ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN BOMBANA
SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH: ANDI NURASIAR RAHMAH Stb. F1I1 12 006
PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
SKRIPSI ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN BOMBANA Oleh:
Andi Nurasiar Rahmah F1I1 12 006 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 03 November 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Tim Penguji Pembimbing I
Pembimbng II
Dr. Djafar Mey, S.P., M.Si M.Si NIP. 197005042003121001 Penguji I,
Safrudin Sahar, S.T., NIP. Penguji II,
Irfan Ido, S.Pi., M.Si Jufri Karim, S.P.,M.Sc NIP. 197502162005011003 NIP.198112012015041002
Penguji III,
Saban Rahim, S.Si., M.P.W NIP.
Kendari, 03 November 2016 Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo
Prof. Dr. Ir. Weka Widayati, M.S NIP.196408051988032002
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang ada sebelum kita ada, Tuhan yang ada setelah kita tiada dan Tuhan yang ada karna memang ada, karena berkat limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Spasial Daerah tertinggal Di Kabupaten Bombana” untuk memenuhi salahsatu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (Sl) pada Jurusan Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo Kendari. Salawat dan salam tidak lupa kita kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa ajaran penyempurna dari ajaran-ajaran agama sebelumnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam hal isi maupun teknik penulisan sehingga segala saran dan kritik yang bersifat Konstruktif demi paripurnanya skripsi ini akan penulis terima dengan lapang dada. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menghadapi rintangan dan tantangan tetapi atas bantuan dan dorongan moril serta materil dari berbagai pihak akhirnya hambatan tersebut dapat teratasi. Teristimewa saya ucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Andi Umar dan Ibunda Fatimah yang senantiasa memberikan restu, nasehat, dukungan, kasih sayang, yang tiada henti. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya, yakni Bapak Dr. Djafar Mey, S.P., M.Si selaku pembimbing satu dan Bapak
iii
Safrudin Sahar, S.T., M.Si selaku pembimbing dua yang telah meluangkan waktunya serta perhatiannya dalam memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, MS selaku Rektor Universitas Halu Oleo Kendari. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Weka Widayati, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo. 3. Bapak L.M. Iradat Salihin, S.Pd., ST., M.Sc selaku Ketua Program Studi Gografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. 4. Segenap dosen dan staf Jurusan Geografi yang telah membantu dan memudahkan segala urusan penulis yang berkaitan dengan proses penelitian sampai pada proses penyusunan skripsi. Terimakasih atas kemurahan hati ibu dan bapak sekalian, 5. Kepada keluargaku Alfian Renaldi Askac, Hasna Dewi, Nur Intan darwis, Andi Risqa Wahyuni Safitri dan Adik-adikku Andi Muhammad Mauliadi Rahmat dan Andi Muhammad Yaqub Akbar. 6. Spesial teruntuk Agus Santoso, SE yang selalu sabar dan tidak pernah bosan memberikan semangat dan motivasi kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik. 7. Kakanda Suryadi, SP. Kakanda Muhammad Rusli Abadi, SH. kakanda Muhammad Faisal, S.Pd. Kakanda Syamsu Rijal, SE. kakanda Ilham G, S.Pd
iv
yang selalu memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2012 di Jurusan geografi (Minarsi Fatmawati, Juhaida, Stevanus Hendriko, Ririn Pratiwi,Dll) yang selalu memberikan dukungan dan semangat demi mencapai finis daripada pindidikan Strata satu yang penulis jalani. 9. Kepada semua Teman-teman yang ada di lorong damai asrama Victoria yang juga
selalu
memberikan
motivasi demi terselesaikannya
skripsi
ini
:Muhammad Aksar, Abdullah, Muhammad Ikbal, Hendra,Riska Marwan, Risna, Satriani, Verawati, Aulia, Mega Indra Pratiwi. Semoga Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat kepada semua pihak. Semoga bantuan dan dukungan yang diberikan dari berbagai pihak dapat bernilai Ibadah serta bernilai pahala disisi Allah SWT, Amin Ya Robbal A’alamin.
Kendari, November 2016
Penulis
v
ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN BOMBANA Andi Nurasiar Rahmah (Program Studi Geografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu Oleo)
[email protected] ABSTRAK Kabupaten Bombana merupakan salah satu daerah tertinggal diantara tiga kabupaten yang masuk dalam lingkup daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tenggara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daerah-daerah tertinggal di Kabupaten Bombana. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan dan memformulasikan parameter dengan pendekatan konsep-konsep strategis sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan perhitungan pengaruh antara faktorfaktor internal dan eksternal Kabupaten Bombana dan untuk menentukan kecamatan tertinggal di Kabupaten Bombana. Jenis data yang dikumpulkan terdiri data sekunder tahun 2015 yang berjumlah 6 parameter 18 indiktor penentuan daerah tertinggal, observasi melalui pengamatan terhadap objek, dan dokumentasi berupa data-data sebagai literatur dan referensi. Hasil keseluruhan klasifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana dari 18 indikator sehingga diperoleh kecamatan berpotensi maju yaitu 6 kecamatan, kecamatan agak tertinggal terdapat 8 kecamatan, dan daerah tertinggal yaitu 8 kecamatan. Sedangkan berdasarkan perhitungan analisis skalogram (Hirarki Wilayah) menunjukkan bahwa di Kabupaten Bombana yang termasuk wilayah hirarki I hanya ada satu kecamatan, yang termasuk hirarki II hanya ada satu kecamatan sedangkan 20 kecamatan lainnya termasuk pada hirarki III.
Kata Kunci :Anslisis Spasial, Daerah Tertinggal, Parameter.
vi
ANALISIS SPASIAL DAERAH TERTINGGAL DI KABUPATEN BOMBANA Andi Nurasiar Rahmah (Geography major, Faculty of science and geoscience technology, Halu Oleo University)
[email protected] ABSTRACK Bombana is one of the underdeveloped areas of the three counties are included in the scope of underdeveloped regions in Southeast Sulawesi. The purpose of this study to determine the lagging regions in Bombana. The analytical tool used in this research is analysis qualitative is used to describe and formulate parameters to approach strategic concepts while quantitative analysis is used to determine the calculation of the influence of internal factors and external Bombana and to determine the districts left in Bombana. Types of data collected consisted of secondary data in 2015 which amounted to 6 parameter 18 indiktor determination disadvantaged areas, observation by observation of the object, and documentation of data as literature and references. The overall result of the classification of disadvantaged areas in Bombana of the 18 indicators in order to obtain potentially developed districts, namely 6 districts, rather backward districts there are 8 districts and disadvantaged areas, namely 8 districts. While based on the calculation schallogram analysis (Hierarchy Region) show that in Bombana which belonged to the first hierarchy there is only one sub-district, which includes II hierarchy there is only one sub-district, while 20 other districts included in the III hierarchy’s.
Keywords: Spatial Anaslisis, Underdeveloped Regions, Parameters
vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
ABSTRAK...................................................................................................
vi
ABSTRACT ................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xii
I.
PENDAHULUAN .............................................................................. A. Latar Belakang ............................................................................... B. Rumusan Masalah .......................................................................... C. Tujuan Penelitian ........................................................................... D. Manfaat Penelitian..........................................................................
1 1 6 7 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... A. Pembangunan Wilayah ................................................................... B. Daerah Tertinggal ........................................................................... C. Parameter Daerah Tertinggal .......................................................... D. Sistem Informasi Geografis ............................................................ E. Analisis Spasial .............................................................................. F. Keaslian Penelitian ......................................................................... G. Kerangka Pikir ...............................................................................
8 8 14 20 22 23 27 30
III. METODE PENELITIAN .................................................................. A. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... B. Bahan dan Alat ............................................................................... C. Populasi dan Sampel ...................................................................... D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .............................................. E. Metode Pengolahan Data ................................................................ F. Analisa Data ...................................................................................
31 31 33 33 34 35 37
IV.
44 44 58 70
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bombana ............................ B. Analisis Spasial Daerah Tertinggal........................................................ C. Analisis Hirarki Wilayah ................................................................ viii
V.
PENUTUP ......................................................................................... A. Kesimpulan ................................................................................... B. Saran .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
86 86 87
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7 Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21.
Halaman Keaslian Penelitian ....................................................................... 29 Parameter Daerah Tertinggal ........................................................ 34 Parameter yang di ukur daerah tertinggal ...................................... 36 Nilai sealng Hirarki ...................................................................... 41 Daftar Bobot 6 Kriteria dan 17 Indikator dalam Penghitungan Indeks Komposit Kabupaten Daerah Tertinggal ............................ 42 Wilayah Administrasi Kabupaten Bombana .................................. 46 Kemiringan Lereng. ...................................................................... 47 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bombana ................ 51 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bombana ....................... 52 Jumlah Penduduk Miskin Di Kabupaten Bombana ....................... 53 Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana............. 55 Jumlah tempat peribadatan di Kabupaten Bombana ...................... 56 Jumlah Pusat Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bombana ......... 57 Pendapatan Perkapita Kabupaten Bombana. ................................. 58 PDRB Perkapita ........................................................................... 59 Hasil klasifikasi Daerah Tertinggal di Kabupaten Bombana .......... 73 Jumlah Fasilitas Yang Terdapat Di Kabupaten Bombana .............. 76 Analisis Skalogram Jumlah Fasilitas Yang Terdapat di Kabupaten Bombana..................................................................... 79 Analisis Perhitungan Bobot Fungsi di Kabupaten Bombana .......... 82 Analisis Perhitungan Indeks sentralitas Terbobot di Kabupaten Bombana ...................................................................................... 85 Penentuan Orde di Kabupaten Bombana ....................................... 88
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 6. Gambar 7.
Halaman Empat Pilar Pembangunan Wilayah ........................................... 9 Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 30 Peta Lokasi Penelitian ................................................................. 32 Diagram Alir Penelitian .............................................................. 42 Diagram Hasil Penghitungan Zscore ........................................... 62 Diagram Hasil Penghitungan Indeks Kumulatif .......................... 64
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20.
Peta Kemiringan Lereng Peta Jenis Tanah Peta sebaran wilayah Tertinggal di Kabupaten Bombana Peta Kecamatan Hirarki I,II,III Tabel Hasil Penghitungan Zscore Tabel Hasil Penghitungan Indeks Komposit Tabel Hasil Penghitungan Interval Tabel Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015 Tabel Jumalah Penduduk Dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015 Tabel Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana Tabel Sarana Kesehatan Di Kabupaten Bombana Tabel Sarana Perdagangan di Kabupaten Bombana Tabel Persentase Kecamatan dengan jenis permukaan jalan utama terluas aspal/beton. Tabel Jumlah Rumahtangga menurut pengguna sumber air Tabel Persentase Rumahtangga Pengguna Listrik. Tabel Aksesebilitas Yang Terdapat Di kabupaten Bombana Tabel Persentase penduduk miskin Tabel Persentase pendapatan perkapita perkapita Tabel Sumber Daya Manusia di Kabupaten Bombana. Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah.
xii
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses untuk meningkatkan taraf kehidupan manusia melalui berbagai proses dan interaksi baik antara manusia maupun antara manusia dengan lingkungannya. Todaro (2000) menyatakan bahwa pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan proses sosial, ekonomi dan institusional, mencakup usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Lebih luas sasaran pembangunan mencakup tiga hal penting, yaitu: Meningkatkan persediaan dan memperluas distribusi bahan-bahan pokok seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan perlindungan; Meningkatkan taraf hidup termasuk menambah penghasilan, penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan manusiawi; Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap kebodohan dan ketergantungan. Melaksanakan pembangunan, ada tiga tujuan yang harus dicapai oleh pemerintah yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan. Ketiga tujuan tersebut mempunyai saling keterkaitan yang erat yang menentukan keberhasilan dari pembangunan itu sendiri. Pertumbuhan lebih sering menjadi tujuan dalam pembangunan seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Hal ini berakibat buruk terhadap pengurasan berbagai sumberdaya yang ada baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia ataupun sumberdaya sosial. Lebih jauh lagi karena tujuan kedua, pemerataan, tidak menjadi prioritas selama ini
2
maka terjadi disparitas yang sangat tinggi antara pusat (Jakarta dan Jawa) dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Bentuk-bentuk pengurasan sumberdaya yang terjadi selama ini juga merupakan cerminan dari bentuk tujuan pembangunan sesaat (jangka pendek) yang jelas mengabaikan keberlanjutan Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas adalah perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment), perbedaan demografi, Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital) perbedaan potensi lokasi, perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan perbedaan dari aspek potensi pasar. Berbagai faktor diatas maka dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa macam karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: wilayah maju, wilayah sedang berkembang, wilayah belum berkembang;dan,wilayah tidak berkembang. Menurut Lembaga Pengelola Dana Pendidikan kementrian Keuangan Republik Indonesia merilis bahwa Kabupaten Bombana masuk dalam daftar daerah tertinggal dari tiga kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Menurut Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia (2004), secara agregat permasalahan yang dihadapi daerah tertinggal adalah sebagai berikut : 1) Kualitas SDM di daerah tertinggal relatif lebih rendah di bawah rata-rata nasional akibat terbatasnya akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja; 2) Tersebar dan terisolirnya wilayahwilayah tertinggal akibat keterpencilan dan kelangkaan sarana dan prasarana wilayah; 3) Terbatasnya akses permodalan, pasar, informasi dan teknologi bagi
3
upaya pengembangan ekonomi lokal; 4) Terdapat gangguan keamanan dan bencana yang menyebabkan kondisi daerah tidak kondusif untuk berkembang; 5) Daerah perbatasan antar negara selama ini orientasi pembangunannya bukan; 6) sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan lebih menekankan aspek keamanan (security approach), sehingga terjadi kesenjangan yang sangat lebar dengan daerah perbatasan Negara tetangga; 7) Komunitas Adat Terpencil (KAT) memiliki akses yang sangat terbatas kepada pelayanan sosial, ekonomi, dan politik serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Menurut Wanggai (2004) persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kawasan tertinggal antara lain: rendahnya kualitas ekonomi masyarakat, kesenjangan social ekonomi antar penduduk, kesenjangan antar wilayah dan antar desa-kota, rendahnya aksesibilitas wilayah, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, potensi sumberdaya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal, isolasi wilayah, rendahnya kehadiran investor , dan rendahnya keterkaitan antar sektor, antar wilayah dan antar usaha ekonomi. Kabupaten Bombana merupakan sebuah kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara, Indonesia, dengan ibu kota Rumbia. Dibentuk berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 2003 pada 18 disember 2003, dan merupakan hasil pemekaran Kabupaten Buton. Jumlah penduduk pada tahun 2005 sebanyak 110.029 orang tercatat laki-laki sebanyak 54.635 orang dan perempuan 55.394 orang. Luas wilayah Kabupaten Bombana mempunyai wilayah daratan seluas 2,845.36 km² atau 284.536 ha dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas 11,837.31 km². Letak geografi Kabupaten Bombana terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi,
4
secara geografi terletak di bahagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan di antara antara 4°30' – 6°25' Lintang Selatan dan membentang dari barat ke Timur antara 120°82' – 122°20' Bujur Timur. Batas wilayah, Kabupaten Bombana berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Selatan, Sebelah Timur : Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton, Sebelah Selatan : Laut Flores, Sebelah Barat : Teluk Bone. Kriteria wilayah bisa dikatakan sebagai daerah tertinggal ada enam faktor, yaitu faktor ekonomi, faktor sumberdaya manusia, faktor infrastruktur (prasarana), faktor kapasitas wilayah, faktor aksesibilitas, dan faktor karakteristik daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial,
budaya,
ekonomi,
keuangan daerah,
aksesibilitas,
serta
ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antar negara,daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 telah menetapkan daftar 183 Kabupaten yang masuk katagori daerah tertinggal di Indonesia salah satunya adalah Kabupaten Bombana, ini dihadapkan kepada berbagai masalah yang perlu segera ditangani secara serius, terencana, dan berkelanjutan. Isu kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, tingginya angka pengangguran, rendanya produktifitas, dan kualitas produksi, merupakan masalah-
5
masalah yang perlu memperoleh perhatian segera. Selain itu masih banyak lagi permasalahan yang harus kita gali dan rinci dari kriteria daerah tertinggal. Oleh karena itu, pembahasan dari kriteria wilayah daerah tertinggal, permasalahan dan potensi daerah, identifiksi daerah, arahan pembangunan daerah dan, program prioritas dari Kabupaten Bombana sangat perlu dilakukan. Penyusunan profil dan karakteristik Kabupaten Bombana ini diperlukan data-data yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah diakses dalam rangka mendukung pelaksanaan
pembangunan
di
daerah
tertinggal
sehingga
memudahkan
kementerian PDT dan kementerian/lembaga dalam melakukan afirmasi dan intervensi untuk percepatan pembangunan di daerah tertinggal. Berdasarkan BPS Kabupaten Bombana 2014 total Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah (harga konstan) diketahui bahwa total Pendapatan dari 9 sektor (pertanian, pertambangan, industry pengolahan, listrik dan air bersih, bangunan,
perdagangan
hotel
dan
restoran,
angkutan/komunikasi,
bank/keu/perum, jasa-jasa lainnya) yaitu sebesar 539.623 rupiah (juta) dibandingkan salah satu daerah yang tidak menyandang kategori daerah tertinggal yaitu Kabupaten Kolaka. Berdasarkan hasil BPS Kabupaten Kolaka total pendapatan Domestik Regional Bruto Dearah (harga Konstan) tahun 2014 sebesar 8.601.461.19 rupiah (Milyar). Berdasrkan total pendapatan antara Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka terlihat perbedaan yang sngat speifik, sehinnga menjadi salah satu indikator menjadikan Bombana daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tenggara.
