Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0253 pp. 96- 108
13 Pages
ANALISA TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) PADA DAS KRUENG TIRO Khairul Iqbal1 1)
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Abstract: Watershed management is a formulated process and implementing the manipulation of natural and human resourcess on the watershed. Some watershed management activities that implemented in upstream is managing the areas that causes erotion. Erotion have an impact in downstream areas in the form of siltation of rivers or irrigation canals due to the deposition of sediments derived from the erosion in upstream areas. Analysis of the rate of erosion in this study using the MUSLE method. Because of the erosion problems in Tiro Watershed was so complex, it needed a tools to analyze. AVSWAT 200 used in this study as that tools. Analysis result included run off, erotion and Erotion Damage Index. There are some conclusion in this study. Erosion rate total in Tiro Watershed for 151,75 ton/ha/month. It spread on 33 Sub Watershed. The biggest contained in Sub Watershed 4 that equal to 53,40 ton/ha/month. This value is very high level. High level of erosion rate spread on Sub Watershed 3, Sub Watershed 5 and Sub Watershed 6. Conservation activities carried on Sub Watershed 3, Sub Watershed 4, Sub Watershed 5 and Sub Watershed .6 Keywords:Watershed Management,Erotion,AVSWAT 2000, Erotion Damage Index.
Abstrak: Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia pada daerah aliran sungai. Beberapa aktivitas pengelolaan DAS yang diselenggarakan di daerah hulu seperti kegiatan pengelolaan lahan yang mendorong terjadinya erosi. Hal ini pada gilirannya dapat menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk pendangkalan sungai atau saluran irigasi karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi di daerah hulu. Analisa laju erosi pada studi ini menggunakan metode Modification Universal Soil Loss Equation (MUSLE). Melihat permasalahan erosi pada Sub DAS Tiro sangat kompleks, maka diperlukan alat bantu untuk menganalisa yaitu dengan menggunakan AVSWAT 2000 yang merupakan salah satu tool tambahan dari program ArcView. Dari hasil analisa didapatkan besarnya nilai serta penyebaran limpasan permukaan, laju erosi, serta tingkat bahaya erosi. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada lokasi studi, dapat disimpulkan beberapa hal yang merupakan hasil studi. Total rerata laju erosi lahan yang terjadi pada DAS Krueng Tiro adalah sebesar 151,75 ton/ha/bln. Rerata laju erosi yang terjadi pada DAS Krueng Tiro tersebar pada 33 Sub DAS. Nilai laju erosi terbesar terdapat pada Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha/bln. Tingkat bahaya erosi sangat tinggi terjadi pada Sub DAS 4. Tingkat bahaya erosi tinggi tersebar pada Sub DAS 3, Sub DAS 5, dan Sub DAS 6. Sedangkan tingkat bahaya erosi pada Sub DAS lainnya adalah sedang dan ringan. Kegiatan pencegahan/konservasi dilakukan pada Sub DAS 3, Sub DAS 4, Sub DAS 5 dan Sub DAS 6. Kata Kunci:Pengelolaan DAS, Erosi, AVSWAT 2000, Tingkat Bahaya Erosi.
Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 96
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Salah satu prosesnya adalah erosi, yaitu suatu
PENDAHULUAN
Pengelolaan DAS adalah suatu proses
proses
atau
peristiwa
hilangnya
lapisan
formulasi dan implementasi kegiatan atau
permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh
program yang bersifat manipulasi sumberdaya
pergerakan
alam dan manusia yang terdapat di daerah
2002:11).
air
maupun
angin
(Suripin,
aliran sungai Beberapa aktivitas pengelolaan
Proses erosi di alam dapat terjadi secara
DAS yang diselenggarakan di daerah hulu
alami atau sering disebut dengan erosi geologi
seperti
yang
dan terjadi akibat aktivitas manusia yang
mendorong terjadinya erosi. Hal ini pada
disebut dengan erosi dipercepat. Erosi geologi
gilirannya dapat menimbulkan dampak di
merupakan
daerah hilir dalam bentuk pendangkalan sungai
kecepatan kehilangan tanah sama atau lebih
atau
kecil dari proes pembentukan tanah. Contoh
kegiatan
saluran
pengelolaan
irigasi
karena
lahan
pengendapan
sedimen yang berasal dari erosi di daerah hulu.
