Analisis Kecepatan Maju Traktor dan Putaran Pisau Pemotong Pada Pengeprasan Tebu Ratoon Analysis on Forward Speed of Tractor and The Spin of Cutter Knife on Ratoon Sugarcane Stubble Shaver Syafriandi*1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh *Penulis Korespondensi:
[email protected]
1)
Abstract Cultivating ratoon sugarcane by using a stubble shaver conducted on sugarcane cultivation could save the cost of production. A good cultivation could be done by cutting the rest of the plant to the ground. The tool that commonly used was a hoe and a stubble shaver. Revitalization program that included the production of mechanical tools, in addition to providing lucrative benefits in the production business, on the other hand also had weaknesses in some aspects. To improve the quality and efficiency of the tool functions required the development and improvement tools. For example, the development and improvement efforts on tools sugarcane stubble shaver. Therefore, it still needed to conduct research on sugarcane stubble shaver machines to improve productivity especially in the cultivation of ratoon sugarcane stubble by improving the quality of results that would not break the ratoon sugarcane. The purpose of this study was to analyze the forward speed of the tractor and the blade rotation speed of ratoon sugarcane. Keywords: ratoon sugarcane, stubble shaver, forward speed, and blade rotation speed.
I. PENDAHULUAN Proses pemanenan atau penebangan tebu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memungut hasil melalui pemotongan batang tebu pada bagian pangkal 10-20 cm dari permukaan guludan. Penebangan umumnya dilakukan secara manual menggunakan alat potong berupa golok atau sabit. Daun-daun yang kering dan klaras yang terdapat pada batang tebu dibersihkan terlebih dahulu. Selanjutnya pucuk batang tersebut dipotong, kemudian batang tebu yang telah dibersihkan ditumpuk pada satu barisan. Pengusahaan tebu dengan cara keprasan dilakukan pada pertanaman tebu karena dapat menghemat biaya produksi. Keprasan yang baik dilakukan dengan memotong sisa tanaman rata dengan tanah. Alat yang dipakai umumnya adalah cangkul dengan memakai tenaga kerja orang dan mesin stubble shaver. Masalah yang timbul berkaitan dengan pengeprasan secara manual adalah ketersediaan tenaga kerja baik dari aspek kuantitas maupun kualitasnya. Sutjahjo dan Kuntohartono (1994) mengemukakan bahwa tenaga kerja yang tersedia untuk mengelola lahan tebu hanya tinggal sepertiga dari jumlah tenaga kerja pada masa sebelum tahun 1975. Hal lain yang perlu dipikirkan dalam kaitannya dengan pengeprasan manual adalah masalah kualitas hasil keprasan Untuk menyelesaikan pekerjaan pengeprasan dengan manual atau cangkul diperlukan 10 – 14 orang per hektar. Tujuan dari proses kepras ini adalah untuk menghasilkan tanaman tebu yang mempunyai perakaran yang dalam, sehingga tanaman tidak akan mudah roboh setelah dewasa. Tanaman kepras ini mempunyai hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman yang pertama. Hal ini berakibat tanaman tebu hanya bisa dikepras beberapa kali saja, biasanya hanya sampai tiga kali. Dimana faktor proses budidaya dan lingkungan sangat berpengaruh dalam penentuan berapa kali tanaman ini bisa di kepras. Rona Teknik Pertanian Vol. 5 No. 2 Oktober 2012
Tebu keprasan merupakan tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan ini, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara, 1988). Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Hal ini untuk mempermudah dalam pengerjaan dan supaya alat yang digunakan bisa lebih tahan lama. Sebelum mengepras, untuk tanah yang terlalu kering sebaiknya dialiri air terlebih dahulu agar bekas tanaman tebu yang akan dikepras tidak mudah terbongkar (Sutardjo 1996). II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pertunasan Tebu Umumnya tebu berkembang biak secara vegetatif, yakni dengan cara pertunasan. Pertumbuhan dimulai dari perkembangan akar pada bagian pita akar (root band) yang terdapat pada potongan batang atau bibit tebu (original cuting) yang telah ditanam. Selanjutnya, tunas pertama (primary shoot) yang diikuti dengan tunas kedua (secondary shoot) tumbuh dari mata tunas (eye or bud) yang terdapat pada bibit tebu tersebut, sedangkan akarakar tunas berkembang pada bagian pita akar yang terdapat pada tunas pertama dan tunas kedua (Gambar 1). Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran bibit tebu, sehingga pertunasan tebu bergantung pada sistem perakaran dari bibit tersebut selama 3-6 minggu atau sampai seberapa lama akar-akar baru pada tunas dapat mencukupi kebutuhan air, oksigen, dan nutrisi yang diperlukan (Humbert 1968).
