ANALYSIS OF EFFECTIVENESS, EFFICIENCY AND CONTRIBUTION TO INCREASE TAX REVENUE IN THE ORIGINAL REGIONAL (A case study in KPPD of Yogyakarta) Dian Safitri, Drs. H. Irfan Nursasmita., Akt
Abstraction A very large dependence of the local to central government lead to creativity in managing economic resources can not develop optimally. High dependence on revenue from the center on one side and the low role of Regional Income on the other hand a consequence of the low capacity of the region income to finance local expenditures. Conditions such as these, of course, complicate the regional government to implement in practice. Based on the analysis and discussion of the research is concluded, the level of effectiveness of local tax collection by the city of Yogyakarta KPPD highly variable and ranges. Regarding the level of analysis that compares the cost efficiency of tax collection area to the realization of local tax revenues that result, the average local tax collections for the city of Yogyakarta in 2002-2006 can be categorized as very efficient for the hotel tax, restaurant tax, entertainment tax, advertisement tax and street lighting tax with an average efficiency level below 10%. As for parking tax can be considered efficient with an efficiency of 21.24%. Overall contribution of local taxes in 2002-2006 had an average of 60.13%, where in 2002 the contribution rate reaches 63.65%. Key words: effectiveness, efficiency, local revenue.
ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus pada KPPD Kota Yogyakarta) Dian Safitri, Drs. H. Irfan Nursasmita., Akt
Abstraksi Ketergantungan yang sangat besar dari daerah kepada pemerintah pusat menyebabkan kreativitas dalam mengelola sumber-sumber ekonomi tidak dapat berkembang secara optimal. Ketergantungan yang tinggi terhadap penerimaan dari pusat di satu sisi dan rendahnya peranan Pendapatan Asli Daerah di sisi lain membawa konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai pengeluaran daerah. Kondisi seperti ini tentu saja menyulitkan pemerintah daerah untuk melaksanakan otonomi secara nyata. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian dapat diambil kesimpulan berupa, tingkat efektivitas pemungutan pajak daerah yang dilakukan KPPD kota Yogyakarta sangat bervariasi dan memiliki rentang. Mengenai tingkat analisis efisisensi yang membandingkan antara biaya pemungutan pajak daerah dengan realisasi penerimaan pajak daerah diperoleh hasil bahwa, rata-rata pemungutan pajak daerah kota Yogyakarta untuk tahun 2002-2006 dapat dikategorikan sangat efisien untuk pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan dengan tingkat efisiensi rata-rata di bawah 10%. Sedangkan untuk pajak parkir dapat dikategorikan efisien dengan tingkat efisiensi sebesar 21,24%. Secara keseluruhan kontribusi pajak daerah dari tahun 2002-2006 memiliki rata-rata 60,13% di mana pada tahun 2002 tingkat kontribusinya mencapai 63,65%. Kata kunci: efektivitas, efisiensi, pendapatan daerah.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dalam pembangunan nasional, tidak dapat dilepaskan dari otonomi daerah. Berdasarkan undang-undang No. 22 tahun 1999 yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2000 berisi tentang penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, melakukan pengkajian atas kebijakan tentang berlakunya otonomi daerah bagi propinsi, kabupaten/kota dan desa. Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi daerah yang luas tersebut kemudian pemerintah mengeluarkan undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Ketergantungan yang sangat besar dari daerah kepada pemerintah pusat menyebabkan kreativitas dalam mengelola sumber-sumber ekonomi tidak dapat berkembang secara optimal. Ketergantungan yang tinggi terhadap penerimaan dari pusat di satu sisi dan rendahnya peranan Pendapatan Asli Daerah di sisi lain membawa konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai pengeluaran daerah. Kondisi seperti ini tentu saja menyulitkan pemerintah daerah untuk melaksanakan otonomi secara nyata. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom, tak lepas dari persoalan pembiayaan dan penganggaran. Kemampuan keuangan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai belanja daerah. Selama ini Pendapatan Asli Daerah yang merupakan komponen penting dalam pendapatan daerah masih rendah disebagian besar pemerintah daerah di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mampu memanfaatkan sumber dan potensi keuangan yang dimiliki serta mengadakan usaha menggali sumber-sumber keuangan guna meningkatkan pendapatan daerahnya. Kejelian menangkap peluang yang ada dan membudayakan potensi alam setempat menjadi hal penting untuk meningkatkan pendapatan. Usaha ini akan berhasil meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang merupakan pilar pokok kemandirian keuangan daerah.
Sejalan dengan usaha peningkatan Pendapatan Asli daerah tersebut pemerintah daerah juga terikat oleh tanggung jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah daerah juga harus memperhatikan kondisi masyarakat daerah. Jangan sampai memberatkan dan mematikan kegiatan perekonomian masyarakat, merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Dengan adanya otonomi daerah, daerah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sejalan dengan kewenangan tersebut pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari : a. Hasil Pajak Daerah. b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan. d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. 2. Dana Perimbangan. 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah. Pajak daerah merupakan salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang harus dikembangkan karena dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan daerah. Pajak daerah dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian : 1. Pajak Propinsi yang terdiri dari : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman.
Pajak Propinsi bersifat liminatif yang berarti propinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan.
2. Pajak Kabupaten/Kota yang terdiri dari : a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Reklame. d. Pajak Hiburan. e. Pajak Penerangan jalan. f. Pajak Parkir. g. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Jenis Pajak Kabupaten/Kota tidak bersifat liminatif, artinya kabupaten atau kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangan selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam undang-undang. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada.
1.2 Rumusan Masalah Dalam uraian di atas masalah efektivitas dan efisiensi pajak daerah menjadi tanggung jawab suatu daerah otonom, sehingga penting bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pajak daerah sehingga kontribusi terhadap pendapatan asli daerah diharapkan meningkat. Maka penulis merumuskan satu pokok masalah, yaitu “Seberapa besar tingkat efektivitas, efisiensi dan kontribusi pajak daerah di KPPD Kota Yogyakarta.”
1.3 Batasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan yang berkaitan dengan pajak daerah, maka ruang lingkup pembahasannnya dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya akan dilakukan di kota Yogyakarta. 2. Penelitian ini hanya akan dibatasi pada pajak daerah yang dipungut oleh KPPD Kota Yogyakarta.
3. Data yang diteliti adalah data pajak daerah periode 2002-2006.
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pokok masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi pajak daerah yang dikelola oleh KPPD Kota Yogyakarta tahun 2002-2006. 2. Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah kota Yogyakarta tahun 2002-2006. 3. Analisis SWOT terhadap pemungutan dan penghimpunan pajak daerah yang dilakukan KPPD Kota Yogyakarta.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi KPPD Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha untuk merencanakan dan menentukan kebijakan dalam penyempurnaan kinerja KPPD Kota Yogyakarta di masa yang akan datang. 2. Bagi penulis. Penelitian ini diharapkan dapat melatih penulis untuk mengaplikasikan teori-teori yang selama ini telah diperoleh kedalam praktek nyata. 3. Bagi STIE Nusa Megarkencana. Dapat digunakan sebagai kajian pustaka dan bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
1.6 Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini penulis telah membagi menjadi 5 bab. Setiap bab memiliki beberapa sub bagian dengan tujuan memudahkan dalam pembahasannya. Isi dan pembahasan dari penulisan skripsi ini secara sistematik terbagi atas beberapa bab sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang topik penelitian yang termuat dalam latar belakang masalah, perumusan masalah, pembahasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan tentang teori-teori dan konsep-konsep dari hasil studi pustaka yang diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menganalisis data yang didapat dari instansi pemerintah. BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang data-data yang berhubungan dengan permasalahan yang ditulis serta alat analisis yang digunakan. BAB IV
ANALISIS DATA
Bab ini membahas tentang hasil yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data dan hasil dari analisa data tersebut. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dari analisis bab sebelumnya, keterbatasan yang ditemukan selama penelitian serta saran bagi Kantor Pelayanan Pajak Daerah dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan tolak ukur untuk menilai potensi yang ada di suatu daerah sampai sejauh mana kekayaan dan kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan di daerah tersebut, baik yang rutin maupun pembangunan. Menurut undang-undang No.33 tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah adalah sebagai berikut : a. Hasil pajak daerah, antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, dll. b. Hasil retribusi daerah, antara lain retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pasar, retribusi terminal, dll. c. Hasil perusahaan daerah (BUMD) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bank pendapatan daerah, perusahaan air minum, perusahaan daerah percetakan, penyertaan modal pada pihak ketiga, dll. d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah, antara lain penjualan barang milik daerah, jasa, giro, dll.