proses
keseimbangan
alam,
erosi geologi antara lain terbentuknya dataran
Kr. Tiro merupakan salah satu sungai
Sungai Brantas yang terletak antara sungai Mas
terbesar di kabupaten Pidie yang nantinya akan
dan Sungai Porong di Jawa Timur. Dataran
dibangun waduk guna memenuhi kebutuhan air,
tersebut terbentuk akibat adanya endapan dari
terutama irigasi di wilayah Pidie. Dengan akan
sungai yang ada disekitarnya, yang material
dibangunnya waduk tersebut, maka kondisi
endapannya
wilayah tangkapan air waduk tersebut haruslah
pegunungan yang lebih tinggi yang tererosi.
selalu terjaga fungsi lahannya. Akan tetapi,
Aktivitas manusia yang menyebabkan erosi
perubahan fungsi lahan pasti akan terjadi
dipercepat antar lain usaha pertanian khususnya
seiring semakin terbukanya akses ke kawasan
akibat
tangkapan waduk. Untuk itu, pengendalian
kecepatannya
terhadap erosi di bagian hulu waduk sangatlah
pembentukaan
diperlukan guna memastikan usia guna waduk
dikendalikan agar dapat kembali pada batas
dapat tercapai. Dengan diketahuinya Tingkat
keseimbangan
Bahaya Erosi, diharapkan dapat mempermudah
diperbolehkan.
dari
berasal
alih
dari
guna
lahan.
melebihi tanah,
alam
dataran
Erosi
ini
kecepatan
sehingga
atau
atau
erosi
perlu
yang
dalam memetakan kawasan mana yang menjadi prioritas untuk dilakukan kegiatan konservasi.
Penyebab Terjadinya Erosi Penyebab utama erosi di alam ada dua
KAJIAN KEPUSTAKAAN
macam yaitu erosi angin dan erosi air. Erosi
Erosi Lahan
angin biasanya terjadi pada daerah kering
Bentuk permukaan bumi selalu berubah
seperti gurun atau padang pasir. Namun di
sepanjang masa. Banyak hal yang menjadi
daerah lembab juga terjadi erosi angin seperti di
penyebab perubahan bentuk permukaan bumi.
padang pasir Pegunungan Tengger (Jawa
97 -
Volume 3, No. 2, Mei 2014
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Timur). Sedangkan di daerah tropis penyebab
diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses
utama erosi adalah air. Air yang dapat
yang bekerja secara berurutan dalam proses
menyebabkan erosi adalah air hujan (berupa
erosi yaitu diawali dengan penghancuran
pukulan), air limpasan permukaan, air sungai,
agregat, pengangkutan dan diakhiri dengan
air danau, air laut.
pengendapan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu : 1. Pengelupasan (detachment);
Proses Terjadinya Erosi Menurut Utomo (1994:19), proses erosi bermula
dengan
terjadinya
penghancuran
2. Pengangkutan (transportation); 3. Pengendapan (sedimentation)
agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar
Prakiraan Nilai Erosi
daripada daya tahan tanah. Hancuran tanah ini akan
menyumbat
pori-pori
tanah,
maka
Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi ini akan menggunakan metode
kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan
MUSLE
mengakibatkan air mengalir di permukaan
Equation).
tanah dan disebut sebagai limpasan permukaan.