373
Gambar 1. Tunas tebu yang tumbuh dari mata tunas bibit tebu dan akar tunas baru berkembang dari pita akar (Humbert 1968). Pangkal dari batang tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah (ground level) memiliki ruas batang yang semakin pendek dan meruncing dengan cepat (Gambar 2). Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama (primary stalk) tumbuh menjadi batang kedua (secondary stalk) dan mata tunas pada pangkal batang kedua berkembang menjadi batang ketiga (tertiary stalk). Pertumbuhan tersebut berlangsung secara berurutan, terus-menerus, dan memiliki posisi selang-seling sesuai dengan posisi mata tunas pada pangkal batang tebu. Batang tebu yang masih tersisa di bawah permukaan tanah setelah penebangan dapat tumbuh kembali sebagai tebu keprasan. Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru dari tebu keprasan tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran tebu sebelumya. Setelah tunas-tunas
secara mekanik sepanjang garis yang diinginkan dengan menggunakan alat pemotong (Persson 1987). Dalam beberapa kasus, pemotongan mempunyai istilah lain bergantung dengan alat apa dan bagaimana pemotongan itu dilakukan. Istilah tersebut antara lain mencacah (chopping), memangkas (mowing), menggergaji (sawing), membelah (aplitting), mengiris (slicing), dan sebagainya. Ketajaman pisau merupakan salah satu faktor penting dalam pemotongan material. Ketajaman memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan, semakin tajam pisau yang digunakan maka gaya pemotongan yang diperlukan juga semakin rendah. Begitu juga dengan sudut mata pisau, pisau yang memiliki sudut mata pisau kecil membutuhkan gaya pemotongan spesifik maksimum yang relatif rendah.
Gambar 2. Urutan pertumbuhan batang tebu dari potongan tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah (Humbert 1968). tersebut tumbuh menjadi batang tebu yang memiliki sistem perakaran sendiri, maka fungsi akar lama diambil alih oleh sistem perakaran tebu yang baru. Akar-akar lama tersebut kemudian berubah warnanya menjadi gelap (kehitam-hitaman) dan tidak efektif lagi dalam melakukan suplai makanan, sehingga akar-akar tersebut akhirnya mati dan terurai dalam tanah.
Torsi pemotongan merupakan hasil antara gaya yang diperlukan oleh mata pisau untuk melakukan pemotongan dan jari-jari putaran mata pisau. Selanjutnya, parameter torsi pemotongan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya gaya dan daya pemotongan (Lisyanto 2007). Untuk poros yang berputar, besarnya daya (P) dipengaruhi oleh torsi (T) yang menyebabkan putaran dan kecepatan putaran : 2.2 Daya dan Kecepatan Pemotongan Pisau Pemotongan adalah proses pembagian benda solid P= T x ω …………………………………………..(1) 374
Rona Teknik Pertanian Vol. 5 No. 2 Oktober 2012
Dimana , P = daya (Watt), T= Torsi (Nm), ω = Kecepatan sudut (rad/s) = (2πN/60) N = Kecepatan putaran pisau (rpm) Berge (1951) mengungkapkan bahwa energi pemotongan meningkat secara linier pada selang kecepatan potong pisau antara 20 dan 50 m/s. Pada kisaran kecepatan potong yang rendah, peningkatan kecepatan potong pisau tidak memiliki efek yang signifikan terhadap peningkatan energi pemotongan. Chancellor (1957) diacu dalam Persson (1987) mengungkapkan bahwa peningkatan kecepatan potong pada mower dengan kisaran kecepatan antara 1.75 dan 5.2 m/s hanya memiliki efek yang relatif kecil terhadap peningkatan energi pemotongan untuk pemotongan batang timothy berkadar air 54%. Penelitian yang dilakukan oleh Blevins dan Hansen (1956) juga mengungkapkan bahwa kecepatan potong pisau yang relatif rendah hampir tidak memiliki efek terhadap energi pemotongan untuk alat pemanen pakan ternak (forage harvester).