2.2 Pajak 2.2.1
Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, di antaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Andiani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, SH dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (1991:2). “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Definisi pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5). “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : a. Iuran dari rakyat kepada negara b. Berdasarkan undang-undang atau peraturan daerah. c. Tidak ada kontraprestasi langsung dari negara. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 2.2.2
Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak, yaitu : a. Fungsi penerimaan (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi mengatur (regulered) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif, sedangkan tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
2.2.3
Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutaan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomian
masyarakat. d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana f. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.2.4
Tata Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel pajak a. Stelsel nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Asas Pemungutan Pajak a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri. 3. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.2.5
Pengelompokan Pajak 1. Menurut golongannya a. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2. Menurut sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti meperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut lembaga pemungutnya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : 1) Pajak propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
2.2.6
Timbul dan hapusnya utang pajak Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak : a. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system. b. Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal : a. Pembayaran b. Kompensasi c. Kadaluarsa d. Pembebasan dan penghapusan. 2.2.7
Tarif Pajak Ada 4 macam tarif pajak : a. Tarif sebanding/proporsional Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh : Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. b. Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh : Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 1.000,00. c. Tarif progresif Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : Pasal 17 Undang-undang PPh 2000. d. Tarif degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
2.3 Pajak Daerah 2.3.1
Definisi Pajak Daerah Menurut Mardiasmo (2003:98) : Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dalam undang-undang No.34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.65 tahun 2001, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan untuk pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
2.3.2
Fungsi Pajak Daerah Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah memiliki fungsi sebagai salah satu sumber penerimaan daerah untuk membiayai rumah tangga pemerintahannya. Dalam hal ini sumbangan pajak daerah terhadap penerimaan daerah tidak tidak dapat diabaikan bahkan salah satu andalan penerimaan daerah adalah berasal dari pajak daerah.
2.3.3
Jenis Pajak Daerah Dengan adanya undang-undang No. 34 tahun 2000, diharapkan pajak daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Dalam undang-undang No. 34 tahun 2000 menjelaskan perbedaan antara jenis pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota. 1. Pajak propinsi Pajak propinsi ditetapkan sebanyak empat jenis yaitu : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian 2 pihak/perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan atau pemasukan kedalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak bahan bakar yang disediakan/dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaran di atas air. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukiman adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air pemukiman untuk digunakan bagi orang pribadi/badan kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. 2. Pajak Kabupaten/Kota Sedangkan, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk memungut 6 jenis : a. Pajak Hotel. 1). Definisi. Definisi Pajak Hotel menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 tahun 2006 tentang pajak hotel adalah iuran wajib yang dipungut atas pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. 2). Subyek dan obyek pajak. Subyek pajak adalah pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib Pajak adalah pengusaha hotel. Obyek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk: a). Fasillitas penginapan atau fasillitas tinggal jangka pendek.
b). Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. c). Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel bukan untuk umum. d). Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Bukan obyek pajak adalah : a). Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. b). Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren. c). Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran. d). Pertokoan, perkantoran, perbankan dan salon yang dipergunakan oleh umum di hotel. e). Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. 3). Dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. b. Pajak Restoran. 1). Definisi Definisi Pajak Restoran menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 3 tentang pajak restoran yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dipungut atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran. 2). Subyek dan obyek pajak Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Wajib Pajak adalah pengusaha restoran.
Obyek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. 3). Dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. c. Pajak Reklame. 1). Definisi Definisi Pajak Reklame menurut Peraturan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta No. 8 tahun 1999 tentang pajak reklame yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. 2). Subyek dan obyek pajak Subyek
pajak
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan suatu memesan reklame. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Obyek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame yang meliputi: a). Reklame papan/billboard. b). Reklame megatron. c). Reklame baliho. d). Reklame cahaya. e). Reklame kain. f). Reklame melekat (stiker). g). Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan.
h). Reklame udara. i). Reklame suara. j). Reklame film/slide. k). Reklame peragaan. Pengecualian obyek pajak adalah : a). Penyelenggaraan reklame oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. b). Penyelenggaraan reklame melalui media televise, radio, surat kabar, majalah dan sejenisnya. 3). Dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak adalah sewa reklame yang dihitung berdasarkan pemasangan, lama pemasangan, nilai strategis, lokasi dan jenis reklame. Tarif pajak ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).Besarnya pajak yang terutang dihitung dengancara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. d. Pajak Hiburan. 1). Definisi. Definisi Pajak Hiburan menurut Peraturan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta No. 3 tahun 2000 tentang pajak hiburan yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan dan atau keramaian degan nama dan bentuk apapun, yang ditoton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. 2). Subyek dan obyek pajak. Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Obyek pajak adalah semua penyelenggara hiburan yang meliputi : a) Pertunjukan film b) Pertunjukan kesenian
c) Diskotik d) Karaoke e) Perminana ketangkasan f) Penyelenggaraan olah raga g) Permainan billyard h) Persewaan video cassete dan sejenisnya, termasuk alat pemutarnya i) Taman rekreasi dan sejenisnya j) Pasar malam, pameran, sirkus dan sejenisnya. 3). Dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menyewa, menonton dan atau menikmati hiburan. Besarnya tarif pajak untuk setiap jenis hiburan adalah : a. Untuk pertunjukan film ditetapkan : 1. golongan AII utama sebesar 24%. 2. golongan AII sebesar 22%. 3. golongan AI sebesar 20%. 4. golongan BII sebesar 17%. 5. golongan BI sebesar 15%. 6. golongan C sebesar 12%. 7. golongan D sebesar 9%. 8. jenis keliling sebesar 6%. b.
Pertunjukan kesenian ditetapkan sebesar 15%.
c. Untuk diskotik dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35%. d. Untuk karaoke ditetapkan sebesar 30%. e. Untuk permainan ketangkasan dan permainan elektronik ditetapkan sebesar 15%. f. Penyelenggaraan olah raga ditetapkan sebesar 15%. g. Pemainan billiard ditetapkan sebesar 15%. h. Untuk persewaan video cassette dan sejenisnya termasuk alat pemutarnya, ditetapkan sebesar 30%.
i.
Untuk taman rekreasi dan sejenisnya ditetapkan sebesar 15%.
j. Untuk pasar malam, pameran, sirkus dan sejenisnya ditetapkan sebesar 15%. e. Pajak Penerangan Jalan. 1). Definisi Definisi Pajak Penerangan Jalan menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No.
3 tahun 2000 tentang pajak penerangan jalan yang
selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas penggunaan tenaga listrik. 2). Subyek dan Obyek. Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga lisrik. Obyek pajak adalah setiap penggunaan tenaga listrik. Pengecualian pajak adalah : a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. b. Penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan,
konsulat,
perwakilan
asing
dan
lembaga-lembaga
internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak Negara. c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, yang tidak memerlukan izin dari instansi tekhnis terkait. d. Penggunaan tenaga listrik yang khusus digunakan untuk tempat ibadah, dan tempat-tempat lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 3). Dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Tenaga Listrik. Tarif pajak ditetapkan sebagai berikut :
a. Penggunaan Tenaga Listrik yang berasal dari PLN, bukan untuk industri sebesar 8% (delapan persen). b. Penggunaan Tenaga Listrik yang berasal dari PLN, untuk industri sebesar 4% (empat persen). c. Penggunaan Tenaga Listrik yang berasal dari bukan PLN sebesar 4% (empat persen). f. Pajak Parkir. 1). Definisi. Definisi Pajak Parkir menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 17 tahun 2002 tentang parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Tempat parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan di lokasi yang ditentukan, yaitu di tepi jalan umum atau di badan jalan da fasilitas parkir untuk umum atau tempat parkir di luar badan jalan yang meliputi Tempat Khusus Parkir, tempat parkir tidak tetap, tempat penitipan kendaraan dan garasi kendaraan yang memungut biaya tertentu. Tempat Parkir di Tepi Jalan Umum adalah tempat yang berada di tepi jalan umu tetentu dan telah ditetapkan oleh Walikota sebagai tempat parkir kendaraan. Tempat Khusus Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan yang secara khusus dimiliki Pemerintah daerah, orang pribadi atau badan yang meliputi gedung parkir, taman parkir dan pelataran. Tempat Parkir Tidak Tetap adalah parkir yang dilaksanakanpada tempat dan waktu yang tidak tetap. Petugas parkir ialah orang yang dipekerjakan oleh penyelenggara tempat parkir sebagai tukang parkir pada Tempat Khusus Parkir. 2). Penyelenggaraan tempat parkir. a) Pemerintah daerah mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan tempat parkir sebagai kegiatan pelayanan umum.
