ANALISIS SURVIVAL DENGAN PENDEKATAN BAYESIAN UNTUK MEMODELKAN KETAHANAN PROGRAM KB PADA INDIVIDU IBU DI INDONESIA TAHUN 2007 Oleh: Preatin 1), Kresnayana Yahya2) dan Yos Rusdiansyah3) 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya
[email protected],
[email protected] 2 Dosen Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya 3 Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Indonesia Abstrak Saat ini Indonesia dihadapkan dengan masalah “baby boom” tahap kedua yang mengancam masalah kependudukan. Beberapa indikator demografi membenarkan perkiraan para ahli tersebut, antara lain menurunnya keinginan mempunyai keluarga kecil, menurunnya penggunaan alat kontrasepsi, menurunnya sumber pelayanan Keluarga Berencana (KB) pemerintah, tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa provinsi, dan pergeseran struktur angka kelahiran menurut umur wanita ke umur yang lebih muda dibeberapa provinsi. Pembatasan jumlah anggota keluarga dengan program “Dua Anak Cukup” ternyata mulai ditinggalkan apalagi setelah kebijakan program KB dilimpahkan ke pemerintah daerah sejalan dengan semangat otonomi daerah. Gagalnya program tersebut pada seorang ibu dapat dilihat dengan kelahiran anak ketiga, sehingga jarak kelahiran antara anak kedua dan ketiga dapat dijadikan obyek penelitian evaluasi program “Dua Anak Cukup”. Data jarak kelahiran anak kedua dan ketiga mengandung data tersensor dimana seorang ibu pada saat pendataan belum memiliki anak ketiga tetapi ada kemungkinan melahirkan anak ketiga setelah periode pendataan selesai. Untuk menangani data tersensor maka digunakan analisis survival dimana memperhitungkan kemungkinan terjadinya kelahiran anak ketiga pada data tersensor. Dalam penelitian ini jarak kelahiran anak kedua dan ketiga dihubungkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik dari sisi sosial, ekonomi, fungsi keluarga, dan 1
intervensi pemerintah, sehingga dimodelkan dengan Model Proporsional Hazard. Indonesia terdiri dari 33 provinsi dengan karakteristik masingmasing baik dari sosial ekonomi, budaya, maupun demografi kewilayahannya yang tidak menutup kemungkinan antar provinsi terdapat perbedaan dan persamaan. Menangani masalah dengan menyikapi perbedaan dan persamaan antar provinsi tentu membutuhkan perlakuan berbeda. Pembentukan cluster pada provinsi-provinsi yang lebih homogen berdasarkan karakteristik sosial ekonomi, budaya, fungsi keluarga dan intervensi pemerintah dilakukan untuk memperkecil variabilitas. Metode clustering yang digunakan adalah Two Step Cluster Analysis. Pendekatan Bayesian dengan simulasi numerik Markov Chain Monte Carlo (MCMC) akan mempermudah estimasi parameter dalam model hazard proporsional. Hasil yang diperoleh adalah terbentuk 4 cluster dimana umur ibu pada saat melahirkan anak kedua berpengaruh terhadap jarak kelahiran anak kedua dan ketiga di semua cluster. Beberapa faktor lain mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap cluster seperti akses ke media informasi, agama, dan lain-lain. Kata kunci : Analisis Survival, Bayesian, Keluarga Berencana (KB), Markov Chain Monte Carlo ( MCMC), Two Step Cluster Analysis. 1.
Pendahuluan
Tantangan memakmurkan bangsa Indonesia dalam beberapa tahun mendatang tidak terlepas dari permasalahan ekonomi, kemiskinan, kesehatan, bahkan politik. Tantangan ini ternyata tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih terus ditingkatkan. Kualitas SDM yang rendah sangat dipengaruhi oleh permasalahan kependudukan. Mulai dari aspek besarnya penduduk, pertumbuhan penduduk, kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk maupun kualitas penduduk. Berawal dari tingginya angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk meningkat walaupun dibarengi dengan masalah angka kematian ibu dan bayi yang relatif tinggi, ternyata pertambahan 2
penduduk Indonesia tidak dibarengi oleh peningkatan kualitas penduduk dan kemampuan negara untuk membiayai penyediaan kebutuhan dasar seperti infrastruktur pendidikan, perumahan, kesehatan dan lainnya. Masalah pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, putus sekolah, kematian ibu dan bayi, rasanya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan ada kaitannya dengan besarnya jumlah penduduk. Rata-rata jumlah anak per wanita usia produktif saat ini 2,6 anak dan ada indikasi terjadi kenaikan pada wanita di pedesaan. Bahkan ada indikasi bangsa ini dihadapkan adanya baby boom tahap kedua dan diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia mencapai 247,5 juta jiwa dan 273 juta jiwa pada tahun 2025 (Kompas, 28 Agustus 2008). Laju pertumbuhan penduduk Indonesia memang mengalami penurunan setiap tahunnya, tetapi tidak untuk level provinsi. Pada periode tahun 2000-2005 terdapat 12 provinsi dari 33 provinsi mengalami kenaikan yang signifikan dibanding periode 1990-2000. Angka kelahiran di beberapa provinsi juga mengalami pergeseran struktur, dimana angka kelahiran menurut umur wanita cenderung ke umur yang lebih rendah. Hal ini akan berdampak lebih panjangnya sisa masa produktif wanita sehingga peluang naiknya rata-rata jumlah anak per wanita. Hasil temuan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI 2007) menunjukkan bahwa keinginan untuk membatasi jumlah anak menurun dibanding SDKI 2002-2003. Pada tahun 2002-2003 persentase wanita yang ingin membatasi jumlah anak sebesar 54,2 persen dan menurun pada tahun 2007 menjadi 53,5 persen. Penggunaan alat kontrasepsi juga mangalami penurunan kecuali di Jawa Barat, penurunan paling signifikan terjadi di DI Yogyakarta (9 persen, dari 76 ke 67 persen) dan DKI Jakarta (3 persen, dari 63 ke 60 persen). Dan sumber pelayanan kontrasepsi dari pemerintah menurun dari 28 persen pada tahun 2003 menjadi 22 persen pada tahun 2007. Indikasi-indikasi di atas menunjukkan bahwa masalah kependudukan di masa yang akan datang tidak lebih ringan dibanding sekarang. Adanya stratifikasi permasalahan kependudukan pada provinsiprovinsi di atas menunjukkan bahwa penanganan permasalahan ini tidak dapat dilakukan secara umum sama di semua provinsi. Karakteristik wilayah terbentuk sebagai akumulasi keadaan sosial ekonomi, budaya, dan keadaan demografis. Provinsi yang agraris dengan industri tentu 3
menghasilkan karakteristik berbeda. Kehidupan metropolis dengan pedesaan menghasilkan gaya hidup masyarakat yang berbeda.Ruang lingkup penduduk yang terkecil adalah keluarga, lebih tepatnya keluarga inti. Dari keluarga intilah kunci pengendalian jumlah penduduk. Keluarga yang memiliki jumlah anak tidak lebih dari yang bisa dipelihara dengan baik, akan menjamin keluarga tersebut dari permasalahan kesehatan, pendidikan, ekonomi, kemiskinan dan lainnya. Jika Thomas Robert Malthus dengan teorinya tentang ketidakseimbangan antara penduduk dan bahan makanan, ternyata saat ini merembet tidak hanya pada masalah pangan tetapi jauh lebih besar dari itu. Beberapa pengikut teori Malthus yang disebut Neo Malthusionism beranggapan bahwa untuk menghambat jumlah kelahiran tidak mungkin hanya mengandalkan moral restraint (berpuasa, penundaan perkawinan, penegakan moral). Sehingga disarankan metode Birth Control dengan penggunaan alat kontrasepsi yang akhirnya disebut family planning (BKKBN, 1981). Di Indonesia pengendalian penduduk dengan metode Birth Control pada era sebelum tahun 1957 dikenalkan oleh beberapa tokoh yang terinspirasi oleh pengikut-pengikut Malthus. Beberapa tokoh bergerak di daerah-daerah dengan banyak tantangan dari masyarakat bahkan salah satu tokoh besar KB saat itu yaitu dr. Sulianti mendapat teguran dari Presiden Sukarno yang tidak menyetujui pembatasan kelahiran. Pada tahun 1957 akhirnya salah satu tokoh yaitu dr. Suharto dengan beberapa tokoh yang lain membentuk Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang pada tahun 1968 melalui instruksi presiden dibentuk LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang dimulai dengan Proyek KB DKI Jaya dengan biaya pemerintah. Pada tahun 1980 pemerintah menganggap KB perlu dilaksanakan sebagai integral pembangunan nasional dan dibentuklah BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Pembatasan jumlah anak dalam kebijakan family planning banyak diterapkan di beberapa negara seperti Cina dan Singapura. Intervensi pemerintah terhadap jumlah anak dalam keluarga dirasakan masih diperlukan untuk negara berkembang seperti Indonesia. Program “Dua Anak Cukup” yang diluncurkan BKKBN adalah salah satu bentuk intervensi untuk pembatasan jumlah anak (limiting family size). Dalam 4
