HALAMAN JUDUL
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GAGAL GINJAL KRONIK PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
Skripsi Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Pendidikan Tahap Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
Disusun Oleh: Ibnu Fajar Eka Widyantara H2A012009
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016
i
http://repository.unimus.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing skripsi dari: Nama
: Ibnu Fajar Eka Widyantara
NIM
: H2A012009
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
: Universitas Muhammadiyah Semarang
Judul
:ANALISIS FAKTOR-FAKTORYANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GAGAL GINJAL KRONIK PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
Dosen Pembimbing : 1. dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD, FINASIM 2. dr. Arief Tajally A.,MH.Kes Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Tahap Pendidikan Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
Semarang,
Pembimbing I,
Februari2016
Pembimbing II,
dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD, FINASIM NIK : 196712031996031001
dr. Arief Tajally A.,MH.Kes NIK : 28.6.1026.247
ii
http://repository.unimus.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GAGAL GINJAL KRONIK PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Disusun oleh : Ibnu Fajar Eka Widyantara H2A012009 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Kaya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang pada tanggal 19Februari 2016 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan Semarang, 1Maret2016
Tim Penguji
dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD, FINASIM NIK : 196712031996031001
...................................
dr. Arief Tajally A.,MH.Kes NIK : 28.6.1026.247
...................................
dr. Setyoko, Sp.PD NIP : 196504161995031001
....….…......................
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Tahap Pendidikan Akademik Semarang, 1 Maret 2016
dr. M. Riza Setiawan Ketua Tahap Pendidikan Akademik
iii
http://repository.unimus.ac.id
HALAMAN PERNYATAAN
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Ibnu Fajar Eka Widyantara NIM : H2A012009 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GAGAL GINJAL KRONIK
PADA
PASIEN
HEMODIALISIS
DI
RSUD
TUGUREJO
SEMARANGadalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi tersebut diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.
Semarang, Februari 2016 Yang membuat pernyataan
Ibnu Fajar Eka Widyantara
iv
http://repository.unimus.ac.id
KATA PENGA NTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, yang diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Tahap Pendidikan Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Skripsi ini berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GAGAL GINJAL KRONIK PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG“. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankanlah saya sebagai penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. dr. Siti Moetmainah, Sp.OG(K), MARS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. 2. dr. M. Riza Setiawan selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. 3. dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD, FINASIM, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi terselesaikan dengan baik. 4. dr. Arief Tajally A.,MH.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi terselesaikan dengan baik. 5. Segenap dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang atas segala pengajaran, bimbingan, dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 6. Kedua orang tua dan adik tercinta yang telah memberi dukungan dan do’a kepada penulis sehingga skripsi terselesaikan dengan baik. Kepada pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Semarang, Februari 2016
Penulis
v
http://repository.unimus.ac.id
Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien Hemodialisis Di RSUD Tugurejo Semarang Ibnu Fajar Eka Widyantara,(1) Zulfachmi Wahab(2) Arief Tajally A.(3) ABSTRAK Latar Belakang:Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang bersifat progesif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Faktor-faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi, dan pielonefritis kronik dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektif yang dianalisis dengan uji statistik dengan tingkat kemaknaan 95% yang meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat terhadap variabel hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi dan pielonefritis kronik terhadap kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 58 sampel, data diambil dari rekam medis pada periode JanuariDesember 2014 dengan teknik Simple Random Sampling. Hasil: Hasil analisis bivariat dari 58 sampel, variabel hipertensi (OR=5,652; p=0,023), variabel diabetes melitus (OR=5,333; p=0,004), variabel nefropati obstruksi (OR=3,600; p=0,041), variabel pielonefritis kronik (OR=3,096; p=0,041). Variabel hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi dan pielonefritis kronik menunjukan ada hubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis.Hasil analisis multivariat menunjukan hipertensimerupakan variabel paling berpengaruh terhadap kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis (OR=5,652; p=0,023) dan nilai koefisien determinasi variabel hipertensi dan diabetes melitus (Nagelkerke R Square=0,438) hal ini menunjukkan hipertensi bersama diabetes melitus dapat menjelaskan kejadian gagal ginjal kronik sebesar 43,8%. Kesimpulan: Ada hubungan antarahipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi, dan pielonefritis kronik terhadap kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh dan hipertensi bersama diabetes melitus dapat menjelaskan kejadian gagal ginjal kronik sebesar 43,8%. Kata kunci : Gagal ginjal kronik, Faktor risiko
vi
http://repository.unimus.ac.id
Analysis Of Factors Related To Chronic Kidney Disease In Hemodialysis Patients Of RSUD Tugurejo Semarang Ibnu Fajar Eka Widyantara,(1) Zulfachmi Wahab(2) Arief Tajally A.(3) ABSTRACT Backgrund:Chronic kidney disease is a progressive and irreversible decrease of kidney functions. This dysfunction is caused when the body fails to maintain the metabolism and balance of fluids and electrolytes which leads to urea and other nitrogen waste retention inside the blood. Risk factors such as hypertension, diabetes, obstructive nephropathy and chronic pyelonephritis may lead to chronic kidney disease. This study is aimed to analyze the factors related to chronic kidney disease in hemodialysis patients of RSUD Tugurejo Semarang Hospital. Metode: This study is a analytical descriptive study with a retrospective approach, and statistical analysis is done with a 95% level of significance and includes univariate, bivariate and multivariate analysis on variables which includes hypertension, diabetes, obstructive nephropathy and chronic pyelonephritis on its correlation with chronic kidney disease in hemodialysis patients. A total of 58 samples were obtained through medical records from January-December 2014 and simple random sampling. Result: Bivariate analysis of 58 samples showed that hypertension (OR= 5,652 ; p = 0,023), diabetes (OR = 5,333 ; p = 0,004), obstructive nephropathy (OR = 3,600 ; p = 0,041) and chronic pyelonephritis (OR = 3,096 ; p = 0,041) are correlated to the incidence of chronic kidney disease in hemodialysis patients. Multivariate analysis shoed that hypertension is the most affecting variabel towards chronic kidney disease in hemodialysis patients (OR = 5,652 ; p = 0,023), and the variabel determintaion coefficent of hypertension and diabetes (Nagelkerke R Square = 0,438) showed that hypertension accompanied by diabetes have a 43,8% chance of causing chronic kidney disease in hemodialysis patients. Conclusion: There is a correlation between hypertension, diabetes, obstructive nephropathy and chronic pyelonephritis with chronic kidney disease in hemodialysis patients of RSUD Tugurejo Semarang Hospital. Hypertension is found to be the most affecting risk factor, and, if accompanied with diabetes, can cause chronic kidney disease in 43,8% cases. Keyword :Chronic kidney disease, risk factor.
1)
Undergraduate Student of Medical Faculty of Muhammadiyah Semarang University, Internist Staff of Medical Faculty of Muhammadiyah Semarang University, 3) Lecturer of Medical Faculty of Muhammadiyah Semarang University. 2)
vii
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................
i
Halaman Persetujuan ......................................................................................
ii
Halaman Pengesahan ...................................................................................... iii Pernyataan ....................................................................................................... iv Kata Pengantar ................................................................................................ v Abstrak ............................................................................................................ vii Daftar Isi .........................................................................................................
ix
Daftar Tabel ..................................................................................................... xii Daftar Gambar ................................................................................................. xiii Daftar Lampiran .............................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 C. Tujuan ......................................................................................................... 4 1. Tujuan Umum ......................................................................................... 4 2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 4 D. Orisinalitas .................................................................................................. 5 E. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6 1. Manfaat Teoritis ....................................................................................... 6 2. Manfaat Praktisi ...................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Ginjal Kronik ................................................................................... 7 1. Definisi ................................................................................................... 7 2. Klasifikasi ............................................................................................... 7 3. Faktor Penyebab ..................................................................................... 9 4. Patofisiologi ...........................................................................................
13
5. Manifestasi Klinis ..................................................................................
13
viii
http://repository.unimus.ac.id
6. Pendekatan Diagnosis ............................................................................
17
6. Penatalaksanaan .....................................................................................
19
B. Hemodialisis ............................................................................................... 21 1. Definisi ................................................................................................... 21 2. Indikasi ................................................................................................... 21 3. Prinsip Kerja Hemodialisis ....................................................................
22
4. Komplikasi Hemodialisis ......................................................................
23
C. Kerangka Teori ........................................................................................... 24 D. Kerangka Konsep ....................................................................................... 25 E. Hipotesis ...................................................................................................
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 26 1. Ruang Lingkup Keilmuan ...................................................................... 26 2. Waktu Penelitian .................................................................................... 26 3. Tempat Penelitian .................................................................................
26
B. Jenis Penelitian ..........................................................................................
26
C. Populasi Dan Sampel .................................................................................
26
1. Populasi .................................................................................................. 26 2. Sampel ...................................................................................................
26
D. Variabel Penelitian ....................................................................................
27
1. Variabel Bebas ......................................................................................
27
2. Variabel Terikat ....................................................................................
27
E. Definisi Operasional ..................................................................................
28
F. Bahan Dan Alat .........................................................................................
29
G. Data Yang Dikumpulkan ...........................................................................
29
H. Alur Penelitian ...........................................................................................
30
I. Pengolahan Dan Analisis Data ..................................................................
30
1. Pengolahan Data ....................................................................................
30
2. Analisis Data .........................................................................................
31
a. Analisis Univariat ...........................................................................
31
b. Analisis Bivariat .............................................................................
31
ix
http://repository.unimus.ac.id
c. Analisis Multivariat ........................................................................
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .........................................................................................
32
B. Pembahasan ...............................................................................................
39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...............................................................................................
43
B. Saran .........................................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
45
LAMPIRAN .................................................................................................
