1
Dr. Umi Hijriyah, M. Pd.
ANALISIS KONTRASTIF PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA
PENERBIT FAKTA PRESS 2014
2
ANALISIS KONTRASTIF PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA Penulis : Umi Hijriyah, M.Pd. Perpustakaan Nasional Dalam Terbitan Hak Cipta dilindungi Undang-undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin penerbit Penerbit Fakta Press Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, Cetakan pertama Tahun 2014 ISBN: 978-602-8534-49-9
3
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………. i SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUANIAIN RADEN INTAN LAMPUNG …..……. ii DAFTAR ISI ……………………………………………… iii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TI TINNJAUAN HISTORIS ANALISIS 5 KONSTRASTIF A. Latar Belakang Munculnya Analisis 5 Kontrastif/Tinjauan Historis
7 9
B. Pengertian Analisis Kontrastif C. Asumsi Dasar Anakon D. Hipotesis
Analisis
Kontrastif
dan
Asumsi yang Mendasarinya E. Tujuan Analisis Kontrastif BAB III
IMPLIKASI ANALISIS KONTRASTIF DALAM PENGAJARAN BAHASA ASING 12 A. Implikasi Anakon dalam kelas 12 pengajaran B2 ………………………… B. Kelebihan dan Kekurangan Analisis 13 Kontrastif …………………………….
BAB IV
METODOLOGI ANALISIS 17 KONSTRASTIF ANTAR BAHASA ………. 17 A. Syarat Analisis Konstrastif …………… 17 18 B. Langkah-Langkah Analisis Kontrastif …
BAB V
KOMPONEN DAN APLIKASI ANALISIS KONSTRASTIF DALAM 4
21 21
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB A. Analisis kontrastif fonologi ……………
21
1. Deskripsi Vokal dan Konsonan Bahasa
21 Arab…………………………………. 2. Seleksi persamaan dan perbedaan anatara vokal dan konsonan Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia ……… 36 B. Analisis kontrastif sintaksis …………… C. Analisis Kontrastif Sintaksis Bahasa Arab 36 dan Sintaksis Bahasa Indonesia ………… BAB VI
BAB VII
KEMAMPUAN MENERJEMAH DAN ANALISIS KONSTRASTIF BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA……… 60 LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ANALISIS KONSTRASTIF BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA …….. 78
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….
5
81
BAB I PENDAHULUAN
Diantara faktor yang menjadi kurang berhasilnya pengajaran bahasa asing adalah adanya interferensi bahasa ibu terhadap bahasa asing yang sedang dipelajari. Kebiasaan berbahasa ibu sebagai bahasa pertama dapat mempengaruhi proses belajar mengajar bahasa asing sebagai bahasa kedua. Pengetahuan bahasa pertama yang telah dimiliki oleh seseorang yang sedang mempelajari bahasa asing akan ditransfer kepada bahasa yang sedang dipelajarinya. Semua gejala bahasa yang mirip, baik dalam bentuk, arti maupun distribusinya
diduga
akan
mempercepat
proses
belajar,
sedangkan gejala bahasa yang berbeda diduga akan dapat menghambat proses belajar bahasa asing. Lado mengemukakan bahwa pola-pola yang mirip diasumsikan mudah untuk dipelajari dari pada pola-pola yang berbeda. Untuk menemukan dan menggambarkan problem yang dihadapi oleh para pembelajar bahasa asing dapat diadakan perbandingan di antara kedua bahasa itu, sehingga akhirnya 6
dapat
membuat
suatu
diagnosis
(ramalan)
terhadap
kemungkinan kesukaran para pembelajar secara tepat kemudian dapat menerka dan menggambarkan pola-pola yang akan menyebabkan kesukaran. Analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur bahasa ibu dengan struktur bahasa asing yang dipelajari, untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa itu. Perbedaan-perbedaan itu digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan belajar bahasa asing tersebut.
7
BAB II TINJAUAN HISTORIS ANALISIS KONSTRASTIF
F. Latar Belakang Munculnya Kontrastif/Tinjauan Historis
Analisis
Analisis kontrastif muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Analisis kontrastif mendominasi dunia pengajaran bahasa kedua dan pengajaran bahasa asing sejak akhir Perang Dunia ke II sampai
pertengahan
tahun
1960-an.
Analisis
kontrastif
dikembangkan dan dipraktekkan tahun 1950-an dan 1996-an, sebagai suatu aplikasi linguistik struktural pada pengajaran bahasa. Tokoh utama yang menjadi pelopor Analisis Kontrastif adalah Robert Lado, lewat buku Linguistik Across Cultures! Linguistik di Berbagai Budaya, Anakon diperkenalkan dan diterapkan. G. Pengertian Analisis Kontrastif Analisis Kontrastif pada mulanya berasal dari konsep Linguisik Kontrastif, yakni sebuah cabang dari Linguistik Terapan. Analisis kontrastif (sering dikenal dengan sebutan Anakon) merupakan salah satu cara kerja untuk mencari 8
persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih (Carl James, 1980 dan Kridalaksana, 2008). Anakon telah dikenal orang pada pertengahan abad 20. Anakon pada hakikatnya merupakan salah satu cara mengajarkan bahasa asing secara efisien dan efektif. Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsurunsur kebahasaan. Pada Analisis kontrastif terdapat komparasi perbandingan sistem-sistem linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi maupun sistem gramatikal. Hal ini diperjelas oleh Ahmad bin Abdullah al-Basyir yang menyatakan bahwa ; ٗعٚ أوضش ٌؾظش أٚٓ أ١ٓ أٔظّخ ٌغز١ ٌٍّمبسٔخ ثٍّٟ اعشاء ػٛ٘ ٍٟاٌزمبث ضغِٛ ٓ١ًِ ٌىً ِٓ إٌظب١ٍ رؾٍٝؼزّذ رٌه ػ٠ٚ .ّبٕٙ١عٗ االخزالف ثٚأٚ ٗاٌزشبث .ٟخ٠ ال اٌزبسٟطفٌٛظ إٌّٙ أعبط ِٓ اٍَٝ ػٛم٠ اٌّمبسٔخ Sedangkan, Fisiak mengemukakan pengertian analisis kontrastif adalah suatu cabang ilmu linguistik yang mengkaji perbandingan dua bahasa atau lebih atau sub sistem bahasabahasa. Tujuannya untuk menemukan perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan kedua bahasa tersebut.
9
Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan
bahasa
kedua
(B2),
tetapi
sekaligus
untuk
membandingkan dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. C.
Asumsi Dasar Anakon Untuk menjawab usaha memperbesar keberhasilan
pengajaran dan pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua (B2), para penganut anakon mempunyai beberapa asumsi dasar: 1) Anakon dapat dipergunakan untuk meramal kesalahan siswa mempelajari bahasa asing atau bahasa kedua. Butir-butir perbedaan dalam tiap tataran bahasa pertama dan bahasa kedua akan memberikan kesulitan kepada para siswa dalam mempelajari bahasa kedua itu.
10
Sebaliknya butir-butir yang sama akan mempermudah siswa mempelajari bahasa kedua. 2) Anakon dapat memberikan satu sumbangan yang menyeluruh dan konsisten dan sebagai alat pegendali penyusunan materi pengajaran dan pelajaran bahasa kedua secara efisien. Dengan perbandingan perbedaan pada setiap tataran analisis bahasa, bahan dapat disusun sesuai dengan tingkat kesulitan masing-masing tataran. 3) Anakon pun dapat memberikan sumbangan untuk mengurangkan
proses
interferensi
dari
bahasa
pertama/bahasa ibu ke dalam bahasa kedua atau asing. Berdasarkan asumsi di atas, disusunlah buku-buku pelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Arab ke bahasa lain dengan
harapan
proses
berbahasa
kedua
tidak
terlalu
dipengaruhi oleh bahasa pertama. Para guru ataupun pendidik untuk memahami anakon guna usaha perbaikan kesalahan bahasa.
11
D. Hipotesis Analisis Kontrastif dan Asumsi yang Mendasarinya Hipotesis Analisis Kontrastif muncul sebab para ahli berusaha memperkirakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pelajar dalam mempelajari bahasa kedua (B2). Hipotesis yang muncul kemudian mengkristal menjadi dua kubu, yaitu kubu garis keras dan kubu garis lunak. Hipotesis garis keras beranggapan bahwa semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan anatara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa. Sebaliknya hipotesis garis lunak beranggapan bahwa Analisis Kontrastif hanyalah bersifat diagnostik belaka. Hipotesis garis keras di atas didasarkan kepada asumsiasumsi sebagai berikut.
1. Bahwa penyebab utama atau bahkan satu-satunya penyebab, dari kesukaran dan kesalahan dalam belajar bahasa asing adalah interferensi dari bahasa ibu si pembelajar;
12
2. Bahwa kesukaran terutama, atau secara keseluruhan, disebabkan oleh adanya perbedaan antara B1 dan B2; 3. Bahwa semakin besar perbedaan tantara B1 dan B2, semakin akut atau gawat kesukaran belajar yang dialami; 4. Bahwa
hasil
perbandingan
antara
kedua
bahasa
dimaksud diperlukan untuk memperkirakan kesukarankesukaran serta kesalahan-kesalahan apa yang dialami dalam belajar bahasa asing tersebut; 5. Bahwa bahan pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu, kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan analisis kontrastif.
Berdasarkan lima asumsi di atas, analisis kontrastif (anakon) garis keras menyatakan bahwa kesalahan si pembelajar bahasa asing/B2 dapat diprediksi dari besar kecilnya perbedaan antara B1 dan B2. Artinya, jika struktur B1 berbeda dengan struktur B2, maka kesalahan akibat pengaruh B1 (interferensi) akan 13
terjadi. Proses ini disebut transfer yang bersifat negatif. Sebaliknya, jika struktur B1 dan B2 sama akan terjadi transfer yang bersifat positif. Si pembelajar di prediksi tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari B2. Berdasarkan definisi di atas, anakon merupakan aktivitas atau kegiatan yang mencoba memperbandingkan bahasa untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan di antara dua bahasa atau lebih. Persamaan dan perbedaan yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan belajar yang akan dihadapi oleh para siswa/mahasiswa.
E. Tujuan Analisis Kontrastif Tujuan analisis kontrastif dihubungkan dengan proses belajar–mengajar bahasa kedua, antara lain seperti dijelaskan oleh Tarigan (1997) sebagai berikut: 1. Untuk penyusunan materi (bahan) pengajaran bahasa kedua, yang dirumuskan berdasarkan butir-butir yang berbeda antara kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) 14
dan kaidah bahasa kedua (B2) yang akan dipelajari oleh siswa; 2. Untuk penyusunan pengajaran bahasa kedua yang berlandas
tumpukan
pada
pandangan
linguistik
strukturalis dan psikologi behavioris; 3. Untuk penyusunan kelas pembelajaran bahasa terpadu antara bahasa pertama (B1) siswa dengan bahasa kedua (B2) yang harus dipelajari oleh siswa; 4. Untuk
penyusunan
prosedur
pembelajaran
atau
penyajian bahan pengajaran bahasa kedua. Adapun langkah-langkahnya adalah: a.
Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara B1 siswa dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa;
b.
Menunjukkan butir-butir dalam berpeluang
mengakibatkan
B1 siswa
kesulitan
belajar
yang dan
kesalahan berbahasa B2 siswa; c.
Mengajukan solusi (cara-cara) mengatasi intervensi terhadap B2 yang akan dipelajari oleh siswa;
15
d.