Universal Soil Loss Equation) merupakan
Limpasan permukaan mempunyai energi untuk
modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss
mengikis dan mengangkut partikel-partikel
Equation) yang dikembangkan oleh Williams
tanah yang telah dihancurkan. Selanjutnya jika
(1995). Modified Universal Soil Loss Equation
tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu
(Wiliams, 1995) adalah sebagai berikut :
lagi
(SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002
mengangkut
tersebut,
maka
bahan-bahan bahan-bahan
hancuran ini
akan
(Modified
Universal
Soil
Metode
MUSLE
Loss
(Modified
: 216) ............... (1)
dimana : Sed
= hasil sedimen yield per hari (ton)
Qsurf
= volume aliran limpasan permukaan (mm/ha)
qpeak
= debit puncak limpasan (peak runoff rate) (m3/dtk)
areahru = luas hru (hydrologic response unit) (ha) KUSLE = faktor erodibilitas tanah USLE CUSLE = faktor (pengelolaan) cara bercocok tanam USLE PUSLE = faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) USLE LSUSLE = faktor topografi USLE CFRG
= faktor pecahan batuan kasar
Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 98
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air
Faktor Erodibilitas Tanah K adalah faktor erodibilitas tanah untuk horizon
tanah
tertentu,
dan
hujan.
merupakan
Wischmeier
et
al.
(1971)
kehilangan tanah per satuan luas untuk indeks
mengembangkan persamaan matematis yang
erosivitas tertentu. Faktor erodibilitas tanah (K)
menghubungkan karakteristik tanah dengan
menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap
tingkat erodibilitas tanah sebagai berikut :
pengelupasan dan transportasi partikel-partikel
(SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 217)
..................................... (2) dimana : KUSLE = faktor erodibilitas tanah USLE M
= persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) (100 - % liat)
OM
= persen unsur organik
csoilstr = kode klasifikasi strusktur tanah (granular, platy, massive, dll) cperm
= kelas permeabilitas tanah
Faktor Pengelolaan Tanaman (Cover and
terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi).
Management Factor) (C)
Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu
Faktor pengaruh
C
dari
menunjukkan vegetasi,
keseluruhan
seresah,
sama dalam kurun waktu satu tahun.
kondisi
permukaan tanah, dan pengelolaan
lahan
............. (3) dimana :
CUSLE,mn
= nilai minimum faktor pengelolaan tanaman
rsd surf
= jumlah residue (mulsa, sisa-sisa tanaman) di permukaan tanah (kg/ha)
Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah
dianggap
(Support Practice Factor) (P)
ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman
Pengaruh
pengelolaan
dari
pengaruh
yang
dan
(C), oleh karenanya, dalam rumus USLE faktor
konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi
P tersebut dipisahkan dari faktor C. Tingkat
99 -
aktivitas
berbeda
Volume 3, No. 2, Mei 2014
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh
bervariasi,
aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P)
kemiringan lereng.
Tabel 1.
terutama
tergantung
pada
Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Indonesia Nilai P
Teknik Konservasi Tanah Teras bangku : a. baik b. jelek Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai Teras bangku : sorghum-sorghum Teras tradisional Teras gulud : padi-jagung Teras gulud : ketela pohon Teras gulud : jagung-kacang + mulsa sisa tanaman Teras gulud : kacang kedelai Tanaman dalam kontur : a. kemiringan 0-8 % b. kemiringan 9-20 % c. kemiringan >20 % Tanaman dlm. jalur-jalur : jagung-kacang tanah + mulsa Mulsa limbah jerami : a. 6 ton/ha/tahun b. 3 ton/ha/tahun c. 1 ton/ha/tahun Tanaman perkebunan : a. disertai penutup tanah rapat b. disertai penutup tanah sedang Padang rumput : a. baik b. jelek
0,20 0,35 0,06 0,02 0,40 0,01 0,06 0,01 0,11 0,50 0,75 0,90 0,05 0,30 0,50 0,80 0,10 0,50 0,04 0,40
Sumber : Abdurachman dkk. (1984)
Faktor Topografi Panjang lereng (L) dan
dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen.
