ANALISIS GRADIEN TERMAL PADA DAERAH FUSI PENGELASAN GTAW BAJA TAHAN KARAT AISI 316 MELALUI SIMULASI PANAS TRANSIEN MENGGUNAKAN ANSYS APDL 14 Sari Octaviani, Nofrijon Sofyan Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI,
Depok, Indonesia 16424 Email:
[email protected]
Abstrak Metode yang paling sering digunakan untuk menggabungkan struktur logam adalah pengelasan fusi seperti Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). Metode ini sebagian besar telah dikembangkan melalui percobaan, yakni trial and error. Di era modern, banyak penelitian yang dilakukan tidak hanya melalui eksperimen nyata, tetapi juga dibantu oleh komputer untuk mendapatkan manfaat yang lebih. Tujuan dari penelitian ini adalah meresepkan sebuah metode sederhana untuk memasukkan sumber panas bergerak ke dalam suatu model elemen hingga. Dalam hal ini, sumber panas harus bergerak sepanjang garis lurus dalam sebuah model 3D yang dilakukan menggunakan software ANSYS APDL 14. Diharapkan, penelitian ini akan dapat memfasilitasi simulasi pengelasan geometri sederhana pada baja tahan karat AISI 316, terutama untuk menganalisis fenomena panas transien dan memahami gradien termal yang mempengaruhi zona fusi pada pengelasan GTAW. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ada dua, yakni temperatur dan kecepatan gerak sumber panas. Temperatur yang diambil sebagai patokan adalah 6.000oC (6.273 K) dan 19.000oC (19.273 K), sementara kecepatan sumber panas adalah sebesar 5 mm/s dan 9 mm/s. Hasil simulasi yang didapat kemudian divalidasi dengan hasil eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil akhir memperlihatkan bahwa sumber panas dapat berjalan dengan mode transien serta memiliki geometri zona fusi yang cukup konsisten dengan eksperimen riil. Penyederhanaan pemodelan pengelasan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membuat simulasi lebih umum digunakan laboratorium dan industri.
Thermal Gradient Analysis at the Fusion Zone of GTAW-Welded AISI 316 Stainless Steel through Heat Transient Simulation by Using ANSYS APDL 14 Abstract The most frequent used method for joining metal structures is fusion welding like Gas Tungsten Arc Welding (GTAW). This method has largely been developed experimentally, i.e. trial and error. In the modern era, many engineering researches are done not only by real experiments, but also aided by a computer program to gain more benefits. The objective of this research is to prescribe a simple method for introducing a moving heat source into a finite element model. In this research, the heat source should be able to move along a straight line on a 3D model developed in ANSYS APDL 14 software. It is expected that this research would facilitate the simulation of welding for simple geometry on GTAW-welded AISI 316 stainless steel, specifically to analyze the heat transient phenomenon and understand the thermal gradient that affects the fusion zone. In this work, two variables were used; i.e. temperature and velocity of the heat source. Given temperatures were 6.000oC (6,273 K) and 19.000oC (19.273 K), whereas the velocity of the heat sources were at 5 mm/s and 9 mm/s. The simulation results were then validated with experimental results conducted previously. The final result showed that the heat source can be run within a transient mode and also have fusion zone geometry, which was quite consistent with the real experiment. This simplification of welding modelling is expected could contribute to make the simulation more commonly used in laboratories and industries. Keywords: AISI 316 Stainless Steel; ANSYS APDL 14; Fusion Zone; Gas Tungsten Arc Welding; Thermal Gradient Analysis
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