49
x
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Hal
Tabel 1.1. Orisinalitas
5
Tabel 2.1. Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit
8
Tabel 2.2.Rencana tatalaksana GGK sesuai dengan derajatnya
19
Tabel 3.1. Definisi operasional
28
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden
32
Tabel 4.2. Hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik
33
Tabel 4.3. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik
34
Tabel 4.4. Hubungan nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik
34
Tabel 4.5. Hubungan pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik
35
Tabel 4.6. Hasil analisis bivariat hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi dan
35
pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik Tabel 4.7.Hasil analisis regresi logistik I
36
Tabel 4.8.Hasil analisis regresi logistik II
36
Tabel 4.9. Hasil analisis regresi logistik III
37
Tabel 4.10. Hosmer and lemeshow test
37
Tabel 4.11. Hasil koefisien determinasi
38
xi
http://repository.unimus.ac.id
ABSTRAK
DAFTAR GAMBAR Gambar
Hal
Gambar 2.1. Kerangka teori
24
Gambar 2.2. Kerangka konsep
25
Gambar 3.1. Alur penelitian
30
xii
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Hal
Lampiran 1 Daftar rekam medik
37
Lampiran 2 Analisis Data
52
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
61
xiii
http://repository.unimus.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang bersifat progesif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah.1Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversibel dan didasari oleh banyak faktor.2 Gagal ginjal kronik sudah merupakan masalah dalam kesehatan di seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan dari data World Health Organization (WHO) yang menyebutkan bahwa gagal ginjal kronik menyebabkan kematian 850.000 jiwa setiap tahunnya.Hal ini membuktikan bahwa penyakit gagal ginjal kronik menduduki peringkat ke-12 tertinggi, hingga tahun 2015 WHO memperkirakan ada sebanyak 36 juta orang di dunia meninggal akibat gagal ginjal kronik.3 Jumlah penderita gagal ginjal kronik yang menjadi gagal ginjal terminal (End Stage
Renal
Disease)
terus
mengalami
peningkatan
dan
diperkirakan
pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Yang dimaksud dengan gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease) merupakan keadaan dimana ginjal sudah tidak dapat menjalankan fungsinya lagi. Ginjal tersebut tidak dapat diperbaiki lagi sehingga terapi yang bisa dilakukan adalah dialisis setiap jangka waktu tertentu atau transplantasi ginjal. Dialisis merupakan proses yang bertujuan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika fungsi ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.Terapi dialisis yang sering dilakukan adalah hemodialisis dan peritonealdialisis. Dan diantara kedua terapi tersebut yang menjadi pilihan yang utama dan merupakan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis.Sebagian besar penderita gagal
1
http://repository.unimus.ac.id
ginjal membutuhkan 12 sampai 15 jam hemodialisis setiap minggunya yang terbagi dalam dua atau tiga sesi dimana setiap sesi berlangsung antara 3 sampai 6 jam. Kegiatan hemodialisis ini akan berlangsung terus menerus selama hidupnya. Terapi lain seperti transplantasi ginjal masih terbatas karena banyak kendala yang harus dihadapi, diantaranya yaitu ketersediaan donor ginjal, teknik operasi dan perawatan setelah operasi.1,4 Menurut data dari United States Renal Data System (USRDS) prevalensi kejadian gagal ginjal kronik di Amerika Serikat dari tahun ke tahun semakin meningkat tercatat pada tahun 2011 ada 2,7 juta jiwa dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 2,8 juta jiwa.5Data dari Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2008 prevalensi penderita gagal ginjal kronik yaitu sekitar 200-250 per satu juta penduduk dan yang menjalani hemodialisis mencapai 2.260 orang. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 2.148 orang pada tahun 2007.6Di Indonesia prevalensi kejadian gagal ginjal kronik melalui data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yaitu 0,2%. Kelompok umur ≥ 75 tahun mempunyai prevalensi kejadian gagal ginjal kronik lebih tinggi dari pada kelompok umur lainnya yaitu 0,6%. Prevalensi kejadian gagal ginjal kronik menurut jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dengan angka 0,3% sedangkan perempuan hanya 0,2%. Dan prevalensi kejadian gagal ginjal kronik pada Provinsi Jawa Tengah yaitu 0,3%.7 Penyebab kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis baru menurut data yang dikumpulkan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) pada tahun 2011 hasilnya yaitu penyakit hipertensi berada pada urutan pertama sebesar 34%, urutan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 27% dan selanjutnya ada glomerulonefritissebesar 14%, nefropati obstruksi sebesar 8%, pielonefritis kronik sebesar 6%, ginjal polikistik sebesar 1%, penyebab yang tidak diketahui sebesar 1% dan penyebab lainnyasebesar9%.Berbeda pada tahun 2000, penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia urutan pertama dan kedua yaitu glomerulonefritis sebesar 46,4% dan diabetes melitus sebesar 18,7%, selanjutnya ada obstruksi dan infeksi sebesar 12,9%, hipertensi sebesar 8,5% dan penyebab lainnya sebesar 13,7%.8Sedangkan menurut United States Renal Data System
2
http://repository.unimus.ac.id
(USRDS) yang bertanggung jawab terhadap kejadian gagal ginjal kronik urutan pertama dan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 34% dan hipertensi sebesar 21%, kemudian diikuti glomerulonefritis sebesar 17%, pielonefritis kronik sebesar 3,4%, ginjal polikistik sebesar 3,4% dan lain-lain sebesar 21%.5 Dengan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronik, sebaiknya terdapat upaya pencegahan terhadap penyakit – penyakit yang dapat mengakibatkan kejadian gagal ginjal kronik dengan segera memeriksakan diri atau berobat jika ada keluhan yang dapat mengakibatkan suatu penyakit. Seperti dalam hadist yang diriwayatkan oleh Usamah bin Syarik radhiallahu ‘anhu bahwabeliauberkata:
Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Lalu datanglah serombongan Arab dusun, Mereka
bertanya, ‘‘Wahai Rasulullah,
bolehkah kami berobat?’’ Beliau menjawab: ‘‘Iya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.’’ Mereka bertanya: ‘‘Penyakit apa itu?’’ Beliau menjawab: ‘‘Penyakit tua.’’ Dari uraian diatas terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronik dan pada beberapa sumber pustaka faktor yang paling mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronik berbeda-beda. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. B. Rumusan masalah 1. Berdasarkan latar belakang didapatkan rumusan masalah yaitu faktor-faktor apa saja yang berhubungandengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang ?
3
http://repository.unimus.ac.id
C. Tujuan 1. Tujuan umum Menganalisisfaktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan distribusi responden berdasarkan umur. b. Mendeskripsikan distribusi resoonden berdasarkan jenis kelamin. c. Mendeskripsikan kejadian gagal ginjal kronik. d. Mendeskripsikan kejadian hipertensi. e. Mendeskripsikan kejadian diabetes melitus.. f. Mendeskripsikan kejadian nefropati obstruksi. g. Mendeskripsikan kejadian pielonefritiskronik. h. Menganalisis hubungan antara hipertensidengan kejadian gagal ginjal kronik. i. Menganalisis hubungan antara diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik. j. Menganalisis hubungan antara nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik. k. Menganalisis hubungan antara pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik.
D. Orisinalitas Berdasarkan penelusuran kepustakaan penulis menemukan beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik, antara lain :
4
http://repository.unimus.ac.id
No
Penelitian, Tahun
Judul
Desain Penelitian
Hasil
1
Arsono, Soni, 2005
Diabetes melitus sebagai faktor risiko kejadian gagal ginjal terminal
Case Control
Hasil analisis bivariat, faktor risiko yang secara mandiri berpengaruh terhadap kejadian gagal ginjal terminal pada penderita DM adalah kadar gula darah 2 jam pp OR : 3,52 (95%CI : 1,00-12,39), hipertensi diastolik OR : 10,00 (95%CI : 3,27-30,57), hipertensi sistolik OR : 14,15 (95%CI : 4,09-49,02), kadar kolesterol total OR : 5,53 (95%CI : 1,59-19,27), dan kadar trigliserida OR : 6,04 (95%CI : 1,4225,71). Hasil analisis multivariat diperoleh faktor risiko yang secara bersama-sama terbukti berpengaruh terhadap kejadian gagal ginjal terminal pada penderita DM adalah Hipertensi diastolik >= 90 mmHg dengan OR : 15,03 (95%CI : 2,25 — 100,43) dan kadar kholesterol total >= 200 mg/dl dengan OR : 11,61 (95%CI : 1,69 — 79,83).
2
Rika Lolyta, Ismonah, Achmad Solechan, 2012
Analisis faktor yang mempengaruhi tekanan darah hemodialisis pada klien gagal ginjal kronik
Cross sectional
Nurjana, Adha, 2012
Hubungan antara lama hipertensi dengan angka kejadian gagal ginjal terminal Hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal
Cross sectional
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara usia, jenis kelamin, penggunaan obat antihipertensi, dan UFR dengan tekanan darah klien yang menjalani hemodialisis (p>0,05). Sedangkan untuk riwayat keluarga, diet dan IDWG memiliki pengaruh yang signifikan dengan tekanan darah klien yang menjalani hemodialisis (p<0,05). Dari ketiga variabel yang signifikan tersebut yang mempunyai hubungan paling kuat adalah diet, dengan hasil B pada regresi logistik (B = 2.495). Untuk menguji hipotesis digunakan uji korelasi Chi Square didapatkan nilai p = 0,001, nilai signifikan p < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Ada hubungan antara lama hipertensi dengan angka kejadian gagal ginjal terminal.
3
4
Asriani, 2012
Cross sectional
Hasil analisis bivariat didapatkan hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal (p< 0,035).
