ANALISA PERTUMBUHAN MIKROBA PADA FERMENTASI SALMAH Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Mikroba Sebagai Suatu Alat Dalam Proses Industri Proses teknologi fermentasi mendayagunakan sifat biokimia suatu mikroba tertentu atau campurannya. Mikroba dipakai sebagai alat pada proses industri dengan alasanalasan sebagai berikut: berukuran kecil, rasio permukaan terhadap volume besar, sehingga memungkinkan penyerapan bahan makanan banyak dan cepat, dan berakibat laju reaksi metabolik menjadi cepat. berdasarkan keanekaragaman aktivitas biologis mikroba terhadap makanan, memungkinkan mikroba dapat memakai tidak hanya satu jenis bahan makanan saja, hal ini terlihat pada pemanfaatan limbah molase sebagai pengganti bahan makan. mudah beradaptasi. terdapat di mana-mana di alam bebas. tidak menyebabkan gangguan ekologi lingkungan yang berarti karena bahan kimia yang dipakai relatif sedikit. Indonesia yang merupakan sumber plasma nutfah yang luas, sehingga memiliki peluang untuk pengembangan bioteknologi. 1.2. Aktivitas Mikroba Bila ditinjau dari segi mikrobiologi industri, kegiatan mikroba dapat dibedakan atas: kegiatan produksi: ¾ produksi biomassa sel (sel ragi dan lainnya). ¾ produksi bioenzim, dimana keuntungannya lebih banyak dibandingkan dengan enzim yang berasal dari tanaman atau hewan, karena dapat diproduksi dalam jumlah besar dengan cara fermentasi, dimana induksi dapat dilakukan dengan memasukkan zat penginduksi, represi balik dapat dihilangkan dengan mutasi. ¾ produksi metabolit, umumnya metabolit primer yang dihasilkan merupakan produk yang bernilai ekonomi tinggi. ¾ produksi biokonversi (transformasi), sel mikroba dapat dipakai untuk konversi suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai struktur sama tetapi bernilai ekonomi lebih tinggi. kegiatan pengolahan: ¾ pengolahan limbah, minyak, zat warna dan lainnya. ¾ pembentukan senyawa xenobiotik. ¾ pelindian bijih. kegiatan perusakan: ¾ terhadap bahan baku proses. ¾ terhadap peralatan, tangki, pipa, penukar panas, dan alat lainnya.
© 2004 Digitized by USU digital library
1
1.3. Rangkaian Proses Fermentasi Kegiatan utama proses fermentasi dibagai atas: ¾ perlakuan hulu ¾ pengawasan selama proses. ¾ perlakuan hilir. Perlakuan hulu: • Pemilihan mikroba: Dipilih satu jenis atau lebih, mikroba yang sudah dipelajari galurnya, dan bila mungkin diperbaiki dengan cara induksi mutasi. Peningkatan laju produksi dapat juga dengan cara pemuliaan dan fusi protoplasma gel mikroba, dan teknik pengubahan genetik agar mikroba dapat menghasilkan produk murni dengan laju tinggi, perkembangan ini dikenal sebagai rekayasa genetika, yang membentuk hasil rekombinasi DNA untuk menghasilkan produk yang tidak umum dihasilkan oleh mikroba. Di sini diharapkan mikroba berperan untuk menghasilkan produk baru dalam skala komersial. • Penyediaan bahan makanan. Sel hidup berisi senyawa polimer dengan bobot molekul tinggi seperti protein, asam nukleat, polisakarida, lipida, lemak dan lainnya. Biopolimer ini membentuk struktur elemen dalam gel hidup, misalnya dinding sel berisi polisakarida, protein, lipida, sitoplasma gel berisi protein terutama dalam bentuk enzim. Selain itu juga berisi metabolit dalam bentuk garam anorganik seperti NH4+,PO43+,K+,Ca2+,Na+,SO42-dan metabolit antara seperti piruvat, asetat, vitamin. Komposisi elemen yang dibutuhkan pada sel bakteri kira-kira 50% C,20% O. 14% N, 3% P. 1% S dan sejumlah kecil K+, Na+, Ca2+. Mg2+. C1-, vitamin. Elemenelemen