PENDAHULUAN Pengelasan telah dilakukan selama bertahun-tahun sebagai bagian besar proses manufaktur pada berbagai macam industri di seluruh dunia. Kegunaan dari proses pengelasan antara lain untuk menyambungkan pipa minyak atau gas yang pendek menjadi satu sistem yang sangat panjang, menyambungkan komponen-komponen mesin yang tidak dapat dijadikan satu dalam sekali pengecoran, mereparasi komponen yang patah, dsb. Sayangnya, proses pengelasan juga mengakibatkan beberapa masalah yang memerlukan identifikasi yang lebih akurat untuk kemudian bisa ditekan seminimal mungkin. Secara alamiah, proses pengelasan adalah prosedur transien yang rumit yang terjadi pada struktur 3 dimensi [1]. Pada tahun 1980-an, penelitian eksak, yang bukan lagi semacam trial and error, untuk mengetahui berbagai macam parameter pengelasan masih menggunakan eksperimen di laboratorium dengan berbagai macam material dan alat uji yang sangat banyak seperti yang dilakukan oleh Tsai dari Masacchusets Institute of Technology yang melakukan penelitian awal untuk menentukan distribusi panas dan geometri kampuh las pada pengelasan busur [2]. Pada era itu, simulasi numerik masih sangat terbatas. Namun, dengan bertambah baiknya performa komputer di dunia, maka perkembangan simulasi untuk bidang enjiniring pun berkembang pesat. Simulasi pengelasan sangat membutuhkan kemampuan komputer yang tinggi karena mengandung perubahan transien, dimana logam dengan waktu kurang dari satu detik meningkat suhunya dari temperatur ruang menjadi fasa cair, kemudian berubah lagi menjadi fasa solid dengan kecenderungan mengalami banyak cacat dan deformasi, sementara kondisi pengelasan untuk 1 proses perakitan dapat terjadi pada jangka waktu cukup lama hingga beberapa jam [3]. Kemudian di periode tahun 2000an, penggunaan komputer sudah mampu mencapai hal-hal yang lebih signifikan daripada perhitungan manual seperti yang dilakukan oleh Ehlen dari RWTH Aachen untuk menganalisis mekanisme konveksi saat solidifikasi yang sangat kompleks yang terjadi pada kolam las dan juga proses cor [4]. Secara umum, tujuan dari simulasi pengelasan adalah untuk menetapkan metode dan model yang dapat digunkan untuk kontrol dan disain proses pengelasan untuk mendapatkan performa yang baik dari komponen yang dilas. Hal-hal yang mampu dicakup oleh simulasi las ini antara lain untuk memodelkan panas yang timbul dan fenomena-fenomena yang terjadi pada kolam las serta efek-efek yang menyertai proses las seperti tegangan termal dan deformasi plastis. Secara lebih luas, simulasi bisa juga dilanjutkan ke proses perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa pada sambungan las [5].
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Jenis simulasi untuk pengelasan terdiri dari 2 fase, yakni analisis aliran panas transien (sementara) dan analisis struktur quasistatis plastis. Namun, dalam penelitian ini hanya dilakukan simulasi analisis aliran panas transien saja untuk mengetahui gradien termal di sekitar daerah leburan (FZ - fusion zone) dan daerah yang terpengaruh panas (HAZ - heat affected zone) sehingga terlihat pengaruh dari beberapa parameter las terhadap geometri kampuh/kolam las yang dihasilkan. Simulasi dilakukan menggunakan software ANSYS APDL (Ansys Parametric Design Language) versi 14, untuk kemudian divalidasi menggunakan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Widhiasata [5]. Tentunya, untuk mengetahui seberapa jauh dan luas daerah yang terkena efek lasan secara eksperimental akan cukup rumit karena harus menyediakan mikroskop, termometer inframerah selama pengelasan atau menyediakan thermocouple untuk mengukur panas yang timbul [6]. Oleh karena itu, melakukan simulasi dengan bantuan software akan lebih memudahkan untuk memprediksi daerah-daerah yang menjadi daerah fusi serta daerah yang terpengaruh panas sehingga kontrol terhadap sifat mekanis dan ketahanan korosinya akan lebih efektif dan efisien [7]. Transfer Panas saat Pengelasan Untuk menentukan bidang panas selama proses pengelasan, dua analisis yang berbeda diperlukan, yaitu konduksi panas dan termal analisis. Faktor yang paling signifikan mempengaruhi kedua analisis ini adalah tingkat masukan panas, kecepatan bergerak dari sumber panas dan ketebalan bahan dasar. Sumber panas pada proses pengelasan berasal dari panas elektroda yang ada dimana sumber panas ini secara matematis dapat dihitung dengan persamaan empiris [20]:
Q = ηUI ….(2.1)
Dimana :
Q : net heat input / effective termal power ( watt ) η : Koefisien effisiensi ( - ) U : Tegangan Busur ( volt ) I
: Arus listrik ( Amp )
Tidak semua energi panas yang terbentuk dari perubahan energi listrik diserap 100 % oleh logam lasan, akan tetapi hanya sebagian besar saja. Karena itu energi busur las selanjutnya dapat ditulis sebagai berikut [20] :
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
H net =
f1 .E.I v
….(2.2)
Dimana : H net
= Energi input bersih. ( J/mm )
E
= Tegangan (V).