5
http://repository.unimus.ac.id
E. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis dan untuk informasi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktisi a. Bagi tenaga medis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi bagi tenaga medis untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. b. Bagi masyarakat umum Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronik pada masyarakat umum dan pasien gagal ginjal kronik. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
http://repository.unimus.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal ginjal kronik 1. Definisi Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan struktur dan penurunan fungsi ginjal yang dapat berpengaruh pada ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang terjadi secara bertahap hingga mencapai fase penurunan fungsi ginjal tahap akhir atau merupakan penurunan semua fungsi ginjal secara bertahap disertai penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.9 Gagal ginjal kronik merupakan disfungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan dan diklasifikasikan sesuai dengan tingkatan gangguan fungsional dalam laju filtrasi glomerulus (LFG), pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus yang normal terdapat kelainan sedimen urin persisten, struktur ginjal yang abnormal pada pemeriksaan radiografi dan biopsi ginjal yang abnormal yang dikategorikan sebagai derajat 1 gagal ginjal kronik.10 2. Klasifikasi Pada pasien gagal ginjal kronik, klasifikasi derajat ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu derajat yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi gagal ginjal kronik dalam lima derajat. Derajat pertama adalah kerusakan ginjal dengan faal ginjal yang masih normal, derajat kedua kerusakan ginjal dengan penurunan faal ginjal yang ringan, derajat ketiga kerusakan ginjal dengan penurunan faal ginjal yang sedang, derajat keempat kerusakan ginjal dengan penurunan faal ginjal yang berat, dan derajat kelima adalah gagal ginjal.11 Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar laju filtrasi glomerulus, yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :12 7
http://repository.unimus.ac.id
LFG (ml/mnt/1,73m2)
= (140 – umur) X berat badan *) 72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85 Tabel 2.1. Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit Derajat 1 2 3 4 5
Penjelasan Kerusakan ginjal dengan normal atau meningkat Kerusakan ginjal dengan menurun ringan Kerusakan ginjal dengan menurun sedang Kerusakan ginjal dengan menurun berat Gagal ginjal
LFG
LFG (ml/menit/1,73m2) ≥ 90
LFG
60 - 89
LFG
30 - 59
LFG
15 - 29 < 15 atau dialisis
Sumber: (12) Berdasarkan gambaran umum perjalanan klinis, GGK dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:13 a. Stadium I Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal, selama stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) normal dan penderita asimtomatik atau tanpa gejala yang berarti. Gangguan faal ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan melakukan tes LFG yang teliti. b. Stadium II Stadium ini disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi sudah mengalami kerusakan. LFG besarnya 25% dari normal. Pada stadium ini kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kadar kreatinin serum mulai meningkat di atas batas normal. Pada stadium ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul. Gejala ini muncul sebagai respons terhadap stres dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Nokturia didefinisikan sebagai gejala pengeluaran kemih pada malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kali pada malam hari. Nokturia disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan kemih diurnal normal sampai tingkat tertentu di malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan
8
http://repository.unimus.ac.id
antara jumlah kemih siang hari dan malam hari yaitu 3:1 atau 4:1. Poliuria berarti peningkatan volume kemih yang terus menerus. Normalnya pengeluaran kemih sekitar 1500 ml per hari dan dapat berubah – ubah sesuai jumlah cairan yang diminum. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang merusak tubulus, meskipun biasanya poliuria bersifat sedang dan jarang melebihi 3 liter per hari. c. Stadium III Stadium ini disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Tahap ini timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada stadium ini kadar kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak mampu lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya mengalami oligurik yaitu pengeluaran kemih kurang dari 500 ml per hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit awalnya menyerang tubulus ginjal. 3. Faktor penyebab Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab dan antara negara yang satu dengan negara lain sangat bervariasi. Berikut faktor-faktor penyebab terjadinya gagal ginjal kronik: 12,13 a. Hipertensi Menurut American Kidney Fund, hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya gagal ginjal kronik.14 Peningkatan tekanan dan regangan yang berlangsung kronis pada arteriol kecil dan glomeruli akan menyebabkan
9
http://repository.unimus.ac.id
pembuluh ini mengalami sklerosis. Lesi – lesi sklerotik pada arteri kecil, arteriol dan glomeruli menyebabkan terjadinya nefrosklerosis. Lesi ini bermula dari adanya kebocoran plasma melalui membran intima pembuluh-pembuluh ini, hal ini mengakibatkan terbentuknya deposit fibrinoid di lapisan media pembuluh, yang disertai dengan penebalan progresif pada dinding pembuluh yang nantinya akan membuat pembuluh darah menjadi vasokonstriksi dan akan menyumbat pembuluh darah tersebut.15Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak, yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik.16 b. Diabetes melitus Tingginya kadar gula dalam darah pada penderita diabetes melitus membuat ginjal harus bekerja lebih keras dalam proses panyaringan darah, dan mengakibatkan kebocoran pada ginjal. Awalnya, penderita akan mengalami kebocoran protein albumin yang dikeluarkan oleh urine, kemudian berkembang dan mengakibatkan fungsi penyaringan ginjal menurun. Pada saat itu, tubuh akan mendapatkan banyak limbah karena menurunnya fungsi ginjal. Apabila hal ini berlangsung terus menerus maka akan mengakibatkan terjadinya gagal ginjal kronik.17 Pada penderita diabetes melitusjuga mempunyai kadar kolesterol dan trigliserida plasma yang tinggi, sedangkan konsentrasi HDL (high density lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya sangat rendah.18,19 Sirkulasi yang buruk ke beberapa organ mengakibatkan hipoksia dan cedera jaringan, yang akan merangsang reaksi peradangan yang dapat menimbulkan aterosklerosis.18 Patogenesis aterosklerosis dimulai dengan adanya inflamasi pada pembuluh darah. Dengan adanya hiperglikemia yang kronis, insulin dapat secara langsung menstimulasi pembentukan aterosklerosis. Aterosklerosis akan menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah yang akan berakibat pada berkurangnya suplai darah ke ginjal. Hal ini akan mengakibatkan gangguan pada proses filtrasi di glomerulus yang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal.19
10
http://repository.unimus.ac.id
c. Glomerulonefritis Glomerulonefritis merupakan penyebab penting penyakit gagal ginjal kronik yang diakibatkan respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang
secara
pasti
diketahui
penyebabnya.20Pada
penderita
glomerulonefritis terjadi peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Pada glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kadangkadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebabnya adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1, jarang diakibatkan penyebab lainnya. Tetapi sebenarnya bukan streptokokus yang mengakibatkan kerusakan pada ginjal, diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Kemudian komplemen akan terfiksasi menyebabkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimerfonuklear dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus. Akibatnya, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan sel-sel epitel.
Semakin
meningkatnya
kebocoran
kapiler
glomerulus
mengakibatkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, akibatnya terjadi proteinuria dan hematuria.21 d. Nefropati obstruksi Nefropati obstruksi merupakan suatu keadaan yang ditandai adanya kerusakan parenkim ginjal yang disebabkan oleh obstruksi aliran urin disepanjang traktus urinarius.22Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut ginjal atau uretra, neoplasma, batu, hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher vesika urinaria dan uretra, dan penyempitan uretra.
11
http://repository.unimus.ac.id
Obstruksi aliran urine yang terletak di sebelah proksimal dari vesika urinaria dapat menyebabkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim ginjal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal kronik. Keadaan ini disebut hidronefrosis. Di samping itu, obstruksi yang terjadi di bawah vesika urinaria sering disertai refluks vesikoureter dan infeksi pada ginjal.21 e. Pielonefritis kronik Pielonefritis
kronik
merupakan
cedera
ginjal
progresif
yang
menunjukkan pembentukan jaringan parut parenkim pada pemeriksaan IVP, disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal. Belakangan ini, bukti-bukti menunjukkan bahwa pielonefritis kronik terjadi pada penderita infeksi saluran kemih (ISK) yang juga mempunyai kelainan anatomi utama pada saluran kemih, seperti refluks vesikoureter (VUR), obstruksi, batu, atau neurogenik vesika urinaria. Diperkirakan bahwa
kerusakan
ginjal
pada
pielonefritis kronik
disebabkan oleh refluks urine terinfeksi ke dalam ureter yang kemudian masuk ke dalam parenkim ginjal (refluks intrarenal). Pielonefritis kronik karena refluks vesikoureter merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik.21 f. Ginjal polikistik Ginjal polikistik merupakan penyakit herediter yang ditandai dengan kista-kista multipel, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan merusak parenkim ginjal normal akibat penekanan dan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik. Ginjal dapat membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh kelompok kista-kista yang menyerupai anggur. Kista-kista itu terisi oleh cairan jernih atau hemoragik. Penyakit ini berkembang menjadi gagal ginjal kronik tahap akhir pada sekitar 25% pasien berusia 50 tahun dan sekitar 50% pada pasien usia 60 tahun.21
12
http://repository.unimus.ac.id
4. Patofisiologi Patofisiologi gagal ginjal kronik pada mulanya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Kemudian diikuti penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progesifitas gagal ginjal kronik yaitu albuminuria, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Pada stadium paling dini gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadangan ginjal pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat.Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Hingga LFG sebesar 60%, penderita masih belum merasakan keluhan, tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 30% mulai timbul keluhan pada penderita seperti, nokturia, mual, nafsu makan kurang, badan lemah dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% penderita memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, hipertensi, ganguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lainnya. Dan pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala yang serius dan penderita sudah membutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. 12 5. Manifestasi klinis Penyakit gagal ginjal kronik akan menimbulkan tanda dan gejala pada sistem atau organ tubuh, antara lain: a. Sistem kardiovaskular
13
http://repository.unimus.ac.id
Hipertensi dapat terjadi karena retensi cairan dan sodium. Hal tersebut terjadi karena pada gagal ginjal kronik aliran darah ke ginjal menurun sehingga mengaktivasi apparatus juxtaglomerular untuk memproduksi enzim renin yang menstimulasi angiotensin I dan II serta mengakibatkan vasokonstriksi perifer.Angiotensin II merangsang produksi aldosteron dari korteks adrenal, kemudian terjadi peningkatan reabsorbsi sodium dalam ginjal sehingga meningkatkan cairan interstitial dan sodium dalam darah. Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis karena iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik.23 b. Sistem respirasi Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah edema pulmoner dan pneumonia yang sering menyertai gagal jantung karena retensi natrium dan air yang berlebihan.23 Foto thorax pada paru uremik memperlihatkan infiltrasi bilateral berbentuk kupu-kupu pada paru. Konfigurasi kupukupu pada edema paru terjadi karena peningkatan permeabilitas membran kapilar alveolar di sekitar hilus paru. Gejala dan tanda lainnya yaitu pernapasan kussmaul, dispnea dan napas berbau uremik.24 c. Sistem gastrointestinal Gejala dan tanda yang sering terjadi yaitu anoreksia, mual dan muntah. Gejala-gejala ini ikut bertanggung jawab atas terjadinya penurunan berat badan pada penderita GGK. Gejala lainnya yaitu dapat terbentuk tukak pada mukosa lambung dan usus besar dan kecil dan dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup berat. Pasien juga sering mengeluh rasa kecap logam pada mulutnya dan napas berbau amonia karena flora normal pada mulut yang dapat memecah urea dalam saliva sehingga membentuk amonia yang menimbulkan bau seperti urine pada napas. Pada mulut dapat terjadi peradangan dan ulserasi (stomatitis) dan lidah menjadi berselaput dan kering.24
14
http://repository.unimus.ac.id
d. Sistem saraf Adanya retensi produk sampah dalam darah dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menurunkan kemampuan neurotransmisi dalam berbagai organ yang bisa berlanjut kepada gangguan sistem saraf perifer yang mengakibatkan burning pain, Restless Leg Syndrome, spasme otot dan kram.23 Selain itu terdapat gejala dini berupa ketidakmampuan berkonsentrasi, letargi dan insomnia. Terjadi perubahan perilaku yang ringan, kehilangan daya ingat dan penurunan kemampuan menilai. Pada stadium terminal dapat terjadi flapping tremor, khorea, kedutan otot, stupor dan koma.25 e. Sistem sirkulasi dan imun Pada pasien gagal ginjal kronik sering terjadi anemia dengan kadar Hb <6 gr% atau hematokrit <25-30%. Pada pasien yang melakukan hemodialisis, hematokrit berkisar antara 39-45%. Anemia terjadi karena produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi seperti zat besi, asam folat dan vitamin B12 atau kehilangan nutrisi selama hemodialisa dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena status uremik penderita, terutama dari saluran gastrointestinal.23 Atrofi jaringan limfoid dan limfopenia sering ditemukan. Hitung neutrofil biasanya normal. Namun demikian, toksin uremik mengakibatkan gangguan fungsi neutrofil, limfosit serta monosit,dan gangguan pada respons inflamasi akut. Dengan demikian pasien GGK akan menjadi lebih rentan terhadap infeksi.25 f. Sistem uropoetika dan reproduksi Poliuria akibat diuresis osmotik lambat laun akan menjurus pada oliguria, bahkan juga anuria karena kerusakan massa nefron yang berlangsung bertahap. Dengan berkurangnya massa nefron dan LFG, maka proteinuria yang mungkin sudah nyata pada awal penyakit GGK menjadi makin tidak berarti atau mungkin hilang sama sekali. Kadang-kadang pada sedimen urine dapat ditemukan adanya silinder granular yang besar, ini merupakan ciri khas GGK lanjut. Pada perempuan muda yang
15
http://repository.unimus.ac.id
mengalami uremia dapat menyebabkan tidak teraturnya atau berhentinya menstruasi, sedangkan pada laki-laki umumnya menjadi impoten dan steril bila LFG turun hingga 5 ml/menit. Baik laki-laki maupun perempuan akan kehilangan libido bila uremia semakin berat. Sesudah menjalani hemodialisis yang teratur atau transplantasi ginjal, fungsi seksual dan reproduksi mungkin akan normal kembali.24 g. Sistem muskuloskeletal Gangguan yang dapat terjadi berupa penyakit tulang uremik yang sering disebut osteodistrofi ginjal yang disebabkan oleh perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.23Retensi fosfat, asidosis dan penurunan sintesis 1,25(OH)2D3, semuanya memberikan konstribusi pada penyakit tulang metabolik uremik. Pada keadaan ini terdapat bukti secara histologik dan klinis adanya osteomalasia defisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme sekunder. Perubahan ini adalah konsekuensi dari adanya
retensi
fosfat
dan
hipokalsemia.
