ANALISIS FATWA MUI TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (STUDI KASUS TERHADAP LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : YENI ULFIYENI NIM. 062311015
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
ii
iii
MOTTO
“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa 29)
iv
PERSEMBAHAN Penulis persembahkan skripsi ini untuk Orang-orang yang penulis cintai yang selalu hadir mengiringi hari-hari penulis Dalam menghadapi perjuangan hidup yang penuh cucuran keringat dan air mata Penulis persembahkan bagi mereka yang tetap setia mendukung & mendoakan penulis Di setiap ruang & waktu dalam kehidupan penulis khususnya buat: 1. Ayah dan Ibunda tercinta (Bpk H Selamet Sodikin & Ibu Hj Rusmini) “Yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun material dan selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada ananda dalam segala hal. Dan juga adik-adik penulis (Rouf, Rofik,de’ nu’) Semoga Allah SWT selalu melindungi mereka”. Kalian semua sumber inspirasi penulis. 2. Yth. Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag. dan Johan Arifin, S.Ag. MM. “Yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis. mendukung dan mendoakan penulis. Kesabaran dan ketabahannya menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam perjuangan hidupku. Semoga Allah SWT senantiasa memberinya kekuatan”. 3. Keluarga besar PP. Al-Ma’rufiyah (KH. Abas Masruhin beserta keluarga) “Yang telah memberikan banyak ilmu dan nasihat, semoga bermanfaat Amin”. 4. Keluarga besar BKC (Bandung Karate Club)&KMB (Keluarga Besar Banyumas) ” Yang telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis”.
v
5. Sahabat-sahabat MUA & MUB (2006) “Yang telah memberi senyuman & menghibur penulis” 6. Sahabat- sahabat penulis di PP. Al-Ma’rufiyah ( Ainun, Tsalis, Nia, Azah, Indra, Ati, Aini, Tutut, Ilif, Nina, Ruroh, Eka, Rina, Dian, Hani, Yati, Nur, Anis, Fitri, Ibah, Kartini, Rida, Uswatun, Mihla, Ana, Faizah, Ela, Lia, Yanti & kang-kang pondok el-ma’ruf) “Yang senantiasa memberiku dukungan & doa, memberi senyum saat ku sedih, membangunkanku saat ku terjatuh dan memotivasi disaat ku rapuh, thanks atas doa dan dukungan kalian semua baik moril maupun materiil. Kalian semua telah memberi warna baru dalam hidupku thanks for All”. 7. Kepada Semua pihak & teman-teman penulis “Yang telah menyumbangkan ide, saran, dan kritik bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini”
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 23 Juni 2011 Deklarator,
Yeni Ulfiyeni
vii
ABSTRAK Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan publik. Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), Indonesia pada tahun 2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan Intelektual, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu “surga” peredaran barang-barang bajakan dan ilegal. MUI sebagai salah satu lembaga keagamaan Islam di Negara Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang perlindungan terhadap hak kekayaan Intelektual, yang berisikan tentang beberapa pertimbangan, dasar hukum, serta mafsadat yang ditimbulkan. Berangkat dari masalah diatas ada beberapa permasalahan yang dirumuskan untuk mengetahui latar belakang adanya Fatwa MUI tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bagaimana ketentuan fatwa MUI terhadap pelanggaran HKI dan Bagaimana pelaksanaan Fatwa MUI dalam praktek foto copy buku berhak cipta.Sedangkan data-data diperoleh melalui dokumentasi, observasi dan wawancara yang selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu data berupa kata-kata lisan atau dari orangorang dan perilaku mereka yang dapat diamati. Pandangan Hukum Islam mengenai diberikannya perlindungan terhadap hak cipta merupakan sebuah penghargaan atas jerih payahnya serta pengorbanan selama proses penemuan karya Intelektualnya dan karya tersebut dapat dimasukkan dalam golongan harta kekayaan, yakni kekayaan Intelektual. Berkaitan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang Hak Cipta, maka MUI memandang Hak Cipta sebagai salah satu Huquq Maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana mal (harta) demi ketentuan hukum yang dikeluarkan MUI dalam Hak Cipta. Hak cipta termasuk hak milik (milkiyah) dalam hukum Islam dapat diperoleh dari berbagi cara, diantaranya yaitu ihraz al-mubahat (penguasaan harta bebas), yakni cara kepemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasi atau dimiliki oleh pihak lain Sehingga harta kekayaan yang telah menjadi miliknya wajib untuk dilindungi baik oleh hukum formal maupun hukum Islam sebagai hak milik individu. Dari hasil penelitian dalam praktek pelayanan foto copy buku berhak cipta “tidak melanggar” aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh MUI, kegiatan mengcopy hanyalah untuk mempermudah masyarakat khususnya pelajar yang membutuhkan buku-buku untuk kepentingan pendidikannya, Sedangkan yang dilarang oleh MUI, adalah sengaja menjual buku-buku hasil copyan (membuat) tanpa meminta izin dari para penciptanya.
viii
KATA PENGANTAR Bismillah ar Rahman ar Rahim Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang telah memberikan karunianya yang tiada terhitung. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan selalu atas Rasullullah SAW, para kelurga, para sahabat, dan pengikutnya. Dengan semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta , khususnya pelanggaran terhadap karya tulis yang sering kali dijumpai, maka penulis tertarik untuk menagkat Skripsi yang berjudul : Analisis Fatwa MUI Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Studi Kasus Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta) Skripsi ini disusun untuk mengetahui fatwa MUI, tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan bagaimana dalam prakteknya, selain itu skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata (S1) pada Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Penulis sadar bahwa tanpa dukungan pihak-pihak terkait, usaha penulis tidak akan berarti. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarnya kepada: 1. Yth. Dr. Imam Yahya, M.Ag. sebagai Dekan Fakultas Syari’ah atas segala kebijakan teknis di tingkat fakultas. 2. Yth. Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag. dan Johan Arifin, S.Ag. MM selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis.
ix
3. Yth. Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah banyak membekali ilmu kepada penulis 4. Yth. Kajur dan Sekjur Muamalah. Serta segenap pegawai Fakultas Syari’ah yang telah banyak membantu penulis. 5. Bapak H. Slamet.S dan Ibu Hj. Rusmini yang tercinta atas segala kasih sayang, do’a, pengorbanan dan kesabarannya. 6. Kakak Lukman yang selalu memberikan motifasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat-sahabat semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan, dan semangatnya. 8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama penulisan skripsi ini. Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya untaian terima kasih dan Semoga menjadi amal yang baik (shaleh) dan mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Karena itu penulis berharap saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca. Semarang, 23 Juni 2011 Penulis Yeni Ulfiyeni
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v HALAMAN DEKLARASI ............................................................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................................... . x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6 D. Telaah Pustaka .......................................................................................... 7 E. Metode Penelitian ..................................................................................... 8 F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB II HAK MILIK DAN HAK CIPTA DALAM HUKUM ISLAM A. Hak Milik Dalam Hukum Islam........................................................ ..14 1. Pengertian hak milik……………………………………….. . 14 2. Sebab- sebab kepemilikan………………………………….. 21 3. Macam-macam kepemilikan………………………………. . 25 B. Hak Cipta Dalam Hukum Islam .......................................................... 30 1. Pengertian hak cipta……………………………………….. . 30 2. Kedudukan hak cipta dalam hukum Islam………………… . 37
xi
BAB III PENGARUH
FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
TENTANGPERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) A. Gambaran Singkat Profil Lembaga MUI ……….................................40 B. Pengertian Fatwa ………......................................................................48 C. Kekuatan Fatwa ………........................................................................50 D. Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)…………………………………………..52 E. Pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta ………………………………………………….. 60
BAB
IV
ANALISIS
FATWA
MUI
NO.
1/MUNAS
VII/MUI/15/2005
TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) TERHADAP LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA DISEKITAR NGALIYAN A. Analisis Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual…66 B. Analisis Pengaruh Fatwa MUI No. 1 MUNAS V11/MUI/15/2005 terhadap Pelaksanaan layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta……...70
BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ....................................................................................... 80 A. Saran .................................................................................................. 81 B. Penutup .............................................................................................. .82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum Islam dan syari’at Islam mengatur semua aspek kehidupan, etika, dan sosial, dan meliputi perkara-perkara pidana maupun perdata. Syari’at bersifat komprehensif, mencakup seluruh aktifitas manusia, menentukan hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. 1 Hubungan dengan sesama manusia adalah dengan bermuamalah, salah satu diantara ajaran Islam kepada umatnya dalam bermua’amalah ialah tentang hak milik. Islam mengakui hak milik pribadi dan menjadikan dasar bangunan ekonomi. Itu akan terwujud apabila ia berjalan pada porosnya dan tidak keluar dari batasan Allah, diantaranya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal yang disyari’atkan dan mengembangkannya dengan jalan yang halal yang disyariatkan pula.2 Karena itulah hak tersebut wajib dilindungi, salah satu hak yang wajib dilindungi yaitu hak cipta, yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Hak Cipta adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
1
Mavyn Lewis dan Latifa Algaound, Parbankan Syariah Prinsip Praktek Prospek, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001, hlm. 36. 2 Yusuf Qordhawi, Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami, Zainal Arifin “Norma Dan Etika Ekonomi Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1,1997, hlm. 86.
1
2
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Hak cipta yang orisinil dan bermanfaat digolongkan sebagai harta yang sangat berharga. Indonesia dikenal sebagai salah satu 'surga' peredaran barang-barang bajakan dan ilegal. Segala barang bajakan dan tiruan dapat ditemukan dengan mudah di negeri ini. dibanyak pusat perniagaan aneka produk bajakan alias palsu seperti: barang elektronik, buku, kaset musik, film, software, hingga obat sekalipun dijual bebas. Tak heran, jika Indonesia pada 2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Potensi kerugian dari praktik tersebut sangatlah besar. Untuk produk software (perangkat lunak) saja, berdasarkan data International Data Corporation (IDC), potensi penghasilan yang raib mencapai 544 juta dolar AS per tahun. Sebetulnya, langkah penertiban dan penindakan kerap dilakukan. Nyatanya, praktik pembajakan masih tetap saja dilakukan. 4 Padahal secara yuridis, Indonesia cukup produktif dalam membuat perangkat undang-undang khususnya Tentang Hak Kekayaan Intelektual, diantaranya UU hak cipta (UUHC) No.6 tahun 1982 mengatur tentang Hak Cipta. Saat ini pengaturan tentang hak cipta dapat kita temukan dalam Undang-Undang yakni : UU No.19 tahun 2002 mengatur tentang Hak Cipta, UU No.29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No.30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No.31 tahun 2000 tentang Desain 3 4
Undang-Undang HAKI, Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2003, hlm. 4. Hak Cipta Dalam Pandangan Islam, Republika: Edisi Jum’at, 16 oktober 2009.
3
Industri, UU No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No.14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No.15 tahun 2001 tentang Merek.5 Adanya beberapa ketentuan dari perundang-undangan di atas dinyatakan bahwa Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap hak Kekayaan Intelektual khususnya dibidang Hak Cipta. Dibentuknya beberapa undang-undang tersebut sebagai hukum yang berlaku di Indonesia dan untuk melindungi hak cipta. Namun Dalam enam bulan, yakni selama Januari-Juni 2009, sebanyak 146 kasus telah disidik polisi,"
Sementara itu, terhadap
pelanggaran hak cipta yang menggunakan sarana optical disk, telah ditindak sebanyak 128 kasus, dengan 138 tersangka dan barang bukti sebanyak 385.659 keping CD, termasuk 47.126 keping CD porno. Dari 128 kasus itu, sebanyak 21 kasus sudah P-21, sedangkan sebanyak 107 kasus masih dalam proses.6 Atas keprihatinan terhadap perlindungan hak cipta, maka aparat dan masyarakat harus memiliki kesadaran bersama dari mulai penegak hukum sampai pada pelaku ekonomi atau masyarakat bawah terhadap pentingnya perlindungan terhadap hak cipta. Salah satu dari mereka adalah lembaga para ulama yang ada di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia. Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang terdiri dari berbagai ulama dan cendikiawan muslim, lewat ketua komisi fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin, secara resmi mengumumkan fatwa tentang haramnya produk-produk bajakan. Hal ini 5
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung; Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 223. 6 www.republika.com, edisi Selasa, 15 Desember 2009.
4
termaktub dalam fatwa MUI Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H. 29 Juli 2005 M. Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Dalam hal ini melihat penduduk Indonesia adalah mayoritas beragama Islam, maka dengan jelas dikatakan bahwa umat Islam wajib mengambil sesuatu itu dari yang halal, bukan dari hasil memalsu. Seperti disebutkan dalam firman Alloh SWT, dalam surat An-Nisa ayat 29
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.7
7
84.
Depag RI, AL-qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. PENERBIT J-ART, 2005, hlm.