paparan Prof. Dr. Haryono Suyono tentang Strategi Penyegaran Gerakan KB di masa depan menyebutkan bahwa peserta KB dapat dijadikan pelopor dalam upaya penyelesaian masalah pengentasan kemiskinan dan memenuhi komitmen dunia dalam Millennium Development Goals. Pendekatan yang selama ini dikembangkan yaitu pelayanan KB bagi keluarga miskin, sebaiknya diperluas sehingga terkesan KB bukan hanya untuk orang miskin saja. Slogan “Dua Anak Cukup” memberi dampak kesempatan keluarga mengembangkan aktivitas meningkatkan kesejahteraan akan lebih mudah dibanding anak banyak (Gemari edisi 86/Tahun IX/Maret 2008). Untuk melihat keberhasilan intervensi pembatasan jumlah anak melalui slogan “Dua Anak Cukup” di Indonesia tentu tidak dapat dilihat secara global karena antar individu memiliki karakteristik yang beragam. Dari sisi sebaliknya, bagaimana tingkat kegagalan program tersebut dapat dilihat dari individu ibu yang memutuskan untuk memiliki anak lebih dari dua. Kegagalan program “Dua Anak Cukup” pada seorang ibu terjadi pada saat lahir anak ketiga. Secepat apa seorang ibu gagal bertahan di program “Dua Anak Cukup” dapat dilihat dari jarak kelahiran anak kedua dan ketiga. Dan ternyata, jarak kelahiran adalah salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan angka kelahiran selain pemakaian kontrasepsi, terutama untuk daerah yang didominasi pedesaan (Polo, Luna, and Fuster, 2000). Mahmood (2009) melakukan penelitian tentang jarak kelahiran di Bangladesh dengan menggunakan Multivariate Proportional Hazards Model, menyimpulkan faktor yang mempengaruhi jarak kelahiran adalah pendidikan ibu dan umur ibu. Polo et.al. (2000) menyebutkan hasil penelitiannya di Alpujarra Spanyol bahwa faktor yang mempengaruhi jarak kelahiran adalah umur ibu, jumlah anak, dan umur perkawinan pertama. Al-Almaie (2003) meneliti pola dan faktor yang berhubungan dengan jarak kelahiran di Arab Saudi bagian timur, menemukan adanya hubungan antara jarak kelahiran dengan umur ibu, pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, dan lamanya menyusui anak sebelumnya. Stephen dan Candra (2003) menghasilkan empat faktor yang mempengaruhi jarak kelahiran pada wanita di Amerika Serikat yaitu umur ibu pada saat melahirkan anak sebelumnya, tingkat pendidikan ibu, pendapatan dan suku. Laporan Reev Consult International hasil penelitian kualitatif 5
tentang jarak kelahiran di Uganda tahun 2008 menyebutkan faktor yang mempengaruhi jarak kelahiran adalah umur perkawinan pertama, akses ke media informasi, akses ke KB, agama, dan tipe tempat tinggal. Sedangkan hasil temuan tim SDKI 2007, ada asosiasi antara jumlah anak dengan pendidikan ibu, pendidikan bapak, kontrasepsi, dan umur melahirkan pertama. Namun masih banyak lagi variabel lain yang mungkin mempengaruhi jarak kelahiran antara lain status bekerja ibu, status bekerja suami, jabatan dalam pekerjaan suami, jumlah perkawinan, umur suami, pendidikan suami, kemampuan baca tulis, pendapat suami tentang KB, penentu keputusan ikut KB, serta keaktifan petugas KB. Tingkat pendidikan yang berbeda, jenis pekerjaan, lingkungan, dukungan keluarga dan pemerintah dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan program-program KB membentuk suatu struktur sosial yang dapat menjadikan kunci keberhasilan pelaksanaan program “Dua Anak Cukup”. Dalam penelitian jarak kelahiran akan dihadapkan pada masalah adanya data yang tidak teramati karena terbatasnya waktu penelitian sehingga terdapat data yang tidak lengkap atau data tersensor. Metode analisis statistik pada umumnya akan menghasilkan interpretasi yang bias jika terdapat data yang tidak lengkap atau tersensor (Hobcraft et.al, 1984). Analisis survival merupakan alat statistik yang tujuan utamanya adalah menganalisis data yang selalu positif dalam skala pengukuran dengan jarak interval data awal dan akhir yang panjang (longevity data) ((Hobcraft et.al, 1984),(Ducrocq, 1997)). Data dengan karakteristik tidak lengkap atau tersensor dan masih fokus pada estimasi parameter populasi dan prediksi sampel dimasa datang merupakan life data, sehingga analisis yang digunakan adalah life data analysis (Nelson, 1982). Metode analisis survival yang menghubungkan antara waktu survival dengan variabel lain adalah model hazard proporsional dimana formulanya memungkinkan untuk interpretasi pengaruh dari masingmasing variabel bebasnya lebih mudah dan perbandingan secara statistik dapat dilakukan dalam bentuk relative risk ((Hobcraft et.al, 1984), (Kleinbaum, 2005), (Kneib dan Fahrmeir, 2004)). Kneib dan Fahrmeir (2004) membandingkan antara pendekatan maksimum likelihood dan Bayesian dalam estimasi parameter dalam model hazard dengan beberapa variasi jumlah data yang tersensor dan 6
hasilnya tidak jauh berbeda dari sisi akurasi estimasi, namun dari sisi rata-rata probabilitas cakupannya pendekatan bayesian lebih baik dibanding maksimum likelihood terutama untuk data tersensor yang tinggi. Keuntungan lain pendekatan bayesian adalah inferensi dari parameter yang tidak diketahui langsung dari distribusi posteriornya dan mengakomodasi informasi penelitian sebelumnya dalam bentuk prior (Mengersen, 2009). 2. Tinjauan Puataka 2.1. Two Step Cluster Terdapat dua kelompok besar dalam metode clustering,yaitu relocation dan hierarchical. Untuk metode pengelompokan relocation seperti k-means dan Expectation-Maximization (EM), obyek dipindah secara iteratif dari kelompok satu ke kelompok yang lain sehingga menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen. Pada metode ini dibutuhkan penentuan jumlah kelompok terlebih dahulu, yang tentunya memerlukan banyak pertimbangan. Pada metode pengelompokan hierarchical, jumlah kelompok tidak ditentukan terlebih dahulu karena prosedurnya akan menghasilkan rangkaian pengelompokan dimana masing-masing obyek dapat dilihat kedekatannya terhadap kelompok tertenttu. Namun, dari semua metode pengelompokan akan memerlukan ukuran jarak, yang masing-masing ukuran memiliki kelebihan dan kekurangan. Jarak Euclidean contohnya hanya bisa digunakan untuk variabel kontinu dan ukuran simple matching dissimilarity hanya untuk variabel kategorik. Metode two Step cluster adalah metode mengelompokkan obyek dengan jumlah data yang relatif besar dan dengan tipe data gabungan antara variabel kontinu dan kategorik. Prosedur pada two step cluster adalah : 1. Pre-cluster, pada tahap ini obyek dibaca satu per satu dan ditentukan apakah obyek tersebut masih digabung dengan kelompok sebelumnya atau digabung dengan kelompok yang 7
baru berdasarkan kriteria jarak. Prosedur ini dijalankan dengan membangun pohon cluster feature(CF). 2. Pengelompokan data ke sub kelompok. Pada tahap ini menggunakan metode agglomerative hierarchical clustering yang akan menghasilkan jumlah kelompok optimal dengan menggunakan BIC atau AIC. Ukuran jarak yang digunakan adalah jarak log-likelihood, karena merupakan jarak berdasarkan probabilita yang dapat menggabungkan antara variabel kontinu dan kategorik. Jarak antara dua kelompok adalah penurunan pada log-likelihood dibandingkan jika dua kelompok tersebut digabung dalam satu kelompok. Jika data hanya terdiri dari variabel kontinu dapat menggunakan jarak Euclidean. 2.1.1.
Pohon Clustering Feature (CF)
Clustering Feature adalah ringkasan informasi yang menggambarkan suatu kelompok. Jika diberikan N data dalam sebuah kelompok berdimensi-d; { }, dimana j = 1,2,..., N. Clustering Feature (CF) vector didefinikan sebagai : CF = {N,M,V,K}, dimana N adalah banyaknya data, M adalah rata-rata masing-masing variabel kontinu dari N data, V adalah varian masing-masing variabel kontinu dari N data dan K adalah jumlah dari masing-masing kategori untuk masing-masing variabel kategorik. Pohon CF adalah suatu pohon keseimbangan yang memiliki dua parameter yaitu Branching Factor (B) dan Threshold (T). Pohon CF terdiri atas beberapa level of nodes dan pada masing-masing node terdiri dari beberapa entries. CF 1
CF 11 CF 12 ............
CF 2
............
CF B
CF 1B CF B1
CF 111, CF 112, ...., CF 11N11
8
CF B2
............
CF BB
Gambar 2.1. Pohon Clustering Feature
Hasil pengelompokan dengan pohon CF di atas adalah sub-cluster dengan CF tertentu yang terletak pada sebuah entry pada sebuah node di level terbawah. Ukuran pohon yang terbentuk bergantung dari parameter threshold (T), semakin besar T maka semakin kecil pohon yang terbentuk. Jarak Log-Likelihood Jarak log-likelihood adalah ukuran jarak berdasarkan probabilita. Untuk menghitung log-likelihood diasumsikan distribusi normal untuk variabel kontinu dan distribusi multinomial untuk variabel kategorik dan saling bebas antar variabel. Pada beberapa percobaan secara empiris, prosedur umum two step clustering dengan menggunakan jarak log-likelihood cukup robust terhadap pelanggaran asumsi independence dan distributional. Jarak antara kelompok j dan s didefinisikan sebagai : , = + − , 2.1.2.
'
1 # = − !"# + !" $ + %& ( 2
*+
%& = − )
) )
Dimana : adalah log-likelihood kelompok ke-j adalah log-likelihood kelompok ke-s , adalah log-likelihood kelompok gabungan antara kelompok ke-j dan ke-s KA adalah jumlah variabel kontinu KB adalah jumlah variabel kategorik !"# adalah varian variabel kontinu ke-k # !" adalah varian variabel kontinu ke-k pada kelompok ke-v 9
%& adalah log-likelihood variabel kategorik ke-k pada kelompok ke-v adalah jumlah data pada kelompok ke-v ) adalah jumlah data pada kelompok ke-v untuk variabel kategorik kek dengan kategori ke-l 2.1.3. Auto Cluster Dalam analisis two step cluster akan menghasilkan jumlah kelompok yang optimal dengan metode hierarchical clustering. Prosedur pemilihan jumlah kelompok dilakukan dalam dua tahap yaitu menghitung BIC masing-masing jumlah kelompok untuk menentukan estimasi awal terhadap jumlah kelompok optimal, kemudian estimasi awal yang didapat berdasarkan nilai BIC terendah dibandingkan dengan peningkatan jarak antar dua kelompok terdekat. 0
,-./ = −2 + 1
'
1 = / 223 4 + 5 − 1 6
Dimana : J adalah jumlah kelompok adalah log-likelihood kelompok ke-j N adalah jumlah data KA adalah jumlah variabel kontinu KB adalah jumlah variabel kategorik Lk a dalah jumlah kategori pada variabel kategorik ke-k 2.2.