6
B. Rumusan Masalah Masalah ketimpangan dan kesenjangan antar daerah merupakan masalah pokok dalam pencapaian pembangunan nasional. Oleh karena itu, kesadaran terhadap perencanaan pembangunan daerah tertinggal harus menjadi bagian dari perencanaan pembangunan yang terus berkembang. Konsep pembangunan daerah tertinggal
secara
mendasar
mengandung
prinsip
pelaksanaan
kebijakan
desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas. Secara geografis Kabupaten Bombana merupakan daerah yang sangat strategis dimana wilayah Kabupaten Bombana terdapat industri pertambangan yang melimpah, peternakan sapi yang banyak, tambak yang luas serta tanah pertanian yang subur. Namun jika dibandingkan dengan Kabupaten Kolaka, Kabupaten Bombana Jauh tertinggal dapat dilihat dari data BPS Kabupaten Bombana 2014 total pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah (harga konstan) diketahui bahwa total pendapatan dari 9 sektor (pertanian, pertambangan, industry pengolahan, listrik dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, angkutan/komunikasi, bank/keu/perum, jasa-jasa lainnya) yaitu sebesar 539.623 rupiah (juta) dibandingkan salah satu daerah yang tidak menyandang kategori daerah tertinggal yaitu Kabupaten Kolaka. Berdasarkan hasil BPS Kabupaten Kolaka total Pendapatan Domestik Regional Bruto Dearah (harga Konstan) tahun 2014 sebesar 8.601.461.19 rupiah (Milyar). Berdasrkan total pendapatan antara Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka terlihat perbedaan yang sangat
7
spesifik, sehinga menjadi salah satu indikator yang menjadikan Bombana menjadi daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah mengidentifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana ? 2. Dimana saja sebaran daerah tertinggal yang berada di wilayah Kabupaten Bombana? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1.
Untuk mengidentifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana.
2.
Untuk mengetahui sebaran daerah tertinggal di wilayah Kabupaten Bombana.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat akademis. Sebagai bahan pembanding bagi peneliti sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini. 2.
Manfaat Praktis. Sebagai sumber pemikiran dan masukan kepada pemerintah setempat dalam
merumuskan kebijakan tentang daerah tertinggal.
8
II. KAJIAN PUSTAKA A. Pembangunan Wilayah Ilmu pembangunan wilayah merupakan ilmu yang relatif baru. Ilmu ini dikembangkan pada awal dasawarsa 1950an, tetapi baru pada dasawarsa 1970an ilmu ini berkembang dengan pesat. Ilmu ini muncul karena ketidakpuasan pakar ilmu sosial ekonomi terhadap rendahnya tingkat perhatian dan analisis ekonomi berdimensi spasial. Ilmu pembangunan wilayah merupakan wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan yaitu geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu lingkungan, dan sebagainya. Hal ini dapat dimengerti karena pembangunan itu sendiri merupakan fenomena multifaset yang memerlukan berbagai usaha manusia dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sesuai dengan pandangan pendiri ilmu wilayah, Walter Isard, bahwa pengetahuan pada berbagai ilmu adalah menyatu dan saling berkaitan. Menurut Misra (1977 dalam Budiharsono 2001), ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh empat pilar (tetraploid diciplines) yaitu geografi, ekonomi, perencanaan kota, dan teori lokasi. Pada Gambar 1 disajikan skema ilmu pembangunan wilayah sebagai tetraploid disciplines. Namun pendapat Misra mengenai ilmu pembangunan wilayah ini terlalu sederhana karena tidak memasukkan aspek biogeofisik yang merupakan dasar dari teori geografi dan teori lokasi serta aspek sosial budaya dan lingkungan yang berperan dalam pembangunan wilayah tetapi belum ada keterwakilannya dalam keempat disiplin ilmu tersebut. Oleh karena itu, ilmu pembangunan
9
wilayah setidaknya perlu ditopang oleh empat pilar analisis, seperti yang tampak pada gambar 1 (Budiharsono 2001).
Geografi
Ekonomi
Ilmu Pembangunan Wilayah Perencanaan kota
Teori Lokasi
Gambar 1 Empat Pilar Pembangunan Wilayah Umumnya dapat kita katakan bahwa secara internal kemandirian sebuah kota/kabupaten akan sangat tergantung dari tiga faktor kunci yaitu permodalan, infrastruktur dan sumberdaya manusia. Asumsi kita ialah bahwa bila pengelola kota berhasil mengelola faktor-faktor internal tersebut di atas, maka mereka akan dapat mengembangkan “kemandirian” kota tersebut. Sedangkan “kemandirian” itu sendiri adalah persyaratan untuk terbentuknya kota yang mempunyai ciri lokal yang kuat (Santoso 2003). Mengenai yang pertama yaitu permodalan maka dapat dikatakan bahwa pergerakan modal akan sedikit terpengaruh oleh otonomi daerah, yaitu hanya terkait dengan proses perizinan yang mungkin bisa lebih lancar. Tapi bisa saja hal ini menjadi bumerang, karena pejabat kota melihat ini sebagai kesempatan meningkatkan PAD atau lahan basah untuk KKN dan bisa menjadi momok bagi para calon investor.
10
Faktor kunci kedua adalah infrastruktur, di mana kita harus membagi menjadi dua kelompok, yaitu yang masih dikelola secara sentral seperti listrik, dan telepon, serta yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten seperti jalan kota, saluran, air bersih, pengelolaan limbah dan sampah, dan seterusnya. Yang terberat dari ketiga faktor kunci adalah faktor sumberdaya manusia (SDM). Seperti kita tahu tingkat penghasilan masyarakat kita sangat tergantung
dari
produktivitas
kota/kabupaten.
Kota/kabupaten
dengan
“externalities” yang rendah akan meningkatkan kemampuan badan usaha untuk membayar imbalan jasa yang lebih tinggi. Sebaliknya kota/kabupaten dengan kondisi “high-cost economy” akan mendorong para pengusaha untuk menurunkan penghasilan karyawannya dalam rangka menjaga kemampuannya berkompetisi dengan pesaing mereka. Karena itu kota-kota yang mempunyai externalities tinggi akan cenderung kehilangan SDM yang berkualitas karena mereka akan beremigrasi ke luar kota. Walaupun tingkat penghasilan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi seseorang untuk meninggalkan sebuah kota, tetapi statistik menunjukkan bahwa jumlah SDM berkualitas secara prosentual lebih tinggi di kota-kota dengan tingkat kehidupan yang lebih baik (Santoso 2004). Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki guna meningkatkan kualitas hidupnya dan juga kualitas hidup orang lain (Zen 2001).
11
Pembangunan pada hakikatnya adalah pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki untuk maksud dan tujuan tertentu. Ketersediaan sumberdaya sangat terbatas sehingga diperlukan strategi pengelolaan yang tepat bagi pelestarian lingkungan hidup agar kemampuan serasi dan seimbang untuk mendukung keberlanjutan kehidupan manusia. Memajukan kesejahteraan generasi sekarang melalui pembangunan berkelanjutan dilakukan berdasarkan kebijakan terpadu dan menyeluruh tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang. Strategi pengelolaan yang dimaksud yaitu upaya sadar, terencana, dan terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan sumberdaya secara bijaksana untuk meningkatkan kualitas hidup. Kesadaran bahwa setiap kegiatan selalu berdampak terhadap lingkungan hidup merupakan pemikiran awal yang penting untuk memaksa manusia berpikir lebih lanjut mengenai apa dan bagaimana wujud dampak tersebut, sehingga sedini mungkin
dilakukan
langkah
penanggulangan
dampak
negatif
dan
mengembangkan dampak positif. Penataan ruang merupakan satu proses pembangunan yang perlu mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan. Dalam menyusun suatu rencana tata ruang yang baik, nilai-nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan (BKTRN 2001). Kenyataannya, seringkali pembangunan ini lebih banyak menekankan pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan kurang memperhatikan aspek-aspek spasial. Hal ini tercermin dari adanya berbagai kelemahan antara lain kesenjangan antar wilayah dan kemiskinan. Kelemahan ini yang menjadi penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran penduduk, barang dan jasa, keuntungan dan
12
kerugian didalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non ekonomi menjadi terdistorsi alirannya sehingga divergensi menjadi semakin parah. Akibatnya, hasil pembangunan menjadi mudah didikotomikan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat maupun pelaku ekonomi (Nugroho dan Dahuri 2004). Sedangkan pengertian wilayah adalah suatu area geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi (Nugroho dan Dahuri 2004). Definisi lain menyebutkan bahwa wilayah adalah unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponenkomponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional (Rustiadi et.al 2004). Dalam menganalisis wilayah secara umum dikenal tiga tipe (Blair 1991 dalam Nugroho dan Dahuri 2004). Pertama, wilayah fungsional, yang dicirikan oleh adanya derajat integrasi antara komponenkomponen didalamnya yang berinteraksi ke dalam wilayah alih-alih berinteraksi ke wilayah luar. Kedua, wilayah homogen yang dicirikan oleh adanya kemiripan relatif dalam wilayah yang dapat dilihat dari aspek sumberdaya alam, sosial dan ekonomi. Ketiga, wilayah administrative. Wilayah ini dibentuk untuk kepentingan pengelolaan atau organisasi oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain. Memandang suatu wilayah, minimal ada tiga komponen wilayah yang perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi, selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara tiga pilar pengembangan wilayah (Nachrowi dan Suhandojo 2004)
13
Lebih lanjut, Triutomo (2001) menyebutkan bahwa tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Disisi ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan. Pengembangan wilayah, diperlukan perencanaan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah semata, akan tetapi juga harus mampu memasukkan unsur-unsur sosial, budaya, ekonomi dan politik ke dalamnya. Secara luas, perencanaan pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri 2004). Perencanaan pembangunan wilayah sendiri mempunyai tiga pilar penting (Hoover and Giarratani 1985). Pertama, keunggulan komparatif (imperfect factor mobility). Pilar ini berhubungan dengan kondisi spesifik suatu wilayah yang sulit untuk dipindahkan ke wilayah lain. Kedua, aglomerasi (imperfect divisibility) yang merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi sebagai akibat pemusatan ekonomi secara spasial. Ketiga, biaya transport (imperfect mobility of goods and services).
14
Satu pendekatan pembangunan yang dikenal dengan nama pendekatan wilayah menekankan pada penanganan langsung penduduk atau masyarakat yang berada di wilayah-wilayah terisolasi dan di dalam wilayah-wilayah miskin atau terisolasi ini pada gilirannya akan dicari dan dikenali kelompok-kelompok sasaran penduduk termiskin. Dengan demikian, pendekatan wilayah berorientasi pada pemerataan dan keadilan, dan bertujuan menutup jurang kesenjangan ekonomi dan sosial, baik antar kelompok dalam masyarakat maupun antar daerah (Mubyarto 2000). Dalam kaitannya dengan pembangunan perdesaan, selama 32 tahun sejarah pembangunan Orde Baru, telah terjadi persaingan antara orientasi pertumbuhan dan pemerataan yang mewujud dalam bentuk perebutan prioritas antara pembangunan sector industri dengan pertanian, atau antara sektor ekonomi modern di perkotaan dengan ekonomi rakyat tradisional di perdesaan. Kesulitan lain yang dihadapi dalam pembangunan perdesaan adalah adanya keterkaitan yang sangat erat antara pembangunan perdesaan dengan keharusan pemberdayaan masyarakat pendukungnya (Mubyarto 2000). B. Daerah Tertinggal 1. Pengertian Daerah Tertinggal Menurut Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia (2004) daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Dalam konsep Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2004) wilayah tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya
15
relatif terpencil, atau wilayah-wilayah yang miskin sumberdaya alam, atau rawan bencana alam. Wilayah tertinggal merupakan suatu wilayah dalam suatu daerah yang
secara
fisik,
sosial,
dan
ekonomi
masyarakatnya
mencerminkan
keterlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan daerah lain. Selanjutnya, wilayah tertinggal dalam kerangka penataan ruang nasional didefenisikan sebagai wilayah budidaya yang secara ekonomi jauh tertinggal dari rata-rata nasional, baik akibat kondisi geografis, maupun kondisi sosial beserta infrastrukturnya. Pengertian yang lebih umum menyebutkan bahwa wilayah tertinggal merupakan wilayah pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau keterbatasan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, dan keterbatasan aksesibilitasnya ke pusat-pusat pemukiman lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kemiskinan serta kondisinya relatif tertinggal dari pedesaan lainnya dalam mengikuti dan memanfaatkan hasil pembangunan nasional dan daerah. Pada hakekatnya pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal sering menghadapi persoalan yaitu adanya tumpangtindih kegiatan dengan program penanggulangan kemiskinan. Secara umum, memang beberapa kegiatan program pembangunan daerah tertinggal pada dasarnya sama dengan program penanggulangan kemiskinan yaitu sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah yang terisolir, tertinggal, terpencil dan miskin. Namun, dalam program pembangunan wilayah tertinggal tar getnya lebih luas mengingat bukan hanya manusia atau masyara kat saja yang perlu dibenahi, melainkan pengembangan aspek spasial yaitu wilayah yang memiliki fungsi
16
tertentu agar wilayah dengan fungsi tertentu atau wilayah tersebut berkembang dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Bappenas (2004) wilayah tertinggal secara umum dapat dilihat dan ditentukan berdasarkan letak geografisnya yang secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu wilayah tertinggal di pedalaman dan wilayah tertinggal di pulau-pulau terpencil. a. Kondisi wilayah tertinggal di pedalaman 1.
Kondisi sumberdaya alam sangat rendah (kesuburan tanahnya yang rendah, rawan longsor, rawan banjir, terbatasnya sumberdaya air, daerah dengan topografi yang terjal, tanah berawa-rawa/gambut).
2.
Semberdaya alamnya mempunyai potensi, namun daerah tersebut belum berkembang/terbelakang. Kondisi geografis pada umumnya di daerah yang tidak terjangkau, sehingga walaupun lokasinya relatif dekat, namun tidak tersedia akses dari wilayah tersebut ke wilayah pusat pertumbuhan. Penguasaan dan penerapan tekonologi yang relatif rendah dikarenakan kurangnya pembinaan dan keterbatasan dukungan prasarana teknologi itu sendiri.
3.
Ketersedian atau keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, air irigasi, kesehatan, pendidikan dan lainnya menyebabkan wilayah tertinggal tersebut makin sulit untuk berkembang.
4.
Tingginya kesenjangan ekonomi antar daerah (misalnya antara pantai/pesisir dengan pedalaman). Struktur sosial ekonomi masyarakat terbagi dalam
17
beberapa tingkatan misalnya masyarakat tradisional, semi modern dan masyarakat modern. 5. Rendahnya akses ke pusat-pusat pertumbuhan lokal misalnya ibukota kecamatan. Biaya transportasi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual komoditi. 6. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik aparatur maupun masyarakat. 7. Kualitas dan jumlah rumah penduduk belum layak. Sebaran kampung penduduk yang terpencar dan pada daerah dengan topografi berat, menyebabkan daerah tersebut sulit dijangkau. 8. Masih belum mengenal uang sebagai alat jual beli barang. Di masyarakat yang sudah mengenal uang, proses pemupukan modal dari masyarakat sendiri belum berlangsung dengan baik. b. Kondisi wilayah tertinggal di pulau-pulau terpencil 1.
Kondisi masyarakat pulau-pulau kecil di wilayah terpencil masih sangat marjinal, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang mempunyai kepentingan.
2.
Terdapat 88 pulau kecil yang bertitik dasar dan berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga.
3.
Terbatasnya sarana dan prasarana untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan pengolahan, khususnya terhadap pulau-pulau yang terpencil sulit dijangkau dan tidak berpenghuni.
18
4.
Kondisi pulau di perbatasan umumnya pulau-pulau yang sangat kecil sehingga sangat rentan terhadap kerusakan baik oleh alam maupun akibat kegiatan manusia.
5.
Adat istiadat, budaya dan agama masyarakat pulau-pulau kecil yang spesifik dan pada umumnya bertentangan dengan adat, budaya yang dibawa oleh pendatang/wisatawan, sehingga akan menghambat proses pembaharuan.
c. Kriteria Daerah Tertinggal Pemilihan lokasi daerah tertinggal bukan ditentukan dari tingkat propinsi ataupun pemerintah pusat, tapi ada hal-hal yang menjadi indikator dari pemerintah dalam menetapkan suatu daerah termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Menurut Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia (2004) penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan enam kriteria daerah dasar yaitu : (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia, (3) prasarana dan sarana (infrastruktur) , (4) kemampuan keuangan daerah, (5) aksesibilitas dan karakteristik daerah, dan (6) berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antar Negara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana dan daerah rawan konflik. Bappenas (2004) menyebutkan bahwa faktor penyebab suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal yaitu antara lain: 1) Geografis : secara geografis wilayah tertinggal relatif sulit dijangkau akibat letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir dan pantai pulau-pulau terpencil, ataupun karena faktor geomorfologis
19
lainnya sehingga sulit dijangkau oleh perkembangan jaringan, baik transportasi maupun media komunikasi. 2) Sumberdaya
alam:
beberapa
wilayah
tertinggal
terjadi
akibat
rendah/miskinnya potensi sumberdaya alam seperti daerah kritis minus atau lingkungan sekitarnya merupakan wilayah yang dilindungi atau tidak bisa dieksploitasi, sehingga masyarakat sulit mendapatkan mata pencaharian yang memadai. 3) Sumberdaya manusia : pada umumnya masyarakat di wilayah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang sederhana, serta pada umumnya terikat atau masih memegang teguh nilainilai tradisional dan sulit menerima nilai-nilai baru. Di samping itu, kelembagaan adat pada sebagian masyarakat pedalaman belum berkembang. Dalam kondisi demikian, walaupun daerah tersebut memiliki sumberdaya alam yang potensial namun tidak diolah dengan baik atau dimanfaatkan oleh dan untuk kepentingan pihak tertentu. 4) Kebijakan pembangunan : suatu wilayah dapat tertinggal karena beberapa factor ebijakan, seperti keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah, kesalahan prioritas penanganan dan strategi atau pendekatan, tidak diakomodasikannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan penanganan pembangunan sehingga mengakibatkan penanganan wilayah tertinggal selama ini salah sasaran atau tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
20
Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, bahwa daerah tertinggal sangat kompleks dengan permasalahan-permasalahan, hal inilah yang menjadi tantangan bagi stakeholders dalam upaya penanganan pembangunan daerah tertinggal. Namun, sekelumit permasalahan yang dihadapi khususnya pada daerah tertinggal juga berbeda antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sehingga membutuhkan pendekatan-pendekatan khusus pada daerah yang dimaksud,agar dalam membuat suatu strategi pembangunan daerah tertinggal dapat dirumuskan langkah-langkah yang strategis sehingga pencapaian target bisa lebih tepat pada sasaran. C. Parameter Daerah Tertinggal Parameter
merupakan
ukuran
kuantitatif
dan
atau
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indicator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al. 2004). Pembangunan, keberlanjutan merupakan salah satu asas yang sangat penting karena prinsip pembangunan adalah menjamin ketersediaan kebutuhan hidup manusia di waktu sekarang maupun yang akan datang. Penerapan pembangunan berkelanjutan yang kompleks dapat disederhanakan dengan penggunaan sejumlah indikator yang tepat. Ketepatan indicator yang dipilih menentukan pada penilaian akhir karena indikator bersifat spesifik untuk masing-masing kondisi. Pemilihan banyaknya indikator pun perlu diperhitungkan karena jika terlalu banyak tidak
21
saja akan memakan biaya dan waktu yang banyak, tetapi juga dapat mengaburkan fokus yang ingin dicapai. Sebaliknya bila terlalu sedikit, dirasakan adanya kelemahan, bahkan kekeliruan dalam menerjemahkan keadaan. Karena itu penetapan sekumpulan indikator yang tepat untuk menggambarkan pembangunan berkelanjutan menjadi satu tugas yang sulit. Parameter diterapkannya konsep pembangunan berkelanjutan dalam penataan ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh yang diambil dari sumber Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan sebagi berikut: 1.