5
Serta dalam hadis Nabi yang berkaitan dengan harta kekayaan
“ Rasulullah SAW menyampaikan khutbah kepada kami, sabdanya: ketahuilah tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…”(HR.Ahmad) Inti dalil diatas dijelaskan bahwa larangan memakan harta orang lain secara bathil ( tanpa hak ) dan larangan merugikan hak orang lain. Dalam kaidah fiqh juga disebutkan bahwa, bahaya (kerugian) harus dihilangkan الضرر يزال, serta sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah haram كل ما يتو لد من ا لحرم فهو حرا م.8 Sampai disini perlindungan terhadap hak cipta sama pentingnya dengan perlindungan ekonomi, terutama dalam bidang perdagangan. Kasuskasus terkait dengan pelanggaran hak cipta dan merek melalui sarana internet dan media komunikasi lainnya adalah contoh yang marak terjadi saat ini.9 Disamping memberikan manfaat, tingginya pengguna teknologi informasi justru telah memberi akibat berupa ancaman terhadap eksitensi karya cipta dan hasil temuan yang ditemukan oleh para penemu hak kekayaan intelektual. Karya-karya intelektual berupa program komputer dan objek-objek hak cipta yang ada di media internet dengan sangat mudah dilanggar, dimodifikaskan dan digandakan. Selain itu objek HKI lainnya, seperti merek juga menjadi
8
Moh. Adib Bisri, Terjemahan Al-Faraidul Bahiyah, Menara Kudus : Kudus, 1988, hlm.
21. 9
Ahmad M Ramli, Cyber Law & Hak Dalam System Hukum Indonesia, Bandung ; PT. Refika Aditama, 2004, hlm. 4.
6
objek pelanggaran terus-menerus diinternet, hal yang terakhir ini bahkan seringkali berkembang menjadi perbuatan persaingan tidak sehat. 10 Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam bentuk skripsi mengenai Bagaimana pandangan Fatwa MUI terhadap layanan foto copy buku berhak cipta. Serta Untuk mengetahui ketentuan hukum Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap pelanggaran hak cipta.
B. RUMUSAN MASALAH Dari pemaparan latar belakang diatas, penulis mengemukakan beberapa permasalahan yang memerlukan pembahasan yang mendalam. Adapun permasalahan yang penulis angkat adalah: 1. Bagaimana latar belakang lahirnya
Fatwa MUI No. 1/MUNAS
VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ? 2. Bagaimana pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penulisan ini diharapkan penulis mampu mengkaji dan memberi jawaban secara jelas dari kedua permasalahan diatas, yaitu: 1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
10
Ibid, hlm. 6.
7
2. Untuk mengetahui pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta ?
D. TELAAH PUSTAKA Terdapat beberapa buku dan karya ilmiah yang membahas tentang hak cipta, maka dalam telaah pustaka ini, penulis menelaah beberapa buku dan literatur yang membahas masalah hak kekayaan intelektual. Antara lain: Skripsi yang ditulis oleh Agus Supriyanto seorang mahasiswa fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Pemilik Rahasia Dagang Dalam UU No. 30 tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa hak pemilik rahasia dagang dapat dimasukan dalam golongan harta kekayaan, yakni kekayaan intelektual. Sehingga harta kekayaan yang telah menjadi miliknya wajib untuk dilindungi baik oleh hukum formal maupun hukum Islam sebagai hak milik individu. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Zaki seorang mahasiswa fakultas syariah IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Tindak Pidana Hak Cipta Program Komputer Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Analisis Pasal 72 ayat 3 UU No. 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta)” Dia mengatakan bahwa masalah HAKI khususnya hak cipta program komputer ini masuk kedalam jarimah ta’zir yang dimana dalam jarimah ta’zir ini masuk pada ketentuan yang dibuat oleh ulil amri yang telah menetapkan dalam perundangundangan.
8
Buku
yang
ditulis
oleh
Teungku
Muhammad
Hasbi
Ash
Shiddieqy,”Pengantar Fiqh Mu’amalah”, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001. Dalam buku ini dijelaskan mengenai hak serta milik dalam lingkup hukum Islam. dan Gufron A Mashadi dalam ”Fiqh Mu’amalah Kontekstual”, juga mengungkapkan mengenai milkiyah (kepemilikan dalam hukum Islam). Beliau menjelaskan bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau milkiyah atau tamalluk, yaitu ihzarut mubahat. Apabila dia telah menguasai dengan maksud memiliki, menjadilah miliknya. “Norma dan Etika Ekonomi Islam” adalah buku karya Dr. Yusuf Qardawi membahas larangan memperdagangkan barang-barang haram serta norma dan akhlak dalam perekonomian dan Muamalat Islam”. Buku CST Kansil yang berjudul “Hak Milik Intelektual Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta” menjelaskan tentang hak kekayaan intelektual serta tinjauan terhadap UU hak cipta Indonesia dari mulai pendaftaran hak cipta, penyelesaian permasalahan hak cipta dan perlindungan hak cipta.
E. METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data yang akurat mengenai permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang relevan dengan judul diatas: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah lapangan (field research) dengan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
9
deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk
membuat
deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.11 Sedangkan penelitian kualitatif adalah bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata lisan atau dari orang-orang dan perilaku mereka yang diamati.12 Dalam penelitian ini yang diteliti adalah pelaksanaan pelayanan foto copy buku berhak cipta, sedangkan data-data diperoleh dari para pekerja foto copyan. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada objek sebagai sumber informasi yang dicari.13 Adapun sumber data primernya adalah hasil wawancara dan observasi tentang pelaksanaan fatwa MUI No. MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terhadap praktek pelayanan foto copy buku berhak cipta. b. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh dari subjek penelitinya. Peneliti menggunakan data ini sebagai data pendukung yang berhubungan dengan penelitian. Data ini peneliti ambil dari undang-undang, artikel dan sumber lain yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.
11 12
Moh. Nasir, Metode Penelitain, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999, hlm. 63. Lexy J Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 2000,
hlm. 3. 13
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2000. hlm. 39.
10
3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dapat digunakan untuk membahas masalah yang terdapat dalam penelitaian ini yaitu berupa: a. Interview Interview atau wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu.14 Sedangkan jenis pedoman interview yang akan digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman interview tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara yang hanya memuat garis-garis besar pertanyaan yang akan diajukan.15 Disini penulis melakukan wawancara dengan para pemilik dan pegawai foto copy serta pengurus MUI JATENG, untuk memperoleh data yang penulis perlukan dalam penelitian ini. b. Observasi Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk
kemudian
pengumpulan
dilakukan
data
partisipatif,17dimana
pencatatan.16
dilakukan penulis
tidak
dengan terlibat
Kaitannya
dengan
observasi
non-
langsung
dalam
pengkopyan buku berhak cipta, tetapi pengumpulan data dilakukan secara sepintas pada saat kegiatan pengamatan.
14
Lexy J Moloeng, op .cit, hlm. 148. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineke Cipta, cet. Ke-11, 1997, hlm. 231. 16 P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Meltron Putra, 1991, hlm. 63. 17 Ibid. hlm. 66. 15
11
c. Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan sebagainya. 18 Dalam hal ini bahan-bahan yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari para pegawai yang diperlukan untuk melengakapi data penelitian ini, serta Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. 4. Metode Analisis Data Untuk keperluan analisis data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu data berupa kata-kata lisan atau dari orang-orang dan perilaku mereka yang dapat diamati. 19 Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik atau faktor-faktor tertentu.20 Proses analisis data deskriptif kualitatif melalui analisis terhadap data riil yang diperoleh dari lapangan dan belum diolah, yaitu dengan membuat batasan data yang diolah (berdasarkan data yang diperoleh) dan menyajikan pada Bab III, kemudian disimpulkan berdasarkan data-data yang diperoleh dan telah diolah dan analisis terhadap data-data pada Bab III, yaitu diawali dengan membuat kategori-kategori yang berkaitan dengan permasalahan pelaksanaan fatwa MUI terhadap kasus layanan foto
18
Suharsimi Arikunto, op. cit, cet. Ke-12, 2002, hlm. 206. Lexy J Moloeng, op. cit. hlm. 3. 20 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 35. 19
12
copy buku berrhak cipta, kemudian membuat kesimpulan akhir berdasarkan data-data yang telah diperoleh dan telah diolah.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memudahkan dan mengetahui dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Pada bagian ini akan dibahas tentang hak milik dan hak cipta dalam hukum Islam yang didalamnya akan dibahas tentang pengertian, sebabsebab, serta macam-macam kepemilikan dalam hukum Islam. BAB III : Merupakan pembahasan tentang Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Didalam nya dibahas mengenai profil lembaga MUI, pengertian fatwa, pelaksanaan fatwa tentang HKI dalam kasus layanan foto copy buku berhak cipta, dalam bab ini juga dicantumkan tentang isi dari Fatwa MUI No. 1/MUNAS
VII/MUI/15/2005
Tentang
Perlindungan
Hak
Kekayaan
Intelektual. BAB IV : Berisi tentang Analisis latar belakang lahirnya fatwa MUI Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, dan pengaruh fatwa MUI terhadap pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta.
13
BAB V : Merupakan bagian penutup dari rangkain penulisan skripsi yang penulis buat, yang akan diuraikan tentang kesimpulan seputar penulisan skripsi, saran-saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi, dan penutup.
BAB II HAK MILIK DAN HAK CIPTA DALAM HUKUM ISLAM A. Hak Milik Dalam Hukum Islam 1. Pengertian Hak Milik Pengertian Hak Hak berasal dari bahasa Arab haqq, secara harfiah berarti “kepastian” atau „ketetapan”, sebagaimana terdapat dalam surat Yasin ayat 7:
“Sungguh pasti berlaku kebanyakan mereka.1
perkataan
(ketetapan)
Allah
terhadap
Nadhariyatul hak atau fikriyatul hak, adalah tata aturan yang mengatur penghidupan manusia. Hak mempunyai dua makna yang asasi:2 Pertama: sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia baik mengenai orang maupun mengenai harta. Kedua: kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya Hak menurut pengertian yang umum, ialah:
ط ًت َأ ْو َت ْنِي ْيفًا َ س ْي ُ ع ُ ّش ّْر َ ص ُي َق ِّر ُر ِب ِو اى ٌ خ ِتصَا ْ ِا
1
Ghuffron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalahn Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 31. 2 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 119.
14
15
“Suatu ketentuan yang dengannya syara‟ menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum‟‟.3 Untuk menjelaskan ta‟rif ini kita mengatakan bahwa ikhtishash itu adalah suatu hubungan yang melengkapi hak yang obyeknya harta dan melengkapi sulthah seperti wali dan wakil dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. a. Macam-Macam Hak Dalam hukum Islam dikenal beberapa macam hak yaitu : 1) Sulthah Sulthah terdiri atas : Sulthah „ala Syakshin/Sulthah „ala Nafsi yaitu hak wali terhadap anak kecil dan seperti hak hadlanah. Sulthah „ala Syai‟in Mu‟ayyamin Yaitu seperti hak milkiyyah, hak manusia menguasai sesuatu, seperti hak tamalluk dan hak memanfaatkan sesuatu benda, hak wilayah (perwalian) atas harta. 2) Taqsimul Haqqi Mali yaitu sesuatu yang berhubungan dengan harta, seperti pemilikan benda atau hutang-hutang. Ghoiru mali atau hak wali. Hak Ghoiru mali dibagi dua: Hak Syakshi yaitu suatu tuntutan yang ditetapkan syara untuk seseorang terhadap orang lain. Dan hak „aini yaitu hak yang memerlukan adanya benda tertentu yang dijadikan hak itu. 4
3 4
Ibid, hlm. 121. Ibid, hlm. 122.
16
Adapun yang termasuk hak „aini antara lain: Haqqul Milkiyah : hak yang memberikan kepada pemiliknya, hak wilayah. Dia boleh memiliki, memakai, dan mengambil manfaat.
Haqqul Intifa‟ : hak yang membolehkan memakai dan diusahakan hasilnya. Haqqul Irtifaq : hak memiliki manfaat dari benda itu atau milkul manfaat. Haqqul Irtihan : hak yang diperoleh dari harta yang digadai. Haqqul Ihtibas : hak menahan sesuatu benda atas benda yang belum dipenuhi kewajiban oleh pemiliknya. Berlaku pula terhadap harta wakaf dengan menahan materi benda untuk dugunaka n manfaatnya kepada usaha-usaha kebajikan.
Haqqul Qharar (menetap diatas tanah wakaf) yang meliputi: Haqqul Hakr : hak menetap diatas tanah waqaf yang disewa untuk waktu yang lama dengan seizin hakim dengan membayarnya setiap tahun. Hak ini diperbolehkan untuk tanah yang tidak produktif. Haqqul Ijaratain : hak yang diperoleh karena aqad ijarah dalam waktu yang lama atas izin hakim. Diperoleh atas harta wakaf yang tidak dapat dipertahankan keasliannya, misalnya karena kebakaran atau bencana lainnya.