Kemiringan Lereng (S)
Pada
Faktor indeks topografi L dan S, masingmasing
mewakili
pengaruh
panjang
dan
umumnya,
kemiringan
lereng
diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Besarnya nilai LS (faktor topografi) dihitung
kemiringan lereng terhadap besarnya erosi.
dengan
menggunakan
rumus
:
(SWAT
Panjang lereng mengacu pada aliran air
Theoretical Documentation 2000, 2002 : 222)
permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi ........................................ (4) dimana :
Lhill
= panjang lereng (m)
m
= syarat eksponensial
hill
= sudut lereng Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 100
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Faktor Pecahan Batuan Kasar (Coarse
diperbolehkan (T) berkisar antara 27 – 29
Fragment Factor)
ton/ha/thn (Corry, 2009).
Faktor pecahan batuan kasar ini dihitung METODE PENELITIAN
dengan persamaan :
CFRG exp 0.053 rock ………..(5) dimana :
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bentuk
rock = persentase batuan pada lapisan tanah
diagram
alir.
Diagram
alir
dari
sistematika penelitian ini dapat ditunjukkan pada gambar 1.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan
membandingkan
erosi aktual (A)
dengan erosi yang dapat ditoleransi (T) di suatu wilayah dengan persamaan.
HASIL PEMBAHASAN
Guna lahan Penggunaan lahan pada lokasi studi sebagian besar masih di dominasi hutan. Lebih
A TBE ……………………………...(7) T Dimana :
dari 80% penggunaan lahan di kawasan tersebut berupa hutan, kemudian berupa belukar dan sawah. Gambar peta penggunaan lahan lokasi
TBE
= Tingkat Bahaya Erosi
A
= Erosi (ton/ha/thn)
T
= Erosi
yang
studi dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan pada tabel berikut disajikan secara lengkap
diperbolehkan
penggunaan lahan di DAS Kr. Tiro.
(ton/ha/thn) Kriteria tingkat bahaya erosi menurut Hammer (1981) adalah sebagai berikut.
Kondisi Tanah Lokasi Studi Jenis tanah pada lokasi studi terdiri dari teiga jenis, yaitu Aluvium, Latosol dan Regosol.
Tabel 2.
Kriteria Tingkat Bahaya Erosi Nilai < 1.0
Kriteria Rendah
1.10 - 4.00
Sedang
4.01 - 10.0
Tinggi
> 10.01
Sangat Tinggi
Jenis tanah didominasi oleh Latosol seluas lebih dari 50% dari laus wilayah DAS. Gambar sebaran jenis tanah pada lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 3. sedangkan berikut disajikan secara lengkap jenis tanah beserta
Sumber : Hammer (1981)
luasannya pada wilayah DAS. Penentuan
nilai
erosi
yang
dapat
ditoleransi untuk daerah sumatera diambil dari
Analisa Hidrologi
penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian Corry
Hasil analisa polygon thiessen, dari
(2009) untuk daerah sumatera, nilai erosi yang
empat stasiun yang ada, hanya satu stasiun yang berpengaruh yaitu stasiun tangse. Adapun data
101 -
Volume 3, No. 2, Mei 2014
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala curah hujan yang digunakan adalah selama sepuluh tahun (1998 – 2007).
Mulai
Peta Topografi
Data Hujan
Peta Tataguna Lahan
Peta Jenis Tanah
DEM (Digital Elevation Model)
Pembuatan Database tabel Sta. Hujan beserta koordinatnya dan Tabel Curah Hujan Harian
Klasifikasi Polygon Tata Guna Lahan Menurut SWAT
Klasifikasi Polygon Jenis Tanah Menurut SWAT
AVSWAT
AVSWAT
AVSWAT
Definisikan TGL SWAT dgn kategori Theme TGLahan
Definisikan Tanah SWAT dgn kategori Theme Tanah
Peta Grid Tata Guna Lahan
Peta Grid Jenis Tanah
AVSWAT 2000 Jaringan sungai sintetik
- Peta Batas DAS - Peta Batas Sub DAS - Peta Jaringan Sungai Sintetik
Definisi dan import Tabel Stasiun Hujan dan Curah Hujan
Overlay HRU (Hydrogic Response Unit) Input SWAT Database Tabel Distribusi SWAT (Distribusi HRU, Tata Guna Lahan, Jenis Tanah) pada Sub DAS
Edit Input : Nilai CN, K, C, P Running SWAT
Nilai Run Off (m3/dt) tiap Sub DAS
Nilai Run Off (mm) tiap Sub DAS
Nilai Erosi (ton/ha/th) tiap Sub DAS
Sebaran Tingkat Bahaya Erosi Rencana Bangunan Pengendalian Erosi
Selesai
Gambar 1.
