ANALISIS PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN Kinanti Wijaya Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan FT Unimed e-mail:
[email protected] Abstrak Pengembangan kewirausahaan perguruan tinggi berbasis kreativitas dan inovasi dapat memberikan bekal bagi civitas akademika dalam pengelolaan pendidikan, dalam mempersiapkan standar nasional pendidikan tinggi. Salah satu alternatif model pembelajaran pendidikan kewirausahaan pada perguruan tinggi dilakukan dengan mengembangkan Rumah Entrepreneur dan Koperasi. Peran rumah entrepreneur dan koperasi dimaksudkan untuk memberikan media pembelajaran bagi mahasiswa dalam hal: (1) Menumbuhkan sikap dan perilaku wirausaha (2) Memberikan pengalaman langsung berinteraksi dengan konsumen (3) Melakukan survei pasar untuk menentukan jenis produk yang dibutuhkan konsumen, dan lainnya. Dengan melihat profil jiwa dan perilaku wirausaha pada lulusan mahasiswa dapat memberikan gambaran bagaimana calon-calon kewirausahaan akan tumbuh di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu: 1) Agar proses pembelajaran di institusi/lembaga pendidikan mampu melahirkan lulusan yang memiliki perilaku wirausaha, maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap dan perilaku wirausaha, diantaranya melalui peningkatan peran mahasiswa dalam mengembangkan usaha dari rumah entrepreneur dan koperasi, 2) Upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran melalui kegiatan pusat bisnis. Kata kunci: Entrepreneurhip, Model pembelajaran, Koperasi, Rumah enterpreuner Abstract College entrepreneurship development based creativity and innovation can provide supplies for the academic community in the management of education, in preparing national standards of higher education. One alternative learning model of entrepreneurship education for college level above is done by developing Entrepreneur and Cooperative House. Role of entrepreneur and cooperative house is intended to provide a medium of learning for students in terms of (1) Fostering entrepreneurial attitudes and behavior (2) Provide direct experience of interacting with consumers (3) Conducting market surveys to determine the type of products required by customers, and others. By looking at the behavioral profile and entrepreneurial spirit to graduate students can provide a picture of how the candidates entrepreneurship will grow in Indonesia. Based on this, then there are two things that need to be done, namely: 1) In order for the learning process in institutions / agencies pendiidkan able to produce graduates who have the behavior of entrepreneurs, it is necessary to develop a model of learning that can foster the attitudes and behavior of entrepreneurs, including through increasing the role of students in developing the business of the House for Entrepreneur and Cooperative, 2) Efforts to improve the quality of learning outcomes through the activities of the business center. Keywords: Entrepreneurhip, Model learning, Cooperative, Home enterpreuner Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
87
A. Pendahuluan Pendidikan dan Kebudayaan bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan nasional diharapkan menghasilkan manusia terdidik yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan, berketerampilan, berkepribadian dan bertanggung jawab. Sesuai PP No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan di setiap institusi pendidikan harus sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu. Hal ini sangat diperlukan di saat pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Jumlah pengangguran berdasarkan BPS Sumatera Utara bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka semakin lama semakin membaik di 5 tahun terakhir yakni 2008 sebesar 9,10%, pada tahun 2009 menjadi 8,45%, pada tahun 2010 menjadi 7,47%, pada tahun 2011 sebesar 6,37% serta di tahun 2012 sebesar 6,20%. Hal ini terjadi karena kesadaran sumber daya manusia di Sumatera Utara ini terhadap berwirausaha sudah dinilai baik yang dibuktikan dengan tingkat kewirausahaan yang meningkat pula meskipun tidak terlalu signifikan. Untuk itu Perguruan-Perguruan Tinggi, harus mampu melahirkan lulusan yang bermutu, memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, berketerampilan teknis dan memiliki kecakapan hidup yang memadai. Perguruan Tinggi juga harus melahirkan lulusan yang tidak hanya cakap dalam bekerja tetapi juga cakap dalam melaksanakan aktifitas kewirasuahaan. Sumber dari PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), yang dikutip oleh Buchari Alma (2005: 4-5), menyatakan Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
