ANALISIS KESENJANGAN KELAS SOSIAL DALAM NOVEL SEKUNTUM NOZOMI 3 KARYA MARGA T PERSPEKTIF MARXISME
JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh Eva Sahwamah E1C 112 033
UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH 2016
ANALISIS KESENJANGAN KELAS SOSIAL DALAM NOVEL SEKUNTUM NOZOMI 3 KARYA MARGA T PERSPEKTIF MARXISME
Oleh : Eva Sahwamah E1C112033 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Mataram Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimanakah kesenjangan kelas sosial dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T menggunakan teori Sosiologi Sastra Perspektif Marxisme. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan pencatatan. Sesuai dengan metode dalam penelitian ini, data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, yang menjadi temuan dalam penelitian ini adalah gambaran kesenjangan kelas sosial antara pribumi asli dan nonpribumi (Tionghoa) yang ditunjukkan dari adanya perlakuan diskriminasi, kekerasan, pelecehan seksual, dan pembunuhan keji yang dialami oleh nonpribumi (Tionghoa), bahkan orang yang mirip dengan nonpribumi pun mengalami diskriminasi dan pelecehan seksual. Sebaliknya, apabila mereka adalah golongan pribumi asli, maka mereka akan lebih dihormati karena dianggap memiliki kekuasaan sebagai tuan rumah di Indonesia. Selain itu, dalam novel Sekuntum Nozomi 3 juga terdapat kesenjangan kelas antara para pejabat dan rakyat kecil. Para pejabat sebagai golongan kelas atas (borjuis) senantiasa mengeruk keuntungan dari kekayaan Negara dengan melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat kecil yang merupakan kelas bawah (proletar). Akibatnya para pejabat yang kaya menjadi semakin kaya dan rakyat yang miskin menjadi semakin miskin.
Kata kunci : Kesenjangan Kelas Sosial, Sekuntum Nozomi 3, Sosiologi Sastra, Marxisme.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kehidupan ini kita tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan. Di Indonesia permasalahan yang ada seperti kemiskinan biasa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih jelasnya beberapa permasalahan sosial yang ada di Indonesia dibagi menjadi empat faktor, yaitu (1) faktor ekonomi yang meliputi kemiskinan, pengangguran, kejahatan, dan lain-lain; (2) faktor kesehatan yang meliputi penyakit fisik; (3) faktor psikologis yang meliputi penyakit fsikis atau mental; dan (4) faktor kebudayaan yaitu terkait dengan permasalahan remaja, disorganisasi keluarga, peperangan, pelanggaran normanorma, masalah penduduk, lingkungan hidup, birokrasi, dan lain-lain. Faktorfaktor inilah yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan kelas sosial (Soekanto, 1986: 401). Dari ke empat faktor di atas, maka faktor ekonomi, terutama kemiskinan adalah faktor yang paling mencolok yang mengakibatkan kesenjangan kelas sosial di Indonesia. Faktor kemiskinan bukan hanya berbicara dari segi materi melainkan juga dari segi moral dan identitas. Kemiskinan moral yang terjadi dalam masyarakat mengakibatkan banyak terjadi pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan seksual, pencurian, perampokan dan lain-lain. Hal ini terjadi karena di mata masyarakat mereka yang kaya dan berkedudukan akan dipandang sebagai orang terhormat dan dihargai meskipun perilaku mereka jauh dari norma-norma dan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi. Sementara yang miskin dan tidak berkedudukan akan mendapat cibiran dan diacuhkan meski perilaku mereka sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai moral dalam masyarakat. Selain itu masyarakat Indonesia bisa dikatakan juga miskin identitas. Kemiskinan identitas yang terjadi terlihat dari mulai pupusnya rasa persatuan dan kesatuan dalam masyarakat yang harusnya menjunjung tinggi nilai persatuan meski terdapat banyak perbedaan seperti keturunan, ras, jenis kelamin, warna kulit dan lain-lain. Kemiskian identitas mengakibatkan kurangnya rasa untuk menghargai satu sama lain. Masalah kemiskinan inilah yang sebenarnya mengakibatkan kesenjangan kelas sosial dalam masyarakat, sehingga sangat patut diteliti karena masalah tersebut ada dalam kehidupan sehari-hari. Gambaran permasalahan kesenjangan kelas sosial bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra seperti novel atau cerpen (cerita pendek). Hal ini karena karya sastra seperti novel atau cerpen adalah gambaran dari kehidupan nyata atau sangat erat kaitannya dengan dunia nyata sebagai hasil dari proses pemikiran imajinatif pengarang yang bahan ceritanya juga tidak terlepas dari pengalaman hidup pengarang. Salah satu novel yang mengangkat tema permasalahan kesenjangan kelas sosial adalah novel yang berjudul Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T. Marga T adalah salah satu penulis Indonesia yang sangat populer dan produktif. Marga T