Menyajikan sejumlah latihan pada butir-butir yang memiliki perbedaan antara B1 dengan B2 yang akan dipelajari oleh siswa.
F. Karakteristik Analisis Kontrastif Para pakar linguistic menyatakan bahwa “Analisis Kontrastif mempunyai dua aspek, yakni aspek linguistic dan aspek psikologis”.(Ellis, 1982). Aspek linguistic analisis kontrastif berkaitan dengan pemberian bahasa dalam rangka memperbandingkan dua bahasa. Dalam hal ini tersirat dua hal penting, yaitu apa yang akan diperbandingkan, dan bagaimana cara membandingkannya. Sedangkan, aspek psikologi analisis kontrastif
menyangkut
dengan
kesukaran
belajar,
cara
menyusun bahan pengajaran, dan cara penyampaian bahan pengajaran.
16
BAB III IMPLIKASI ANALISIS KONTRASTIF DALAM PENGAJARAN BAHASA ASING
C. Implikasi Anakon dalam kelas pengajaran B2 Implikasi Anakon dalam kelas pengajaran B2 terlihat pada segi-segi : 1. Penyusunan materi pengajaran yang didasarkan kepada butir-butir yang berbeda antara B1 siswa dan B2 yang sedang dipelajari 2. Penyusunan tata bahasa pedagogis yang didasarkan pada teori linguistic yang digunakan. 3. Penataan kelas secara terpadu, yang B1 digunakan sebagai pembantu dalam pengajaran B2. 4. Penyajian materi pengajaran secara langsung: a. Menunjukkan persamaan dan perbedaan B1 dan B2; b. Menunjukkan
butir-butir
B1
yang
mungkin
mendatangkan kesalahan dalam B2; c. Menganjurkan cara-cara mengatasi interferensi; d. Memberikan latihan intensif pada butir-butir yang berbeda. 17
D. Kelebihan dan Kekurangan Analisis Kontrastif a. Kelebihan Analisis Kontrastif Melalui perbandingan antara dua bahasa banyak hal yang dapat diungkapkan. Beberapa di antara kemungkinan itu adalah: 1. Tiada perbedaan: struktur atau sistem aspek tertentu dalam kedua bahasa tidak ada perbedaan sama sekali (konsonan /l,m,n/ diucapkan sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab). 2. Fenomena konvergen : dua butir atau lebih dalam B1 menjadi satu dalam B2 (bahasa Indonesia padi, beras, nasi menjadi ruzz dalam bahasa Arab: butir atau sistem tertentu dalam B1 tidak terdapat dalam B2. Misalnya, sistem penjamakan dengan penanda wau dan nun untuk jamak mudzakkar salim,alif dan ta untuk jamak muannats salim dalam bahasa Arab tidak ada dalam bahasa Indonesia; sebaliknya sistem penjamakan dengan pengulangan kata dalam
bahasa
Indonesia
(rumah-rumah,
ikanikan) tidak ada dalam bahasa Arab.
18
daun-daun,
3. Beda distribusi: butir tertentu dalam B1 berbeda distribusi dengan butir yang sama dalam B2. Misalnya fonem (n) dalam bahasa Indonesia menduduki posisi awal, tengah dan akhir kata, sedangkan dalam bahasa Inggris hanya menduduki posisi tengah dan akhir kata. 4. Tiada persamaan : butir tertentu dalam B1 tidak memiliki kesamaan dalam B2. Misalnya, predikat kata sifat dalam bahasa Indonesia tidak terdapat dalam bahasa Inggris; misalnya: Dia kaya (Indonesia) menjadi „He is rich‟. (Inggris). 5. Fenomena divergen : satu butir tertentu dalam B1 menjadi dua butir dalam B2. Misalnya, kata ٓ( ٔؾArab) dapat menjadi kita atau kami dalam bahasa Indonesia. Baraja mengemukakan bahwa sumbangan analisis kontrastif bagi pengajaran bahasa sekurang-kurangnya meliputi dua hal, yaitu sumbangan kepada penulisan buku teks dan sumbangan kepada guru kelas. Data yang diperoleh sebagai hasil analisis kontrastif sangat membantu penulis buku teks. Penulis buku teks akan beruntung mendapat masukan dan data 19
mengambil keputusan tentang hal-hal yang perlu diberikan, urutan yang akan digunakan, dan latihan berbahasa yang perlu ditekankan. Dengan masukan seperti itu, penulis buku teks akan lebih mudah dalam menyesuaikan isi bukunya dengan tuntutan sekolah dan si terdidik. Selanjutnya, bagi guru kelas, pemahaman terhadap analisis kontrastif akan membantu pekerjaannya sebagai guru bahasa. Dengan analisis kontrastif, guru dapat menolong siswa agar tidak membuat kesalahan terus-menerus. Guru dapat meramalkan kesalahan yang akan dibuat siswa dan kalau guru menemukan kesalahan, ia dapat menentukan apakah itu bersumber dari pengaruh bahasa ibu ataukah pengaruh lain. b.
Kekurangan Analisis Kontrastif
Di antara kritikan yang dialamatkan kepada analisis kontrastif adalah : -
aspek linguistik terlalu bersifat teoretis.
-
teori linguistik struktural kurang memuaskan.
-
aspek bahasa yang diperbandingkan belum menyeluruh (baru tertuju pada fonologi, semantik dianaktirikan). 20
-
perbedaan tidak selalu menimbulkan kesukaran, kesukaran tidak identik dengan perbedaan).
-
kesukaran dan kesalahan berbahasa tidak selalu dapat diprediksi atau diramalkan.
-
interferensi bukan merupakan penyebab utama kesalahan berbahasa.
-
bahan pengajaran tidak utuh dan menyeluruh, hanya bersifat pragmen saja.
-
kurang memperhatikan faktor-faktor non-struktural.
21
BAB IV METODOLOGI ANALISIS KONSTRASTIF ANTAR BAHASA
D. Syarat Analisis Konstrastif Prasyarat pertama analisis kontrastif ialah satu analisis secara deskriptif yang baik dan mendalam tentang bahasabahasa yang hendak dikontraskan. Juga dalam hal ini teori analisis dua atau lebih bahasa yang hendak dibandingkan atau dikontraskan itu harus ditentukan pula. Pengontrasan dua bahasa tidak mungkin dilakukakan secara menyeluruh. Oleh karena itu, perlu seleksi. Para linguis menerima bahwa bahasa merupakan satu system dari system. Bahasa yang merupakan satu system itu mempunyai beberapa subsistem. Setiap subsistem mempunyai pula beberapa kategori. Salah satu metode ialah memilih dan menentukan unsur dari subsistem dan kategori tertentu untuk dibandingkan. Misalnya, bandingan tentang kategori kelas kata penunjuk, bandingan tentang bentuk-bentuk verbum atau frase verbum, bandingan tentang beberapa unsus fonologi, khususnya fonetik. Mungkin
22
harus dilakukan bandingan butir demi butir yang menonjol dan perlu untuk dikontraskan. Kriteria yang kedua dari analisis kontrastif ialah sifat penjelas dan bukan komponen bahasa yang dikontraskan itu berdasarkan pengalaman bahwa komponen atau unsur itu memberikan dan menimbulkan kesulitan bagi siswa pelajar bahasa B2. Dengan sendirinya, analisis kontrastif membatasi diri hanya pada bagian-bagian tertentu mengenai bahasa-bahasa yang hendak dibandingkan. Kemudian
bagaimana
membandingkan
dan
mengkontraskan, ada tiga cara yang mungkin ditempuh : 1)
Kesamaan struktur
2)
Kesamaan terjemahan, dan
3)
Kesamaan struktur dan kesamaan terjemahan.
E. Langkah-Langkah Analisis Kontrastif Dalam
upaya
mengaplikasikan
analisis
kontrastif,
kita
memerlukan langkah-langkahnya, berikut diantara langkahlangkah analisis kontrastif ; 23
a. Langkah pertama, yaitu mendeskripsikan bahasa ibu secara lengkap. b.
Langkah kedua, mendeskripsikan bahasa target. yang akan dipelajari siswa, terutama yang menyangkut segi linguistik.
c.
Langkah ketiga, memprediksi atau memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa target berupa identifikasi perbedaan bahasa ibu dan bahasa target.
d. Langkah keempat, membuat klasifikasi perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa target. e. Langkah kelima, berkaitan dengan cara menyusun atau mengurutkan bahan pengajaran. Identifikasi perbedaan antara dua bahasa dipakai sebagai dasar memperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan berbahasa. Itulah yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan urutan atau susunan bahan pengajaran bahasa target. f. Langkah keenam yang berhubungan erat dengan cara menyampaikan bahan. Siswa yang belajar bahasa target sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam bahasa 24
ibunya. Kebiasaan itu harus diatasi agar tidak lagi menginterferensi bahasa target. Pembentukan kebiasaan dalam bahasa target dilakukan dengan penyampaian bahan pelajaran yang telah disusun berdasarkan langkah pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima dengan cara-cara tertentu, yakni peniruan, pengulangan, latihan runtun, dan penguatan. Dengan cara ini diharapkan para mahasiswa mempunyai kebiasaan berbahasa target yang kokoh dan dapat mengatasi kebiasaan dalam berbahasa ibu.
25
BAB V KOMPONEN DAN APLIKASI ANALISIS KONSTRASTIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Komponen bahasa dan aplikasinya dalam analisis kontrastif diantaranya yaitu : A. Analisis kontrastif fonologi 1. Deskripsi Vokal dan Konsonan Bahasa Arab a) Vokal Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia Vokal Bahasa Arab
Tinggi
Depan
Tengah
Tak Bulat
Tak Bulat
u, i:
Rendah
Bulat U, u:
ᶞ
Madya
Belakang
Struktur
Netral Tertutup Semi Tertutup
ᴂ
Semi Terbuka Terbuka
Bagian ini menjelaskan tentang keadaan vokal bahasa Arab pada saat diucapkan, yakni dilihat dari segi tinggi-rendahnya 26
lidah, bagian lidah yang berperan (bergerak), strikturnya dan bentuk bibir. Dari bagan ini, vokal bahasa Arab dapat dipaparkan sebagai berikut: /i/
tinggi depan tertutup tak bulat
/ i: /
tinggi depan tertutup tak bulat
/u/
tinggi belakang tertutup bulat
/ u: /
tinggi belakang tertutup bulat
/ᵭ/
madya tengah semi terbuka tak bulat
/ᴂ/
rendah depan terbuka tak bula Vokal Bahasa Indonesia Depan
Tengah
Belakang
Tak
Tak Bulat Bulat
Striktur
Netral
Bulat Tinggi
I
u:
Madya
E
ᶞ
Rendah
A
A
o
Dari bagian ini dapat dijelaskan, bahwa vokal bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : 27
/i/
tinggi depan tertutup tak bulat
/u/
tinggi belakang tertutup bulat
/ u: /
tinggi depan semi tertutup tak bulat
/ᵭ/
Madya tengah semi terbuka tak bulat
/o/
Madya belakang semi tertutup bulat
/a/
Rendah Tengah terbuka tak bulat Depan
(untuk / a / menurut buku “Tata Buku Bahasa Indonesia”, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Balai Pustaka, 1988, adalah vokal tengah; sedangkan menurut Soebarsi,S, 1973, dalam
“
Learn
Bahasa
Indonesia
Book
1,
kanisius-
Bhratara,adalah vokal depan). Disamping enam vokal tunggal tersebut, di dalam bahasa Indonesia terdapat vokal rangkap atau diftong, yaitu : / ay /
/ cukay /
cukai
/aw /
/ harimaw /
harimau
/ ow / / amboy /
amboi.