b) Penyelenggaraan tempat parkir dapat dilakukan oleh pihak swasta dengan izin walikota. 3). Bagi hasil pendapatan parkir a) Bagi hasil untuk parkir di tepi jalan umum didasarkan pada kategori potensi parkir. b) Juru parkir berhak mendapatkan bagian 40% (empat puluh persen) untuk kategori potensi I, 45% (empat puluh lima persen) untuk kategori potensi II dan 50% (lima puluh persen) untuk kategori potensi III dari hasil retribusi. c) Penetapan kategori potensi parkir akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota. d) Orang atau badan yang mengelola tempat Khusus Parkir milik pemerintah daerah berhak mendapat 40% (empat puluh persen) dari hasil retribusi. e) Orang atau badan yang mengelola Tempat Parkir Tidak Tetap yang menggunakan fasilitas milik pemerintah daerah berhak mendapat 40% (empat puluh persen) dari hasil retribusi. 2.4
Evaluasi Pajak Daerah Kabupaten Atau Kota a. Efektivitas. Pengertian efektivitas pada dasarnya identik dengan pencapaian tujuan atau target yang ingin dicapai (Mardiasmo,2003). Efektivitas juga merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai potensi kerja dari suatu unit keja yang menghitung efektivitas pajak daerah (Halim,2004). Menurut Rangkuti (2005) efektivitas merupakan upaya mengerjakan semua pekerjaan secara tepat (doing the right job), dengan menggunakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki dan sesuai dengan tujuan operasional. Analisis efektivitas dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan. b. Efisiensi. Digunakan untuk mengukur apakah biaya pemungutan yang dikeluarkan sudah efisien atau mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya memungut pajak yang bersangkutan (Devas,1989). Menurut
Rangkuti (2005) efisiensi merupakan upaya mengerjakan semua pekerjaan secara optimal (doing the job right) dan sebaik-baiknya dengan total biaya paling rendah dan menghasilkan tingkat kesalahan nol (zero defect). Efisiensi dapat diartikan sebagai perbandingan antara masukan (input) dan keluaran (out put) dari suatu proses, dan pada tingkat tertentu efisiensi akan menyangkut analisa hubungan antara manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Efisiensi pajak berhubungan dengan besarnya biaya pemungutan yang dikeluarkan dengan realisasi penerimaan pajak daerah. c. Kontribusi pajak daerah Kontribusi merupakan suatu ukuran untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pajak daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. (Halim,2004). Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dalam mengetahui kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan pajak daerah periode tertentu dengan penerimaan Pendapatan Asli Daerah periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah, begitu pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah juga kecil. d. Analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2005) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimumkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Menurut Rangkuti (2005), untuk melakukan analisis untuk mengidentifikasi kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) maka perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan. Analisi lingkungan dilakukan dengan jalan menganalisis lingkungan eksternal maupun menganalisis lingkungan internal di KPPD Kota Yogyakarta.
Analisis SWOT merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui upaya yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan mekanisme pemungutan pendapatan asli daerah sehingga efektivitas serta efisiensi dapat memberikan hasil yang signifikan, adapun analisis SWOT terdiri dari : 1. Streght (Keunggulan) Adalah kekuatan-kekuatan/keunggulan Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu penerimaan daerah yang cukup berarti. 2. Weakness (Kelemahan) Adalah kelemahan-kelemahan yang muncul dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah. 3. Opportunities (Kesempatan/peluang) Adalah
peluang-peluang
yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
rangka
meningkatkan efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah. 4. Threats (Ancaman) Adalah ancaman-ancaman yang menghambat dan mempersulit pengelolaan Pendapatan Asli Daerah.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 3.1.1 Letak Geografis Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak antara 110°24'19" - 110°15'24" Bujur Timur dan antara 07°49'26" - 07°15'24" Lintang Selatan, dengan luas sekitar 32,5 Km² atau 1,02% dari luas wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 Km dan dari Barat ke Timur kurang lebih 5,6 Km. Kota Yogyakarta yang terletak di daerah lereng aliran gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar (antara 0-2%) dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut (dpa). Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar) berada pada ketinggian antara 100-199 meter dpa. Sebagian besar jenis tanahnya adalah regosol. Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu : Sungai Gajahwong yang mengalir di bagian timur kota, sungai Code di bagian tengah dan sungai Winongo di bagian barat kota. Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan batas wilayah : Sebelah Utara
: Kabupaten Sleman
Sebelah Timur
: Kabupaten Bantul dan Sleman
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bantul
Sebelah Barat
: Kabupaten Bantul dan Sleman
3.1.2 Pembagian Wilayah Kecamatan Pembagian wilayah Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 kelurahan, 614 RW dan 2523 RT dengan luas wilayah + 32,5 Km². Penggunaan lahan paling banyak diperuntukkan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.104.524 hektar dan bagian terkecil berupa lahan kosong seluas 20,113 hektar. Pembagian luas wilayah Kota Yogyakarta menurut kecamatan bisa dilihat di tabel berikut :
Tabel 3.1 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Yogyakarta Tahun 2007
No.
Nama Kecamatan
Luas Area (Km²)
1
Mantrijeron
2.61
2
Kraton
1.40
3
Mergangsan
2.31
4
Umbulharjo
8.12
5
Kotagede
3.07
6
Gondokusuman
3.99
7
Danurejan
1.10
8
Pakualaman
0.63
9
Gondomanan
1.12
10
Ngampilan
0.82
11
Wirobrajan
1.76
12
Gedongtengen
0.96
13
Jetis
1.70
14
Tegalrejo
2.91
Jumlah
32.49
Sumber data : BPS Kota Yogyakarta
3.1.3 Kependudukan Jumlah penduduk kota Yogyakarta tahun 2007 tercatat sebanyak 443.112 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 216.483 jiwa dan perempuan sebanyak 226.629 jiwa, dengan kepadatan penduduk 13.634 jiwa. Kepadatan penduduk kota Yogyakarta menurut kecamatan dapat kita lihat di tabel berikut : Tabel 3.2 Luas Wilayah dan kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta Tahun 2006/2007
No.
Kecamatan
Luas
Jumlah
Kepadatan
Wilayah
Penduduk
Penduduk
1
Mantrijeron
2.61
36,364
13,933
2
Kraton
1.40
22,093
15,781
3
Mergangsan
2.31
35,049
15,173
4
Umbulharjo
8.12
77,371
9,528
5
Kotagede
3.07
31,162
10,150
6
Gondokusuman
3.99
54,122
13,564
7
Danurejan
1.10
22,065
20,059
8
Pakualaman
0.63
11,831
18,780
9
Gondomanan
1.12
15,498
13,837
10
Ngampilan
0.82
19,611
23,916
11
Wirobrajan
1.76
29,746
16,901
12
Gedongtengen
0.96
19,947
20,778
13
Jetis
1.70
28,995
17,056
14
Tegalrejo
2.91
39,258
13,491
32.50
443,112
13,634
Jumlah
Sumber data : BPS Kota Yogyakarta
3.1.4 Kondisi perekonomian Tabel 3.3 PDRB Kota Yogyakarta Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2002-2006 (Dalam Jutaan Rupiah) No.
Lapangan Usaha
1
Pertanian
2
Pertambangan
Tahun 2002
2003
2004*
2005**
2006***
39,865
34,134
29,792
28,951
28,721
509
492
365
451
& 608
Penggalian 3
Industri Pengolahan
578,492
658,973
678,292
750,690
822,702
Listrik, Gas dan Air 4
Bersih
72,003
92,288
103,668
121,093
133,537
5
Bangunan
269,700
321,580
376,541
449,611
573,425
1,068,549
1,201,542
1,337,465
1,568,940
1,786,890
810,173
904,168
1,041,132
1,213,823
1,390,144
Perdagangan, 6
& Restoran Pengangkutan
7
Hotel
&
Komunikasi Keuangan, Sewa &
8
Jasa Perusahaan
671,779
815,566
903,571
1,029,640
1,107,768
9
Jasa-jasa
1,120,802
1,237,994
1,404,938
1,606,975
1,920,294
PDRB
4,631,971
5,266,754
5,875,891
6,770,088
7,763,933
Keterangan : * **
angka sementara angka sangat sementara
*** angka sangat-sangat sementara Sumber data : BPS Kota Yogyakarta
3.2 Gambaran KPPD Kota Yogyakarta 3.2.1 Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab sebagaimana tertuang dalam penjelasan undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 8 tahun 2005, maka diperlukan tersedianya pendapatan daerah yang memadai untuk membiayai kelancaran pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut untuk senantiasa dapat meningkatkan pendapatan daerah melalui berbagai langkah dari sumbersumber Pendapatan Asli Daerah kota Yogyakarta yang ada secara optimal. Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam pemungutan pajak serta bertugas untuk menggali potensi
Pendapatan Asli Daerah sendiri melalui Pajak Daerah, maka disusunlah program kerja dengan berbagai upaya mencapai rencana penerimaan yang telah ditentukan. Dasar hukum pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta adalah Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 26 tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta. 3.2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi KPPD 1. Kedudukan a. Kantor Pelayanan Pajak Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang Perpajakan Daerah. b. Kantor Pelayanan Pajak Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. c. Kepala Kantor diangkat dan diberhentikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Fungsi Kantor
Pelayanan
Pajak
Daerah
mempunyai
fungsi
melaksanakan
penyelenggaraan pelayanan pajak daerah. 3. Tugas a. Merumuskan dan merencanakan kebijakan teknis di bidang pajak daerah. b. Melaksanakan pembinaan di bidang pajak daerah. c. Melakukan pemungutan pajak daerah sesuai dengan kewenangan. d. Melaksanakan ketatausahaan kantor. 3.2.3 Perencanaan Strategis 1. Visi dan Misi Visi Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta adalah menjadikan KPPD sebagai pengelola pajak daerah yang efektif, efisien, berkeadilan dan berdasarkan potensi ekonomi. Misi Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : a. Mewujudkan kebijakan teknis di bidang pajak daerah yang mendukung kebijakan makro Pemerintah Kota Yogyakarta.