1
telah menorehkan banyak karya dan prestasi. Dari data yang peneliti dapatkan, sampai saat ini ada 128 karya Marga T yang telah diterbitkan, baik dalam bentuk cerpen, satir dan novel. Beberapa novelnya bahkan pernah difilmkan, seperti Karmila dengan judul yang sama pada tahun 1974 dan juga pada tahun 1980 dengan judul Dr. Karmila. Kelebihan yang dimiliki Marga T di dalam karyakaryanya yaitu dari segi stilistika yang menarik, menggambarkan setiap kejadian secara sistematis, terperinci, terarah dan kronologis, menjadikan peneliti tertarik untuk mengkaji karya-karyanya terutama masalah kesenjangan kelas sosial yang terdapat di dalam novel Sekuntum Nozomi 3. Novel Sekuntum Nozomi 3 adalah salah satu novel karya Marga T yang paling fenomenal karena diangkat dari kisah nyata yang berlatar pada tahun 1998 dan menggambarkan adanya kesenjangan kelas sosial di Indonesia antara pribumi asli dengan nonpribumi (keturunan Tionghoa). Selain itu, novel ini juga menggambarkan adanya kesenjangan kelas sosial antara para pejabat sebagai elit politik Indonesia dengan rakyat kecil yang diperlakukan semena-mena. Novel Sekuntum Nozomi 3 adalah seri ketiga dari lima seri novel Sekuntum Nozomi. Salah satu alasan dipilihnya novel Sekuntum Nozomi 3 adalah karena dari segi ceritanya yang tidak hanya sekedar kisah cinta, tapi juga sebuah sketsa masyarakat Indonesia pada akhir zaman Orde Baru dan awal Reformasi. Selain itu, kelebihan novel Sekuntum Nozomi 3 adalah karena novel ini tidak hanya menggambarkan tentang kisah percintaan tokoh tapi juga menggambarkan peristiwa pada akhir zaman Orde Baru yang layak untuk dijadikan pembelajaran sejarah dan untuk menambah wawasan kita tentang ilmu sejarah pada zaman orde Baru dan awal Reformasi. Novel Sekuntum Nozomi 3 mengisahkan kehidupan Lydia pada tanggal 15 Mei 1998, di mana kedua sahabat baiknya, yaitu Sabrina dan Kristanti telah menikah. Tinggallah Lydia sendirian di Indonesia dan merasa sedih karena dirinya bukan orang berada meskipun menyandang gelar dokter. Ia mulai akrab dengan Agus. Namun peristiwa pada 15 Mei 1998 telah mengubah anggapannya bahwa ternyata masih banyak orang yang lebih menderita daripada dirinya. Lydia yang tinggal di Indonesia harus mengambil uang sebagai bayaran pembuatan baju di langganan ibunya mengalami nasib sial karena ketika bus berada di dekat Universitas Trisakti, bus dihentikan oleh segerombolan preman. Pria-pria bertampang buas yang menyuruh amoy-amoy (wanita Tionghoa) yang berada di dalam bus untuk keluar. Meskipun Lydia adalah pribumi asli tapi dia tetap disuruh ikut keluar karena wajahnya mirip wanita Tionghoa. Di luar bis. Lydia menyaksikan bagaimana preman-preman tersebut mencopoti baju-baju wanita Tionghoa dan memperkosanya saat itu juga. Tak ada Polisi. Tak ada yang berani membantu. Hanya tatapan ngeri dan ketakutan yang Lydia saksikan. Peristiwa yang dialami Lydia pada bulan Mei 1998 dalam Novel Sekuntum Nozomi 3 tersebut sangat relevan dianalisis menggunakan teori pendekatan Sosiologi Sastra perspektif Marxisme. Dalam buku yang berjudul Communist
2
Manifesto yang dipopulerkan oleh Karl Mark dan Friedrick Engles memaparkan bahwa “Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas”, sehingga teori Sosiologi Sastra perspektif Marxisme ini sangat relevan dengan penelitian mengenai masalah kesenjangan kelas sosial. Karena pada dasarnya perspektif Marxisme yang peneliti tekankan adalah pemikiran Marxisme tentang Pertentangan kelas sosial dalam masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kesenjangan kelas sosial dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T persfektif Marxisme. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan utama peneliti adalah untuk mendeskripsikan gambaran kesenjangan kelas sosial dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T persfektif Marxisme. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya, adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang teori-teori sastra dalam ilmu pembelajaran sastra, serta diharapkan mampu memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam studi analisis terhadap sastra Indonesia, terutama dalam bidang penelitian sastra yang berkaitan dengan keadaaan sosial masyarakat yang terdapat pada novel-novel Indonesia. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis, Mahasiswa dan para pelajar tentang karya sastra, serta dapat menjadikan amanat yang terkandung pada karya sastra sebagai pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat menjadi pedoman hidup bagi pembaca untuk lebih mengetahui tentang aspek-aspek kehidupan sosial yang ada dalam masyarakat.