ini diperoleh dari bahan makan yang tersedia. • Sterilisasi Setiap materi yang terlibat dalam proses fermentasi harus dalam keadaaan bebas kontaminasi. Pengawasan selama proses: Karena sel mikroba terdiri dari senyawa organik seperti protein, yang sangat mudah berubah sifat akibat perubahan fisika atau kimia, selama proses di dalam bejana fermentasi harus diperhatikan beberapa faktor fisika atau kimia yang mungkin timbul yang dapat mempengaruhi jalannya proses. Faktor-faktor tersebut antara lain: • keberadaan air • pH • keberadaan oksigen, yang mempengaruhi mikroba aerob atau anaerob. • suhu, bila terlalu tinggi akan memecah protein. • kekentalan, yang akan mempengaruhi tegangan permukaan. • homogenitas. • kemungkinan kontaminasi. • kemungkinan timbulnya busa. Perlakuan hilir: Hasil proses fermentasi adalah bermacam-macam produk yaitu biomassa gel, bioenzim, metabolit, biokonversi, sisa makanan, dan hasil samping yang tidak diinginkan. Sudah tentu untuk memperoleh hasil masing-masing produk yang diinginkan, harus dipisahkan dan dimumikan agar diperoleh produk yang bermutu.
© 2004 Digitized by USU digital library
2
Teknik pemisahan yang dilakukan tergantung produk yang akan dipisahkan dengan memperhatikan ukuran partikel, sifat fisika dan kimia produk, dan pertimbangan ekonomi lain. Yang umum, teknik pemisahan itu meliputi: • pemisahan senyawa larut dan tidak larut, dengan beberapa teknik filtrasi, sentrifugasi, pemecahan gel. • isolasi, dengan teknik ekstraksi dan adsorpsi. • pemurnian produk, dengan teknik kromatografi, pengendapan, ultrafiltrasi dan elektroforesa. • pekerjaan akhir, dengan teknik kristalisasi, pengeringan, pengendalian dan tindakan terhadap kemungkinan pengotoran lain. Selain kegiatan untuk memperoleh produk yang diinginkan juga tidak kalah pentingnya adalah perlakuan terhadap sisa proses dan limbah yang dihasilkannya, baik yang harus dibuang atau yang dapat dimanfaatkan kembali. 1.4. Isolasi Mikroba Flora mikroba di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Dapat dikatakan sangat jarang mikroba ditemui sebagai satu spesies tunggal di alam. Untuk mencirikan dan mengidentiflkasi suatu spesies mikroba tertentu, pertama-tama spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni yaitu biakan dimana sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Biakan murni itu diperlukan karena semua metoda mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroba, termasuk penelaahan ciriciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis, memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroba saja. Ada beberapa metoda untuk memperoleh biakan murni dari suatu biakan campuran. Dua diantaranya yang paling sering digunakan ialah teknik cawan gores dan cawan tuang. Kedua metoda ini didasarkan pada prinsip sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian sehingga individu spesies dapat dipisahkan dari lainnya, dengan anggapan bahwa setiap koloni terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal. 1.5. Metoda Cawan Gores Metoda ini mempunyai dua keuntungan, yaitu menghemat bahan dan waktu. Namun untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan ketrampilan yang memadai yang biasanya diperoleh dari pengalaman. Metoda cawan gores yang dilaksanakan dengan baik akan menyebabkan terisolasinya mikroba seperti yang diinginkan. Namun, ada dua macam kesalahan yang umum sekali dilakukan terutama bagi yang baru melakukan pekerjaan adalah: • tidak memanfaatkan permukaan medium dengan sebaik-baiknya untuk digores sehingga pengenceran mikroba menjadi kurang lanjut. • cenderung untuk menggunakan inokulum terlalu banyak sehingga menyulitkan pemisahan sel-sel yang digoreskan. 