bahwa suatu bangsa atau negara akan mampu membangun ekonomi apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari jumlah penduduk. Di Indonesia jumlah wirausahawan sangat sedikit, bahkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Menurut survey Bank Dunia tahun 2008, wirausahawan Malaysia mencapai 4%, Thailand 4,1%, dan Singapura 7,2%, di Indonesia hanya berjumlah 1,56% (Boediono, 2012). Pengembangan kewirausahaan perguruan tinggi berbasis kreativitas dan inovasi dapat memberikan bekal bagi semua civitas akademika dalam pengelolaan pendidikan, khususnya dalam mempersiapkan standar nasional pendidikan tinggi yang sesuai dengan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014. B. Kajian Pustaka 1. Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran adalah suatu cara atau pola yang dipilih dan digunakan oleh pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran agar dapat diterima dan dipahami dengan mudah bagi peserta didik sehingga tujuan pembelajaran itu dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar. Dalam memilih bentuk pola strategi pembelajaran sebaiknya diperhatikan prinsipprinsip strategi pembelajaran, yaitu: a. Berorientasi pada tujuan; Pola yang dipilih sebaiknya dipertimbangkan dari tujuan yang ingin dicapai. b. Aktivitas, Strategi pembelajaran harus membangkitkan aktivitas siswa. c. Individualitas; Pembelajaran difokuskan pada usaha mengembangkan setiap individu siswa. d. Integritas; Strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa. 2.
Jenis-jenis strategi pembelajaran Konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model pembelajaran mutakhir 88
yang mengedepankan aktivitas peserta didik dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme menganggap bahwa semua peserta didik memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa (gejala) yang terjadi di lingkungan sekitarnya, meskipun gagasan atau pengetahuan ini seringkali naif atau juga miskonsepsi (Khairudin, 2007: 197). Diantara ciri yang dapat ditemukan dalam model pembelajaran konstruktivisme ini adalah peserta didik tidak diindoktrinasi dengan pengetahuan yang disampaikan oleh guru, melainkan mereka menemukan dan mengeksplorasi pengetahuan tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari sendiri. Selain ciri tersebut dalam perspekif konstruktivisme, proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas harus menekankan 4 komponen kunci yaitu: 1) Peserta didik membangun pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya bukan karena disampaikan (diajarkan). 2) Pelajaran baru sangat tergantung pada pelajarannya sebelumnya. 3) Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial. 4) Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan proses pembelajaran. Dalam konteks pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model konstruktivisme ini, guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non ilmiah menjadi gagasan ilmiah. Beberapa bentuk belajar yang sesuai dengan filosofis konstruktivisme antara lain diskusi (yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan gagasan), pengujian hasil penelitian sederhana, demonstrasi, peragaan prosedur ilmiah dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang peserta didik untuk mempertajam gagasannya (Shaleh, 2004: 219-220). Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
CTL adalah merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari mereka. Pembelajaran kontekstual ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan problema-problema tertentu baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran dengan CTL akan memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan karena proses pembelajaran dilakukan secara alamiah dan kemudian peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung beberapa materi yang telah dipelajarinya. Pembelajaran CTL mendorong peserta didik memahami hakekat, makna dan manfaat belajar sehingga akan memberikan stimulus dan motivasi kepada mereka untuk rajin dan senantiasa belajar. Dengan penerapan CTL hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Oleh karenanya proses pembelajaran harus berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, bukan dalam bentuk transfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Strategi dan penggunaan metode dalam pembelajaran menjadi lebih penting dibandingkan dengan hasil pembelajaran. Dengan menerapkan CTL ini guru tidak hanya menyampaikan materi belaka yang berupa hafalan tetapi juga bagaimana mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik termotivasi untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual dan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan. Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL. Antara lain : 89
1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya pengetahuan yang akan diperoleh peserta didik adalah pegetahuan utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. 2) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. 3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini. 4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik, sehingga tampak perubahan peserta didik. 5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik (Shaleh, 2005: 12). Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum dan aspek pembelajaran. Strategi pembelajaran tematik lebih mengutamakan pengalaman belajar peserta didik, yakni melalui belajar yang menyenangkan tanpa tekanan dan ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi peserta didik. Dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, peserta didik tidak harus diberi latihan hafalan berulangulang (drill), tetapi ia belajar melalui Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Pembelajaran tematik ini dikenal juga dengan pembelajaran terpadu, yang pembelajarannya dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kejiwaan peserta didik. Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi peserta didik. Penerapan model pembelajaran ini memiliki nilai positif dan kekuatan antara lain : 1) Pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 2) Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik. 3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4) Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan problem yang dihadapi. 5) Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Beberapa sisi positif yang berkaitan dengan materi pelajaran dari penggunaan pendekatan pembelajaran tematik ini adalah : pertama, materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan mudah memahami dan melakukannya. Kedua, peserta didik juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan antara materi pelajaran yang satu dengan materi pelajaran yang lain. Ketiga, dengan bekerja kelompok peserta didik dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Keempat, pembelajaran tematik dapat mengakomodir jenis kecerdasan peserta didik. Kelima, guru dapat dengan mudah melaksanakan belajar peserta didik aktif sebagai metode pembelajaran. Model PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, 90
Efektif dan Menyenangkan. Istilah Aktif, maksudnya pembelajaran adalah sebuah proses aktif membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu pengetahuan maupun pengalaman oleh peserta didik sendiri. Inovatif, dimaksudkan dalam pembelajaran diharapkan peserta didik dapat memunculkan ide-ide baru atau inovasiinovasi positif yang dapat mendukung pemahaman peserta didik terhadap suatu pelajaran tertentu. Kreatif, memiliki makna bahwa pembelajaran merupakan sebuah proses mengembangkan kreatifitas peserta didik, karena pada dasarnya setiap individu memiliki imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti. Sedangkan istilah Menyenangkan dimaksudkan bahwa proses pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang menyenangkan dan mengesankan. Secara umum, tujuan penerapan model PAIKEM ini adalah agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dapat merangsang aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik serta dilaksanakan dengan efektif dan menyenangkan. Model pembelajaran ini merupakan salah satu alternatif solusi untuk menciptakan lulusan (outcome) yang berkualitas, kompetitif dan unggul. 1) Pembelajaran Aktif (Active Learning) Pembelajaran aktif merupakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensinya. Model pembelajaran aktif ini, meniscayakan adanya minimalisasi peran guru di kelas. Guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator pembelajaran yang mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran dengan terlebih dahulu menyampaikan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai dalam suatu proses pembelajaran.
Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
2) Pembelajaran Kreatif (Creative Learning) Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang variatif, misalnya kerja kelompok, pemecahan masalah dan sebagainya. Pembelajaran kreatif ini diharapkan peserta didik mampu memunculkan kreatifitas, baik dalam konteks kreatif berpikir maupun dalam konteks kreatif melakukan sesuatu. Kreatif dalam berpikir merupakan kemampuan imajinatif namun rasional Terdapat empat tahap dalam peningkatan kebiasaan berpikir kreatif, yakni: a) Persiapan, yakni proses pengumpulan berbagai informasi untuk diuji. b) Inkubasi, yakni suatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai memperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional. c) Iluminasi, yakni kondisi menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat dan rasional. d) Verifikasi, yakni pengujian kembali hasil hipotesis tersebut untuk dijadikan sebuah rekomendasi (Rosyada, 2003: 107) Sedangkan kreatif dalam melakukan sesuatu adalah kemampuan peserta didik dalam menghasilkan sebuah kegiatan atau aktivitas baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya yang baru. 3) Pembelajaran yang efektif (Effective Learning) Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika peserta didik mengalami berbagai pengalaman baru (new experiences) dan perilakunya menjadi berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang diharapkan. Hal ini dapat tercapai jika guru melibatkan peserta didik dalam perencanaan dan proses pembelajaran. Beberapa prosedur yang dapat dilakukan dalam melakukan proses pembelajaran efektif, yakni : 91