3
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan 1. Badriati (2014) dengan judul “Kajian Sosiologi Sastra Marxis Syair Lagu Iwan Fals dalam Album Salam Reformasi dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di SMA” 2. Sopia Erni (2012) dengan judul “Kelas Sosial dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramoedya Ananta Toer” 3. Kiki Oke Yasminiati (2015) dengan Judul “Struktur Faktual dan Kelas Sosial dalam Novel Mimpi-Mimpi Lintang Maryamah Karpov Karya Andrea Hirata dan Penerapannya Sebagai Bahan Pengajaran Sastra Di SMA” 4. Sany Eka Putri (2014) dengan judul “Perjuangan Kelas Proletar dalam Novel Kani Kousen Karya Kobayashi Takiji Melalui Pendekatan Teori Marxisme”. 2.2 Landasan teori 2.2.1 Definisi Istilah: 1. Sastra 2. Novel 3. Sosiologi 4. Sosiologi Sastra 5. Kesenjangan Kelas Sosial 2.2.2 Pendekatan Marxisme 1. Pendekatan Sosiologi Sastra Pendekatan Sosiologi Sastra sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Wellek dan Werren (dalam Kurniawan, 2012: 11) memiliki tiga paradigma pendekatan dalam Sosiologi Sastra. Pertama, sosiologi pengarang; adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra; analisis kedua ini berangkat dari karya sastra, artinya analisis terhadap aspek sosial dalam karya sastra dilakukan dalam rangka untuk memahami dan memaknai hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat di luarnya. Ketiga, sosiologi pembaca; kajian pada sosiologi pembaca ini mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan karya sastra. Dari ketiga paradigma Sosiologi Sastra di atas dapat disimpulkan bahwa yang pertama disebutkan adalah sosiologi pengarang, yaitu pengarang tidak terlepas dari seorang manusia
4
yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan ikut menjadi bagian dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Selanjutnya yang kedua adalah Sosiologi karya sastra, yaitu menganalisis aspek sosial dalam karya sastra, di mana karya sastra sangat berkaitan dengan keadaan kehidupan sosial atau kehidupan manusia yang terjadi dalam berbagai macam fenomena-fenomena yang dapat di realisasikan dalam sebuah karya sastra. Kemudian terakhir Sosiologi pembaca, di mana kajian terhadap sosiologi pembaca berarti mengkaji aspek nilai sosial yang mendasari pembaca dalam memaknai karya sastra dan memberikan pengaruh sosial terhadap pembaca yang diciptakan oleh karya sastra. 2. Pendekatan Marxisme a. Struktur Sosial Masyarakat Menurut pandangan Marx dan Engels (dalam Faruk, 2010: 7), di dalam masyarakat terdapat dua buah struktur, yaitu infrastruktur dan superstruktur. Dalam masyarakat superstruktur memiliki fungsi esensial untuk melegitimasi kekuatan kelas sosial yang memiliki alat produksi ekonomi, sehingga ide-ide dominan dalam masyarakat adalah ide-ide kelas penguasanya. Produksi ide, konsep, dan kesadaran pertama kalinya secara tidak langsung tidak dapat dipisahkan dengan hubungan material antarmanusia. Pemahaman, pemikiran, hubungan spiritual antarmanusia muncul sebagai rembesan langsung perilaku material manusia. Perilaku material tersebut dinamakan infrastruktur, sementara ide, konsep, dan kesadaran merupakan superstruktur. b. Tahap Perkembangan Sejarah Manusia 1) 2) 3) 4) 5)
Masyarakat Primitif Masyarakat Perbudakan Feodalisme Kapitalisme Komunisme
c. Teori Kelas Kelas sosial menurut Marx (dalam Wirawan, 2012: 10) merupakan gejala khas yang terdapat pada masyarakat pascafeodal. Marx kemudian menyebut di dalam struktur kelas ada perbedaan, yaitu kelas atas (kaum pemilik modal dan alat-alat industri) dan kelas bawah (kaum proletariat atau buruh).