Diagram AlirPenelitian (Sumber:Olahan)
Gambar 2.
Guna lahan DAS Kr. Tiro
Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 102
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Gambar 3.
Gambar 4.
103-
Volume 3, No. 2, Mei 2014
Jenis Tanah DAS Kr. Tiro
Polygon Thiessen DAS Kr. Tiro
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dibagi
Pemodelan Erosi Dalam memodelkan dan mensimulasikan
menjadi
menggunakan
33
Sub
Metode
DAS
dengan
Pennman.
Simulasi
erosi pada lokasi studi, digunakan bantuan
dilakukan
program AVSWAT 2000 yang merupakan
dilakukan kalibrasi data debit hasil simulasi
perangkat tambahan dari program ArcView.
dengan
selama
data
debit
10
tahun.
pengamatan
Kemudian
lapangan.
Berikut tampilan hasil simulasi SWAT.
Simulasi Model Simulasi dilakukan pada tiap periode pertahun, dimana pada kajian ini DAS Kr. Tiro
Gambar 5.
Tampilan Hasil Simulasi SWAT
Debit Rerata Bulanan di Outlet DAS Tiro 12
Debit (m3/dt)
10 8 6 4 2 0 Jan
Feb
Mar
A pr
May
Jun
Jul
A ug
Sep
Oct
Nov
Dec
Bulan Debit Simulasi
Gambar 6.
Debit Lapangan
Grafik Debit Hasil Simulasi dan Debit Hasil Pengamatan Lapangan Sebelum Kaibrasi
Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 104
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa
proses
debit hasil simulasi lebih kecil dari debit hasil pengamatan
lapangan.
Artinya
kalibrasi
guna
mencari
nilai
penyimpangan model.
terdapat
Dalam simulasi model erosi untuk DAS
penyimpangan antara hasil simulasi dengan
Kr. Tiro, metode kalibrasi yang dilakukan
dengan pengamatan lapangan. Selanjutnya,
adalah dengan membandingkan debit di outlet
untuk menyesuaikan simulasi agar sesuai
hasil simulasi dengan debit di outlet hasil
dengan kondisi lapangan maka dilakukan
pengamatan lapangan.
Debit Rerata Bulanan di Outlet DAS Tiro 12 10
Debit (m3/dt)
8 6 4 2 0 Jan
Feb
Mar
A pr
May
Jun
Jul
A ug
Sep
Oct
Nov
Dec
Bulan Debit Simulasi
Gambar 7.
Debit Lapangan
Grafik Debit Hasil Simulasi dan Debit Hasil Pengamatan Lapangan Setelah Kaibrasi
Erosi Berikut merupakan hasil pemodelan erosi untuk dengan input curah hujan sepuluh tahun.
Gambar 8.
Sebaran Nilai Rerata Erosi Lahan Bulanan DAS Krueng Tiro
Dari hasil simulasi pemodelan dapat
Selain karena limpasan permukaan, hal ini
dilihat bahwa erosi lahan paling besar terjadi
dipengaruhi juga oleh kemiringan lahan. Selain
pada Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha.
itu, faktor penting lain yang menyebabkan
105 -
Volume 3, No. 2, Mei 2014
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala besarnya erosi yang terjadi adalah jenis
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
penutupan lahan/penggunaan lahan pada lokasi tersebut.
Tingkat bahaya Erosi (TBE) merupakan perbandingan antara nilai erosi yang terjadi dengan nilai erosi yang diperbolehkan. Nilai perbandingan tadi kemudian dibagi menjadi empat jenis tingkat bahaya erosi.
