4 dan Gambar 5). Secara umum nilai rata-rata RMSE asimilasi data konvensional dan rata-rata RMSE asimilasi data radiasiobs pada semua parameter memiliki memiliki nilai yang kecil, ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang asimilasi data menggunakan metode 3D-Var yang menghasilkan perubahan kondisi awal yang tidak signifikan (Barcons 2015). Hal ini menjelaskan asimilasi data observasi dengan metode 3D-Var menghasilkan kondisi awal yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kondisi awal sebelum asimilasi.
13
(a)
(c)
Gambar 4 Rata-rata root mean square error (RMSE) kondisi awal model setelah asimilasi data konvensional terhadap kondisi awal model sebelum asimiliasi untuk parameter suhu pada ketinggian 2 meter (a), tekanan permukaan (b), angin zonal (U) pada ketinggain 10 meter (c), dan angin meridional pada ketinggian 10 meter (d) selama periode 1 Desember 2014 - 28 Februari 2015 .
(b)
(d)
14
(a)
(c)
Gambar 5 Rata-rata root mean square error (RMSE) kondisi awal model setelah asimilasi data radiasiobs terhadap kondisi awal model sebelum asimiliasi untuk parameter suhu (a) pada ketinggian 2 meter, tekanan permukaan (b), angin zonal (U) pada ketinggain 10 meter (c), dan angin meridional pada ketinggian 10 meter (d) selama periode 1 Desember 2014 - 28 Februari 2015
(b)
(d)
15
Perbedaan RMSE estimasi kondisi awal model asimilasi observasi konvensional dengan asimilasi observasi radiasiobs tidak terlalu signifikan karena jumlah cakupan data observasi radiasi yang kecil sehingga mempengaruhi kontribusi pada asimilasi data. Jumlah cakupan data observasi radiasi yang kecil disebabkan data observasi radiasi berasal dari satelit bertipe polar. Salah satu kelemahan satelit polar adalah cakupan luasan wilayah observasi yang kecil (Ackerman dan Knox 2006). Nilai rata-rata RMSE parameter suhu pada semua percobaan menunjukan perbedaan kisaran 0 hingga 7o Celcius, nilai rata-rata RMSE maksimum terdapat di Jawa bagian timur. Nilai rata-rata RMSE parameter tekanan berkisar 5 hingga 20 Pascal, nilai rata-rata RMSE maksimum terdapat Jawa bagian timur. Nilai ratarata RMSE parameter angin zonal berkisar 0.4 hingga 3.1 m/s dan nilai rata-rata RMSE maksimum terjadi pada Jawa bagian barat, sedangkan nilai rata-rata RMSE angin meridional berkisar 0.4 hingga 1.5 m/s dan nilai rata-rata maksimum terjadi di wilayah Jawa bagian barat juga. Nilai maksimum rata-rata RMSE terjadi pada wilayah yang memiliki nilai elevasi yang tinggi (Gambar 1 dan Gambar 2). Hal terserbut terjadi karena asimilasi data dilakukan pada model prediksi cuaca yang beresolusi 9 km x 9 km sehingga sensitif dengan ketinggian wilayah. Verifikasi Kondisi Awal Model WRF Sebelum Dan Setelah Asimilasi Data Diagram Taylor yang digunakan untuk verifikasi data tekanan permukaan kondisi awal model WRF sebelum dan setelah asimilasi data terhadap kondisi aktual observasi (Gambar 6). Diagram Taylor terdapat 3 komponen statistik yang digunakan yaitu rasio simpangan, RMSE, dan korelasi. Pada diagram Taylor terdapat garis referensi yang berupa garis putusputus yang menghubungkan nilai rasio simpangan bernilai 1 pada sumbu x dan pada sumbu y. Nilai model yang semakin mendekati garis referensi menunjukkan semakin baik model tersebut dan nilai model yang semakin mendekati sumbu x menunjukkan semakin tinggi nilai korelasinya. Pada umumnya hasil estimasi tekanan permukaan model baik sebelum asimilasi data maupun setelah asimilasi data memiliki nilai korelasi tinggi yaitu lebih dari 0.8. Hal ini menunjukkan model WRF mampu mengestimasi pola diurnal tekanan permukaan. Rasio simpangan estimasi model WRF terhadap observasi permukaan menunjukkan nilai yang baik karena mendekati garis referensi, semakin mendekati garis referensi maka simpangan estimasi tekanan permukaan kondisi awal model WRF mendekati nilai simpangan observasi tekanan permukaaan. Pada Gambar 6 pada estimasi kondisi awal tekanan permukaan model WRF setelah asimilasi menunjukkan nilai lebih baik dari estimasi kondisi awal tekanan sebelum asimilasi data, karena nilainya mendekati garis referensi dan memiliki nilai korelasi lebih tinggi.