b. Meningkatkan kualitas manajemen Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta. c. Mewujudkan pelayanan prima dalam proses pemungutan pajak daerah dan izin penyelenggaraan reklame. d. Meningkatkan pembinaan, pengawasan dan pemeriksaan terhadap obyek dan subyek pajak daerah. e. Membangun jaringan dan kerja sama/kemitraan dengan stakeholder, baik asosiasi-asosiasi maupun lembaga-lembaga lain yang berkepentingan. f. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kinerja pegawai. 2. Kebijakan Kebijakan Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : a. Pembinaan SDM dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menambah ketrampilan dan ilmu pengetahuan. b. Melengkapi dan mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana untuk memperlancar pemungutan pajak. c. Mengembangkan sistem pelayanan pajak menuju pelayanan prima. d. Meningkatkan pengawasan terhadap wajib pajak untuk menekan terjadinya penyimpangan pajak dari wajib pajak. e. Melaksanakan
koordinasi
dalam
menyusun,
mengendalikan
dan
mengevaluasi program-program kegiatan. f. Mengembangkan pusat data informasi perencanaan dan pengendalian program kegiatan. g. Memberdayakan pegawai sesuai dengan jabatan, kemampuan dan profesionalitasnya. h. Menerapkan asas-asas kepemerintahan yang baik. 3. Program dan Kegiatan a. Program dan Kegiatan Kewenangan Lokalitas SKPD Program dan pelayanan administrasi perkantoran • Kegiatan pelayanan administrasi perkantoran. b. Program dan Kegiatan Lintas SKPD
Program peningkatan dan pengembangan pajak daerah dan pajak pusat yang
dipungut
melalui
daerah
(peningkatan
dan
pengembangan
pengelolaan keuangan daerah) 1) Kegiatan optimalisasi pajak hotel dan pajak restoran. 2) Kegiatan optimalisasi pajak hiburan. 3) Kegiatan optimalisasi pajak reklame. 4) Kegiatan optimalisasi pajak penerangan jalan (PPJ). 5) Kegiatan optimalisasi pajak parkir 6) Kegiatan optimalisasi PBB dan BPHTB 7) Kegiatan pendataan dan peningkatan pendapatan pajak hotel dan pajak restoran. 8) Kegiatan pembinaan, penyuluhan, dan pemberian penghargaan Wajib Pajak. 9) Kegiatan pengadaan barang.
3.2.4 Struktur Organisasi Susunan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta adalah sebagai berikut : a. Kepala Kantor b. Sub. Bagian Tata Usaha c. Kelompok Jabatan Fungsional. d. Seksi-seksi yang terdiri dari : 1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan. 2) Seksi Penetapan. 3) Seksi Penagihan dan Keberatan. 4) Seksi Pembukuan dan Pelaporan.
Bagan 3.1 Bagan Struktur Organisasi KANTOR PELAYANAN PAJAK DAERAH KEPALA
KELOMPOK SUB BAGIAN TATA
JABATAN
USAHA
SEKSI
SEKSI
SEKSI
SEKSI
PENDAFTARAN
PENETAPAN
PENAGIHAN DAN
PEMBUKUAN
KEBERATAN
DAN
DAN PENDATAAN 3.2.5 Deskripsi Jabatan 1. Sub. Bagian Tata Usaha
Sub. Bagian Tata Usaha dipimpin oleh Kepala Sub. Bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor. Sub. Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi pelaksanaan kegiatan ketatausahaan. 2. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional dikoordinir oleh seorang Pemangku Jabatan Fungsional senior yang berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas kantor sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. 3. Seksi Pendaftaran dan Pendataan Seksi Pendaftaran dan Pendataan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Seksi Pendaftaran dan Pendataan mempunyai fungsi pelaksanaan pembinaan yang berkaitan dengan pendaftaran dan pendataan wajib pajak daerah.
4. Seksi Penetapan Seksi Penetapan dipimpin oleh seorang kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Seksi Penetapan mempunyai fungsi pelaksanaan penetapan pajak daerah. 5. Seksi Penagihan dan Keberatan Seksi Penagihan dan Keberatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Seksi Penagihan dan Keberatan mempunyai fungsi pelaksanaan penagihan pajak daerah dan penyelesaian pengajuan keberatan. 6. Seksi Pembukuan dan Pelaporan Seksi Pembukuan dan Pelaporan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor. Seksi Pembukuan dan Pelaporan mempunyai fungsi pelaksanaan pembukuan dan pelaporan realisasi penerimaan/ tunggakan pajak daerah dan pengadministrasian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 3.2.6 Jumlah Pegawai Jumlah pegawai yang melakukan tugas untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta per 1 Januari 2007 sebanyak 104 orang terdiri dari : Tabel 3.4 Jumlah pegawai KPPD Kota Yogyakarta per 1 Januari 2007 No. Golongan
Pendidikan SD
SLTP SLTA
DIII/SM S-1
S-2
1
I
-
-
-
-
-
-
-
2
II
36
1
10
21
3
1
-
3
III
57
-
-
38
6
11
2
4
IV
1
-
-
-
-
1
-
5
Pekerja Kontrak
10
-
3
7
-
-
-
Jumlah
104
1
13
66
9
13
2
(Sumber data : KPPD Kota Yogyakarta)
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (descriptive research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu masalah yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 3.3.2 Data yang digunakan 1. Data realisasi penerimaan pajak daerah tahun 2002-2006. 2. Data target penerimaan pajak daerah tahun 2002-2006. 3. Data biaya pengelolaan pajak daerah tahun 2002-2006. 4. Data total realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah tahun 2002-2006. 3.3.3 Metoda Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer adalah data yang berasal dari wawancara dengan karyawan Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kota Yogyakarta. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan, literatur dan berbagai sumber-sumber lainnya. 3.3.4 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam pembahasan ini adalah dengan metode kuantitatif dan metode kualitatif. 1. Metode Kuantitatif Metode Kuantitatif yaitu analisis dalam bentuk perhitungan angka-angka berdasarkan data yang terkumpul dengan menggunakan rumus efektivitas, efisiensi, serta kontribusi atau mengukur rasio. a. Efektivitas Untuk menghitung efektivitas menggunakan rumus (Halim,2004): Realisasi penerimaan PAD Rasio Efektivitas =
x 100% Target penerimaan PAD
Efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Berdasarkan keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 690.900.327 tahun 2004 pajak daerah dapat dikategorikan tingkat efektivitasnya sebagai berikut : 1) Tingkat pencapaian di atas 100% berarti sangat efektif. 2) Tingkat pencapaian antara 90% - 100% berarti efektif. 3) Tingkat pencapaian antara 80% - 90% berarti cukup efektif. 4) Tingkat pencapaian antara 60% - 80% berarti kurang efektif. 5) Tingkat pencapaian di bawah 60% berarti tidak efektif. b. Efisiensi Efisiensi pajak daerah dapat dihitung menggunakan rumus (Halim, 2004) :
Biaya pemungutan pajak daerah Rasio Efisiensi =
x 100% Realisasi penerimaan pajak daerah
Biaya pemungutan yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan oleh KPPD Kota Yogyakarta dalam rangka pemungutan pajak daerah. Berdasarkan penelitian (Devas, dkk, 1989) perhitungan tingkat efisiensi dapat diukur sebagai berikut : 1) Prosentase yang dicapai kurang dari 20% dinilai sangat efisien. 2) Prosentase yang dicapai antara 20% - 85% dinilai efisien. 3) Prosentase yang dicapai di atas 85% dinilai tidak efisien. c. Kontribusi Kontribusi pajak daerah dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Supranto,1991) : ∑ Realisasi penerimaan pajak daerah th n Kontribusi =
x100% ∑ Realisasi penerimaan PAD th n
Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dalam
mengetahui
kontribusi
dilakukan
dengan
membandingkan
penerimaan pajak daerah periode tertentu dengan penerimaan Pendapatan Asli Daerah periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya berarti semakin
besar pula peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah, begitu pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah juga kecil.