1.6. Metoda Cawan Tuang Cara lain untuk memperoleh koloni murni dari populasi campuran mikroba ialah dengan mengencerkan spesimen dalam medium agar yang telah disterilkan dan dicairkan kemudian didinginkan 50°C yang kemudian dituang ke cawan. Karena kadar sel-sel mikroba di dalam spesimen pada umumnya tidak diketahui sebelumnya, maka pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap sehingga sekurangkurangnya satu di antara cawan-cawan tersebut mengandung koloni-koloni terpisah
© 2004 Digitized by USU digital library
3
di atas permukaan ataupun di dalam agar. Metoda ini memboroskan bahan dan waktu, namun tidak memerlukan ketrampilan yang terlalu tinggi. 1. 7. Formulasi Medium Menentukan atau membuat formulasi medium adalah pekerjaan yang penting ialah merencanakan suatu percobaan di laboratorium, supaya diperoleh pekerjaan yang diinginkan sesuai, yang kemudian akan berkembang menjadi skala pilot dan skala industri. Bahan-bahan dalam medium harus mencukupi kebutuhan elemen yang akan dipergunakan biomassa sel dan produksi metabolit, juga harus cukup memberi energi untuk biosintesa dan pemeliharaan selama proses. Karena itu perlu penelitian yang lebih rinci untuk membuat medium yang cocok untuk proses fermentasi, walupun elemen dasar tertentu yang harus ada pada setiap medium sudah diketahui. Semua mikroba membutuhkan air, energi, C, N, elemen mineral, vitamin,oksigen. Pada skala kecil penentuan dan pemakaian medium ini mudah diperoleh dan sederhana, tetapi untuk skala industri harus diperhatikan perolehan sumber makanan yang murah, dan mendapat bibit mikroba yang cocok untuk medium ini. Perancangan fermenter juga mempengaruhi kerja medium. Menurut penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa kadar N optimum untuk produksi griseofulvin berbeda-beda pada alat fermentasi yang berbeda. Pemindahan kondisi dari skala laboratorium ke skala industri juga banyak faktor yang harus diperhatikan, anatara lain: • aliran udara • kekentalan medium, yang keduanya ini mungkin memerlukan alat pengaduk yang lebih kuat • pH • pembentukan morfologi mikroba • prekursor, induser, inhibitor • dan lainnya. BAB II PRINSIP FORMULASI MEDIUM Perencanaan bahan makanan dalam medium untuk pertmbuhan gel dan pembentukan produk adalah langkah kunci untuk menjamin keberhasilan suatu proses. Medium harus mengandung bahan kimia, elemen-elemen yang dibutuhkan gel, dan harus diberi energi yang tepat untuk sintesa dan pemeliharaan selama proses, juga harus mengandung vitamin dan mineral. Untuk itu dapat dilihat suatu aturan yang umum dipakai. 2.1. Analisa Komposisi Medium Langkah pertama dalam perencanaan medium adalah pengujian komposisi yang diperlukan gel, tetapi analisa yang rinci komposisi elemen ini tidak ada, karena itu dipakai komposisi yang umum seperti pada tabel I di bawah ini, dimana setiap medium minimum harus mengandung elemen-elemen tersebut dalam jumlah yang tepat. Kecuali C, 0, H, formulasi medium untuk bahan makanan berdasarkan tabel 1, kadang-kadang perlu dalam jumlah yang sangat kecil elemen-elemen Fe, Zn, Cu, Mn, B. Beberapa peneliti berpendapat bahwa pemberian P, K, Zn, Cu, perlu berlebih sedikit karena P akan dilepas ke medium untuk menambah kapasitas dapar.