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2011 di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (TMB) Fateta IPB.
tersedia pada piringan. Jumlah mata pisau, kecepatan maju mesin dan kecepatan putar pisau pemotong dirancang dengan dasar pitch pemotongannya kecil agar tidak memecahkan tunggul tebu. Kecepatan putar pisau diupayakan tinggi untuk mendapatkan pitch pemotongan yang kecil dan disesuaikan dengan kecepatan putar poros PTO. Untuk analisis pisau pemotong telah dibuat skema mekanisme pemotongan seperti pada Gambar 3. Mata pisau dipasang pada plat piringan pemegang, di mana jarijari mata pisau R=f(n,Ro,γ,θ), n adalah kecepatan putar pisau (rpm), Ro adalah diameter luar pisau (m)= AC, Ri=BC, R adalah jari-jari kelengkungan mata pisau arah radial (m) dan γ adalah sudut kemiringan piringan. Pergerakkan posisi mata pisau (x,y,z) dianalisis dengan persamaan berikut :
x v.t Ri sin(nt / 30).cos y Ri(1 cos(nt / 30).sin y Ri sin(nt / 30)
…………………(2) .…………...…….(3)
…….………………………(4)
3.2 Analisis Rancangan Untuk memenuhi fungsinya maka mesin pengepras dirancang untuk dapat memotong tunggul tebu dan digandengkan ke tiga titik gandeng traktor serta diputar oleh tenaga putar poros PTO. Pemotongan tunggul dirancang menggunakan pisau pemotong tipe rotari. Analisis yang dilakukan pada rancangan pisau pemotong adalah sebagai berikut. Jumlah mata pisau diupayakan cukup banyak tetapi disesuaikan dengan tempat pegangan mata pisau yang
Gambar 3. Sketsa pisau pemotong.dan mekanisme pemotongan tunggul tebu (Radite et al 2010). Rona Teknik Pertanian Vol. 5 No. 2 Oktober 2012
375
Perhitungan Feed (Pitch) Feed (pitch) pemotongan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kecepatan maju pemotongan (V), kecepataan putaran pisau (n), dan jumlah pisau pada piringan pemotong (k). Direncanakan jumlah pisau 8 buah. Secara matematis feed (f) dapat dituliskan dengan persamaan (5).
f
0.5 m/s, nilai pitch yang diperoleh sebesar 0.0075 m atau 7.5 mm. Nilai pitch yang tertinggi inilah yang dijadikan acuan untuk pembuatan jenis pisau 1 (tanpa penambahan pitch) dan jenis pisau 2 (dengan penambahan pitch) untuk mengepras tebu kepras tebu.