Tiga diftong ini apabila dimasukkaan ke dalam system klasifikasi vokal diatas, maka dapat dibedakan menjadi: 28
1. Diftong naik-menutup-maju (ai) : cukai, pandai, tupai. 2. Diftong naik-menutup-maju
(oi)
:
amboi,
sepoi-
sepoi.Diftong naik-menutup-mundur (au) : saudara, lampau, saudagar Dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik saja, sedangkan diftong turu tidak ada. b) Konsosnan Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia Mengenai konsonan bahasa Arab dan bahasa Indonesia ini, secara rinci telah diuraikan dan menjadi contoh di dalam pembahasan mengenai klasifikasi konsonan dari segi (a) cara hambat, (b) bergetar tidaknya pita suara, (c) tarkhim, dan (d) tempat hambatan (makhraj). Untuk menghindari pembahasan yang bertele-tele, maka pembahasan konsonan disini langsung akan meringkaskan pembahasan yang lalu itu, secara lebih sederhana dalam bentuk bagan berikut. Konsonan Bahasa Arab
29
Tempat Artikulasi/M akhraj
Cara pengucapan/Artikulasi Letup B T
Geseran B
Kh
rq
Bilabials Labio dentals Inter dentals Apiko alveolars Apiko-dental ع alveolars Fronto palatals Medio palatals Dorso velars Dorso uvular
ة
kh
Tengah-tengah T Pd.B Lt Tr N B B s B R kh R k rq q q h ف ٚ
د
ط
ٚ ص
س ط ص
س
د ط ػ ٞ ن
ؽ
ؿ
ق ع
Root
ػ
paryngeal Glottal
Sv. B
ء
٘
Keterangan : B = bersuaara bersuara
Lt.B = lateral
30
T = tidak bersuara bersuara Kh = mufakhkham bersuara Rq = muraqqaq vokal bersuara Pd.B = paduan bersuara
Tr.B = trills N.B = nasal Sv.B = semi-
Konsonan Bahasa Indonesia Tempat Cara pengucapan / artikulasi artikulasi/ Letu Geseran Tengah-tengah makharij p B T B T Pd. Lt. Tr. B B B k h Bilabials Labio dentals Inter dentals Apiko alveolars Apikodental alveolars Fronto palatals Medio palatals Dorso velars Dorso uvular Root
rq
kh
b
p
d
R q
Ns . B
Sv. B
Kh rq Kh rq m W v
f
z
s
t
R I
sy
n
n y Y
g
k
k h
31
paryngeal Glottal
?
h
Keterangan : B = bersuaara bersuara T = tidak bersuara bersuara Kh = mufakhkham bersuara Rq = muraqqaq vokal bersuara Pd.B = paduan bersuara
Lt.B = lateral Tr.B = trills N.B = nasal Sv.B = semi-
2. Seleksi persamaan dan perbedaan anatara vokal dan konsonan Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia a.
Vokal
Untuk memudahkan seleksi, terlebih dahulu vokal Bahasa Arab ddan Bahasa Indonesia dikemukakan dalam suatu bagan secara bersama-sama, sebagai berikut : Vokal Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Tinggi Madya Rendah
Depan Tak bulat i,i.i: E ᴂa
Tengah Belakang Struktur Tak Bulat Netral bulat u,u,u: Tertutup Semi Ә ᶞ O tertutup Semi terbuka Terbuka
32
Dari bagan ini dapat dijelaskan, perbandingan diantara vokal Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia yaitu : / i / tinggi depan tertutup tak bulat / i: / tinggi depan tertutup tak bulat / i / tinggi depan tertutup tak bulat / u / tinggi belakang tertutup bulat / u: / tinggi belakang tertutup bulat / u / tinggi belakang tertutup bulat / æ / tinggi depan terbuka tak bulat / e / tinggi depan semi tertutup tak bulat / a / rendah depan terbuka tak bulat / a / rendah tengah terbuka tak bulat / ᵭ / Madya tengah semi terbuka tak bulat / ә / Madya tengah semi terbuka tak bulat / e / Madya depan semi tertutup tak bulat / o / Madya belakang semi tertutup bulat Bahwa didalam Bahasa Arab tidak terdapat vokal rangkap atau diftong, sedangkan didalam Bahasa Indonesia terdapat.
33
b.
Konsonan
c.
Sepert halnya dalam penjelasan vokal, maka terlebih
dahulu dikemukakan bagan konsonan Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia secara bersama-sama, sebagai berikut : Konsonan Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia Tempat Artikulasi / Makhraj
Bilabials Labio dentals Inter dentals Apiko alveolars Apikodental alveolars Fronto palatals Medio palatals Dorso velars Dorso uvular
Cara pengucapan / Artikulasi Letup geseran Tengah-tengah B T B T P Lt Tr N S d. . . s. v. B B B B B k r k r k r k r h q h q h q h q b p m w ة َ ٚ v f ف ر ظ س z ص عd د
ط
j
صs ط
t د
r س L ي
s ط y ػ
c
n ْ N y y ٞ
g ء
k ن
ؽ
ؿ
ق
34
k h
N g
ع
Root paryngeal Glottal
ػ
Keterangan : B = Bersuara Bersuara T = Tidak Bersuara bersuara Kh = Mufakham bersuara Rq = muraqqaq vokal bersuara Pd.B = paduan bersuara
Lt. B = Lateral Tr. B = Trilis N.B = Nasal Sv.B = semi-
Dari bagan tersebut dapat diambil uraian mengenai persamaan dan perbedaan antara konsonan bahasa Arab dan bahasa
Indonesia.
Untuk
memudahkan
penguraian
dan
penganalisaan yang tepat, maka dipakai prinsip pembedaan dari segi tempat artikulasi makhraj sebagai pertama, kemudian dilanjutkan pada cara pengucapan dan berbagai rinciannya. Makhraj merupakan pembeda yang prinsip, karena apabila dua konsonan dalam keseluruhan sifatnya memiliki persamaan sedangkann makhrajnya berbeda atau berjauhan, maka tidak berarti dua konsonan itu sangat bermiripan, misalnya / z / dengan / ع/. Tetapi sebaliknya, apabila dua konsonan itu 35
memiliki makhraj yang sama atau berdekatan sekali, maka kemiripan itu dapat terjadi, misalnya / t /, / ط/ dan / د/, / s /, / ص /, dan / z / atau / س/, / ث/, dan / z /, / ر/. Oleh karena itu uaraian ini akan dimulai dari bilabials dan berakhir pada glottal, sebagai berikut : Billabials : / ب/ Bilabial letup bersuara muraqqaq / b / Bilabial letup bersuara muraqqaq / p / Bilabial letup tak bersuara muraqqaq / م/ Bilabial letup tengah-tengah nasal bersuara / m / Bilabial letup tengah-tengah nasal bersuara / و/ Bilabial letup tengah-tengah semi-vokal bersuara / w / Bilabial letup tengah-tengah semi-vokal bersuara Labio dentals : / v / Labio dentals geseran bersuara muraqqaq / ف/ Labio dentals geseran tak bersuara muraqqaq / f / Labio dentals geseran tak bersuara muraqqaq Inter dentals : / ظ/ Inter dentals geseran bersuara mufakhkham 36
/ ر/ Inter dentals geseran bersuara muraqqaq / ث/ Inter dentals geseran tak bersaura muraqqaq Apio alveolars / ز/ Apio alveolars geseran bersuara muraqqaq / z / Apio alveolars geseran bersuara muraqqaq / ص/ Apio alveolars geseran tak bersuara mufakhkham / س/ Apio alveolars geseran tak bersuara muraqqaq / s / Apio alveolars geseran tak bersuara muraqqaq / ر/ Apio alveolars tengah-tengah trill bersuara / r / Apio alveolars tengah-tengah trill bersuara Apiko dental-alveolars / ض/ Apiko dental-alveolars letup bersuara mufakhkham / د/ Apiko dental-alveolars letup bersuara muraqaq / d / Apiko dental-alveolars letup bersuara muraqaq / ط/ Apiko dental-alveolars letup tak bersuara mufakhkham / ت/ Apiko dental-alveolars letup tak bersuara muraqqaq / t / Apiko dental-alveolars letup tak bersuara muraqqaq / ل/ Apiko dental-alveolars tengah-tengah lateral bersuara. / l / Apiko dental-alveolars tengah-tengah lateral bersuara 37
/ ى/ Apiko dental-alveolars tengah-tengah nasal bersuara / n / Apiko dental-alveolars tengah-tengah nasal bersuara Fronto-palatals / j / Fronto-palatals letup bersuara muraqqaq / c / Fronto-palatals letup tak bersuara muraqqaq / ش/ Front-palatals letup tak bersuara muraqqaq / sy / Fronto-palatals geseran tak bersuara / ج/ Fronto-palatals tengah-tengah padu bersuara / ny / Fronto-palatals tengah-tengah nasal bersuara Medio palatals / ي/ Medio palatals tengah-tengah semi-vokal bersuara / y / Medio palatals tengah-tengah semi-vokal bersuara Dorso-velars / غ/ Dorso-velars geseran bersuara mufakhkham / g / Dorso-velars geseran bersuara muraqqaq / ج/ Dorso-velars geseran tak bersuara mufakhkham / kh / Dorso-velars geseran tak bersuara muraqqaq / ك/ Dorso-velars letup tak bersuara muraqqaq / k / Dorso-velars letup tak bersuara muraqqaq 38
/ ng / Dorso-velars t5engah-tengah bersuara Dorso-uvulars / ق/ Dorso-uvulars letup tak bersuara mufakhkham Root-phryngeals / ع/ Root-phryngeals geseran bersuara muraqqaq / ح/ Root-phryngeals tak bersuara muraqqaq Glottals / ھ/ Glottal geseran tak bersuara muraqqaq / h / Glottals geseran tak bersuara muraqqaq / ۶/ Glottals letup tidak ( tak bersuara ataupun bersuara ) / ? / Glottals letup tidak ( tak bersuara ataupun bersuara )
3. Peta persamaan dan perbedaan antara Vokal dan Konsonan Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia. a. Vokal. Dari seleksi yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa antara vokal bahasa Arab dan bahasa Indonesia terdapat kepersisan, aspek persamaan dan perbedaan yaitu :
39
(1) Kepersisan antara kasrah qasirah : / i / dalam bahasa indonessia, demikian pela antara damah qasirrah : / U / dengan / u /, dan antara fathah qasirah : / ð /dengan /Ә /. (2) Aspek persamaan antara fathah tawilah / æ / dengan / a / , yaitu sama-sama vokal rendah terbuka tidak bulat, dan sekaligus berbeda karena / æ / vokal depan dan panjang sedangkan / a / vokal tengah dan pendek. (3) Perbedaannya adalah : a) Didalam bahasa Indonesia terdapat vokal panjang seperti pada bahasa Arab : / i: /, / u: / dan /æ /. b) Didalam bahasa Arab tidak terdapat vokal / e / dan / o /, dan tidak terdapat diftong. Sedangkan di dalam bahasa Indonesia dua hal ini terdapat. b.