Parameter Aksesbilitas: jalan, jalur laut (pelabuhan) dan densitas jalan perluas wilayah.
2.
Parameter Ekonomi: PDRB pendapatan perkapita volume ekspor-impor, dan lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian nasional.
3.
Parameter Komunikasi dan Informasi: Listrik dan jaringan.
4.
Parameter Sarana dan Prasarana: Rumah sakit, puskesamas, sekolah, peribadatan, pertamina, pasar, dan kantor kecamatan
5.
Parametern Tingkat Pendidikan: Pendidikan formal mempunyai beberapa tingkatan/jenjang yaitu taman kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Perguruan Tinggi.
22
6.
Parameter Sumber Daya Manusia: Tingkat pendidikan
7.
Parameter Infastruktur: Infrastruktur merupakan komponen utama dalam pengembangan suatu perkotaan. Pengembangan komponen ini tergantung pada tingkat pelayanan pendukungnya, seperti jumlah penduduk, tingkat dan skala pelayanan, sumberdaya alam/fisik yang tersedia, sistem jaringan dan distribusi. Sistem infrastruktur yang akan direncanaklan pengembangannya adalah sistem air bersih, sistem drainase dan pembuangan air limbah, sistem energi listrik, sistem komunikasi dan sistem persampahan.
D. Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai peran yang penting dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis, berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisa dan dikaitkan dengan letaknya di muka bumi (proyeksinya). Pengertian SIG ini sendiri telah diuraikan oleh banyak ahli dan mempunyai arti yang relatif sama. Aronoff (1989 dalam Dulbahri 2003) menyebutkan bahwa SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu
memasukkan,
mengelola
(memberi
dan
mengambil
kembali),
memanipulasi dan menganalisis data dan memberi uraian. Sedangkan menurut Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja.
23
Berdasarkan berbagai pengertian SIG, tercermin adanya pemrosesan data keruangan dalam
bentuk pemrosesan data numerik.
Pemrosesan yang
mendasarkan pada kerja mesin, dalam hal ini komputer yang mempunyai persyaratan tertentu. Data sebagai masukan harus numerik, artinya data masukan apapun bentuknya harus diubah menjadi angka digital, data lain adalah data atribut (Dulbahri 2003). Komponen utama SIG terbagi dalam empat kelompok yaitu perangkat keras, penrangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masingmasing komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung dari tujuan dibuatnya SIG tersebut (Barus dan Wiradisastra 2000). E. Analisa Spasial Menurut Rustiadi et al. (2004), pengertian analisa spasial dipahami secara berbeda antara ilmuwan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar belakang social (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang itu sendiri dan kedua perbedaan fokus kajiannya. Dari pandangan geografi, pengertian spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat. Definisi suatu “tempat” atau lokasi secara geografis sangat jelas, tegas dan lebih terukur karena setiap lokasi di atas permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat diukur secara kuantitatif. Fokus kajian para ahli geografi dalam analisa spasial tertuju pada cara mendeskripsikan fakta, dengan kata lain lebih memfokuskan pada aspek “apa” dan “bagaimana” yang terjadi di atas permukaan bumi dan bahkan “dimana”. Domain kajian ilmu
24
geografi lebih banyak menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena spasial, oleh karenanya ilustrasi-lustrasi spasial dengan “peta” yang memiliki akurasi informasi spasial didalamnya sangat penting. Analisis mengenai pola-pola spasial (pemusatan, penyebaran, kompleksitas spasial) kecenderungan spasial, bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif menjadi kajiankajian yang banyak mendapat perhatian dari ahli geografi. Semuanya dikaji tanpa harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada di dalamnya. Dalam
kerangka
konsep
geografis,
analisis
spasial
telah
lama
dikembangkan oleh para ahli geografi untuk memenuhi kebutuhan untuk memodelkan dan menganalisis data spasial (Bailey ,1995 dalam Rustiadi et al. 2004) mendefinisikan analisis spasial sebagai upaya memanipulasi data spasial ke dalam bentuk-bentuk dan mengekstrak pengertian-pengertian tambahan sebagai hasilnya. Analisis data spasial berbeda dengan spatial summarization of data. Spatial summarization of data dilakukan untuk menciptakan fungsi dasar pengambilan informasi spasial secara selektif di suatu areal dengan pendekatan komputasi, tabulasi atau pemetaan dari berbagai statistik informasi yang dimaksudkan. Analisis spasial lebih terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan. Lebih lanjut, (Haining, 1995 dalam Rustiadi et al. 2004) mendefinisikan sebagai sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial dari kejadian-kejadian tersebut. Kejadian geografis (geographical event) dapat
25
berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi baik berupa nilai-nilai atribut maupun lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana atribut-atribut melekat di dalamnya. Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis, tujuan analisis spasial adalah: 1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian didalam ruangan geografis (termasuk deskripsi pola) secara cermat dan akurat. 2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau obyek didalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi. 3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadiankejadian di dalam ruang geografis. Berdasarkan atas aplikasinya, menurut (Fischer et al.1996 dalam Rustiadi et al 2004), model spasial digunakan untuk tiga tujuan, yaitu: 1. Peramalan dan penyusunan scenario 2. Analisis dampak terhadap kebijakan 3. Penyusunan kebijakan dan disain Pada data spasial atau data yang memiliki referensi geografis, visualisasi digunakan
untuk
membuktikan
hipotesis-hipotesis
mengenai
pola
atau
pengelompokkan di dalam ruang geografis serta mengenai peranan lokasi terhadap aktivitas manusia serta sistem lingkungan (Mac Eachren 1995 dalam Rustiadi et al.2004). Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial,
26
peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) didalam visualisasi data spasial akhirakhir ini semakin signifikan. Menurut (Getis,1995 dalam Rustiadi et al. 2004), tujuan utama SIG adalah pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan data spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning) dan network analysis. Namun banyak ahli geografi dan analisis spasial mengklaim bahwa yang selama ini disebut analisis spasial dan permodelan dengan SIG seringkali ternyata tidak lebih dari proses-proses manipulasi data seperti overlay polygon, buffering, dan sebagainya yang pada dasarnya “tidak cukup pantas” menggunakan terminologi analisis. Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960an. Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisa pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada prosesproses pilihan spasial (spatial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal. Analisis spasial tidak hanya mencakup statistika spasial. Terdapat dua kajian studi yang bisa dibedakan yaitu Analisis statistik data spasial: kajian-kajian untuk menemukan metode-metode dan kerangka analisis guna memodelkan efek spasial dan proses spasial dan permodelan spasial: permodelan deterministic atau stokastik untuk memodelkan kebijakan lingkungan, lokasi-lokasi, interaksi spasial, pilihan spasial dan ekonomi regional.
27
F. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian bertujuan untuk membandingkan penelitian yang sedang dilakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa hal yang penting diketahui dalam keaslian penelitian adalah lokasi, teknik analisis, variable, dan hasil penelitian. Penelitian tentang analisis spasial di daerah tertinggal dengan menggunakan metode analisi spasial, telah digunakan dalam berbagai penelitian, seperti Wahid Abdullah (2006) yang mengambil penelitian tentnag strategi pembangunan daerah tertinggal studi kasus Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan (evaluasi)
dalam menyusun rencana-rencana atau strategi
pembangunan daerah tertinggal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu wilayah. Imam H. wahyudin (2002) , studi tipologi kawasan tertinggal sebagai dasar penentuan potensi alokasi dana penanganan kawasan tertinggal (studi kasus kabupaten Bondowoso, jawa Timur), dengan hasil penelitian pembagian 76 kawasan tertinggal di Kabupaten Bondowoso menjadi 8 tipe desa dengan karakteristik yang berbeda. Tipologi desa tertinggal tersebut menjadi dasar dalam penentuan alokasi dana penanganan kawasan tertinggal. Khaeruddin (2002), studi identifikasi karakteristik dan perkembangan pedesaan Tertinggal di Kabupaten Batang, hasil penelitian mengkaji wilayahwilayah yang termasuk pedesaan tertinggal di Kabupaten Batang dengan pentipologian kawasan berdasarkan variable BPS. (Novi Sulistyaningsih, 2007), identifikasi karakteristik kawasan tertinggal di Kota Semarang, hasil penelitian menentukan karakteristik kawasan tertinggal di Kota Semarang dengan
28
menggunakan beberapa perbandingan yaitu kawasan tertinggal (miskin), harga lahan, ketersedian saran dan lokasi. Rian Ganesha (2008), Implentasi kebijakan pengembangan pertanian dalam revitalisasi pertanian Daerah tertinggal di Kecamatan Toboali di Kabupaten Bangka Selatan, hasil penelitian menganalisis bagaimana implementasi kebijakan revitalisasi pertanian di daerah tertinggal dengan sasaran penelitian mengkaji karakteristik kelembagaan dan implementasi kebijakan. Berdasarkan kelima penelitian tersebut, penelitian analisis spasial daerah tertinggal belum tentu memiliki kesamaan, karena berdasarkan lokasi memiliki perbedaan, secara teori, bahwa setiap lokasi atau wilayah memiliki ciri dan karakteristik tersendiri, sehingga dalam memperoleh informasi atau kondisi berbeda pula meskipun menggunakan metode analisis yang sama dengan wilayah lain. Untuk lebih ringkasnya sebagaimana disajikan pada tabel 1.
29
Tabel 1. keaslian penelitian No.
Peneliti
Tahun Penelitian 2006
Judul Penelitian
Metode yang digunakan
strategi pembangunan daerah tertinggal studi kasus Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat
metode skalogram, sistem limpitan sejajar dan strategis, serta analisis matriks IFE, EFE, SWOT, dan QSP Pendekatan yang dipakai dalam analisis ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik analisis deksriptif eksploratif
1.
Wahid Abdullah
2.
Imam H.Wahyudin
2002
3.
Khaerudin
2002
4.
Novi Sulistyaningsih
2007
identifikasi karakteristik kawasan tertinggal di Kota Semarang
5.
Rian Ganesha
2008
Implentasi kebijakan pengembangan pertanian dalam revitalisasi pertanian Daerah tertinggal di Kecamatan Toboali di Kabupaten Bangka Selatan
Sunber : Analisis Penyusun 2016.
studi tipologi kawasan tertinggal sebagai dasar penentuan potensi alokasi dana penanganan kawasan tertinggal (studi kasus kabupaten Bondowoso, jawa Timur) studi identifikasi karakteristik dan perkembangan pedesaan Tertinggal di Kabupaten Batang
Kuantitaif dengan datadata dari BPS kemudian data dianilisis dengan menggunakan SPSS Menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis GIS
Menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deksriptif.
Hasil Penelitian strategi pembangunan daerah tertinggal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu wilayah
pembagian 76 kawasan tertinggal di Kabupaten Bondowoso menjadi 8 tipe desa dengan karakteristik yang berbeda. Tipologi desa tertinggal tersebut menjadi dasar dalam penentuan alokasi dana penanganan kawasan tertinggal. penelitian mengkaji wilayah-wilayah yang termasuk pedesaan tertinggal di kabupaten batang dengan pentipologian kawasan berdasarkan variable BPS menentukan karakteristik kawasan tertinggal di Kota Semarang dengan menggunakan beberapa perbandingan yaitu kawasan tertinggal(miskin), harga lahan, ketersedian saran dan lokasi. menganalisis bagaimana implementasi kebijakan revitalisasi pertanian di daerah tertinggal dengan sasaran penelitian mengkaji karakteristik kelembagaan dan implementasi kebijakan
30
G. Kerangka Pikir Kawasan Kabupaten Bombana
Parameter daerah tertinggal
Karakteristik Daerah
aksesbilitas
ekonomi
Sarana & Prasarana
Identifikasi parameter
Analisis spasial
Sebaran daerah tertinggal di Kabupaten Bombana Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
SDM
Kemampuan Keuangan daerah
31
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: (1). Tahapan studi, meliputi pengumpulan data, peta dan anaslisis SIG untuk daereh tertinggal pada bulan April-Mei 2016, (2). Studi lapangan (survey lapangan) pada Bulan Juni 2016, dan (3). Analisa data penyususnan laporan. Lokasi Penelitian terletak di Kabupaten Bombana dengan wilayah daratan seluas 2,845.36 km² atau 284.536 ha dan wilayah perairan laut diperkirakan seluas 11,837.31 km². letak geografi Kabupaten Bombana terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi, secara geografi terletak di bahagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di antara antara 4°30' – 6°25' Lintang Selatan dan membentang dari barat ke timur antara 120°82' – 122°20' Bujur Timur. Batas wilayah, Wilayah Kabupaten Bombana berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Selatan, Sebelah Timur : Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton, Sebelah Selatan : Laut Flores, Sebelah Barat : Teluk Bone. Kabupaten Bombana terdiri dari 22 Kecamatan, 139 Kelurahan/Desa dan 494 Lingkungan/Dusun. Secara jelas disajikan pada tabel 2. dan pada Gambar 3. peta lokasi penelitian sebagai berikut:
32
33
B. Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam pengambilan dan pengukuran data di lapangan, yaitu alat tulis, dan laptop. Bahan yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data, yaitu software arcGis 10.2, peta administrasi, peta kawasan, peta topografi dan peta daerah Bombana. C. Populasi dan Sampel Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang memnfaatkan teknik Sistem Informasi Geografis. Penentuan populasi dan sampel disesuaikan dengan teknik Sistem Informasi Geografis. 1.
Populasi Populasi adalah himpunan obyek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas
adalah himpunan obyek yang dapat diketahui atau diukur dengan jelas jumlah maupun batasnya (Tika, 2005). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi atau obyeknya adalah kawasan Kabupaten Bombana. 2.
Sampel Sampel adalah sebagian dari obyek yang representatife mewakili populasi
(Tika, 2005). Sehingga ditentukan sampel berdasarkan system klasifikasi yang mewakili populasi, yaitu tujuh parameter yang berada di kawasan Kabupaten Bombana seperti pada Table 2. berikut ini.
34
Tabel 2. Parameter daerah tertinggal No Parameter daerah tetinggal Kode 1. Karakteristik KT 2. Aksesbilitas Ak 3. Ekonomi EK 4. Sarana dan Prasarana SDF 5. Sumber Daya Manusia SDM 6. Kemampuan Keungan Daerah KKD Sumber: Peraturan Mentri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 3 tahun 2016.. D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data. 1. Jenis data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data secara langsung di lapangan. b. Data sekunder Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber antara lain BPS Kabupaten Bombana, Bakosurtanal dan instansi lain yang terkait. Data sosial ekonomi yang berasal dari pengolahan Kecamatan Dalam Angka tahun 2015 serta data yang berkaitan dengan kondisi fisik wilayah seperti data topografi, ketinggian, atau jenis tanah. Data lain yang juga digunakan adalah peta-peta, seperti peta administratif, Unit contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kecamatan. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Persiapan Persiapan adalah tahapan awal sari seluruh rangkaian kegiatan. Pada tahapan ini akan disusun peralatan, menyiapkan data daerah tertinggal dan lain sebagainya sehingga disaaat pelakasanaan nanti tidak ditemui kendala yang berarti.
35
b. Observasi lapangan Observasi lapangan adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian (Tika, 2015). Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui, mencatat dan mendokumntasikan parameter-parameter yang ada di lapangan daerah tertinggal. E. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data dan analisis data menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis
kualitatif
digunakan
untuk
menggambarkan
dan
memformulasikan parameter dengan pendekatan konsep-konsep strategis. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan perhitungan pengaruh antar dan antara faktor-faktor internal dan eksternal Kabupaten Bombana dan untuk menentukan kecamatan tertinggal di kabupaten Bombana. Ada 6 parameter yang dikaji dalam penelitian ini untuk menentukan daerah tertinggal dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini, Tabel 3. Parameter yang akan di ukur daerah tertinggal No. Bidang Bobot indicator 1. Karakteristik a. persentase kecamatan gempa bumi 5% b. persentase kecamatan tanah longsor 2,5% c. peresentase desa banjir 2,5 % 2. Aksesbilitas a. rata-rata jarak dari kantor kecamatan ke kantor kabupaten 6,67% b. persentase kecamatan dengan jarak pelayanan kesehatan ≥ 5km 6,67% c. rata-rata jarak dari kecamatan ke pusat pelayanan pendidikan dasar 6,67%
Sumber BPS Bombana Dalam Angka 2015
BPS Bombana Dalam Angka 2015
36
No. Bidang 3. Ekonomi
4.