MANOVA Jika sampel acak diambil dari tiga atau lebih populasi, dan akan dilihat kesamaan rata—ratanya, maka akan dibandingkan sebagaimana pada Analysis of Variansce (ANOVA). Uji kesamaan vektor rata-rata untuk tiga atau lebih populasi atau kelompok dimana antar variabel dalam vektor tersebut saling berkorelasi maka menggunakan Multivariate Analysis of Variance (MANOVA). Asumsi tentang struktur data pada MANOVA adalah : 10
1. Observasi dari populasi yang berbeda salinng bebas. 2. Semua populasi memiliki matrik kovarian ∑. 3. Masing-masing populasi adalah multivariate normal. Asumsi ketiga dapat lebih fleksibel dengan pendekatan Teori Limit Pusat ketika ukuran sampel masing-masing populasi besar. Misalkan sampel acak berukuran nl dari popolasi ke-l, dimana l =1,2,....,g. Maka struktur data seperti berikut : 7 7# ⋮ 7=
7# 7## ⋮ 7=#
⋯ 79: ⋯ 7#9; ⋮ ⋱ 7 =9@ …
Satu observasi yang diwakili oleh sebuah vektor dari data di atas dapat didekomposisi sesuai model MANOVA sebagai berikut : 7) = A + B) + C) , j = 1,2,..., nl dan l = 1,2,...,,g.
Dimana C) adalah independent dan berdistribusi D 0, ∑ . Vektor µ adalah rata-rata total, dan τl merepresentasikan efek dari perlakuan ke-l = dimana ∑) nι τι = 0. Hipotesis untuk persamaan vektor rata-rata antar populasi adalah : HI : B = B# = ⋯ = B=
Sehingga dapat dihitung tabel MANOVA sebagai berikut : Source or variation Treatment Residual (Error) Total
Matrix of sum of squares and cross products (SSP) K=
M=
=
)
K+M=
=
)
L) 7) − 7$ 7) − 7$
=
)
9N
7) − 7) $ 7) − 7) $
9N
7) − 7$ 7) − 7$
Degrees of freedom (d.f.) =
g-1
LO − ) =
LO − 1 )
Salah satu pendekatan untuk tes hipotesis di atas adalah menggunakan statistik Wilks’ lambda (Λ*). 11
N 7) − 7) $ 7) − 7) $ S S∑) ∑ |R| Λ = = ′ 9N = |, + R| 7) − 7$ 7) − 7$ S S∑) ∑ H0 ditolak atau ada sedikitnya sepasang vektor rata-rata yang sama jika nilai Λ* sangat kecil atau ekuivalen dengan F-test pada kasus univariat.
=
∗
9
′
2.3.
Analisis Survival Analisis survival adalah analisis mengenai data yang diperoleh dari catatan waktu yang dicapai suatu obyek sampai terjadinya peristiwa tertentu yang disebut sebagai failure event. Menurut Cox dan Oakes (1984) dalam menentukan waktu survival, T, terdapat tiga elemen yang harus diperhatikan yaitu : 1. Waktu awal (time origin) 2. Definisi failure time keseluruhan harus jelas 3. Skala waktu sebagai satuan pengukuran harus jelas. Perbedaan antara analisis survival dengan analisis statistik lainnya adalah adanya data tersensor. Menurut Miiler (1998) data dikatakan tersensor jika pengamatan waktu survival hanya sebagian, tidak sampai failure event. Penyebab terjadinya data tersensor antara lain : 1. Loss to follow up terjadi bila obyek pindah, meninggal atau menolak untuk berpartisipasi. 2. Drop Out terjadi bila perlakuan dihentikan karena alasan tertentu. 3. Termination of study terjadi bila masa penelitian berakhir sementara obyek yang diobservasi belum mencapai failure event. Jika T melambangkan waktu survival dan mempunyai distribusi peluang f(t), maka fungsi distribusi kumulatif dinyatakan sebagai berikut : \
TU = VW ≤ U = Y Z[ [
2.1
I
Jika fungsi survival, S(t), didefinisikan sebagai probabilita suatu obyek bertahan setelah waktu ke-t, maka : ^U = VW > U = 1 − VW ≤ U = 1 − TU 2.2 Fungsi hazard merupakan laju failure atau kegagalan sesaat dengan asumsi obyek telah bertahan sampai waktu ke-t, yang didef inisikan sebagai berikut : 12
VU ≤ W < U + ∆U|W > U h ∆U ∆\eI Dari definisi di atas, dapat diperoleh hubungan antara fungsi survival dan fungsi hazard. Berdasarkan teori probabilitas bersyarat, bahwa : Vi, Vi|, = V, Maka dapat ditentukan hubungan sebagai berikut : VU ≤ W < U + ∆U TU + ∆U − TU j k =f h VW > U ^U Sehingga : TU + ∆U − TU 1 ℎU = lim f h ∆U ^U ∆\eI Dengan TU + ∆U − TU T ′\ = lim f h = ZU ∆U ∆\eI Karena f(t) adalah derivatif dari F(t), maka hubungan antara fungsi survival dan fungsi hazard sebagai berikut : ZU ℎU = 2.3 ^U Diketahui, F(t) = 1- S(t), dapat dituliskan sebagai m ZU U = 1 − ^U . Jika keduanya diturunkan terhadap t maka diperoleh: 1 − ^U ZU = U Sehingga nilai h(t) menjadi : 1 − ^U j k n− ^U o U U ℎU = = ^U ^U ^U −ℎU U = ^U Dengan mengintegralkan maka diperoleh : \ \ 1 − Y ℎU U = Y ^U $ I I ^U ℎU = lim f
13
\
− Y ℎU U = pL ^U |\I = ln ^U − ln ^0 = ln ^U I
\
Dimana fungsi kumulatif hazard, HU = mI ℎU U , maka hubungan antara fungsi kumulatif hazard, H(t), dan fungsi survival adalah : HU = −L ^U 2.4 2.4.
Model Hazard Proporsional Jika resiko failure pada waktu tertentu bergantung pada nilai x1, x2, x3, ...., xp dari p variabel prediktor, X1, X2, X3, ...., Xp, maka nilai variabel tersebut diasumsikan telah tercatat sebagai time origin. Misalkan h0(t) sebagai fungsi hazard untuk setiap obyek dengan nilai dari semua variabel prediktor X adalah nol, maka fungsi h0(t) dikatakan sebagai fungsi baseline hazard (Collet,1994). Model hazard proporsional atau lebih dikenal dengan regresi cox adalah sebagai berikut : ℎU = ℎI U expu + u# # + uv v + ⋯ + uD D 2.5 Odds Ratio Odds ratio merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat resiko (kecenderungan) yaitu perbandingan antara Odd individu dengan kondisi variabel prediktor X pada kategori sukses dengan kategori gagal (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Nilai estimasi dari Odds Ratio diperoleh dengan mengeksponensialkan koefisien regresi cox masing-masing variabel prediktor yang signifikan berhubungan dengan hazard rate-nya. Misal X adalah variabel prediktor dengan dua kategori yaitu 0 dan 1. Hubungan antara variabel X dan h(t) dinyatakan dengan h(tΙx) = h0(t) eβx maka : - Individu dengan x=1, fungsi hazardnya : h(tΙx=1) = h0(t) eβ.1= h0(t) eβ - Individu dengan x=0, fungsi hazardnya : h(tΙx=1) = h0(t) eβ.0= h0(t) - Odds Ratio untuk individu dengan x=1 dibanding x=0 adalah : ℎpU| = 1 ℎI U z { xy = p = = z{ ℎU| = 0 ℎI U 2.5.
14
Sehingga diperoleh nilai OR yang artinya bahwa tingkat kecepatan terjadinya failure event pada individu dengan kategori x=1 adalah sebesar z { kali tingkat kecepatan terjadinya resiko terjadinya peristiwa failure event pada individu dengan kategori x=0. Pada variabel kontinyu, nilai dari z { mempunyai interpretasi perbandingan odds ratio antara individu dengan nilai X lebih besar 1 satuan dibanding individu lain. 2.6.
Pendekatan Bayesian pada Estimasi Parameter Dalam teori estimasi, dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan statistika klasik dan pendekatan statistika Bayesian. Statistika klasik sepenuhnya mengandalkan proses inferensia pada data sampel yang diambil dari populasi. Sedangkan statistika Bayesian, disamping memanfaatkan data sampel yang diperoleh dari populasi juga memperhitungkan suatu distribusi awal yang disebut prior. Inferensi statistik dengan pendekatan statistika Bayesian berbeda dengan pendekatan statistika klasik. Pendekatan statistika klasik memandang parameter θ sebagai parameter bernilai tetap. Sedangkan pendekatan statistika Bayesian memandang parameter θ sebagai variabel random yang memiliki distribusi, disebut distribusi prior. Dari distribusi prior selanjutnya dapat ditentukan distribusi posterior sehingga diperoleh estimator Bayesian yang merupakan mean atau modus dari distribusi posterior. Informasi yang diketahui tentang parameter θ sebelum pengamatan dilakukan disebut sebagai prior θ atau p( θ ). Selanjutnya untuk menentukan distribusi posterior θ , yaitu p( θ x ) didasarkan pada aturan probabilitas dalam teorema bayes sebagai berikut:
p (θ x ) =
f ( x θ ) p (θ ) f ( x)
(2.6)
15
~ | LU~L[p m Z|| Z| | ∑ Z|| | ~ | ~~U f (x) adalah suatu konstanta yang disebut sebagai normalized constant (Gelman et.al, 1995), selanjutnya persamaan (2.6) dapat ditulis menjadi: p(θ x) ∝ f ( x θ ) p(θ ) (2.7)
dimana
Z = %Z|| = }
Persamaan (2.7) menunjukkan bahwa posterior adalah proporsional terhadap likelihood dikalikan dengan prior dari parameter model. Penyelesaian masalah melalui pendekatan bayesian mempunyai kelebihan dari pendekatan klasik, karena pendekatan ini mengintegrasikan kondisi priornya ke dalam perhitungan selanjutnya (Niggli, dan Musi, 2005). Keuntungan menggunakan metode Bayesian dibandingkan statistik secara konvensional adalah: • Menggunakan informasi kondisi prior dalam proses pengelolaan atau inferensia data. • Pendekatan Bayesian menggunakan prinsip distribusi probabilitas langsung pada parameternya (parameter diberlakukan sebagai variabel). Hal ini memberikan kepercayaan yang lebih dibanding cara statistic klasik pada umumnya. • Teori Bayesian merupakan alat bantu estimasi model yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan untuk berbagai situasi. • Statistik Bayesian merupakan cara yang sederhana untuk mempelajari parameter yang bermasalah dalam model. • Teori Bayesian memberikan cara untuk mendapatkan distribusi prediksi untuk masa mendatang. Hal ini tidak selalu mudah dikerjakan dengan cara statistik klasik pada umumnya. 2.6.1.