a) Melakukan Apersepsi (Pemanasan); Apersepsi ini dilakukan untuk menjajagi pengetahuan dan memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik dan mendorongnya untuk mengetahui halhal yang baru. b) Eksplorasi; Eksplorasi merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik. c) Konsolidasi Pembelajaran; Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. d) Penilaian; Penilaian dimaksudkan sebagai kegiatan menghimpun faktafakta dan dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program pembelajaran. Dengan demikian, dalam pembelajaran efektif, peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Selain itu, untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif, guru harus memperhatikan beberapa hal yang mendasar antara lain adalah pengelolaan tempat belajar, pengelolaan peserta didik, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan isi / materi pelajaran dan pengelolaan sumber belajar. 4) Pembelajaran yang Menyenangkan (Joyful Learning) Pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning) merupakan sebuah pembelajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara guru dan peserta didik dengan tanpa ada perasaan tertekan. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik di kelas, sehingga tidak ada beban bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan ini, guru dituntut untuk mandesain materi Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
pembelajaran dengan baik serta mengkombinasikannya dengan strategi pembelajaran yang mengedepankan keterlibatan aktif peserta didik di kelas, seperti simulasi, game, team quiz, role playing dan sebagainya. Munculnya berbagai strategi tersebut sebenarnya secara substansial memiliki kesamaan tujuan dan bersifat saling melengkapi antara satu strategi dengan lainnya. Meskipun dalam istilah menjelma dengan nama yang berbeda. Tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendirisendiri. Guru dapat memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. 3. Kewirausahaan Teori entrepreneurship paling kontemporer yang banyak berpengaruh dan memberikan sumbangan adalah teori yang dibangun oleh Richard Cantillon (1734), Jean-Baptiste (1803) atau Schumpeter (1934). Schumpeter menekankan pentingnya entrepreneur sebagai kendaraan utama untuk menggerakkan perekonomian agar dapat melaju dari keseimbangan statis melalui berbagai inovasi dan mengarahkan proses kreativitas yang bersifat distruktif, menguji struktur yang ada dan mengubah keseimbangan ekonomi. Siapapun yang menjalankan fungsi tersebut adalah seorang Entrepreneur tanpa membedakan apakah orang tersebut independent ataukah orang tersebut bekerja pada suatu perusahaan. Schumpeter juga secara jelas membedakan peran antara inventor dan innovator. Sudut pandang yang lebih umum dalam riset entrepreneurship, Wennekers dan Thurik (1999) menyatakan bahwa entrepreneur adalah: i) innovative, yaitu menangkap dan menciptakan peluang baru, ii) beroperasi dalam ketidakpastian dan mengenalkan produk ke pasar, menentukan lokasi, dan membentuk dan memanfaatkan sumber daya, dan, iii) mengelola usahanya dan berkompetisi memenangkan pangsa 92
pasar. Nampak bahwa definisi ini dapat ditautkan dengan definisi-definisi klasik yang muncul lebih dahulu. Dalam definisi ini invention tidak disebutkan secara eksplisit akan tetapi juga tidak ditiadakan dalam pengintrepretasian entrepreneurship. Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang, menentukan, mengelola, mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya atau kiprahnya. Seseorang yang memiliki sikap dan jiwa wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang trampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Menurut Steinhoff dan John F.Burgess (1933:35) dalam Endang Mulyani dkk (2008) wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola dan berani menanggung risiko untuk menciptakan mengemukakan definisi wirausaha. Secara etimologis, wiraswasta merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata “wira” dan “swasta”. Wira berarti berani, utama, atau perkasa. Swasta merupakan paduan dari dua kata: “swa” dan “sta”. Swa artinya sendiri, sedangkan sta berarti berdiri. Swasta dapat diartikan sebagai berdiri menurut kekuatan sendiri. Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan
Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Pada hakekatnya, ada bebrapa teori proses terbentuknya kewirausahaan yakni: a. Teori Niat Teori niat seperti tergambarkan berikut ini:
Gambar 1. Teori Niat Pembentukan Kewirausahaan (Sumber: Noor Aisha Buang,2015) Pada dasarnya, proses terbentuknya kewirausahaan berasal dari attitude yang dimiliki oleh seseorang, norma-norma dan pengendalian Tingkah Laku yang nantinya akan berkembang menjadi pola fikir dan tingkah laku. b. Teori Peristiwa Kewirausahaan Pada teori ini dijelaskan bahwa seseorang akan memilih untuk berwirausaha karena dengan adanya dorongan-dorongan dan melihat secara langsung dampak dari kewirausahaan. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam
93
dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan.
kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan caracara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Meredith dalam Suprojo Pusposutardjo(1999), memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki jiwa wirausaha (entrepeneur) sebagai orang yang (1) percaya diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) berani mengambil risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke depan, dan (6) keorisinilan.