5
Teori kelas Marx pada dasaranya mengandung pokok-pokok pembicaraan yang menjadi dasar pertentangan antarkelas. Pokok pembicaraan tersebut adalah: 1) 2) 3) 4)
Kelas Atas dan Kelas Bawah Ideologi Negara Kelas Individu, Kepentingan Kelas, dan Revolusi
6
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Di mana penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2009: 9) adalah penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, yakni suatu data yang mengandung makna. Makna di sini adalah data yang sebenarnya berupa kata-kata, kalimat, dan wacana. Sehingga data yang dikumpulkan dalam analisis deskriptif kualitatif adalah berupa kata-kata, kalimat, dan wacana. 3.2 Data dan Sumber Data 3.2.1 Data Data dalam penelitian ini adalah rincian fakta yang berupa kata-kata, frasa, kalimat dan wacana mengenai gambaran kesenjangan kelas sosial yang terdapat dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T. 3.2.2 Sumber Data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta pada tahun 2006. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dan pencatatan. Langkah-langkah untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 2.
3.
3.4
Membaca novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T secara berulang-ulang dan membaca sumber bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Memahami dan mencatat data-data yang berkaitan dengan gambaran kesenjangan kelas sosial yang terdapat dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T. Mengidentifikasi data yang berupa kesenjangan kelas sosial dengan perspektif Marxisme dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data bisa dikatakan suatu alat evaluasi yang digunakan untuk mengumpulkan data. Berikut akan dijabarkan instrumen pengumpulan data melalui tabel berikut ini :
7
No Data
Tabel 3.4 Instrumen Pengumpulan Data Teori Kelas
No Halaman
Kutipan Data Kelas Atas dan Kelas Bawah
Kutipan Data Ideologi
Kutipan Data Negara Kelas
Ket. Kutipan Data Individu, Kepentingan Kelas dan Revolusi
1 2 3 4 3.5
Metode Analisis Data
Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi data yang berhasil dikumpulkan, yaitu data-data yang berkaitan dengan kesenjangan kelas dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T perspektif Marxisme. 2. Mengklasifikasi data yang telah dikumpulkan tersebut. 3. Menganalisis data dengan menggunakan pendekatan Marxisme, yaitu pertentangan kelas yang terdapat dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T. 4. Mendeskripsikan hasil analisis data. 5. Menarik kesimpulan.
3.6
Penyajian Hasil
Dalam penelitian ini hasil data yang sudah terkumpul dengan menggunakan studi kepustakaan dan pencatatan disajikan dalam bentuk deskripsi. Peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian dan memaparkan gambaran kesenjangan kelas sosial dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T menggunakan perspektif Marxisme.