16 (a)
(b)
(c)
Gambar 6 Diagram Taylor untuk verifikasi tekanan permukaan kondisi awal model WRF sebelum asimilasi (1), asimilasi data konvensional (2) dan asimilasi data radiasiobs (3) Jawa bagian barat (a), Jawa bagian tengah (b), dan Jawa bagian timur (c) meter selama periode 1 Desember 2014 - 28 Februari 2015
17 (a)
(b)
(c)
Gambar 7 Diagram Taylor untuk verifikasi suhu permukaan kondisi awal model WRF sebelum asimilasi (1), asimilasi data konvensional (2) dan asimilasi data radiasiobs (3) di Jawa bagian barat (a), Jawa bagian tengah (b), dan Jawa bagian timur (c) selama periode 1 Desember 2014 – 28 Februari 2015.
18
Pada umumnya estimasi kondisi awal tekanan permukaan model asimilasi data radiasiobs menunjukkan nilai yang lebih baik dari asimilasi data observasi konvensional. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai poin 3 yang paling mendekati garis referensi dan mendekati sumbu x. Gambar 7 merupakan diagram Taylor yang digunakan untuk memverifikasi estimasi suhu permukaan kondisi awal model WRF terhadap observasi permukaan. Analisis diagram Taylor menunjukkan bahwa estimasi suhu permukaan kondisi awal model WRF cenderung memiliki korelasi yang lebih rendah dari korelasi estimasi tekanan permukaan. Pada umumnya korelasi estimasi suhu permukaan kondisi awal model WRF sebelum asimilasi pada semua wilayah bernilai di bawah 0.3. Nilai estimasi suhu permukaan kondisi awal model WRF setelah asimilasi data mengalami perbaikan nilai korelasi hingga lebih dari 0.3. Peningkatan nilai korelasi setelah asimilasi data radiasiobs lebih tinggi dari peningkatan nilai korelasi asimilasi data konvensional. Pada umumnya skema percobaan asimilasi data konvensional dan radiasiobs memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa asimilasi untuk estimasi kondisi awal model pada parameter tekanan udara dan suhu permukaan (Yang et al. 2011). Asimilasi data konvensional dan asimilasi data radiasiobs dengan metode 3D-Var yang menggunakan data observasi cuaca permukaan dan udara atas menghasilkan pengaruh positif, tapi tidak signifikan untuk kondisi awal model (Dawson dan Xue 2002, Hou et al. 2013, Sahu et al. 2014). Perbandingan Estimasi Rata-Rata Curah Hujan Rata-rata curah hujan harian TRMM sebagai fungsi control untuk memverifikasi secara spasial hasil rata-rata prediksi curah hujan harian selama 3 bulan. Gambar 8 (a) menunjukkan rata-rata curah hujan harian observasi TRMM di Laut Jawa bagian barat, Jawa bagian tengah, dan Jawa bagian timur. Gambar 8 (b) merupakan rata-rata prediksi curah hujan dari percobaan tanpa proses asimilasi data menunjukkan maksimum rata-rata curah hujan di Laut Jawa bagian barat. Gambar 8 (c) menunjukkan maksimum rata-rata curah hujan pada prediksi curah hujan dari percobaan asimilasi data konvensional terjadi di Laut Jawa Bagian barat dan Gambar 8.(d) menunjukkan rata-rata curah hujan maksimum hampir di sepanjang laut Jawa untuk prediksi curah hujan dari percobaan asimilasi data radiasiobs. Maksimum rata-rata curah hujan TRMM sebesar 18 mm , maksimum ratarata prediksi curah hujan tanpa proses asimilasi data sebesar 21 mm, maksimum rata-rata prediksi curah hujan asimilasi data konvensional 20 mm, dan maksimum rata-rata prediksi curah hujan asimilasi data radiasiobs sebesar 22 mm. Hal tersebut menunjukkan nilai maksimum rata-rata prediksi curah hujan AMSU-A lebih tinggi dari fungsi control dan skema percobaan yang lain. Rata-rata prediksi curah hujan dari seluruh skema menunjukan lebih rendah dari data observasi untuk wilayah di darat. Asimilasi data meningkatkan rata-rata curah hujan di darat Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur dibandingkan dengan prediksi curah hujan tanpa proses asimilasi data (wilayah berwarna hijau).
19
(a)
(c)
Gambar 8 Rata-rata curah hujan harian TRMM (a), tanpa proses asimilasi data (b), asimilasi data konvensional (c), asimilasi data radiasiobs (d).