Asidosis
metabolik
mengakibatkan dekalsifikasi tulang dan osteoporosis. Pada tulang juga terdapat bercak-bercak osteosklerosis. Semua perubahan ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang menderita GGK dengan perjalanan yang progresif lambat.25 h. Sistem integumen Adanya penimbunan pigmen urine terutama urokrom bersama anemia pada insufisiensi ginjal lanjut akan menyebabkan kulit penderita GGK menjadi putih seakan-akan berlilin dan kekuning-kuningan. Pada orang dengan warna kulit coklat, kulit akan berwarna coklat kekuningan, sedangkan pada orang dengan warna kulit hitam, kulit akan berwarna abu-abu bersemu kuning, terutama pada bagian telapak tangan dan kaki. Selain itu kulit mungkin menjadi bersisik dan kering, sedangkan rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Kuku menjadi tipis dan rapuh, bergerigi dan memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan berselang-seling. Kelainan pada kuku ini merupakan ciri khas kehilangan protein yang kronik. Penderita juga sering mengalami pruritus karena
16
http://repository.unimus.ac.id
peningkatan fungsi kelenjar paratiroid dan pengendapan kalsium dalam kulit. Jika kadar BUN sangat tinggi, maka pada bagian-bagian kulit yang berkeringat dapat timbul kristal-kristal urea yang halus dan berwarna putih yang disebut sebagai kristal uremik.24 i. Penglihatan Penderita gagal ginjal kronik dapat mengalami iritasi mata atau sindrom mata merah akibat terjadinya deposit kalsium dalam konjungtiva. Pada konjungtiva juga dapat mengalami edema akibat rendahnya kadar albumin.23 Endapan garam kalsium dapat terjadi pada permukaan mata karena pH di tempat ini tinggi sehingga mempermudah pengendapan. Endapan garam kalsium pada konjungtiva dan kornea mata disebut keratopati pita (band keratopathy). Keratopati pita tampak sebagai kekeruhan granula yang berwarna abu-abu atau keputih-putihan dalam bentuk sabit pada sisi nasal atau temporal limbus (tempat kornea dan sklera bertemu pada bagian mata yang berwarna dan bagian putih mata). Endapan pada konjungtiva kadang-kadang mengakibatkan gangguan iritasi yang hebat disertai mata merah dan berair.24 j. Gangguan tidur Pada penderita gagal ginjal tahap akhir sering mengalami uremia akibat penimbunan sampah metabolisme. Uremia dapat menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf dan menyebabkan Restless Leg Syndrome.23Restless Leg Syndrome adalah salah satu bentuk gangguan tidur dan penyebab insomnia pada pasien hemodialisis. Penderita GGK yang menjalani hemodialisis sering mengalami gangguan tidur berupa kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur dan bangun terlalu dini.26,27 6. Pendekatan diagnosis Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:28 a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), yang ditandai dengan adanya: kelainan patologis,
17
http://repository.unimus.ac.id
terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urine, atau kelainan radiologi. b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) <60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pendekatan diagnosis dapat dilakukan dengan cara melihat gambaran klinis, gambaran laboratoris, gambaran radiologis, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal.12 a. Gambaran klinis Gambaran klinis penderita gagal ginjal kronik meliputi: 1). Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus eritematosus sistemik, dan lainlain. 2). Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, anoreksia, mual, muntah, letargi, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. 3). Gejala komplikasinya yaitu, hipertensi, payah jantung, anemia, osteodistrofi
renal,
asidosis
metabolik,
gangguan
keseimbangan
elektrolit. b. Gambaran laboratoris Gambaran laboratorium gagal ginjal kronik meliputi: 1). Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. 2). Penurunan faal ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG. 3). Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiper atau hipokloremia, hiponatremia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik. 4). Kelainan urinalisis meliputi, proteinemia, leukosituria, hematuria, cast, isostenuria. c. Gambaran radiologis Gambaran radiologi gagal ginjal kronik meliputi: 1). Foto polos abdomen dapat tampak batu radio-opak. 2). Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak dapat melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal
18
http://repository.unimus.ac.id
yang sudah mengalami kerusakan. 3). Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. 4). Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, kalsifikasi, massa. 5). Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi. d. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal Biopsi dan pemeriksaan hitopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk
mengetahui
etiologi,
menetapkan
terapi,
prognosis,
dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasikontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas. 7. Penatalaksanaan Perencanaan tatalaksana gagal ginjal kronik sesuai derajat penyakitnya, dapat dilihat pada tabel 2.2.12 Tabel 2.2. Rencana tatalaksana GGK sesuai dengan derajatnya Derajat 1
LFG (ml/mnt/1,73m2) ≥90
2 3 4 5
60-89 30-59 15-29 <15
Rencana tatalaksana Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular Menghambat pemburukan fungsi ginjal Evaluasi dan terapi komplikasi Persiapan untuk terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal
Sumber: (12)
Terapi gagal ginjal kronik dibagi menjadi dua, yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.12,29 A. Terapi non farmakologi 1) Pengaturan asupan protein: mulai dilakukan pada LFG ≤60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8 kgBB/hari 19
http://repository.unimus.ac.id
2) Pengaturan asupan kalori: 30-35 kkal/kgBB/hari 3) Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh 4) Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total 5) Garam (NaCl): 2-3gram/hari 6) Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari 7) Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari (pasien HD: 17 mg/hari) 8) Kalsium: 1400-1600 mg/hari 9) Besi: 10-18 mg/hari 10) Magnesium: 200-300 mg/hari 11) Asam folat pasien HD: 5 mg 12) Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss) B. Terapi farmakologi 1) Kontrol tekanan darah a. Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (ACE inhibitor) dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan. b. Penghambat kalsium c. Diuretik 2) Untuk pasien diabetes melitus, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk diabetes melitus tipe 1 yaitu 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk diabetes melitus tipe 2 yaitu 6%. 3) Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl 4) Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), kalsitrol 5) Koreksi asidosis metabolik dengan target HC03 20-22 mEq/l 6) Koreksi hiperkalemia Kontrol dislipidemia dengan target LDL 100 mg/dl dianjurkan golongan statin
20
http://repository.unimus.ac.id
7) Terapi ginjal pengganti
B. Hemodialisis 1. Definisi Hemodialisis merupakan dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Darah dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter arteri, masuk ke dalam sebuah mesin besar. Di dalam mesin tersebut terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermeabel. Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan pendialisis, dan di antara keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena.Hemodialisis memerlukan waktu sekitar 3 sampai 5 jam dan dilakukan sekitar 3 kali dalam seminggu.30 2. Indikasi Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi hemodialisis segera (emergency) dan hemodialisis kronik.31 A. Indikasi hemodialisis segera Hemodialisis segera merupakan hemodialisis yang harus segera dilakukan, indikasinya antara lain: 1. Kegawatan ginjal a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam) c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam) d. Hiperkalemia ( terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l) e. Asidosis berat (Ph <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l) f. Uremia (BUN >150 mg/dL) g. Ensefalopati uremikum h. Neuropati atau miopati uremikum i. Perikarditis uremikum j. Disnatremia berat (Na >160 mmol/L atau <115 mmol/L) k. Hipertermia
21
http://repository.unimus.ac.id
2. Keracunan akut (alkohol dan obat-obatan) yang dapat melewati membran dialisis. B. Indikasi hemodialisis kronik Hemodialisis
kronik
merupakan
hemodialisis
yang
dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup pasien dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis dimulai jika LFG <15 ml/menit. Keadaan pasien yang mempunyai LFG <15ml/menit tidak selalu sama.28 Sehingga hemodialisis mulai dianggap perlu jika dijumpai salah satu dari hal di bawah ini:31 1. LFG <15 ml/menit, tergantung gejala klinis 2. Gejala uremia meliputi: letargia, anoreksia, nausea, mual dan muntah. 3. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot. 4. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan. 5. Komplikasi metabolik yang refrakter. 3. Prinsip kerja hemodialisis Dialisis merupakan suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melewati suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialisis peritoneal adalah dua teknik utama yang digunakan pada dialisis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, yaitu difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.32 Hemodialisis terdiri dari tiga kompartemen: 1) kompartemen darah, 2) kompartemen cairan pencuci (dialisat), dan 3) ginjal buatan (dialiser). Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, selanjutnya masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang sudah bersih ini masuk ke pembuluh balik, kemudian beredar di dalam tubuh. Prinsip kerja hemodialisis yaitu molekul solute berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solute lebih tinggi) menuju cairan yang lebih encer (konsentrasi solute lebih rendah).33 Komposisi solute (bahan
22
http://repository.unimus.ac.id
terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melewatimembran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melalui membran disebut osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan ultrafiltrasi. Difusi merupakan perpindahan solute yang terjadi karena gerakan molekulnya secara acak, sedangkan ultrafiltrasi merupakan perpindahan molekul yang terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melalui porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik,karena perbedaan konsentrasi larutan.31 4. Komplikasi hemodialisis Meskipun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak pasien yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis.34Komplikasi hemodialisis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik.31 A. Komplikasi akut Komplikasi akut merupakan komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi yaitu: hipotensi, hipertensi, reaksi alergi, aritmia, emboli udara, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.31,35 B. Komplikasi kronik Komplikasi kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi yang sering terjadi adalah: penyakit jantung,
malnutrisi,
neurophaty, disfungsi
hipertensi,
anemia,
renal
osteodystrophy,
reproduksi, gangguan perdarahan, infeksi,
amiloidosis, acquired cystic kidney disease.35
23
http://repository.unimus.ac.id
C. Kerangka teori Hipertensi
Diabetes melitus Hiperglikemia
Peningkatan tekanan pembuluh darah
Filtrasi darah lebih berat Kebocoran kapiler glomerulus
Lesi sklerotik Nefrosklerosis Gagal Ginjal Kronik
Kerusakan parenkim ginjal
Pembentukkan jaringan parut parenkim
Hidronefrosis
Infeksi parenkim ginjal Obstruksi traktus urinarius Refluks urine terinfeksi
Nefropati obstruksi
Pielonefritis kronik
Gambar 2.1
24
http://repository.unimus.ac.id
D. Kerangka konsep Hipertensi Diabetes melitus Gagal ginjal kronik Nefropati obstruksi
Pielonefritis kronik Gambar 2.2
E. Hipotesis 1. Ada hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik. 2. Ada hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik. 3. Ada hubungan nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik. 4. Ada hubungan pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik.