Saran dan Prasarana
5.
SDM
Bobot indicator a. persentase penduduk miskin 10% b. persentase pendapatan perkapita 10% a. jumlah kecamatan dengan permukaan jalan terluas aspal 2,5% b. persentase pengguna listrik 2,5% c. persentase pengguna air bersih 2.5% d. jumlah sarana dan prasaran kesehatan. 3,5% e. jumlah dokter. 3% f. Jumlah SD dan SMP. 3,5% g. Jumlah kecamatan yang mempunyai pasar 2,5%. a. rata-rata lama sekolah 10% b. angka melek huruf 10%
Sumber BPS Bombana Dalam Angka 2015 BPS Bombana Dalam Angka 2015
BPS Bombana Dalam Angka 2015 6. Kemampuan Kemampuan Keuangan Daerah 10% BPS Bombana Keuangan Dalam Angka Daerah 2015. Sumber : Peraturan Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 3 tahun 2016.
F. Analisis Data 1. Penentuan Indikator Ketertinggalan. Indikator yang digunakan untuk menentukan ketertinggalan kabupaten dalam Rencana Pembangnan Jangka Menengah (RPJMN) 2009-2014 terdiri 18 indikator yang dikelompokkan dalam 6 kriteria, yaitu ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (2 indikator), saran dan prasarana (7 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik daerah (3 indikator) dan kemampuan keuangan daerah (1 indikator). Seperti diketahui bahwa 18 indikator yang digunakan dalam penentuan daerah tertinggal mempunyai nilai dengan ukuran yang berbeda-beda, diantaranya adalah persentase, km, rupiah, dan tahun. Secara rinci ukuran nilai masing-masing
37
indikator dapat dilihat dari Tabel 4.Terkait dengan nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda, maka nilai-nilai indikator tersebut tidak bisa digabung (dijumlahkan atau dikurangkan). Agar nilai-nilai indikator tersebut dapat dijumlahkan atau dikurangkan maka perlu dilakukan suatu standarisasi nilai indikator. Menggunakan model statistik, nilai-nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda dapat distandarisasi dengan cara menghitung Z-score untuk masing-masing indikator dengan rumus dasar sebagai berikut 𝑍 = 𝑥 − µ……………………………............................... (1) σ dimana: Z: nilai indikator yang telah distandarisasi x : nilai asal indikator yang distandarisasi µ: rata-rata nilai asal indikator yang distandarisasi σ: simpangan baku nilai asal indikator yang distandarisasi Agar setiap indikator dapat distandarisasi, maka maᵢsing-masing nilai indikator harus dihitung rata-rata dan simpangan baku dari seluruh kecamatan (tidak termasuk kabupaten). Rumus penghitungan rata-rata dan simpangan baku untuk masing-masing indicator adalah: Rata-rata setiap nilai indicator: 𝜇𝑗 =
𝑛 𝑖=1 𝑋ͭᵢ.𝑗
𝑁
……………………………..(2)
Simpangan baku setiap nilai indicator: 𝜎𝑗 = Dimana: µj
: rata-rata indicator ke-j
αj
: simpangan baku indicator ke-j
𝑛 (𝑋ᵢ.𝑗 −𝜇𝑗 𝑖=1
𝑁
)²
……….(3)
38
N
: jumlah seluruh kecamatan
Xᵢ.j
: nilai indicator j pada kecamatan ke-i
i
: 1,2,……N
j
: 1,2,……,19(indicator 1 sampai dengan indicator 19)
Menggunakan rumus umum persamaan (1) dan persamaan (2) dan (3) maka nilai masing-masing indicator distandardisasi menggunakan rumus: Indicator terstandardisasi Zᵢ.j=
𝑿ᵢ.𝒋−𝝁𝒋 𝝈𝒋
……………………………..(4)
Dimana: Zᵢ.j Xᵢ.j i j
: nilai indicator ke-j (standardized) dari kecamatan ke-i : nilai indicator ke-j dari kecamatan ke-i : 1,2,……N : 1,2,……,19(indicator 1 sampai dengan indicator 19)
2. Penghitungan Indeks Komposit. Klasifikasi kabupaten termasuk daerah tertinggal atau tidak tertinggal ditentukan oleh besaran indeks komposit (IK) kabupaten yang merupakan penjumlahan dari beberapa nilai indikator yang telah distandarisasi (standardized indicator) dikalikan dengan bobot masing-masing indikator. Mengacu pada persamaan (4) dan memperhatikan bobot masing-masing indikator, maka indeks komposit untuk masing-masing kabupaten dihitung menggunakan rumus berikut : IKᵢ =
²⁷ 𝑗 =1 𝒁ᵢ. 𝑗
∗ 𝒂𝑗 ∗ 𝒃𝑗……………………………(5)
Dimana: IKᵢ = indeks komposit kecamatan ke-i aj = arah indicator (+1 atau -1 ) ke-j bj = nilai bobot/penimbang masing-masing indicator ke-j
39
Zᵢ.j = nilai indicator j yang telah distandarisasi dari kecamatan ke-i i = 1, 2, 3,…,N (Jumlah seluruh kecamatan) j = 1, 2, 3,…,N (Jumlah indikator) 1. Analisis Skalogram Analisa dilakukan dengan metode skalogram untuk membuktikan adanya hirarki di wilayah Kabupaten Bombana, khususnya dalam hal sarana infrastruktur. Data yang digunakan adalah data dari Kecamatan Dalam Angka (KCDA) tahun 2015 dan data dari BPS Tahun 2015. Parameter yang diukur meliputi bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Urutan kegiatan pada analisis data dengan metode skalogram antara lain (Saefulhakim 2004): 1. Melakukan pemilihan terhadap data KCDA dan BPS 2015 sehingga hanya tinggal data yang bersifat kuantitatif 2. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan. 3. Melakukan rasionalisasi data 4. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh beberapa variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Bombana. 5. Melakukan standardisasi data terhadap beberapa variabel tersebut dengan menggunakan rumus (Statsoft 2004) yang dimodifikasi: Zij = Yij – minimum Yj St. Dev
40
Dimana: Zij
= nilai baku untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j
Yij
= jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j
minimum Yj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j St.Dev
= nilai standar deviasi
6. Menentukan indeks perkembangan kecamatan (IPK) dan kelas hirarkinya untuk kemudian diplotkan pada peta. Dari data yang diukur dibagi ke dalam dua kelompok yaitu yang bisa langsung dibuat indeks (data jenis dan jumlah sarana) dan yang harus diinverskan terlebih dahulu setelah proses pembakuan kemudian dilakukan penjumlahan nilai baku tersebut untuk setiap desa. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan sortasi data dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan di barisan atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom paling kiri. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuannya didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPD dan nilai median. Nilai yang didapat untuk selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai selang hirarki No Hirarki Nilai Selang (X) 1 I X > [median + (2*St Dev IPD)] 2 II median < X < (2* St Dev) 3 III X < median Sumber : David 2002.
Tingkat Hirarki Tinggi Sedang Rendah
41
2. Analisis Skoring Skoring adalah metode pemberian skor pada masing-masing parameter sesuai parameter yang digunakan. Berikut tabel standar indeks bobot kualitatif dan kuantitatif berdasarkan parameter strategis. a. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria perekonomian masyarakat. b. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria sumber daya manusia. c. 20% (sepuluh persen) untuk kriteria Sarana dan Prasarana. d. 20% (dua puluh persen) untuk kriteria aksesibilitas; dan. e. 10% (sepuluh persen) untuk kriteria karakteristik daerah. f. 10% (sepuluh persen) untuk kriteria kemampuan keuangan daerah. 3. Penentuan dan Bobot dan Arah Indikator. Setiap indikator yang telah distandarisasi (dihilangkan ukuran nilianya) dapat digabung (dijumlahkan/dikurangkan) untuk penghitungan indeks komposit. Seperti diketahui bahwa 17 indikator tersebut dikelompokkan mejadi 6 kriteria, yaitu sarana dan prsarana (6 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik daerah (3 indikator), ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (2 indikator), dan kapasitas keuangan daerah (1 indikator). Untuk penghitungan indeks komposit, setiap kriteria dan indikator diberi bobot berdasarkan hasil perhitungan indikator menggunakan data BPS Kabupaten Dalam Angka 2016. Total bobot untuk 6 kriteria dan 17 indikator adalah 1,00 atau 100 persen. Bobot untuk masing-masing kriteria tidak semuanya sama, ada yang 0,20 atau 20 persen (Infrastruktur, Aksesibilitas, Ekonomi, dan Sumber Daya Manusia), sedangkan untuk Karakteristik daerah dan Celah Fiskal/KKD masing-
42
masing diberi bobot masing-masing 0,10 atau 10 persen. Oleh karena banyaknya indikator untuk masing-masing kriteria tidak sama, maka bobot untuk setiap indikator dapat berbeda. Secara lengkap bobot dan arah masing-masing indikator menurut kriteria dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5.
Daftar Bobot 6 Kriteria dan 17 Indikator dalam Penghitungan Indeks Komposit Kabupaten Daerah Tertinggal
No Kode
Nama Indikator/Variabel
Arah
Bobot
Sumber
1. Kriteria Sarana Dan Prasarana
0,200
1
V01
Jumlah desa dengan permukaan jalan Negatif terluas aspal
0,025
Data BPS
2
V02
Negatif
0,025
BPS
3
V03
Jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk Jumlah dokter per 1000 penduduk
Positif
0,025
BPS
4
V04
Negatif
0,035
BPS
5
V05
Jumlah SD/SMP per 1000 Penduduk Persentase Pengguna Listrik
Negatif
0,003
BPS
6
V06
Persentase kecamatan yang Negatif mempunyai perdagangan dan jasa
0,035
BPS
7
V07
Persentase Pengguna Air Bersih
0,025
BPS
Negatif
2.Kriteria Aksesibilitas
0,200
8
V08
Rata-rata jarak Kantor Desa ke Kantor Kabupaten
Positif
0,067
BPS
9
V09
Positif
0,067
BPS
10
V10
Jumlah desa dengan akses ke pelayanan kesehatan > 5 km Akses ke pelayanan kesehatan (km)
Positif
0,067
BPS
3.Kriteria Karakteristik Daerah 11
V11
12
V12
13
V13
Persentase jumlah desa terkena bencana gempa bumi Persentase jumlah desa terkena bencana tanah longsor Persentase jumlah desa terkena bencana banjir
4. Kriteria Ekonomi
0,100 Positif
0,005
BPS
Positif
0,025
BPS
Positif
0,025
BPS
0,200
43
No Kode
Nama Indikator/Variabel
Arah
Bobot
Sumber BPS Data BPS
14
V14
Persentase Penduduk Miskin
Positif
0,100
15
V15
Pendapatan Penduduk Perkapita
Negatif
0,100
5. Kriteria Sumber Daya Manusia
0,200
16
V16
Rata-rata Lama Sekolah
Negatif
0,050
BPS
17
V17
Angka Melek Huruf
Negatif
0,050
BPS
6. Kiteria Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) 18 V18 Kemampuan Keuangan Daerah Jumlah Bobot
0,100 Negatif
0,100 1,000
BPS
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bombana Kabupaten Bombana merupakan bagian dari wilayah bagian Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara definitif menjadi Daerah Tingkat II berdasarkan Undang-Undang No 29 tahun 2004. Secara geografis Kabupaten Bombana terletak pada koordinat 121º27’ 46,7” - 122º11` 9,4” Bujur Timur dan 4º22’ 59,4” - 5º28’ 26,7” Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Kolaka dan Konawe Selatan.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Teluk Bone
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Laut Flores Berdasarkan ketinggian, titik tertinggi di Kabupaten Bombana berada di
Kecamatan Matausu dengan ketinggian 165 meter diatas permukaan laut, dan titik terendah berada di Kecamatan Masaloka Raya 9 m diatas permukaan laut sedangkan Ibukota Kabupaten yaitu Wilayah Kota Rumbia berada pada ketinggian 24 meter di atas permukaan laut (mean sea level). Kabupaten Bombana memiliki luas wilayah 3.316,16 Km2, terdiri dari 22 Kecamatan dan 139 desa/ Kelurahan. Kecamatan yang paling luas daerahnya adalah Kecamatan Mata Usu dengan luas 456,17 km2 atau 13,76 persen terhadap total luas daerah Kabupaten Bombana. Sedangkan Kecamatan yang paling kecil
45
daerahnya adalah Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya dengan luas hanya 2,66 km2 atau 0,08 persen dari total luas Kabupaten Bombana. Selengkapnya wilayah Administrasi Kabupaten Bombana dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Wilayah Administrasi Kabupaten Bombana No Kecamatan Luas Wilayah . Km² Persentase 1. Kabaena 115,39 km² 100,00 2. Kabaena utara 101,55 km² 100,00 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya
325,05 km² 89,88 km² 133,51 km² 41,69 km² 237,27 km² 108,53 km² 239,4 km² 166,81 km² 58,99 km² 21,11 km² 285,01 km²
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
14. Mata usu 2,66 km² 100,00 15. Poleang timur 456,17 km² 100,00 16. Poleang utara 103,57 km² 100,00 17. Poleang selatan 275,58 km² 100,00 18 Poleang tenggara 39,43 km² 100,00 19. Poleang 121,25 km² 100,00 20. Poleang barat 129,2 km² 100,00 21. Tontonunu 132,97 km² 100,00 22. Poleang tengah 131,14 km² 100,00 Sumber: Daerah Dalam Angka Kabupaten Bombana 2014.
Kelurahan/ Desa 10 5
Lingkungan /Dusun 36 21
9 5 4 4 8 10 8 8 5 5 9
39 23 17 15 38 32 24 28 17 15 26
5 5 4 7 5 7 4 7 5
15 16 12 19 18 26 12 23 22
1. Aspek Fisik Wilayah Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Bombana terdiri atas 3 tiga dimensi daerah yaitu daerah pegunungan, daerah pesisir dan kepulauan serta dataran rendah, dimana bagian tengah tenggara mempunyai ketinggian 1.000 m
46
dari permukaan laut, dan sebagian kecil di bagian utara yang mempunyai ketinggian diatas 500 m. Bagian selatan dan timur dataran utama langsung berbatasan dengan laut yaitu Selat Kabaena dan Selat Muna. Di Pulau Kabaena bagian tengah mempunyai tingkat ketinggian diatas 2.000 m di atas permukaan laut. Secara keseluruhan Kabupaten Bombana mempunyai jenis kelas kelerengan atau elevasi bervariasi.. Kelas-kelas lereng in dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Kemiringan Lereng No. Kelas Lereng Jumlah Kecamatan 1. <2% 8 2. 2-8 % 6 3. 8-15 % 3 4. 15-25 % 4 5. 25-40 % 9 6. 40-60 % 3 7. > 60 % 3 Sumber : Peta Kemiringan lereng Kabupaten Bombana Untuk jenis tanah, berdasarkan data yang diperoleh, di Kabupaten Bombana terdapat beberapa jenis tanah (berdasarkan klasifikasi dari Pusat Penelitian Tanah). Untuk selengkapnya dapat dilihat pada peta jenis tanah dapat dilihat pada gambar berikut ini.
47
48
Berdasarkan kondisi iklim suatu wilayah dapat dilihat dari keadaan curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan itensitas penyinaran matahari. Iklim Kabupaten Bombana berdasarkan Smith dan Ferguson yang dicirikan oleh bulan basah yaitu pada bulan Februari-Desember dengan temperatur rata-rata 21,3.° C- 24,4.°C. 1. Curah Hujan Rerata curah hujan di Kabupaten Bombana sepanjang tahun 2015 mencapai 797 mm/tahun. Bulan basah/kering terjadi jika jumlah curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut melebihi/kurang dari rerata curah hujan pada tahun bersangkutan. Berdasarkan rerata curah hujan mengindikasikan bahwa bulan basah Kabupaten Bombana terjadi pada bulan Februari - Juni dengan rerata curah hujan bulanan berada diatas 41 mm, sedangkan bulan keringnya yaitu bulan Agustus-Desember dengan rerata curah hujan bulanan kurang dari 15 mm. 2. Hari Hujan Berdasarkan hari hujan, rata-rata banyaknya hari hujan tahunan wilayah Kabupaten Bombana adalah 75 hari. Bulan yang memiliki intensitas hujan paling sering adalah bulan Februari, yaitu mencapai 13 hari. Sedangkan bulan dengan banyaknya hari hujan paling sedikit atau tidak terjadi hujan sekalipun adalah bulan Agustus sampai bulan Oktober 2015. 3. Temperatur Secara umum keadaan temperatur di Kabupaten Bombana mengikuti kondisi suhu udara di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan wilayah yang lebih luas. Temperatur rata-rata selama tahun 2015 di Kabupaten Bombana berkisar 21,3 °C
49
– 24,4 °C. Pada bulan-bulan tertentu temperaturnya berada di atas rata-rata atau bahkan berada di bawah rata-rata. Temperatur pada bulan Agustus-November berada di bawah temperatur rata-rata dengan suhu paling rendah terjadi pada bulan Agustus mencapai 21,3 °C. Sedangkan temperatur bulan FebruariDesember berada diatas rata-rata mencapai 24,4 °C pada bulan Februari. 4. Kelembaban Relatif Sepanjang tahun 2015 kelembaban relatif rata-rata 44,00% - 85% sehingga dapat dikatakan bahwa Kabupaten Bombana termasuk daerah dengan kelembaban relatifnya tinggi/rendah (pilih salah satu). Kelembaban relatif wilayah Kabupaten Bombana cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 85% pada tahun 2015 Pada bulan Agustus-September merupakan bulan-bulan dengan tingkat kelembabannya berada diatas rata-rata, sedangkan tingkat kelembaban relatif bulan Februari-Juli berada di bawah rata-rata. 5. Kecepatan Angin Rata-rata kecepatan angin di Kabupaten Bombana selama tahun 2015 mencapai 4,9 knot, kecepatan angin diatas kecepatan rata-rata terjadi pada bulan Agustus yang berkisar 4,9 knot. 6. Itensitas Penyinaran Matahari Lama penyinaran matahari menunjukkan banyaknya hari yang mendapatkan penyinaran matahari pada tiap bulannya. Itensitas penyinaran matahari di Kabupaten Bombana selama tahun 2015 berkisar 22%-42%, hal ini berarti efektifitas lama penyinaran yang terjadi di Kabupaten Bombana berkisar 14-21 hari tiap bulannya.