© 2004 Digitized by USU digital library
4
Tabel 1. Komposisi yang dibutuhkan untuk bakteri, ragi, jamur dalam persen berat kering. Elemen
Bakteri
Ragi
Jamur
C
50-53
45-50
40-65
H
7
7
-
N
12-15
7,5-11
7-10
P
2,0-3,0
0,8-2,6
0,4-4,5
S
0,2-1,0
0,01-0,24
0,1-0,5
K
1,0-4,5
1,0-4,0
0,2-2,5
Na
0,5-1,0
0,01-0,1
0,02-0,5
Ca
0,01-1,1
0,1-0,5
0,1-0,4
Mg
0,1-0,5
0,1-0,5
0,1-0,5
Cl
0,5
-
-
Fe
0,02-0,2
0,01-0,5
0,1-0,2
sumber : Yeon Woo Ryu, Ah – Ju University Jadi bila diinginkan sintesa 30 gram massa sel ragi tiap liter, perlu dipakai amonium sulfat sebagai sumber N dan S seberat 12 gram per liter yang akan memberikan 2,4 gram tiap liter dan 3,0 gram tiap liter masing – masing untuk N dan S. Tabel 12 menunjukkan perhitungan untuk sintesa 30 gram tiap liter biomassa agi, Serpihan elemen dalam jumlah kecil diperlukan sebagai kofaktor dan komponen struktural, namun beberapa mikroba harus dipertimbangkan lebih dahulu, karena justru tidak dianjurkan adanya serpihan elemen yang berlebih. Tabel 2. Perencanaan medium pertumbuhan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi 30 gram ragi per liter. Komponen Medium Kadar (gram/liter) Sumber energi dan karbon : metanol 60,0 etanol 40,0 glukosa 60,0 heksa dekana 30,0 senyawa organik : amonium sulfat 12,0 kalium hirofosfat 1,3 magnesium sulfat 1,5 Serpihan mineral: Cu, Co,Fe,Ce,Ca,Zn,Mo,Mn 10-4M
© 2004 Digitized by USU digital library
5
Langkah kedua adalah menentukan pertumbuhan dan pembentukan produk:
persamaan
stoikiometri
untuk
C + Sumber N + dll sumber energi
yang perlu biomassa gel + hasil + CO2 + H2O + panas
Persamaan di atas sekurang-kurangnya dapat untuk perkiraan awal kebutuhan bahan makanan sesuai dengan jumlah biomassa gel dan produk yang dihasilkan. Substrat C mempunyai dua peranan yaitu sebagai penyedia biosintesa dan penyedia energi. Dalam kondisi aerob C yang dibutuhkan diperkirakan sebagai "koefisien hasil selular" Y yang didefinisikan sebagai berikut: Y
=
jumlah sel dalam keadaan kering yang dihasilkan -------------------------------------------------------------jumlah karbon substrat terpakai
Beberapa harga Y terlihat pada tabel 3. Penyediaan sumber C yang cukup, sangat perlu untuk proses pembentukan produk pada fermentasi. Pada suatu studi yang teliti dan kritis, dibuat suatu analisa untuk menentukan bagaimana konversi diperoleh dari sumber C menjadi produk dibandingkan dengan hasil maksimum secara teori. Hal ini mungkin sukar dilakukan karena pengetahuan yang terbatas tentang tahapan-tahapan biosintesa. Tabel 3. Koefisien hasil selular (Y) dari bakteri dengan substrat C yang berbeda – beda Substrat
Y
metan n-alkana metanol etanol asetat maleat glukosa/molase
0,62 1,03 0,04 0,68 0,34 0,36 0,51
Sumber : Yeon Woo Ryu, Ah –ju University 2.2. Kebutuhan Biokimia Spesifik Kebanyakan mikroba mampu tumbuh dengan baik pada medium garam mineral sederhana dimana akan dibutuhkan satu atau lebih senyawa biokimia yang spesifik. Hal ini karena beberapa mikroba tak mampu mensintesa semua komponen biokimianya sendiri. Yang sering dibutuhkan adalah vitamin dan asam amino. Yeast, kadang-kadang perlu biotin, thiamin, dan riboflavin.