8
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Novel Sekuntum Nozomi 3 Novel Sekuntum Nozomi 3 yang diterbitkan pada tahun 2006 sangat sarat akan kritik sosial yang tajam namun dengan sindiran halus mengenai peristiwa sejarah pada bulan mei tahun 1998, yakni pada masa Orde Baru dan Awal Reformasi. Novel Sekuntum Nozomi 3 sejatinya bukan hanya berbicara tentang kesenjangan kelas sosial antara pribumi dan nonpribumi (Tionghoa), namun juga menggambarkan kesenjangan kelas antara para pejabat dan rakyat kecil yang di rangkum apik oleh Marga T sang pengarang. 4.2 Deskripsi Data Data yang didapatkan setelah membaca novel Sekuntum Nozomi 3 berjumlah 26 data. Data yang berjumlah 26 itu kemudian dibagi menjadi dua kategori, yaitu data-data yang berkaitan dengan kesenjangan kelas sosial antara pribumi asli dan nonpribumi dan data-data yang berkaitan dengan kesenjangan kelas sosial antara para pejabat dan rakyat kecil. 4.3 Teori Kelas (Karl Marx) 4.3.1 Kelas Atas dan Kelas Bawah Menjadi golongan kelas atas (borjuis) merupakan impian bagi kebanyakan orang karena mereka akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, terhormat dan terpandang di mata masyarakat. Akan tetapi menjadi kelas bawah (proletar) bukanlah sebuah impian karena hal itu merupakan kedudukan lemah dan memiliki nasib yang menyedihkan. Dalam novel Sekuntum Nozomi 3 kelas atas (borjuis) digambarkan sebagai pribumi asli karena dipandang lebih tinggi kedudukannya di Indonesia dibandingkan nonpribumi (Tionghoa). Sementara itu kelas bawah (proletar) digambarkan sebagai nonpribumi (Tionghoa) yang mengalami diskriminasi dan dikucilkan. Kutipan novel Sekuntum Nozomi 3 yang menggambarkan bahwa pribumi adalah kelas atas (borjuis) dan nonpribumi adalah kelas bawah (proletar) yaitu sebagai berikut. 1) “Cina-Cina itu memang mesti diajar adat. Terlalu ngelunjak. Mesti dikasi lihat siapa yang jadi tuan di negeri ini. Jangan semaunya sendiri, main ngelompok numpuk harta, ngerampokin Negara. Yang sudah kaya semakin kaya! Kita sendiri yang punya Negara masak terus-terusan miskin?” (Sekuntum Nozomi 3, 2006: 503).
9
Kalimat Mesti dikasi lihat siapa yang jadi tuan di negeri ini dari kutipan data (1) di atas sangat jelas memperlihatkan kedudukan pribumi sebagai kelas atas (borjuis) yang merasa bahwa merekalah yang memiliki kekuasaan dan sebagai tuan rumah di Indonesia. Sementara nonpribumi (proletar) digambarkan sebagai pendatang dan hanya menumpang hidup di negara mereka. 2) “Waktu itu kan KTP pri dan nonpri belon dibedain. Paling sip, menjauh.” (Sekuntum Nozomi 3, 2006: 325). 3) “Pak, saya bukan nonpri,” ujarnya lirih. Dikeluarkannya KTP dari dompet dan diserahkannya. “Ini KTP saya. Lihat, ini kan KTP pri. Nonpri kan lain” (Sekuntum Nozomi 3, 2006: 343). Kutipan kedua data di atas menggambarkan adanya diskriminasi kepada golongan nonpribumi (Tionghoa) di Indonesia, hal ini bisa terlihat dari perbedaan kode KTP mereka dengan pribumi asli. Diskriminasi atau perbedaan perlakuan yang terjadi antara pribumi asli dan nonpribumi pada akhirnya menyebabkan kesenjangan kelas sosial antara pribumi asli dan nonpribumi (Tionghoa). 4.3.2 Ideologi (Feodalisme dalam Novel Sekuntum Nozomi 3) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa feodalisme berbicara tentang tuan tanah. Jika dulu tuan tanah adalah seorang yang memiliki banyak tanah dan memperkerjakan buruh untuk mengelola tanah mereka, maka feodalisme yang dimaksud dalam novel Sekuntum Nozomi 3 adalah para pejabat mulai dari pejabat kelas rendah sampai pejabat kelas tinggi yang rakus untuk menggerogoti kekayaan sumber daya alam Indonesia. 4) “Itu namanya bodoh. Udah capek-capek korupsi sana sini, ngegerogotin kekayaan Negara, masak ditinggal begitu aja? Toh dengan kado kecil-kecilan, banyak yang mau ikut main sandiwara. Berlagak kena serangan jantung, masuk klinik, tunggu sampai pengadilan bosan, berkas dibuang, perkara hangus, orangnya bisa pulang ke rumah, pura-pura masih lemas tentunya, tetapi setahun kemudian udah jelinger lagi ke sana ke mari. (Sekuntum Nozomi 3, 2006: 286). Dari data di atas kita bisa melihat bahwa harapan rakyat kepada pemerintah untuk kesejahteraan rakyatnya adalah sebuah hal yang sia-sia. Pejabat, anggota DPR dan jajaran pemerintahan sebagai kelas atas (borjuis) seolah lupa kepada janji-janji kampanye mereka yang dulu kepada rakyat kecil (proletar) untuk mensejahterakan rakyat. DPR sebagai anggota yang harusnya mewakili aspirasi rakyat dan menyampaikan 10