50
2. Aspek Demografi (Kependudukan). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa jumlah penduduk di Kabupaten/Kota Bombana sampai dengan tahun 2015 berjumlah 164.809 jiwa, yang terdiri dari 83.191 jiwa penduduk laki-laki dan 81.168 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Bombana berbeda-beda untuk setiap kecamatan. Kepadatan penduduk rata-rata di Kabupaten Bombana pada tahun 2015 berkisar 102 jiwa/km2. Kecamatan Kepulauan Masaloka Raya memiliki kepadatan 1.324 jiwa/km2 dan merupakan kecamatan dengan kepadatan tertinggi di Kabupaten Bombana Sedangkan Kecamatan Kepulauan Mata Usu memiliki kepadatan penduduk 3 jiwa/km2 dan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah. Selengkapnya jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bombana dapat dilihat pada Tabel 8 berikut: Tabel 8. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bombana. Penduduk (Jiwa) Luas No Kecamatan Laki(Km²) Perempuan Jumlah laki 1. Kabaena 103,57 1.611 1.757 3.368 2. Kabaena utara 132,97 2.204 2.135 4.339 3. Kabaena selatan 129,2 1.411 1.671 3.082 4 Kabaena barat 39,43 4.245 4.612 8.857 5 Kabaena timur 121,25 3.759 4.118 7.877 6 Kabaena tengah 275,58 1.985 2.079 4.064 7 Rumbia 58,99 6.385 6.276 12.661 8 Mata oleo 108,53 3.491 3.710 7. 201 9 K. Masaloka raya 2,66 1.767 1.755 3.522 10 Rumbia tengah 21,11 3.787 3.727 7.514 11 Rarowatu 166,81 3.819 3.539 7.358 12 Rarowatu utara 239,4 5.122 3.575 8.679 13 Lantari jaya 285,01 4.726 4.162 8.888 14 Mata usu 456,17 831 663 1.494 15 Poleang timur 101,55 5.361 5.407 10.768
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) 33 33 24 225 65 15 215 66 1.324 356 44 36 31 3 106
51
No
Kecamatan
Luas (Km²)
Penduduk (Jiwa)
LakiPerempuan laki 16 Poleang utara 237,27 6.335 6.022 17 Poleang selatan 89,88 3.861 3.945 18 Poleang tenggara 133,51 2.212 2.225 19 Poleang 115,39 8.181 8.696 20 Poleang barat 325,05 6.759 6.562 21 Tontonunu 131,14 3.281 2.927 22 Poleang tengah 41,69 2.058 2.055 Jumlah 3.316,16 83.191 81.618 Sumber: Kabupaten Bombana Dalam Angka 2015.
Jumlah 12.357 7.806 4.437 16.877 13.321 6. 208 4.113 164.809
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) 52 87 33 146 41 47 99 50
Pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten Bombana dipengaruhi oleh pertumbuhan alami (lahir dan mati), penduduk datang dan peduduk keluar (migrasi). Berdasarkan data penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2014 sampai tahun 2015 sebesar 3,19 %. Laju pertumbuhan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Poleang sedangkan untuk laju pertumbuhan terkecil terdapat di Kecamatan Mata Usu Lebih jelas mengenai laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bombana terlihat pada Tabel 9 berikut: Tabel 9. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bombana. Jumlah penduduk (Jiwa) Laju pertumbuhan No. Kecamatan penduduk(%) 2014 2015 1 Kabaena 3.264 3.368 3,19 2 Kabaena utara 4.205 4.339 3,19 3 Kabaena selatan 2.986 3.082 3,22 4 Kabaena barat 8.584 8.857 3,18 5 Kabaena timur 7.634 7.877 3,18 6 Kabaena tengah 3.939 4.064 3,17 7 Rumbia 12.269 12.661 3,20 8 Mata oleo 6.979 7.201 3,18 9 K. Masaloka raya 3.413 3.522 3,19 10 Rumbia tengah 7.282 7.514 3,19 11 Rarowatu 7.131 7.358 3,18
52
Jumlah penduduk (Jiwa) 2014 2015 1 2 Rarowatu utara 8.428 8.697 13 Lantari jaya 8.614 8.888 14 Mata usu 1.448 1.494 15 Poleang timur 10.435 10.768 16 Poleang utara 11.975 12.357 17 Poleang selatan 7.564 7.806 18 Poleang tenggara 4.300 4.437 19 Poleang 16.356 16.877 20 Poleang barat 12.910 13.321 21 Tontonunu 6.016 6.208 22 Poleang tengah 3.986 4.113 Jumlah 159.718 164.809 Sumber: Kabupaten Bombana Dalam Angka 2015. No.
Kecamatan
Laju pertumbuhan penduduk(%) 3,19 3,18 3,18 3,19 3,19 3,20 3,19 3,19 3,18 3,19 3,19 3.19%
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan,
yang kemudian meningkat
menjadi
ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Tabel 10. Jumlah Penduduk Miskin Di Kabupaten Bombana No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan (1) Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur
Pra Sejahtera 217 438 279 610 707 256 222 852 337 425 147 436 868 126 895
I 216 347 339 570 389 474 339 595 258 559 250 514 781 124 739
Keluarga Sejahtera II III 257 186 193 38 236 63 520 254 422 316 190 7 1.167 1.021 263 128 88 104 232 109 600 346 518 399 123 26 189 16 639 174
III+ 25 38 128 1 4 10 5
Jumlah 901 1.016 917 1.992 1.834 927 2.877 1.839 787 1.329 1.353 1.867 1.798 455 2.452
53
Kecamatan (1) 16Poleang utara 17Poleang selatan 18 Poleang tenggara 19 Poleang 20 Poleang barat 21 Tontonunu 22 Poleang tengah Jumlah No
Pra Sejahtera 585 541 717 1.030 992 638 431 11.749
Keluarga Sejahtera I II III 597 1.015 666 492 537 180 135 87 15 1.494 1.066 242 1. 295 783 166 507 238 20 281 142 24 11. 295 11. 295 4.500
III+ 2 12 7 15 247
Jumlah 2.865 1.798 961 3.847 3. 236 1.403 878 37.332
Sumber:Bombana Dalam Angka 2015. 3. Sarana dan Prasarana Dalam pelaksanaan pembangunan sosial, pemerintah telah mengupayakan berbagai usaha guna terciptanya kesejahteraan masyarakat di bidang sosial yang lebih baik. Usaha tersebut meliputi kegiatan di bidang pendidikan, agama, kesehatan, serta urusan sosial lainnya. a. Sarana Pendidikan Sasaran pembangunan pendidikan dititik beratkan pada peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar di semua jenjang pendidikan, dimulai dari kegiatan prasekolah (Taman Kanak-Kanak) sampai dengan Perguruan Tinggi. Upaya peningkatan mutu pendidikan yang ingin dicapai tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan manusia berkualitas. Sedangkan perluasan kesempatan belajar dimaksud agar penduduk usia sekolah yang setiap tahun mengalami peningkatan sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dapat memperoleh kesempatan belajar yang seluas-luasnya. Pelaksanaan pembangunan pendidikan di KecamatanPoleang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat mengukur tingkat
54
perkembangan pembangunan pendidikan di Kabupaten Bombana seperti banyaknya sekolah dapat dilihat pada Tabel 11 berikut: Tabel 11. Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana. No
Kecamatan
SMAN (2)
MAN (3)
SMKN (4)
MTSN (5)
SMPN (6)
SDN (7)
TK (9)
1.
Kabaena
-
1
-
2
2
6
5
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 2 1 1 1 10
1 1 1 -
1 1 1 1 1 1 1 4 1 3 1 2 2 2 24
2 1 4 1 3 2 3 1 1 2 3 1 3 4 1 2 3 4 1 1 45
8 4 13 8 9 6 7 4 5 8 6 9 4 8 11 8 5 12 14 5 3 163
6 4 10 7 5 3 3 4 5 7 9 6 4 11 10 5 4 12 11 5 4 140
1 1 2 1 1 2 1 2 2 20
1 1 1 1 1 8
Sumber: Bombana Dalam Angka 2015. a. Sarana Peribadatan. Pembangunan di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan untuk menciptakan keselarasan hubungan antar manusia dengan manusia, manusia dengan penciptanya serta dengan alam sekitarnya. Indikator pembangunan bidang agama, digambarkan dengan pembangunan sarana
55
peribadatan, pembinaan umat beragama, dan berbagai kegiatan keagamaan di Kabupaten Bombana. Tabel 12. Jumlah tempat peribadatan di Kabupaten Bombana. No. Kecamatan Masjid Mushalla Gereja (2) (3) (4) 1. Kabaena 6 2. Kabaena utara 8 4 3. Kabaena selatan 4 4. Kabaena barat 9 3 5. Kabaena timur 8 2 6. Kabaena tengah 8 2 7. Rumbia 12 3 2 8. Mata oleo 10 1 9. K. Masaloka raya 6 1 10. Rumbia tengah 11 1 11. Rarowatu 11 1 1 12. Rarowatu utara 11 7 4 13. Lantari jaya 12 8 1 14. Mata usu 7 15. Poleang timur 17 1 16. Poleang utara 26 9 2 17. Poleang selatan 12 18. Poleang tenggara 10 19. Poleang 18 20. Poleang barat 28 21. Tontonunu 17 22. Poleang tengah 2 Jumlah 243 43 10 Sumber: Bombana Dalam Angka 2015. b.
Pura (5) 2 1 3 8 1 1 16
Vihara (6) -
Sarana Kesehatan tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan, biasanya berada di bawah
pengawasan dokter/tenaga medis, termasuk rumah sakit khusus seperti rumah sakit perawatan paru paru, dan RS jantung dan pusat pelayanan kesehatan lainnya seperti puskesmas, posyandu, klinik. Dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:
56
Tabel 13. Jumlah Pusat Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bomban No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
RS (2) 1 1
Rumah bersalin (3) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16
Puskesmas (4)
Posyandu (5)
Klinik (6)
Polindes (7)
1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 21
7 8 5 12 14 8 12 15 7 8 10 8 5 12 12 13 11 8 17 16 10 6 224
2 1 1 1 2 3 2 2 2 3 2 5 3 2 3 3 2 39
1 1 1 1 1 4 1 8 3 3 1 1 1 4 31
Sumber/source: Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Bombana. 4. Aspek Perekonomian Daerah Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bombana dapat diukur dari besarnya nilai PDRB atas dasar harga konstan yang berhasil diciptakan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 nilai PDRB Kabupaten Bombana sebesar Rp. 3.985.950,01. dan dari tahun ke tahun terus meningkat hingga pada tahun 2015 sebesa Rp. 4.530.094,39.
57
Tabel 14. PDRB/Pendapatan Perkapita Perincian 1. PDRB Harga Paasar (Juta Rupiah) 2. Penyusutan (Juta Rupiah)
2014 3.985.950,01
2015 4.530.094,39
886.265,26
1.007.254,30
3. PDRN Pada Harga Pasar (Juta Rupiah) 4. Pajak Tak Langsung Netto (Juta Rupiah) 5. PDRB Atas Dasar Biaya Factor/Pendapatan Regional (Juta Rupiah) 6. Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa) 7. PDRB Perkapita (Juta Rupiah) Ket: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
3.099.684,74
3.522.840,08
180.902,62
205.598,65
2.918.782,12
3.317.241,43
159.718
164.809
24.956.173
27.486.936
Tabel 15. Pendapatan Perkapita Kabupaten Bombana. Lapangan Usaha 2014 1. Pertanian. 1.260.780,79 2. Pertambangan dan Penggalian 1.159.450,72 3. Industry pengelolaan 218.976,11 4. Pengadaan Listrik dan Gas 419,47 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 5.367,92 dan Limbah. 6. Konstruksi 316.577,14 7. Perdagangan Eceran; Reparasi 474.666,39 Mobil 8. Transportasi dan Pergudangan 23.122,41 9. Penyedian Akomodasi Dan Makan 15.854,90 Minum 10. Informisi dan Komunikasi 27.953,21 11. Jasa Keungan dan Akutansi 39.099,36 12. Real Estate 59.604,52 13. Jasa Perusahaan 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Social Wajib 15. Jasa Pendidikan
2015 1.372.804,63 1.356.951,23 244.929,08 476,88 6.276,27 398.591,37 532.146,32 25.789,64 19.241,22 29.536,95 43.989,71 65.468,55
482,62 171.812,13
563,23 183.231,69
162.527,02
193.951,38
58
Lapangan Usaha 16. Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Lainnya 17. Jasa Lainnya PDRB / GRDP
2014 32.045,53
2015 36.548,37
17.209,77 3.985.950,01
19.597,86 4.530.094, 39
Ket: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara B. Analisis Spasial Daerah Tertinggal 1. Penghitungan Zscore Seperti yang diketahui bahwa 18 indikator yang dikelompokkan dalam 6 kriteria, yaitu ekonomi (2 indikator), sumber daya manusia (2 indikator), saran dan prasarana (7 indikator), aksesibilitas (3 indikator), karakteristik daerah (3 indikator) dan kemampuan keuangan daerah (1 indikator). Seperti diketahui bahwa 18 indikator yang digunakan dalam penentuan daerah tertinggal mempunyai nilai dengan ukuran yang berbeda-beda, diantaranya adalah persentase, km, rupiah, dan tahun. Secara rinci ukuran nilai masing-masing indikator dapat dilihat dari Tabel penghitungan Zscore berikut..Terkait dengan nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda, maka nilai-nilai indikator tersebut tidak bisa digabung (dijumlahkan atau dikurangkan). Agar nilai-nilai indikator tersebut dapat dijumlahkan atau dikurangkan maka perlu dilakukan suatu standarisasi nilai indikator. Menggunakan model statistik, nilai-nilai indikator yang mempunyai ukuran berbeda dapat distandarisasi hasil Z-score untuk masing-masing indicator. Dari hasil penghitungan Zscore diperoleh hasil Zscore tertinggi pada sarana pendidikan berada di kecamatan Poleang Tengah dengan nilai 10.21721, sarana kesehatan dengan Zscore tertinggi berada pada kecamatan Lantari Jaya
59
dengan nilai 5.173965, sarana perdagangan dengan Zscore tertinggi terdapata pada daerah Poleang Timur dengan nilai 19.80489, banyaknya rumahtangga pengguna air bersih dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Poleang Utara dengan nilai 4.46914, banyaknya pengguna listrik menurut rumahtangga dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Kabaena Barat dengan nilai 8.619415, penduduk miskin dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Kabaena Barat dengan nilai 5.65236, Luas Jalan Aspal/tidak diaspal dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Poleang Utara, Aksesbilitas dengan Zscore tertinggi terdapat pada daerah Rumbia dengan nilai 1.428869, dan sumber daya manusia dengan nilai Zscore tertinggi terdapat pada daerah Kabaena Tengah dengan nilai 819.0331. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Diagram batang berikut :
Hasil Penghitungan Zscore 900
819.0331
800 700 600
500 400 300 200 100 10.21721 0
5.173965
Poleang Tengah
Lantari Jaya
19.80489 Poleang Timur
4.46914 Poleang Utara
8.619415 Kabaena Barat
5.65236 Kabaena Barat
15.68929 Poleang Utara
Pendidikan
Kesehatan
Perdagangan
Air Bersih
Penduduk Miskin
Luas Jalan
SDM
Aksesbilitas
1.428869 Kabaena Tengah Listrik
Diagram Batang Hasil Penghitungan Zscore Daerah Tertinggi Setiap Wilayah
Rumbia
60
2. Penghitungan Indeks Komposit Untuk penghitungan indeks komposit, setiap kriteria dan indikator diberi bobot berdasarkan hasil perhitungan indikator menggunakan data BPS Kabupaten Dalam Angka 2016. Total bobot untuk 6 kriteria dan 17 indikator adalah 1,00 atau 100 persen. Bobot untuk masing-masing kriteria tidak semuanya sama, ada yang 0,20 atau 20 persen (Infrastruktur, Aksesibilitas, Ekonomi, dan Sumber Daya Manusia), sedangkan untuk Karakteristik daerah dan Celah Fiskal/KKD masingmasing diberi bobot masing-masing 0,10 atau 10 persen. Oleh karena banyaknya indikator untuk masing-masing kriteria tidak sama, maka bobot untuk setiap indikator dapat berbeda. Hasil penghitungan indeks komposit diperoleh hasil indeks komposit sarana pendidikan tertinggi terdapat di daerah Poleang Timur dengan indeks komposit yaitu 8.45743, sarana kesehatan dengan indeks komposit tertinggi terdapat pada daerah Mata Oleo dengan nilai -25.6178, sarana perdagangan dengan indeks komposit tertinggi terdapat pada daerah Poleang Barat dengan nilai -260.508, banyankya rumahtangga pengguna air bersih dengan indeks komposit tertinggi terdapat pada daerah Poleang Utara dengan nilai 174,994 banyaknya rumahtangga pengguna listrik dengan indeks komposit tertinggi terdapat pada daerah 14. 21892, aksesibilitas tertinggi berdasarkan penghitungan indeks komposit terdapat pada daerah Mata Usu dengan nilai 32.97585, sedangkan untuk sumber daya manusia deng penghitungan hasil inddeks komposit tertinggi terdapat pada daerah Kabaena dengan nilai 803.6206. Secara lengkap bobot dan
61
arah masing-masing indikator menurut kriteria dapat dilihat pada Diagram batang berikut:
Hasil Penghitungan Indeks Komposit 1000 803.6206 800 600 400 200 32.97585 0 -8.45743 Poleang -25.6178 Mata oleo Timur -200
Poleang Barat
Poleang Utara -174.994
-19.687 Kabaena Barat
Mata Usu
14.21892 Kabaena Barat
Poleang
-260.508
-400 Pendidikan
Kesehatan
Perdagangan
Air Bersih
Listrik
Aksesbilitas
SDM
Luas Jalan
Diagram Batang Penghitungan Indeks Komposit Daerah Tertinggi Setiap Wilayah 3. Penentuan Klasifikasi Kecamatan Klasifikasi kabupaten termasuk tertinggal atau tidak tertinggal ditentukan berdasarkan hasil perhitungan indeks komposit dari nilai 17 indikator standardized indicators masing-masing kecamatan dengan cara sebagai berikut: Kelompok Kecamatan Berpotensi Maju, apabila Ikmin ≤ (IKi) < IKmin + I Kelompok Kecamatan Agak Tertinggal apabila Ikmin + I ≤ (IKi) < IKmin + 2I Kelompk Kecamatan Tertinggal apabila IKmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I.