25
http://repository.unimus.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang lingkup penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu penyakit dalam. 2. Waktu penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 – Januari 2016. 3. Tempat penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di RSUD Tugurejo Semarang.
B. Jenis penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektif yaitu studi yang didasarkan pada catatan medis, berupa pengamatan terhadap peristiwa yang telah terjadi.36
C. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi penelitian adalah semua pasien di unit hemodialisis RSUD Tugurejo Semarang periode Januari – Desember 2014. 2. Sampel Besar sampel dalam penelitian dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:36 n = NZ2 1-α/2 P(1-P) Nd2 + Z2 1-α/2P(1-P) n = 206 . (1,96)2. 0,3. (1-0,3) 206 . (0,1)2+ (1,96)2 . 0,3 . (1-0,3)
26
http://repository.unimus.ac.id
n = 206 . 3,84. 0,3. 0,7 206 . 0,01 + 3,84 . 0,3 . 0,7 n = 166,1184 2,06 + 0,8064 n = 57,95 Keterangan: n
: Besar sampel
N Z2
: Besar populasi 1-α/2
: Nilai sebaran baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan (TK) , jika TK 95% = 1,96
P
: Proporsi kejadian gagal ginjal kronik = 0,3
d
: Besar penyimpangan = 0,1
Berdasarkan perhitungan diatas, besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 58 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Simple Random Sampling, dengan mengambil data dari rekam medik. Jumlah sampel yang telah ditentukan dalam populasi akan dimasukkan ke dalam kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut: Kriteria eksklusi: 1. Data rekam medik pasien tidak lengkap. 2. Pasien yang mempunyai riwayat penyakit glomerulonefritis dan ginjal polikistik
D. Variabel penelitian 1. Variabel bebas a. Hipertensi b. Diabetes melitus c. Nefropati obstruksi d. Pielonefritis kronik
27
http://repository.unimus.ac.id
2. Variabel terikat a. Gagal ginjal kronik
E. Definisi operasional Tabel 3.1. Definisi operasional No
Istilah
Definisi
1
Gagal ginjal kronik
2
Hipertensi
3
Diabetes melitus
4
Nefropati obstruksi
5
Pielonefritis kronik
Keadaan dimana terdapat kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG atau keadaan dimana LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Dan diketahui dari diagnosis dokter di rekam medis. Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Dan diketahui dari diagnosis dokter di rekam medis. Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya.Dan diketahui dari diagnosis dokter di rekam medis. Suatu keadaan yang ditandai dengan rusaknya parenkim ginjal akibat dari obstruksi aliran urin disepanjang traktus urinarius.Dan diketahui dari diagnosis dokter di rekam medis. Cidera ginjal progesif yang menunjukkan kelainan parenkim yang disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi menetap pada ginjal.Dan diketahui dari diagnosis dokter di rekam medis.
Cara mendapatkan data Dengan mencatat dari data rekam medik
Kategori data
Skala: nominal Dikategorikan: 1. Gagal ginjal kronik 2. Gagal ginjal terminal
Dengan mencatat dari data rekam medik
Skala: nominal Dikategorikan: 1. Hipertensi 2. Tidak hipertensi
Dengan mencatat dari data rekam medik
Skala: nominal Dikategorikan: 1. Diabetes mellitus 2. Tidak diabetes mellitus
Dengan mencatat dari data rekam medik
Skala: nominal Dikategorikan: 1. Nefropati obstruksi 2. Tidak nefropati obstruksi
Dengan mencatat dari data rekam medik
Skala: nominal Dikategorikan: 1. Pielonefritis kronik 2. Tidak pielonefritis kronik
28
http://repository.unimus.ac.id
F. Bahan dan alat Bahan dan alat penelitian ini adalah data dari rekam medik pasien di unit hemodialisis RSUD Tugurejo Semarang periode Januari – Desember 2014.
G. Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diambil dari data rekam medik pasien di unit hemodialisis RSUD Tugurejo Semarang periode Januari – Desember 2014. Data rekam medik yang dikumpulkan antara lain: 1. Nomor registrasi 2. Umur 3. Jenis kelamin 4. Diagnosis 5. Hipertensi 6. Diabetes melitus 7. Nefropati obstruksi 8. Pielonefritis kronik
H. Alur penelitian
Perizinan penelitian dari Dekan FK Unimus Penyerahan surat dari FK Unimus ke RSUD Tugurejo Semarang Pengumpulan data sekunder dengan mencatat dari data rekam medik yang sesuai kriteria penilaian Data diolah dan dianalisis dengan uji statistik
Gambar 3.1
Hasil penelitian 29
http://repository.unimus.ac.id
I. Pengolahan dan analisis data 1. Pengolahan data Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dengan cara editing, coding, processing dan cleaning dengan menggunakan komputer. Langkah – langkah pengolahan data sebagai berikut: a. Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan kelengkapan dari data rekam medik yang akan diolah. b. Coding Merupakan
kegiatan
untuk
mengklasifikasikan
data
berdasarkan
kategorinya masing – masing. Pemberian kode dilakukan setelah data diedit untuk mempermudah pengolahan data. 1. Gagal ginjal kronik (1) Gagal ginjal kronik (2) Gagal ginjal terminal 2. Hipertensi (1) Hipertensi (2) Tidak hipertensi 3. Diabetes mellitus (1) Diabetes mellitus (2) Tidak diabetes mellitus 4. Nefropati obstruksi (1) Nefropati obstruksi (2) Tidak nefropati obstruksi 5. Pielonefritis kronik (1) Pielonefritis kronik (2) Tidak pielonefritis kronik c. Processing Merupakan kegiatan memproses data yang dilakukan dengan cara mengentry (memasukan data) ke dalam program komputer. d. Cleaning
30
http://repository.unimus.ac.id
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. 2. Analisis data a. Analisis univariat Analisis univariat merupakan analisis data yang dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing – masing variabel yang dinilai dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. b. Analisis bivariat Analisis bivarat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Teknik analisis yang digunakan adalah uji statistik Chi Square.Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0,05). Jika p-value lebih kecil dari α (p < 0,05) maka terdapat hubungan yang bermakna dari kedua variabel yang diteliti. Apabila pvalue lebih besar dari α (p > 0,05) maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel yang diteliti. c. Analisis multivariat Analisis multivariat ini digunakan untuk mengetahui variabel bebas mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik yang didapatkan dari uji bivariat dimana variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dapat dijadikan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian gagal ginjal kronik. Dari uji multivariat ini akan diketahui variabel mana yang paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian gagal ginjal kronik.
31
http://repository.unimus.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Tugurejo Semarang selama bulan September 2015. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 58 orang yang terdiri dari pasien hemodialisis yang diambil datanya pada periode Januari Desember 2014 dengan teknik Simple Random Sampling.
1. Analisis Univariat Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden No 1
2
3
4
5
6
7
Variabel Jenis kelamin
Kategori
Frekuensi(%)
Laki-laki Perempuan
36 (62,1%) 22 (37,9%)
≥ 45 tahun < 45 tahun
52 (89,7%) 6 (10,3%)
Gagal ginjal kronik Gagal ginjal terminal
36 (62,1%) 22 (37,9%)
Ya Tidak
43 (74,1%) 15 (25,9%)
Ya Tidak
30 (51,7%) 28 (48,3%)
Ya Tidak
38 (65,5%) 20 (34,5%)
Ya Tidak
27 (46,6%) 31 (53,4%)
Umur
Gagal ginjal
Hipertensi
Diabetes melitus
Nefropati obstruksi
Pielonefritis kronik
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar didominasi oleh laki-laki sebanyak 36 orang (62,1%) sedangkan perempuan sebanyak 22 orang (37,9%). Distribusi responden berdasarkan umur mayoritas berumur ≥ 45 tahun sebanyak 52 orang (89,7%) sedangkan yang berumur < 45 tahun sebanyak 6 orang (10,3%).