2. Metode Kualitatif Metode kualitatif yaitu analisis yang bersifat subyektif berdasarkan pandangan, pemikiran dan penalaran secara teoritis dengan menggunakan anlisis SWOT. Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategis dan kebijakan dari organisasi. Menurut Rangkuti (2005), untuk melakukan analisis maka perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan. Analisi lingkungan dilakukan dengan jalan menganalisis lingkungan eksternal maupun menganalisis lingkungan internal di KPPD Kota Yogyakarta. Pada penelitian ini, analisis SWOT digunakan dengan tujuan melakukan pembenahan sistem informasi asministrasi pemungutan pajak yang dilakukan pemerintah daerah agar lebih efektif dan efisien, yang diharapkan dapat memberikan saran dan perbaikan untuk meningkatkan pemungutan pajak. Analisis SWOT terdiri dari : 1. Streght (Keunggulan) Adalah kekuatan-kekuatan/keunggulan Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu penerimaan daerah yang cukup berarti. 2. Weakness (Kelemahan) Adalah kelemahan-kelemahan yang muncul dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah. 3. Opportunities (Kesempatan/peluang) Adalah
peluang-peluang
yang
dapat
dimanfaatkan
dalam
rangka
meningkatkan efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah. 4. Threats (Ancaman) Adalah ancaman-ancaman yang menghambat dan mempersulit pengelolaan Pendapatan Asli Daerah
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL ANALISIS DATA
4.1 Analisis Data dengan Metode Kuantitatif 4.1.1
Perhitungan Efektivitas Menurut Rangkuti (2005) efektivitas merupakan upaya mengerjakan semua pekerjaan secara tepat (doing the right job), dengan menggunakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki dan sesuai dengan tujuan operasional. Analisis efektivitas dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan/kegagalan dalam mencapai tujuan. Efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 690.900.327 tahun 2004, pajak daerah dapat dikategorikan tingkat efektivitasnya sebagai berikut : a. Tingkat pencapaian diatas 100% berarti sangat efektif. b. Tingkat pencapaian antara 90% - 100% berarti efektif. c. Tingkat pencapaian antara 80% - 90% berarti cukup efektif. d. Tingkat pencapaian antara 60% - 80% berarti kurang efektif. e. Tingkat pencapaian di bawah 60% berarti tidak efektif. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung efektivitas pajak daerah adalah sebagai berikut : a. Memasukkan data ke dalam rumus. Data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah data target dan realisasi pajak daerah dari tahun 2002 sampai tahun 2006 untuk menghitung tingkat efektivitas pajak daerah digunakan rumus (Halim,2004). Realisasi Penerimaaan PAD Rasio Efektivitas =
x 100% Potensi Penerimaan PAD
Berdasarkan rumus efektivitas di atas kita dapat mengetahui tingkat efektivitas pajak daerah kota Yogyakarta untuk tahun anggaran 2002 – 2006, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel perhitungan berikut ini :
Tabel 4.1 Perhitungan Efektivitas Pajak Hotel Tahun 2002 – 2006 Tahun
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
Efektivitas
Pajak Hotel (Rp)
Pajak Hotel (Rp)
(%)
Keterangan
2002
13,930,987,900
16,041,968,352
115.15
Sangat efektif
2003
11,849,490,000
11,859,150,595
100.08
Sangat efektif
2004
14,228,000,000
14,408,220,726
101.27
Sangat efektif
2005
15,907,500,000
17,994,725,875
113.12
Sangat efektif
2006
16,500,000,000
14,575,296,725
88.34
Efektif
103.59
Sangat efektif
Keterangan
Rata-rata Efektivitas Pajak Hotel Sumber : KPPD kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.2 Perhitungan Efektivitas Pajak Restoran Tahun 2002 - 2006 Tahun
2002
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
Efektivitas
Pajak Restoran (Rp)
Pajak Restoran (Rp)
(%)
-
-
-
-
2003
5,011,661,000
5,928,675,731
118.30
Sangat efektif
2004
7,272,000,000
7,855,853,688
108.03
Sangat efektif
2005
9,342,500,000
8,532,492,716
91.33
Efektif
2006
8,500,000,000
8,635,810,286
101.60
Sangat efektif
83.85
Efektif
Rata-rata Efektivitas Pajak Restoran Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.3 Perhitungan Efektivitas Pajak Hiburan Tahun 2002 - 2006 Tahun
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
Efektivitas
Pajak Hiburan (Rp)
Pajak Hiburan (Rp)
(%)
Keterangan
2002
1,577,203,448
1,674,582,496
106.17
Sangat efektif
2003
1,782,600,000
1,847,957,728
103.67
Sangat efektif
2004
1,846,900,000
1,895,152,532
102.61
Sangat efektif
2005
1,678,000,000
1,700,213,896
101.32
Sangat efektif
2006
1,289,000,000
1,352,354,424
104.92
Sangat efektif
103.74
Sangat efektif
Keterangan
Rata-rata Efektivitas Pajak Hiburan Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.4 Perhitungan Efektivitas Pajak Reklame Tahun 2002 - 2006 Tahun
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
Efektivitas
Pajak Reklame (Rp)
Pajak Reklame (Rp)
(%)
2002
1,713,542,785
1,807,304,877
105.47
Sangat efektif
2003
1,661,739,000
1,861,620,901
112.03
Sangat efektif
2004
1,820,000,000
1,992,190,299
109.46
Sangat efektif
2005
2,257,000,000
2,437,630,464
108.00
Sangat efektif
2006
2,369,850,000
2,224,859,637
93.88
Efektif
105.77
Sangat efektif
Rata-rata Efektivitas Pajak Reklame Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.5 Perhitungan Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Tahun 2002 - 2006 Tahun
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
Efektivitas
PPJ (Rp)
PPJ (Rp)
(%)
Keterangan
2002
9,294,665,100
10,364,342,556
111.5
Sangat efektif
2003
11,652,868,000
11,809,188,645
101.34
Sangat efektif
2004
12,733,000,000
14,176,664,924
111.34
Sangat efektif
2005
13,900,000,000
15,159,696,951
109.06
Sangat efektif
2006
13,750,000,000
16,882,280,805
122.78
Sangat efektif
111.20
Sangat efektif
Rata-rata Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.6 Perhitungan Efektivitas Pajak Parkir Tahun 2002 - 2006 Tahun
2002
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
Efektivitas
Keterangan
Pajak Pakir (Rp)
Pajak Parkir (Rp)
(%)
-
-
-
-
2003
110,000,000
219,920,667
199.93
Sangat efektif
2004
250,000,000
253,898,087
101.56
Sangat efektif
2005
280,000,000
281,963,470
100.70
Sangat efektif
2006
270,000,000
326,548,148
120.94
Sangat efektif
104.63
Sangat efektif
Rata-rata Efektivitas Pajak Parkir Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.7 Tingkat Efektivitas Pajak Daerah Tahun 2002 - 2006 Tahun
Total Target
Total Realisasi
Efektivitas
Pajak Daerah (Rp)
Pajak Daerah (Rp)
(%)
Keterangan
2002
26,516,399,233
29,888,198,281
112.71
Sangat efektif
2003
32,068,358,000
33,526,514,267
104.55
Sangat efektif
2004
38,149,900,000
40,581,980,256
106.38
Sangat efektif
2005
43,365,000,000
46,106,723,372
106.32
Sangat efektif
2006
42,678,850,000
43,997,150,025
103.09
Sangat efektif
106.61
Sangat efektif
Rata-rata Efektivitas Pajak Daerah Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
b. Hasil analisis. Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui tingkat efektivitas masingmasing pajak daerah pada tiap tahunnya, yaitu : 1) Pajak Hotel. Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui tingkat efektivitas pajak hotel untuk tahun 2002 sebesar 115,15% sehingga bisa dikategorikan sangat efektif. Pada tahun 2003 tingkat efektivitas sebesar 100,08% atau mengalami penurunan sebesar 15,1% dari tahun 2002, hal ini disebabkan karena pada tahun ini walaupun realisasi melebihi target, namun selisihnya tidak begitu banyak sehingga hal ini mempengaruhi tingkat efektivitas. Tahun 2004 tingkat efektivitas sebesar 101,27% atau meningkat sebesar 1,2% dari tahun 2003, hal ini disebabkab karena adanya intensifikasi pemungutan pajak. Di tahun 2005 tingkat efektivitasnya sebesar 113,12% atau mengalami kenaikan 11,9% dari tahun 2004 dan tahun 2006 tingkat efektivitasnya
mengalami
penurunan
sebesar
24,8%
dari
tahun
sebelumnya menjadi 88,34%. Hal ini disebabkan karena semakin menurunnya wajib pajak yang dapat melunasi kewajibannya tepat waktu.
Walaupun demikian rata-rata tingkat efektivitas pajak daerah dari tahun 2002-2006 adalah sebesar 103,59% dan dapat dikategorikan sangat efektif. 2) Pajak Restoran. Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa pajak restoran untuk tahun 2003 sebesar 118,30% sehingga dapat dikategorikan sangat efektif. Di tahun 2004 dan 2005 tingkat efektivitas semakin menurun, tahun 2004 menjadi 108,03% atau mengalami penurunan sebesar 10,27% dan tahun 2005 tingkat efektivitasnya menurun sebesar 16,7% dari tahun 2004 menjadi 91,33% yang dapat dikategorikan efektif. Hal ini disebabkan karena pada tahun ini walaupun realisasi melebihi target, namun selisihnya tidak begitu banyak sehingga hal ini mempengaruhi tingkat efektivitas. Sedangkan untuk tahun 2006 tingkat efektivitasnya mengalami kenaikan sebesar 10,27% dari tahun 2005 menjadi 101,60%. Dari perhitungan di atas dapat diketahui rata-rata tingkat efektivitas pajak restoran dari tahun 2002-2006 adalah sebesar 83,85% dan ini termasuk kategori efektif. 3) Pajak Hiburan. Untuk tahun 2002-2006 rata-rata tingkat efektivitas pajak hiburan adalah sebesar 103,74% di mana tingkat efektivitas tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 106,17% dan terendah terjadi di tahun 2005 sebesar 101,32%. Tahun 2003 tingkat efektivitas pajak hiburan sebesar 103,67% hal ini berarti terjadi penurunan sebesar 2,5% dari tahun 2002. Sedangkan di tahun 2004 terjadi penurunan lagi sebesar 1,6% sehingga tingkat efektivitasnya hanya sebesar 102,61%, hal ini disebabkan karena pada tahun ini walaupun realisasi melebihi target namun selisihnya tidak terlalu besar sehingga mempengaruhi tingkat efektivitasnya. Tahun 2005 tingkat efektivitas sebesar 101,32%, ini berarti terjadi penurunan sebesar 1,29% dari tahun sebelumnya, dan di tahun 2006 terjadi kenaikan sebesar 3,6% dari tahun 2005, hal ini disebabkan oleh adanya intensifikasi pemungutan pajak, walaupun terjadi kenaikan dan penurunan tingkat efektivitas, namun tingkat efektivitas pajak hiburan tergolong kategori sangat efektif.