(b)
(d)
20
Perbandingan Korelasi Spasial Estimasi Curah Hujan Salah satu verifikasi yang dilakukan adalah mengidentifikasi kesesuaian pola curah hujan estimasi TRMM dengan prediksi curah hujan model tanpa asimilasi, asimilasi data konvensional, asimilasi data radiasiobs. Kesesuain pola data diukur dengan korelasi spasial. (a)
(b)
(c)
Gambar 9 Korelasi spasial curah hujan harian TRMM terhadap prediksi curah hujan harian tanpa proses asimilasi data (a), asimilasi data konvensional (b), asimilasi data radiasiobs (c). Nilai korelasi yang positif menjelaskan adanya kesesuaian antar dua data yang dibandingkan dan korelasi negatif menjelaskan hubungan berbanding terbalik antar dua data yang dibandingkan. Pada Gambar 9 menunjukkan korelasi yang positif pada hampir sebagian besar wilayah untuk semua skema percobaan. Korelasi maksimum ≥ 0.8 terdapat di wilayah laut. Di wilayah Jawa bagian tengah
21
terdapat nilai korelasi kisaran -0.2 (warna biru) pada skema percobaan tanpa proses asimilasi data dan area korelasi negatif tersebut semakin berkurang setelah asimilasi data konvensional dan asimilasi data radiasiobs. Hal ini menjelaskan asimilasi data dapat meningkatkan korelasi prediksi curah hujan terhadap estimasi curah hujan TRMM. Rata-Rata RMSE curah hujan RMSE merupakan verifikasi hasil prediksi curah hujan dengan mengidentifikasi galat prediksi curah hujan model terhadap estimasi curah hujan TRMM. Nilai maksimum rata-rata RMSE curah hujan tanpa proses asimilasi data sebesar 27 mm, nilai maksimum rata-rata RMSE curah hujan asimilasi konvensional 27 mm, dan nilai maksimum rata-rata RMSE curah hujan asimilasi data radiasiobs 28 mm. (a) (b)
(c)
Gambar 10 RMSE curah hujan harian prediksi curah hujan harian tanpa proses asimilasi data (a), asimilasi data konvensional (b), asimilasi data radiasiobs AMSU-A (c) terhadap TRMM .
22
RMSE rata-rata curah hujan asimilasi data radiasiobs lebih besar di wilayah laut Jawa dibandingkan 2 skema percobaan yang lainnya. Asimilasi data konvensional dan radiasi mampu mengurangi nilai galat prediksi curah hujan di daratan. RMSE rata-rata curah hujan pada Gambar 10 berkurang terlihat pada wilayah RMSE 21-24 mm (warna orange tua) semakin mengecil pada asimilasi data konvensional (Gambar 10b) dan juga pada asimilasi data radiasiobs satelit (Gambar 10c). Forecast Skill Score (FSS) Curah Hujan FSS merupakan indeks untuk mengukur kemampuan akurasi prediksi curah hujan asimilasi data dengan mengetahui seberapa besar penurunan nilai RMSE prediksi curah hujan asimilasi data terhadap RMSE tanpa proses asimilasi data. Nilai FSS > 0 menunjukkan penurunan nilai RMSE curah hujan terhadap RMSE tanpa asimilasi dan FSS < 0 menunjukkan kenaikan RMSE curah hujan asimilasi data terhadap RMSE tanpa asimilasi. Nilai FSS prediksi curah hujan model asimilasi data observasi konvensional dan asimilasi data radiasiobs bernilai positif, hal ini menunjukkan penurunan nilai RMSE prediksi curah hujan di pulau Jawa berkisar 5-10 %. Kenaikan nilai RMSE sebesar 25 % terhadap nilai RMSE tanpa proses asimilasi data terjadi di wilayah Laut (Gambar 11a dan 11b). Hasil tersebut menjelaskan bahwa asimilasi data radiasiobs menghasilkan prediksi curah hujan yang lebih tinggi dari estimasi hujan TRMM untuk di wilayah laut. (a) (b)
Gambar 11 Forecast skill score prediksi curah hujan asimilasi data konvensional (a), asimilasi data radiasiobs AMSU-A (b) terhadap estimasi curah hujan TRMM Verifikasi Akumulasi Prediksi Curah Hujan Terhadap Akumulasi Observasi Curah Hujan Stasiun Meteorologi Gambar 12 menunjukkan perbandingan data observasi curah hujan harian dengan prediksi curah model tanpa asimilasi, model asimilasi data konvensional,
23
dan model asimilasi data radiasiobs. Pada umumnya hasil prediksi curah hujan harian model pada semua skema selalu di bawah data observasi (gambar 12). Prediksi curah hujan model asimilasi data radiasiobs menghasilkan prediksi curah hujan harian yang mendekati data observasi curah hujan harian, tapi masih belum bisa menangkap kejadian hujan lebat.
Gambar 12 Perbandingan curah hujan harian data observasi, model tanpa asimilasi, model asimilasi konvensional, dan asimilasi radiasi di Serang (a), Citeko (b), Tegal (c), Cilacap (d), Banyuwangi (e), dan Juanda (f).