17
Dari keduanya terdapat perbedaan, yaitu dalam hakr diperbolehkan dibangun rumah dan ditanami dan merupakan milik pengguna. Sedangkan dalam ijaratain rumah dan tanah tetap menjadi harta wakaf. 5 Di samping hak-hak diatas ada juga hak adabi, atau dalam istilah sekarang dikatakan hak ibtikar (hak cipta), yang dibenarkan oleh syara‟ seperti hak cipta sesuatu benda, hak karangan, dan hak membuat suatu macam obat. Hak-hak ini tidak termasuk dalam hak „aini, tidak juga termasuk hak syakhshi, karena itu dikatakan, bahwa hak ada tiga yaitu: hak syakhshi, hak „aini, hak adabi.6 Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya dan hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama, yang belum dikemukakan ilmuan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dari segi bentuk, hasil pemikiran ini tidak terletak pada materi yang berdiri sendiri yang dapat diraba dengan alat indera manusia, tetapi pemikiran baru itu berbentuk dan punya pengaruh apabila telah dituangkan kedalam tulisan seperti buku atau media lainnya. Akan tetapi ibtikar ini bukan berarti sesuatu yang baru sama sekali, tetapi juga boleh berbentuk suatu penemuan dari ilmuan sebelumnya, misalnya terjemahan hasil pemikiran orang lain kedalam bahasa asing.7
5
Ibid. hlm, 129. Ibid. hlm, 126. 7 Nasrudin Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 39. 6
18
b. Asal-Usul Hak Sebelum
manusia
memulai
penghidupan
dengan
secara
bermasyarakat dan sebelum tumbuh hubungan antara seseorang dengan yang lain belumlah ada apa yang kita namakan hak. Setiap manusia yang hidup secara bermasyarakat, tolong-menolong dalam menghadapi berbagai macam kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu perlu seseorang mencari apa yang dibutuhkan dari alam sendiri, atau dari milik orang lain. Dengan demikian timbulah pertentangan-pertentangan kehendak. Maka untuk menjaga kepentingan masing-masing perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia, agar manusia-manusia itu tidak melanggar hak orang lain, dan tidak pula memaksa kemerdekaan orang lain. Tata aturan yang diperlukan itu adalah tata aturan yang diperlukan manusia, agar kebutuhan-kebutuhan manusia tidak sampai dilanggar oleh orang lain, dan agar manusia itu tidak pula melanggar hakhak orang lain.8 c. Antara Hak dan Kewajiban Substansi hak sebagai taklif atau keharusan yang terbebankan pada pihak lain dari sisi penerima dinamakan hak. Sedangkan dari sisi pelaku disebut iltizam. Secara harfiah iltizam artinya “keharusan atau kewajiban” sedangkan secara istilah iltizam ialah: “akibat (ikatan) hukum yang mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu, atau melakukan suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu untuk pihak yang terbebani oleh
8
Ibid, hlm. 119.
19
hak orang lain dinamakan multazim. Sedang pemilik hak dinamakan multazam lahu, atau shahibul haq. Jadi antara hak dan iltizam keduanya terkait dalam suatu hubungan timbal-balik. Persis sebagaimana hubungan timbal-balik antara perbuatan menerima dan memberi. Dari sisi penerima dinamakan hak, sedang dari sisi pemberi dinamakan iltizam.9 Di muka telah disampaikan bahwasanya syari‟at dan aturan hukum merupakan sumber adanya suatu hak. Keduanya sekaligus merupakan sumber utama iltizam. Sumber iltizam yang lain adalah: 1. Aqad, yaitu kehendak kedua belah pihak untuk melakukan sebuah perikatan, seperti akad jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain 2. Iradah al-munfaridah (kehendak sepihak, seperti ketika seseorang menyampaikan janji atau nazar. 3. Al-filuu nafi (perbuatan yang bermanfaat) seperti ketika seseorang melihat orang lain dalam kondisi yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka ia wajib berbuat sesuatu sebatas kemampuan. 4. Al-fi‟lu al-darr (perbuatan yang merugikan) seperti merusak, melanggar hak atau kepentingan orang lain.10 Pengertian Milik Pengertian milik secara bahasa yaitu:
س ِت ْب َدِا ِب ِو ْ ال ِ ىا َ ئ وَا ْى ُق ْد َر ُة عَي ِ ّش َ ح ِتوَا ُء اى ْ ل ُى َغ ًت َم ْعنَا ُه إ ُ َاْى ِم ْي “pemilikan atas sesuatu (al-mal, atau harta benda) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya.” 9
Ghuffron A. Mas.‟adi, op. cit, hlm. 34. Ibid, hlm. 35.
10
20
Dengan demikian milik merupakan penguasaan terhadap suatu harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta tersebut.11 Dapat dikemukakan bahwa pengertian penguasaan disini, bukanlah penguasaan yang berrsifat mutlak atau absolut, sebab pada hakekatnya hak kepemilikan itu berada ditangan Allah.
12
Pemilikan
terletak pada memiliki manfaatnya bukan menguasai terhadap sumbersumber ekonomi, manusia yang menguasai tersebut hanyalah sekedar menafkahkannya sesuai dengan ketentuan hukum yang telah digariskan oleh Allah.13 Hak milik adalah suatu hak yang memberikan kepada pihak yang memilikinya kekuasaan atau kewenangan atas sesuatu sehingga ia mempunyai kewenangan mutlak untuk menggunakan dan mengambil manfaat sepanjang tidak menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.14 Hak milik menurut undang-undang hukum perdata adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Sedangkan menurut Islam, kepemilikan adalah pemberian hak milik dari suatu pihak kepada pihak yang lain sesuai dengan ketentuan syari‟at untuk dikuasai yang pada hakikatnya hak itu adalah milik Allah 11
Ibid, hlm. 53. Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hlm. 6. 13 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 1, Kalam Mulia, Jakarta: 1994, hlm. 265. 14 Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 49. 12
21
SWT. Dalam perspektif Islam kepemilikan (properti) itu adalah merupakan milik Allah SWT. 15 Manusia hanyalah khalifah Allah dimuka bumi. Pada umumnya terdapat ketentuan syariat yang mengatur hak milik pribadi yaitu: Pemanfaatan harta benda secara terus menerus, pembayaran zakat sebanding dengan harta benda yang dimiliki, penggunaan harta benda secara berfaedah, penggunaan harta benda tanpa merugikan orang lain, memiliki harta benda yang sah, penggunaan harta benda tidak dengan cara boros atau serakah, penggunaan harta benda dengan tujuan memperoleh keuntungan atas haknya, penerapan hukum waris yang tepat dalam Islam.16 Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hak milik adalah konsep hubungan manusia terhadap harta beserta hukum, manfaat dan akibat yang terkait dengannya. Dengan demikian milkiyah (kepemilikan) tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat kebendaan (materi) saja. 2. Sebab-Sebab Kepemilikan dalam Hukum Islam Seseorang memperoleh hak milik secara sah. Seseorang akan mendapatkan hak milik secara sah jika melalui salah satu dari beberapa cara, yaitu ;
15
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, Malang: UIN- Malang Press, 2007, hlm. 90. 16 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori Dan Praktek (Dasar-Dasar Ekonomi Islam), Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1993, hlm. 73.
22
1. Ihzarul Mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki) Yaitu cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Atau, Al-Mubahat (harta bebas atau harta tak bertuan). Dengan demikian upaya pemilikan suatu harta melalui
Ihzarul
Mubahat harus memenuhi dua syarat: Pertama, harta atau benda tersebut benar-benar tidak ada yang memiliki sebelumnya, sesuai dengan kaidah
ح َف َق ْد َمَي َن ُو ٍ ق ِإَىَى ُمبَا َ س َب َ ن ْ َم “Barang siapa lebih dahulu menguasai „harta bebas‟ maka sungguh ia telah memilikinya”. Kedua, penguasaan harta tersebut dilakukan untuk tujuan dimiliki.misalnya menangkap ikan dari laut lalu dilepaskan disungai, menunjukan tidak adanya tujuan untuk memiliki.dengan demikian status ikan tersebut tetap sebagai harta bebas.17 2. Al-Uqud (aqad) Akad (al-Aqad) adalah pertalian antara ijab dan qobul sesuai dengan ketentuan syara‟ yang menimbulkan pengaruh terhadap obyek akad.18 Menurut Prof. Dr. TM. Hasby Ash-shiddieqy mengenai masalah aqad, kepemilikan dapat dibagi menjadi dua :
17 18
Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 56. Ibid, hlm. 62.
23
a. Aqad Jabariyah adalah akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berhutang secara paksa. Maka penjualan itu sah walaupun dia menjual karena dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa menjual barang itu untuk membayar hutang kepada orang lain. b. Aqad Istimlak adalah jual beli yang dilakukan untuk kemaslahatan umum.19 3. Al- Khalafiyah (penggantian) Al-khalafiyah adalah “penggantian seseorang atau sesuatu yang baru menempati posisi pemilik yang lama”. Dengan demikian khalafiyah dibedakan menjadi dua. Pertama, adalah penggantian atas seseorang oleh orang lain, misalnya pewarisan. Dalam pewarisan seorang ahli waris menggantikan posisi pemilikan orang yang wafat terhadap yang ditinggalkan. Kedua, penggantian benda atas benda lainnya, seperti terjadi pada tadhmin (pertanggungan) ketika seorang merusakan atau menghilangkan harta benda orang lain, atau pada ta‟widh (penggantian kerugian) ketika seseorang mengenakan atau menyebabkan penganiayaan terhadap pihak lain. Melalui tadhmin dan ta‟widh ini terjadilah penggantian atau peralihan milik dari pemilik pertama kepada pemilik baru.
19
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, op. cit. hlm. 14.
24
4. Attawalludu Minal Mamluk (beranak pinak) Sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lainya dinamakan tawallud, dalam hal ini berlaku kaidah “setiap peranakan atau segala sesuatu yang tumbuh (muncul)
dari
harta
milik adalah
milik
pemiliknya”.prinsip ini hanya berlaku pada harta benda yang bersifat produktif (dapat menghasilkan sesuatu yang lain atau baru) seperti binatang yang bertelur, beranak, menghasilkan air susu, dan kebun yang menghasilkan buah dan bunga-bunga.20 Selain melalui cara-cara diatas, hukum Islam juga menetapkan sebab-sebab kepemilikan yaitu dengan : 1. Bekerja (al „amal) Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja dengan cara baik dan halal. Bekerja dalam Islam diarahkan dalam rangka mencari karunia Allah, yakni untuk mendapatkan harta agar seseorang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, sejahtera dan dapat menikmati perhiasan dunia. Agar bernilai ibadah, pekejaan yang dilakukan itu harus merupakan pekerjaan yang halal, sehingga harta yang didapatnya juga merupakan harta yang sah atau halal karena melalui cara yang halal.21 Secara umum bekerja dapat dikategorikan dalam dua golongan yakni: bekerja untuk mendapatkan harta (akhdu al-mal), dan bekerja untuk mengembangkan harta (tanmiyatu al-mal).22
20
Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 61. Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 91. 22 M Ismail Yusanto dan M Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 26. 21
25
2. Harta Untuk Menyambung Hidup Harta yang dimilikinya hanya bisa untuk menyambung hidup saja, dalam arti, cukup untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. 3. Harta Pemberian Negara Harta pemberian Negara seperti santunan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pada Negara Islam dana ini diambil dari dana zakat, infaq, shadaqah, dan juga pajak. 4. Harta-Harta yang Diperoleh Seseorang Tanpa Daya dan Upaya Apapun. Kepemilikan ini bisa diperoleh dengan cara-cara yang baik seperti pemberian orang atau santunan, dan juga bisa dengan cara yang tidak baik. Artinya, orang tersebut tanpa berusaha atau bekerja tetapi mengambil hak orang lain seperti mencuri, merampok dan lain sebagainya. 23 3. Macam-Macam Kepemilikan Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi empat macam tipe yaitu: 1. Kepemilikan Umum Kepemillikan umum adalah kepemilikan secara kolektif atau hak milik sosial. Contoh khusus tentang kepemilikan umum adalah wakaf, contoh lain seperti air, rumput, api dan garam seperti terdapat dalam hadits.24
23 24
Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 93. Ibid, hlm. 94.
26
ح ٍ ال ٍء َو ِم ْي َ ال َث ٍت مَا ٍء َوَم َ ك ِفى َث ٌ سِي ٍم شَا َر ْ و ُم ُ ُم “Semua orang Islam berserikat dalam tiga hal, dalam hal air, rumput dan api, dan garam.” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Di samping empat macam barang ini diqiyaskan juga kepada barang tambang dan minyak bumi, serta kebutuhan pokok kehidupan manusia pada situasi dan kondisi tertentu, termasuk juga sumbersumber air minum, hutan, laut dan isinya.25 Pemilikan umum adalah izin dari syar‟i (Allah SWT) kepada masyarakat secara bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda ini dapat dikategorikan ke dalam tiga macam yaitu : a. Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang rumput (hutan). b. Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan individu seperti, sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid, dan sebagainya. c. Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti emas, perak, minyak, dan sebagainya. 2. Kepemilikan Khusus (Individu) Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya, menggunakan secara produktif, memindahkannya dan melindungi dari penyia-nyiaan (pemubaziran). Tetapi haknya itu dibatasi ia tidak boleh
25
Ibrahim Lubis, op. cit, hlm. 266.