Konsonan Adapun
di
dalam
konsonan
ditemukan
persamaan
(kepersisan), perbedaan, dan kemiripan, yaitu sebagai berikut : (1) Persamaan antara / ب/ dengan / b /, / م/ dengan / m /, / ف/ dengan / f /, / ز/ dengan / z /, / س/ dengan / s /, / ر/ dengan / r /, / د/ dengan / d /, / ت/ dengan / t /, / ل/ dengan / l /, / ى 40
/ dengan / n /, / ش/ dengan / sy /, / ي/ dengan / y /, / ك/ dengan / k /, / ھ/ dengan / h /, dan / و/ dengan / w /. (2) Perbedaan yaitu bahwa didalam bahasa Indonesia tidak terdapat : Bunyi konsonan mufakhkham, yaitu / ص/, / ض /, / ط/ c.
Analisis kontrastif sintaksis Perbandingan struktur sintaksis kalimat bahasa Indonesia
dengan kalimat Bahasa Arab. Dalam struktur kalimat bahasa Indonesia fungsi-fungsi sintaksis kata seperti subyek, obyek, predikat ditandai dengan posisi kata dalam kalimat. Kalimat BI yang sederhana seperti sang guru mengambil buku; subyek atau pelaku mendahului kata kerja, penderita berada sesudah kata kerja; sedangkan kata kerjanya mengambil posisi diantaranya. e.
Analisis Kontrastif Sintaksis Bahasa Arab dan Sintaksis Bahasa Indonesia Dalam pembahasan sintaksis ini dibatasi pada:
frasa
(nomina dan frasa bilangan), klausa, dan kalimat yang difokuskan pada subjek, predikat dan objek, dan bentuk kalimat aktif dan pasif.
41
a. Frasa Frasa (frasa nominal) dalam bahasa Arab ada yang disebut dengan idhafah (ٗ١ٌاٌّضبف اٚ ) اٌّضبفdan juga yang disebut اٌظفخ dan طفٌّٛ) اassifah wal mausuf(,atau na’at wa manut. اٌّضبف ٗ١ٌاٌّضبف اٚ dapat diidentikkan sebagai frasa tipe nomina + nomina, sedangkan اٌظفخdan طفٌّٛ اsebagai frasa tipe nomina + non nomina. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Al Ghalayainy (1984:205) mengemukakan bahwa Idhafah atau mudhaf dan mudhaf ilaih
adalah dua isim
(nomina) yang diantara keduanya seolah-olah ada huruf jar. Contoh ز١ٍّ وزبة اٌزkitab at tilmiidz(buku siswa), خبرُ فضخkhotam fidloti (cincin perak), seolah-olah ز١ٍّ( وزبة اٌزbuku milik siswa) dan
( خبرُ فضخcincin dari perak), Kata pertama yaitu kitab
(buku) dan khotam (cincin) adalah mudhaf, dan kata kedua yaitu at tilmiidz dan fidhdhoti adalah mudhafun ilaihi. Karena seolaholah ada huruf jar maka mudhaf ilaihi ketentuannya majrur artinya fonem akhir adalah /i/ jika berbentuk tunggal atau jamak yang tidak beraturan. Jika berbentuk mutsanna (dua) atau jamak
42
mudzakkar salim maka tandanya adalah ya, contoh: ٓ٠ز١ٍّوزبة اٌز kitabut tilmidzaini Mudhaf adalah nomina inti dan ٗ١ٌ اٌّضبف اsebagai atribut, sedangkan dalam sifat dan mausuf, sifat sebagai atribut dan mausuf sebagai nomina inti. اٌظفخdan طفٌّٛاharus ada kesesuaian (concord) dari segi jenis (gender) yaitu mudzakkar dan muannats, bilangan (number), ta’rif dan tankir, serta hukum I’rob (perubahan akhir suatu kata karena fungsinya dalam kalimat). Tabel.2.9. Contoh ٗ١ٌاٌّضبف اٚ اٌّضبفberikut ini: خ١ٔغٚاٌٍغخ االٔذ
االضبفخ
اٌغٍّخ
ٗ١ٌاٌّضبف ا
اٌّضبف
rumah guru
االعزبر
ذ١ث
mobil pegawai
ظفٌّٛا
بسح١ع
ظفٌّٛبسح ا١ع
pintu-pintu sekolah
اٌّذسعخ
اةٛاث
اة اٌّذسعخٛاث
masjid
ٓ١ٍّاٌّغ
ِغغذ
ٓ١ٍِّغغذ اٌّغ
ٓ١اٌّششل
سة
ٓ١سة اٌّششل
اٌىزت
ِٛؤٌف
اٌىزتِٛؤٌف
kaum
ذ االعزبر١ث
muslimin Tuhan dua timur Pengarang-
43
pengarang buku Dua
buah
ز١ٍّاٌز
buku
وزبثب
ز١ٍّوزبثب اٌز
siswa
Kata-kata ذ١ث, بسح١ع, اةٛاث, ِغغذ, سةtidak memakai al, berharokat akhir dlommah, fungsinya sebagai mudhaf, dan katakata االعزبر, ظفٌّٛا, اٌّذسعخ, menggunakan al dan berharokat nashab dikarenakan fungsinya sebagai mudhaf ilaihi, ٓ١ٍّاٌّغ dan ٓ١ اٌّششلnashab dengan ya’ arena sebagai jama‟ mudzakkar salim dan mutsanna.
ٛ ِؤٌفberbentuk jamak mudzakar salim
sehingga nun )ْ ( dihilangkan asalnya (kitaaba) asalnya
ِْٛؤٌف. Kata وزبثب
ْوزبثب, karena menjadi mudhafun maka nun
)ْ( dihilangkan. Hubungan antar kata dalam frasa yakni hubungan fungsional dan hubungan makna, Contoh mobil baru, keduanya memiliki hubungan fungsional, mobil sebagai nomina induk, dan baru sebagai antribut. Kata baru menerangkan kata mobil dan hubungan ini jelas ditandai oleh kemungkinan kata “yang” diantara kedua kata tersebut (mobil yang baru). Mobil direktur 44
dua-duanya adalah nomina, dan hubungan antara keduanya adalah posesif (kepemilikan). Atribut direktur sebagai pemilik, dan nomina mobil sebagai yang dimiliki, dan tidak mungkin disisipkan kata yang diantara keduanya. Dalam bahasa Arab mobil baru
=
ذح٠بسح اٌغذ١ اٌغhubungannya adalah اٌظفخ
dan
طفٌّٛ) اassifah wal mausuf(, yakni mobil بسح١ اٌغadalah طفٌّٛا (yang disifati) dan ذح٠( اٌغذbaru) adalah اٌظفخ. Mobil direktur ( ش٠بسح اٌّذ١ اٌغhubungannya adalah
ٗ١ٌاٌّضبف اٚ اٌّضبف, mobil
adalah اٌّضبفdan direktur adalah ٗ١ٌاٌّضبف ا. Sifat dalam struktur frasa bahasa Arab berbeda dengan kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Indonesia. Sifat adalah fungsi selalu bergandengan dengan mausuf, dan tidak selamanya terdiri dari kata sifat, tetapi bisa juga terdiri dari nomina atau kata benda. Frasa Menurut Ahmad H.P (2009:86) adalah suatu konstruksi atau satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih, yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi
pembentuk
klausa.
Yang
tidak
berciri
klausa
maksudnya bahwa konstruksi frasa itu tidak memiliki unsur predikat sehingga sering disebut tidak predikatif. Menurut 45
Ramlan (2009: 142-149) frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Tidak melampaui batas fungsi maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi, ialah subjek, predikat, dan objek, pelengkap, atau keterangan. Frasa terdiri dari unsur-unsur berupa kata atau frasa. Contoh rumah baru itu, terdiri dari frasa rumah baru dan kata itu bukan rumah dan baru itu. Frasa rumah baru kakak saya terdiri dari kata frasa rumah baru dan frasa kakak saya. Frasa rumah baru terdiri dari kata rumah dan baru, frasa kakak saya terdiri dari kata kakak dan saya. Urutan seperti ini tidak boleh dirubah karena akan menimbulkan perbedaan arti. Misalnya rumah kakak saya baru, jelas ini bukan frasa melainkan klausa. Frasa bisa ditambahkan dengan kata ini atau itu sebagai penutup (rumah baru kakak saya itu/ini). Dalam frasa selalu ada kata yang merupakan inti atau induk. Pada frasa rumah baru yang menjadi inti adalah nomina rumah, dan baru adalah atribut. Antara unsur inti dan atribut memiliki hubungan semantis. Rumah baru hubungan maknanya adalah diterangkan dan 46
menerangkan. Artinya unsur baru menerangkan unsur rumah. Sedangkan
rumah
kakak
hubungannya
adalah
posesif
(kepemilikan). Hubungan atribut dan induk yang berupa posesif menurut Verhaar dapat diartikan secara fleksibel, tergantung dari konteks. Antara atribut induk frasa rumah baru penyambungannya sangat rapat, sehingga konstituen perangkai (kata yang) tidak diperlukan atau tidak wajib.Tetapi bila penyambungannya tersebut tidak terlalu rapat maka konstituen perangkai (yang) wajib dipakai. Contoh Rumah (yang) baru, baju (yang) sudah dijahit. Atribut tidak selamanya kata, tetapi juga berupa frasa, baik frasa depan (preposisional) atau frasa nominal. Contoh pedagang dari Solo; mobil ketua Mahkamah Agung, kunci di dalam laci. Dari Solo dan di dalam laci ada frasa presposisional, sedangkan Mahkamah Agung adalah Frasa nominal. Karena frasa mengisi salah satu fungsi sintaksis, misalnya sebagai subjek atau objek, maka salah satu unsur frasa tidak dapat
47
dipindahkan tempatnya dan kalau dipindahkan harus secara keseluruhan. Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan, frasa dibagi
menjadi
beberapa
golongan.
Ramlan
(1986:149)
membaginya menjadi lima golongan, yaitu frasa nominal, frasa verbal, frasa bilangan, frasa keterangan, dan frasa depan. Frasa nominal terdiri dari nominal induk dan atribut. Atribut dapat berupa (nomina+nomina) contohnya mobil pegawai, atau selain nomina seperti kata penunjuk, kata bilangan atau kata sifat. Seperti orang itu, rumah besar, banyak anak. Jika atribut terdiri dari unsur yang semuanya berupa nomina maka nomina yang dibelakang hanya menerangkan nomina yang dimukanya bukan nomina yang lain yang terdahulu. Contoh mobil pegawai kantor kecamatan.
Pegawai
hanya
menerangkan
nomina
yang
dimukanya yaitu mobil, kantor hanya menerangkan pegawai, dan kecamatan hanya menerangkan kantor. Meskipun frasa tersebut terdiri dari empat kata namun namun yang menjadi inti atau induk anya satu yaitu mobil.
48
طفٌّٛاٚ اٌظفخatau دٛ ٔؼذ ِٕؼna’at man’ut adalah frasa nomina + non nomina, contoh: ذ٠ذ اٌغذ١( اٌجrumah baru). Kata ذ١ اٌجadalah طفٌّٛ اdan dan kata ذ٠ اٌغذadalah اٌظفخatau ٔؼذ. Nadwi (1996:125) mengemukakan bahwa dalam bahasa Arab kata sifat disebut
ٟف١طٛ اٌّشوت اٌزalmurokkab at taushiifi
(gabungan adjektiv). Kata benda yang diberi sifat disebut طفِٛ, dan kata sifatnya disebut طفخ. Frasa adjektifal dalam bahasa Arab dibentuk melalui penyesuaian kata benda dengan kata sifat, baik dalam sifat bilangan maupun jenis. Penyesuaian kata benda dengan kata sifat dari segi bilangan dan jenis inilah yang membedakan dengan ٗ١ٌاٌّضبف اٚ اٌّضبفdan juga dengan frase nomina+non nomina dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia tidak ada penyesuaian seperti itu. Al-Ghalayaini mengemukakan bahwa na‟at atau sifat ialah apa yang disebut sesudah isim untuk menjelaskan keadaan atau hal-hal yang berkaitan dengan isim tersebut. Na’at terbagi dua: naat haqiqi dan na’at sababy. Naat haqiqy ialah naat atau sifat isim yang diikutinya, sedangkan naat sababy ialah sifat yang berkaitan
dengan
isim
yang 49
diikutinya.