I
= Arus (A).
f1
= Efisiensi pemindahan panas. ( - )
v
= Kecepatan pengelasan ( mm/s )
Pengukuran masukan panas selama proses pengelasan memang merupakan pekerjaan yang sangat kompleks, terutama karena las busur menghasilkan sumber panas yang tidak seragam. Untuk mengatasi masalah ini, berbagai pendekatan analitik dan numerik telah diusulkan. Model yang diusulkan oleh Pavelic [21] paling populer untuk input panas umum adalah model ellipsoid ganda, karena bagi banyak busur lasan, bentuk ellipsoid ganda bisa dijadikan pendekatan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi rapat daya Gaussian di dalam ellipsoid ganda bergerak sepanjang jalur las tehitung akurat dan efisien untuk pengelasan yang paling realistis dengan bentuk yang sederhana. Karena model ini mencerminkan kedalaman dan bentuk lasan, telah terbukti menjadi lebih realistis dan fleksibel dalam aplikasi dari model sebelumnya. Meski demikian, model kerapatan daya harus menghasilkan bentuk kolam las yang benar. Sayangnya, ketika bentuk kolam lasan lebih rumit daripada bentuk ellipsoid ganda, akan sangat sulit untuk menemukan fungsi distribusi kerapatan daya yang secara akurat dapat menghitung bidang suhu transien [21]. Persamaan standar dari ellipsoid berpusat pada titik asal dari sistem koordinat Cartesian yang selaras dengan sumbu-sumbunya adalah [24]: ….(2.3)
Kembali ke distribusi panas ganda elipsoid, untuk menentukan panas yang terdeposisi menurut pemodelan tersebut, akan dilihat dua fraksi analisis termal ff (front quadrant – kuadran depan) dan fr (rear quadrant – kuadran belakang) [21]. Berdasarkan pengalaman, kalkulasi untuk model sumber panas berbentuk elipsoid menunjukkan bahwa gradien temperatur di
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
depan sumber panas tidak securam yang dibayangkan, dan gradien yang lebih halus pada tepi jejak kolam leburan lebih curam dari pengukuran eksperimental. Untuk menyelesaikan batasan ini, 2 sumber elipsoid dikombinasikan seperti diberikan pada Gambar 2.6 di bawah [25]:
Gambar 2.6 Konfigurasi Sumber Panas Elipsoid Ganda Bersamaan dengan Fungsi Distribusi Daya Sepanjang Sumbu ξ [25] Setengah bagian di depan adalah kuadran dari sumber elipsoid yang satu, sedangkan setengah di belakangnya adalah kuadran daari elipsoid lainnya. Pada model ini, fraksi ff fan fr dari panas yang terdeposisi pada kuadran depan dan belakang dibutuhkan, dimana ff + fr = 2 [21]. Distribusi rapat daya di dalam kuadran depan menjadi [21]: ….(2.4)
Serupa dengan sebelumnya, distribusi rapat daya pada kuadran belakang di dalam elipsoid menjadi : ….(2.5)
Pada persamaan di atas, parameter a, b, c bisa memiliki nilai yang berbeda pada kuadran depan dan belakang karena mereka independen satu sama lain. Tentunya apabila diinginkan untuk mengelas logam yang tidak sejenis bisa dibutuhkan 4 oktan, masing-masing dengan nilai a, b, dan c yang independen. Sedangkan simbol ! menunjukkkan lag factor yang mendefinisikan posisi awal dari sumber panas saat t=0 [21].