62
1. Sarana Pendidikan. Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -8.45743≤ (IKi) < -8.45743 + 2.342278 : -8.45743 ≤ (IKi) < -6.11516 Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -8.45743 + 2.342278 ≤ (IKi) < -8.45743 + 2 (2.342278) : -6.11516 ≤ (IKi) < -3.772874 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I : -8.45743 + 2 (2.342278)≤(IKi)<-8.45743+3 (2.342278) : -3.772874 ≤ (IKi) < 1.2479397 Dari penghitungan klasifikasi Kecamatan maka pada sarana pendidikan yang berpotensi maju yaitu kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang timur, Poleang Utara, dan Poleang. Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena Barat, Kabaena Timur, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, Tontonunu, dan Poleang Tengah, sedangkan Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena, Kabaena Utara, Kabaena Selatan, Kabaena Tengah, Mata Oleo, K. Masaloka Raya, dan Mata Usu. 2.
Sarana Kesehatan
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -25.6178≤ (IKi) < -25.6178 + 6.618637 : -25.6178 ≤ (IKi) < -18.99917 Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -25.6178 + 6.618637 ≤ (IKi) < -25.6178 + 2 (6.618637)
63
: -18.99917≤ (IKi) < -12.38054 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I : -25.6178 + 2 (6.618637)≤(IKi)<-25.6178+3 (6.618637) : -12.38054 ≤ (IKi) < -5.76191 Dari hasil klasifikasi kecamtan sarana kesehatan yang berpotensi maju yaitu Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Kecamtan Poleang, Mata Oleo. Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, Tontonunu. Dan Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena, Kabaena Utara, Kabaena Selatan, K. Masaloka Raya, Rarowatu, Poleang Timur dan Poleang Tengah, 3.
Sarana Perdagangan
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -260.508≤ (IKi) < -260.508 + 84.68923 : -260.508≤ (IKi) < -175.81887 Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -260.508+ 84.68923 ≤ (IKi) < -260.508 + 2 (84.68923) : -175.81887≤ (IKi) < -91.12954 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I : -260.508+ 2 (84.68923)≤(IKi)<- 260.508+3 (84.68923) : -91.12954 ≤ (IKi) < -6.44031 Hasil kalsifikasi kecamatan sarana perdgangan dan jasa yang termsuk Kecamatan Berpotensi maju yaitu Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang
64
Timur, Poleang, dan Poleang Barat, yang masuk dalam kategori Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena Barat dan Rarowatu Utara. Sedangkan yang masuk kategori Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena, Kabaena Utara, Kabaena Selatan, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Mata Oleo, K. Masaloka Raya, Rarowatu, Lantari Jaya, MataUsu, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang Tenggar, Tontonunu, dan Poleang Tengah. 4.
Penduduk Miskin
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -0.36093≤ (IKi) < -0.36093 + 267.9938 : -0.36093 ≤ (IKi) < 267.63317 Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -0.36093+ 267.9938 ≤ (IKi) < -0.36093 + 2 (267.9938) : -267.63317≤ (IKi) <535,62667 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I : -0.36093+ 2 (267.9938)≤(IKi)<-0.36093+3 (267.9938) : -535.62667 ≤ (IKi) < 1703.62047 Hasil Klasifikasi penduduk miskin yang masuk kategori Kecamatan Berpotensi Maju yaitu Kecamatan Kabaena Utara, Kabaena Barat, Kabaena Timur, Rumbia, Mata Oleo, Rumbia Tengah rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Timur, Poleang Utara, Poleang Selatan, Poleang, Poleang Barat, Tontonunu. Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kabaena selatan, Poleang Tenggara, Poleang Tengah. Sedangkan Kecamatan Tertinggal yaitu Kecamatan Kabaena, Kabaena Tengah, K. Masaloka Raya, Mata Usu, Poleang Tengah.
65
5.
Banyaknya Rumahtangga Pengguna Air Bersih.
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -174.994≤ (IKi) < -174.994+ 58.31658 : -174.994 ≤ (IKi) < -116.67742 Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -174.994+ 58.31658 ≤ (IKi) < -174.994 + 2 (58.31658) : -116.67742≤ (IKi) <-58.36084 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I : -174.994+ 2 (58.31658)≤(IKi)<- 174.994+3 (58.31658) : -58.36084 ≤ (IKi) < -0.04426. Hasil klasifikasi jumlah rumahtangga pengguna air bersih di dapatkan Kecamatan Berpotensi Maju yaitu Kecamatan Rumbia, Rumbia Tengah, Poleang Utara, Poleang, tontonunu. Kecamatan Agak Tertingal yaitu Rarowatu dan K. Masaloka Raya. Sedangkan yang masuk kategori Kecamatan Tertinggal yaitu Kabaena, Kabaena Utara, Kabaena Selatan,Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Mata Oleo, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Mata Usu, Poleang Timur, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, dan Poleang Tengah. 6.
Jumlah Rumah Tangga Pengguna Listrik
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -19.687≤ (IKi) < -19.687+ 6.445658 : -19.687 ≤ (IKi) < -13.24135. Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -19.687+ 13.24135 ≤ (IKi) < -19.687 + 2 (6.445658)
66
: -13.24135≤ (IKi) <-6.7957 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I : -19.687+ 2 (6.445658)≤(IKi)<-19.687 +3 (6.445658) : -6.7957≤ (IKi) < -0.35005. Hasil klasifikai jumlah rumahtangga pengguna listrik yang masuk kategori Kecamatan berpotensi maju yaitu Rumbia, Mata Oleo, Rumbia Tengah, Poleang, Poleang Tengah, Kecamatan kategori agak tertinggal yaitu Kabaena Barat, Kabaena Tengah, K. Masaloka Raya, Mata Usu, Poleang Tenggara, Tontonunu. Sedangkan kategori Kecamatan tertinggal yaitu Kabaena Utara, Kabaena Selatan, Kabaena Timur, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya,Poleang Timur, Poleang Selatan, Poleang Barat. 7. Luas Jalan Kecamatan Aspal. Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : 0.187383.≤ (IKi) < 0.187383+4.802102 : 0.187383≤ (IKi) < 4.98948. Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : 0.187383+4.802102≤ (IKi) <0.187383 + 2 (4.802102) : 4.98948≤ (IKi) < 9.79158 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I :0.187383+2 (4.802102)≤(IKi)<0.187383 +3 (4.802102) : 9.79158≤ (IKi) < 14.78106 Hasil klasifikasi luas jalan kecamatan aspal hampir semua kecamatan berada pada kategori Kecamatan Berpotensi Maju yaitu Kabaena, Kabeana Utara,
67
Kabaena selatan, Kabaena Barat, Kabaena Timur, Kabaena Tengah, Rumbia, Mata Oleo, K. Masaloka Raya, Rumbia Tengah, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang, Poleang Barat, Tontonunu, Poleang Tengah, Poleang Utara. Kecamatan yang masuk kategori Kecamatan agak tertinggal yaitu dan Poleang Timur. Sedangkan kecamatan yang masuk kategori daerah tertinggal yaitu Mata Usu. 8. Klasifikasi Aksesbilitas Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I :2.000417.≤ (IKi) < 2.000417+10.32515 : 2.000417≤ (IKi) < 12.325567. Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : 2.000417+10.32515≤ (IKi) < 2.000417 + 2 (10.32515) : 12.325567≤ (IKi) < 22.65071 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I :2.000417+2 (10.32515)≤(IKi)<2.000417 +3 (10.32515) : 22.65071≤ (IKi) < 32.97586 Hasil klasifikasi aksesbilitas, kecamatan yang masuk kategori kecamatan berpotensi maju yaitu kecamtan Rumbia, Rumbia Tengah, Mata Oleo, K. Masaloka Raya, Rarowatu, Rarowatu Utara, Lantari Jaya, Poleang Timur, Poleang Utara, Poleang. Yang masuk kategori Kecamatan Agak Tertinggal yaitu Kecamatan Poleang Selatan, Poleang Tenggara, Poleang Barat, Poleang Tengah dan Tontonunu. Kecamata tertinggal yaitu Mata Usu,Kabaena, Kabaena Tengah, Kabaena Utara, Kabaena Selatan,Kabaena Timur.
68
9.
Kalsifikasi Sumber Daya Manusia
Kecamatan Berpotensi Maju : IKmin ≤ (IKi) < + I : -15.9548.≤ (IKi) < -15.9548+31.90941 : -15.9548≤ (IKi) < 15.95461. Kecamatan Agak Tertinggal : Ikmin + I ≤ (IKi) < Ikmin + 2I : -15.9548+31.90941≤ (IKi) <-15.9548 + 2 (31.90941) : 15.95461≤ (IKi) < 47.86402 Kecamatan Tertinggal : Ikmin + 2I ≤ (IKi) < IKmin + 3I :-15.9548+2 (31.90941)≤(IKi)< -15.9548 +3 (31.90941) : 47.86402 ≤ (IKi) < 79.77343. Hasil kalsifikasi sumber daya manusia, untuk klasifikasi ini semua kecamatan yang ada di kabupaten Bombana masuk dalam kategori maju. Tabel16. Hasil klasifikasi Daerah Tertinggal di Kabupaten Bombana. No
Kecamtana
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah
Sarana dan Prasarana 12.11722231 12.30927229 16.25883027 5.221516083 7.592786581 11.43923041 5.064213079 7.458326344 15.49508015 7.414480257 8.40288657 5.724622385 8.248569628 14.31902853 4.735516637 6.390925949 9.438898817 12.72034905 4.02852714 3.804456843 8.289214599 11.34446282
Sumder: Data Hasil Olahan 2016.
Ekonomi
Aksesibilitas
SDM
16.50543291 16.2479142 12.30100792 38.30305161 26.34079042 17.48369364 39.49280902 26.81566759 12.90732272 26.97424406 23.80134473 34.93680221 24.24662808 13.967428 42.2340402 31.2943698 21.18891238 15.72283898 49.64593586 52.56992214 24.12773823 17.62974618
6.302794022 7.407407407 7.147498376 6.172839506 5.393112411 7.537361923 0.454840806 2.079272255 1.851851852 0.64977258 1.104613385 1.234567901 1.559454191 11.17608837 3.83365822 2.501624431 5.198180637 5.782975958 5.977907732 6.952566602 4.158544509 5.523066927
0.016829689 0.018922308 7.850746688 7.291026434 0.023004026 14.4043207 5.146512942 0.01624553 0.015624399 5.028202299 13.89410606 12.50395601 0.018796603 0.029755127 12.11944642 0.016422996 0.015210312 0.029540689 8.510971833 13.00677624 0.027891734 0.015698343
Persentase (%) 34.94227894 35.9835162 43.55808326 56.98843363 39.34969343 50.86460668 50.15837585 36.36951172 30.26987912 50.06669919 47.20295075 54.39994851 39.47344851 34.49230002 62.92266148 40.20334318 35.84120215 34.25570469 68.16334256 76.33372183 36.60338908 34.51297427
69
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan klasifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana yaitu, Kecamatan Kabaena (34,9%), Kecamatan K. Masaloka Raya (30,2%), Kecamatan Mata Usu (34%), Kecamatan Poleang Tenggara (34,2%), Kecamatan Poleang Tengah (34,5%). Dan daerah agak tertinggal di Kabupaten Bombana yaitu, Kecamatan Kabaena Utara (35,9%), Kecamatan Kabaena selatan (43,5%), Kecamatan Kabaena Timur (39,4%), Kecamatan Mata Oleo (36,3), Kecamatan Rarowatu (47,2%), Kecamatan Lantari Jaya (39,4%), Kecamatan Poleang Utara ( 40,2%), Keacamatan Poleang Selatan (35.8%), Kecamatan Tontonunu (36,6%). Sedangkan daerah berpotensi maju yaitu, Kecamatan Kabaena Barat (56,9%), Kecamatan Kabaena Tengah (50,8%), Keacmatan Rumbia (50,1%), Kecamatan Rumbia Tengah (50%), Kecamatan Rarowatu Utara (54,3%), Kecamatan Poleang Timur (62,9%), Kecamatan Poleang (68,1%), Kecamatan Poleang Barat (76,3%). Ketertinggalan wilayah tersebut disebabkan karena rendahnya nilai wilayah ini dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan utama kecamatan, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per km2, persentase rumah tangga listrik, persentase rumahtangga yang memiliki aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen maupun pertokoan. Jika dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, kecamatan ini berada di wilayah yang memiliki densitas jalan yang rendah dan berada pada bentuk lahan (landform) yang datar hingga bergelombang dan berbukit.
70
C. Analisis Hirarki Wilayah Hasil analisis skalogram akan menentukan struktur pusat pelayanan menurut hirarki wilayah. Penentuan hirarki didasarkan atas tingkat perkembangan dan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah. Tingkat hirarki ini penting dalam penentuan kapasitas suatu wilayah, apakah suatu wilayah merupakan pusat/inti atau hinterland. Perkembangan pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya akan berdampak pada adanya struktur hirarki pada wilayahwilayah tersebut yang dicerminkan dari adanya pusat-pusat pelayanan di suatu wilayah. Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi dan yang relatif lebih maju akan membutuhkan berbagai sarana dan prasarana serta pelayanan sosial ekonomi yang lebih dari wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah dan yang relatif belum maju. Contohnya dalam hal prasarana pendidik dan kesehatan serta sarana dan prasarana transportasi.
71
Tabel 17. Jumlah Fasilitas Yang Terdapat Di Kabupaten Bombana. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Ket:
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
1. TK 6. MAN
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 22
2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 22
2. SD 7. SMK
3 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 21
4 √ √ √ √
Jumlah Fasilitas 5 6 √
√ √ √ √ √ √
√
√ √
7 √ √ √
8 √
9
√ √ √ √ √
√ √ √
√
√
√
√
√
√ √ √
√
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 15
√ √ √ √ √ √ √ √ √ 16
10
√ √ √
√
√
√
9
√ 8
√ √ √ √ √ √ 15
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
1
√ 17
3. SMP 4. MTS 5.SMA 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
72
Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
11 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 22
12 √
13
√ √ √
√ √ √ √
√ √
√ √
6
√
√ 8
14 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 22
Jumlah Fasilitas 15 16 17 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 17 18 22
18
19
20
√
√ √
√ √ √
√
√ √ √
√ √
5
6
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hotel. 14. Transportaasi. 15. Restoran. 16. Pasar. 17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
73
Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
21
22
Jumlah Fasilitas 23 24 25
√
√
√
√ √
√ √
1
1
1
3
1
26 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 22
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25. Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
74
Tabel 18.Analisis Skalogram Jumlah Fasilitas Yang Terdapat Di Kabupaten Bombana. No.
Kecamatan
1
2
11
14
Jumlah Fasilitas 17 26 3
16
1
Kabaena
√
√
√
√
√
√
√
2
Kabaena utara
√
√
√
√
√
√
√
3
Kabaena selatan
√
√
√
√
√
√
√
√
4
Kabaena barat
√
√
√
√
√
√
√
5
Kabaena timur
√
√
√
√
√
√
6
Kabaena tengah
√
√
√
√
√
7
Rumbia
√
√
√
√
8
Mata oleo
√
√
√
9
K. Masaloka raya
√
√
10
Rumbia tengah
√
11
Rarowatu
12
10
15 √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Rarowatu utara
√
√
√
√
√
13
Lantari jaya
√
√
√
√
14
Mata usu
√
√
√
15
Poleang timur
√
√
16
Poleang utara
√
17
Poleang selatan
18
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Poleang tenggara
√
√
√
19
Poleang
√
√
20
Poleang barat
√
21
Tontonunu
22
Poleang tengah Jumlah
Ket:
1. TK 6. MAN .
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
22
22
22
22
22
22
21
18
17
2. SD 7. SMK
3. SMP 4. MTS 5.SMA 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
17
75
Lanjutan. Jumlah Fasilitas No.
Kecamatan
5
4
8
6
√
√
1
Kabaena
√
2
Kabaena utara
√
3
Kabaena selatan
4
Kabaena barat
√
√
√
√
5
Kabaena timur
√
√
√
√
6
Kabaena tengah
√
7
Rumbia
√
8
Mata oleo
√
9
K. Masaloka raya
√
10
Rumbia tengah
11
Rarowatu
12
Rarowatu utara
13
Lantari jaya
14
Mata usu
15
Poleang timur
√
√
√
16
Poleang utara
√
√
√
17
Poleang selatan
√
√
√
18
Poleang tenggara
√
√
√
19
Poleang
√
√
√
20
Poleang barat
√
21
Tontonunu
√
22
Poleang tengah Jumlah
7
13
√
√ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
24
√
√
√
18
√
√
√
19
√ √
√
√
12
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
16
15
15
9
√
√
8
8
6
6
5
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hxotel. 14. Transportasi. 15. Restoran. 16. Pasar. 17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
3
76
Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan
9
Jumlah Fasilitas 20 21 22 23
25
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia √ √ Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah √ √ √ √ Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah 1 1 1 1 1 21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25. Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
77
Tabel 19. Analisis Perhitungan Bobot Fungsi di Kabupaten Bombana. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Ket:
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah Centralitas Total Bobot
1. TK 6. MAN
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 100 4,54
2. SD 7. SMK
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 100 4,54
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 100 4,54
Jumlah Fasilitas 14 17 26 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 22 22 22 21 100 100 100 100 4,54 4,54 4,54 4,76
16
10 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 100 5,55
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 100 5,88
3. SMP 4. MTS 5.SMA 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
17 100 5,88
78
Lanjutan. No.