27
menggunakannya secara berhambur-hamburan, semena-mena (dengan buruk), dan dilarang untuk tujuan bermewah-mewahan.26 Kepemilikan khusus adalah izin dari syara‟ yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan zat maupun kegunaan (utility) suatu barang serta memperoleh kompensasi baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa maupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut. 27 Sesuai dengan makna kepemilikan khusus, maka jenis kepemilikan ini dapat dikategorikan kedalam tiga macam yaitu: Pertama,
kepemilikan
pribadi,
merupakan
kepemilikan
yang
manfaatnya hanya berkaitan dengan satu orang saja, dan tidak ada orang lain yang ikut andil dalam kepemilikan itu, seperti: rumah, mobil, buku dan sebagainya. Kedua, kepemilikan perserikatan, merupakan kepemilikan yang manfaatnya dapat dipergunakan oleh beberapa orang yang dibentuk dengan cara tertentu, seperti kerjasama yang melibatkan beberapa orang tanpa melibatkan sekelompok orang lain. Contoh: semua jenis perserikatan yang telah ditetapkan oleh Islam. Ketiga,
kepemilikan
kelompok,
merupakan
kepemilikan
yamg
menyangkut beberapa hal yang tidak boleh dimiliki perorangan atau sekelompok kecil orang, namun pembagiannya harus didasarkan pada persebaran terhadap banyak pihak, dimana manfaatnya diprioritaskan 26 27
Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 95. M Ismail Yusanto dan M Karebet Widjajakusuma, op. cit, hlm. 25.
28
bagi orang-orang yang sangat membutuhkan dan yang dalam keadaan kritis. Adapun sumber kepemilikan khusus diantaranya: perniagaan, upah pekerjaan, pertanian, pengelolaan tanah mati, keahlian profesi, mencari kayu, berburu, hibah penguasa, pemberian komisi atas profesi dan hasil perlombaan, penerimaan hibah, barang temuan, wasiat, warisan, dan lain sebagainya. 3. Kepemilikan Mutlak (Absolut) Pemilik hakiki semua kekayaan (harta benda) di alam semesta ini adalah Allah SWT. Karena Allah yang menciptakan segala sesuatu, maka hanya Dia-lah yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengontrol apa yang diciptakan-Nya itu. Allah yang maha pemberi rizki, dan hanya Dia yang memberi lebih banyak pada seseorang dan memberi lebih sedikit pada yang lain, sesuai dengan kehendak-Nya yang tidak terbatas. Perbedaan diantara manusia dalam hal kekayaan, kemahiran, kualitas, inteligensi dan selainnya adalah sebagai satu tanda hikmah dari kebijakan Allah. Sekaligus sebagai bukti yang berhak memberi dan menentukan itu hanyalah Allah sebagai pemilik mutlak. Al-Qur‟an, yang menjadi dasar semua hukum Islam, dengan tegas menyatakan bahwa Allah lah pemilik mutlak segala sesuatunya, sedangkan manusia hanya menjadi khalifah Allah di bumi.
29
4. Kepemilikan Relatif (Terbatas) Sekalipun harta itu adalah milik Allah, namun kepemilikan manusia diakui karena Allah telah mengaruniakan padanya kekayaan dan Allah mengakui kepemilikan tersebut. Oleh karena adanya pelimpahan ini, manusia seringkali mengira bahwasanya hak untuk menggunakannya berada ditangan mereka. Karena manusia adalah khalifah Allah, maka kepada mereka diharap bisa memainkan peran sebagai seorang agen dan pemelihara kekayaan itu sebagai mestinya. Karena fakta menunjukan bahwa Allah telah memberikan wewenang pada manusia dalam hak kepemilikan, maka hal itu merupakan legitimasi dari konsep kepemilikan individu dan kolektif. Artinya, setiap manusia bisa menjadi pemilik sah dari sebuah kakayaan. Jika manusia tidak diberi wewenang untuk memiliki dan mempergunukan kekayaan pribadi, maka bisa dipastikan seluruh aturan yang ada didalam al-Qur‟an akan menjadi sesuatu yang sangat tidak bermakna. Secara umum hak milik individu adalah hak untuk memiliki, menikmati, dan memindah tangankan kekayaan yang diakui dan dipelihara dalam Islam, tetapi mereka mempunyai kewajiban moral untuk menyedekahkan hartanya, karena kekayaan itu juga merupakan hak masyarakat bahkan hewan, menyedekahkan harta itu karena atas perintah pemilik mutlak kapada pemilik relative yaitu manusia.28
28
Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 95.
30
Dari segi unsur harta (benda dan manfaat) kepemilikan dibedakan atas: Milk al-tam (pemilikan sempurna) yaitu pemilikan terhadap benda sekaligus manfaatnya. Milk naqish (pemilikan tidak sempurna) yaitu kepemilikan atas salah satu jenis harta, benda atau manfaatnya saja. Dari segi obyeknya kepemilikan dibedakan menjadi tiga yaitu: Milk Al-Ain adalah memiliki benda beserta manfaatnya, milk al-manfaat adalah pemilikan seorang untuk memanfaatkan suatu harta benda milik orang lain dengan keharusan menjaga materi bendanya, seperti pemilikan atas manfaat membaca buku. Milk al-dain (milik piutang) yaitu pemilikan harta benda yang berada dalam tanggung jawab orang lain karena sebab tertentu. Seperti harta yang dihutangkan, harga jual yang belum terbayar, harga kerugian barang yang dirusak atau dimusnahkan oleh pihak lain.29 B. Hak Cipta Dalam Hukum Islam 1. Pengertian Hak Cipta Menurut Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 19 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan hak cipta adalah: hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu (mengumumkan atau
29
Ghuffron A. Mas‟adi, op. cit, hlm. 64.
31
memperbanyak)
dengan
tidak
mengurangi
pembatasan-pembatasan
menurut undang-undang yang berlaku.30 Dalam UUHC nomor 19 tahun 2002. Dalam pasal 1 yang dimaksud dengan : 1. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas ispirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecakapan, ketrampilan. Atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. 2. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. 3. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut 4. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakuakan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain. 5. Perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan baik secara keseluruhan maupun
30
bagian
yang
sangat
Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
subtansial
dengan
32
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalih wujudkan secara permanen atau temporer. 31 Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.32 Dalam UUHC pasal 12 disebutkan Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, yang mencakup: a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. Arsitektur; 31 32
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op.cit, hlm. 207. http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta, Dikutip tanggal 21 Oktober 2010.
33
h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.33 Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi/penemuan), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harfiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.34
33
Op. cit, Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
34
Op. cit, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
34
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum. Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai. Sejarah hak cipta di Indonesia yaitu bermula Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta,
35
dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights-TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.35 Dalam UUHC pasal 3 disebutkan bahwa; (1) hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh atau sebagai karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis,
35
Ibid.
36
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.36 Dengan demikian, maka hak cipta termasuk harta yang bisa dimiliki oleh seseorang secara sah. Dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 49 ayat 1 dijelaskan bahwa; Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain
yang
tanpa
persetujuannya
membuat,
memperbanyak,
atau
menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Pada ayat 2 juga dijelaskan bahwa; Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk
memberikan izin
atau melarang pihak
lain yang tanpa
persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. Dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 1 angka 5 dan 6 dijelaskan tentang publikasi dan penggandaan dalam pasal ini disebutkan bahwa; Pengumuman
adalah
pembacaan,
penyiaran,
pameran,
penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat subtansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
36
Op. cit, Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
37
Kemudian dalam pasal 72 ayat 1 dijelaskan bahwa; Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah.37 Dengan demikian, jelas bahwa pelanggaran terhadap hak cipta merupakan tindak kejahatan pidana yang bisa dikenai hukuman. 2. Kedudukan Hak Cipta Dalam Hukum Islam Didalam syari‟at Islam, diakui adanya hak-hak yang bersifat perorangan terhadap suatu benda, bukan berarti karena kepemilikan tersebut seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktifitas ekonomi dalam pandangan Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga, juga masih melekat hak dari orang lain.38 Dalam Islam (muamalah) hak cipta dikategorikan kepada hak adabi atau hak ibtikar, seperti hak cipta atas sesuatu benda, hak atas karangan, hak atas membuat suatu macam obat. Hak cipta itu dimiliki oleh si pengarang.39 Dr. Fathi ad-Duraini, guru besar fiqh di Universitas Damaskus Syria, menyatakan bahwa ibtikar adalah : gambaran pemikiran yang dihasilkan seorang ilmuan melalui kemampuan pemikiran dan analisisnya 37
Ibid. Suhrawardi K. Lubis, op. cit, hlm. 12. 39 TM. Hasbi Ash Shiddieqy, op. cit, hlm. 126. 38
38
dan hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama, yang belum dikemukakan ilmuan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dari segi bentuk, hasil pemikiran ini tidak terletak pada materi yang berdiri sendiri yang dapat diraba dengan alat indera manusia, tetapi pemikiran baru itu berbentuk dan punya pengaruh apabila telah dituangkan kedalam tulisan seperti buku atau media lainnya. Akan tetapi ibtikar ini bukan berarti sesuatu yang baru sama sekali, tetapi juga boleh berbentuk suatu penemuan dari ilmuan sebelumnya, misalnya terjemahan hasil pemikiran orang lain kedalam bahasa asing. 40 Dalam penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa hak cipta atau hak intelektual adalah harta yang diperoleh dengan cara yang sah yaitu hasil kreatif baik individu maupun kelompok, dalam hal ini Muhammad Djakfar berpendapat bahwa bekerja adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja dengan cara baik dan halal. 41 Oleh karena itu, hak cipta termasuk salah satu milik atau kekayaan yang harus dijaga dengan baik dan didapatkan dengan jalan yang baik pula. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 29
40 41
Nasrudin Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 39. Muhammad Djakfar, op. cit, hlm. 92.
39
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.42 Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman : …… “Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil”….43 Dalam kaidah fiqh juga disebutkan “bahaya (kerugian) harus dihilangkan”
ُاىضَّرَرُ يُزَاه.44
Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual sangatlah perlu karena penciptaan hak kekayaan intelektual membutuhkan banyak waktu disamping bakat, pekerjaan, dan juga uang untuk pembiayaanya. Apabila tidak ada perlindungan atas kreatifitas intelektual yang berlaku dibidang seni, industri, dan pengetahuan, maka tiap orang dapat meniru dan mengcopy secara bebas dan serta mereproduksi tanpa batas.45 Dengan demikian jelas bahwa perlindungan atas hak kekayaan intelektual sangatlah penting.
42
Depag RI, op. cit , hlm. 84. Ibid, hlm. 30. 44 Drs. Moh. Adib Bisri, op. cit, hlm. 21. 45 Sudargo Gautama, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Jakarta: PT Aresco, 1990, 43
hlm. 7.
BAB III PENGARUH FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 TENTANGPERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL(HKI)
A. Gambaran Singkat Profil Lembaga MUI 1. Sekilas Tentang Majelis Ulama Indonesia MUI MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu'ama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.1 MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu‟ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math‟laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan
Udara,
Angkatan
Laut
dan
POLRI
serta
13
orang
tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. Zuama dan 1
http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia
40
41
cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu‟ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk : 1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT. 2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; 3. Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan
42
mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.2 Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian dalam arti tidak tergantung dan terpengaruh kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi. Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam. Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya adalah wadah silaturrahmi ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam. Kemandirian Majelis Ulama Indonesia tidak berarti menghalanginya untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan
2
Ibid.