Lebih
lanjut
dikemukakan bahwa na‟at harus mengikuti man‟ut dari segi hukum i’rob, mufrod, mutsanna, jama’, mudzakkar, muannats serta tankir dan ta’rif. Dengan demikian na’at dan man’ut adalah atribut yang selalu mengikuti man’ut (nomina inti), Na’at dan man’ut atau sifah dan mausuf harus ada kesesuaian (concord) dari segi bilangan, jenis(gender), ta’rif dan tankir (definit/ indefinites) , sebagai contoh: Tabel. 2.10. Kesesuaian pada aspek bilangan dan hukum I’rob NO 1
Bahasa Arab ٟز اٌزاو١ٍّاٌز
Bahasa Indonesia
at-tilmiidzu adz Siswa yang cerdas
dzakiyyu 2
ْب١زاْ اٌزاو١ٍّ اٌزat-tilmiidzaani ad- Dua dzaakiyaani
3
بء١ز االرو١ِ اٌزالat-talaamiidzu al- Siswa-siswa
خ١زح اٌزاو١ٍّاٌز
yang
cerdas
adzkiyaau 4
siswa
yang
cerdas at-tilmiidzatu adz Siswi yang cerdas
dzakiyyatu 50
5
ْزرب١ٍّبْ اٌز١ اٌزاوat-tilmiidzataani Dua adz dzakiyyaani
6
بد١زاد اٌزاو١ٍّ اٌزat-tilmiidzaat adz Siswi-siswi
yang
cerdas
ذ٠ذ اٌغذ١ذ اٌج٠ اشزشisytaroitu al- Saya membeli rumah baitu al jadiida
8
yang
cerdas
dzakiyyaat 7
siswi
baru
ذ٠ذ اٌغذ١ اٌجٌٝ ار٘ت اadzhabu ilaal Saya pergi ke rumah baiti al jadiidi
baru itu
Kalimat pada no 1,2,3 adalah kesesuaian (concord) dari segi bilangan, yaitu sebagai mufrod (tunggal), mutsanna (dual) dan jama’mudzakar salim (plural) menunjukkan bentuk mudzkkar (maskulin), sedangkan pada no 4,5 dan 6 untuk bentuk muannats (feminine) dengan tambahan huruf ta’ marbuthah ()ح di akhir kata, dan yaitu sebagai mufrod (tunggal), mutsanna (dual) dan jama’ muannats salim (plural) Al-bait pada
ذ٠ذ اٌغذ١ذ اٌج٠( اشزشisytaroitu al-baitu al
jadiida) adalah objek (maf’ul bih), dan hokum I‟rabnya adalah manshub, artinya tanda nashab (fonem akhir)nya adalah /a/, 51
sehingga kata al- jadiida juga menjadi mansub atau fonem akhirnya /a/ . Berbeda dengan ذ٠ذ اٌغذ١ اٌجٌٝ( ار٘ت اadzhabu ilaal baiti al jadiidi),memiliki fonem akhir /i/, karena hokum I‟robnya majrur sebab diawali dengan huruf jar ٌٝ( اila) dengan demikian maka fonem akhirnya harus /i/. Frasa bilangan (numeralia) yaitu frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Atau frasa yang umumnya dibentuk denan menambahkan kata penggolong. Kata penggolong dalam bahasa Indonesia dikenal cukup banyak selain orang, ekor, buah, pucuk, batang, biji, bidang, helai, bilah, potong, tangkai, butir dan lain-lain. Frasa bilangan (numeralia) dalam bahas Arab dikenal sebagai ‘adad dan ma’dud (bilangan dan yang dihitung), dan memiliki aturan sendiri yakni darus memperhatikan jenis dari ma’dud. Adad ada dua yaitu jenis mudzakkar dan jenis muannats. Sebagaimana contoh berikut ini:
52
Tabel.2.11.Adad muzkakkar dan Muannats ِؤٔش
ِزوش اؽذحٚ
اؽذٚ
ْاصٕزب
ْاصٕب
صالس طبٌجبد
َب٠صالصخ ا
زاد١ٍّاسثغ ر
َب٠اسثؼخ ا
اظفبدِٛ خّظ
ٓ١ظفِٛ خّغخ
َعذ الال
دٛ١عزخ ث
ادٚعجغ عّب
َب٠عجؼخ ا
اظفبدِٛ ْصّب
خ وزت١ٔصّب
اظفبدِٛ رغغ
شٙرغؼخ اش
ػشش ِؤٌفبد
اوتِٛ ػششح
b. Klausa. Klausa menurut Lyons (1995:168) adalah kelompok kata dengan subjek dan predikat yang termasuk dalam sebuah kalimat yang lebih besar. Sedangkan menurut Ahmad H.P (2009:87) klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frasa, dan mempunyai satu predikat. 53
Dalam bahasa Arab klausa nominal dan klausa verbal dikenal sebagai jumlah ismiyyah dan jumalh fi’liyyah tapi bentuknya berbeda. Nadwi (1996:73) mengemukakan bahwa jumlah ismiyyah atau kalimat nominal adalah kalimat yang pokok kalimatnya ada pada awal kalimat, dan jumlah fi’liyyah atau kalimat verbal adalah kalimat yang kata kerjanya sebelum pokok kalimat. Menurut Al Ghalayaini (1984:286), jumlah ismiyyah adalah klausa atau kalimat yang terdiri dari ِجزذا )mubtada’( dan خجشkhobar( atau subjek dan predikat, sedangkan jumlah fi’liyyah terdiri dari fi’il dan fa’il (verba dan pelaku). c. Subjek, Predikat dan Objek Subjek dan Predikat menurut Samsuri (1994:244) istilahistilah fungsi dan bukanlah istilah-istilah pemandu. Suatu kesalahan bahwa jika kita mengatakan bahwa sebuah gatrabenda itu adalah “subjek” dan sebuah “gatra-kerja” itu adalah predikat. Yang betul adalah bahwa gatra-benda adalah “subjek” daripada gatra-kerja itu, yang merupakan predikat dari gatrakerja itu.
54
Subjek dan predikat dalam bahasa Arab dikenal dengan ِجزذا (mubtada’) dan ( خجشkhobar). Al Ghalayaini mendefinisikan ِجزذا (mubtada’) dan ( خجشkhobar( adalah dua isim (nomina) yang membentuk jumlah mufidah (kalimat sempurna), dan kalimat yang terdiri dari ( ِجزذاmubtada)‟ dan خجشkhobar disebut jumlah ismiyya. Mubtada dan khobar keduanya isim marfu’, mubtada’ pada dasarnya ma’rifah dan umumnya terdapat pada awal kalimat, sedangkan khobar berfungsi
sebagai
pada dasarnya nakiroh dan
pelengkap
atau
menerangkan
tentang
mubtada’. Pelaku menurut Ramlan adalah yang melakukan tindakan yang dinyatakan oleh predikat, sebagai jawaban dari pertanyaan; siapa yang melakukan tindakan yang dinyatakan oleh predikat, atau tindakan yang dinyatakan oleh predikat itu dilakukan oleh siapa. Sedangkan objek pihak yang mengalami tindakan yang diartikan oleh verba bervalensi dua, serba dalam diatesis aktif artinya verba dalam kalimat berbentuk aktif. Pelaku dalam bahasa Arab dikenal sebagai fa’il, dan objek adalah maf’ul bih.
55
Abdulmassih menjelaskan bahwa fa’il adalah isim marfu’ terletak setelah fiil taam yang ma’lum (verba aktif yang sempurna) dan fiil tersebut disandarkan kepadanya. Maf’ul bih adalah isim mansub yang terletak sesudah fi’il (verba) dan fa’il (pelaku). Fa’il harus fiil taam yang ma’lum, karena dalam bahasa Arab ada juga fiil yang naqis atau majhul, maka tidak dapat berfungsi sebagai fa’il.