32
http://repository.unimus.ac.id
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan sebagian besar responden menderita gagal ginjal kronik sebanyak 36 orang (62,1%) sedangkan yang menderita gagal ginjal terminal sebanyak 22 orang (37,9%). Distribusi responden berdasarkan kejadian hipertensi didapatkan sebagian besar responden menderita hipertensi sebanyak 43 orang (74,1%) sedangkan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 15 orang (25,9%). Distribusi
responden
berdasarkan
kejadian
diabetes
melitus
didapatkan sebagian besar responden menderita diabetes melitus sebanyak 30 orang (51,7%) sedangkan yang tidak mengalami diabetes melitus sebanyak 28 orang (48,3%). Distribusi responden berdasarkan kejadian nefropati obstruksi didapatkan sebagian besar responden menderita nefropati obstruksi sebanyak 38 orang (65,5%) sedangkan yang tidak mengalami nefropati obstruksi sebanyak 20 orang (34,5%). Distribusi responden berdasarkan kejadian pielonefritis kronik didapatkan sebagian besar responden tidak menderita pielonefritis kronik sebanyak 31 orang (53,4%) sedangkan yang mengalami pielonefritis kronik sebanyak 27 orang (46,6%).
2. Analisis Bivariat a. Hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik Tabel 4.2. Hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik Hipertensi Ya Tidak Jumlah
GGK N 23 13 36
% 63,9 36,1 100
Gagal Ginjal ESRD n % 20 90,9 2 9,1 22 100
Jumlah N % 43 74,1 15 25,9 58 100
P
OR
0,023
5,652
Dari 43 pasien yang mengalami hipertensi ada 23 pasien (63,9%) dengan gagal ginjal kronik dan 20 pasien (90,9%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Dari 15 pasien yang tidak mengalami hipertensi ada 13 33
http://repository.unimus.ac.id
pasien (36,1%) dengan gagal ginjal kronik dan 2 pasien (9,1%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,023 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik. b. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik Tabel 4.3. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik Diabetes Melitus Ya Tidak Jumlah
GGK N 24 12 36
% 66,7 33,3 100
Gagal Ginjal ESRD n % 6 27,3 16 72,7 22 100
Jumlah n % 30 51,7 28 48,3 58 100
P
OR
0,004
5,333
Dari 30 pasien (51,7%) yang mengalami diabetes melitus ada 24 pasien (66,7%) dengan gagal ginjal kronik dan 6 pasien (27,3%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Dari 28 pasien (48,3%) yang tidak mengalami diabetes melitus ada 12 pasien (33,3%) dengan gagal ginjal kronik dan 16 pasien (72,7%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik. c. Hubungan nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik Tabel 4.4. Hubungan nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik Nefropati Obstruksi Ya Tidak Jumlah
GGK N 20 16 36
% 55,6 44,4 100
Gagal Ginjal ESRD n % 18 81,8 4 18,2 22 100
Jumlah n % 38 65,5 20 34,5 58 100
P
OR
0,041
3,600
Dari 38 pasien yang mengalami nefropati obstruksi ada 20 pasien (55,6%) dengan gagal ginjal kronik dan 18 pasien (81,8%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Dari 20 pasien yang tidak mengalami nefropati obstruksi ada 16 pasien (44,4%) dengan gagal ginjal kronik dan 4 pasien (18,2%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Hasil uji statistik
34
http://repository.unimus.ac.id
diperoleh nilai p = 0,041 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik. d. Hubungan pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik Tabel 4.5. Hubungan pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik Pielonefritis Kronik Ya Tidak Jumlah
GGK N 23 13 36
% 63,9 36,1 100
Gagal Ginjal ESRD n % 8 36,4 14 63,6 22 100
Jumlah n % 31 53,4 27 46,6 58 100
P
OR
0,041
3,096
Dari 31 pasien yang mengalami pielonefritis kronik ada 23 pasien (63,9%) dengan gagal ginjal kronik dan 8 pasien (36,4%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Dari 27 pasien yang tidak mengalami pielonefritis kronik ada 13 pasien (36,1%) dengan gagal ginjal kronik dan 14 pasien (63,6%) yang mengalami gagal ginjal terminal. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,041 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik.
3. Analisis Multivariat a. Pemilihan variabel multivariat Dalam penelitian ini terdapat 4 variabel bebas yaitu hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi, dan pielonefritis kronik. Untuk melakukan analisis multivariat terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan uji chi-square. Tabel 4.6. Hasil analisis bivariat hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi dan pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik No 1 2 3 4
Variabel Hipertensi Diabetes melitus Nefropati obstruksi Pielonefritis kronik
pValue 0,023 0,004 0,041 0,041
35
http://repository.unimus.ac.id
Berdasarkan tabel 4.6 ada 4 variabel yang memiliki p value< 0,05 yaitu hipertensi, diabetes melitus, nefropati obstruksi dan pielonefritis kronik. Dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas tersebut bisa dimasukkan kedalam analisis multivariat.
b. Menentukkan variabel yang dominan Berikut ini adalah hasil analisis regresi logistik dari seluruh variabel bebas yang memenuhi nilai p value < 0,05 pada analisis bivariat : Tabel 4.7. Hasil analisis regresi logistik I No 1 2 3 4
Variabel
p Value
Hipertensi Diabetes Melitus Nefropati Obstruktif Pielnofritis Kronik
0,003 0,002 0,125 0,917
OR 20,956 16,404 3,599 1,087
Berdasarkan tabel 4.7 variabel hipertensi dan diabetes melitus mempunyai nilai signifikan kurang dari 0,05, yaitu 0,003 untuk variabel hipertensi dan 0,002 untuk variabel diabetes melitus, sedangkan variabel nefropati obstruksi dan pielonefritis kronik mempunyai nilai signifikan lebih dari 0,05 yang berarti bahwa kedua variabel tersebut harus dikeluarkan satu per satu dari model regresi sehingga didapatkan model yang baik. Nilai signifikan terbesar pada tabel 4.7 adalah nilai signifikan dari variabel pielonefritis kronik, sehingga pada tahap analisis selanjutnya, variabel pielonefritis kronik dikeluarkan dari model regresi. Selanjutnya, setelah dilakukan analisis regresi logistik kembali dengan tiga variabel bebas hipertensi, diabetes melitus dan nefropati obstruksi, didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 4.8. Hasil analisis regresi logistik II No 1 2 3
Variabel Hipertensi Diabetes melitus Nefropati obstruksi
p Value 0,003 0,001 0,109
OR 21,003 17,055 3,678
% Perubahan OR 0,22 3,97 2,20
Berdasarkan tabel 4.8 persentase perubahan OR seluruh variabel bebas setelah variabel pielonefritis kronik dikeluarkan dari model kurang
36
http://repository.unimus.ac.id
dari 10%, hal ini berarti variabel pielonefritis kronik tetap dikeluarkan dari model. Nilai signifikan variabel nefropati obstruksi setelah variabel pielonefritis kronik dikeluarkan dari model lebih besar dari 0,05 sehingga variabel ini akan dikeluarkan dari model. Berikut ini adalah hasil analisis regresi logistik setelah variabel nefropati obstruksi dikeluarkan dari model : Tabel 4.9. Hasilanalisis regresi logistik III No
Variabel
p value
OR
% Perubahan OR
1
Hipertensi
0,002
22,168
5,78
2
Diabetes Melitus
0,000
16,077
1,99
Berdasarkan tabel 4.9 persentase perubahan OR seluruh variabel bebas setelah variabel nefropati obstruksi dikeluarkan dari model kurang dari 10%, hal ini berarti variabel nefropati obstruksi tetap dikeluarkan dari model. Nilai signifikan yang didapat dari kedua variabel bebas pada model ini kurang dari 0,05 yang berarti kedua variabel tidak perlu dikeluarkan dari model. Dengan demikian, telah didapatkan sebuah model regresi dengan variabel penentunya adalah variabel hipertensi dan variabel diabetes melitus. c. Uji kelayakan model regresi Uji kelayakan model regresi dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikan pada Hosmer and Lemeshow Test, apabila nilai signifikan yang didapat pada Hosmer and Lemeshow Testlebih dari 0,05 maka model layak digunakan, akan tetapi jika nilai signifikan yang didapat kurang dari 0,05 maka model tidak layak digunakan untuk memprediksi kejadian gagal ginjal kronik berdasarkan riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus yang dideritanya. Berikut ini adalah hasil Hosmer and Lemeshow Test dari model yang telah dibentuk :
Tabel 4.10. Hosmer and lemeshow test Step 1
Chi-Square 0,057
Df 2
Sig 0,972
37
http://repository.unimus.ac.id
Berdasarkan tabel 4.10 nilai signifikan yang didapat dari hasil uji kelayakan model adalah 0,972, nilai ini lebih besar dari 0,05 yang berarti model layak digunakan untuk memprediksi kejadian gagal ginjal kronik berdasarkan riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus yang dideritanya. d. Koefisien determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besar kontribusi yang diberikan kedua variabel bebas hipertensi dan diabetes melitus terhadap variabel terikat kejadian gagal ginjal. Pada regresi logistik, nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada kolom nagelkerke R Square. Tabel 4.11. Hasil koefisien determinasi Step 1
-2Log likelihood 54,475a
Cox & Snell R Square 0,322
Nagelkerke R Square 0,438
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, nilai koefisien determinasi dari model regresi ini adalah 0,438, hal ini berarti variabel hipertensi bersama diabetes melitus dapat menjelaskan kejadian gagal ginjal kronik sebesar 43,8%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar variabel hipertensi dan diabetes melitus. B. Pembahasan 1. Hubungan antara hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik Peningkatan tekanan dan regangan yang berlangsung kronis pada arteriol kecil dan glomeruli akan menyebabkan pembuluh ini mengalami sklerosis. Lesi – lesi sklerotik pada arteri kecil, arteriol dan glomeruli menyebabkan terjadinya nefrosklerosis. Lesi ini bermula dari adanya kebocoran plasma melalui membran intima pembuluh-pembuluh ini, hal ini mengakibatkan terbentuknya deposit fibrinoid di lapisan media pembuluh, yang disertai dengan penebalan progresif pada dinding pembuluh yang nantinya akan membuat pembuluh darah menjadi vasokonstriksi dan akan menyumbat pembuluh
darah
tersebut.15Penyumbatan
arteri
dan
arteriol
akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak, yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik.16
38
http://repository.unimus.ac.id
Berdasarkan data dari penelitian ini, hubungan antara hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis diperoleh bahwa ada sebanyak 23 (63,9%) dari 43pasiendengan hipertensi yang mengalami gagal ginjal
kronik.