Distribusi Prior Berdasarkan teorema bayes, informasi awal yang digunakan sebagai distribusi prior dan informasi sampel yang dinyatakan dengan fungsi likelihood dikombinasikan untuk membentuk distribusi posterior.
16
Box dan Tiao (1973) menyatakan ada beberapa tipe distribusi prior yang dikenal dalam metode Bayesian: 1. Conjugate prior VS non conjugate prior ((Box dan Tiao, 1973), (Gelman et.al,1995), (Tanner, 1996), (Zellner, 1971)). Adalah prior yang terkait dengan pola model likelihood dari data. 2. Proper prior VS Improper prior (Jeffreys prior). Yaitu prior yang terkait dengan pemberian bobot/ densitas di setiap titik apakah terdistribusi secara uniform atau tidak. 3. Informative prior VS Non-Informative Prior, yaitu prior yang terkait dengan diketahui atau belum diketahuinya pola/ frekuensi distribusi dari data. 4. Pseudo Prior (Carlin dan Chib, 1995) menjabarkan prior yang terkait dengan pemberian nilai yang disetarakan dengan hasil elaborasi dari pendapat kaum frequentist. 2.6.2.
Markov Chain Monte Carlo (MCMC) Metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC) memudahkan permodelan yang cukup kompleks sehingga dianggap sebagai suatu tembusan dalam penggunaan analisis bayesian (Carlin dan Chib, 1995). Ada beberapa teknik yang tersedia untuk integrasi numerik, dan sebagian besar metode yang ada sangat berhubungan dengan ide yang ada pada integral Monte Carlo yaitu sebuah teknik integrasi yang dapat dilakukan untuk memperoleh sebuah nilai harapan (expectation). Dalam bentuk yang sederhana dapat dituliskan : (2.8) m Z ≅
: ∑
: dimana nilai x1, x2, ..... ,xn dapat diperoleh secara bebas pada kepadatan p(x) dalam interval (a,b) dalam bentuk yang paling sederhana dapat menggunakan distribusi uniform (a,b). Pada analisis Bayesian, penggunaan MCMC dapat mempermudah analisisnya, sehingga keputusan yang diambil dari hasil analisis akan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Ada dua kemudahan yang diperoleh dari penggunaan metode MCMC pada analisis bayesian (Iriawan, 2000). Pertama, metode MCMC dapat menyederhanakan bentuk integral yang komplek dengan dimensi besar menjadi bentuk integral yang sederhana dengan satu dimensi. Kedua, 17
dengan menggunakan metode MCMC, estimasi densitas data dapat diketahui dengan cara membangkitkan suatu rantai markov yang berurutan sebanyak N. 2.6.3.
Gibbs Sampling Salah satu pendekatan MCMC adalah dengan metode Gibbs Samping (Gelfand dan Smith, 1990). Gibbs Samping merupakan teknik untuk membangkitkan variabel acak dari distribusi marginal secara tidak langsung tanpa harus menghitung densitasnya. Dengan menggunakan Gibbs sampling penghitungan yang sulit dapat dihindari (Casella dan George, 1992). Penggunaan Gibbs Sampling pada suatu analisis data ditujukan untuk mendapatkan data tiap parameter, θk secara individual dari bentuk distribusi full conditional semua parameter terhadap data, V| || , , dimana | = | , |# , . . . , | , | , . . . , | . Dengan demikian untuk mendapatkan sampel dari tiap parameter dilakukan dengan membentuk semua parameter model menjadi sebuah vektor parameter dalam bentuk partisi yang khusus yaitu : | = | , | . 3. Metode Penelitian 3.1. Metode Penelitian Untuk dapat mencapai tujuan dari penelitian maka disusun langkah–langkah penelitian sebagai berikut: 1. Eksplorasi data untuk menentukan variabel prediktor yang masuk dalam model. 2. Pengelompokkan individu ibu berdasarkan variabel-variabel yang diduga masuk ke model dengan two step cluster analysis. 3. Identifikasi individu ibu dalam kelompok yang terbentuk menurut provinsi tempat tinggal. 4. Pengelompokan ulang berdasarkan provinsi. 5. Mengeksplorasi data X dan Y masing-masing kelompok, menentukan distribusi data Y sebagai dasar pembentukan model dan deskriptif data X untuk melihat karakteristik individu ibu pada masing-masing kelompok. 18
6. 7.
8. 9.
10.
Menentukan model terbaik dengan software SPSS untuk masingmasing kelompok. Memeriksa asumsi proportional hazard untuk setiap variabel prediktor yang signifikan dalam model. Asumsi ini dapat terpenuhi dengan melihat pola plot antara loge{-loge Sˆ (t ) } terhadap t untuk tiap variabel penjelas. Jika garis antar kategori sejajar maka asumsi dapat dikatakan terpenuhi. Penentuan distribusi prior untuk setiap parameter dari model. Estimasi parameter fungsi hazard proporsional dibantu software WinBUGS dan melakukan uji parsial terhadap estimasi yang diperoleh. Analisa model masing-masing kelompok.
3.2. Variabel yang digunakan dalam penelitian Variabel dependent (Y) adalah jarak kelahiran anak kedua dan ketiga dalam bulan, sedangkan variabel dependent (X) yang digunakan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Variabel Dependent (X) yang Digunakan dalam Model Construct Sosial X1
Variabel Kemampuan Baca Tulis
X2
Akses ke Media Informasi
X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
Umur Ibu Umur Suami Lama Sekolah Ibu Lama Sekolah Suami Umur Perkawinan Pertama Jumlah Perkawinan Anak Yang Diinginkan
X10 Lama Menyusui Anak Kedua X11 Penggunaan Alat KB 19
Keterangan 0= Tidak Bisa Baca Tulis 1= Bisa Baca Tulis 0= Tidak Aktif 1= Aktif Mengakses Media Dalam tahun Dalam tahun Dalam tahun Dalam tahun Dalam tahun 1= Sekali 2= Lebih dr sekali 1= Diinginkan 2= Diinginkan Nanti 3= Tidak Diinginkan Dalam bulan 0= Tidak pernah
X12
Ekonomi
X13 X14 X15
Fungsi Keluarga
X16 X17
Intervensi X18 Pemerintah X19 Latar Belakang
X20 X21
1= Hanya Metode Tradisional 2= Hanya Metode Modern Agama 1= Islam 4= Hindu 2= Protestan 5= Budha 3= Katolik 6= Konghucu 7= Lainnya Status Bekerja 0= Tidak Bekerja 1= Bekerja Status Bekerja Suami 0= Tidak Bekerja 1= Bekerja Jabatan dalam Pekerjaan 1= Profesional, kepemimpinan, Suami dan ketatausahaan 2= Perdagangan dan Jasa 3= Pertanian 4= Lainnya Pendapat Suami tentang KB 1= Setuju 2= Tidak Setuju Keputusan ikut KB 1= Sendiri 3= Bersama 2= Suami 4= Lainnya Akses ke Alat Kontrasepsi 0= Tidak Tahu 1= Tahu Keaktifan Petugas KB dalam 6 0= Tidak Aktif 1= Aktif bulan terakhir Kota /Desa 1= Perkotaan 2= Pedesaan Provinsi 33 Provinsi
4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Pengelompokan Provinsi Data Sampel SDKI digunakan untuk estimasi pada tingkat provinsi, sehingga untuk perencanaan maupun evaluasi kebijakan hanya bisa dilakukan pada kebijakan tingkat provinsi. Kebijakan pembatasan jumlah anggota keluarga merupakan suatu intervensi terhadap perilaku individu dimana individu-individu tersebut memiliki latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang berbeda. Indonesia dengan 33 provinsi yang memiliki tingkat ekonomi, keadaan sosial, budaya, dan lingkungan yang berbeda tentu akan menghasilkan perilaku yang berbeda terhadap masyarakatnya. Untuk melihat pola keberhasilan intervensi “Dua Anak Cukup” di Indonesia diperlukan pengelompokan provinsi sehingga model yang didapat lebih menggambarkan perilaku ibu tentang keputusan memiliki anak 20
ketiga dalam kelompok yang lebih homogen. Kayri (2007) setelah membagi suatu set data yanng heterogen dalam subpopulasi atau kelompok yang homogen, hasil analisis statistik akan lebih robust dan unbiased. Pengelompokan individu berdasarkan variabel-variabel yang sebagai karakteristik individu dengan skala pengukuran kontinu dan diskrit dapat dilakukan dengan analisis Two Step Clustering. Pengelompokan dilakukan berdasarkan kemiripan atau kedekatan karakteristik dari individu, menghasilkan pengelompokan provinsi sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Pengelompokan Provinsi Berdasarkan Data SDKI-2007 Kelompok Provinsi (1) (2) 1 DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. 2 Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat 3 Riau, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Barat 4 Jawa Tengah, DI Yogayakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah Sumber : SDKI-2007 (hasil pengolahan)