24
Gambar 13 Perbandingan akumulasi curah hujan selama 3 bulan model dan observasi stasiun meteorology di Serang (a), Citeko (b), Tegal (c), Cilacap (d), Banyuwangi (e), Juanda (f)
25
Gambar 13 menjelaskan perbandingan akumulasi curah hujan selama 3 bulan prediksi curah hujan model dengan data observasi akumulasi curah hujan selama 3 bulan. Pada umumnya akumulasi prediksi curah hujan model tanpa asimilasi, asimilasi data konvensional dan asimilasi data radiasiobs AMSU-A cenderung lebih kecil dari data observasi dibandingkan observasi data curah hujan stasiun meteorologi. Verifikasi akumulasi curah hujan di Serang menunjukkan total curah hujan 3 bulan dari data observasi sebesar 759 mm, total curah hujan prediksi model tanpa asimilasi sebesar 463 mm, total curah hujan prediksi model asimilasi data konvensional sebesar 444 mm, total curah hujan prediksi model asimilasi data radiasiobs sebesar 489 mm. Hal tersebut (Gambar 13a) menunjukkan total curah hujan prediksi model asimilasi data radiasiobs lebih mendekati data observasi curah hujan di Serang daripada skema percobaan yang lain. Verifikasi di daerah yang lain seperti Citeko (13b), Tegal (13c), Cilacap (13d), Banyuwangi (13e), dan Juanda (13f) menunjukkan kesimpulan yang sama bahwa prediksi curah hujan dari model asimilasi data radiasiobs sedikit lebih mendekati nilai akumulasi data observasi stasiun meteorologi dibandingkan dengan tanpa asimilasi dan asimilasi data konvensional. Verifikasi Curah Hujan Harian dengan Diagram Taylor Gambar 14 menunjukan verifikasi prediksi curah hujan model tanpa asimilasi (1), model asimilasi data konvensional (2), dan model asimilasi data radiasiobs (3) dengan diagram Taylor untuk mengetahui perubahan korelasi dan RMSE. Hasil verifikasi model asimilasi data observasi konvensional pada diagram Taylor menunjukkan perbedaan yang sangat kecil dengan skema model tanpa asimilasi. Pada diagram Taylor terlihat nilai skema tanpa asimilasi (1) selalu berdempatan dengan nilai skema asimilasi data observasi konvensional (Gambar 14). Hasil prediksi curah hujan untuk seluruh skema percobaan masih memiliki nilai korelasi yang rendah dibawah 0.6, tapi skema model asimilasi data menghasilkan korelasi dan RMSE lebih baik dari tanpa proses asimilasi data. Verifikasi prediksi curah hujan model asimilasi radiasiobs menghasilakn nilai yang lebih baik dari skema model tanpa asimilasi dan model asimilasi observasi konvensional. Perbaikan nilai korelasi dan RMSE terbaik di stasiun meteorologi Tanjung perak, dimana nilai korelasi tanpa asimilasi dibawah 0.09, dan setelah asimilasi data radiasiobs meningkat menjadi 0.58 (Gambar 14).
26 (a)
(b)
(c)
Gambar 14 Diagram Taylor prediksi curah hujan di Jawa bagian barat (a), Jawa bagian tengah (b), Jawa bagian timur (c).
27
Peningkatan korelasi dan penurunan RMSE terlihat tidak signifikan terlihat pada diagram Taylor (Gambar 14). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang asimilasi dengan 3D-Var tidak terlalu signifikan perbaikannya (Barcons et al. 2015). Nilai diagram Taylor (Tabel 3,4,5) diperlukan untuk mengetahui skema percobaan yang menghasilkan prediksi curah hujan yang terbaik. Nilai diagram Taylor yang semakin mendekat 1 menunjukkan prediksi curah hujan mendekati nilai observasi . Tabel 3 Nilai diagram Taylor untuk Jawa bagian barat
Tabel 4 Nilai diagram Taylor untuk Jawa bagian tengah
Tabel 5 Nilai diagram Taylor untuk Jawa bagian timur
Skema percobaan asimilasi data konvensional menunjukkan kenaikan hingga 0.09 untuk Nilai diagram Taylor dan skema percobaan asimilasi data radiasiobs menunjukkan kenaikan hingga 0.13. Hal ini menjelaskan prediksi curah hujan dari asimilasi data radiasiobs menghasilkan perbaikan nilai korelasi dan RMSE lebih baik. Kurva Relative Operating Characteristic (ROC) Kurva ROC merupakan grafik yang menggambarkan hubungan seberapa kemampuan memprediksi suatu kejadian dengan indek Probability of Detection (POD) dan seberapa kesalahan dalam memprediksi dengan indek Probability of False Detection (POFD) (Mason 1982). Analisis ini merupakan analisis dikotomi yaitu analisis suatu threshold terjadi atau tidak. Pada analisis kurva ROC menggunakan 5 kategori threshold curah hujan yaitu : ≥1 mm, ≥5 mm, ≥10 mm, ≥20 mm, ≥30 mm, ≥40 mm, ≥50 mm. Kurva ROC yang mendekati siku kiri atas grafik menunjukkan nilai prediksi yang lebih baik.