Kecamatan
1 Kabaena 2 Kabaena utara 3 Kabaena selatan 4 Kabaena barat 5 Kabaena timur 6 Kabaena tengah 7 Rumbia 8 Mata oleo 9 K. Masaloka raya 10 Rumbia tengah 11 Rarowatu 12 Rarowatu utara 13 Lantari jaya 14 Mata usu 15 Poleang timur 16 Poleang utara 17 Poleang selatan 18 Poleang tenggara 19 Poleang 20 Poleang barat 21 Tontonunu 22 Poleang tengah Jumlah Centralitas Total Bobot
5
1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1
8 1 1 1 1 1
6 1
1 1
Jumlah Fasilitas 7 13 1 1 1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 100 6,25
1 1 15 100 6,66
24
1 1
1
1
1
1
1 1
1 1 1
1 1 1 1 1 1 15 100 6,66
18
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
19
1 1
1
12 1
1
1 1
1 1 1
1
1
1
1 1 1 1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1 1 1
9 100 11,11
1 8 100 12,5
1 8 100 12,5
6 100 16,66
6 100 16,66
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hotel. 14. Transportasi. 15. Restoran. 16. Pasar. 17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
5 100 20
3 100 33,33
79
Lanjutan. No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah Centralitas Total Bobot
9
20
Jumlah Fasilitas 21 22
1
1
1
1
1 100 100
1 100 100
1 100 100
23
25
1
1
1 100 100
1 100 100
JF 12 12 10 16 15 13 13 11 10 20 15 15 13 10 16 15 16 13 17 13 12 14
1 100 100
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25. Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
80
Tabel 20. Analisis Perhitungan Indeks Sentralitas Terbobot di Kabupaten Bombana No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Ket:
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah Centralitas Total Bobot
1. TK 6. MAN
1 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 22 100 4,54
2 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 22 100 4,54
2. SD 7. SMK
11 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 22 100 4,54
14 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 22 100 4,54
Jumlah Fasilitas 17 26 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 4,54 22 22 100 100 4,54 4,54
3 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76 21 100 4,76
16
10 5,88
15 5,88
5,55 5,55 5,55 5,55
5,88 5,88 5,88
5,88 5,88 5,88
5,88 5,88 5,88 5,88 5,88
5,88 5,88 5,88 5,88 5,88
5,88 5,88 5,88 5,88 5,88 5,88 5,88
5,88 5,88 5,88 5,88 5,88 5,88 5,88
5,88
5,88
17 100 5,88
17 100 5,88
5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 5,55 21 100 4.76
3. SMP 4. MTS 5.SMA 8. Puskesmas. 9. Rumah Sakit. 10. Klinik.
81
Lanjutan. No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah Centralitas Total Bobot
5
6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 6,25
4 6,66 6,66 6,66 6,66
8 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66
6 11,11
11,11 11,11
Jumlah Fasilitas 7 13 12,5 12,5 12,5
6,66
6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 6,25 16 100 6,25
6,66 6,66 15 100 6,66
24
12,5 12,5
11,11
12,5
12,5
20
12,5 16,66
6,66 6,66 6,66
6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 15 100 6,66
18
16,66
6,25 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66 6,66
19
16,66 11,11
6,66
12 16,66
12,5
16,66 16,66
20 20 20
16,66
20
33,33
16,66 11,11 11,11 11,11
12,5
12,5
16,66
12,5
33,33 16,66
11,11
12,5
12,5
33,33 16,66 16,66
9 100 11,11
12,5 8 100 12,5
12,5 8 100 12,5
6 100 16,66
6 100 16,66
11. Posyandu 12. Toko. 13.Hotel. 14. Transportasi. 15. Restoran. 16. Pasar. 17.Mesjid 18. Gereja. 19. Pura. 20. Lapangan Umum Sepak Bola.
5 100 20
3 100 33,33
82
Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah Centralitas Total Bobot
9
20
Jumlah Fasilitas 21 22
100
100
100
100
1 100 100
1 100 100
1 100 100
23
25
100
100
1 100 100
1 100 100
Total 68 74 57 105 92 79 388 57 52 419 142 112 79 52 115 110 126 80 138 79 74 88
1 100 100
21. Kantor Polres. 22.kantor Kodim. 23. Kantor PDAM. 24. Kantor PLN. 25. Kantor Bupati. 26. Kantor Kecamatan.
83
Tabel 21. Penentuan Orde di Kabupaten Bombana. Total No. Hirarki Kecamatan Nilai 1. Orde 1 419 Rumbia Tengah 2. Orde 2 388 Rumbia 3. Orde 3 142 Rarowatu 4. Orde 3 138 Poleang 5. Orde 3 126 Poleang Selatan 6. Orde 3 115 Poleang Timur 7. Orde 3 112 Rarowatu Utarra 8. Orde 3 110 Poleang Utara 9. Orde 3 105 Kabaena Barat 10. Orde 3 92 Kabaena Timur 11. Orde 3 88 Poleang Tengah 12 Orde 3 80 Poleang Tenggar 12. Orde 3 79 Kabaena Tengah, Lantari Jaya, Poleang Barat. 13. Orde 3 74 Kabaena Utara, Tontonunu. 14. Orde 3 68 Kabaena 15. Orde3 57 Kabaena Selatan, Mata Oleo 16. Orde 3 52. K. Masaloka Raya, Mata Usu Sumber: Data Sekunder Diolah 2016.
Keterangan Pusat Pelayanan Utama Sub Pusat Pelayanan Utama Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang
Pusat Pelayanan Penunjang. Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang Pusat Pelayanan Penunjang
Berdasarkan hasil perhitungan analisis skalogram untuk menentukan hirarki wilayah menurut jumlah dan jenis fasilitas pelayanan atau infrastruktur, diperoleh hasil kelompok sebagai berikut : a) Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan Kecamatan yang mempunyai tingkat perkembangan yang paling tinggi. Kecamatan ini umumnya mempunyai tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lebih tinggi dan lebih memadai dibandingkan Kecamatan dengan hirarki yang lebih rendah. Adapun sarana dan prasarana yang lebih terutama dalam hal sarana pendidikan, sarana kesehatan (termasuk
84
tenaga kesehatan) dan aksesibilitas terhadap pusat pemerintahan. Ciri-ciri lain yang menonjol dari wilayah Kecamatan hirarki I ini adalah mempunyai landform yang relatif datar dan merupakan daerah urban dengan kepadatan penduduk yang relative tinggi serta tidak lagi mengandalkan pada sector pertanian. b) Wilayah yang termasuk pada hirarki II yang merupakan wilayah Kecematan dengan tingkat perkembangan yang sedang. Ciri-ciri dari wilayah Kecamatan ini adalah mempunyai ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan yang relatif lebih rendah dari hirarki I, berada di dekat Kecamatan yang berhirarki I, dan masih mengandalkan pada sektor pertanian. c) Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan yang paling rendah. Adapun ciri-ciri yang menonjol dari Kecamatan ini adalah ketersediaan sarana yang relatif kurang dibandingkan Kecamatan pada hirarki yang lebih tinggi, sebagian Kecamatan yang berhirarki III mempunyai akses terhadap pusat yang jauh lebih sulit, berada pada daerah dengan tingkat kelerengan yang lebih tinggi dan berada dekat dengan kawasan hutan. Berdasarkan hasil pengelompokkan di atas terlihat bahwa sebagian besar (50.12%) Kecamatan yang ada di Kabupaten Bombana berada di hirarki III dan 44.24% berada di hirarki II. Hanya 5.65% yang berada di Hirarki I. Jika dilihat sebaran dari hirarki I maka terlihat bahwa pusat hirarki terletak di Kecamatan Rumbia. Hal ini dapat dimengerti karena Rumbia merupakan ibukota dari Kabupaten Bombana dimana sebagai pusat pemerintahan biasanya diikuti dengan
85
berkumpulnya berbagai fasilitas dan pelayanan sosial. Lokasi yang terletak pada poros Bombana-Kendari juga turut mempercepat perkembangan wilayah ini. Selain itu, adanya aksesibilitas jalan yang baik, juga sangat menunjang perkembangan wilayah ini.
86
V. KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan pada hasil penelitian maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1. Secara umum, dari hasil keseluruhan klasifikasi daerah tertinggal di Kabupaten Bombana dari 18 indikator maka di diperoleh tiga kategori yaitu Kecamatan berpotensi maju, kecamatan agak tertinggal, dan kecamtan tertinggal. Kecamatan yang termasuk kategori berpotensi maju yaitu Kecamatan Rumbia, rumbia Tengah, Poleang, Poleang Timur, Poleang Selatan, dan Rarowatu. Kecamata yang masuk kategori agak tertinggal terdapat di daerah Kabaena Barat, Poleang Utara, Rarowatu Utara, kecamatan Poleang Tenggara, Kabaena Timur, Poleang Barat, Lantari Jaya. Sedangkan Kecamtan Tertinggal terdapat di daerah Mata Usu, K. Masaloka Raya, Kabaena Selatan, Kabaena Utara, Mata Oleo, dan Kecamatan Poleang Tengah. 2. Ketertinggalan wilayah tersebut disebabkan karena rendahnya nilai wilayah ini dari beberapa variabel penilaian yang digunakan, antara lain jalan utama kecamatan, lapangan usaha mayoritas penduduk, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, sarana komunikasi, kepadatan penduduk per km2, persentase rumah tangga listrik, persentase rumahtangga yang memiliki aksesibilitas baik terhadap puskesmas, pasar permanen maupun pertokoan. Jika dikaitkan dengan densitas jalan yang ada, kecamatan ini berada di wilayah yang memiliki densitas jalan yang rendah dan berada pada bentuk lahan (landform) yang datar hingga bergelombang dan berbukit..
87
Dilahat Dari Analsisis Hirarki wilayah pada hiraki I dari 22 Kecamatan yang berhirarki I di Kabupaten Bombana hanya terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Rumbia Tengah yang merupakan pusat pelayanan utama. Sedang pada wilayah hirarki 2 juga hanya terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Rumbia yang merupakan sub pelayanan Utama. Secara keseluruhan, jumlah Kecamatan berhirarki III adalah 19 Kecamatan yang menjadi pusat pelayanan penunjang. B. Saran Untuk memperkecil disparitas pembangunan yang ada, perlu upaya-upaya pembangunan berbagai sarana dan prasarana, terutama dalam hal aksesibilitas di tertinggal serta peningkatan mutu pendidikan baik berupa sarana ruang belajar, sarana kesahatan maupun kesempatan mengikuti pendidikan bagi penduduk usia sekolah.
88
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Tinjauan Kritis.P4Wpress. Bogor. [BAPPENAS]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2005. Penentuan Wilayah Tertinggal. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, BAPPENAS. www.kawasan.or.id [21 Mei 2016]. Barus, B dan Wiradisastra, US. 2000. Sistem Informasi Geografis Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. . [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Utara Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Selatan Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Barat Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Timur Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan Kabaena Tengah Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. . [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R u m bi a Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan M at a O l eo Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan K . M a s al o k a
89
R a ya Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R u m bi a T e ng a h Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R a r o wa t u Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan R a r o wa t u U t a r a Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan L a n t a r i Ja y a Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan M a t a U su Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan P o l e an g T i mu r Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan P o l e an g U t a r a Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan P o l e an g S e l at an Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan p o l e an g T e ng g a ra Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan P o l e an g Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan P o l e an g B a ra t Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016.
90
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan T o n t o n un u Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. Kecamatan P o l e an g T e ng a h Dalam Angka 2016. Bombana: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Bombana dengan BPS Kabupaten Bombana; 2016. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta. David, F. R. 2002. Manajemen Startegi. Prehalindo. Jakarta. Dulbahri. 2003. Sistem Informasi Geografis. Pelatihan Sistem Informasi Geografis Tingkat Operator, Staf UPT Direktur Jenderal RLPS. Kinnear, T.L and Tailor. 1991. Marketing Research: an applied approach. Fourth edition. MC Graw Hill. USA. Mubyarto. 2000. Pengembangan Wilayah, Pembangunan Perdesan, dan Otonomi Daerah dalam Suhandojo. Nachrowi, D. dan Suhandojo. 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi Daerah dan Pengembangan Wilayah dalam Alkadri, Muchdie dan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. Nugroho, I. dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Pustaka LP3ES. Jakarta. Rencher, AC. 1996. Methods of Multivariate Analysis. A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons, INC. New York Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, DR. 2004. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Santoso, J. 2004. Konsep Pengembangan Dan Penataan Ruang Wilayah Kota Bercirikan Lokal. www.bktrn.org. [22 MEI 2016] Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta. Tika, Moh.Pabundu.,2005, Metode Penelitian Geografi, Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Alih Bahasa Drs. Hari Munandar,MS. Penerbit Erlangga. Jakarta. Triutomo, S . 2001. Pengembangan Wilayah Melalui Pembentukan Kawasan
91
Pengembangan Ekonomi Terpadu dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. . Wanggai, V. V. 2004. Rencana Kerja Sub- Direktorat Kawasan Tertinggal. Bappenas. Jakarta. Zen, MT. 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan Manusia dalam Alkadri, Muchdie dan Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. Zulfah, A. 2004. Optimasi Struktur Keterkaitan Antara Pola Spasial Agroindustri Dengan Penggunaan Lahan (Studi Kasus Kabupaten Bogor dan Kota Depok) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
92
93
94
Tabel 1 Hasil Penghitungan Zscore No.
Kecamatan
1 2 3
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Zscore Perdagangan 8.203422 8.633592 6.591889
Zscore Air Bersih 1.765294 1.970714 1.564985
Zscore listrik 4.081556 4.235678 1.896738
Zscore Pend.Miskin 8.919207 -1.18934 5.65147
Zscorre Luas jalan 2.606539 1.693068 3.56236
Zscore Aksesibilitas 0.856181 0.873967 0.94526
Zscore SDM 6.942373 4.172266 19.40586
Zscore Pendidikan 6.423641 5.504336 5.33745
Zscore Kesehatan 3.434014 3.611576 3.292523
15.08288 13.02096 7.911987
1.876736 1.522911 1.962357
8.619415 2.246128 3.69394
-1.8103 -1.61168 4.218881
4.516208 1.893596 2.264498
0.901761 0.88012 0.923738
18.69041 1.973027 819.0331
5.903806 6.00245 4.994971
3.421971 3.040818 4.47724
17.77115 11.60833 7.644008
1.736937 1.74321 2.977951
2.362204 3.802681 3.621186
-1.0379 -1.1701 5.14687
1.685854 1.558711 1.414214
1.428869 1.065779 0.912555
41.38441 6.158165 4.470061
6.607159 5.253351 5.33745
2.684377 3.941204 3.60317
15.03472
1.732051
2.271553
-1.30429
2.655467
1.166424
38.55139
7.160941
3.611576
12.44445 15.44052
2.519559 1.732051
2.178463 2.902004
-1.35369 -1.93318
1.950502 2.770744
1.409345 1.81571
118.4293 88.5271
5.060282 5.454545
2.738613 4.244373
13.07312 5.412057 19.80489 13.06859 11.46029
1.732051 2.674686 1.740713 4.46914 1.525624
2.284482 3.199963 3.616469 3.84889 3.432363
-0.93473 5.064944 -1.4286 -1.21512 -1.61814
2.15166 1.414214 2.14971 15.68929 1.414214
1.306395 0.9586 0.993106 1.337665 0.939779
3.851613 53.50206 91.67844 2.945629 6.732941
4.996225 4.541585 7.79487 6.811248 6.864065
5.173965 3.638034 2.899668 3.340022 3.455474
8.33416
1.823405
3.51245
2.883417
1.414214
0.925203
14.45647
6.324937
4.445004
17.22784 18.84326 9.144925 8.247729
1.766003 2.06884 3.567898 1.936391
4.256704 2.500688 3.531774 4.894746
-0.50763 -0.92339 -1.09099 4.334726
4.091776 2.013856 1.485483 1.583431
0.844019 0.878008 0.950105 0.93151
43.72399 68.81567 5.06607 12.03597
6.247809 5.46504 8.494918 10.21721
3.218121 3.26365 3.762883 3.503245
95
Tabel 2. Hasil Penghitungan Indeks Komposit No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kecamatan Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah
Ik Perdagangan -20.0984 -26.5915 -11.3051 -140.422 -77.9304 -20.2151 -187.219 -64.194 -17.3901
Ik air bersih -40.4252 -0.54392 -35.2122 -36.7959 -10.3381 -51.6591 -41.7746 -12.5242 -60.4524
-11.2161 -13.3424 -5.12119 -19.687 -2.34699 -11.6692 -0.61587 -19.0286 -8.82121
Ik pend. miskin 803.6206 -0.12084 518.2398 -0.36061 -0.29558 391.0902 -0.29861 -0.21518 405.0587
Iki luas jalan 2.411048 1.608415 1.813241 3.330703 2.242964 2.858929 0.758635 0.619588 0.187383
Iki aksesibilitas 16.6099 19.92646 20.79572 17.13346 14.60999 21.43073 2.000417 6.820985 5.201564
Iki SDM -1.58008 -1.06768 -2060.35 -1842.91 -0.61381 -159548 -2880.35 -1.35295 -0.94452
Ik Pendidikan -3.59724 -3.46773 -1.86811 -6.40563 -4.20172 -3.14683 -3.23751 -2.57414 -1.86811
Ik kesehatan -8.58504 -10.8347 -5.76192 -14.5434 -13.6837 -17.909 -9.39532 -25.6178 -9.90872
-111.558 -64.4622 -149.696 -79.1577 -6.44035 -219.735 -87.821 -55.7543 -22.1689
-0.04456 -80.4999 -0.06118 -0.08846 -19.3915 -14.1963 -174.994 -7.60535 -41.8927
-1.29809 -0.65066 -1.30214 -4.25889 -8.7839 -0.35005 -2.5346 -2.87679 -9.68382
-0.17334 -0.18315 -0.36093 -0.16806 230.4549 -0.35029 -0.34813 -0.29094 277.0963
0.859044 1.238569 2.105766 2.183935 4.242641 4.245676 10.9825 0.989949 0.848528
2.332847 4.791774 6.899699 6.270694 32.97585 11.71865 10.30002 15.03647 16.46861
-2621.49 -22252.9 -14969.9 -0.97908 -21.5292 -15026.1 -0.65422 -1.38497 -5.77536
-3.75949 -3.18798 -3.81818 -3.14762 -1.4306 -8.45743 -7.3902 -4.80485 -2.87785
-10.8347 -8.21584 -14.8553 -14.2284 -16.3712 -10.8738 -15.8651 -13.8219 -15.5575
-202.599 -260.508 -32.6474 -22.2276
-10.1246 -6.45447 -126.928 -42.6974
-9.14131 -3.34449 -12.0893 -14.4346
-0.19528 -0.29881 -0.15307 380.5889
14.21892 5.261198 4.029372 2.177217
15.52995 18.78938 12.16135 15.83568
-5032.63 -12104.7 -1.91092 -2.55524
-7.21622 -6.12085 -5.3518 -5.00643
-18.5042 -17.9501 -15.0515 -7.8823
Ik listrik
96
Tabel 4. Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015.