Gambar 2. Teori Peristiwa Kewirausahaan (Sumber: Noor Aisha Buang, 2015)
4.
Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa Wirausaha dan mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya. Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru. Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawanpun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980 dalam Endang Mulyani dkk, 2008). Esensi dari Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Kewirausahaan dan Pengajaran Salah satu tantangan yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia pada masa yang akan datang adalah cukup banyaknya lulusan Perguruan Tinggi yang belum bekerja dan tidak mampu menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan seharihari. Sementara dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN, tenaga kerja asing akan segera masuk ke Indonesia. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mampu bersaing. Bangsa Indonesia harus mempersiapkan dunia pendidikan yang mampu mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki kemandirian, kemampuan kerja, mampu beradaptasi, berkompetisi, memiliki kecakapan hidup (life skill) dan mampu membuka usaha/lapangan kerja sendiri. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana mempersiapkan agar dunia pendidikan mampu menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi, berkompetisi, dan memiliki kecakapan hidup (life skill) sehingga mampu membuka usaha sendiri dan mampu menghadapi kompetisi global. Untuk menghadapi kompetisi global, pendidikan harus melakukan pembenahan agar mampu mengikuti kemajuan dan perkembangan transformasi yang semakin canggih. Dengan demikian upaya pembenahan dalam bidang pendidikan perlu dilakukan. Pembenahan atau perubahan ini dimulai dengan inovasi dunia pendidikan, yaitu reformasi dunia pendidikan dan pendidikan kewirausahaan. 94
Reformasi ini diperlukan untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ini dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Berdasarkan segi proses, apabila proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan segi produk, apabila mempunyai salah satu ciri seperti berikut: a. Peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasus belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal); b. Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi hanya melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning); c. Hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja. Pendidikan yang diminati masyarakat pada masa depan adalah selain proses pembelajarannya yang bermutu, hasil juga bermutu, baik bermutu dalam bidang akademik, bermutu dalam pendampingan emosionalnya dan bermutu dalam pembimbingan spiritualnya. Pembelajaran yang bermutu, guru maupun dosen diberi kebebasan untuk mengaktualisasikan bidang pembelajaran secara optimal sehingga potensi-potensi peserta didik dapat berkembang. Model pembelajaran mengacu pada Learning to know, Learning to do, Learning to live together dan Learning to be. Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya. Selain itu, dunia pendidikan perlu membekali peserta didiknya dengan kecakapan hidup (life skill), yaitu kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Untuk itu, dunia pendidikan harus mampu mensinergikan berbagai mata pelajaran/mata kuliah menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, di manapun kita berada, bekerja atau tidak bekerja. Kecakapan hidup disini dapat dibedakan atas kecakapan personal (personal skill) mencakup kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking skill). Kecakapan sosial (Social skill), kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasional (vocational skill). Dengan bekal kecakapan hidup ini diharapkan para lulusan dunia pendidikan akan mampu memecahkan problem kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari dan menciptakan pekerjaan bagi yang tidak melanjutkan pendidikannya. Menurut Bently 95