© 2004 Digitized by USU digital library
6
2.3. Media Fermentasi Pada skala besar secara umum harus dipakai sumber makanan yang relatif murah untuk mengembangkan medium, namun juga harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: 1. harus memproduksi hasil sebanyak-banyaknya yaitu produksi atau biomassa per gram bahan makanan terpakai. 2. harus memenuhi kadar produk atau biomassa sebanyak-banyaknya. 3. harus memproduksi produk yang tak diinginkan sekecil-kecilnya. 4. harus murah, mutu terjamin, mudah diperoleh. 5. harus menimbulkan efek sekecil-kecilnya akibat samping selama proses produksi khusus seperti aerasi, agitasi, ekstraksi, pemurnian, dan pengolahan limbah. Yang selalu dipakai secara umum adalah molase tebu, molase bit, gandum, pati, glukosa, dan gula lain sebagai sumber C. Garam amonium, urea, nitrat, cairan atau rendaman jagung, kacang kedelem limbah ternak, sisa fermentasi sebagai sumber N, dan sumber -sumber ini cenderung memenuhi kriteria di atas. 2.4. Pengukuran Kuantitatif Populasi Mikroba Pengukuran kuantitatif populasi mikrova seringkali amat diperlukan di dalam berbagai macam penalaahan mikrobiologi. Pada hakikatnya ada dua macam pengukuran dasar, yaitu penentuan jumlah gel dan penentuan massa gel. Pengukuran jumlah gel biasanya dilakukan bagi organisme bersel tunggal, misalnya bakteri, sedangkan penentuan massa sel dapat dilakukan tidak hanya bagi organisme bersel tunggal tetapi juga bagi organisme berfilamen seperti jamur. Ada berbagai cara untuk mengukur jumlah sel, antara lain dengan hitungan cawan, hitungan mikroskopik langsung atau secara elektronis dengan bantuan alat yang disebut penghitung Coulter. Cara lain untuk menentukan jumlah sel ialah dengan menyaring sampel dengan suatu saringan membran, saringan tersebut lalu diinkubasikan pada permukaan medium yang sesuai. Jasad-jasad renik yang tertahan pada permukaan saringan menyerap nutrien dari medium dan menghasilkan koloni-koloni, masing-masing berasal dari saru gel tunggal yang dapat hidup. Massa gel juga dapat ditentukan dengan berbagai metoda. Salah satu yang paling umum ialah pengukuran kekeruhan suspensi gel. Cara lain ialah mengukur berat kering gel atau filamen miselium sampel di dalam suatu volume tertentu. Sampel mula-mula disentrifugasi atau disaring, lalu dicuci, dikeringkan dan beratnya ditimbang. Pada metoda hitungan mikroskopik langsung, sampel ditaruh di suatu ruang hitung, seperti hemasitometer, dan jumlah gel dapat ditentukan secara langsung dengan bantuan mikroskop. Keuntungan metoda ini adalah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak perlatan. Kelemahannya ialah tidak dapat membedakan sel-sel yang hidup dan yang mati, dengan perkataan lain hasil yang diperoleh adalah jumlah total sel yang ada di dalam populasi. Pada beberapa macam sel eukariotik, penambahan zat warna tertentu, misalnya biru metilen 0,1%, pada sampel yang akan dihitung dapat dibedakan sel hidup dan yang mati. Pada sel khamir misalnya baik sel hidup maupun gel mati akan menyerap biru metilen namun hanya sel hidup dapat mereduksi zat warna tersebut secara enzimatik menjadi tidak berwarna, jadi gel-gel mati akan tampak biru. Kelemahan lain metoda mikroskopik langsung adalah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat kecil seperti batten karena ketebalan hemasitometer tidak memungkinkan digunakannya lensa objektif celup minyak. Hal ini biasanya diatasi dengan cara mewarnai gel sehingga menjadi lebih mudah dilihat. Kelemahan lain lagi ialah kadang-kadang sel cenderung bergerombol sehingga sukar membedakan set