aspirasi rakyat dengan lantang malah melakukan korupsi yang sangat merugikan dan hanya mementingkan dan memperkaya diri sendiri. 4.3.3 Negara Kelas Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Negara pada hakikatnya adalah negara kelas yang berarti negara secara langsung ataupun tidak langsung dikuasai oleh kelas-kelas yang menguasai bidang ekonomi. Negara Indonesia juga bisa dikatakan “Negara Kelas” karena sampai saat ini pada kenyataannya Indonesia bukanlah Negara yang mengatur kesejahteraan rakyatnya, melainkan sebagai alat bagi kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka dan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnnya bagi golongan kelas atas. Hal ini relevan dengan kutipan berikut. 5) “Kau betul. Udah aku perhatiin, Hukum buat orang kaya dan berkuasa itu lain dari hukum, huruf kecil, buat rakyat biasa. Mereka kira kita ini bodoh, gak bisa ngerti taktik para pengacara. Begitu seorang gedean mau diseret ke pengadilan, pasti, gak bisa gak, dia akan langsung kena struk serangan jantung dan harus masuk ke rumah sakit” (Sekuntum Nozomi 3, 2006: 285-286). Dari kutipan data di atas, Negara Indonesia akan tetap menjadi “Negara Sakit” karena kurangnya kepedulian pemerintah terhadap rakyatnya. Pemerintah seolah-olah mengabaikan rakyatnya dengan lebih mementingkan golongan kelas atas, sehingga apabila terjadi pencurian yang dilakukan oleh golongan kelas atas (korupsi) maka pencurian itu akan tersamarkan, dan seolah-olah ditutupi dan kalaupun terungkap dan terbukti bersalah, maka pelaku korupsi tersebut dipenjara dalam penjara mewah berkelas VIP. Dan lucunya tidak bisa dipungkiri jika terbukti bersalah pun mereka pada akhirnya berlagak struk jantung dan memiliki “Penyakit Dadakan”. Sungguh berbanding terbalik apabila pencurian itu dilakukan oleh rakyat kecil, maka mereka bukan hanya akan dipukul masa namun juga akan dipenjara dalam penjara yang kotor dengan masa hukuman yang lama. Dengan kata lain, keadilan hukum di Indonesia yang menyebut dirinya “Negara Demokratis” sepertinya harus terus dipertanyakan. Karena pada kenyataannya hukum di Indonesia hanya adil untuk golongan kelas atas dan hanya untuk keuntungan golongan kelas atas yang memiliki kekuasaan dan kedudukan tinggi. 4.3.4 Individu, Kepentingan Kelas dan Revolusi (Komunisme dalam Novel Sekuntum Nozomi 3) Komunisme mengingatkan kita pada ajarannya bahwa semua harta benda adalah milik bersama. Dalam hal ini komunisme menginginkan terbentuknya masyarakat sosialis yang adil, di mana perekonomian tidak
11
dikuasai oleh perorangan saja melainkan dikuasai oleh semua orang dengan pembagian merata. Ideologi komunisme berdasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial saja. Prinsipnya, semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Kutipan novel Sekuntum Nozomi 3 yang relevan dengan komunisme adalah sebagai berikut. 6) “Menurut artikel ini, sebenarnya kita semua termasuk nonpri. Leluhur kita semuanya datang dari seberang. Nenek moyang saya sendiri mungkin berasal dari Kamboja atau Thailand. Saya kira nenek moyang kita kebanyakan datang dari Kamboja menilik adat istiadat kita. Kain kebaya misalnya, bukanlah pakaian asli pribumi di sini, tapi berasal dari Kamboja, Thai, atau malah Yunnan di Tiongkok” (Sekuntum Nozomi 3, 2006: 505). Dari kutipan data di atas jelas menggambarkan bahwa kita sebenarnya adalah sama. Sama-sama merupakan nonpri karena leluhur dan nenek moyang kita sejatinya berasal dari Negara luar. Kita adalah sama karena sama-sama merupakan mahluk sosial ciptaan Tuhan, sehingga bukan ras, golongan, warna kulit dan kelas sosial yang membedakan kita melainkan karena akhlak dan budi pekerti. Namun pada kenyataannya, di dalam kehidupan sosial ini akan senantiasa terdapat perbedaan dan orangorang yang membedakan dirinya dengan orang lain, karena menganggap kelas sosial, ras, etnis dan golongannya lebih baik dibandingkan yang lain. 4.4 Hasil Analisis Berdasarkan penjabaran sebelumnya, maka hasil analisis yang didapatkan yaitu dalam novel Sekuntum Nozomi 3 terdapat kesenjangan kelas antara pribumi