43
fungsi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama Indonesia bahwa organisasi ini hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam, dan menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup berdampingan dan bekerjasama antar komponen bangsa untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam).3 Kepengurusan Majlis Ulama Indonesia dari periode awal hingga sekarang adalah : NO
NAMA
AWAL JABATAN
AKHIR JABATAN
1
Prof. Dr. Hamka
1977
1981
2 3 4 5
KH. Syukri Ghozali KH. Hasan Basri Prof. KH. Ali Yafie KH. M. Sahal Mahfudz
1981 1983 1990 2000
1983 1990 2000 Sekarang
2. Visi dan Misi MUI MUI sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, dan cendikiawan muslim adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, MUI tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang menjunjung tinggi semangat kemandirian, oleh karena itu, MUI juga mempunyai visi, misi dan peran penting MUI sebagai berikut :
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia#Lima_peran_MUI
44
1. Visi Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin) 2. Misi a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah; b. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma'ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan; c. Mengembangkan
ukhuwah
Islamiyah
dan
kebersamaan
dalam
mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Orientasi dan Peran MUI Majelis
Ulama
Indonesia
mempunyai
sembilan
orientasi
perkhidmatan, yaitu: 1) Diniyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang
45
mendasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam yang kaffah. 2) Irsyadiyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan dakwah wal irsyad, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar makruf dan nahi munkar dalam arti yang seluasluasnya. Setiap kegiatan Majelis Ulama Indonesia dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk selalu berdimensi dakwah. 3) Istijabiyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang berorientasi istijabiyah, senantiasa memberikan jawaban positif dan responsif terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa kebajikan (amal saleh) dalam semangat berlomba dalam kebaikan (istibaq fi al-khairat). 4) Hurriyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan independen yang bebas dan merdeka serta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam
mengambil
keputusan,
mengeluarkan pikiran, pandangan dan pendapat. 5) Ta'awuniyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang mendasari diri pada semangat tolong menolong untuk kebaikan dan ketakwaan dalam membela kaum dhu'afa untuk meningkatkan harkat dan
46
martabat, serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini dilaksanakan atas dasar persaudaraan di kalangan seluruh lapisan umat Islam (ukhuwwah Islamiyah). Ukhuwah Islamiyah ini merupakan landasan bagi Majelis
Ulama
Indonesia
untuk
mengembangkan
persaudaraan
kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah)dan memperkukuh persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah). 6) Syuriyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai permufakatan melalui pengembangan sikap demokratis, akomodatif dan aspiratif terhadap berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. 7) Tasamuh Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam menghadapi masalahmasalah khilafiyah. 8) Qudwah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kemaslahatan umat. 9) Addualiyah Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah perkhidmatan yang menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif memperjuangkan perdamaian dan tatanan dunia sesuai dengan ajaran
47
Islam.4 Sedangkan dalam perannya MUI mempunyai lima peran utama yaitu: 1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai ahli waris tugas-tugas para Nabi, yaitu menyebarkan ajaran Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana berdasarkan Islam. 2. Sebagai pemberi fatwa (Mufti) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa Majelis Ulama Indonesia mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya. 3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa khadim al ummah) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelayan umat (khadim al-ummah), yaitu melayani umat dan bangsa dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini, Majelis Ulama Indonesia senantiasa berikhtiar memenuhi permintaan umat, baik langsung maupun tidak langsung, akan bimbingan dan fatwa keagamaan. Begitu pula, Majelis Ulama Indonesia berusaha selalu tampil di depan dalam membela
4
Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, Sekretariat MUI 2005, hlm. 21.
48
dan memperjuangkan aspirasi umat dan bangsa dalam hubungannya dengan pemerintah. 4. Sebagai pelopor gerakan pembaharuan (al Tajdid) Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelopor al Tajdid yaitu gerakan pembaharuan pemikiran Islam. 5. Sebagai penegak amar ma'ruf nahi munkar Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai wahana penegakan amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu dengan menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqomah.5
B. PENGERTIAN FATWA Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian (peristiwa), sedangkan fatwa menurut syara‟ adalah menerangkan hukum syara‟ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik si penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik perseorangan maupun kolektif.6 Secara bahasa fatwa berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum. Menurut Ensiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan
5
Ibid. hlm. 24. Yusuf Qardhawi, Al-Fatwa Bainal Indhibat wat-Tasayyub, As‟ad Yasin, “Fatwa Antara Ketelitian Dan Kecerobohan”, Jakarta : Gema Insani Press, Cet. 1, 1997, hlm. 5. 6
49
tidak mempunyai daya ikat. Fatwa biasanya cenderung dinamis, karena merupakan tanggapan terhadap perkembangan baru yang sedang dihadapi masyarakat peminta fatwa. Isi fatwa itu sendiri belum tentu dinamis, tetapi minimal fatwa itu responsif.7 Fatwa merupakan salah satu metode dalam al-Qur‟an dan asSunnah dalam menerangkan hukum-hukum syara‟, ajaran-ajarannya, dan arahan-arahanya. Kadang-kadang penjelasan itu diberikan tanpa adanya pertanyaan atau perintah fatwa, terkadang penjelasan itu datang setelah adanya pertanyaan dan permintaan fatwa terlebih dahulu, misalnya dalam Al-Qur‟an, dengan menggunakan perkataan ( يسئلونكmereka bertanya kepadamu), dan ( يستفتونكmereka meminta fatwa kepadamu).8 Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk pada profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau ulama, sedangkan yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa perseorangan, lembaga ataupun siapa saja yang membutuhkannya.9 Kedudukan fatwa sangat penting, karena mufti (pemberi fatwa) merupakan penerus tugas Nabi, sehingga berkedudukan sebagai khalifah dan ahli waris Nabi SAW.
العلمبء ورسة اال نبيبء “Ulama merupakan ahli waris para nabi’…..
7
http://dariislam.blogspot.com/2010/03/fatwa-pengertian.html, Selasa 28 desember 2010 Yusuf Qardhawi, op. cit. hlm. 6. 9 http://dariislam.blogspot.com, op. cit. 8
50
Seorang mufti menggantikan kedudukan Nabi SAW, dalam menyampaikan hukum-hukum Islam, mengajar manusia, dan memberi peringatan kepada mereka agar sadar dan berhati-hati. Di samping menyampaikan apa
yang diriwayatkan Nabi
SAW,
Mufti
juga
menggantikan kedudukan Beliau dalam memutuskan hukum-hukum yang digali dari dalil-dalil, hukum-hukum melalui analisis dan ijtihadnya. Sehingga seorang Mufti, juga sebagai pencetus hukum yang wajib diikuti dan dilaksanakan keputusannya. 10
C. KEKUATAN FATWA Para ulama salaf mengetahui bahwa fatwa sangatlah mulia, agung, dan berpengaruh dalam agama Allah dan kehidupan manusia. Oleh sebab itu, mereka mengemukakan beberapa hal diantaranya: Pertama, Takut memberi fatwa. Para ulama sangat takut dan berhati-hati dalam memberikan fatwa, bahkan kadang-kadang mereka berdiam diri dan tidak menfatwakan sesuatu. Mereka menghormati orang yang mengatakan “aku tidak tahu” mengenai sesuatu yang tidak diketahuinya, dan marah kepada orang-orang yang
lancang
dalam
berfatwa, mereka bersikap demikian karena untuk mengagungkan fatwa. Kedua, Mengingkari orang yang berfatwa tanpa berdasarkan ilmu. Para ulama salaf sangat mengingkari orang yang terjun dalam bidang fatwa sementara dia tidak pantas untuk melakukan hal itu. Mereka menganggap sikap yang demikian itu sebagai suatu celah kerusakan dalam 10
Yusuf Qardhawi, op. cit. hlm. 13.
51
Islam, bahkan kemungkaran besar yang wajib dicegah. Para ulama menetapakan bahwa ”barang siapa memberikan fatwa sedangkan dia tidak berkelayakan untuk berfatwa, maka dia berdosa dan berbuat maksiat. Demikian pula, barang siapa dari kalangan penguasa yang mengakuinya, maka ia juga berarti telah berbuat maksiat”. Ketiga, ilmu dan pengetahuan Mufti. Mufti (ahli fatwa) yang menggantikan tugas Nabi SAW, bahkan sebagai penerima mandat dari Allah (untuk menyampaikan agamanya) sudah selayaknya memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam, menguasai dalil-dalil hukum Islam, mengerti ilmu bahasa arab, paham terhadap kehidupan dan manusia dan mengerti fikih serta mempunyai kemampuan melakukan istimbath( menggali
dan mencetuskan hukum dari
dalil-dalil
dan kaidah-
kaidahnya).11 Fatwa selayaknya disebut sebagai ensiklopedia ilmiah modern yang sudah tentu dibutuhkan oleh setiap ilmuan muslim yang menaruh perhatian terhadap zamannya beserta segala permasalahannya. Namun demikian tidak berarti bahwa semua yang tertulis dalam kitab fatwa benar seluruhnya, kekeliruan yang ada didalamnya dimaafkan, bahkan akan memperoleh pahala selama hal itu dilakukan sebagai upaya ijtihad.12
11 12
Ibid, hlm. 14. Ibid, hlm.12.
52
D. FATWA
MUI
NO.
1/MUNAS
VII/MUI/15/2005
TENTANG
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426H./ 26-29 Juli 2005M., setelah Menimbang : a. Bahwa dewasa ini pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah sampai pada tingkat sangat meresahkan, merugikan dan membahayakan banyak pihak, terutama pemegang hak, negara dan masyarakat; b. Bahwa terhadap pelanggaran tersebut, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) telah mengajukan permohonan fatwa kepada MUI; c. Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum Islam mengenai HKI, untuk dijadikan pedoman bagi umat islam dan pihak-pihak yang memerlukannya. Mengingat : 1. Firman Allah SWT tentang larangan memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain, antara lain : “Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janglah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. Al-Nisa‟ [4]:29). “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(QS. al Syu`ra[26]:183).
53
“….kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. alBaqarah[2]:279) 2.
Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan harta kekayaan, antara lain: “Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin), serahkan kepadaku” (H.R. Bukhari). “Sesungguhnya darah (jiwa) dan hartamu adalah haram (mulia, dilindungi)…”(H.R. al-Tirmizi). “Rasulullah SAW. Menyampaikan khutbah kepada kami; sabdanya: `Ketahuilah: tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…`” (H.R. Ahmad).
3. Hadis-hadis tentang larang berbuat zalim, antara lain : “Hai para hamba-Ku! Sungguh Aku telah haramkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu sebagai hal yang diharamkan diantaramu; maka, janganlah kamu saling menzalimi…”(H.R Muslim). “Muslim adalah saudara muslim (yang lain); ia tidak boleh menzalimi dan menghinanya..”(H.R. Bukhari) 4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari „Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu „Abbas, dan Malik dari Yahya : “Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan (kerugikan) orang lain.” 5. Qawa‟id fiqh : “Bahaya (kerugian) harus dihilangkan.” “Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat.” “Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah haram” . “Tidak boleh melakukan perbuatan hukum atas (menggunakan) hak milik orang lain tanpa seizinnya.”
54
Memperhatikan : i. Keputusan Majma` al-Fiqih al-Islami nomor 43 (5/5) Mu`tamar V tahun 1409 H/1988 M tentang al-Huquq al-Ma`nawiyyah: Pertama : Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil ciptaan (karang-mengarang) dan hasil kreasi adalah hak-hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam abad moderen hak-hak seperti itu mempunyai nilai ekonomis yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu, hak-hak seperti itu tidak boleh dilanggar. Kedua : Pemilik hak-hak non-material seperti nama dagang, alamat dan mereknya, dan hak cipta mempunyai kewenangan dengan sejumlah uang dengan syarat terhindar dari berbagai ketidakpastian dan tipuan, seperti halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material. Ketiga : Hak cipta, karang-mengarang dari hak cipta lainnya dilindungi
oleh
syara`.
Pemiliknya
mempunyai
kewenangan
terhadapnya dan tidak boleh dilanggar. ii. Pendapat Ulama tentang HKI, antara lain : “Mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi`I dan Hambali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orsinil dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara` (hukum Islam)” (Dr. Fathi al-Duraini, Haqq al-Ibtikar fi al-Fiqh al-Islami alMuqaran, [Bairut: Mu`assasah al-Risalah, 1984], h. 20). Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta`lif), salah satu hak cipta,
55
Wahbah al-Zuhaili menegaskan
“Berdasarkan hal (bahwa hak
kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara` [hukum Islam] atas dasar qaidah istishlah) tersebut, mencetak ulang atau men-copy buku (tanpa seizin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan Syara` dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril yang menimpanya” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al_Islami wa Adilllatuhu, [Bairut: Dar al-Fikr al-Mu`ashir, 1998]juz 4, hl 2862). iii. Pengakuan ulama terhadap hak sebagai peninggalan yang diwarisi : “Tirkah (harta peninggalan, harta pusaka) adalah harta atau hak.” (al_Sayyid al-Bakri, I`anah al Thalibin) iv.