28
Garis biru menunjukkan untuk prediksi curah hujan model tanpa asimilasi, garis merah untuk asimilasi prediksi curah hujan asimilasi data konvensional, dan garis hijau untuk asimilasi prediksi curah hujan asimilasi data radiasiobs (Gambar 15). Garis ungu merupakan garis yang menggambarkan referensi yang menjelaskan suatu model tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi kejadian hujan (Gambar 15).
Kurva ROC Tanpa Asimilasi
Asimilasi Prepbufr
Asimilasi data AMSUA
≥1
1
≥5 ≥5
POD
P 0.8 O D 0.6
≥ 10
0.4 0.2 ≥ 20 ≥ 200 ≥ 20 0
≥1 ≥1
≥5
≥ 10≥ 10
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
POFD POFD
Gambar 15 Kurva ROC prediksi curah hujan Kurva ROC menunjukkan bahwa seluruh skema percobaan tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi curah hujan ≥ 50 mm, hal tersebut ditunjukkan dari kurva ROC dengan nilai 0 (Gambar 15). Kurva ROC semakin menurun ketika threshold semakin tinggi (Gambar 15). Asimilasi data konvensional menunjukkan kenaikan kurva ROC daripada tanpa asimilasi pada threshold hujan ≥ 5 mm. Kenaikan kurva ROC asimilasi data radiasiobs terjadi pada threshold ≥ 1 mm, ≥ 5 mm, ≥ 10 mm, dan ≥ 20 mm. Pada threshold curah hujan ≥ 30 mm dan ≥ 40 mm untuk semua skema percobaan memiliki perbedaan tidak signifikan dan bernilai 0 (Gambar 15). Skema percobaan asimilasi data radiasiobs meningkatkan kemampuan prediksi curah hujan harian lebih baik skema percobaan lainya daripada yang lain. Penelitian sembelumnya menjelaskan asimilasi radiasiobs memberikan peningkatan kemampuan prediksi lebih baik dari yang lain (Yang et al. 2015; Xie et al. 2016). Hal ini disebabkan asimilasi data radiasiobs memberikan informasi data yang lebih banyak dari skema tanpa asimilasi dan asimilasi data konvensional.
29
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini telah membandingkan 3 skema percobaan yaitu: (1) model tanpa asimilasi, (2) model asimilasi data konvensional, dan (3) model asimilasi data radiasiobs dan hasilnya menunjukkan: 1. Terlihat perbedaan nilai kondisi awal model ketiga skema percobaan pada parameter suhu pada ketinggian 2 meter, tekanan permukaan, angin zonal dan angin meridional pada ketinggian 10 meter. Asimilasi menggunakan data observasi radiasiobs menghasilkan kondisi awal model yang lebih baik dari 2 skema percobaan yang lain, karena meningkatan korelasi sebesar 0.2 – 0.3. 2. Model asimilasi menggunakan gabungan data observasi sinoptik, radiosonde, dan radiasi satelit dari sensor AMSU-A memberikan hasil prediksi curah hujan secara spasial dan titik lokasi lebih baik dari model tanpa proses asimilasi data dan model asimilasi data konvensional. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil: a. Verifikasi prediksi curah hujan secara spasial menunjukkan kenaikan nilai RMSE untuk asimilasi gabungan data observasi sinoptik, radiosonde, dan radiasi satelit dari sensor AMSU-A di wilayah laut, tapi memperbaiki distribusi intensitasi hujan di wilayah darat dan mengurangi korelasi negatif prediksi model terhadap observasi curah hujan TRMM di darat. b. Verifikasi titik observasi di beberapa stasiun meteorologi menunjukkan kenaikan nilai akumulasi curah hujan pada skema percobaan model asimilasi data konvensional dan radiasi terhadap model tanpa asimilasi. Skema percobaan asimilasi data konvensional menunjukkan kenaikan koefisien korelasi hingga 0.09 untuk nilai diagram Taylor dan skema percobaan asimilasi gabungan data observasi sinoptik, radiosonde, dan radiasi satelit dari sensor AMSU-A menunjukkan kenaikan hingga 0.13 terhadap model tanpa asimilasi. c. Verifikasi kurva ROC menunjukkan kurva yang dihasilkan prediksi curah hujan model asimilasi gabungan data observasi sinoptik, radiosonde, dan radiasi satelit dari sensor AMSU-A memiliki kemampuan prediksi curah hujan dengan threshold ≥ 1 mm, ≥ 5 mm, ≥ 10 mm, dan ≥ 20 mm lebih baik dari 2 skema percobaan yang lain. Saran Dari penelitian ini dan perkembangan sistem observasi, maka penulis menyarankan untuk dilakukkan penelitian pengaruh asimilasi data radiasiobs dengan sensor yang lain seperti: MHS, HIRS, AMSU-B, dan yang lainnya.