Hasilujistatistik
bivariatdiperolehnilai
(<0,05)makadapatdisimpulkanbahwaadahubunganyang
p=0,023 bermakna
antarahipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 5,652 artinya pasien yang menderita hipertensi mempunyai peluang 5,652 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita hipertensi. 2. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asriani (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian gagal ginjal di RS Ibnu Sina Makassar.37Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nurjanah(2012) di RSI Fatimah Cilacap dan RSUD Banyumas yang menyatakan bahwa ada hubungan antara lama hipertensi dan kejadian gagal ginjal, hubungan tersebut bersifat positif yang berarti semakin lama seseorang menderita penyakit hipertensi maka resiko terkena penyakit gagal ginjal akan semakin tinggi.38 Hubungan antara diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik Tingginya kadar gula dalam darah pada penderita diabetes melitus membuat ginjal harus bekerja lebih keras dalam proses panyaringan darah, dan mengakibatkan kebocoran pada ginjal. Awalnya, penderita akan mengalami kebocoran protein albumin yang dikeluarkan oleh urine, kemudian berkembang dan mengakibatkan fungsi penyaringan ginjal menurun. Pada saat itu, tubuh akan mendapatkan banyak limbah karena menurunnya fungsi ginjal. Apabila hal ini berlangsung terus menerus maka akan mengakibatkan terjadinya gagal ginjal kronik.17 Berdasarkan data dari penelitian ini, hubungan antara diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis diperoleh bahwa ada sebanyak 24 (66,7%) dari 30 pasien dengan diabetes melitus yang mengalami gagal ginjal kronik. Hasil uji statistik bivariat diperoleh nilai p =
39
http://repository.unimus.ac.id
0,004 (<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 5,333 artinya pasien yang menderita diabetes melitus mempunyai peluang 5,333 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita diabetes melitus. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sahid (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara lama diabetes dengan kejadian gagal ginjal pada pasien di RS Moewardi Surakarta. Hubungan tersebut bersifat positif yang berarti semakin lama pasien menderita diabetes melitus maka akan semakin tinggi resiko gagal ginjal.39
3. Hubungan antara nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik Penyebab umum obstruksi adalah jaringan parut ginjal atau uretra, neoplasma, batu, hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher vesika urinaria dan uretra, dan penyempitan uretra. Obstruksi aliran urine yang terletak di sebelah proksimal dari vesika urinaria dapat menyebabkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim ginjal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal kronik.21 Berdasarkan data dari penelitian ini, hubungan antara nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis diperoleh bahwa ada sebanyak 20 (55,6%) dari 38 pasien dengan nefropati obstruksi yang mengalami gagal ginjal kronik. Hasil uji statistik bivariat diperoleh nilai p = 0,041 (<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,600artinya pasien yang menderita nefropati obstruksi mempunyai peluang 3,6 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita nefropati obstruksi.
40
http://repository.unimus.ac.id
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Sukandar (2006) yang menyatakan bahwa Nefropati Obstruksi dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir pada penyakit ginjal kronik.40
4. Hubungan antara pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik Pielonefritis kronik merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik. Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada pielonefritis kronik disebabkan oleh refluks urine terinfeksi ke dalam ureter yang kemudian masuk ke dalam parenkim ginjal (refluks intrarenal). Pielonefritis kronik karena refluks vesikoureter merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik.21 Berdasarkan data dari penelitian ini, hubungan antara pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis diperoleh bahwa ada sebanyak 23 (63,9%) dari 31 pasien dengan pielonefritis kronik yang mengalami gagal ginjal kronik. Hasil uji statistik bivariat diperoleh nilai p = 0,041 (<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,096 artinya pasien yang menderita pielonefritis kronik mempunyai peluang 3,096 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita pielonefritis kronik. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Wilson (2005) yang menyatakan bahwa Pielonefritis kronik merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik.21
41
http://repository.unimus.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil kesimpulan bahwa : 1. Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang dan pasien yang menderita hipertensi berisiko 5,6 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik. 2. Ada hubungan antara diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang dan pasien yang menderita diabetes melitus berisiko 5,1 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik. 3. Ada hubungan antara nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang dan pasien yang menderita nefropati obstruksi berisiko 3,7 kalimengalami kejadian gagal ginjal kronik. 4. Ada hubungan antara pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis di RSUD Tugurejo Semarang dan pasien yang menderita pielonefritis kronik berisiko 3,1 kali mengalami kejadian gagal ginjal kronik. 5. Hipertensi dan diabetes melitus dapat menjelaskan penyebab kejadian gagal ginjal kronik sebesar 43,8%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar variabel hipertensi dan diabetes melitus.
42
http://repository.unimus.ac.id
B. Saran 1. Kepada tenaga kesehatan khususnya dokter dalam memahami faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik dapat digunakan untuk mengedukasi pasien untuk menyusun strategi pencegahan dan penanggulangannya. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dianalisis lebih lanjut dengan menambah atau memperluas variabel lainnya serta mengembangkan metode penelitian untuk mengetahui hubungan penelitian terhadap masing-masing variabel faktor risiko lain gagal ginjal kronik. 3. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurang banyaknya jumlah sampel yang dimasukkan kedalam penelitian.
43
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2001. 2. Arora, P. Chronic Renal Failure; http://www.emedicinehealth.com
2009.
Available
link
URL:
3. Kharisma, P. A. Pengaruh Depresi terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis. Medan: USU; 2011. Available link URL: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21451/6/Chapter%20I.pdf 4. Lubis, A. J. Dukungan Sosial Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa. Medan: USU; 2006. Available link URL: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1920/1/06010311.pdf 5. United States Renal Data System. ADR Reference Tables 2014: All CKD Tables; 2014. Available link URL: http://www.usrds.org/reference.aspx 6. Anonim. 36 Juta Warga Dunia Meninggal Gagal Ginjal; 2009. Available link URL: http://www.republika.co.id. 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. Available link URL: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas %202013.pdf 8. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 5th Annual Report of IRR; 2012. Available link URL: http://www.pernefriinasn.org/Laporan/5th%20Annual%20Report%20Of%20IRR%202012.pdf 9. Fuad, A. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Reguler di RSUP H Adam Malik Medan tentang pentingnya Pembatasan Garam. Medan: USU; 2011. Available link URL: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23548/4/Chapter%20II.pd f 10. Runge, M. S. & M. A. Greganti. Netter’s Internal Medicine. 2nd Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009.
44
http://repository.unimus.ac.id
11. Perazella, M. Chronic Kidney Disease. Dalam: Reilly R.F., M. Perazella, editor. Nephrology In 30 Days. New York: Mc Graw Hill; 2005 12. Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. 13. Wilson, L.M. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Price, S.A. & L.M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 2. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. 14. American Kidney Fund. Chronic Kidney Disease; 2012. Available link URL: http://www.kidneyfund.org/kidney-disease/chronic-kidney-disease/ 15. Arthur C. Guyton, John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007. 16. Budiyanto, Cakro. Hubungan Hipertensi dan Diabetes Mellitus terhadap Gagal Ginjal Kronik. Kedokteran Islam; 2009. 17. Tjahjadi, Vicynthia. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Sillent Killer Diabetes. Semarang: Pustaka Widyamara; 2002. 18. Elizbeth, J. Corwin. Handbook of Patophysiologi. Jakarta: EGC; 2000. 19. Arsono, S. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Terminal. Semarang: UNDIP; 2005. Available link URL: http://eprints.undip.ac.id/14535/1/2005MEP3865.pdf 20. Prodjosudjadi, W. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo A.W., B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. 21. Wilson, L.M. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Price, S.A. & L.M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. 22. Nawasasi, L. Efek Pemberian Antioksidan Pada Kerusakan Ginjal Akibat Obstruksi Total Ureter Satu Sisi. Semarang: UNDIP; 2003. Available link URL: http://core.ac.uk/download/pdf/11714868.pdf
45
http://repository.unimus.ac.id
23. Rosdiana, I. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Insomnia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tasikmalaya dan Garut. Depok: UI; 2010. Available link URL: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20281435T%20Ida%20Rosdiana.pdf 24. Wilson, L.M. Penyakit Ginjal Stadium Akhir: Sindrom Uremik. Dalam: Price, S.A. & L.M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. 25. Kumar, R. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Jakarta: Binarupa Aksara; 2013. 26. Al-Jahdali, H., Khogeer, H.A., Al-Qadhi, W.A., et al. Insomnia in Chronic Renal Patienta on Dialysis in Saudi Arabia. Journal of Circadian Rhythms. 8:7doi:10.1186/1740-3391-8-7; 2010. Available link URL: http://www.jcircadianrhythms.com/content/ 27. Sabry, A.A., Zaenah, H.A., Wafa, E., Mahmoud, K., et al. Sleep Disorders in Hemodialysis Patients. Saudy Journal of Kidney Disease and Transplantion. Vol.21 (2):300-305; 2010. 28. K/DOQI: Clinical Practice Guidelines on Hypertension and Antihypertensive Agent in Chronic Kidney Disease. In Guideline 2 In:Evaluation of Patient with CKD or Hypertension. CKD 2006: 1-18. 29. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika; 2003. 30. Corwin, E. J. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2007. 31. Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott William & Wilkins; 2007. 32. Wilson, L.M. Pengobatan Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Price, S.A. & L.M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. 33. Supeno, B. Studi Cara Kerja Hemodialisa Elektronik Ditinjau Dari Sudut Pandang Asuhan Keperawatan. Jember: UNEJ; 2010. Available link URL: http://library.unej.ac.id/client/search/asset/883;jsessionid=7BCA50B4EFA E70A2D15945BE288A7A40 34. Kandarini, Y. Volume Ultrafiltrasi Berlebih Saat Hemodialisis Berperan Terhadap Kejadian Hipertensi Intradialitik Melalui Penurunan Kadar Nitric Oxide Endothelin-1 dan Asymmetric Dimethylarginin Tidak
46
http://repository.unimus.ac.id
Terbukti Berperan. Bali: UNUD; 2013. Available link URL: http://www.pps.unud.ac.id/disertasi/pdf_thesis/unud-57-197584832disertasi%20%20dr%20yenny%20kandarini%20sppd-kgh%20pdf.pdf 35. Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. Hemodialysis.In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505; 2013. 36. Sastroasmoro, S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 5. Jakarta: Sagung Seto; 2014. 37. Asriani.Hubungan Hipertensi dengan kejadian Gagal Ginjal di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Periode Januari 2011-Desember 2012. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar; 2012. Available link URL:http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/10/elibrary%20stikes%20nani%20hasanuddin--asrianibur-452-1-421416311.pdf 38. Nurjanah, A. Hubungan antara lama Hipertensi dengan Angka kejadian Gagal Ginjal Terminal di RSUD dr Moewardi Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012. 39. Sahid, Q.A. Hubungan lama Diabetes Melitus dengan terjadinya Gagal Ginjal Terminal di RSUD dr Moewardi Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta;2012. 40. Sukandar, E. Neurologi klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unpad; 2006.