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Distribusi rapat daya elipsoid ganda berlaku untuk pengelasan busur dengan rasio kedalaman/lebar (depth/width - d/w) yang kecil, tidak bisa mewakili laser welding dengan daerah penetrasi yang sangat dalam yg menjadikan rasio d/w menjadi sangat besar. Setiap benda di dunia ini mengalirkan panas terus menerus dari yang bersuhu panas ke yang bersuhu lebih dingin. Perpindahan panas ini bisa melalui konduksi, konveksi, dan radiasi. Jika diilustrasikan secara sederhana, maka perpindahan panas tersebut bisa digambarkan seperti gambar di bawah. Anggaplah air sebagai panas, sumur sebagai sumber panas, manusia sebagai medium, dan bangunan gudang sebagai tujuan. Pada radiasi, panas mengalir tanpa media, yakni secara langsung ditransfer dari asal panas ke tujuannya. Pada konduksi, media merambatkan panas dari asal ke tujuan tanpa menggerakkan medianya. Sedangkan pada konveksi, media akan ikut bergerak dari asal ke tujuan bersamaan dengan panas yang dibawa olehnya [27]. Pada proses pengelasan juga terjadi ketiga macam transfer panas tersebut. Namun, untuk mendapatkan data sifat radiasi busur las yang thermal-dependent dan konveksi dari lapisan tipis material yang juga thermal-dependent sangat sulit, maka kedua faktor tersebut diabaikan. Pada penelitian ini hanya akan dilakukan studi mengenai konduksi panas yang terjadi dari perambatan busur las yang telah mengenai material menuju ke kuadran fungsi distribusi panasnya. Perilaku fundamental dari konduksi panas adalah flux, Q” (W/m2), energi mengalir dari area yang panas ke area yang lebih dingin, secara linier bergantung pada gradien temperatur ∇T [28]: ….(2.6)
! " = −! ∇ !
Dimana k adalah konduktivitas termal material dan ∇ =
! !"
,
! !"
,
! !"
Perlu dicatat bahwa tanda minus diperlukan untuk membuat Q "positif, karena panas selalu ditransfer ke arah suhu yang menurun. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur bahan didefinisikan oleh panas spesifik C atau entalpi H. Konservasi energi dinyatakan dan volume terdistribusi dengan istilah panas-sumber Q"'(W/m3) dan diberikan sebagai dalam bentuk diferensial, mencakup hal-hal yang berkaitan dengan panas spesifik, fluks termal, dan volume terdistribusi dengan istilah sumber panas Q"'(W/m3) dan diberikan sebagai berikut : ! !"
!(!)
!" !"
+
! !"
!(!)
!" !"
+
! !"
!(!)
!" !"
= ! ! !
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
!" !"
− !
….(2.7)
dimana t menjadi parameter waktu dan ! adalah densitas dari material [13]. Untuk menyelesaikan persamaan diferensial di atas, batasan, dan kondisi awal harus diterangkan secara spesifik. Kondisi batas bisa merupakan sesuatu yang absolut (sebagai temperatur yang telah ditentukan) atau natural (sebagai fluks termal yang telah ditetapkan) dan juga menjadi fungsi dari waktu. Aplikasi Metode Elemen Hingga Pada ANSYS APDL Pada prinsipnya penerapan Metode Elemen Hingga terdiri dari langkah-langkah berikut [33]: 1. Diskritisasi domain Pada tahap ini kita tentukan jenis elemen yang akan kita gunakan. Untuk problem 2Dimensi, elemen 2-Dimensi yang umum digunakan adalah elemen triangular (tiga sisi) atau quadrilateral (empat sisi). Elemen-elemen ini bisa berupa elemen linear atau nonlinear. Untuk problem 3-Dimensi, elemen 3-Dimensi yang umum digunakan adalah elemen tetrahedral (empat muka) [34]. Salah satu keunggulan MEH adalah elemen-elemen yang berbeda ukuran dapat digunakan. Elemen-elemen berukuran dapat digunakan. Elemen-elemen berukuran kecil dapat digunakan pada daerah dengan gradasi nilai yang besar. Pada ANSYS, tipe elemen yang digunakan untuk pengelasan adalah SOLID70 karena memiliki kemampuan konduksi termal 3-D. Secara detail dapat dilihat dalam Gambar 2.10 [29]. Unsur ini memiliki delapan nodal dengan tingkat kebebasan tunggal, yakni temperatur, di setiap nodal. Unsur ini berlaku untuk 3-D, steady state atau analisis termal transien. Unsur ini juga dapat mengkompensasi aliran massa transportasi panas dari medan dengan kecepatan konstan. Jika model yang mengandung unsur padat melakukan juga harus dianalisis secara struktural, elemen harus diganti oleh elemen struktur setara (seperti SOLID185) [34]. 2. Penentuan bentuk fungsi aproksimasi Pada tahap ini bentuk dari fungsi interpolasi ditentukan. Fungsi yang umum digunakan adalah fungsi polinomial. Tingkat dari polinomial ini ditentukan oleh jumlah nodal pada setiap elemen dan syarat kontinuitas yang diperlukan pada batas elemen. 3. Fungsi interpolasi yang telah ditentukan pada tahap 2 kemudian disubstitusikan kembali pada persamaan-persamaan diferensial dan diproses guna mendapatkan sistem