Penjelasan dari pihak MIAP yang diwakili oleh Saudara Ibrahim Senen dalam rapat Komisi Fatwa pada tanggal 26 Mei 2005.
v. Berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tentang HKI
beserta
seluruh
peraturan-peraturan
pelaksanaannya
dan
perubahan-perubahannya, termasuk namun tidak terbatas pada : a. Undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas tanaman b. Undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia dagang c. Undang-undang nomor 31 tehun 2000 tentang Desain industry
56
d. Undang-undang nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit terpadu e. Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten f. Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek; dan g. Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta h. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005 dengan bertawakal kepada Allah SWT Memutuskan Menetapkan : Fatwa Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Pertama : Ketentuan Umum Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif kepada pendaftarannya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memperdagangkan atau memakai hak tersebut dalam segala
57
bentuk dan cara. Tujuan pengakuan hak ini oleh Negara adalah setiap orang
terpacu
untuk
menghasilkan
kreativitas-kreavitasnya
guna
kepentingan masyarakat secara lauas. ([1] Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, halaman 3 dan [2] Ahmad Fauzan, S.H., LL.M., Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, CV Yrama Widya, 2004, Halaman 5). HKI meliputi : a. Hak perlindungan Varietas Tanaman, yaitu hak khusus yang di berikan Negara kepada pemulia dan / atau pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri
Varietas hasil
permuliannya, untuk memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Pasal 1 angka 2); b. Hak Rahasia Dagang, yaitu hak atas informasi yang tidak di ketahui oleh umum di bidang teknologi dan / atau bisnis, mempunyai nilai ekonomis
karena
berguna
dalam
kegiatan
usaha
dan
dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Pemilik Rahasia Dagang berhak menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya dan / atau memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial. (UU
58
No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Pasal 1 angka 1,2 dan Pasal 4); c. Hak Desain Industri, yaitu hak eksklusif yang di berikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuaannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 1 Angka 5); d. Hak Desain Tata Letak Terpadu, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Terpadu, Pasal 1 Angka 6); e. Paten, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Repulik Indonesia kepada penemu atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, Pasal 1 Angka 1); f. Hak atas Merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri untuk Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain
59
yang menggunakannya. (UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, Pasal 3); dan g. Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undang yang berlaku (UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta).
KETENTUAN HUKUM 1.
Dalam Hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu) sebagaimana mal (kekayaan).
2.
HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana di maksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3.
HKI
dapat
mu‟awadhah
dijadikan
obyek
(pertukaran,
akad
(al-ma‟qud‟alaih),
komersial),
maupun
akad
baik
akad
tabarru‟at
(nonkomersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan. 4.
Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI
60
milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.13
E. Pengaruh Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan HKI, Terhadap pelaksanaan Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta Selama ini berbagai usaha untuk mensosialisasikan penghargaan atas Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) telah dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait, beserta lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tersebut Tampaknya belum cukup berhasil. Ada beberapa alasan yang mendasarinya: 1. Konsep dan perlunya HKI belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat. 2.
Kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HKI itu sendiri maupun aparat penegak hukum.
3. Tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HKI di kalangan pemilik HKI dan aparat penegak hukum, baik itu aparat Kepolisian, Kejaksaan maupun hakim. Tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat, kesadaran akan keberhargaan HKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HKI harus dilakukan pada semua kalangan terkait, seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya
13
Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, op. cit, hlm. 98.
61
adalah kalangan pers karena dengan kekuatan tinta kalangan jurnalis upaya kesadaran akan pentingnya HKI akan relatif lebih mudah terwujud. Target dari kegiatan sosialisasi tersebut harus dengan jelas teridentifikasi dalam setiap bentuk sosialisasi, seperti diskusi ilmiah untuk kalangan akademisi, perbandingan sistem hukum dan pelaksanaannya bagi aparat dan praktisi hukum, dan lain-lain.14 Fatwa hak cipta yang orisinil dan bermanfaat digolongkan sebagai harta yang sangat berharga. Indonesia dikenal sebagai salah satu 'surga' peredaran barang-barang bajakan dan illegal. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang memperdagangkan barang-barang bajakan, meskipun telah ada berbagai peraturan yang melarang memperbanyak, membuat, memakai, menjual dan sebagainya. Namun, masih tetap saja ada yang mengcopy buku berhak cipta tanpa izin penciptanya. Meskipun ada banyak peraturan yang melarang mengcopy buku berhak cipta. Namun masih tetap saja ada yang melanggarnya. Berbagai alasan yang mereka kemukakan seperti yang dikatakan Fahrudin selaku pemilik salah satu kios foto copy mengatakan, tujuan awal dari membangun kios foto copy adalah untuk bisnis, maka dengan menyediakan layanan foto copy yang cepat, ramah dan biaya murah, yang menjadi incaran para konsumen, maka dari itu untuk mendapat pelanggan dia harus melayani sesuai dengan pesanan, misalnya dengan melayani foto
14
www. Kompasiana.com, dikutip pada tanggal kamis, 30 september 2010
62
copy buku, tanpa memilah-milah buku yang akan dicopy, dan tidak mempedulikan buku yang akan dicopy berhak cipta atau tidak, menurutnya apabila dia memilah-milah buku yang akan di copy bukan keuntungan yang didapat melainkan kerugian yang akan didapat.15 Tidak hanya itu para pemilik dan pekerja kios foto copy banyak yang
tidak
mengetahui
tentang
fatwa
MUI
NO.
1/MUNAS
VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kaitannya dengan mengcopy buku berhak cipta disini Dedi (pekerja di salah satu kios foto copy) mengatakan kalaupun sudah mengetahui tentang adanya fatwa MUI tersebut, dia tidak menghiraukannya karena dia disini hanya bekerja.16 Bisnis ini sangat menguntungkan dan menarik masyarakat, yang kini bisa dilihat dengan semakin banyaknya kios-kios yang melayani foto copy. Kegiatan mengcopy buku berhak cipta sangat kerap kita temukan misalnya di sekitar sekolahan, universitas dan perpustakaan. Berbagai peraturan tentang larangan keras mengcopy buku berhak cipta tanpa izin pencipta. Namun, masih tetap saja banyak masyarakat yang tetap melakukan pengcopyan buku berhak cipta. Berbagai alasan yang mereka kemukakan seperti yang dikatakan Septy selaku mahasiswi, dia mengatakan bahwa dia mengetahui dengan baik tentang adanya peraturan yang melarang keras mengcopy buku berhak cipta, tetapi menurutnya
15 16
Hasil Wawancara pada tanggal 7 januari 2011 Hasil Wawancara pada tanggal 11 Januari 2011
63
kegitan yang dilakukannya tidak melanggar, karena dengan alasan buku yang dicopy nya sangat langka dan sulit untuk mendapatkan.17 Para pemilik kios foto copyan hanyalah bagian kecil dari para pemilik percetakan besar yang dengan sengaja memperbanyak atau membuat buku-buku yang sedang banyak dicari oleh pembaca untuk mencari keuntungan dengan membuat buku-buku tanpa izin penulisnya. Foto copyan hanyalah untuk membantu masyarakat khususnya pelajar dalam melakukan kegiatan belajarnya. Menurut Zaini disamping kegiatan foto copy, meringankan masyarakat, selain itu juga sangat membantu pelajar dalam melakukan kegiatan belajarnya, misalnya buku yang memang sulit dan mahal untuk dimiliki, karena itu dengan adanya foto copyan mereka bisa memiliki buku tersebut dengan mengcopynya. 18 Kaitannya kegiatan mengcopy dengan fatwa MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual ternyata kurang mendapat perhatian dari para pemilik dan para konsumen (orang yang mengcopy) ini dapat dilihat dengan masih banyaknya para pelayan foto copy dan konsumen yang tidak memperhatikan dan memilahmilah buku yang akan di copy, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali tentang adanya fatwa MUI tentang perlindungan HKI. 19
17
Hasil Wawancara pada tanggal 15 februari 2011 Hasil Wawancara pada tanggal 23 februari 2011 19 Hasil Wawancara dengan Rahman (konsumen foto copyan) pada tanggal 25 februari 18
2011
64
Hak cipta termasuk hak kekayaan intelektual yang dilindungi, karena hak cipta merupkan hasil olah pikir manusia untuk menghasilkan karya cipta. Cara pemerintah melindungi HKI yaitu dengan membuat undang-undang, serta peraturan-peraturan lain, salah satunya yaitu MUI yang mengeluarkan fatwa tentang perlindungan HKI, dan undang-undang yang berlaku pada saat ini yaitu UUHC No.19 tahun 2002. Didalam undang-undang maupun fatwa MUI, disini dijelaskan tentang larangan keras untuk mengcopy, membajak, dan sejenisnya tanpa izin para pencipta. Dalam fatwa MUI disebutkan HKI dipandang sebagai hak kekayaan (huquq maliyah) yang mendapatkan perlindungan hukum sebagai kekayaan (mal), HKI yang mendapatkan perlindungan disini adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan di tegaskan tentang keharaman meperbanyak, membajak, menjiplak dan sejenisnya tanpa izin, karena perbuatan itu termasuk perbuatan yang dzalim. Dalam fatwa MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tidak disebutkan adanya batasan untuk menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual,
mengimpor,
mengekspor,
mengedarkan,
menyerahkan,
menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu dan membajak. Menurut Bapak Muhyidin selaku komisi fatwa & kajian hukum Islam MUI JATENG, beliau mengatakan bahwa walau sedikitpun itu dalam (menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan,
65
mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak) adalah merupakan kedzaliman, dan hukumnya adalah haram. Tetapi disini beliau menggaris bawahi bahwa kegiatan mengcopy buku berhak cipta tidak dilarang, dengan tujuan kegiatan mengcopy buku berhak cipta hanyalah untuk mempermudah masyarakat khususnya pelajar yang membutuhkan buku-buku untuk kepentingan pendidikannya, karena keterbatasan buku, dan biaya yang menjadi tujuan utama untuk lebih memilih mengcopy daripada membeli buku aslinya. Itu terbukti bahwa masih banyaknya buku-buku
copyan
yang
berhak
cipta
berada
di
perpustakaan-
perpustakaan, tetapi buku-buku tersebut memang buku-buku terbitan lama, bahkan tidak diterbitkan lagi, dan buku-buku yang jarang ditemukan misalnya buku-buku terbitan dari luar negeri. Sedangkan yang dilarang oleh MUI adalah sengaja menjual buku-buku hasil copyan (membuat) tanpa meminta izin dari para penciptanya.20
20
Hasil Wawancara dengan Bpk. Muhyidin (komisi fatwa MUI JATENG) Pada Tanggal 9 Maret 2011
BAB IV ANALISIS FATWA MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 TENTANG PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA PADA LAYANAN FOTO COPY BUKU BERHAK CIPTA A. Analisis Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Islam sangat menghargai kreativitas karya individu, apalagi kreativitas manusia dalam usaha merubah nasib perjalanan hidupnya dengan cara benar. Salah satu cara dalam mencari usaha yaitu dengan mengumpulkan kekayaan dengan sepuas-puasnya, asalkan dengan jalan yang halal dan disalurkan menurut cara-cara yang dibenarkan oleh hukum syara‟. M. Hutauruk berpendapat bahwa jual beli produk bajakan mengandung bahaya (dlarar), karena merugikan orang lain dan tidak mematuhi undang-undang. Walaupun dari satu sisi kelihatan seolah-olah membantu masyarakat dengan meringankan biaya, tetapi justru itu merugikan.1 Bentuk kerugian itu diantaranya; Pertama, pembajak tidak mau menyadari jerih payah si pencipta itu (waktu, tenaga dan dananya habis untuk menghasilkan karya cipta itu). Kedua, pembajak tidak mau mengakui jasa si pencipta itu untuk kemajuan kesusastraan, atau kesenian. Ketiga, pembajak tidak mau mengakui jasa orang atau perusahaan (penerbit) yang dengan penuh resiko menyediakan modal untuk 1
M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional,Cet. 1 Jakarta; Penerbit Erlangga, 1982,
hlm. 108.
66
67
menyiarkan, memperbanyak dan menyebarkan karya cipta tersebut. Selain itu, penerbit atau percetakan harus membayar berbagai pajak dan royalty pencipta. Sedangkan pembajak, selain melakukan pembajakan mereka juga tidak membayar royalty dari bajakan tersebut sehingga selain merugikan pencipta dan penerbit, pembajak juga merugikan Negara. 2 Indonesia dikenal sebagai salah satu 'surga' peredaran barangbarang bajakan dan ilegal. Segala barang bajakan dan tiruan dapat ditemukan dengan mudah di negeri ini. Dibanyak pusat perniagaan aneka produk bajakan alias palsu seperti: barang elektronik, buku, kaset musik, film, software, hingga obat sekalipun dijual bebas. Tak heran, jika Indonesia pada 2007 tercatat berada di urutan lima besar negara dengan tingkat pembajakan dan pelanggar terbesar hak atas kekayaan intelektual (HAKI).3 Melihat semakin maraknya pelanggaran terhadap hak cipta terutama pembajakan yang meresahkan dan merugikan banyak pihak, termasuk MUI sebagai wadah masyarakat para ulama dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia, maka dari itu MUI pun mengeluarkan fatwanya yaitu termaktub dalam Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Dikeluarkannya fatwa MUI tersebut disebabkan oleh lemahnya penegak
hukum
dan
kesadaran
masyarakat.
Untuk
itu
dengan
dikeluarkannya Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, diharapkan
kesadaran bagi
masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hak cipta, fatwa ini bukan segala-galanya, tetapi merupakan sebuah pendekatan moral.