4) Pajak Reklame. Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa pajak reklame untuk tahun 2002 sebesar 105,47% sehingga dapat dikategorikan sangat efektif. Pada tahun 2003 tingkat efektivitasnya mengalami kenaikan sebesar 6,56% menjadi 112,03% dari tahun 2002. Tahun 2004 mengalami penurunan 2,57% dari tahun sebelumnya sehingga tingkat efektivitasnya menjadi 109,46% sedangkan untuk tahun 2005 dan 2006 tingkat efektivitas pajak reklame mengalami penurunan. Untuk tahun 2005 tingkat efektivitasnya sebesar 108% atau turun 1,46% dari tahun 2004, dan tahun 2006 tingkat efektivitasnya turun menjadi 14,12% menjadi 93,88% dari tahun 2005, walaupun penurunan yang dialami tidak terlalu besar namun tingkat
efektivitas
pajak
reklame
dari
tahun
2002-2006
dapat
dikategorikan sangat efektif dengan rata-rata tingkat efektivitas sebesar 105,77%. 5) Pajak Penerangan Jalan. Tingkat efektivitas pajak penerangan jalan dari tahun 2002-2006 mengalami kenaikan dan penurunan. Rata-rata tingkat efektivitasnya sebesar 111,20% dan tergolong sangat efektif. Tahun 2003 tingkat efektivitasnya sebesar 101,34% atau menurun 10,16% dari tahun 2002 yang mencapai 111,5% sedangkan untuk tahun 2004 terjadi kenaikan 10% dari tahun sebelumnya sehingga di tahun 2004 tingkat efektivitasnya mencapai 111,34%. Tahun 2005 tingkat efektivitasnya menurun sebesar 2,28% menjadi 109,06% dan di tahun 2006 tingkat efektivitasnya sebesar 122,78% atau naik sebesar 13,72% dari tahun 2005. 6) Pajak Parkir. Tingkat efektivitas pajak parkir dari tahun 2003-2006 mengalami kenaikan dan penurunan. Rata-rata tingkat efektivitasnya sebesar 104,63% atau bisa dikategorikan sangat efektif. Tahun 2003 tingkat efektivitas pajak parkir sebesar 199,93%.Dan untuk tahun 2004 turun 98,37% menjadi 101,56%, sedangkan di tahun 2005 mengalami penurunan lagi sebesar 0,86% dari tahun 2004 menjadi 100,70%. Dan untuk tahun 2006
tingkat efektivitasnya naik sebesar 20,24% dari tahun 2005 menjadi 120,94%.
Secara keseluruhan perkembangan tingkat efektivitas pajak daerah dari tahun 2002 sampai dengan 2006 menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan dengan rata-rata tingkat efektivitas setiap jenis pajak daerah selalu diatas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa KPPD Kota Yogyakarta telah dapat merealisasikan Pendapatan Asli Daerah dengan sangat efektif. 4.1.2
Perhitungan Efisiensi Efisiensi pajak daerah digunakan untuk mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup seluruh biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengelolaan pajak daerah. Dengan mengetahui efisiensi pajak, maka pihak KPPD mendapat gambaran mengenai kebijakan yang akan diambil dalam pengelolaan pajak daerah di masa yang akan datang sehingga akan dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah dan menekan pengeluaran yang tidak perlu. Berdasarkan penelitian (Devas, 1989) perhitungan tingkat efisiensi dapat diukur sebagai berikut : 1) Prosentase yang dicapai kurang dari 20% dinilai sangat efisien. 2) Prosentase yang dicapai antara 20% - 85% dinilai efisien. 3) Prosentase yang dicapai di atas 85% dinilai tidak efisien. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung efisiensi pajak daerah adalah sebagai berikut : a.
Memasukkan data ke dalam rumus. Data yang digunakan untuk menghitung efisiensi pajak daerah adalah biaya pemungutan pajak daerah dan realisasi penerimaan pajak daerah dari tahun 2002-2006. Efisiensi pajak berhubungan dengan besarnya biaya pemungutan yang dikeluarkan dengan efisiensi pajak dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Halim,2004). Biaya pemungutan pajak daerah Rasio Efisiensi =
x 100% Realisasi penerimaan pajak daerah
Biaya pemungutan yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan oleh KPPD dalam rangka pemungutan pajak daerah. Apabila hasil perhitungan efisiensi menghasilkan angka/prosentase kecil maka hal tersebut menyatakan bahwa pajak daerah memiliki efisiensi yang tinggi. Untuk lebih jelasnya berikut disajikan perhitungan efisiensi pajak daerah sebagai berikut : Tabel 4.8 Perhitungan Efisiensi Pajak Hotel Tahun 2002 - 2006 Tahun Biaya pemungutan Pajak Hotel (Rp)
Realisasi Penerimaan
Efisiensi Keterangan
Pajak Hotel (Rp)
(%)
-
-
-
2002
-
2003
792.543.765
11.859.150.595
6,68
Sangat efisien
2004
202.895.200
14.408.220.726
1,41
Sangat efisien
2005
207.427.538
17.994.725.875
1,15
Sangat efisien
2006
808.143.042
14.575.296.725
5,54
Sangat efisien
2,96
Sangat efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Hotel Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.9 Perhitungan Efisiensi Pajak Restoran Tahun 2002 - 2006 Tahun Biaya pemungutan
2002
Realisasi Penerimaan
Efisiensi Keterangan
Pajak Restoran (Rp)
Pajak Restoran (Rp)
(%)
-
-
-
-
2003
342.580.248
5.928.675.731
5,78
Sangat efisien
2004
212.736.950
7.855.853.688
2,71
Sangat efisien
2005
207.427.537
8.532.492.716
2,43
Sangat efisien
2006
808.143.042
8.635.810.286
9,36
Sangat efisien
4,06
Sangat efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Restoran Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.10 Perhitungan Efisiensi Pajak Hiburan Tahun 2002 - 2006 Tahun Biaya pemungutan
2002
Realisasi Penerimaan
Efisiensi Keterangan
Pajak Hiburan (Rp)
Pajak Hiburan (Rp)
(%)
-
-
-
-
2003
156.300.460
1.847.957.728
8,46
Sangat efisien
2004
177.617.900
1.895.152.532
9,37
Sangat efisien
2005
178.891.825
1.700.213.896
10,52
Sangat efisien
2006
193.819.735
1.352.354.424
14,33
Sangat efisien
8,54
Sangat efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Hiburan Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.11 Perhitungan Efisiensi Pajak Reklame Tahun 2002 - 2006 Tahun Biaya pemungutan
2002
Realisasi Penerimaan
Efisiensi Keterangan
Pajak Reklame (Rp)
Pajak Reklame (Rp)
(%)
-
-
-
-
2003
180.678.218
1.861.620.901
9,71
Sangat efisien
2004
211.471.450
1.992.190.299
10,62
Sangat efisien
2005
219.836.080
2.437.630.464
9,02
Sangat efisien
2006
319.221.456
2.224.859.637
14,35
Sangat efisien
8,74
Sangat efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Reklame Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.12 Perhitungan Efisiensi Pajak Penerangan Jalan Tahun 2002 - 2006
Tahun Biaya pemungutan
2002
Realisasi Penerimaan
Efisiensi Keterangan
PPJ (Rp)
PPJ (Rp)
(%)
-
-
-
-
0,51
Sangat efisien
2003
60.150.350
11.809.188.645
2004
62.772.850
14.176.664.924
0,44
Sangat efisien
2005
68.925.350
15.159.696.951
0,45
Sangat efisien
2006
834.510.381
16.882.280.805
4,94
Sangat efisien
1,27
Sangat efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Penerangan Jalan Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.13 Perhitungan Efisiensi Pajak Parkir Tahun 2002 - 2006 Tahun Biaya pemungutan
2002
Realisasi Penerimaan
Efisiensi Keterangan
Pajak Pakir (Rp)
Pajak Parkir (Rp)
(%)
-
-
-
-
2003
42.548.090
219.920.667
19,35
Sangat efisien
2004
74.420.025
253.898.087
29,31
Efisien
2005
84.147.100
281.963.470
29,84
Efisien
2006
90.453.854
326.548.148
27,70
Efisien
21,24
Efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Parkir Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.14 Tingkat Efisiensi Pajak Daerah Tahun 2002 - 2006 Tahun Total Biaya
2002 2003
Total Realisasi
Efisiensi Keterangan
Pajak Daerah (Rp)
Pajak Daerah (Rp)
(%)
-
-
-
-
4,70
Sangat efisien
1.514.650.781
33.526.514.267
2004
941.914.375
40.581.980.256
2,32
Sangat efisien
2005
966.655.430
46.106.723.372
2,10
Sangat efisien
2006
3.054.291.509
43.997.150.025
6,94
Sangat efisien
3,21
Sangat efisien
Rata-rata Efisiensi Pajak Daerah Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
b.