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
persamaan linear atau sistem matriks yang merupakan properti dari elemen terkait. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan persamaan linear tersebut, antara lain [35] : ü Pendekatan Langsung : Pendekatan ini digunakan untuk masalah yang cukup sederhana, biasanya dipaparkan sebagai sarana menjelaskan analisis elemen hingga dan langkah-langkah pentingnya. ü Residu Berbobot : Pendekatan ini digunakan secara lebih luas karena mengijinkan aplikasi untuk masalah analisis elemen hingga yang fungsionalnya tidak bisa dikonstruksi. Pendekatan ini menggunakan persamaan diferensial yang mengaturnya secara langsung, seperti yang dibutuhkan untuk masalah transfer panas dan mekanika fluida. ü Pendekatan variasional : Pendekatan ini berdasar pada kalkulus variasi yang mengandung ekstremisasi sebuah fungsi. Fungsi ini bersesuaian dengan energi potensial pada mekanika struktural. 4. Pembentukan sistem persamaan linear Matriks-matriks elemen yang terbentuk kemudian digabung menjadi matriks global. Ukuran matriks elemen adalah jumlah nodal perelemen dikalikan jumlah degree of freedom (dof) setiap nodal. Jadi untuk elemen segitiga dengan 3 nodal dan 1 dof, ukuran dari matriks elemennya adalah 3x3. Seandainya setiap nodal memiliki 2 dof maka ukuran matriks elemennya adalah 6 x 6. 5. Pemecahan sistem persamaan linear Sistem global yang terbentuk pada tahap 4 dapat berupa sistem persamaan linear atau persamaan non-linear. Jika sistem yang terbentuk berupa sistem persamaan linear teknik-teknik umum untuk memecahkan sistem dapat kita gunakan. 6. Post Process hasil Setelah solusi didapat pada tahap 5, hasil dapat ditampilkan berupa grafik kontur atau plot. Jika ada parameter lain yang bergantung pada hasil maka parameter ini dihitung setelah hasil diperoleh. METODOLOGI PENELITIAN Variasi Penelitian
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Merujuk pada tujuan dari penelitian ini, terdapat beberapa acuan dalam melakukan simulasi pengelasan dengan software ANSYS ini. 1.
Simulasi dilakukan dengan memasukkan data karakteristik material baja yang terekspos busur las GTAW dengan variabel kecepatan las sebesar 5mm/sekon dan 9 mm/sekon.
2.
Beban temperatur yang digunakan adalah 6273 K [19] dan 19273 K [16].
Peralatan 1. 1 unit ASUS Intel Pentium B980 @2,40 GHz RAM 2 GB 2.
OS Windows 7 Ultimate
3.
ANSYS APDL 14 terlisensi milik Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan Pada studi kali ini dilakukan pemodelan sederhana untuk melihat seberapa dalam dan lebar pengaruh masukan panas pada sebuah material solid berbentuk plat tipis yang didefinisikan memiliki sifat seperti baja tahan karat AISI 316. Hal ini sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Widhiasta [5] Pendiskritan dilakukan untuk geometri plat berukuran 20 mm x 40 mm x 5 mm dengan ukuran mesh 2,5 mm x 2,5 mm x 2,5 mm sehingga menjadi seperti diberikan dalam Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Model Mesh Benda Kerja
Kondisi 4 sampel yang disimulasi v 1 (5 mm/s)
v 2 ( 9 mm/s)
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
T 1 (6273 K)
sampel A
sampel B
T 2 (19273 K)
sampel C
sampel D
Hasil Pembebanan Sampel A Pada Sampel A, kondisi yang diberlakukan adalah kecepatan pengelasan 5 mm/s dengan temperatur busur 5 mm/s searah dengan sumbu x positif. Gambar pergerakan sumber panas dibagi menjadi 3 frame dengan hasil seperti pada Gambar 4.4, 4.5, dan 4.6 berikut.