(2000) dalam Endang Mulyani dkk (2008), untuk mewujudkan hal itu, perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata, tetapi juga diberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn, tidak hanya belajar teori, tetapi mampu mempraktekkan dan memecahkan problem kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pembenahan dalam bidang pendidikan perlu dilakukan perubahan melalui pendidikan kewirausahaan. C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, dengan mengumpulkan data dan menganalisis beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah aktual yang berkaitan terhadap pengembangan pembelajaran kewirausahaan. D. Hasil dan Pembahasan Model atau metode adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Dengan demikian Model Pendidikan Kewirausahaan diartikan sebagai seperangkat prosedur untuk keperluan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Bentuk /Model pembelajaran pendidikan kewirausahaan yang diterapkan sekarang ini belum ada yang baku untuk seluruh institusi pendidikan. Model yang ada sekarang ini kondisinya sangat variatif dan heterogen tergantung dari beberapa faktor seperti letak geografi (wilayah), potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lain-lain. Hal ini menjadi tantangan bagi akademisi untuk mengembangkan model pembelajaran kewirausahaan yang dapat mengakomodasi seluruh institusi pendidikan. Ada beberapa model pembelajaran kewirausahaan yang dilakukan, yaitu dengan berbasis portofolio, rumah enterprenure, dan koperasi. Model Pembelajaran Kewirausahaan berbasis Portofolio menurut Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Mohammad Maskan (2010) dapat meningkatkan sikap dan kompetensi wirausaha siswa SMK. Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan siswa aktif, multi metode pengajaran dan multi sumber pembelajaran. Namun jika dilihat dari kemampuan akademis siswa ternyata model pembelajaran kewirausahaan berbasis portofolio ini hasilnya akan optimal apabila diterapkan pada siswa berkemampuan akademis menengah ke atas. Model pembelajaran Kwu-Kop (Kewirusahaan berbasis Koperasi) menurut Iin Nurbudiyani (2013) dapat menumbuhkan keterampilan kewirausahaan siswa SMK. Koperasi sekolah dapat memberikan manfaat bagi siswa yaitu: 1) Dapat digunakan sebagai sarana belajar berorganisasi, menjalankan usaha untuk kesejahteraan anggota; 2) Memenuhi segala kebutuhan alat-alat pelajaran; 3) Membentuk sikap mental yang baik, berdisiplin dan jujur di kalangan siswa; 4) Melatih siswa untuk menabung; 5) Memperoleh bagian Sisa Hasil Usaha (SHU); 6) Melatih jiwa wirausaha di kalangan siswa; 7) Menumbuhkan kompetensi siswa terhadap pemahaman sikap dan keterampilan berkoperasi untuk bekal hidup di masyarakat; 8) Bagi pengurus memberi pengalaman untuk memimpin dan mengendalikan organisasi dan bisnis Alternatif model pembelajaran pendidikan kewirausahaan untuk tingkat perguruan tinggi atas dilakukan dengan mengembangkan Rumah Entrepreneur dan Koperasi. Noor Aisha Buang menjelaskan bahwa proses terbentuknya kewirausahaan dapat berasal dari Establishes Entrepeneur atau dikenal dengan wirausahawan sejati. Tugas-tugas yang diberikan juga tidak lepas dari teori. Mata kuliah Smart Entrepreneur I berkembang ke Smart Entrepreneur II yang mewajibkan mahasiswa untuk terjun ke lapangan untuk melaksanakan kewirausahaan. Usaha-usaha kecil yang dilaksanakan mahasiswa berupa usaha-usaha rumahan seperti makanan kecil dan aneka minuman. 96
Mahasiswa juga bebas memilih metode penjualan apakah secara langsung ataupun reseller. Hal ini harus berkembang dengan memanfaatkan Rumah Entrepreneur dan Koperasi. Peran Rumah Entrepreneur dan Koperasi ini dimaksudkan untuk memberikan media pembelajaran bagi mahasiswa dalam hal: 1. Menumbuhkan sikap dan perilaku wirausaha 2. Memberikan pengalaman langsung berinteraksi dengan konsumen
3. Melakukan survei pasar untuk menentukan jenis produk yang dibutuhkan konsumen, dan lain-lain. Secara umum pengembangan Rumah Entrepreneur dan Koperasi di Perguruan Tinggi diarahkan pada penyediaan sarana prasarana berwirausaha yang layak sebagai tempat dan wahana belajar sambil berbuat (learning by doing) sekaligus sebagai pengembangan pola manajemen usaha yang terintegrasi dengan proses pembelajaran. Dengan memperhatikan beberapa hal tersebut di atas dapat dikembangkan model pembelajaran kewirausahaan seperti dalam gambar 3.