2 3
Ibid. Hak Cipta Dalam Pandangan Islam, Republika: Edisi Jum‟at, 16 oktober 2009. Loc.cit.
68
Fatwa ini merupakan kampanye bersama terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan madharat. Dalam Islam, digariskan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara yang sah (benar dan halal) seperti; harta yang diperoleh dari hasil kerja keras, harta yang diambil dari benda yang tidak bertuan, harta yang diambil atas dasar saling meridlai, harta yang diperoleh dari waris, wasiat, hibah, dan lain sebagainnya, adalah wajib dilindungi baik oleh individu maupun masyarakat. Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa hak cipta atau hak intelektual adalah harta yang diperoleh dengan cara yang sah yaitu hasil kerja kreatif baik individu maupun kelompok, dalam hal ini kreasi seorang adalah sumber utama kepemilikan manusia. Oleh karena itu, hak cipta termasuk salah satu milik (kekayaan) yang harus dijaga baik oleh si pemilik maupun masyarakat. Dari pembahasan diatas dapat kita pahami bahwasanya dengan memberikan perlindungan tersebut berarti kita menghormati karya cipta temuan orang lain yang merupakan harta kekayaan miliknya. Dalam AlQur‟an memang tidak ditemukan ayat khusus yang mengatur tentang HKI, karena hal tersebut merupakan masalah baru, namun perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual tetap ditemukan dalam sistem hukum Islam, karena konsep hak disini bisa berkembang, Untuk itu kita dapat menggunakan sumber hukum maslahah mursalah (kemaslahatan umum). Maslahah mursalah yaitu setiap sesuatu atau tindakan yang sesuai dengan tujuan syari‟at Islam, dan mempunyai nilai mendatangkan dan
69
menghilangkan kerusakan, namun tidak mempunyai dalil eksplisit, hukumnya harus dijalankan dan ditegakkan. 4 Berbagai kemaslahatan yang dikehendaki oleh lingkungan dan kenyataan-kenyataan baru yang datang setelah wahyu terputus, sedangkan syar‟i belum mensyariatkan hukum untuk merealisir kemaslahatan tersebut, dan tidak ada dalil syar‟i yang mengakuinya atau membatalkannya, maka inilah yang disebut dengan munasib mursal atau disebut maslahah mursalah. Misalnya kemaslahatan yang menuntut bahwasanya perkawinan yang tidak mendapat akte resmi, maka pengakuan terhadap perkawinan itu tidak didengar ketika terjadi pengingkaran, dan seperti kemaslahatan yang menghendaki bahwasanya akad jual beli yang tidak dicatat maka hak kepemilikan tidak bisa dipindahkan. Kesemuanya ini merupakan berbagai kemaslahatan yang tidak disyariatkan hukumnya oleh syar‟i, dan tidak ada dalil yang menunjukan pengakuannya atau pembatalannya.5 Melihat dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa HKI adalah termasuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini MUI melakukan istinbath hukum mengenai fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual cipta dengan menggunakan metode ijtihad untuk memutuskan fatwa tentang perlindungan HKI tersebut, hal itu dikarenakan belum ditemukannya nash yang eksplisit terkait dengan HKI. Oleh karena itu, berdasarkan data diatas komisi fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum Islam mengenai perlindungan terhadap hak cipta untuk dijadikan pedoman umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
4 5
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang; Toha Putra Group, 1944, hlm, 116. Ibid. hlm. 117.
70
B. Analisis Pengaruh Fatwa MUI No. 1 MUNAS V11/MUI/15/2005 terhadap Pelaksanaan layanan foto copy buku berhak cipta Perlindungan atas karya cipta harus ditegaskan. Salah satu bentuk perlindungannya terhadap hak cipta yaitu dengan membuat fatwa yang menjelaskan tentang perlindungan atas karya cipta dan perlindungan terhadap penciptaannya, yaitu fatwa MUI NO.1 TAHUN 2003 dan Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan atas hak cipta, ditegaskan pula dalam undang-undang No. 19 tahun 2002 dan undang-undang No. 7 tahun 1987. Poin-poin yang dicakup oleh fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Yaitu diantaranya: menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual,
mengimpor,
mengekspor,
mengedarkan,
menyerahkan,
menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak. Tetapi penulis tidak membahas tentang semua larangan yang ditetapkan oleh MUI, penulis hanya membahas tentang larangan memperbanyak (mengcopy), yaitu memperbanyak buku berhak cipta tanpa izin pencipta. Seperti yang telah diuraikan diatas, isi fatwa itu sendiri belum tentu dinamis, tetapi minimal fatwa itu responsif. Keperluan terhadap fatwa sudah terasa sejak awal perkembangan Islam. Dengan meningkatnya jumlah pemeluk Islam, maka setiap persoalan yang muncul memerlukan jawaban. Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan bantuan dari
71
orang-orang yang kompeten di bidang tersebut. Dalam masalah agama, yang berkompeten untuk itu adalah para mufti atau para mujtahid. Kaitannya dengan Fatwa MUI tentang perlindungan hak cipta, penulis dapat menyimpulkan bahwa fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah memenuhi kriteria yang seharusnya dipenuhi, didalam fatwa tersebut dimuat alasan kenapa dikeluarkan fatwa MUI tentang perlindumgan hak cipta, sehingga dari sisi materi fatwa MUI mengenai perlindungan hak cipta sudah cukup baik. Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta'lif), salah satunya hak cipta, perlu dipertimbangkan pendapat Wahbah al-Zuhaili. Imuwan muslim ini berpendapat bahwa hak kepengarangan dilindungi oleh hukum Islam. Karenanya, mencetak ulang atau mengkopy buku tanpa izin merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. Berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara' [hukum Islam], atas dasar qaidah (istishlah) tersebut, mencetak ulang atau meng-copy buku (tanpa izin yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan Syara' dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril yang menimpanya.6 Dalam fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan
Hak
Kekayaan
Intelektual
(HKI),
menggunakan,
mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan,
menyerahkan,
menyediakan,
mengumumkan,
memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak termasuk perbuatan yang
6
l
http://musthava.blogspot.com/2009/05/Pelanggaran_Hak_Kekayaan_Intelektual_10.htm
72
haram, dalam UUHC No.19 tahun 2002 juga disebutkan tentang larangan membajak hak kekayaan intelektual, salah satu HKI yang dilindungi yaitu karya tulis atau buku. Tetapi kembali ke dalam pengertian fatwa diatas bahwa “fatwa tidak mempunyai daya ikat”, disebutkan dalam Ensiklopedi Islam bahwa si peminta fatwa baik perorangan, lembaga maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi fatwa atau hukum yang diberikan kepadanya. 7 Allah SWT memiliki kekuasaan yang tiada tara dengan kekuasaanNya, Allah mampu menundukan ketaatan manusia untuk mengabdi kepadaNya. Allah membuat aturan-aturan khusus yang disebut sebagai syari‟at. Syari‟at dibuat bukan untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan manusia sendiri. Allah memberikan tiga alternatif bagi perbuatan manusia, yaitu: positif (wajib), cenderung ke positif (sunnah), netral, cenderung ke negatif (makruh), dan negatif (haram). Allah memberikan hukum keharusan yang disebut dengan „azimah yaitu keharusan untuk melakukan yang positif dan keharusan untuk meninggalkan yang negatif. Namun tidak semua keharusan itu dapat dilakukan manusia, karena kemampuan yang dimiliki manusia berbeda-beda. 8 Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fikih “Menolak kerusakan didahulukan daripada menarik kebaikan”
.9
Karena pada dasarnya, terbentuknya suatu hukum bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan di masyarakat.
7
, http://dariislam.blogspot.com/2010/03/fatwa-pengertian.html, Op. cit Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 124. 9 A. Djazuli, kaidah-kaidah fikih, Jakarta: Prenada Media Group, 2007, hlm. 11. 8
73
Hak cipta merupakan hak kekayaan intelektual sebagaimana dijelaskan dalam fatwa MUI yang dimaksud dengan kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah fikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan menurut fiqh, hak cipta termasuk kepada hak ibtikar yaitu hasil karya yang diciptakan seseorang dengan mengerahkan daya pikirannya sehingga menciptakan hasil karya.10 Di antara para pemikir Islam, Imam al-Qurafi adalah tokoh Islam pertama yang membahas masalah hak cipta. Dalam kitabnya yang berjudul al-Ijtihadat Imam al-Qurafi berpendapat bahwa hasil karya cipta (hak cipta) tidak boleh diperjual belikan, karena hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari sumber aslinya. Namun demikian pendapat Imam alQurafi tersebut dibantah oleh Fathi al-Daraini yang berpendapat bahwa hak cipta merupakan sesuatu yang bisa diperjual belikan, karena adanya pemisahan dari pemiliknya. Dalam masalah hak cipta ini Fathi al-Daraini mensyaratkan harus ada bukti yang nyata yang membuktikan keaslian ciptaan tersebut.11 Undang-undang hak cipta dalam sejarah Islam awalnya memang belum dikenal, karena umumnya para penemu dan pencipta termasuk pengarang karya-karya besar dalam Islam tidak bertujuan untuk materi dan kekayaan. Karena itu dalam literatur klasik fiqh Islam, kita tidak mengenal Hak Cipta sebagai sebuah hak milik yang terkait dengan kekayaan finansial.12 Berkaitan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tentang Hak Cipta, maka MUI memandang Hak Cipta sebagai salah satu Huquq 10
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, loc. cit. http://www.facebook.com/topic.php?uid=277611973669&topic=15819, dikutip pada tanggal, 1 maret 2011. 12 Dikutip dari hukumonline.com, M. Zaenal Arifin, Mengkaji Hak Kekayaan Intelektual Dari Kacamata Islam, http: //hukumonline.com/detail.asp?/ id= 923&cl=berita 25/11/03. 11
74
Maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum sebagaimana mal (harta) demi ketentuan hukum yang dikeluarkan MUI dalam Hak Cipta. Hak cipta dipandang sebagai hak kekayaan dapat dilihat dari sebab-sebab kepemilikan. Hak milik (milkiyah) dalam hukum Islam dapat diperoleh dari berbagi cara, diantaranya yaitu ihraz al-mubahat (penguasaan harta bebas), yakni cara kepemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasi atau dimiliki oleh pihak lain. AlMubahat atau (harta bebas, harta yang tak bertuan) adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dimiliki oleh orang lain dan tidak ada larangan hukum untuk memilikinya.13 Melihat hak cipta sebagai hak milik berdasarkan sebab-sebab kepemilikan atau ihraz al-mubahat dimana Hak Cipta adalah kekayaan yang bebas yang belum dimiliki oleh siapapun yang kemudian ditemukan oleh seorang penemu dengan proses penemuan yang panjang melalui cara berpikir, uji coba dan dengan jalan lainnya. Allah memberikan kebebasan kepada kita untuk menggunakan kekayaan yang ada, akan tetapi kita tidak boleh
semena-mena
dalam
menggunakannya,
misalnya
dengan
menghambur-hamburkan harta tanpa batasan. Salah satu wujud dari memanfaatkan harta dengan baik yaitu dengan menggunakan harta kekayaan sesuai kebutuhan, karena sesungguhya kekayaan yang ada di alam ini adalah mutlak milik Allah SWT. Manusia hanyalah sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Dalam ajaran Islam terdapat prinsip yang
mengatakan bahwa
segala sesuatu di dunia ini adalah mutlak milik Allah semata, terdapat dalam Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 284 dan Ali-Imron ayat 189.
13
Ghufron A. Mas‟adi, op, cit, hlm. 56.
75
“kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”.14 “kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu”.15 Kebudayaan masyarakat barat yang mengukur segala sesuatunya dengan ukuran materi, maka masyarakat mendirikan lembaga untuk menentukan sebuah penemuan dimana orang mendatafkan penemuannya akan mendapatkan imbalan atau royalty, dan barang siapa yang menjiplak akan diberi sanksi, kemudian hal ini diatur juga oleh masyarakat Islam. Penciptaan hak milik membutuhkan banyak waktu disamping bakat, pekerjaan, dan juga uang untuk membuatnya. Dibidang kesustraan, paten, merek dagang, dan juga dalam teknologi baru seperti perangkat komputer sudah jelas bahwa perlindungan hak milik sangatlah dibutuhkan. Adanya pengorbanan tersebut karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai, dan manfaat ekonomi yang dapat dimiliki maka nilai ekonomi yang melekat menjadikan konsep kekayaan. Dari sinilah kita bisa menyimpulkan bahwa pencipta atau penemu sebuah karya sangat banyak mengorbankan waktu, tenaga, biaya dan pikirannya untuk menemukan karya baru, oleh karena itu kita harus melindungi karyanya. Kemudian, temuan atau karya tersebut mempunyai nilai harga dan dapat bersifat komersil, seperti jika dijual akan mendapat keuntungan yang tidak sedikit sehingga kita harus melindungi hak cipta, 14 15
Depag RI, op. cit , hlm. 50. Ibid, hlm. 76.