30
DAFTAR PUSTAKA Ackerman S, Knox JA. 2006. Meteorology: understanding the atmosphere. Cengage Learning. Aligo EA, Gallus WA, Segal M. 2009. On the impact of WRF model vertical grid resolution on Midwest summer rainfall forecasts. Weather and Forecasting, 24(2): 575-594. Athumani C. 2012. Implementation of the WRF-3DVAR data assimilation technique over East Africa a case study of Tanzania [thesis]. Dar Es Salaam (TZ): Da Es Salam University. Barcons J, Folch A, Afif AS, Miró JR. 2015. Assimilation of surface AWS using 3DVAR and LAPS and their effects on short-term high-resolution weather forecasts. Atmospheric Research, 156:160-173. Barker D, Guo YR, Lin HC. 2005. Specification and Use of Forecast Error Covariances in WRF-Var. NCAR, Taiwan. Betts AK, Miller MJ. 1986. A new convective adjustment scheme. Part II: Single column tests using GATE wave, BOMEX, ATEX, and Arctic Airmass data sets. QQ. J. R. Meteorol. Soc., 112: 693-710 Bölöni G. 2011. Background Error Estimation in an Atmospheric Limited Area Model [dissertation]. Budapest (HU): Eötvös Loránd University. Chin HS, Glascoe L, Lundquist J, Wharton S. 2010. Impact of WRF physics and grid resolution on low-level wind prediction: towards the assessment of climate change impact on future wind power. In Symp. on Computational Wind Engineering Symp.(Chapel Hill, NC, May 2010). Dash SK, Sahu DK, Sahu SC. 2012. Impact of AWS observations in WRF3DVAR data assimilation system: a case study on abnormal warming condition in Odisha. Nat Hazard. 65:767–798. doi: 10.1007/s11069-0120393-0. Dawson DT, Xue M. 2006. Numerical forecasts of the 15–16 June 2002 Southern Plains mesoscale convective system: impact of mesoscale data and cloud analysis. Monthly weather review, 134(6):1607-1629. Gustari I. Hadi TW, Hadi S, Renggono F. 2012. Akurasi prediksi curah hujan harian operasional di Jabodetabek: Perbandingan dengan model WRF. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 13(2). Gustari I. 2014. Perbaikan cuaca numerik kejadian curah hujan sangat lebat terkait sistem awan di JABODETABEK menggunakan asimilasi data radar [disertasi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Guo YR, Lin HC, Ma XX, Huang XY, Terng CT, & Kuo YH. 2006. Impact of WRF-Var (3DVar) background error statistics on typhoon analysis and forecast. In Seventh WRF Users’ Workshop. Holton JR, and Hakim GJ. 2012. An introduction to dynamic meteorology (Vol. 88). Academic press. Hou T, KongF, Chen X, & Lei H. 2013. Impact of 3DVAR Data assimilation on the prediction of heavy rainfall over Southern China. Advances in Meteorology, 2013(Ic). http://doi.org/10.1155/2013/129642.
31 Huffman GJ, Adler RF, Bolvin DT, Gu G, Nelkin EJ, Bowman KP, Hong Y, Stocker EF, Wolff DB. 2007. The TRMM multi-satellite precipitation analysis: Quasi-global, multi-year, combined-sensor precipitation estimates at fine scale. J. Hydrometeor., 8(1):38-55. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. Climate Change 2001: The Scientific Basis, Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Houghton, J.T., Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. van der Linden, X. Dai, K. Maskell, and C.A. Johnson (eds.)]. New York (US): Cambridge University Press. Jacobson M Z. 2015. Fundamental of atmospheric modelling. 2 nd ed. New York (US): Cambridge University Press. Junnaedhi ID. 2008. Pengaruh asimilasi data dengan metode 3DVAR terhadap hasil prediksi cuaca numeric di Indonesia [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Kalnay E. 2003. Atmospheric modeling, data assimilation, and predictability. New York (US) : Cambridge University Press. Kurniawan R. 2014. Penggunaan Skema Konvektif Model Cuaca WRF (Betts Miller Janjic, Kain Fritsch Dan Grell 3d Ensemble)(Studi Kasus: Surabaya Dan Jakarta). Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 15(1). Lorenc AC. 1986. Analysis methods for numerical weather prediction. Quarterly Journal of the Royal Meteorological Society, 112(474):1177-1194. Mason I. 1982. A model for assessment of weather forecasts. Aust. Meteor. Mag, 30(4):291-303. [NCEP]National Centers for Environmental Prediction. 