d. Kalimat Aktif dan Pasif Kalimat Aktif dan Pasif menurut Moeliono (1992:261-262) menyangkut beberapa hal: (1) macam verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, (3) bentuk verba yang dipakai. Membuat kalimat aktif dari kalimat fasif`adalah (1) pengisi subjek dipertukarkan dengan pengisi objek , (2) prefix mengdiganti dengan di- pada predikat, dan (3) ditambahkan kata oleh dimuka objek. Namun jika pelaku perbuatan adalah pronomina, maka kaidah tersebut tidak selamanya berlaku. Kalimat aktif dalam bahasa Arab, sama dengan bahasa Indonesia, yakni menggunakan verba transitif (fi’il lazim) 56
berbentuk aktif (ma’lum), sedangkan kalimat pasif verbanya juga berbentuk pasif (majhul). Bedanya dalam kalimat pasif, pelaku perbuatan dihilangkan. Maf’ul bih ( objek) brubah menjadi naibul fail (pengganti fa‟il), Contoh: qara’a al-waladu al-kitaaba „anak itu membaca buku‟ (kalimat aktif), Quri’a alkitaabu „buku itu dibaca (kalimat pasif. Pemahaman menterjemahkan teks bacaan adalah salah satu kemampuan yang perlu dimiliki semua mahasiswa. Karena itu maka upaya pencapaian dan peningkatan kemampuan menterjemahkan bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia itu suatu yang sangat penting untuk dilakukan oleh pengajar sebagai pelaksana program pembelajaran. Salah satu cara untuk mencapai dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menterjemahkan teks bacaan adalah dengan memilih pendekatan belajar dan pembelajaran yang tepat. Diantara pendekatan belajar dan pembelajaran menterjemah teks bacaan dengan efektif adalah melalui pendekatan analisis konstastif. Dalam BA kalimat dengan makna tersebut muncul sebagai berikut ; 57
أخز اٌّؼٍُ اٌىزبة Sang guru mengambil buku itu, Dalam contoh tersebut, disamping posisinya, nomina beserta verba memperoleh perubahan bentuk sesuai dengan fungsi sintaksisnya : pelaku ditandai oleh perubahan bentuk dari al mu‟allim menjadi al-mu‟allimu , yakni diberi vokel akhir „u, sedangkan penderita dari al-kitab menjadi al-kitaba, yakni ditandai dengan pemunculan vocal akhir a, sementara itu kata kerja akhadja beraa di awal kalimat.[19]
2.4
Hakikat Sintaksis Bahasa Arab dan Sintaksis Bahasa Indonesia
Tata bahasa menurut sebagian besar para ahli dibagi dua, yakni morfologi dan sintaksis. Morfologi membicarakan bentuk kata atau sebagai struktur tata bahasa dalam kata, sedangkan sintaksis membahas susunan kata dalam kalimat atau sebagai struktur tata bahasa dalam tuturan yang lebih luas (kelompok kata atau kalimat). Morfologi dan sintaksis meskipun berbeda objeknya namun keduanya memiliki hubungan yang erat. 58
Contoh kalimat: Mereka memberi saya uang, Awalan me- pada kata beri sangat berperan dalam membentuk kalimat. Kalau awalan tersebut dihilangkan atau ditambah dengan dengan akhiran kan maka struktur kalimat tersebut berubah menjadi saya mereka beri uang, Mereka memberikan uang kepada saya, berikan uang mereka kepada saya. Sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Menurut Lyons (1995:131) sintaksis berurusan dengan cara-cara penggabungan kata-kata untuk membentuk kalimat. Harimurti sintaksis
Kridalaksana
suatu
bahasa
(2002:32) mempunyai
menegaskan unsur-unsur
bahwa yang
terorganisasi secara stuktural. Salah satu satuan dalam sintaksis yaitu klausa, memiliki unsur-unsur yang berhubungan secara fungsional, yaitu subjek, predikat dan objek, pelengkap dan keterangan. Sintaksis dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah nahwu. Menurut Musthofa Al Ghalayaini (1984:5-6), Ilmu nahwu adalah 59
ilmu yang pada dasarnya untuk mengetahui keadaan kata-kata bahasa Arab dari segi I’rob dan bina’, atau dari segi susunannya, juga untuk mengetahui tanda akhir apakah rafa’, nashab, jar atau jazm setelah digunakan dalam kalimat. Katakata dalam bahasa Arab berbeda bentuknya (tandanya) ketika sendiri (kata lepas) dan ketika berada dalam kalimat. Ini yang disebut I’rob, misalnya, al-baitu (rumah) bisa berubah menjadi al-baiti atau al-baita ketika berada dalam kalimat. Seperti albaitu jadiidun (rumah itu baru), isytaroitu al-baita (saya membeli rumah itu, dzahabtu ila al-baiti ( saya pergi ke rumah baru itu), dzahabtu ila al-baiti (saya pergi ke rumah baru itu), dzahabtu sebagai ) ِجزذاmubtada’( atau subjek marfu’ nominatif dan harokat atau fonem akhirnya dhommah (u) dan al-baita sebagai maf’ul bih berharokat fathah(a), sedangkan al-baiti sebagai majrur berharokat kasroh ( i ). Lebih jelas lagi Mallibary (1976:82) mengatakan bahwa ilmu Nahwu bukanlah ilmu yang hanya mempelajari I’rob yaitu perubahan akhir kata karena berubah fungsi kata itu dalam kalimat, dan bina yaitu tidak adanya perubahan akhir kata 60
meskipun kata itu berubah-ubah fungsi dalam kalimat seperti yang dikesankan oleh definisi tradisional. llmu nahwu adalah syntak, yaitu ilmu yang menyusun kalimat, sehingga kaedah-kaedahnya menyangkut hal-hal lain selain I‟rob dan bina, seperti concord (kesesuaian) dan word order ( tata urut kata). Kesesuaian tersebut yakni antara mubtada‟ dan khobar, (subjek dan predikat), sifah dan mausuf, segi jenis kelamin (gender), segi bilangan (number), dan segi definiteness yakni ta’rif dan tankir (untuk sifah mausuf). Lihat contoh berikut: Tabel.2.8. Kesesuaian bentuk sintaksis Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Bahasa Arab
Bahasa Indonesia
ز ِب٘ش١ٍّ اٌزSiswa itu pintar ْزاْ ِب٘شا١ٍّ اٌزDua orang siswa itu pintar ْٚز ِب٘ش١ِ اٌزالSiswa-siswa itu pintar زح ِب٘شح١ٍّ اٌزSiswi itu pintar ْز ربْ ِب٘شرب١ٍّ اٌزDua orang siswi itu pintar زاد ِب٘شاد١ٍّ اٌزSiswi-siswi itu pintar 61
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sintaksis menjelaskan hubungan antar unsur yang terdapat dalam frasa, klausa dan kalimat maupun wacana, baik hubungan fungsional maupun hubungan makna. e.
Analisis kontrastif budaya Menurut pengalaman seorang penerjemah di Timur Tengah,
tidak menemukan ungkapan selamat malam yang biasa diucapkan dengan ك السعيذة ليلت, atau selamat siang dengan ًهارك السعيذoleh pembelajar di Indonesia. Dalam budaya Arab hanya mengenal dua macam waktu yang digunakan untuk menyapa yaitu صباح الخير(selamat pagi) dan ر هسأالخي(selamat sore),
selamat
selamat malam
siang
masuk
memakai ر هسأالخي.
pada صباح الخيرadapaun Menurut
hemat
penulis
pembelajar mengucapkan ًهارك السعيذ karena kata ini sering disajikan dalam buku ajar bahasa Arab di madrasah. Sedangkan sapaan صبا َح اليسوييdan صبا َح الفىلyang populer di Timur Tengah justru tidak diperkenalkan pada pembelajar. Contoh lain kurangnya pemahaman budaya misalnya kata “ اھال وسهال”.
Para
guru
bahasa 62
Arab
pada
umumnya
menerangkan
bahwa
kata
tersebut
diucapkan
ketika
awal pertemuan atau perkenalan sehingga dimaknai “selamat datang”. Padahal kata tersebut sering diucapkan orang Arab dimana saja tidak hanya untuk “selamat datang”, misalnya untuk menjawab telpon dan sebagainya. Pembelajaran bahasa yang hanya terpaku pada cara pengucapan dan arti kosa katanya saja secara berulang-ulang tanpa penjelasaan pemakaian ungkapan yang kasual atau formal dan situasi yang tepat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Akibat dari kurangnya pemahaman silang budaya dari bahasa yang dipelajari diantaranya adalah pembelajar tidak jarang
memasukkan
budaya
bahasa
ibu
ketika
sedang berkomunikasi dengan bahasa asing tersebut, atau yang biasa diistilahkan dengan peristiwa interferensi atau kesalahan berbahasa . Misalnya adalah pembelajar mengucapkan kata “ قذين جذًا“untuk maksud “lama sekali”, padahal dalam budaya Arab yang benar adalah ““طىيالdan banyak lagicontoh yang lain. Kultur orang Arab yang tidak sama dengan orang Indonesia
63
yang selalu terbuka dan bicara keras juga sangat mempengaruhi gaya bahasa tersendiri.
64
BAB VI KEMAMPUAN MENERJEMAH DAN ANALISIS KONSTRASTIF BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA Berdasarkan teori-teori yang dipaparkan pada bagian B, peneliti menyusun sebuah kerangka konseptual. Kerangka konseptual dalam buku ini menyangkut hakikat peningkatan kemampuan menerjemah dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia melalui penerapan latihan analisis konstrastif sintaksis dari kedua bahasa dengan mengunakan proses dan strategi penerjemahan dari dari peter Newmark, Milded.L. Larson, dan Vinay dan Darbenet. Kemampuan menerjemah adalah kemampuan mahasiswa dalam mengalihkan pesan atau teks fungsional pendek, yaitu teks berupa narasi dan teks-teks pendek dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia dengan menerapkan metode analisis kontrastif sintaksis yang meliputi frasa (nominal dan frasa bilangan), klausa, dan kalimat yang difokuskan pada subjek, predikat dan objek, dan bentuk kalimat aktif dan pasif, dengan cara: 1) pengenalan jenis-jenis sintaksis kedua bahasa, 2) penguasaan fungsi dan cara pemakaian dalam kalimat, 3) pelatihan penggunaan dalam kalimat 4) pengenalan jenis teks-teks sumber, 5) Penguasaan ciri-ciri kebahasaan teks sumber dan 6) Pelatihan menerjemahkan teks berbentuk narasi, dan teks pendek. 65
Penerapan analisis kontrastif sintaksis ini adalah suatu proses
kegiatan
yang
merupakan
bagian
dari
proses
penerjemahan teks sumber yang berbentuk narasi atau teks-teks pendek dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan fungsi dan cara pemakaian sintaksis dalam penerjemahan, memberikan kesempatan yang luas kepada mahasiswa untuk melatih
pengetahuan
mereka
dalam
tataran
gramatika,
khususnya pembentukan kalimat dan memprediksi kesalahan penempatan subjek, predikat dalam kalimat dan dapat memprediksi kesalahan berbahasa. Pemahaman dalam sintaksis atau tata kalimat menjadi penting dalam memahami makna dalam penerjemahan sehingga pelatihan analisis kontrastif pada tataran sintaksis ini yang terdiri dari frasa (nominal dan frasa bilangan), klausa, dan kalimat yang difokuskan pada subjek, predikat dan objek, dan bentuk kalimat aktif dan pasif dari kedua bahasa (bahasa Arab dan bahasa Indonesia) merupakan bekal yang cukup
untuk dapat meningkatkan kemampuan
menerjemahkan mahasiswa.
66
Penerapan analisis kontrastif
sintaksis adalah suatu
kegiatan membandingkan antara struktur B1 dengan B2 dan memberikan penjelasan tentang persamaan dan perbedaan penggunaan pada kedua bahasa, sehingga mahasiswa memiliki pengetahuan yang kuat tentang fungsi dan cara pemakaian dalam kalimat dan dapat menerjemahkan kalimat dengan benar. Pelatihan
penerjemahan
kalimat
dengan
benar
dapat
meningkatkan kemampuan menerjemahkan teks sumber dengan benar dan akhirnya kemampuan menerjemah mahasiswa dapat ditingkatkan.
A. Persamaan dan Perbedaan Sintaksis bahasa Arab dan Bahasa Indonesia Beberapa persamaan dan perbedaan sintaksis kalimat dalam bahasa arab dan Indonesia secara umum diantaranya adalah:
a) Persamaan 1) Dalam bahasa Indonesia, kalimat sederhana meliputi Subjek, Predikat, Objek, dan keterangan. Contoh: kita belajar bahasa Indonesia di sekolah. 67
2) Begitu juga kalimat sederhana dalam bahasa arab meliputi Fi’il, Fa’il, dan maf’ul bih serta dharaf. Contoh: ٍٟر٘ت ػ قٛ اٌغٌٝإ 3) Kalimat setara dalam bahasa Indonesia yaitu kalimat yang terdiri atas dua struktur kalimat yang unsur pembentuknya berkedudukan sama atau setara dan cirinya disertai dengan tanda hubung (dan , lalu, serta, dsb). contoh: adik membaca buku, sedangkan kakak menulis surat 4) Di dalam bahasa arab pun, kalimat setara adalah kalimat yang terdiri dari dua kalimat sederhana disertai tanda hubung (huruf ‘athaf). Contoh: ْ اإلِزؾبٟ ٔغؼ فٚ دسط خب ٌذ ثغذ b) Perbedaan 1) Adanya aturan cara membaca/ mengucapkan kata di akhirnya dan adanya perubahan bacaan yang disebabkan amil. Misalnya: عبء ػّش, ذ ػّشا٠سأ 2) Perbedaan struktur kalimat nominal dan verbal, perbedaan aturan itu akan mempengaruhi pula dalam memahami bahasa Arab, misalnya
قٛ اٌغٌٝ ر ٘ت أؽّذ اmaka arti yang 68
menurut susunan bahasa Indonesia adalah Pergi Ahmad ke pasar. Dan ini janggal menurut bahasa Indonesia. 3) Perbedaan pola kalimat a) Pola penyusunan kata tunjuk, misalnya
ً١ّ٘زا اٌمٍُ ع
berbeda dengan ً١ّ٘زا لٍُ ع b) Pola pendahuluan obyek, misalnya بٙشوج١بسح ع١ (أؽّذ اٌغO-P-S) pola ini asing dalam bahasa Indonesia c) Adanya persesuaian antara kata dalam kalimat (1) Kesesuaian I‟rab/ harokat/ bunyi akhir kata , contoh ً١ّوزبة ع, ال١ّوزبثب ع (2) Kesesuaian jenis kata. Contoh: (3) Kata ٍخ١ّ ِذسعخ ع، ً١ّوزبة ع Robert Lado, menjelaskan bahwa berdasarkan kemiripan dan perbedaan antara B1 dengan B2 maka tingkat kesulitan belajar siswa dapat dikelompokkan atas dua yakni: (1) sulit, (2) mudah. Bertolak dari kesulitan, Carl James mencatat pendapat Stockwell dkk yang membicarakan dua kesulitan utama yakni kesulitan dalam bidang fonologi dan kesulitan dalam bidang
69
struktur. Taraf kesulitan itu didasarkan atas tiga macam hubungan antara B1 dengan B2: a) B1 mempunyai kaidah dan B2 mempunyai padanan; b) B1 mempunyai kaidah tetapi B2 tidak mempunyai padanan c) B2 mempunyai kaidah dan tak ada padanan dalam B1 Berdasarkan taraf kesulitan diatas, maka diantara prediksi kesulitan dan kesalahan dalam hal ini adalah: a) Adanya perubahan wazan antara ma’lum ke majhul, mujarrad ke mazid dan perbedaan dlomir mempunyai pola yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan terjadi kesalahan pembacaan oleh siswa. b) Bahasa Indonesia tidak mempunyai banyak padanan seperti
diatas,
yang
digunakan
mahasiswa
dalam
membandingkan ke2 bahasa sehingga memungkinkan terjadi kebingungan dan kesulitan bagi mahasiswa. c) Di sisi lain, dalam pembahasan pasif dan aktif bahasa arab,
terkadang
terlihat
sederhana
dengan
hanya
mengganti fathah menjadi dlummah atau fathah menjadi 70
kasrah dalam beberapa kalimat sederhana, yang mana hal tersebut merupakan salah satu kemudahan bagi siswa.
Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap sintaksis bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, maka ditemukan berbagai persamaan dan perbedaan antara kedua sistem bahasa tersebut: 1) ٗ١ٌاٌّضبف اٚ ( اٌّضبفFrasa nomina + nomina) خ١ٔغٚاٌٍغخ االٔذ
اإلضبفخ
اٌغٍّخ
ٗ١ٌاٌّضبف ا
اٌّضبف
rumah guru
األعزبر
ذ١ث
mobil pegawai
ظفٌّٛا
بسح١ع
ظفٌّٛبسح ا١ع
pintu-pintu sekolah
اٌّذسعخ
اةٛأث
اة اٌّذسعخٛأث
masjid
ٓ١ٍّاٌّغ
ِغغذ
ٓ١ٍِّغغذ اٌّغ
ٓ١اٌّششل
سة
ٓ١سة اٌّششل
اٌىزت
ِٛؤٌف
اٌىزتِٛؤٌف
ز١ٍّاٌز
وزبثب
ز١ٍّوزبثب اٌز
kaum
ذ األعزبر١ث
muslimin Tuhan dua timur Pengarangpengarang buku Dua buah buku siswa
1b) ٗ( اٌّضبف اٌّضبػفfrasa nominal rangkap) بسح١عبئك اٌغ
Sopir mobil
بسح اٌّؾبفع١عبئك اٌغ
Sopir mobil gubernur
بسح اٌّؾبفع١عخ عبئك اٌغٚص
Istri sopir mobil gubernur 71
Baju istri sopir mobil gubernur
بسح١عخ عبئك اٌغٚظك ص١ّل اٌّؾبفع عخ عبئكٚظك ص١ّصّٓ ل
Harga baju istri sopir mobil
بسح اٌّؾبفع١اٌغ
gubernur 2a). Frasa Tipe nomina + non nominal 1
ٟز اٌزاو١ٍّاٌز
at-tilmiidzu adz Siswa yang cerdas
dzakiyyu 2
ْب١زاْ اٌزاو١ٍّ اٌزat-tilmiidzaani ad- Dua dzaakiyaani
3
بء١ز االرو١ِ اٌزالat-talaamiidzu al- Siswa-siswa خ١زح اٌزاو١ٍّاٌز
yang
cerdas
adzkiyaau 4
siswa
yang
cerdas at-tilmiidzatu adz Siswi yang cerdas
dzakiyyatu 5
ْب١زربْ اٌزاو١ٍّاٌز
at-tilmiidzataani Dua
adz dzakiyyaani 6
بد١زاد اٌزاو١ٍّ أٌزat-tilmiidzaat adz Siswi-siswi
yang
cerdas
ذ٠ذ اٌغذ١ذ اٌج٠ إشزشisytaroitu al- Saya membeli rumah baitu al jadiida
8
yang
cerdas
dzakiyyaat 7
siswi
baru
ذ٠ذ اٌغذ١ اٌجٌٝ أر٘ت إadzhabu ilaal Saya pergi ke rumah baiti al jadiidi
baru itu
72
2.b. Frasa Tipe nominal, atributnya berupa verba (fi’il) atau frasa verbal 1
غٍظ٠ ٌذٚ Anak laki-laki yang sedang duduk
2
ْغٍغب٠ ٌْذاٚ Dua anak laki-laki yang sedang duduk
3
ْٛغٍغ٠ الدٚ أAnak-anak laki-laki yang sedang duduk
4 6
غٍظ٠ ٌٞذ اٌزٌٛ أAnak laki-laki yang sedang duduk itu ْغٍغب٠ ٌٞذاْ اٌزٌٛ أDua anak laki-laki yang sedang duduk itu
7
ْٛغٍغ٠ ٓ٠الد اٌزٚ أAnak-anak laki-laki yang sedang duduk
8
رشوتٝ أٌّذسعخ اٌزGuru perempuan yang naik mobil itu بسح١اٌغ
9
ْ أٌّذسعزبْ اٌٍزبDua guru perempuan yang naik mobil بسح١ رشوجبْ اٌغitu
10
ٓشوج٠ ٝ أٌّذسعبد االرGuru-guru
perempuan
yang
naik
بسح١ اٌغmobil itu
2.c. Frasa Nominal, atributnya dari frasa nominal 1
ٌٞذٚ ض١ّ لBaju anak saya
2
ذ٠ اٌغذٌٞذٚ ض١ّ لBaju baru anak saya
3
ذ٠ذ األعزبرح اٌغذ١ ثRumah guru perempuan yang baru
4
ذح٠ذ األعزبرح اٌغذ١ ثRumah guru perempuan yang baru
73
Persamaan: jumlah kata dan tata urut kata pada dasarnya samahanya saja pada bahasa Indonesia ditambah perangkai yang pada ketiga dan seterusnya. Perbedaan: 1) Pada bahasa Indonesia, kata baru yang menjadi atribut dari nomina inti baju tidak dipisahkan, sedangkan pada bahasa Arab kata al- jadiid dipisahkan dari nomina inti qomiis. Kata al-jadiid pada no 2 bisa menjadi sifat (menerangkan) pemilih atau termilik. Atau bisa menjadi sifat dari mudlaf atau mudlaf ilaihi ( qamiis dan walad) 2) Pada bahasa Indonesia frasa no 3 dan 4 adalah sama, kata baru terletak pada bagian akhir, dan keduanya memakai perangkai yang sehingga menjadi ambigu. Pada bahasa Arab tidak menjadi ambigu karena terdapat perbedaan bentuk
sifat
jadiidah( ذح٠)اٌغذ, rumah
sebab
(atribut)
yakni
( ذ٠)اٌغذ
dan
al-
pada frase ketiga, yang baru adalah itu
tidak
menggunakan
ta’
marbuthah( ذ٠ )اٌغذdan frasa keempat yang baru adalah
74
guru
perempuan,
maka
menggunakan
ta
marbuthah(ذح٠)اٌغذ 3.a. Frasa Bilangan satu sampai sepuluh اؽذٚ ز١ٍّر
1
Seorang siswa
2
Dua orang siswa
3
Tiga
الدٚصالس أ
4
Empat orang siswa
أسثغ وزت
5
Lima orang siswa
ٓ١ظفِٛ خّغخ
6
Enam orang siswa
ظفبدِٛ عذ
7
Tujuh orang siswa
َعجؼخ ألال
8
Delapan orang siswa
اةٛخ أث١ٔصّب
9
Sembilan orang siswa
الدٚرغؼخ أ
ْزاْ إصٕب١ٍّر
ظ١ػششح ِالث
10 Sepuluh orang siswa
Persamaan: keduanya terdiri dari bilangan dan yang dihitung. Pada no 3 dan 4 urutannya sama dan yang dihitung (‘adad dan ma’dud). Perbedaannya: 1) Dari segi urutan; bilangan satu dan dua yang lebih dulu disebut adalah bilangan lalu diikuti dengan yang dihitung. Sedangkan dalam bahasa Arab sebaliknya yaitu 75
ma’dud (yang dihitung) lebih dulu disebut kemudian diikuti oleh bilangan (‘adad). 2) Bentuk bilangan; bahasa Indonesia tidak ada perbedaan kecuali bilangan satu sering digunakan se-, sedang dalam bahasa Arab terdapat perbedaan antara mudzakkar dan muannas. Bialngan satu dan dua sesuai dengan jenis yang dihitung, bilanagn tiga sampai sepuluh berlaku sebaliknya.
Jika
yang
dihitung
mudzakkar
maka
bilangannya muannas, dan sebaliknya. Dalam bahasa Indonesia benda yang dihitung berbentuk tunggal (seperti Baju, pena, pintu karyawan dan seterusnya), sedangkan dalam bahasa arab berbentuk jamak ( malaabis, muwadhifiin, aqlaam dan seterusnya) 3) Dalam bahasa Indonesia ada penggolongan/jenis seperti ekor untuk binatang, buah untuk benda-benda lain, dalam bahasa Arab tidak ada penggolongan.