76
seperti kita meliendungi harta milik kita. Adapun
maksud
dari
diberikannya hak atas kreatifitas seseorang adalah untuk memberikan perlindungan terhadap para pencipta atau penemu, sehingga akan memacu dan meningkatkan kreatifitas para pencipta dalam berkarya. Islam mengajarkan kita untuk saling melindungi satu sama yang lainnya, Dalam ketentuan hukum Islam bahwa hak cipta seperti karya tulis atau buku adalah tetap pada pemiliknya, mengingat karya tulis merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis sehingga karya tulis itu jadi hak pribadi dan menjadi rizki yang halal bagi pemiliknya.16 Tujuan utama hukum Islam sendiri pada dasarnya adalah untuk melindungi hak milik umat manusia, bahwa tujuan utama hukum syariat Islam adalah memelihara lima hal pokok, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Segala bentuk upaya untuk memelihara kelima macam ini dipandang sebagai maslahat, dan merusaknya adalah mafsadat.17 Disamping itu Allah memberi kelebihan yang istimewa kepada manusia, yaitu dengan kemampuannya dalam menalar, merasa, dan mendengar.
Dengan
menalar
manusia
mampu
menciptakan
dan
mengembangkan kemampuannya. Dalam kemampuan berfikir dan mengembangkan ilmu pengetahuan maka manusia bisa melahirkan temuan-tumuan yang belum ada sebelumya. 16 17
128.
Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, op. cit, hlm. 227. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm.
77
Hak cipta termasuk hak kekayaan intelektual yang dilindungi, karena hak cipta merupkan hasil olah pikir manusia untuk menghasikkan karya cipta. Cara pemerintah melindungi HKI yaitu dengan membuat undang-undang, serta peraturan-peraturan lain, salah satunya yaitu MUI yang mengeluarkan fatwa tentang perlindungan HKI, dan undang-undang. Didalam undang-undang maupun fatwa MUI, disini dijelaskan tentang larangan keras untuk mengcopy, membajak, dan sejenisnya tanpa izin para pencipta. Dalam fatwa MUI disebutkan HKI dipandang sebagai hak kekayaan (huquq maliyah) yang mendapatkan perlindungan hukum sebagai kekayaan (mal), HKI yang mendapatkan perlindungan disini adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, dan di tegaskan tentang keharaman meperbanyak, membajak, menjiplak dan sejenisnya tanpa izin, karena perbuatan itu termasuk perbuatan yang dzalim. Menurut fatwa MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Dalam prakteknya pelayanan foto copy buku berhak cipta tidak melanggar aturan-aturan yang telah
ditetapkan
oleh
MUI,
antara
lain
yaitu;
menggunakan,
mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, memperbanyak,
menyerahkan,
menyediakan,
menjiplak, memalsu, membajak,
mengumumkan, Hasil
penelitian
menyimpulkan bahwasanya kegiatan foto copy buku berhak cipta, tidaklah bertentangan dengan fatwa MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kegiatan
78
mengcopy hanyalah untuk mempermudah masyarakat khususnya pelajar yang membutuhkan buku-buku untuk kepentingan pendidikannya, karena keterbatasan buku, dan biaya yang menjadi tujuan utama untuk lebih memilih mengcopy daripada membeli buku aslinya. Sedangkan yang dilarang oleh MUI, adalah sengaja menjual buku-buku hasil copyan (membuat) tanpa meminta izin dari para penciptanya. 18 Karya hak cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau teknologi diciptakan dengan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya. Adanya pengorbanan tersebut karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dimiliki maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep kekayaan. Dari sinilah bisa dilihat pencipta dan penemu tersebut telah membelanjakan begitu banyak biaya, waktu, dan pikirannya untuk menemukan karyanya, karena itu sudah selayaknya temuan tersebut dilindungi. Kemudian temuan tersebut mempunyai nilai harga dan bisa komersil seperti bila dijual akan mendapat keuntungan yang tidak sedikit sehingga sudah selayaknya melindungi hak cipta, tidak ada bedanya dengan melindungi harta yang sifatnya fisik. Diperbolehkannya kegiatan mengcopy untuk tujuan pendidikan, alasan keterbatasan biaya dan buku dikarenakan pencipta tidak mengalami kerugian dalam sisi materi. Kegiatan mengcopy tersebut hanya bertujuan untuk 18
mempermudah
masyarakat
dalam
memenuhi
kepentingan
Hasil Wawancara dengan Bpk. Muhyidin (Komisi fatwa MUI JATENG) Pada Tanggal 10 Januari 2011.
79
pendidikan mereka tanpa adanya hasil materiil yang diperoleh oleh pihakpihak yang berkepentingan khususnya para pelajar. Copier (orang yang mengcopy) hanya sebatas mengambil manfaat ilmu dari hasil copyan tersebut.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai: 1. Latar Belakang Lahirnya Fatwa tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yaitu dengan melihat semakin maraknya pelanggaran terhadap hak cipta terutama pembajakan yang meresahkan dan merugikan banyak pihak, termasuk MUI sebagai wadah masyarakat para ulama dan cendikiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia, maka dari itu MUI pun mengeluarkan fatwanya yang termaktub dalam Fatwa MUI No. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. 2. Pengaruh Fatwa MUI No. 1 MUNAS VII/MUI/15/2005 terhadap Pelaksanaan Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta dalam prakteknya pelayanan foto copy buku berhak cipta tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh MUI, bahwasanya kegiatan foto copy buku berhak cipta, tidaklah bertentangan dengan fatwa MUI NO. 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), kegiatan mengcopy hanyalah untuk mempermudah masyarakat khususnya pelajar yang membutuhkan buku-buku untuk kepentingan pendidikannya, Sedangkan yang dilarang oleh MUI, adalah sengaja menjual buku-buku hasil copyan (membuat) tanpa meminta izin dari para penciptanya.
80
81
B. SARAN-SARAN Dengan seluruh
selesainya penulisan skripsi ini, penulis
menuangkan
kemampuan dan kemauan yang ada mengenai pembahasan
“Tinjauan Fatwa MUI Nomor : 1/MUNASVII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Terhadap Layanan Foto Copy Buku Berhak Cipta, Maka selanjutnya penulis akan menyampaikan saransaran sebagai berikut: Seperti yang telah penulis ungkapkan, bahwa belum ditemukan dalil dari
Al Qur'an dan Sunnah yang mengkaji tentang hak yang
dimiliki pencipta sebagaimana terkandung dalam UUHC, dan fatwa MUI. Oleh karena itu, fiqh bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalahmasalah yang timbul dalam kajian ini, Setidaknya fiqh dapat memberikan hukum yang pasti bagi umat Islam agar dalam masalah ini tidak terjadi usaha yang haram. Untuk itu para cendekiawan muslim, ilmuwan serta ulama’ dituntut untuk mengeluarkan fatwa agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam bidang hukum. Sebagaimana pada umumnya, sebuah produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah telah memberikan perlindungan yang mengena. Namun dalam prakteknya masih mendatangkan kesulitan sehingga menimbulkan kesan seakan hukum itu sendiri tidak memiliki kekuatan. Seperti dalam perlindungan hak cipta, tidak ada lembaga atau badan khusus yang mengawasi
dan
menegakkan
UUHC.
Sehingga
perlindungan
hanya
dibebankan pada pencipta itu sendiri. Maka sebaiknya pemerintah dalam
82
mengeluarkan sebuah produk hukum tidak setengah hati,. Artinya harus disertai dengan perangkat yang lain agar Undang-undang tersebut dapat ditegakkan secara baik dan semestinya. Hasil penelitian ini menyarankan kepada masyarakat khususnya yaitu: 1. Bagi pelajar, untuk lebih memilah-milah buku yang akan di copy dan dalam kewajaran. 2. Bagi jasa foto copy sendiri untuk tidak mempergunakan kesempatan tersebut untuk tujuan komersial, karena dalam pandangan agama di situ terdapat hak orang lain yang dirugikan.
C. PENUTUP Puji syukur kehadirat Allah dzat Yang Maha Benar, hanya karena hidayah-Nya
akhirnya
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
ini
sebagai persyaratan gelar sarjana dalam bidang hukum Islam. Namun harap untuk bisa dimaklumi bahwa “Tiada Gading yang Tak Retak” bahwa setiap insan mempunyai kekurangan karena hanya Tuhan yang mempunyai sifat sempurna. Apalagi penulis skripsi ini yang sarat dengan kelemahan, ketidak mampuan,dan kekurangan yang tak mungkin untuk ditutup-tutupi. Selanjutnya hanya kepada Engkaulah “Ya … Allah” penulis Tawakal dan berdo’a dengan penuh harap semoga apa yang tertulis dalam Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis (atas studinya) dan kepada siapa saja (sebagai Amal Shaleh). Semoga skripsi ini dapat menjadi inspirasi, menambah khazanah keislaman bagi kita semua. Amin. Akhirnya hanya kritik yang konstruktif dari pembaca yang selanjutnya penulis harapkan agar dapat mengoreksi
83
dalam langkah menuju masa depan keilmuan yang lebih matang. Ucapan terima kasih yang penulis ucapkan kepada siapa pun.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini, prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: PT. Rineke Cipta, Cet. Ke-11, 1997 Ash Shiddieqy, Teuku Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001 Bisri, Moh Adib, Terjemahan Al-Faraidul Bahiyah, Menara Kudus : Kudus, 1988 Depag RI, Al-Qur’an dan terjemah, Semarang: Toha Putera, 2006 Djakfar, Muhammad, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, Malang: UIN- Malang Press, 2007 Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997 Djazuli, A, kaidah-kaidah fikih, Jakarta: Prenada Media Group, 2007 Fatwa MUI tentang Hak Cipta - Agama - www.fauzinge.com.htm Gautama, Sudargo, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, Jakarta: PT Aresco, 1990 Hak Cipta Dalam Pandangan Islam, Republika: Edisi Jum’at, 16 oktober 2009 Haroen, Nasrudin, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 Hutauruk, M., Peraturan Hak Cipta Nasional,Cet. 1 Jakarta; Penerbit Erlangga 1982 Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII MUI Tahun 2005, Sekretariat MUI 2005 Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang; Toha Putra Group, 1944 Kitab Awal Musnad al-Bashriin, bab hadist Umar bin Yastribiyyi Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 1, Kalam Mulia, Jakarta: 1994
Lubis, Suhrawardi, K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000 Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam Teori Dan Praktek(Dasar-Dasar Ekonomi Islam), Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf,1993 Mas’adi, Ghuffron A, Fiqh Muamalahn Konstektual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 Mavyn, Lewis dan Latifa Algaound, Parbankan Syariah Prinsip Praktek Prospek, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001 Moloeng, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 2000 Nasir Moh., Metode Penelitain, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999 Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2000 Qardhawi, Yusuf, Al-Fatwa bainal indhibat wat-Tasayyub, As’ad Yasin, “Fatwa Antara Ketelitian Dan Kecerobohan”, Jakarta : Gema Insani Press, Cet. 1, 1997 , Daurul qiyam wal akhlaq fil iqtishadil Islami, Zainal Arifin “Norma Dan Etika Ekonomi Islam”, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1,1997 Ramli, Ahmad M, Cyber Law & Hak Dalam System Hukum Indonesia, Bandung ; PT. Refika Aditama, 2004 Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005 Syarifin, Pipin, dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia, bandung; pustaka bani quraisy, 2004
Undang-Undang HAKI, Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2003 Undang-undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta Usman, Muchlis, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999 Yusanto, M Ismail dan M Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2002 hukumonline.com, M. Zaenal Arifin, Mengkaji Hak Kekayaan Intelektual Dari Kacamata Islam, http: //hukumonline.com/detail.asp?/ id= 923&cl=berita 25/11/03. http://musthava.blogspot.com/2009/05/Pelanggaran_Hak_Kekayaan_Intelektual_10. html http://dariislam.blogspot.com/2010/03/fatwa-pengertian.html http://www.facebook.com/topic.php?uid=277611973669&topic=15819 http: //hukumonline.com/detail.asp?/ id= 923&cl=berita 25/11/03. http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta, Dikutip tanggal 21 Oktober 2010 http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia www.fauzinge.com.htm www. Kompasiana.com, www.republika.com
BIODATA MAHASISWA
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Yeni Ulfiyeni
Tempat/ tanggal lahir
: Cilacap, 15 Agustus 1988
Alamat
:Ds. Sitinggil RT.07 RW.08 Rawajaya Bantarsari Cilacap
Nama orang tua: Bapak
: H. Slamet Sodiqin
Ibu
: Hj. Rusmini
Alamat
:Ds. Sitinggil RT.07 RW.08 Rawajaya Bantarsari Cilacap
Demikian biodata saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 23 Juni 2011 Penulis
(Yeni Ulfiyeni)