Gambar 4.4 Bagian Atas Sampel A Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada substep 1
Gambar 4.5 Bagian Atas Sampel A Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 5
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Gambar 4.6 Bagian Atas Sampel A Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung Pada Substep 9
4.2.2. Hasil Pembebanan Sampel B Sampel B mengalami pembebanan termal dengan suhu 6273 K sama seperti sampel A, tetapi pengelasan dilakukan dengan kecepatan 9 mm/s. Hasil yang diperoleh masih sama konsisten distribusinya seperti sebelumnya.
Gambar 4.14 Bagian Atas Sampel B Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung Pada Substep 1
Gambar 4.15 Bagian Atas Sampel B Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung Pada Substep 5
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Gambar 4.16 Bagian Atas Sampel B Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung Pada Substep 9
Hasil Pembebanan Sampel C Pada sampel C, kondisi yang diberikan adalah temperatur busur sebesar 19.273 K dan kecepatan pengelasan 9 mm/s. Hasil yang didapat seperti diperlihatkan pada Gambar 4.23, 4.24, dan 4.25 berikut ini:
Gambar 4.23 Bagian Atas Sampel C Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 1
Gambar 4.24 Bagian Atas Sampel C Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 5
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Gambar 4.25 Bagian Atas Sampel C Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 9
Hasil Pembebanan Sampel D Kondisi yang diberlakukan untuk sampel D adalah temperatur busur las sebesar 19273 K dengan kecepatan bergerak 9mm/s. Hasil yang didapatkan seperti pada Gambar 4.32, 4.33, dan 4.34 berikut:
Gambar 4.32 Bagian Atas Sampel D Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 1
Gambar 4.33 Bagian Atas Sampel D Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 5
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Gambar 4.34 Bagian Atas Sampel D Yang Terkena Pergerakan Busur Las secara Langsung pada Substep 9
Analisis Konsistensi Simulasi dengan Eksperimen Pada hasil eksperimen riil, bentuk kolam yang terlihat menyerupai potongan elips. Kedalaman dan lebar kolam las semakin bertambah seiring dengan bertambahnya arus karena panas proses dihasilkan dari busur yang terbentuk antara elektroda dengan logam induk. Jadi, semakin banyak arus yang mengalir akan semakin banyak pula busur yang terbentuk dan menghasilkan panas untuk meleburkan logam. Kecepatan pengelasan juga berpengaruh pada hasil akhir geometri. Semakin lambat sumber panas bergerak, akan semakin banyak panas yang terdeposisi. Keempat material menunjukkan kekonsistenan simulasi terhadap hasil yang didapatkan secara eksperimental seperti pada skema di gambar 4.41. Semakin tinggi temperatur las, semakin dalam penetrasi dan semakin lebar kolam las yang dihasilkan. Selanjutnya, semakin rendah kecepatan busur las, semakin banyak panas yang dapat disebarkan ke benda kerja sehingga penetrasi juga semakin dalam dan lebar kampuhnya juga semakin besar. Geometri kolam las yang dihasilkan di eksperimen memang tidak bisa dinilai secara langsung apakah sama dengan simulasi karena masukan panas di ANSYS yang diberikan juga hanya merupakan asumsi. Namun, dari asumsi ini memiliki kedekatan rasio kedalaman / lebar antara simulasi dan eksperimen.