asli dan nonpribumi (Tionghoa). Gambaran kesenjangan kelas yang terjadi antara pribumi asli dan nonpribumi (Tionghoa) ditunjukkan dari adanya perlakuan diskriminasi, kekerasan, pelecehan seksual, dan pembunuhan keji yang dialami oleh nonpribumi (Tionghoa), bahkan orang yang mirip dengan nonpribumi pun mengalami diskriminasi dan pelecehan seksual. Waktu itu menjadi golongan nonpribumi adalah suatu hal yang menyedihkan karena mereka akan dikucilkan, diabaikan, dipersulit dan sedikit-sedikit dimintai uang, serta kebebasan mereka pun dipersempit. Hal ini berbeda apabila mereka adalah golongan pribumi asli, maka mereka akan mendapat perlakuan yang lebih baik dan dihormati karena dianggap memiliki kekuasaan sebagai tuan rumah di Indonesia. Selain itu, dalam novel Sekuntum Nozomi 3 juga terdapat Feodalisme. Feodalisme dalam novel Sekuntum Nozomi 3 secara jelas menunjukkan adanya kesenjangan kelas antara para pejabat sebagai golongan kelas atas (borjuis) dan rakyat kecil sebagai golongan kelas bawah (proletar). Gambaran kesenjangan kelas yang terjadi dalam novel Sekuntum Nozomi 3 yaitu para pejabat sebagai 12
golongan kelas atas (borjuis) senantiasa mengeruk keuntungan dari kekayaan Negara. Mereka melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat kecil yang merupakan kelas bawah (proletar). Para pejabat senantiasa mengabaikan tanggung jawab mereka dan bersikap semena-mena sehingga merugikan Negara dan rakyat kecil yang mempercayai mereka. Akibatnya para pejabat yang kaya menjadi semakin kaya dan rakyat yang miskin menjadi semakin miskin. Bukan hanya Feodalisme saja, dalam Novel Sekuntum Nozomi 3 ditemukan juga adanya Negara Kelas. Negara Kelas pada akhirnya menjadi pemicu terciptanya kesenjangan kelas. Gambaran kesenjangan kelas yang terjadi dalam Novel Sekuntum Nozomi 3 terlihat dari perbedaan sikap Pemerintah terhadap rakyatnya, Pemerintah lebih mementingkan golongan kelas atas, karena apabila terjadi pencurian yang dilakukan oleh golongan kelas atas (korupsi) maka pencurian itu akan tersamarkan, dan seolah-olah ditutupi dan kalaupun terungkap dan terbukti bersalah, maka pelaku pencurian (korupsi) tersebut di dipenjara dalam penjara mewah berkelas VIP. Sementara apabila pencurian itu dilakukan oleh rakyat kecil, maka mereka bukan hanya akan dipukul masa namun juga akan dipenjara dalam penjara yang kotor dengan masa hukuman yang lama. Dengan kata lain, keadilan hukum di Indonesia hanya untuk golongan kelas atas, sedangkan keadilan hukum untuk golongan kelas bawah hanya impian belaka. Terlepas dari kesenjangan kelas yang terjadi antara pribumi asli dan nonpribumi, para pejabat dan rakyat kecil, serta golongan kelas yang kaya dengan yang miskin dalam novel Sekuntum Nozomi 3 tersebut, sebenarnya kita adalah sama, sama-sama merupakan nonpri karena leluhur dan nenek moyang kita sejatinya berasal dari Negara luar. Kita adalah sama karena sama-sama merupakan mahluk sosial ciptaan Tuhan, sehingga bukan ras, golongan, warna kulit dan kelas sosial yang membedakan kita melainkan karena akhlak dan budi pekerti. Jadi, dari penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua macam kesenjangan kelas yang terjadi dalam novel Sekuntum Nozomi 3, yang pertama adalah gambaran kesenjangan kelas sosial yang terjadi antara pribumi asli dan nonpribumi (Tionghoa) yang ditunjukkan dari adanya perlakuan diskriminasi, kekerasan, pelecehan seksual, dan pembunuhan keji yang dialami oleh nonpribumi (Tionghoa), bahkan orang yang mirip dengan nonpribumi pun mengalami diskriminasi dan pelecehan seksual. Sebaliknya, apabila mereka adalah golongan pribumi asli, maka mereka akan mendapat perlakuan yang lebih baik dan dihormati karena dianggap memiliki kekuasaan sebagai tuan rumah di Indonesia. Kesenjangan yang kedua adalah kesenjangan kelas antara para pejabat sebagai golongan kelas atas (borjuis) dan rakyat kecil sebagai golongan kelas bawah (proletar). Gambaran kesenjangan kelas sosial yang terjadi yaitu para pejabat sebagai golongan kelas atas (borjuis) senantiasa mengeruk keuntungan dari kekayaan Negara dengan melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat kecil yang merupakan kelas bawah (proletar). Akibatnya para pejabat yang kaya menjadi semakin kaya dan rakyat yang miskin menjadi semakin miskin.