2009, updated daily. NCEP GDAS Satellite Data. Research Data Archive at the National Center for Atmospheric Research, Computational and Information Systems Laboratory. http://rda.ucar.edu/datasets/ds735.0/. Diakses 20 Mei 2016. [NOAA]National Centers for Environmental Prediction. 2008. NCEP ADP Global Upper Air and Surface Weather Observations (PREPBUFR format), May 1997 - Continuing. Research Data Archive at the National Center for Atmospheric Research, Computational and Information Systems Laboratory, Boulder, CO. [Available online at http://rda.ucar.edu/datasets/ds337.0/.]. Diakses 20 Mei 2016. Palmer T, Hagedorn R . 2006. Predictability of weather and climate. Cambridge University Press. Parrish DF, Derber JC. 1992. The National Meteorological Center's spectral statistical-interpolation analysis system. Monthly Weather Review, 120(8): 1747-1763. Rajeevan M, Kesarkar A, Thampi SB, Rao TN, Radhakrishna B, Rajasekhar M. 2010. Sensitivity of WRF cloud microphysics to simulations of a severe thunderstorm event over Southeast India. In Annales geophysicae: atmospheres, hydrospheres and space sciences 28(2) :603-619. Rutledge GK, Alpert J, and Ebuisaki W. 2006. NOMADS: A Climate and Weather Model Archive at the National Oceanic and Atmospheric Administration. Bull. Amer. Meteor. Soc. 87:327-341. Sahu DK, Dash SK, Bhan SC. 2014. Impact of surface observations on simulation of rainfall over NCR Delhi using regional background error statistics in
32 WRF-3DVAR model. Meteorology and Atmospheric Physics, 125(1-2):1742. Satrya LI. 2012. Asimilasi Data Radar Dalam Penerapan Prediksic Cuaca Numerik di Indonesia (Studi Kasus Jawa Barat) [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Skamarock WC, Klemp JB, Dudhia J, Gill DO, Barker DM, Wang W, Powers JG. 2008. A description of the advanced research WRF Ver. 30. NCAR Technical Note. Note NCAR/TN-468+STR: 88 Skok G, Tribbia J, Rakovec J. 2010. Object-based analysis and verification of WRF model precipitation in the low-and midlatitude Pacific Ocean. Monthly Weather Review, 138(12):4561-4575. Taylor KE. 2001. Summarizing multiple aspects of model performance in a single diagram. J. Geophys. 106:7183-7192. Thompson G, Field PR, Rasmussen RM, Hall WD. 2008. Explicit forecasts of winter precipitation using an improved bulk microphysics scheme. Part II: Implementation of a new snow parameterization. Monthly Weather Review, 136(12): 5095-5115. Wardah T, Kamil AA, Hamid AS, & Maisarah WWI. 2011. Statistical verification of numerical weather prediction models for quantitative precipitation forecast. In Humanities, Science and Engineering (CHUSER), 2011 IEEE Colloquium on (pp. 88-92). IEEE. Xie Y, Xing J, Shi J, Dou Y, Lei Y. 2016. Impacts of radiance data assimilation on the Beijing 7.21 heavy rainfall. Atmospheric Research, 169:318-330. Yang J, Duan K, Wu J, Qin X, Shi P, Liu H, Sun J. 2015. Effect of data assimilation using WRF-3DVAR for heavy rain prediction on the northeastern edge of the Tibetan Plateau. Advances in Meteorology Zhiquan L. 2011. Radiance Data Assimilation in WRFDA. [Internet]. [diunduh 02 Januari 2015]. Tersedia pada http://mmm.ucar.edu/wrf/users/wrfda/Tutorials/2011_July/docs/WRFDA_ra diance.pdf
33
LAMPIRAN
34 Lampiran 1. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Serang Tanggal
Obs ervas i
Model tanpa as imilas i
Model as imilas i konvens ional
Model as imilas i radias i
01 Des ember 2014 02 Des ember 2014 03 Des ember 2014 04 Des ember 2014 05 Des ember 2014 06 Des ember 2014 07 Des ember 2014 08 Des ember 2014 09 Des ember 2014 10 Des ember 2014 11 Des ember 2014 12 Des ember 2014 13 Des ember 2014 14 Des ember 2014 15 Des ember 2014 16 Des ember 2014 17 Des ember 2014 18 Des ember 2014 19 Des ember 2014 20 Des ember 2014 21 Des ember 2014 22 Des ember 2014 23 Des ember 2014 24 Des ember 2014 25 Des ember 2014 26 Des ember 2014 27 Des ember 2014 28 Des ember 2014 29 Des ember 2014 30 Des ember 2014 31 Des ember 2014 01 Januari 2015 02 Januari 2015 03 Januari 2015 04 Januari 2015 05 Januari 2015 06 Januari 2015 07 Januari 2015 08 Januari 2015 09 Januari 2015 10 Januari 2015 11 Januari 2015 12 Januari 2015 13 Januari 2015 14 Januari 2015 15 Januari 2015 16 Januari 2015 17 Januari 2015 18 Januari 2015 19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015 22 Januari 2015 23 Januari 2015 24 Januari 2015 25 Januari 2015 26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015 29 Januari 2015 30 Januari 2015 31 Januari 2015 01 Februari 2015 02 Februari 2015 03 Februari 2015 04 Februari 2015 05 Februari 2015 06 Februari 2015 07 Februari 2015 08 Februari 2015 09 Februari 2015 10 Februari 2015 11 Februari 2015 12 Februari 2015 13 Februari 2015 14 Februari 2015 15 Februari 2015 16 Februari 2015 17 Februari 2015 18 Februari 2015 19 Februari 2015 20 Februari 2015 21 Februari 2015 22 Februari 2015 23 Februari 2015 24 Februari 2015 25 Februari 2015 26 Februari 2015 27 Februari 2015 28 Februari 2015