Gambar 4.41 Skema Perbandingan Geometri Kampuh Las Antara Eksperimen Riil dan Simulasi
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Untuk meningkatkan konsistensi antara eksperimen dan simulasi, pemodelan geometri sumber panas yang lebih akurat harus dilakukan. Berdasarkan literatur, semakin tajam elektroda akan berpengaruh pada semakin besarnya diameter busur [20]. Dengan demikian, jika busur memiliki radius tertentu, maka memang benar distribusi w (width) akan lebih besar daripada d (depth) seperti yang dihasilkan pada eksperimen. Sedangkan pada simulasi, panas yang masuk hanya dimodelkan berupa titik pada nodal-nodal yang dilewati sehingga rasio lebar kolam las terhadap kedalaman menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya. Pengetahuan akan besarnya radius busur untuk masukan pada software memang dibutuhkan untuk menambah keakuratan simulasi, tetapi pastinya merupakan pekerjaan yang sulit untuk mengukurnya saat eksperimen riil berlangsung. Untuk peningkatan keakuratan geometri kolam, jumlah nodal bisa dibuat semakin rapat dan panambahan jumlah proses iterasi software agar perhitungannya lebih baik, tetapi hal ini juga harus diiringi dengan digunakannya performa komputer dengan RAM yang lebih tinggi sekitar empat sampai delapan kali lipat yang digunakan sekarang. Selain itu, data perubahan sifat material pada suhu-suhu yang lebih tinggi juga harus disediakan karena akan berpengaruh pada kalkulasi yang dilakukan oleh software. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Simulasi panas transien menggunakan ANSYS APDL 14 yang telah dilakukan untuk mengetahui gradien termal pada daerah fusi pengelasan GTAW baja tahan karat AISI 316 ini memperlihatkan hasil sebagai berikut: 1. Sumber panas dalam simulasi dengan software ANSYS APDL 14 telah dapat berjalan dengan mode transien seperti proses pengelasan sebenarnya di atas sebuah sampel material sederhana. Hasilnya memperlihatkan bahwa kecepatan bergeraknya sumber panas sangat berpengaruh terhadap masukan panas pada material, dalam hal ini semakin lambat sumber panas yang bergerak, maka akan semakin banyak panas yang akan terdeposisi di dalam material. Di samping itu, semakin tinggi temperatur yang diberikan juga mengakibatkan semakin banyak panas yang masuk ke dalam material dan semakin luas pula distribusinya ke seluruh kuadran fungsi distribusi panas material. 2. Dari keempat sampel baja tahan karat AISI 316 yang telah disimulasikan, urutan yang memiliki geometri daerah fusi (kolam las) dari yang terkecil ke yang terbesar adalah
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
Sampel B < Sampel A < Sampel D < Sampel C dengan persebaran panas yang memperlihatkan mode distribusi elipsoid ganda gaussian. 3. Hasil simulasi dengan ANSYS APDL 14 memiliki kekonsistenan yang cukup baik bila dibandingkan dengan yang didapat dari eksperimental secara umum. Saran Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian serupa, atau bagi yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini, maka disarankan untuk: 1. Memberikan input kondisi pengelasan yang lebih lengkap terutama berkaitan dengan sifat material pada temperatur yang lebih tinggi, diameter busur, dan temperatur proses. 2. Hasil simulasi akan meningkat akurasinya apabila kehalusan mesh atau diskritisasi elemen ditingkatkan yang tentu saja harus diimbangi dengan menggunakan komputer dengan performa yang lebih baik agar simulasi dapat berjalan dengan sempurna, terutama untuk memangkas waktu pemrograman dan meningkatkan efisiensi proses.
REFERENSI
[1]
C. Simion, C. Manu, S. Baset, J. Millard. Distortions Generated by Welding Process Using ANSYS-FEA. Atomic Energy of Canada Limited 2007;1.
[2]
N.Tsai. Heat Distribution and Weld Bead Geometry in Arc Welding. PhD Dissertation Massachussets Intitute of Techology 1983;25.
[3]
Lundback. Modelling of Weld Path for Use in Simulations. Division Of Computer Aided Design LTU 2000;5.
[4]
G. Ehlen. Transient Numerical Simulation of Complex Convection Effects During Solidification in Welding and Casting Process. Doctorate Dissertation RWTH Aachen 2004;4-6.
[5]
P. Widhiasta. Studi Pengaruh Kondisi Pengelasan terhadap Geometri Las dan Struktur Mikro Baja Tahan Karat Austenitik AISI 304/AISI 316. Skripsi Metalurgi FTUI 1996; 3; 48.
[6]
L. A. Lindgren. Computational Welding Mechanics : Thermomechanical and Microstructural Simulations. Woodhead Publishing In Materials. 2007;10.