Masing-masing kelompok provinsi di atas memiliki karakteristik ibu yang lebih homogen sehingga diharapkan model yang didapatkan nanti lebih tepat menjelaskan keadaan individu ibu pada masing-masing kelompok. Pola karakterisrik dari keempat kelompok yang terbentuk di atas adalah sebagai berikut : Tabel 3. Perbandingan Karakteristik Kelompok Berdasarkan Data SDKI-2007 Kelompok
Karakteristik
(1)
1
(2)
Pendidikan ibu rendah, umur ibu muda, usia perkawinan pertama termuda, petugas KB paling aktif, mayoritas menginginkan anak ke-3
21
2
Pendidikan ibu paling tinggi, akses ke media dan alokon tinggi, partisipasi kerja rendah, suami bekerja di luar pertanian, suami setuju KB, menginginkan anak ke-3 terendah 3 Pendidikan ibu paling rendah, akses ke media dan alokon paling rendah, partisipasi kerja rendah, suami bekerja di sektor pertanian, persentase suami setuju KB terendah, menginginkan anak ke-3 rendah 4 Pendidikan ibu tinggi,umur ibu tua, usia perkawinan pertama tertinggi, akses ke media rendah, persentase wanita tidak menginginkan anak ke3 tertinggi Sumber : SDKI-2007 (hasil pengolahan)
4.2. Uji Beda Vektor Rata-rata Hasil analisis two-step clustering terdapat 4 kelompok provinsi dengan karakteristik berbeda-beda. Dari 20 variabel yang digunakan dalam pengelompokan terdapat 6 variabel kontinyu yang dapat dilakukan uji beda vektor rata-rata antar keempat kelompok di atas, sehingga dapat dilakukan inferensia dari pola pengelompokan di atas. Keenam variabel kontinyu adalah X3 : Umur Ibu saat Melahirkan Anak Kedua, X4 : Umur Suami, X5 : Lama Sekolah Ibu, X6 : Lama Sekolah Suami, X7 : Umur Perkawinan Pertama dan X10 : Lama Menyusui Anak Kedua. Hipotesis untuk persamaan vektor rata-rata antar kelompok adalah : HI : B = B# = Bv = B H : ~L~1 [ zU U − U zz Dimana B = Bv B B B B BI ′ , i=1,2,3,4 adalah vektor rata-rata yang terdiri dari rata-rata variabel X3, X4, X5, X6, X7, dan X10. Pada Tabel 4.6 berdasarkan keempat kriteria tes multivariate, H0 ditolak yang artinya minimal dua vektor rata-rata dari empat vektor ratarata untuk empat kelompok berbeda secara signifikan. Tabel 4. Tabel MANOVA untuk Multivariate Test Criteria Statistic Wilks' Lambda Pillai's Trace Hotelling-Lawley Trace Roy's Greatest Root
Value F Value Num DF Den DF 0.92106304 12.29 18 7501.5 0.08020163 12.15 18 7962 0.08433127 12.42 18 5298 0.06328477 27.99 6 2654 22
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001 <.0001
S=3 M=1 N=1325 NOTE: F Statistic for Roy's Greatest Root is an upper bound
Sumber : SDKI-07 (hasil penngolahan) Jika dibandingkan dengan uji beda rata-rata secara univariate, dari keenam variabel di atas, hanya satu variabel yaitu X4 (Umur Suami) yang gagal menolak H0 dan satu variabel X10 (Lama Menyusui Anak Kedua) menolak H0 pada tingkat signifikan 8,75 persen. Sedangkan keempat variabel lainnya berbeda secara signifikan pada level dibawah 1 persen.
4.3. Model 4.3.1. Model Kelompok 1 Model pertama untuk Kelompok 1 yaitu tanpa interaksi adalah : ℎU = z−0,2102 # − 0,00269 v − 0,2422 2 − 0,2632 3 − 0,6339 − 0,138 #I ℎI U Tabel 5. Koefisien dan Odds Ratio Model untuk Kelompok 1 tanpa Interaksi
Variabel (1) 7 7
Selang Kepercayaan (β) 2.5 % 97.5 % (2) (3) (4) -0,2102 -0,2858 -0,1368
Koefisien ) (
Odds Selang Kepercayaan Ratio ( ) 2.5 % 97.5 % ( ) (5) (6) (7) 0,8104 0,7514 0,8721
7¡
-0,0027
-0,0160
-0,0098
0,9973
0,9841
0,9903
-0,2422
-0,3333
-0,1560
0,7849
0,7166
0,8556
-0,2632
-0,4496
-0,0841
0,7686
0,6379
0,9193
7¤
-0,6339
-0,8383
-0,4028
0,5305
0,4324
0,6684
-0,1380
-0,2450
-0,0333
0,8711
0,7827
0,9672
7¡ 7¢£
Sumber: SDKI-2007 (hasil pengolahan) Untuk seorang ibu yang aktif mengakses media cenderung memiliki resiko lebih kecil untuk gagal melaksanakan program “Dua Anak Cukup” atau dengan kata lain lebih cepat melahirkan anak ketiga. 23
Resiko ibu yang aktif mengakses media informasi sebesar 0,8104 kali dari resiko ibu yang tidak aktif mengakses media informasi. Sedangkan faktor umur ternyata memiliki nilai odds ratio mendekati satu yang artinya umur seorang ibu pada saat melahirkan anak kedua tidak terlalu membedakan perilaku dalam menentukan bertahan lebih lama dengan dua anak atau melahirkan anak ketiga lebih cepat. Jika dilihat dari Kategori Anak yang Diinginkan, anak lahir dengan kondisi diinginkan nanti memiliki resiko lebih kecil dibandingkan anak dengan kondisi memang benar-benar diinginkan sekarang yang artinya jarak kelahirannya akan cenderung lebih panjang. Sedangkan untuk anak yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan cenderung lebih panjang lagi jarak kelahirannya dengan resiko sebesar 0,7686 kali anak yang diinginkan. Hal ini wajar jika seorang ibu menginginkan anak nanti tentu ada usaha untuk menunda kehamilan baik dengan alat kontrasepsi maupun tidak, berbeda dengan ibu yang menginginkan anak sekarang yang tidak memakai alat kontrasepsi sehingga resiko terjadinya kehamilan lebih besar. Apalagi jika tidak menginginkan anak lagi, akan ada usaha untuk mencegah kehamilan seperti sterilisasi, sehingga resiko terjadinya kehamilan anak ketiga akan lebih kecil lagi. Untuk variabel Status Bekerja Suami, seorang ibu dengan suami yang berstatus bekerja cenderung lebih kecil resiko kelahiran anak ketiganya yaitu sebesar 0,5305 kali dibanding dengan suami tidak bekerja. Hal ini biasanya berhubungan dengan tingkat pendidikan suami yang dimana menentukan status bekerja suami dan wawasan tentang pentingnya mengatur jarak kelahiran. Tipe tempat tinggal ternyata masih signifikan untuk provinsi-provinsi di Kelompok 1 ini, yang menarik adalah ibu yang tinggal di daerah perkotaan cenderung beresiko lebih tinggi untuk gagal dalam program “Dua Anak Cukup” atau melahirkan anak ketiga dibanding seorang ibu yang tinggal di pedesaan. Model kedua untuk Kelompok 1 yaitu dengan interaksi adalah: ℎU = z−0,5361 # − 0,02238 v − 0,2395 2 − 0,2223 3 − 0,8228 − 0,9332 #I + 0,03081 # ∗ v + 0,9236 ∗ #I − 2,962% − 4 # ∗ v ∗ ℎI U
24
Interaksi yang terjadi antara variabel Akses ke Media Informasi dan Umur menjelaskan bahwa nilai odds ratio masih berkisar pada nilai satu walaupun secara uji parameter signifikan. Yang menarik adalah interaksi antara Status Bekerja Suami dan Tipe Tempat Tinggal, secara parsial atau univariat seorang ibu dengan suami bekerja memperpanjang jarak kelahiran atau resiko gagal bertahan pada program “Dua Anak Cukup” lebih kecil dan seorang ibu yang tempat tinggalnya di pedesaan resiko gagal bertahan pada program “Dua Anak Cukup” lebih kecil juga. Namun interaksi kedua variabel ini menghasilkan lain dimana seorang ibu yang tinggal di pedesaan dengan suami bekerja memiliki resiko lebih tinggi sebesar 2,5 kali dibanding jika tinggal di perkotaan dengan status suami bekerja. Adanya kecenderungan peningkatan ekonomi keluarga akan memutuskan penambahan jumlah anak ternyata lebih banyak terjadi di pedesaan yang ditunjukkan dengan status bekerja suami dibanding tidak bekerja walaupun variabel ini masih sangat umum. Tabel 6. Koefisien dan Odds Ratio Model untuk Kelompok 1 dengan Interaksi Variabel (1) 7 7
Selang Kepercayaan (β) 2.5 % 97.5 % (2) (3) (4) -0,5361 -0,6322 -0,4398
Koefisien ) (
Odds Ratio ( ) (5) 0,5850
Selang Kepercayaan ( ) 2.5 % 97.5 % (6) (7) 0,5314 0,6442
7¡
-0,0224
-0,0383
-0,0079
0,9779
0,9624
0,9921
-0,2395
-0,3287
-0,1541
0,7870
0,7199
0,8572
-0,2223
-0,4077
-0,0388
0,8007
0,6652
0,9619
7¤
-0,8228
-1,0720
-0,5696
0,4392
0,3423
0,5658
-0,9332
-1,2050
-0,6623
0,3933
0,2997
0,5157
0,0308
0,0131
0,0476
1,0313
1,0132
1,0487
0,9236
0,6325
1,2180
2,5183
1,8823
3,3804
7¡ 7¢£
7 ∗ 7
7¢£ ∗ 7¤
Sumber: SDKI-2007 (hasil pengolahan)
25
Nilai deviance model kedua yaitu model dengan interaksi lebih kecil dibanding model pertama namun penurunannya hanya sekitar 0,4 persen dari model pertama. Jika kesederhanaan model yang dipertimbangkan maka model pertama lebih disarankan, tetapi jika dilihat dari hasil temuan interaksi beberapa variabel pada model kedua yang sangat berarti menjelaskan permasalahan maka penulis menyarankan pemakaian model kedua untuk melihat fenomena permasalahan ini. 4.3.2.