13
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menganalisis kesenjangan kelas sosial dalam novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua macam kesenjangan kelas yang terjadi dalam novel Sekuntum Nozomi 3, yang pertama adalah gambaran kesenjangan kelas sosial antara pribumi asli dan nonpribumi (Tionghoa) yang ditunjukkan dari adanya perlakuan diskriminasi, kekerasan, pelecehan seksual, dan pembunuhan keji yang dialami oleh nonpribumi (Tionghoa), bahkan orang yang mirip dengan nonpribumi pun mengalami diskriminasi dan pelecehan seksual. Sebaliknya, apabila mereka adalah golongan pribumi asli, maka mereka akan lebih dihormati karena dianggap memiliki kekuasaan sebagai tuan rumah di Indonesia. Kesenjangan yang kedua adalah antara para pejabat dan rakyat kecil. Para pejabat sebagai golongan kelas atas (borjuis) senantiasa mengeruk keuntungan dari kekayaan Negara dengan melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat kecil yang merupakan kelas bawah (proletar). Akibatnya para pejabat yang kaya menjadi semakin kaya dan rakyat yang miskin menjadi semakin miskin. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Analisis Kesenjangan Kelas Sosial dalam Novel Sekuntum Nozomi 3 karya Marga T Perspektif Marxisme” maka disarankan: a. Hasil penelitian ini hendaknya bisa dijadikan sebuah pembelajaran agar kita menyadari posisi diri sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. b. Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan pedoman untuk menjalani dan menyingkapi segala permasalahan kehidupan sosial,, sehingga tercipta kesadaran bahwa kita adalah sama di mata Tuhan, yakni sesama manusia yang merupakan mahluk sosial terlepas dari perbedaan yang ada seperti kelas sosial, ras, etnis, dan golongan. c. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya dengan objek yang sama, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan disarankan dapat dikembangkan lebih lanjut.
14
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Cetakan XV). Jakarta: Rineka Cipta. Badriati. 2014. Kajian Sosiologi Sastra Marxis Syair Lagu Iwan Fals dalam Album “Salam Reformasi” dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi. Mataram : Universitas Mataram. Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung. Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Depdikbud. _______. 2003. Sosiologi Sastra. Semarang: Magister Ilmu Susastra Undip. Duverger, Maurice. 1996. Sosiologi Politik (Cetakan V). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra (Cetakan II). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Haryanto, Sindung. 2012. Spektrum Teori Sosial. Yogyakarta : Ar-ruzz Media. Johnson, Doyle Paul. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Kosasih, E. dan Hermawan, Wawan. 2012. Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan Karya Ilmiah dan Jurnal. Bandung: CV. Thursina. Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, Dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu Magnis-Suseno, Franz. 2001. Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Pradopo, Rachmat Djoko. 2008. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya (Cetakan V). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kurta. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra (Cetakan II). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _____. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (Cetakan IX). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini (Cetakan III ). Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: PT. Gramedia. Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Cetakan VI) . Bandung: CV. Alfabeta. T, Marga. 2006. Sekuntum Nozomi Buku Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wirawan, I.B. 2013. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Cetakan II). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.