Analisis data. Dari tabel di atas dapat diketahui secara keseluruhan pemungutan pajak daerah di kota Yogyakarta selama tahun 2002-2006 dapat dikategorikan sangat efisien, karena tingkat efisiensi yang diraih di bawah 20%, kecuali untuk pajak parkir di mana pada tahun 2004, 2005 dan 2006 tingkat efisiensinya masing-masing sebesar 29,31%; 29,84% dan 27,70% yang dapat dikategorikan efisien. Sehingga untuk rata-rata efisiensi pajak parkir sebesar 21,24% yang masuk kategori efisien. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa KPPD kota Yogyakarta sudah dapat menekan biaya pemungutan pajak daerah meskipun jumlah biaya pemungutan berfluktuasi dari tahun ke tahun.
4.1.3
Perhitungan Kontribusi Kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota Yogyakarta. Pada akhirnya kontribusi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan atau memberi gambaran yang jelas mengenai tindakan atau kebiasaan yang harus lebih diperhatikan dalam pemungutan sebagai usaha untuk meningkatkan peranannya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Langkah-langkah untuk menghitung kontribusi pajak daerah sebagai berikut : a. Masukkan rumus Data yang digunakan untuk mengukur tingkat kontribusi pajak daerah adalah data realisasi penerimaan pajak daerah tahun tertentu dan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah tahun tertentu juga. Untuk menghitung besar kontribusi pajak daerah menggunakan rumus (Supranto,1991)
∑ Realisasi penerimaan pajak daerah th n Kontribusi =
x100% ∑ Realisasi penerimaan PAD th n
Dalam mengukur kontribusi dilakukan dengan membandingkan penerimaan pajak daerah periode tertentu dengan penerimaan Pendapatan Asli Daerah periode tertentu pula. Semakin besar hasilnya semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah, begitu pula sebaliknya jika perbandingannya lebih kecil berarti peranan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah akan kecil. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di tabel di bawah ini: Tabel 4.15 Perhitungan Kontribusi Pajak Hotel Tahun 2002 - 2006 Tahun
Realisasi penerimaan
Realisasi Penerimaan
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Pajak Hotel (Rp)
(%)
2002
46,957,109,039
16,041,968,352
34.16
2003
54,873,158,000
11,859,150,595
21.61
2004
70,094,595,238
14,408,220,726
20.56
2005
76,623,503,589
17,994,725,875
23.48
2006
76,108,981,150
14,575,296,725
19.15
Rata-rata Kontribusi Pajak Hotel
23.79
Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.16 Perhitungan Kontribusi Pajak Restoran Tahun 2002 - 2006 Tahun
2002
Realisasi penerimaan
Realisasi Penerimaan
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Pajak Restoran (Rp)
(%)
-
-
-
2003
54,873,158,000
5,928,675,731
10.80
2004
70,094,595,238
7,855,853,688
11.21
2005
76,623,503,589
8,532,492,716
11.14
2006
76,108,981,150
8,635,810,286
11.35
Rata-rata Kontribusi Pajak Restoran
8.90
Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.17 Perhitungan Kontribusi Pajak Hiburan Tahun 2002 - 2006 Tahun
Realisasi penerimaan
Realisasi Penerimaan
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Pajak Hiburan (Rp)
(%)
2002
46,957,109,039
1,674,582,496
3.57
2003
54,873,158,000
1,847,957,728
3.37
2004
70,094,595,238
1,895,152,532
2.70
2005
76,623,503,589
1,700,213,896
2.22
2006
76,108,981,150
1,352,354,424
1.78
Rata-rata Kontribusi Pajak Hiburan
2.73
Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.18 Perhitungan Kontribusi Pajak Reklame Tahun 2002 - 2006 Tahun
Realisasi penerimaan
Realisasi Penerimaan
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Pajak Reklame (Rp)
(%)
2002
46,957,109,039
1,807,304,877
3.85
2003
54,873,158,000
1,861,620,901
3.39
2004
70,094,595,238
1,992,190,299
2.84
2005
76,623,503,589
2,437,630,464
3.18
2006
76,108,981,150
2,224,859,637
2.92
Rata-rata Kontribusi Pajak Reklame Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
3.24
Tabel 4.19 Perhitungan Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Tahun 2002 - 2006 Tahun
Realisasi penerimaan
Realisasi Penerimaan Pajak
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Penerangan Jalan (Rp)
(%)
2002
46,957,109,039
10,364,342,556
22.07
2003
54,873,158,000
11,809,188,645
21.52
2004
70,094,595,238
14,176,664,924
20.23
2005
76,623,503,589
15,159,696,951
19.78
2006
76,108,981,150
16,882,280,805
22.18
Rata-rata Kontribusi Pajak Penerangan Jalan
21.16
Sumber : KPPD Kota Yogyakarta (data diolah)
Tabel 4.20 Perhitungan Kontribusi Pajak Parkir Tahun 2002 - 2006 Tahun
2002
Realisasi penerimaan
Realisasi Penerimaan
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Pajak Parkir (Rp)
(%)
-
-
-
2003
54,873,158,000
219,920,667
0.40
2004
70,094,595,238
253,898,087
0.36
2005
76,623,503,589
281,963,470
0.37
2006
76,108,981,150
326,548,148
0.43
Rata-rata Kontribusi Pajak Parkir Sumber : KPPD Kota Yogyakarta
0.31 (data diolah)
Tabel 4.21 Tingkat Kontribusi Pajak Daerah Tahun 2002 - 2006 Tahun
Total penerimaan
Total Realisasi
Tk. Kontribusi
PAD (Rp)
Pajak Daerah (Rp)
(%)
2002
46,957,109,039
29,888,198,281
63.65
2003
54,873,158,000
33,526,514,267
61.10
2004
70,094,595,238
40,581,980,256
57.90
2005
76,623,503,589
46,106,723,372
60.17
2006
76,108,981,150
43,997,150,025
57.81
Rata-rata Kontribusi Pajak Daerah Sumber : KPPD Kota Yogyakarta
60.13 (data diolah)
b. Hasil analisis data Setelah menghitung kontribusi untuk setiap pajak daerah dari tahun 2002-2006 dapat diketahui bahwa masing-masing komponen pajak daerah memiliki prosentase sendiri terhadap Pendapatan Asli Daerah. Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah selama tahun 20022006 adalah 60,13% di mana kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 63,65% dan terendah pada tahun 2006 yang hanya 57,81%. Untuk Pajak Hotel prosentase kontribusi terbesar berada di tahun 2002 sebesar 34,16% dan prosentase terendah tahun 2006 sebesar 19,15% dengan rata-rata kontribusi 23,79%. Pajak Restoran memilliki rata-rata kontribusi sebesar 8,90%, di mana kontribusi tertinggi pada tahun 2006 sebesar 11,35% dan terendah sebesar 10,80% di tahun 2003. Bagi Pajak Hiburan, kontribusi tertinggi sebesar 3,57% terjadi pada tahun 2002 dan terendah pada tahun 2006 sebesar 1,78% dengan rata-rata kontribusi 2,73%. Pajak Reklame memiliki rata-rata kontribusi sebesar 3,24%, di mana kontribusi tertinggi sebesar 3,85% pada tahun 2002 dan kontribusi terendah pada tahun 2004 sebesar 2,84%. Pajak Penerangan Jalan memiliki rata-rata kontribusi sebesar 21,16% , di mana kontribusi tertinggi ada di tahun 2006 dengan besarnya prosentase sebesar 22,18% dan kontribusi terendah pada tahun 2005 sebesar 19,78%.
Pajak Parkir memiliki rata-rata kontribusi paling rendah yakni sebesar 0,31. Kontribusi tertingginya berada pada tahun 2006 sebesar 0,43% dan terendah pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,36%. 4.2 Analisis Data dengan Metode Kualitatif Analisis SWOT adalah suatu analisa yang dilakukan untuk mengetahui keunggulan (strenghts), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) yang dapat dimanfaatkan, dan ancaman (threats) dalam usaha menghimpun penerimaan pajak daerah. Tujuan analisa SWOT adalah untuk mengetahui dan melakukan pembenahan sistem administrasi pemungutan pajak daerah agar lebih efektif dan efisien. 1.