60v kn
(5) Di mana f = feed pemotongan (m), v = kecepatan maju mesin (m/s), k = jumlah pisau 8 buah dan n = kecepatan putaran pisau ( rpm). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi Putaran Pisau Pensimulasian gerakan atau mekanisme pemotongan tebu dilakukan dengan menggunakan MS Office Excel, di mana input yang digunakan adalah kecepatan putar pisau (rpm), kecepatan maju (m/s), jumlah pisau, dan sudut pemotongan tebu. Putaran pisau yang digunakan adalah 500 rpm, kecepatan maju pisau 0.5 m/s, jumlah pisau 8, dan sudut pemotongan tebu 45 o. Skema putaran pisau dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Putaran pisau tanpa kecepatan dan dengan kecepatan Pada saat pemotongan tebu maka dibutuhkan kecepatan maju untuk memotong batang tebu. Maka dengan adanya kecepatan yang diberikan, persamaan untuk X akan berubah seiring dengan kecepatan maju dari pemotongan tersebut selama t sekon. Dalam pengujian alat, pemotongan dilakukan dengan kemiringan 45 o (β). Sehingga terdapat koordinat baru yakni Z yang akan mempengaruhi nilai dari koordinat X. Berdasarkan skema pada Gambar 5, maka dapat diketahui nilai X, Y dan Z, untuk menentukan pitch yang akan dipergunakan sebagai acuan untuk pembuatan pisau kepras. Sumbu Y memiliki nilai tetap karena tidak ada penambahan jarak dan begitu juga pada sumbu Z, sehingga hanya nilai pada sumbu X yang diperhitungkan. Tabel hasil perhitungan Pitch dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan Software MS Office Excel pada kecepatan putar pisau 500 rpm, jumlah pisau 8, dan kecepatan maju 376
Gambar 5. Putaran pisau dengan sudut pemotongan
Tabel 1. Kecepatan Maju Traktor, Putaran Pisau dan Pitch Kecepatan Maju Traktor (m/s)
Kecepatan Putaran Pisau (rpm)
Pitch (mm)
0.3
500
4.5
0.3
850
2.6
0.5 0.5
500 850
7.5 4.4
Berdasarkan hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan Software MS Office Excel pada kecepatan putar pisau 500 rpm, jumlah pisau 8, dan kecepatan maju 0.5 m/s, nilai pitch yang diperoleh sebesar 0.0075 m atau 7.5 mm. Nilai pitch yang tertinggi inilah yang dijadikan acuan untuk pembuatan jenis pisau 1 (tanpa penambahan pitch) dan jenis pisau 2 (dengan penambahan pitch) untuk mengepras tebu kepras tebu.
Gambar 6. Daya yang dihasilkan dari kecepatan maju 0.3 dan 0.5 m/s
Rona Teknik Pertanian Vol. 5 No. 2 Oktober 2012
4.2 Pengaruh Kecepatan maju Terhadap Daya Pemo tongan Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa perbedaan daya untuk pemotongan tebu tidak terlalu signifikan pada perlakuan pisau 1 dengan putaran pisau 500 rpm dimana pada kecepatan maju 0.3 m/s sebesar 3.41 Hp dan kecepatan maju 0.5 m/s sebesar 3.77 Hp dan juga pada perlakuan jenis pisau 2 dengan putaran 850 rpm dimana pada kecepatan maju 0.3 m/s sebesar 3.49 Hp dan kecepatan maju 0.5 m/s sebesar 3.37 Hp. Chancellor (1957) diacu dalam Persson (1987) mengungkapkan bahwa peningkatan kecepatan potong pada mower dengan kisaran kecepatan antara 1.75 dan 5.2 m/s hanya memiliki efek yang relatif kecil terhadap peningkatan energi pemotongan.
Gambar 7. Daya yang dihasilkan dari kecepatan puta ran pisau 500 dan 850 rpm Pada Gambar 7 menunjukkan daya pemotongan yang dibutuhkan pada masing-masing perlakuan dengan kecepatan putaran pisau 850 rpm lebih besar dibandingkan pada kecepatan putaran 500 rpm. Hal ini disebabkan kebutuhan daya untuk memutar mata pisau pada kecepatan 850 rpm lebih besar karena ada faktor perkalian kecepatan putaran. 4.3 Pengaruh Kecepatan Maju terhadap Tunggul Pecah Hasil pemotongan pada kecepatan maju 0.5 m/s umumnya lebih besar dibandingkan pada kecepatan maju 0.3 m/s. Hal ini disebabkan pada pemotongan dengan kecepatan maju 0.3 m/s menghasilkan pitch pemotongan yang kecil sehingga proses pemotongan batang tebu berjalan perlahan seperti proses penggergajian sehingga batang sedikit yang pecah. Hasil pemotongan tunggul pecah yang menunjukkan berbanding terbalik hanya pada perlakuan jenis pisau 1 dengan kecepatan putaran pisau 500 rpm yaitu pada kecepatan maju 0.3 m/s sebesar 33.33 % dan pada kecepatan maju 0.5 m/s sebesar 20.00 %.