Model Kelompok 2 Model untuk Kelompok 2 yaitu tanpa interaksi adalah :
ℎU = z−0,05756 v − 0,8791 # 2 − 0,6673 # 3 − 0,9844 # 4 − 1,095 # 5 + 0,3186 # 7 + 1,176 #I ℎI U
Berdasarkan uji hipotesis pada βi, distribusi posterior untuk β12 (5), β12 (7) dan β20 tidak signifikan karena selang kepercayaan memuat angka nol. Tabel 7. Koefisien dan Odds Ratio Model untuk Kelompok 2 tanpa Interaksi Variabel (1) 7
7¢ 7¢ 7¢ £
Selang Kepercayaan (β) 2.5 % 97.5 % (2) (3) (4) -0,0576 -0,0767 -0,0355
Koefisien ) (
Odds Selang Ratio Kepercayaan ( ) 2.5 % 97.5 % ( ) (5) (6) (7) 0,9441 0,9261 0,9652
-0,8791
-0,9382
-0,8217
0,4152
0,3913
0,4397
-0,6673
-0,8821
-0,4653
0,5131
0,4139
0,6279
-0,9844
-1,5530
-0,4755
0,3737
0,2116
0,6216
Sumber: SDKI-2007 (hasil pengolahan) Pada Kelompok 2 ini faktor umur ternyata lebih terlihat pengaruhnya dibanding Kelompok 1 yang mendekati satu, walaupun nilai odds ratio hanya sedikit lebih kecil yaitu 0,9441 yang artinya semakin tua seorang ibu pada saat memiliki anak dua akan memiliki resiko lebih kecil dibanding ibu yang lebih muda. Variabel lain yang signifikan adalah Agama. Kategori 1 sebagai reference adalah Islam sebagai agama untuk 26
mayoritas penduduk Indonesia. Seorang ibu yang menganut agama Hindu memiliki resiko paling kecil yaitu 0,3737 kali ibu dengan agama Islam, kemudian agama Protestan sebesar 0,4152 dan yang paling dekat dengan Islam adalah Katolik sebesar 0,5131 kali. Sedangkan agama Budha dan Lainnya tidak signifikan pada uji parameter. Tentu hal ini perlu kajian lebih dalam karena representasi sampel SDKI juga belum memperhitungkan variabel agama. Variabel Tipe Tempat Tinggal ternyata juga tidak signifikan pada Kelompok 2.
4.3.3.
Model Kelompok 3 Model untuk Kelompok 3 yaitu tanpa interaksi adalah :
ℎU = z −0,1009 v − 0,6571 2 − 0,4093 3 $ ℎI U
Berdasarkan selang kepercayaan 2,5% - 97,5%, semua distribusi posterior koefisien di atas tidak memuat angka nol sehingga semua variabel signifikan dalam model. Tabel 8. Koefisien dan Odds Ratio Model untuk Kelompok 3 tanpa Interaksi Variabel (1) 7
7¡ 7¡
(2) -0,1099
Selang Selang Odds Ratio Kepercayaan (β) Kepercayaan ( ) ( ) 2.5 % 97.5 % 2.5 % 97.5 % (3) (4) (5) (6) (7) -0,1366 -0,0835 0,8959 0,8723 0,9199
-0,6571
-0,7170
-0,5949
0,5184
0,4882
0,5516
-0,4093
-0,5856
-0,2321
0,6641
0,5568
0,7929
Koefisien ) (
Sumber: SDKI-2007 (hasil pengolahan) Pada Kelompok 3 ini faktor umur memiliki nilai odds ratio lebih kecil dibanding 2 kelompok sebelumnya yaitu 0,8959 yang artinya semakin tua seorang ibu memiliki anak 2 akan memiliki resiko lebih kecil dibanding ibu yang lebih muda. Variabel lain yang signifikan adalah Kategori Anak yang Diinginkan, anak lahir dengan kondisi diinginkan nanti memiliki resiko lebih kecil dibandingkan anak dengan kondisi 27
memang benar-benar diinginkan sekarang yaitu sebesar 0,5184 kali anak yang diinginkan. Sedangkan untuk anak yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan cenderung memiliki resiko sebesar 0,6641 kali dibanding anak yang diinginkan. 4.3.4.
Model Kelompok 4 Model pertama untuk Kelompok 4 yaitu tanpa interaksi adalah : ℎU = z −0,4838 − 0,06106 v − 0,3092 2 − 0,4788 3 $ ℎI U
Hasil pengujian hipotesis untuk setiap parameternya menunjukkan semua parameter model signifikan. Tabel 9. Koefisien dan Odds Ratio Model untuk Kelompok 4 tanpa Interaksi Variabel (1) 7¢ 7
7¡ 7¡
Odds Selang Ratio Kepercayaan ( ) 2.5 % 97.5 % ( ) (5) (6) (7) 0,6164 0,4589 0,8329
(2) -0,4838
Selang Kepercayaan (β) 2.5 % 97.5 % (3) (4) -0,7790 -0,1829
-0,0611
-0,0784
-0,0430
0,9408
0,9246
0,9579
-0,3092
-0,4925
-0,1285
0,7340
0,6111
0,8794
-0,4788
-0,6495
-0,3126
0,6195
0,5223
0,7315
Koefisien ) (
Sumber: SDKI-2007 (hasil pengolahan) Untuk seorang ibu yang mempunyai kemampuan baca tulis cenderung memiliki resiko lebih kecil untuk bertahan pada program “Dua Anak Cukup” yaitu sebesar 0,6164 kali dari resiko ibu yang tidak bisa baca tulis. Sedangkan faktor umur hampir sama dengan Kelompok 2 yaitu mempunyai nilai odds ratio mendekati satu yang artinya umur seorang ibu pada saat melahirkan anak kedua tidak terlalu berbeda perilaku dalam menentukan bertahan lebih lama dengan dua anak atau melahirkan anak ketiga lebih cepat. Jika dilihat dari Kategori Anak yang Diinginkan, anak lahir dengan kondisi diinginkan tetapi waktunya nanti 28
memiliki resiko lebih kecil dibandingkan anak dengan kondisi memang benar-benar diinginkan sekarang yaitu sebesar 0,7340 kali dibanding anak yang diinginkan sekarang. Sedangkan untuk anak yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan lebih panjang lagi jarak kelahirannya dengan resiko sebesar 0,6195 kali jika anak diinginkan saat ini. Model kedua untuk Kelompok 4 yaitu dengan interaksi adalah: ℎU = z 0,02845 v − 0,145 2 − 0,4591 3 − 0,2684 ∗ 2 − 0,4617 ∗ 3 $ ℎI U
Tabel 10. Koefisien dan Odds Ratio Model untuk Kelompok 4 dengan Interaksi Variabel (1) 7
7¡ 7¡
7¢ ∗ 7¡ 7¢ ∗ 7¡
Odds Selang Ratio Kepercayaan ( ) 2.5 % 97.5 % ( ) (5) (6) (7) 1,0289 1,7568 1,0547
(2) 0,0285
Selang Kepercayaan (β) 2.5 % 97.5 % (3) (4) 0,5635 0,0533
-0,1450
-0,1716
-0,1183
0,8650
0,8423
0,8884
-0,4591
-0,6349
-0,2887
0,6319
0,5300
0,7492
-0,2684
-0,4488
-0,0882
0,7646
0,6384
0,9156
-0,4617
-0,5942
-0,2438
0,6302
0,5520
0,7836
Koefisien ) (
Sumber: SDKI-2007 (hasil pengolahan) Interaksi yang terjadi antara variabel Kemampuan Baca Tulis dan Anak Yang Diinginkan menjelaskan bahwa nilai odds ratio masih sejalan dengan odds ratio variabel Anak Yang Diinginkan secara parsial. Namun setelah berinteraksi dengan variabel Kemampuan Baca Tulis terlihat bahwa seorang ibu yang bisa baca tulis akan menurunkan resiko gagalnya program “Dua Anak Cukup” atau memperpanjang jarak kelahiran anak ketiga dari anak kedua. Hal ini berlaku untuk kategori anak diinginkan nanti maupun tidak diinginkan yang berinteraksi dengan kemampuan baca tulis memiliki nilai odds ratio lebih kecil dibanding jika tanpa interaksi. Untuk seorang ibu yang mampu baca tulis dan anak ketiga diinginkan nanti memiliki nilai odds ratio sebesar 0,7646 kali 29
dibanding ibu yang mampu baca tulis dan menginginkan anak sekarang dan untuk kondisi ibu yang mampu baca tulis dan anak ketiga tidak diinginkan memiliki nilai odds ratio sebesar 0,6302 kali dibanding ibu yang mampu baca tulis dan menginginkan anak sekarang. Variabel Anak Yang Diinginkan cenderung berkaitan dengan penggunaan alat kontrasepsi, dimana jika kategori 1 yaitu diinginkan maka seorang ibu cenderung tidak menggunakan alat kontrasepsi. Jika menginginkan nanti maka cenderung menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan saat ini dan akan berhenti jika waktunya dianggap tepat. Sedangkan kategori 3 yaitu tidak diinginkan, maka penggunaan alat kontrasepsi cenderung untuk jangka panjang seperti sterilisasi. Sehingga wajar jika berinteraksi dengan kemampuan baca tulis yang berkaitan dengan wawasan terhadap informasi tentang pengaturan jarak kelahiran. Nilai deviance model kedua yaitu model dengan interaksi lebih kecil dibanding model pertama namun penurunannya hanya sekitar 0,9 persen dari model pertama. Jika dilihat dari hasil temuan interaksi beberapa variabel pada model kedua ternyata menghasilkan interpretasi yang tidak jauh berbeda dengan model pertama, dan mempertimbangkan kemudahan interpretasi model pada model pertama maka penulis menyarankan pemakaian model pertama untuk melihat fenomena permasalahan pada kelompok 4 ini. Beberapa struktur karakteristik individu ibu di Indonesia dapat terjelaskan dari proses pengelompokan provinsi dan permodelan di atas. Varibel umur pada saat melahirkan anak kedua sangat berpengaruh terhadap jarak kelahiran dengan anak ketiga yang ditunjukkan dengan masuknya variabel ini ke semua model yang terbentuk pada 4 kelompok. Makin tua seorang ibu melahirkan anak kedua, semakin kecil peluangnya untuk melahirkan anak ketiga yang artinya akan memperpanjang jarak kelahiran. Variabel ini tidak dapat terlepas dari umur perkawinan pertama dan jarak kelahiran sebelumnya serta terbatasnya masa reproduksi seorang wanita. Penundaan umur perkawinan pertama sangat erat dengan faktor pendidikan perempuan, semakin tinggi perempuan berpartisipasi dalam pendidikan secara langsung akan menunda usia perkawinan pertama. Dari empat kelompok yang terbentuk, kelompok 2 dan kelompok 3 30