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
[7]
K. Kumar, S. Chattopadhyaya. Investigation of The Temperature Distribution Chareacter to TIG Process. International Journal of Advanced Engineering Research and Studies 2012.
[8]
T. Nelson. Reliable FE-Modeling with ANSYS. CADFEM GmbH, Munich, Germany 2007;1-3.
[9]
Welding
http://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Welding.html
(diunduh pada tanggal 1 Juni 2013 pukul 10.00) [10] F.C. Campbell (ed). Joining : Understanding the Basics. ASM International 2011; 5. [11] X.K. Zhu, Y.J. Chao. Effects of temperature-dependent material properties on welding simulation.
Department of Mechanical Engineering, University of South Carolina,
Columbia, 2002;1. [12] S. Kou. Welding Metallurgy. John Wiley and Sons, Inc 1987; 6-7. [13] Connor, L.P. Welding Handbook. American Welding Society 1987;10. [14] V. Pavlyk. Modelling and Direct Numerical Simulation of dendritic structures under solidification conditions during fusion welding. Doctorate Dissertation RWTH Aachen 2004;14. [15] H. B. Cary, S. C. Helzer. Modern Welding Technology. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, 1979: 74-80. [16] TIG Handbook. Miller Electric Mfg Co. 2007;3. [17] M. Francoeur. Gas Tungsten Arc Welding. Robotic Industries Association, 2005;9-10. [18] D. Farson, R. Richardson, X. Li, Infrared Measurement of Base Metal Temperature in GTAW, American welding Society, November 2002; 2. [19] Jeffus, F. Larry. Welding Principles and Applications. Clifton Park, NY: Thomson Delmar Learning, 2002; 48. [20] Heat Flow in Welding. Suranaree Institute of technology 2007;22. [21] J.A. Goldak, M. Akhleghi. Computational Welding Mechanics. Springer 2005; 23;32-35; 93-95. [22] Ellipsoid Volume http://www.onlineconversion.com/object_volume_ellipsoid.htm (diunduh pada tanggal 1 Juli 2013 pukul 16.00) [23] Ellipsoids http://www.technologyuk.net/mathematics/geometry/ellipsoids.shtml (diunduh pada tanggal 1 Juli 2013 pukul 16.00) [24] Ellipsoids http://demonstrations.wolfram.com/Ellipsoid/ (diunduh pada tanggal 1 Juli 2013 pukul 16.00)
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013
[25] A. Lundback, Finite Element Modelling And Simulation of Welding of Aerospace Components 2003;10. [26] J.H. Liendhart. A Heat Transfer Textbook. Massachussets Institute Of Thecnology, Phlogiston press 2006; 3;11. [27] N.S. Shanmugam et al. A transient finite element simulation of the temperature and bead profiles of T joint laser welds. J Mater Design 2010;2. [28] A. Rahmat. Simulasi Pengelasan Baja Kekuatan Tinggi. Institut Teknologi Sepuluh November 2010; 11-12. [29] Ueda Y. and Murakawa H. Applications of computer and numerical analysis techniques in welding research, JWRI, Vol. 13, No. 2, 1984; 165-174. [30] X.D. Gao. Detection of weld position and seam tracking based on Kalman filtering of weld pool images. Journal of Manufacturing Systems Volume 24, Issue 1, 2005; 1–12. [31] E.A. Wan, R. van der Merwe. The Unscented Kalman Filter for Nonlinear Estimation. Oregon Graduate Institute of Science & Technology 2009;5-6. [32] Josefson B.L., Residual stresses and cracking susceptibility in butt-welded stainless steel pipes, 4" Int. Conf. On Numerical Methods in Thermal Problems, 1985;1152. [33] P.B. Kosasih. Teori dan Aplikasi Metode Elemen Hingga. Penerbit ANDI 2012; 7-10. [34] ANSYS APDL 14 Manual Help. [35] E. Madenci. The Finite Element Method and Applications in Engineering Using ANSYS. Springer;12-13. [36] A. Capricolli, P. Frosi. Multipurpose ANSYS Procedure for Welding Process Simulation. Fusion Eng. Des. 2009;2.
Analisis Gradien..., Sari Octaviani, FT UI, 2013