Mahasiswa
Perkuliahan Smart Entreprenur I Perkuliahan Smart Entreprenur II
Pengembangan Usaha
Koperasi
Rumah Entrepreneur
Usaha Bersama
Usaha Mandiri atau Bersama
KONSUMEN Gambar 3. Metode Pembelajaran Kewirausahaan Adapun alternatif model desain pembelajaran Kewirausahaan di Perguruan Tinggi dengan pemodelan tersebut di atas mencakup beberapa aspek di bawah ini: 1) Kurikulum; 2) Rencana Pengajaran Semester (RPS); 3) Strategi Pembelajaran; 4) Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Evaluasi; Regulary 2004).
5) Media Pembelajaran dan Consultation (Wiedy Murtini,
97
E. Penutup Dalam upaya menyiapkan mahasiswa sebagai pelaku bisnis, tidak lepas dengan penciptaan wirausahawan karena berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi kondisi dunia kewirausahaan di Indonesia belum sesuai dengan harapan. Memasuki Mayarakat Ekonomi Asean (MEA), ternyata dunia kewirausahaan di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan negara lain . Dunia kewirausahaan Indonesia cenderung mengandalkan otot dibandingkan otak atau dengan kata lain masih mengandalkan hard skill dibandingkan dengan soft skill (kerja cerdas). Dengan melihat profil jiwa dan perilaku wirausaha para mahasiswa dapat memberikan gambaran bagaimana calon kewirausahaan akan tumbuh di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka yang perlu dilakukan, yaitu: 1) Agar proses pembelajaran di institusi/lembaga pendidikan mampu melahirkan lulusan yang memiliki perilaku wirausaha, maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sikap dan perilaku wirausaha, melalui peningkatan peran mahasiswa dalam mengembangkan usaha dari Rumah Entrepreneur dan Koperasi, 2) Upaya peningkatan kualitas hasil pembelajaran melalui kegiatan Pusat bisnis. Daftar Pustaka Degeng, I Nyoman S. Kumpulan Bahan Pembelajaran. Malang : LP3-UM, 2001. Endang Mulyani dkk, 2008. Model Pusat bisnis di SMK dalam Mendukung Pengembangan Entrepreneur Muda Indonesia. Laporan Kajian. DPSMK. I , Wayan Dipta. 2004. Belajar dari India dalam mengembangkan Kewirausahaan. Makalah. www.smecda.com/ deputi7/makalah/india_kewirausahaan Kirzner, I. 1973. Competition and Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press. Pelangi Pendidikan, Vol. 22 No. 1 Juni 2015
Knight, F. 1921. Risk, Uncertainty and Profit. Boston: Houghton Mifflin. Noor
Aisha Buang. Bahan Kewirausahaan. Malaysia
Ajar
Nurbudiyani, I. 2013. Model Pembelajaran Kewirausahaan Dengan Media Koperasi Sekolah di SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen. Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol 3 (1) :53-67 Maskan, M. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Kewirausahaan Berbasis Portofolio Untuk Meningkatkan Sikap dan Kompetensi Wirausaha Siswa SMK (SMEA) di Kota Malang. karyailmiah.um.ac.id Schumpeter, J. 1911. The Theory of Economic Development. Cambridge, Mass: Harvard University Press. Suprodjo, Pusposutardjo. “Pengembangan Budaya Kewirausahaan Melalui Matakuliah Keahlian”. Makalah. Disampaikan dalam Semiloka Wawasan Entrepreneurship IKIP YOGYAKARTA pada tanggal 17 dan 19 Juli 1999. Utami Munandar, 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta. Wennekers, S. and Thurik, R. 1999. Linking Entrepreneurship and Economic Growth. Small Business Economics. Wiedy, Murtini., 2004. Pengembangan Desain Pembelajaran Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi dengan Pemodelan Wirausahawan Usaha Kecil dan Menengah Sukses. www.uns.ac.id V.,
Winarto, 2008. Membangun Kewirausahaan Sosial: Meruntuhkan dan Menciptakan Sistem Secara Kreatif. Makalah Seminar 22 Februari 2008. www.api.pasca.ugm.ac.id
98