No.
Kecamatan
Jumlah penduduk (Jiwa) 2014 2015
Laju pertumbuhan penduduk(%)
3.264 3.368 3,19 Kabaena 4.205 4.339 3,19 Kabaena utara 2.986 3.082 3,22 Kabaena selatan 8.584 8.857 3,18 Kabaena barat 7.634 7.877 3,18 Kabaena timur 3.939 4.064 3,17 Kabaena tengah 12.269 12.661 3,20 Rumbia 6.979 7.201 3,18 Mata oleo 3.413 3.522 3,19 K. Masaloka raya 7.282 7.514 3,19 Rumbia tengah 7.131 7.358 3,18 Rarowatu 8.428 8.697 3,19 Rarowatu utara 8.614 8.888 3,18 Lantari jaya 1.448 1.494 3,18 Mata usu 10.435 10.768 3,19 Poleang timur 11.975 12.357 3,19 Poleang utara 7.564 7.806 3,20 Poleang selatan 4.300 4.437 3,19 Poleang tenggara 16.356 16.877 3,19 Poleang 12.910 13.321 3,18 Poleang barat 6.016 6.208 3,19 Tontonunu 3.986 4.113 3,19 Poleang tengah Jumlah 159.718 164.809 3.19% Sumber / Source : Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010 / Projected Sensus Result, 2010
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
97
Tabel 5. Jumalah Penduduk Dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan Kabupaten Bombana Dari Tahun 2010-2015 Penduduk (Jiwa)
No.
Kecamatan
Luas (Km²)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1. 2. 3. 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
103,57 132,97 129,2 39,43 121,25 275,58 58,99 108,53 2,66 21,11 166,81 239,4 285,01 456,17 101,55 237,27 89,88 133,51 115,39 325,05 131,14 41,69 3.316,16
1.611 2.204 1.411 4.245 3.759 1.985 6.385 3.491 1.767 3.787 3.819 5.122 4.726 831 5.361 6.335 3.861 2.212 8.181 6.759 3.281 2.058 83.191
1.757 2.135 1.671 4.612 4.118 2.079 6.276 3.710 1.755 3.727 3.539 3.575 4.162 663 5.407 6.022 3.945 2.225 8.696 6.562 2.927 2.055 81.618
3.368 4.339 3.082 8.857 7.877 4.064 12.661 7. 201 3.522 7.514 7.358 8.679 8.888 1.494 10.768 12.357 7.806 4.437 16.877 13.321 6. 208 4.113 164.809
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) 33 33 24 225 65 15 215 66 1.324 356 44 36 31 3 106 52 87 33 146 41 47 99 50
Sumber / Source : Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010 / Projected Sensus Result, 2010
98
Tabel 6. Jumlah Sekolah Menrut Kecamatan Kabupaten Bombana Kecamatan (1)
SMAN (2)
MAN (3)
SMKN (4)
MTSN (5)
SMPN (6)
SDN (7)
MIN (8)
TK (9)
1. Kabaena 2. Kabaena utara 3. Kabaena selatan 4. Kabaena barat 5. Kabaena timur 6. Kabaena tengah 7. Rumbia 8. Mata oleo 9. K. Masaloka raya 10. Rumbia tengah 11. Rarowatu 12. Rarowatu utara 13. Lantari jaya 14. Mata usu 15. Poleang timur 10. Poleang utara 11. Poleang selatan 12. Poleang tenggara 13. Poleang 14. Poleang barat 15. Tontonunu 16. Poleang tengah Jumlah
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 2 1 1 1 10
1 1 1 -
2 1 1 1 1 1 1 1 4 1 3 1 2 2 2 24
2 2 1 4 1 3 2 3 1 1 2 3 1 3 4 1 2 3 4 1 1 45
6 8 4 13 8 9 6 7 4 5 8 6 9 4 8 11 8 5 12 14 5 3 163
1 1 1 1 2 1 2 3 1 13
5 6 4 10 7 5 3 3 4 5 7 9 6 4 11 10 5 4 12 11 5 4 140
1 1 2 1 1 2 1 2 2 20
1 1 1 1 1 8
Sumber / Source : Masing-Masing Sekolah se-Kab. Bombana.
99
Tabel 7. Sarana Kesehatan Di Kabupaten Bombana RUMAH RUMAH PUSKESMAS Kecamatan SAKIT BERSALIN (4) (1) (2) (3)
POSYANDU (5)
Kabaena 1 1 7 Kabaena utara 1 8 Kabaena selatan 1 5 Kabaena barat 1 2 12 Kabaena timur 1 1 14 Kabaena tengah 3 8 Rumbia 1 12 Mata oleo 1 15 K. Masaloka raya 1 7 Rumbia tengah 1 1 8 Rarowatu 10 Rarowatu utara 1 8 Lantari jaya 1 2 5 Mata usu 1 1 12 Poleang timur 1 12 Poleang utara 1 13 Poleang selatan 1 1 11 Poleang tenggara 1 2 8 Poleang 1 1 17 Poleang barat 1 2 16 Tontonunu 1 1 10 Poleang tengah 1 6 Jumlah 1 16 21 224 Sumber/source: Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Bombana.
KLINIK (6)
POLINDES (7)
2 1 1 1 2 3 2 2 2 3 2 5 3 2 3 3 2 39
1 1 1 1 1 4 1 8 3 3 1 1 1 4 31
100
Tabel 8. Sarana Perdagangan di Kabupaten Bombana Pasar Warung/ Kecamatan Pertokoan Umum Kios (1) (3) (2) (4) 1. Kabaena 4 65 2. Kabaena utara 3. Kabaena selatan 4. Kabaena barat 5. Kabaena timur 6. Kabaena tengah 7. Rumbia 8. Mata oleo 9. K. Masaloka raya 10. Rumbia tengah 11. Rarowatu 12. Rarowatu utara
2 1 4 1 3 1 2 2
13. Lantari jaya 2 14. Mata usu 1 15. Poleang timur 2 16. Poleang utara 2 17. Poleang selatan 1 18. Poleang tenggara 4 19. Poleang 3 20. Poleang barat 3 21. Tontonunu 1 22. Poleang tengah 2 jumlah 37 60 Sumber: Bombana Dalam Angka 2015
Restoran (5)
Hotel (6)
1
-
6 -
86 47 259 157 71 270 154 62 189 133 269
2 3 7 1 17 1 3 12 7 6
3 3 14 10 -
3 33 2 12 -
159 33 266 184 130 72 323 377 101 74 3.481
9 15 6 7 5 3 -
1 1 3 1
98
38
101
Tabel 9. Persentase Kecamatan dengan jenis permukaan jalan utama terluas aspal/beton. Kecamatan Aspal Tidak Diaspal Lainnya 1. Kabaena 14,00 23,00 2. Kabaena utara 4,32 33,68 3. Kabaena selatan 3,00 12,00 5,36 4. Kabaena barat 11,04 14,46 4,00 5. Kabaena timur 8,26 38,92 0,20 6. Kabaena tengah 14,34 36,16 7. Rumbia 16,00 2,00 8. Mata oleo 1,00 14,90 9. K. Masaloka raya 5,30 10. Rumbia tengah 7,84 5,10 11. Rarowatu 20,40 5,00 12. Rarowatu utara 13,40 17,00 13. Lantari jaya 30,30 10,30 14. Mata usu 120,00 15. Poleang timur 20,00 59,00 16. Poleang utara 9,80 7,70 10,50 17. Poleang selatan 28 18. Poleang tenggara 24,00 19. Poleang 39,00 77,00 23,00 20. Poleang barat 22,50 82,00 21. Tontonunu 3,50 105,00 22. Poleang tengah 4,00 51,00 jumlah Sumber: Bombana Dalam Angka 2015
102
Tabel 10. Jumlah Rumahtangga menurut pengguna sumber air Kecamatan PAM/ Sumur/ Mata Air (1) ledeng Perigi 1. Kabaena 13 903 2. Kabaena utara 3. Kabaena selatan 4. Kabaena barat 5. Kabaena timur 6. Kabaena tengah 7. Rumbia 960 8. Mata oleo 9. K. Masaloka raya 10. Rumbia tengah 11. Rarowatu 213 12. Rarowatu utara 13. Lantari jaya 14. Mata usu 15. Poleang timur 1.219 16. Poleang utara 741 17. Poleang selatan 18. Poleang tenggara 19. Poleang 20. Poleang barat 1.794 21. Tontonunu 287 22. Poleang tengah 72 Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2015
10 24 1.254 270 96 1.016 286 441 93 1.413 2.043 98 1.246 1.403 884 226 109 80 810
876 738 1.536 957 1.014 1.382 371 1.029 966 172 325 435 198 3.323 858 -
Air Sungai 1.040 45 6 20 389 35 14 198 -
103
Tabel 11. Persentase Rumahtangga Pengguna Listrik Kecamatan
PLN
Diesel sendiri 189 19
Non PLN Usaha perorang an 126 30 62 -
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Kabaena Kabaena utara Kabaena selatan Kabaena barat Kabaena timur Kabaena tengah Rumbia Mata oleo K. Masaloka raya Rumbia tengah Rarowatu Rarowatu utara
544 763 1.344 1.302 2.906 1.485 1.560 1.568
67 20 15
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Lantari jaya Mata usu Poleang timur Poleang utara Poleang selatan Poleang tenggara Poleang Poleang barat Tontonunu Poleang tengah Jumlah
1.423 2.264 2.509 1.379 624 2.836 1.810 592 404
20 12 38 6 35 39 -
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2015.
282 98 190
Koperasi / usaha patungan 562
Minyak tanah
Tenaga Tata Surya
158 616 900 512 1 -
66 317 135 213 347 30 83 670 7 188 98 120
117 152 2 196 377 1 78 231 -
88 134 30
540 633 10 117 192 135 400 405 549 359
80 48 20 180 -
13
104
Tabel 12. Aksesebilitas Yang Terdapat Di kabupaten Bombana Ibukota Ibukota Kecamatan ke Kecamatan Kecamatan ke pusat (1) pusat pelayanan pendidikan Km Km 1. Kabaena 1 2 2. Kabaena utara 3 2 3. Kabaena selatan 4 6 4. Kabaena barat 2 4 5. Kabaena timur 2 2 6. Kabaena tengah 3 6 7. Rumbia 1 1 8. Mata oleo 2 3 9. K. Masaloka raya 1 1 10. Rumbia tengah 1 1 11. Rarowatu 4 1 12. Rarowatu utara 3 4 13. Lantari jaya 3 3 14. Mata usu 8 9 15. Poleang timur 4 3 16. Poleang utara 5 5 17. Poleang selatan 3 4 18. Poleang tenggara 5 2 19. Poleang 1 1 20. Poleang barat 2 3 21. Tontonunu 3 3 22. Poleang tengah 3 4 jumlah Sumber: Bombana Dalam Angka 2015.
Ibukota Kecamatan Ke kantor kabupaten Km 94 109 100 89 79 107 5 27 26,5 8 12 12 18 155 52 28,5 73 82 90 102 58 78
105
Tabel 13. Persentase penduduk miskin Kecamatan Pra Keluarga Sejahtera (1) Sejahtera I II III 1. Kabaena 217 216 257 186 2. Kabaena utara 438 347 193 38 3. Kabaena selatan 279 339 236 63 4. Kabaena barat 610 570 520 254 5. Kabaena timur 707 389 422 316 6. Kabaena tengah 256 474 190 7 7. Rumbia 222 339 1.167 1.021 8. Mata oleo 852 595 263 128 9. K. Masaloka raya 337 258 88 104 10. Rumbia tengah 425 559 232 109 11. Rarowatu 147 250 600 346 12. Rarowatu utara 436 514 518 399 13. Lantari jaya 868 781 123 26 14. Mata usu 126 124 189 16 15. Poleang timur 895 739 639 174 16. Poleang utara 585 597 1.015 666 17. Poleang selatan 541 492 537 180 18. Poleang tenggara 717 135 87 15 19. Poleang 1.030 1.494 1.066 242 20. Poleang barat 992 1. 295 783 166 21. Tontonunu 638 507 238 20 22. Poleang tengah 431 281 142 24 Jumlah 11.749 11. 295 11. 295 4.500 Sumber: Bombana Dalam Angka 2015.
Jumlah III+ 25 38 128 1 4 10 5 2 12 7 15 247
901 1.016 917 1.992 1.834 927 2.877 1.839 787 1.329 1.353 1.867 1.798 455 2.452 2.865 1.798 961 3.847 3. 236 1.403 878 37.332
106
Tabel 14. Persentase pendapatan perkapita perkapita Lapangan Usaha 2014 2015 Pertanian. 1.260.780,79 1.372.804,63 Pertambangan dan Penggalian 1.159.450,72 1.356.951,23 Industry pengelolaan 218.976,11 244.929,08 Pengadaan Listrik dan Gas 419,47 476,88 Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah 5.367,92 6.276,27 dan Limbah. Konstruksi 316.577,14 398.591,37 Perdagangan Eceran; Reparasi Mobil 474.666,39 532.146,32 Transportasi dan Pergudangan 23.122,41 25.789,64 Penyedian Akomodasi Dan Makan 15.854,90 19.241,22 Minum Informisi dan Komunikasi 27.953,21 29.536,95 Jasa Keungan dan Akutansi 39.099,36 43.989,71 Real Estate 59.604,52 65.468,55 Jasa Perusahaan 482,62 563,23 Administrasi Pemerintahan, 171.812,13 183.231,69 Pertahanan Dan Jaminan Social Wajib Jasa Pendidikan 162.527,02 193.951,38 Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Lainnya 32.045,53 36.548,37 18. Jasa Lainnya 17.209,77 19.597,86 PDRB / GRDP 3.985.950,01 4.530.094,39 Ket / Exp :Angka Sementara / Temporary Number **) Angka Sangat Sementara / Most Temporary Number.
107
Tabel 15. Sumber Daya Manusia di Kabupaten Bombana. Rata-rata lama Kecamatan Angka melek huruf sekeolah (1) (3) (2) 1. Kabaena 1.157 1.119 2. Kabaena utara 1.346 1.213 3. Kabaena selatan 1.713 1060 4. Kabaena barat 1.018 985 5. Kabaena timur 1.995 1.116 6. Kabaena tengah 975 973 7. Rumbia 398 298 8. Mata oleo 1.076 1.121 9. K. Masaloka raya 1.096 1.017 10. Rumbia tengah 395 285 11. Rarowatu 984 895 12. Rarowatu utara 910 781 13. Lantari jaya 1.348 1.194 14. Mata usu 2.013 2.013 15. Poleang timur 876 763 16. Poleang utara 1.010 1.211 17. Poleang selatan 1.045 1.012 18. Poleang tenggara 2.011 1.984 19. Poleang 698 453 20. Poleang barat 995 764 21. Tontonunu 1.984 1.788 22. Poleang tengah 1.067 1.056 Jumlah Sumber: Bombana Dalam Angka 2016.
108
Tabel 16. Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah. Jenis Pendapatan 2014 A. Pendapatan. 1. Pendapatan Asli Daerah 35.149.036.230 a. Pajak Daerah 5.519.851.682 b. Restribusi Daerah 10.433.466.194 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 11.929.649.634 Yang Dipisahkan. d. Lain-lain PAD 7.266.068.720 2. Dana Perimbangan. 529.546.505.59 a. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus d. Dana AD HOC (Penyesuaian Gaji) e. DBH Pajak Dari Provinsi f. DBH Lainnya Dari Provinsi 3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah a. Pendapatan Hibah b. Dana Darurat c. Dana Penyesuaian Infrastruktur d. Bantuan Keuangan dari Provinsi e. Dana Penyesuaian dan Otonomi f. Lain-lain Pendapatan Yang Sah Jumlah Pendapatan
37.739.437.599 414.006.948.000 77.800.120.000 -
73.268.444.420 9.554.392.420 61.494.052.000 2.220.000.000 637.963.986.249
2015 14.366.451.289 4.350.688.747 6.084.458.764 3.931.303.778 375.110.133.390 39.398.640.218 306.397.092.172 29.314.401.000 99.776.237.066 7.760.591.266 89.938.964.400 1.995.000.000 81.681.400 489.252.821.745.