Gambar 9.
Sebaran Tingkat Bahaya Erosi DAS Krueng Tiro
Dapat dilihat bahwa sebaran kriteria
1.
Total rerata laju erosi lahan yang terjadi
tinggi dan sangat tinggi ada di Sub DAS 3, Sub
pada DAS Krueng Tiro adalah sebesar
DAS 4, Sub DAS 5, dan Sub DAS 6. Hal ini
151,75 ton/ha/bln. Rerata laju erosi yang
disebabkan karena penggunaan lahan yang
terjadi pada DAS Krueng Tiro tersebar
rentan terhadap terjadinya erosi.
pada 33 Sub DAS. 2.
Untuk hasil simulasi erosi diperoleh hasil
KESIMPULAN DAN SARAN
sebagai berikut.
Kesimpulan
a. Nilai laju erosi terbesar terdapat pada
Hasil penelitian yang dilakukan pada lokasi studi, dapat disimpulkan beberapa hal
Sub DAS 4 yaitu sebesar 53,40 ton/ha/bln.
yang merupakan hasil studi. Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 106
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
3.
b. Tingkat bahaya erosi sangat tinggi
misalnya melakukan pembukaan hutan,
terjadi pada Sub DAS 4. Tingkat
penebangan hutan dan juga penerapan
bahaya erosi tinggi tersebar pada Sub
teknologi
DAS 3, Sub DAS 5, dan Sub DAS 6.
sederhana. Oleh karena itu dibutuhkan
Sedangkan tingkat bahaya erosi pada
suatu
Sub DAS lainnya adalah sedang dan
khususnya pemerintah daerah setempat
ringan.
untuk melibatkan
Kegiatan
pencegahan
/
konservasi
dilakukan pada Sub DAS 4 yang
pertanian
kebijakan
yang
dari
sangat
pemerintah
masyarakat
dalam
melaksanakan pengelolaan daerah aliran sungai berbasis konservasi.
memiliki tingkat bahaya erosi (TBE) sangat tinggi serta pada Sub DAS 3, Sub
DAFTAR KEPUSTAKAAN
DAS 5 dan Sub DAS 6 dengan tingkat
Anonim. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta : Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan.
bahaya erosi (TBE) tinggi.
Arsyad, Sitanala. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.
Saran Adapun saran setelah adanya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Hasil
studi
ini
adalah
berdasarkan
penggunaan lahan eksisting sehingga hanya diketahui nilai erosi pada saat ini saja. Untuk itu perlu diadakan penelitian lanjutan nerdasarkan penggunaan lahan dengan waktu yang berbeda agar dapat diketahui dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi daerah aliran sungai. 2.
Untuk penelitian sejenis, disarankan agar lebih memaksimalkan alat bantu yang digunakan guna mendapatkan hasil yang lebih
baik.
diperlukan
data
Beberapa primer
parameter agar
hasil
simulasi yang diperoleh lebih mendekati kondisi lapangan. 3.
Penyebab terbesar terjadinya erosi di suatu lahan adalah karena ulah manusia
107-
Volume 3, No. 2, Mei 2014
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Budiyanto, Eko. 2005. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARC VIEW GIS.. Yogyakarta : Penerbit Andi. Bisri, M. 2009. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Malang : CV. ASRORI. Chow, Ven Te. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga. Meiliany, Cory. 2009. Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Holtikultura di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu). Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan: Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. IQbal, Khairul. 2007. Analisis Tingkat Bahaya Erosi dan Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (Arlkt) Pada Sub Das Bango Berbasis Sistem Informasi Geografi (SIG). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Neitsch et al., 2002. Soil and Water Assessment Tool Theoretical Documentation and User's Manual, Version 2000, Agricultural Research Service and the Texas Agricultural Experiment Station Soemarto, CD. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta :
Jurnal Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Erlangga Sosrodarsono, S dan Takeda K. 1999. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi. Utomo, Wani Hadi. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang : IKIP Malang.
Volume 3, No. 2, Mei 2014
- 108