memberikan gambaran yang sangat jelas akan kondisi di atas. Kelompok 2 dengan tingkat pendidikan ibu paling tinggi yaitu dengan rata-rata lama sekolah 9,22 tahun yang artinya mayoritas lulus sekolah menengah pertama, memiliki rata-rata umur perkawinan pertama relatif lebih tinggi yaitu 21,20 tahun. Tingkat pendidikan lebih tinggi juga dibarengi dengan kemampuan baca tulis serta tingkat akses ke media informasi yang lebih baik. Sehingga akses ke alat kontrasepsi juga mengikuti serta keinginan memiliki anak ketiga paling rendah dibanding kelompok lainnya yang didukung dengan penggunaan alat kontrasepsi. Pada kelompok ini fungsi keluarga juga lebih baik, terlihat dari pendapat suami tentang KB dan keputusan ikut ber-KB yang lebih mudah. Secara ekonomi, keluarga pada kelompok 2 ini lebih banyak ditopang oleh pekerjaan suami dibidang perdagangan dan jasa serta profesional, dan status bekerja ibu memiliki persenatse paling kecil dibanding ketiga kelompok lainnya. Sebaliknya, pada kelompok 3 dengan tingkat pendidikan paling rendah yaitu rata-rata lama sekolah hanya berkisar pada 7,49 tahun yang artinya lulus sekolah dasar dan pernah duduk di sekolah menengah pertama tetapi tidak lulus. Umur perkawinan pertama adalah 20,25 tahun dengan persentase ibu yang mampu baca tulis hanya 87 persen dan yang aktif mengakses media informasi sekitar 65 persen, tingkat terendah dari keempat kelompok yang diikuti pula dengan akses ke alat kontrasepsi yang rendah. Dari sisi intervensi pemerintah yang tidak mengena jika lewat media informasi, ternyata melalui petugas KB juga memiliki tingkat keaktifan terendah yaitu hanya 2,9 persen. Dari sisi keluarga, suami yang setuju KB hanya 59 persen dan pekerjaan suami mayoritas di sektor pertanian. Di sektor ini persentase perempuan bekerja lebih tinggi karena sebagai pemilik lahan dan pekerja keluarga.
31
hazard rate
0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 12
24
36
48
60
72
84
96 108 120
h1 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 h2 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 h3
0
0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03
h4 0,01 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03
Gambar 4.11. Hazard rate kelompok 1,2,3, dan 4 Namun, terdapat fenomena yang tidak seperti pada umumnya yaitu kenaikan tingkat pendidikan yang tidak linier dengan penurunan tingkat kegagalan program “Dua Anak Cukup”. Terlihat pada Gambar 4.11 bahwa hazard rate kelompok 2 lebih tinggi dibanding kelompok 3. Hal ini terjadi tidak hanya pada kelahiran anak ketiga saja, tetapi fertilitas secara umum di Indonesia jika dihubungkan dengan tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan huruf U-terbalik. Perempuan tidak berpendidikan memiliki TFR terendah dan meningkat pada perempuan belum dan tamat SD kemudian menurun pada tingkat pendidikan belum tamat sekolah menengah dan menurun lagi pada tingkat pendidikan tinggi tetapi tidak lebih rendah dibanding perempuan tidak berpendidikan. Fertilitas menurut indek kekayaan juga mempunyai hasil yang tidak diharapkan. TFR tertinggi justru terjadi pada kalangan kuantil terbawah atau termiskin, diikuti kuantil menengah dan kuantil teratas atau terkaya. Tabel 11. Angka Fertilitas Total (TFR) Menurut Tingkat Pendidikan dan Indek Kekayaan Ibu Tahun 2007
32
Tingkat Pendidikan Ibu (1) Tidak Berpendidikan
TFR (2)
Indek Kekayaan
(3) 2,4 Kuantil Terbawah
TFR (4) 3,0
Belum Tamat SD
2,8 Kuantil Kedua
2,5
Tamat SD
2,8 Kuantil Menengah
2,8
Belum Tamat Sekolah Menengah
2,7 Kuantil Keempat
2,5
Tamat Sekolah Menengah
2,5 Kuantil Teratas
2,7
Sumber: SDKI-2007 Tingkat pendidikan ibu di Indonesia tidak dapat menjadi jaminan turunnya fertilitas, justru naiknya taraf pendapatan yang dapat diwakili oleh indek kekayaan menyatakan bahwa peningkatan kesejahteraan sejalan dengan penurunan TFR. Hal ini menjadi perhatian bersama bahwa program KB tidaklah semata-mata kebijakan kependudukan, tetapi merupakan program strategis pembangunan yang dalam jangka panjang akan berdampak pada kesejahteraan penduduk dalam arti luas. Penelitian di beberapa negara yang telah mencapai bonus demografi menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sebesar 1 US dolar akan memberikan keuntungan pada negara sebesar 4 US dolar. Tentu hal ini akan tercapai dengan adanya komitmen bersama terutama pemerintah daerah dimana saat ini kebijakan program KB dilimpahkan pada pemerintah daerah dengan diterbitkannya perundang-undangan yang mendukung yaitu UU No.32/2004, PP No.38/2007, PP No.41/2007 dan UU No.39/2008. Walaupun pelaksanaannya sampai saat ini belum semua daerah memiliki kelembagaan KB sesuai amanat undang-undang dan yang sudah terbentuk cenderung digabung dengan unit atau dinas lain yang akhirnya program KB terpinggirkan. Akhirnya program ini tergantung pada persepsi dan pemahaman pemerintah daerah tentang program KB. Di antara 4 kelompok provinsi di atas, paling membutuhkan perhatian adalah kelompok 1. Kelompok 1 terdiri dari 16 provinsi hampir setengah dari jumlah seluruh provinsi di Indonesia, memiliki hazard rate tertinggi pada waktu kapanpun. Rata-rata lama sekolah ibu rendah yang diikuti oleh usia perkawinan pertama muda, walaupun petugas KB aktif 33
di kelompok ini lebih tinggi persentasenya dibanding kelompok lain namun keinginan ibu untuk memiliki anak ketiga masih tinggi. Hal ini mengindikasikan intervensi program “Dua Anak Cukup” pada kelompok 1 tidak mengena pada sasaran. Untuk bidang ekonomi, kelompok ini juga paling rentan dengan resiko gagalnya program “Dua Anak Cukup” dengan berubahnya status bekerja suami. Status suami bekerja mengurangi resiko 53 persen dibanding suami tidak bekerja, tetapi jika seorang ibu memiliki suami bekerja antara di pedesaan dan perkotaan memiliki resiko yang sangat berbeda dimana di pedesaan 2,5 kali lebih besar resikonya untuk gagal bertahan di program “Dua Anak Cukup”. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan pengendalian penduduk menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan. Pergeseran perilaku ibu dalam membatasi jumlah anak, pergeseran usia perkawinan pertama, dan beberapa masalah lain ditunjukkan hasil SDKI-2002 dan SDKI-2007 cukup mengkhawatirkan. Namun permasalahanpermasalahan di atas tidak terjadi di semua provinsi. Masingmasing provinsi memiliki permasalahan masing-masing yang dipengaruhi keadaan ekonomi, sosial, budaya dan kondisi demografinya, sehingga pengelompokan provinsi-provinsi dilakukan untuk mendapatkan kelompok provinsi yang lebih homogen (variabilitas kecil) dan antar kelompok lebih heterogen. Pengelompokan provinsi menghasilkan 4 kelompok yaitu : i. Kelompok 1 terdiri dari 16 provinsi yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat memiliki karakteristik ratarata lama sekolah ibu rendah (7,59 tahun), umur ibu muda (31,8 tahun), usia perkawinan pertama termuda (19,26 tahun), keaktifan petugas KB paling tinggi (6,2 persen), dan mayoritas menginginkan anak ke-3 (77,1 persen). 34
ii.
2.