Adapun bilangan belasan (11 sampai 19) terletak di depan Isim Mufrad (Isim Tunggal) meskipun jumlahnya adalah jamak
76
(banyak). Perhatikan pola Mudzakkar dan Muannatsnya serta tanda baris fathah di akhir setiap katanya
Isim Mudzakkar
Isim Muannats
أؽذ ػشش لٍّب ًا11
ػششح ِغٍخٜ اؽذ11
إ صٕب ػشش لٍّب ًا12
إ صٕزب ػششح ِغٍخ12
صالصخ ػشش لٍّب ًا13
صالس ػششح ِغٍخ13
أ سثؼخ ػشش لٍّب ًا14
اسثغ ػششح ِغٍخ14
خّغخ ػشش لٍّب ًا15
خّظ ػششح ِغٍخ15
عزخ ػشش لٍّب ًا16
عذ ػششح ِغٍخ16
عجؼخ ػشش لٍّب ًا17
عجغ ػششح ِغٍخ17
خ ػشش لٍّب ًا١ٔ صّب18
ػششح ِغٍخٟٔ صّب18
رغؼخ ػشش لٍّب ًا19
رغغ ػششح ِغٍخ19
Bilangan 20, 30, 40, dsb bentuknya hanya satu macam yakni Mudzakkar, meskipun terletek di depan Isim Mudzakkar maupun Muannats. Contoh:
Isim Mudzakkar
Isim Muannats
ْ لٍّب ًاٚ ػشش20
ْ ِغٍخٚ ػشش20
ْ لٍّب ًاٛ صالص30
ْ ِغٍخٛ صالص30
ْ لٍّب ًاٛ أ سثؼ40
ْ ِغٍخٛ أ سثؼ40
ْ لٍّب ًاٛ خّغ50
ْ ِغٍخٛ خّغ50
77
4.a. Klausa Nominal (Jumlah Ismiyyah) ظفِٛ ٛ٘ Dia (adalah) pegawai ِّشضخٟ٘ Dia (adalah) perawat ُ٘ طالةMereka (adalah) mahasiswa ي هللاٛ دمحم سعMuhammad adalah Rosululloh ظ١ظف ٔشِٛ ٍٟ ػAli (adalah) pegawai yang rajin
4.b. Jumlah Ismiyyah (klausa verbal) ظف ؽضشٌّٛا ظفبْ ؽضشاٌّٛا اْٚ ؽضشٛظفٌّٛا
Pegawai itu telah hadir Dua pegawai itu telah hadir Pegawai-pegawai itu telah hadir
ٍُ اٌطٍجخ رزؼMahasiswi itu sedang belajar ْ اٌطٍجزبْ رزؼٍّبDua mahasiswa itu sedang belajar 4.c.Jumlah fi’liyyah ظفٌّٛ ؽضش اPegawai itu telah hadir ْظفبٌّٛ ؽضش اDua pegawai itu telah hadir ْٛظفٌّٛ ؽضش اPegawai-pegawai itu telah hadir رزؼٍُ اٌطٍجخ ْرزؼٍّبْ اٌطٍجزب
Mahasiswa itu sedang belajar Dua mahasiswa itu sedang belajar
5.a. Mubtada (Subjek) dan Khobar (predikat) ذ٠ ذ عذ١ اٌجRumah itu baru ْذا٠ زبْ عذ١ اٌجDua buah rumah itu baru 78
ذح٠ د عذٛ١ اٌجRumah-rumah itu baru ش١ اٌجٕذ وجAnak perempuan itu besar شاد١ اٌجٕبد وجAnak-anak perempuan itu besar
5.b. Subjek (mubtada) yang terdiri dari kata penujuk isim isyarohl ٘زٖ ِذسعخ, ذ١ ٘زا ثIni rumah, ini sekolah ْ ٘زاْ ِذسعبIni dua orang guru ْ ٘زاْ ِذسعزبIni dua orang guru perempuan ظفِٛ رٌهItu seorang pegawai ظفخِٛ رٍهItu seorang pegawai perempuan
5.c. Subjek (mubtada) yang terdiri dari isim mausul (perangkai yang) ْمشأ اٌمشآ٠ ٞ اٌزYang sedang membaca Al-Quran ٟ اٌىشعٍٝغٍظ ػ٠ ٞ اٌزYang sedang duduk dikursi األفئذحٍٝ رطٍغ ػٝ اٌزYang naik sampai ke hati ْ هللاٚزوش٠ ٓ٠ اٌزYang mengingat Allah 5.d. Mubtada’ (subjek) terdiri dari frasa nominal (sifah mausuf dan mubtada’ khobar) ش١ذ األعزبر وج١ ثRumah guru itu besar ٍخ١ّظف عٌّٛبسح ا١ عMobil pegawai itu bagus 79
ذ٠اة اٌّذسعخ عذٛ أثPintu-pintu sekolah itu baru ش١ اٌّغغذاإلعزمالي وجMasjid Istiqlal itu besar بء١ اٌىزت أروٛ ِؤٌفPengarang-pengarang buku itu cerdas
5.f. Predikat berupa verba atau frase verbal (khobar Jumlah) ذ١فك أِبَ اٌجٛذح ر٠ اٌغذٟبسر١ عMobil baruku diparkir di dapan rumah ً اٌفظٟجخ األعزبر رزشن ف١ ؽمTasnya pak guru tertinggal di kelas ذح ِٓ اٌّذسعخ١ذ األعزبرح ثؼ١ ثRumah ibu guru jauh dari sekolah
6.a. Fail (pelaku) dan Maf’ul (objek) مشأ اٌطبٌت اٌىزبة٠ Mahasiswa itu sedang membaca buku ظ١غزغً األَ اٌّالث٠ Ibu sedang mencuci pakaian ز األعزبر١ٍّؾزشَ اٌز٠ Siswa sedang menghormati guru
6.b. Fail (pelaku) berupa dlamir muttashil حٛٙ ششثذ اٌمSaya minum kopi اٌغبِؼخٌٝ ر٘جٕب اKami pergi ke kampus
80
خشعذ ِٓ اٌّىزتSaya keluar dari kantor
6.c. Fail (pelaku) berupa dlamir mustathir ٔؼجذ هللاKami menyembah Allah ْ خٍك اإلٔغبDia(Allah)
telah
menciptakan
manusia ْٛ رزمKamu bertakwa
6.d. Objek (maf’ul) berupa pronomina personal (dlamir) ؾجتوُ هللا٠ Allah mencintai kamu ػٍّٕب األعزبرGuru telah mengajar kami أعزبرٌٟٕ عأGuru bertanya kepada saya
6.e. Fail (pelaku) dan Maf’ul (objek) berupa pronomina personal (dlamir) ٖ أٔضٌٓاKami telah menurunkannya ٖ ٍُ أرؼSaya telah mengajarinya فبأظشٔبMaka Kami telah menolongnya
7. Ma’lum (Kalimat Aktif) dan majhul (kalimat Pasif) شا١ روش هللا وضBanyaklah mengingat Allah ٌْذ اٌمشْ آٌٛمشأ ا٠ Anak itu sedang membaca Al81
Quran َب١ىُ اٌظ١ٍ وزت ػTelah berpuasa
82
diwajibkan
atasmu
BAB VII LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN ANALISIS KONSTRASTIF BAHASA ARAB DAN BAHASA INDONESIA
Adapun Langkah-langkah pelaksanaan terkait dengan pembelajaran bahasa arab melalui metode analisis kontrastif dapat dilakukan melalui tahapan berikut: 1) Mengidentifikasi kesulitan yang eksis di antara kedua bahasa. 2) Memunculkan secara pasti perbedaan yang eksis di antara kedua bahasa, khususnya pada aspek struktur kalimat atau aspek sistaksis 3) Dalam proses pembelajaran, peserta didik diberikan test terbatas tentang kesulitan yang dihadapi melalui teknik analisis kontrastif. 4) Hasil test terbatas tersebut, di analisis oleh tenaga pendidik untuk dicarikan alternatif solusi problem yang dihadapi peserta didik.
83
5) Alternatif solusi ini, diformat dalam bentuk matrik untuk memudahkan mahasiswa memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. 6) Dosen
menjelaskan
ulang
format
matrik
yang
disusunnya terhadap peserta didik secara rinci dan holistik.
RINGKASAN Analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2),
tetapi
sekaligus
untuk
membandingkan
dan
mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Tiga cara yang dapat ditempuh dalam membandingkan dan mengkontraskan adalah : 84
1)
Kesamaan struktur
2)
Kesamaan terjemahan, dan
3)
Kesamaan struktur dan kesamaan terjemahan
Komponen bahasa dan aplikasinya dalam analisis kontrastif diantaranya yaitu a.
Analisis kontrastif fonologi
c.
Analisis kontrastif sintaksis
d.
Analisis kontrastif budaya
85
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Maman, Analisis Kontrastif Sintaksis Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia. Bandung: Zain al- Bayan, 2006. Al Basyir, A.A, At-Tahlil al-Taqabuli bayna an-Nazhariyah wa at-Tathbiq, Almuwajjih fi Ta lim al-Lughah al- Arabiyyah Lighair al-Nathiqin biha, II. Jakarta: LIPIA, 1988. Ali Al-Jarim, Mustafa Amin, Al- Balaghah Al-Wadihah. Mesir : Darul- Ma arif, 1987. Abdulmassih. George M, Dictionary Of Arabic Grammar In Chart and Tables, Beirut, Maktabah Libnan, 1989 Ahmad H.P. dan Alek Abduloh, Linguistik Umum Sebuah Ancangan Awal Memahami Ilmu Bahasa, Jakarta, FITK Press, 2009. Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Humaniora, Bandung, 2007.
Bahasa
Arab,
Al-Ghulayaini Musthofa, Jaami’ud Duruus Al Arobiyyah, Beirut, Maktabah al Ashriyah, 1984 Basil Hatim and Jeremy Munday, Translation An Advan Resource Book, Routledge Taylor ang Francis Group, London And NewYork. 2004 86
Conny Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Dalam Taraf Usia Dini Jakarta:Prihallindo, 2002. Dedy Sugono (ed), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, Depdiknas, 2008. Diah, Muhammad. Analisis Kesalahan (Bahan Kuliah), Palembang. Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya: tt. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Rajawali Press, Jakarta; 2011. Fisiak, J. (ed), Contrastive Linguistics and The Language Teacher. Oxford: Pergaman Press, 1985. Fischer,U, "Learning Words From Conte.xr and Dictionaries: An Experimental Comparison".Applied Linguistics, 1994. Fuad Abdul Hamied, Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Depdikbud, 1989. Hoed, Benny Hoedoro, Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 2006. Hewson, L, and Martin, J, Redefining Translation: The Variational Approach. London: Routledge, 1991. James, C, Contrastive Analysis. London: Longman, 1980.
87
J.C. Catford, A Linguistik Of Translation, Oxford University Press, London, 1965. John Lyons, Pengantar Teori Linguistik, Penerjemah Sutikno, Jakarta, Gramedia, Pustaka Umum, tahun 1995 J.S. Badudu, Dokumentasi Dan Mozaik Kebahasaan IndonesiaNusantara. Bandung: FPS UNPAD,1990. Kridalaksana, Kamus Linguistik. Jakarta: Erlangga, 1984. -------------- , Struktur, Kategori dan Fungsi Dalam Teori Sintaksis ,Jakarta, Universitas Katholik Indonesia, 2002. Lado, R, Linguistics Across Culture: Applied Linguistics for Language Teacher. An Arbor: University of Michigan Press, 1968. Larson, M.L, Meaning-Based Translation: A Guide to CrassLanguage Equivalence. Boston: University Press of America, 1984. Lexy Moleong, Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2010 Li Haiyan, Cultivating Translator Competence: Teaching and Testing, China Univercity Of Politics and Law, 2006), p.56. Mallibary, A. Akrom, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN, Jakarta, Proyek Pengembangan Sistim Pendidikan Agama, Departemen Agama RI, 1976. Mansur.Moh, Kustiawan, Daliil Al-Kaatib wal-Mutarojjim, Jakarta, Moyo Segoro Agung, 2002 88
Margareth, E. Bell, Learning and Introduction Theory into Practice, Ohio: Pearson Education Inc, 2009. Moeliono Anton M, et al , Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1992 Nida, Eugene A. dan. Taber, Charles R, The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill, 1982. Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Quran, Penerjemah Tim Redaksi Penerbit Mizan( Bandung, Mizan, 1996) hal.73. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005. Newmark, Peter. Approaches to Translation, Oxford: Pergamon Press.1994. Ramlan.M, Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, Yokyakarta, Cv. Karyono, 1986 Samsuri, Analisis Bahasa, Jakarta, Erlangga, 1994 Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, Angkasa Bandung: 1990 Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Analisis Konstrastif Bahasa, Depdikbud, Dirjen Dikti, Jakarta, 1989. Willems Dominique, Bart Defrancq, Timothy Colleman, Dirk Noel, Contrstive Analysis in Language, Identifying Linguistic Units Of Comparison, Palgrave. Mcmillan, 2003. 89
90