Keunggulan (Strenghts) a. KPPD mempunyai dasar hukum yang kuat karena pemungutannya berdasarkan undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta berbagai peraturan daerah tentang pajak daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah. b. Adanya dana operasional dalam memungut pajak daerah termasuk dana insentif karyawan. c. Pembagian tugas karyawan yang jelas dan terstruktur.
2.
Kelemahan (weaknesses) a. Rendahnya kesadaran para wajib pajak untuk menyetorkan pajak yang telah dibayar oleh konsumen. b. Jumlah sumber daya manusia yang berkualitas masih terbatas. c. Masih banyak usaha masyarakat yang belum berizin sehingga sulit untuk memungut pajaknya.
3.
Ancaman (threats) a. Kurangnya pengertian wajib pajak tentang arti pentingnya pajak dalam pembangunan daerah. b. Wajib pajak tidak memberi keterangan yang jelas dan benar mengenai jumlah penerimaan dari usaha yang dijalankan.
c. Wajib pajak yang dengan sengaja atau tidak sengaja menghindari pemungutan pajak, misal wajib pajak tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. d. Kurangnya kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar
pajak,
misalnya
keterlambatan
waijb
pajak
dalam
mengembalikan SPTPD atau tidak menyetor SPTPD. 4.
Peluang (opportunities) a. Meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak. b. Melakukan penertiban bagi yang belum mendaftarkan diri dan member sanksi kepada wajib pajak. c. Kerjasama dengan instansi-instansi lain yang terkait serta dengan asosiasiasosiasi para pengusaha. d. Memberi motivasi kepada wajib pajak untuk melunasi pajak dengan cara pembinaan peningkatan pajak daerah. e. Mengikuti perkembangan teknologi di bidang perpajakan. Perbaikan mekanisme pemungutan pajak daerah tersebut dapat dilakukan
dengan mempertahankan kekuatan yang ada dan memanfaatkan peluang yang dimiliki secara optimal. Sedangkan terhadap kelemahan dan ancaman pemungutan pajak daerah harus diatasi dengan perbaikan mekanisme pemungutan pajak daerah dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengertian efektif dan efisien disini adalah dapat mencapai tujuan dengan target yang ditetapkan atau bahkan melebihi target yang telah ditetapkan serta biaya yang dikeluarkan sehemat mungkin.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dikemukakan pada bab terdahulu, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat efektivitas pemungutan pajak daerah yang dilakukan KPPD kota Yogyakarta sangat bervariasi dan memiliki rentang sebagai berikut : a. Jenis pajak daerah yang paling tingggi tingkat efektivitasnya tahun 2002 adalah pajak hotel dengan tingkat efektivitas sebesar 115,15%, sedangkan pajak daerah yang paling rendah tingkat efektivitasnya adalah pajak hiburan dengan tingkat efektivitas sebesar 106,17%. b. Jenis pajak daerah yang paling tingggi tingkat efektivitasnya tahun 2003 adalah pajak parkir dengan tingkat efektivitas sebesar 199,93%, sedangkan pajak daerah yang paling rendah tingkat efektivitasnya adalah pajak hotel dengan tingkat efektivitas sebesar 100,08%. c. Jenis pajak daerah yang paling tingggi tingkat efektivitasnya tahun 2004 adalah pajak penerangan jalan dengan tingkat efektivitas sebesar 111,34%, sedangkan pajak daerah yang paling rendah tingkat efektivitasnya adalah pajak hotel dengan tingkat efektivitas sebesar 116,27% d. Jenis pajak daerah yang paling tingggi tingkat efektivitasnya tahun 2005 adalah pajak hotel dengan tingkat efektivitas sebesar 113,12%, sedangkan pajak daerah yang paling rendah tingkat efektivitasnya adalah pajak restoran dengan tingkat efektivitas sebesar 91,33%. e. Jenis pajak daerah yang paling tingggi tingkat efektivitasnya tahun 2006 adalah pajak penerangan jalan dengan tingkat efektivitas sebesar 122,78%, sedangkan pajak daerah yang paling rendah tingkat efektivitasnya adalah pajak hotel dengan tingkat efektivitas sebesar 88,34%. 2.
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat analisis efisisensi yang membandingkan antara biaya pemungutan pajak daerah dengan realisasi
penerimaan pajak daerah diperoleh hasil bahwa, tingkat efisiensi pajak daerah dari tahun 2002-2006 memiliki rata-rata sebagai berikut : a. Pajak Hotel
: 4,30%
b. Pajak Restoran
: 1,70%
c. Pajak Hiburan
: 8,54%
d. Pajak Reklame
: 8,74%
e. Pajak Penerangan Jalan
: 1,17%
f. Pajak Parkir
: 21,24%
Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata pemungutan pajak daerah kota Yogyakarta untuk tahun 2002-2006 dapat dikategorikan sangat efisien untuk pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan dengan tingkat efisiensi rata-rata di bawah 10%. Sedangkan untuk pajak parkir dapat dikategorikan efisien dengan tingkat efisiensi sebesar 21,24%. 3. Secara keseluruhan kontribusi pajak daerah dari tahun 2002-2006 memiliki ratarata
60,13% di mana pada tahun 2002
tingkat kontribusinnya mencapai
63,65%, ini merupakan kontribusi tertinggi selama tahun 2002-2006. Sedangkan kontribusi terendah terjadi pada tahun 2006 yang hanya mencapai angka 57,81%. Tinggi rendahnya kontribusi pajak daerah terhadap PAD, secara umum dipengaruhi oleh potensi masing-masing pajak yang digali untuk merealisasikan target yang ditetapkan. 4.
Dari hasil analisis SWOT mekanisme pemungutan pajak daerah kota Yogyakarta yang dilakukan oleh KPPD kota Yogyakarta memiliki kekuatan dan peluang serta kelemahan dan ancaman. Kekuatannya yaitu pembagian kerja yang jelas, dasar hukum yang jelas serta adanya uang perangsang atau insentif dan lingkungan kerja yang kondusif. Sementara peluang yang ada diantaranya yaitu adanya potensi yang belum tergali, tersedianya peluang untuk mengikuti pendidikan
dan
ketersediaan
diklat-diklat
berkembangnya teknologi di bidang perpajakan.
pengembangan
SDM,
serta
Selain kekuatan dan peluang terdapat pula kelemahannya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, sanksi hukum bagi pelanggar dalam membayar pajak kurang tegas. Mekanisme pemungutan pajak daerah juga menimbulkan ancaman yaitu, munculnya
kecenderungan
untuk
melaporkan
pendapatan
yang
telah
dimanipulasi, wajib pajak sengaja menghindari pajak yang harus dibayar, kemungkinana adanya kolusi antara pemungut pajak dengan wajib pajak. 5.2 Keterbatasan Pada penelitian ini penulis menemukan keterbatasan yang ada pada Penelitian ini yaitu : 1. Tidak adanya ketentuan yang jelas untuk menentukan target penerimaan pajak daerah. Selama ini penentuan target hanya berdasarkan pada hasil penelitian di lapangan yang dilakukan oleh petugas pemungut pajak, hasil tersebut dapat berupa laporan ada atau tidaknya wajib pajak baru dan atau pajak yang sudah ada masih layak dipungut pajaknya atau tidak. 2. Pengambilan data hanya dilakukan berdasarkan perhitungan satu sumber saja dan tidak bisa dilakukan dari sumber lain. 3. Penelitian ini hanya memberikan gambaran secara umum tentang efektivitas dan efisiensi pajak daerah serta kontribusinya terhadap PAD, tidak memberikan penjelasan mengapa terjadi kenaikan atau penurunan nilai datadata yang ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 5.3 Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1.
Penelitian selanjutnya hendaknya memberikan perbandingan diantara dua kota tentang nilai efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak daerah dalam rangka meningkatkan PAD.
2.
Instansi terkait dapat meningkatkan efektivitas pemungutan pajak daerah yang termasuk dalam kategori cukup efektif, kurang efektif dan tidak efektif dengan upaya sebagai berikut :
a. Meningkatkan kegiatan pendataan atau pendaftaran potensi sumber pajak yang ada di daerah, penagihan penyetoran yang belum dibayar (pembayaran yang menunggak). b. Melakukan sosialisai untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. c. Melakukan pengawasan untuk mencegah kebocoran atau pajak yang tidak tertagih. 3.
Untuk melakukan evaluasi terhadap efisiensi pemungutan pajak daerah alangkah baiknya jika dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : a. Biaya untuk masing-masing pajak daerah diklasifikasikan secara lebih rinci. b. Menggunakan tenaga kerja yang terlatih sehingga mengurangi penggunaan dana operasional yang terbuang yang tidak efisien. c. Menetepkan target yang tidak terlalu rendah agar biaya insentif yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
4.
Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan yang bersumber dari pemungutan pajak daerah maka harus dilakukan langkah-langkah strategis sebagai berikut : a. Meningkatkan efektivitas pemungutan pajak daerah memperhatikan kondisi lingkungan internal dan eksternal yang ada di kota Yogyakarta. b. Menggali potensi dan kebutuhan masyarakat di daerah dan sekaligus memberikan jenis-jenis pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah. Dengan demikian akan terjadi peningkatan penerimaan pajak.