1.8 101 0 0.2 23 0 31.4 0 25.6 10.6 18 0 4 2.5 0 0 26.5 7.2 0 1.3 5 1.5 0 0 0.8 5.3 10.2 0.1 9.1 0 1.4 21.3 38 1 17.1 29.1 0 0 0 0 0 0 3.6 3.5 0 2.8 24.5 0.4 17.7 73 0 0 8.6 9.6 19.9 14.3 0 18.5 106.9 6 9.7 11.3 0 43.6 4.6 9.6 15.7 9.5 0 0 0 0 20.2 2.1 6.7 17.7 21.4 4.5 4.5 0.2 8.3 27.7 86 0 0 0 4.8 2 0 3
7.50401 7.68861 18.1706 5.80018 11.1979 4.29546 16.727 8.5364 1.8006 12.503 7.42646 4.84405 5.84017 2.52479 4.60645 7.68577 19.4217 8.2865 20.2921 14.6249 6.75244 9.82135 1.83368 0 4.85489 12.7881 2.56634 0 7.86122 8.25251 8.61384 0 3.00165 6.50269 6.2225 5.74542 0 2.12832 1.50795 2.17369 3.2344 3.5102 3.38317 0 10.5819 1.87505 0 1.69104 15.1445 19.9696 13.725 5.15473 5.28666 5.71287 9.2129 9.514 8.69543 12.0924 2.19263 7.07079 8.58101 8.59579 19.7634 9.45466 2.08789 8.15296 14.3108 8.24182 3.57717 2.51234 2.24896 0 10.4295 12.2186 15.8736 6.91114 1.06754 2.17363 2.38474 8.89879 13.2819 8.6205 3.34669 3.68793 5.59161 7.02185 5.68607 6.05673 3.94747 6.41611
6.35833 4.75152 12.2345 12.6144 18.1365 9.41062 15.1754 9.93237 3.38815 16.4858 6.16423 4.74456 4.98829 3.91233 4.89129 7.28347 12.7751 11.0308 18.8828 21.064 8.39073 11.6497 2.41745 0 5.59219 10.3355 2.91972 0 6.54427 5.35065 7.76126 0 2.88837 4.00982 7.54267 6.13838 0 2.04741 0 4.38818 4.25907 7.63815 6.77528 0 7.73449 3.60927 0 1.46026 18.0461 21.1379 11.3592 4.63443 6.1769 6.04286 7.15965 10.187 5.92058 13.817 2.11726 15.1161 12.0327 7.48365 17.9743 10.276 1.7037 8.49521 18.8975 8.51475 3.74188 2.21255 4.55031 0 10.9043 14.3512 15.7487 4.71874 1.08429 3.28439 0 6.63296 17.5824 6.61699 4.23098 2.91052 7.01353 5.83883 4.51561 7.16781 5.48539 7.20674
3.01524 22.1707 12.0115 9.30837 12.8236 0 13.4513 10.5941 2.56033 15.0107 5.94732 2.96891 4.02269 4.4194 4.9591 7.92604 7.54798 13.2442 22.0941 29.4227 8.55856 6.64062 4.14717 0 5.37224 12.6612 6.66282 4.568391 8.43144 5.72787 4.98257 0 21.2606 4.06948 8.65189 5.20573 0 3.64588 0 1.89587 3.90436 4.87652 6.73647 1.37744 6.51514 2.92106 0 5.34791 14.82926 27.1572 8.50582 3.43826 15.4954 7.21645 12.0149 7.78729 4.56869 12.8014 28.03277 23.2584 13.5522 12.0271 18.1923 9.64762 0 6.66717 7.3705 14.0102 4.05496 0 4.702622 0 10.5796 8.39965 32.3448 7.7872 4.28934 3.43238 2.93774 8.23335 19.4135 11.4527 29.81266 3.94071 13.1659 8.80164 5.81152 7.1167 4.39818 7.96269
35 Lampiran 2. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Citeko
36 Lampiran 3. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tanjung Priuk
37 Lampiran 4. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tegal
38 Lampiran 5. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Cilacap
39 Lampiran 6. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tanjung Emas
40 Lampiran 7. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Juanda
41 Lampiran 8. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Tanjung Perak
42 Lampiran 9. Perbandingan data observasi dan model di stasiun meteorologi Banyuwangi
43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 29 November 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Drs. Sukarman dan Ibu Wilis Gunanti, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan SMA di SMA N 1 Purwokerto, lulus 2006 kemudian menempuh pendidikan diploma III meteorology di Akademi Meteorologi dan Geofisika (AMG) lulus pada tahun 2010 dan kemudian melanjutkan studi sarjana ditempuh di program studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sam Ratulangi, lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai di pegawai negeri sipil Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan program magister pada Program Studi Klimatologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB pada tahun 2015.