Rona Teknik Pertanian Vol. 5 No. 2 Oktober 2012
Gambar 8. Hasil pemotongan tunggul pecah pada kece patan maju 0.3 dan 0.5 m/s
4.4 Pengaruh Kecepatan Putaran Pisau terhadap Tunggul Pecah Gambar 9 menunjukkan pada kecepatan putaran pisau 500 rpm menghasilkan tunggul yang pecah lebih besar dibandingkan pada kecepatan putaran 850 rpm terutama pada jenis pisau 1 dengan kecepatan maju 0.3 m/s dan perlakuan pisau 2 dengan kecepatan maju 0.5 m/ s. Kecepatan putaran pisau 500 rpm menghasilkan pitch pemotongan yang besar sehingga tunggul tebu lebih banyak yang pecah. Pemotongan dengan jenis pisau 1 dan kecepatan maju 0.5 m/s dengan putaran pisau yang berbeda menghasilkan tunggul yang pecah sama besar yaitu 20.00%, juga pada perlakuan jenis pisau 2 dengan kecepatan maju 0.3 m/s sebesar 10.00%. Hasil tunggul yang pecah diperlihatkan pada Gambar 10a, dimana tunggul tebu yang pecah pada bagian tengah batang tebu dan ini identik bahwa batang tebu tersebut terbelah yang kemudian terseret oleh majunya pisau. Sedangkan pada Gambar 10b memperlihatkan tunggul tebu yang pecah hanya pada bagian tepi dan ini mirip dengan pemotongan material yang getas pada saat penggergajian hampir selesai.
Gambar 9. Hasil pemotongan tunggul pecah pada kece patan putaran pisau 500 dan 850 rpm
377
a. Pemotongan tidak teratur
b. Pemotongan teratur
Gambar 10. Tunggul tebu hasil pemotongan
V. KESIMPULAN Hasil simulasi pada kecepatan putar pisau 500 rpm, jumlah pisau 8, dan kecepatan maju 0.5 m/s, nilai pitch yang diperoleh sebesar 0.0075 m atau 7.5 mm. Besarnya pitch pemotongan menyebabkan tunggul yang pecah semakin besar. Jika tunggul hasil pemotongan banyak yang pecah maka akan menghasilkan pertumbuhan tunas yang memiliki kualitas yang rendah, dan akhirnya mempengaruhi produktivitas tanaman tebu.
DAFTAR PUSTAKA
Humbert RP. 1968. The Growing of Sugar Cane. Amsterdam: Elsevier Publishing Company Koswara, E. 1989. Pengaruh Kedalaman Kepras Terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, 23-25 November 1989. P3GI. hlm 332-344. Lisyanto, 2007. Evaluasi Parameter Desain Bajak Piring yang Diputar Untuk Pengeprasan Tebu Lahan Kering [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Persson, S. 1987. Mechanics of Cutting Plant Material. Michigan: American Society of Agricultural Engineers. Sutardjo E, 1996. Budidaya Tanaman Tebu, Bumi Aksara, Jakarta Sutjahyo GI dan Kuntohartono T. 1994. Penyusutan dan peningkatan kualitas tenaga kerja di kebun tebu. Majalah Gula Indonesia 2: 14-16.
378
Rona Teknik Pertanian Vol. 5 No. 2 Oktober 2012