47
http://repository.unimus.ac.id
Lampiran 1
Daftar Rekam Medik No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Rekam Jenis Umur Diagnosis HT Medik Kelamin 444022 L 55 GGK HT 393911 L 59 GGK HT 454368 P 54 GGK HT 459777 L 54 ESRD HT 444190 L 53 GGK HT 445689 L 62 ESRD HT 446584 P 66 GGK TdkHT 245870 L 55 GGK TdkHT 440237 P 62 ESRD HT 448199 L 65 GGK TdkHT 267878 P 61 ESRD HT 438200 P 72 GGK TdkHT 111449 L 73 GGK TdkHT 228870 L 40 ESRD HT 440237 P 62 ESRD HT 446914 L 49 ESRD HT 145349 P 61 ESRD HT 148979 L 71 GGK HT 455092 L 64 GGK HT 236499 P 60 GGK HT 450892 L 35 ESRD HT 453592 L 47 GGK TdkHT 108687 P 55 ESRD HT 151462 L 56 ESRD HT 410530 P 64 GGK HT 238821 L 70 GGK HT 868700 P 55 ESRD HT 250146 L 59 GGK HT 459658 L 68 ESRD HT 259732 P 54 ESRD HT 417015 L 43 GGK HT 442419 L 60 GGK TdkHT 441315 P 58 ESRD HT 456292 L 45 GGK HT 440307 P 58 GGK HT 210769 L 49 ESRD TdkHT 446674 P 53 GGK HT 920680 L 61 GGK TdkHT 150860 P 57 GGK TdkHT
DM
NO
PK
DM DM DM TdkDM DM TdkDM DM TdkDM TdkDM TdkDM TdkDM DM DM TdkDM TdkDM TdkDM TdkDM DM DM DM TdkDM TdkDM DM DM TdkDM DM TdkDM DM DM TdkDM DM TdkDM DM DM DM TdkDM TdkDM TdkDM TdkDM
TdkNO TdkNO TdkNO NO NO NO NO TdkNO TdkNO TdkNO NO TdkNO TdkNO NO NO NO NO TdkNO NO TdkNO NO TdkNO NO NO NO NO NO NO NO NO NO NO NO TdkNO TdkNO NO TdkNO TdkNO NO
TdkPK TdkPK PK PK TdkPK PK TdkPK TdkPK PK TdkPK PK TdkPK TdkPK PK PK PK PK PK TdkPK TdkPK PK PK TdkPK PK PK TdkPK PK TdkPK TdkPK PK TdkPK TdkPK TdkPK TdkPK TdkPK PK TdkPK PK PK
48
http://repository.unimus.ac.id
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
242480 281999 443707 408530 452776 446130 292820 393991 428666 263994 119881 440056 151462 454445 448669 751770 282274 441617 440628
L P P P P L L P L L P L L L L L L L L
64 54 52 46 39 52 51 57 64 58 57 71 56 42 47 49 54 32 66
GGK GGK ESRD ESRD GGK GGK GGK GGK ESRD GGK GGK GGK ESRD ESRD ESRD GGK GGK GGK GGK
HT HT HT HT HT HT HT HT HT HT HT TdkHT TdkHT HT HT TdkHT HT TdkHT TdkHT
DM DM TdkDM DM DM DM DM DM TdkDM DM DM TdkDM TdkDM DM TdkDM DM TdkDM TdkDM TdkDM
49
http://repository.unimus.ac.id
NO NO NO TdkNO NO NO NO NO NO NO NO TdkNO NO TdkNO TdkNO NO TdkNO NO NO
TdkPK TdkPK PK TdkPK TdkPK PK PK TdkPK TdkPK TdkPK PK PK TdkPK TdkPK TdkPK PK TdkPK PK PK
Lampiran 2 Analisis Data
A. Analisis Univariat 1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin Jenis_Kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki-laki`
36
62,1
62,1
62,1
Perempuan
22
37,9
37,9
100,0
Total
58
100,0
100,0
2. Distribusi responden berdasarkan umur Umur
Frequency Valid
muda (< 45 Tahun)
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
6
10.3
10.3
10.3
tua ( >45 tahun)
52
89.7
89.7
100.0
Total
58
100.0
100.0
3. Distribusi responden berdasarkan kejadian gagal ginjal kronik Kejadian_GGK Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ESRD
22
37,9
37,9
37,9
GGK
36
62,1
62,1
100,0
Total
58
100,0
100,0
50
http://repository.unimus.ac.id
4. Distribusi responden berdasarkan kejadian hipertensi Hipertensi Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Hipertensi
43
74,1
74,1
74,1
Tidak Hipertensi
15
25,9
25,9
100,0
Total
58
100,0
100,0
5. Distribusi responden berdasarkan kejadian diabetes melitus Diabetes_Melitus Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
6.
Tidak Diabetes Melitus
28
48,3
48,3
48,3
Diabetes Melitus
30
51,7
51,7
100,0
Total
58
100,0
100,0
Distribusi responden berdasarkan kejadian nefropati obstruksi Nefopati_Obstruktif Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
7.
Nefopati Obstrukstif
38
65,5
65,5
65,5
Tidak Nefopati Obstruktif
20
34,5
34,5
100,0
Total
58
100,0
100,0
Distribusi responden berdasarkan kejadian pielonefritis kronik Pielonefritis_Kronik Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Tidak Pielonefritis Kronik
31
53,4
53,4
53,4
Pielonefritis Kronik
27
46,6
46,6
100,0
Total
58
100,0
100,0
51
http://repository.unimus.ac.id
B. Analisis Bivariat 1. Hubungan hipertensi dengan kejadian gagal ginjal kronik Crosstab Count
Kejadian_GGK ESRD
Hipertensi
Hipertensi
GGK
20
23
43
2
13
15
22
36
58
Tidak Hipertensi Total
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.023
3.886
1
.049
5.811
1
.016
5.200 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.031 5.110
1
.024
58
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,69. b. Computed only for a 2x2 table
52
http://repository.unimus.ac.id
.021
BAB IV HA SIL DAN PEM BAHASAN
2. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian gagal ginjal kronik Crosstab Count
Kejadian_GGK ESRD
Diabetes_Melitus
Tidak Diabetes Melitus
Diabetes Melitus Total
GGK
Total
16
12
28
6
24
30
22
36
58
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.004
6.982
1
.008
8.725
1
.003
8.487 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.006 8.340
1
.004
58
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,62. b. Computed only for a 2x2 table
53
http://repository.unimus.ac.id
.004
3. Hubungan nefropati obstruksi dengan kejadian gagal ginjal kronik Crosstab Count
Kejadian_GGK ESRD
Nefopati_Obstruktif
Nefopati Obstrukstif
Tidak Nefopati Obstruktif Total
GGK
Total
18
20
38
4
16
20
22
36
58
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.041
3.087
1
.079
4.402
1
.036
4.169 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.051 4.097
1
.043
58
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,59. b. Computed only for a 2x2 table
54
http://repository.unimus.ac.id
.037
4. Hubungan pielonefritis kronik dengan kejadian gagal ginjal kronik Crosstab Count
Kejadian_GGK ESRD
Pielonefritis_Kronik
Tidak Pielonefritis Kronik
Pielonefritis Kronik Total
GGK
Total
14
13
27
8
23
31
22
36
58
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.041
3.125
1
.077
4.196
1
.041
4.158 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.059 4.086
1
.043
58
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,24. b. Computed only for a 2x2 table
55
http://repository.unimus.ac.id
.038
C. Analisis Multivariat 1. Hasil analisis regresi logistik I Variables not in the Equation
Score
Step 0
Variables
Df
Sig.
Hipertensi
5.200
1
.023
Diabetes_Melitus
8.487
1
.004
Nefopati_Obstruktif
4.169
1
.041
Pielonefritis_Kronik
4.158
1
.041
21.177
4
.000
Overall Statistics
Variables in the Equation
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Hipertensi
3.042
1.024
8.834
1
.003
20.956
Diabetes_Melitus
2.798
.897
9.719
1
.002
16.404
Nefopati_Obstruktif
1.281
.836
2.349
1
.125
3.599
Pielonefritis_Kronik
.083
.798
.011
1
.917
1.087
-1.989
.754
6.956
1
.008
.137
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Hipertensi, Diabetes_Melitus, Nefopati_Obstruktif, Pielonefritis_Kronik.
56
http://repository.unimus.ac.id
2. Hasil analisis regresi logistik II Variables in the Equation
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Hipertensi
3.045
1.023
8.854
1
.003
21.003
Diabetes_Melitus
2.836
.818
12.012
1
.001
17.055
Nefopati_Obstruktif
1.302
.812
2.572
1
.109
3.678
-1.969
.725
7.367
1
.007
.140
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Hipertensi, Diabetes_Melitus, Nefopati_Obstruktif.
3. Hasil analisis regresi logistik III Variables in the Equation
B
Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Hipertensi
3.099
.991
9.776
1
.002
22.168
Diabetes_Melitus
2.777
.780
12.663
1
.000
16.077
-1.562
.634
6.066
1
.014
.210
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Hipertensi, Diabetes_Melitus.
57
http://repository.unimus.ac.id
BAB V PENUTUP
4. Hosmer and lemeshow test
5. Hasil koefisien determinasi
58
http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
59
http://repository.unimus.ac.id