Kelompok 2 terdiri dari 9 provinsi yaitu Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Barat memiliki karakteristik rata-rata lama sekolah ibu paling tinggi (9,22 tahun), akses ke media dan alokon tinggi (88 persen dan 91,2 persen), partisipasi kerja rendah (55,9 persen), suami bekerja di luar pertanian tinggi (72 persen), suami setuju KB (80,1 persen), menginginkan anak ke-3 terendah (68,9 persen). iii. Kelompok 3 terdiri dari 4 provinsi yaitu Riau, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat memiliki karakteristik rata-rata lama sekolah ibu paling rendah (7,49 persen), akses ke media dan alokon paling rendah (65 persen dan 70,2 persen), partisipasi kerja rendah (57,8 persen), suami bekerja di sektor pertanian (56,1 persen), persentase suami setuju KB terendah (59,2 persen), menginginkan anak ke-3 rendah (72 persen). iv. Kelompok 4 terdiri dari 4 provinsi yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah memiliki karakteristik rata-rata lama sekolah ibu tinggi (8,22 tahun), umur ibu tua (33,17 tahun), usia perkawinan pertama tertinggi (21,3 tahun), akses ke media rendah (67,8 persen), dan persentase wanita tidak menginginkan anak ke-3 tertinggi (13,7 persen) . Data jarak kelahiran anak kedua dan ketiga yang dihubungkan dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya mengandung data tersensor yang dapat ditangani dalam analisis survival dengan Model Proporsional Hazard. Model yang terbentuk masing-masing kelompok adalah : i. Kelompok 1 menggunakan model dengan interaksi yaitu: ℎU = z−0,5361 # − 0,02238 v − 0,2395 2 − 0,2223 3 − 0,8228 − 0,9332 #I + 0,03081 # ∗ v + 0,9236 ∗ #I − 2,962% − 4 # ∗ v ∗ ℎI U
Pada kelompok 1 ini faktor yang mempengaruhi jarak kelahiran anak kedua dan ketiga adalah akses ke media 35
ii.
informasi, umur ibu pada saat melahirkan anak kedua, anak yang diinginkan, status bekerja suami dan tipe tempat tinggal. Model untuk Kelompok 2 adalah model tanpa interaksi yaitu:
ℎU = z−0,05756 v − 0,8791 # 2 − 0,6673 # 3 − 0,9844 # 4 − 1,095 # 5 + 0,3186 # 7 + 1,176 #I ℎI U
iii.
Kelompok 2, faktor yang mempengaruhi bertahannya propgram “Dua Anak Cukup” pada individu ibu adalah umur ibu pada saat melahirkan anak kedua, agama dan tipe tempat tinggal. Model untuk Kelompok 3 yaitu tanpa interaksi dengan persamaan: ℎU = z −0,1009 v − 0,6571 2 − 0,4093 3 $ ℎI U
iv.
Pada kelompok 3, ketahanan program “Dua Anak Cukup” dipengaruhi oleh faktor umur ibu pada saat melahirkan anak kedua dan anak yang diinginkan. Model untuk kelompok 4 menggunakan model tanpa interaksi yaitu : ℎU = z −0,4838 − 0,06106 v − 0,3092 2 − 0,4788 3 $ ℎI U
3.
Pada kelompok terakhir ini program “Dua Anak Cukup” dipengaruhi oleh faktor kemampuan baca tulis, umur ibu pada saat melahirkan anak kedua dan anak yang diinginkan. Kelompok yang paling membutuhkan perhatian adalah kelompok 1, dimana memiliki hazard rate tertinggi, rata-rata lama sekolah rendah dan usia perkawinan pertama muda. Keadaan perekonomian keluarga mempengaruhi keputusan mempunyai anak ketiga yang mayoritas ibu masih menginginkan memiliki anak ketiga walaupun keaktifan petugas KB paling tinggi dibanding kelompok lain. Selain itu, umur ibu saat melahirkan anak kedua sangat kecil mempengaruhi resiko gagalnya program “Dua Anak Cukup”. Meskipun ada penundaan usia perkawinan pertama yang akibatnya menunda kelahiran anak kedua dan memperkecil resiko lahirnya aanak ketiga, namun efeknya sangat kecil. Jadi dibutuhkan 36
kerja keras pemerintah dan semua pihak untuk dapat melakukan intervensi pembatasan jumlah anak pada kelompok 1 ini. 5.2.
Saran Dalam kerangka pembangunan nasional baik ditinjau dari sisi ekonomi maupun pembangunan manusia, masalah kependudukan tidak bisa diabaikan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pada level tertentu tidak dapat dipisahkan dari pengendalian jumlah pengangguran, jumlah penduduk miskin, partisipasi sekolah, dan lain-lain yang berkaitan erat dengan penduduk. Sehingga pengendalian jumlah penduduk rasanya masih diperlukan di Indonesia dengan kebijakan yang mengintervensi jumlah anggota keluarga seperti “Dua Anak Cukup” yang sekarang di perbarui dengan “Dua Lebih Baik”. Beberapa hal yang dapat disarankan adalah: 1. Untuk pemerintahan pusat, menunda usia perkawinan adalah usaha yang dapat dilakukan secara nasional dengan melalui pendekatan kesehatan seperti bahayanya melahirkan di usia dini, dari sisi pendidikan dengan meningkatkan partisipasi sekolah untuk perempuan pada tingkat sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, dari sisi ekonomi dengan meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan dan lain-lain. Selain itu, memberikan pemahaman yang sama kepada pemerintah daerah tentang pentingnya program kependudukan bagi pembangunan. 2. Untuk pemerintah daerah, faktor-faktor yang mempengaruhi kurang berhasilnya program “Dua Anak Cukup” berbeda antar wilayah sehingga disesuaikan dengan kondisi wilayahnya masingmasing. Bahkan jika memungkinkan sampai tingkat kabupaten/kota dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda mengingat pada era otonomi beberapa urusan telah dijadikan urusan wajib bagi pemerintah daerah termasuk kelembagaan KB sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Untuk Badan Pusat Statistik sebagai penyelenggara SDKI, pengambilan sampel dapat dilakukan dengan penimbang beberapa variabel yang memungkinkan mempengaruhi perilaku individu dibidang demografi dan kesehatan seperti suku dan agama. Bahkan kenyataan bahwa dalam provinsipun terdapat perbedaan-perbedaan 37
karakteristik antar kabupaten/kota yang dalam pemecahan masalah seperti kependudukan tidak dapat digeneralisir menurut provinsi. Pengambilan sampel untuk estimasi tingkat kabupaten/kota kiranya perlu menjadi perhatian untuk penyelenggaraan SDKI yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA AL-Almaie, S.M. (2003), The Pattern and Factors Associated with Child Spacing in Eastern Saudi Arabia, The Journal of the Royal Society for the Promotion of Health. Vol.123, No.4, 217-221 BKKBN, (1981), Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan, BKKBN, Jakarta. Bongaarts, J. (1978). A Framework for Analysing the Proximate Determinants of Fertility. Population and Development Review, 4(1), 105-132. Box, G.E.P dan Tiao, G.C. (1973), Bayesian Inference in Statistical Analysis, Reading, MA: Addison-Wesley. BPS, BKKBN, DEPKES, dan ORC Macro (2008), Indonesia Demographic and Health Survey 2007, BPS, BKKBN, DEPKES, dan ORC Macro, Jakarta. Carlin, B.P. dan Chib, S. (1995), “Bayesian Model Choice via Markov Chain Monte Carlo Methods”, Journal of The Royal Statistical Society. Series B(Methodological), Vol.57, No. 3, hal. 473 – 484. Casella, G. dan George, E.I. (1992), “Explaining Gibbs Sampler”, Journal of The American Statistical Association, 46(3), 167 – 174. Collet, D. (1994), Modelling Survival Data in Medical Research, Chapman and Hall, London. Cox, DR. and Oakes, D. (1984), Analysis of Survival Data, Chapman and Hall, London. Ducrocq, V. (1997), “Survival Analysis, a Statistical Tool for Longevity Data”, 48th Annual Meeting of the European Association for 38
Animal Production, Institut Agronomique, Vienna.
National
de
la
Recherche
Gelfand, A. E., Hills, S.E., Recine-Poon, A. and Smith,A.F.M. (1990), Illustration of Bayesian Inference in Normal Data Models Using Gibbs Sampling, Journal of the American Statistical Association 85(412), 972-985. Gelman, A, Carlin, J.B, Stern, H.S, dan Rubin, D.B. (1995), Bayesian Data Analysis, Chapman and Hall, London. Hobcraft, J., McDonald, J., Menken, J., Rodriguez, G. and Trussel, J. (1984), A Comparative Analysis of determinants of Birth Intervals. In, WFS Comparative Study: Cross-National Summaries (World Fertility Surveys). Voorburg, Netherland, International Statistical Institute, 31 pp. Iriawan, N. (2000), Computationally Intensive Approuches to Inference in Neo Normal Linear Model , Ph.D Thesis, CUT - Australia. Kayri, M. (2007), “Two-Step Clustering Analysis in Researches: A Case Study”, Eurasian Journal of Educational Researches Vol : 28, pp,89-99. Kleinbaum, D.G, and Klein, M.(2005), Survival Analysis: A SelfLearning Text, Second Edition, Springer, New York. Kneib,T and Fahrmeir, L, (2004), “A Mixed Model Approach for Structured Hazard Regression”, Sonderforchungsbereich 386 paper 400, Department of Statistics, University of Munich, Munich. Mahmood, S. (2009), Estimating Multivariate Proporsional Hazards Model: an Application to the Birth Interval in Bangladesh.Thesis, ISRT, Bangladesh. Mengersen, K. (2009), “Modul 1 Bayesian Analysis”, Short Course on Bayesian Modelling, Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
39
Miller, R. (1998), Survival Analysis, John Willey and Sons Inc. New York. Nelson, W.B. (1982), Applied Life Data Analysis, John Willey and Sons Inc., New York. Niggli, M. dan Musy, A. (2005), A Bayesian combination method of flood models: Principles and application results. Agricultural Water Management. Vol: 7, Pp. 110–127 Polo, V., Luna, F., and Fuster,V. (2000), Determinants of Birth Interval in a Rural Mediterranean Population (La Alpujarra, Spain). http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3669/is_20001/ai_n8924237 Reev Consult International (2008), Uganda Birth Spacing Qualitative Research Study. http://jhuccp.org/training/Webconference/ChangingNorms07/Ugan da Rindfuss, R. R., Palmore, J. A., & Bumpass, L. L. (1987). Analyzing Birth Intervals: Implications for Demographic Theory and Data Collection. Sociological Forum, 2(4), 811-828. Stephen, E.H, and Chandra, A. (2007). The Long and the Short : Birth Interval Spacing among Women in United States. http://paa2007.princeton.edu/download.aspx?submissionId=71525 Tanner, M.A. (1996), Tools for Statistical Inference: Methods to the Eksploration of Posterior Distributions and Likelihood Functions, 3th ed. Springer-Verlag, New York. Zellner, A. (1971), An Introduction to Bayesian Inference in Econometrics, John Willey and Sons Inc., New York.
40