© 2004 Digitized by USU digital library
7
gel individu. Cara mengatasinya ialah menceraiberaikan gerombolan sel-sel tersebut dengan menambahkan bahan anti gumpal seperti dinatrium etilen diamin tetraasetat daD Tween 80 sebanyak 0,1% Pelaksanaan: • suspensi khamir Saccharomyces cerevisiae, yang telah diencerkan sedemikian sehingga tampak hanya sedikit keruh, suspensi demikian akan mengandung kira-kira 500 sel dalam 80 kotak kecil, yaitu luasan 0,2 mm2, pada hemasitometer. • hemasitometer Levy dengan garis-garis pembagian Naubauer • pipet Pasteur. Cara kerja: 1. Bersihkan permukaan hitung hemasitometer dengan secarik kertas lensa yang telah dibasahi dengan setetes air suling. Juga bersihkan kaca tutup hemasitometer sampai tidak lagi tertinggal sisa-sisa minyak pada permukaannya. 2. Letakkan kaca tutup hemasitometer di atas permukaan hitung hemasitometer. 3. Kocok suspensi sel khamir baik-baik, jaga agar sumbat tabung tidak terbasahi, dan dengan menggunakan pipet Pasteur ambil suspensi sebanyak 0,1 sampai 0,5 ml. Pengamabilan suspensi dengan pipet Pasteur dapat dilakukan dengan cara memasukkkan pipet tersebut ke dalam suspensi lalu menutup lubang pangkal pipet dengan telunjuk. 4. Dengan cermat taruh ujung pipet Pasteur pada lekukan berbentuk V pada tepi kaca tutup hemasitometer dan biarkan ruang hemasitometer terpenuhi suspensi secara kapiler. Gunakan telunjuk untuk mengatur aliran suspensi mencegah banjir bahagian bawah kaca tutup oleh aliran yang berlebihan. Usahakan agar tidak ada cairan masuk di antara kaca tutup yang sebenarnya harns berukuran tepat 0,1 mm. Bila sampai terjadi hal demikian, maka seluruh prosedur harus diulang. 5. Taruhlah hemasitometer di atas pentas mikroskop dengan hati-hati. Amati dengan objektif kekuatan rendah dan hitung jumlah sel yang terdapat pada 80 buah kotak kecil yang terletak di dalam kotak bagian tengah yang berukuran 1 mm2 itu. 6. Cara menghitung, pembagian hemasitometer dapat dilihat pada gambar. Seluruhnya ada sembilan area masing-masing berukuran 1mm2. Kotak yang di tengah, kesemua sisi dibatasi dengan garis ganda, juga berukuran 1mm2 dan akan dibagi menjadi 25 kotak besar. Setiap kotak besar ini dibagi-bagi menjadi 16 kotak kecil, dengan demikian di dalam kotak tengah tersebut seluruhnya terdapat 400 kotak kecil (25 x 16). 7. Contoh perhitungan: andaikan menurut pengamatan terdapat 500 sel khamir di dalam 80 kotak kecil. Maka jumlah sel khamir yang terdapat di dalam setiap ml suspensi asal dapat dihitung dengan cara berikut: • 80 kotak kecil mempunyai luas 0,2 mm2, jadi di dalam setiap mm2 terdapat 500 x 5 atau 2500 sel. • kedalaman cairan dibawah hemasitometer 0.1 mm, maka volume cairan yang tercakup oleh kotak berukuran 1 mm2 ialah 0.1 mm3, artinya terdapat 2500 sel / 0,1 mm3 atau 25.000 sel / mm3. • 1 ml = 1cm3 atau 100 mm3, maka jumlah sel khamir yang terdapat di dalam suspensi asal ialah 2,5 x 107 sel / ml.
© 2004 Digitized by USU digital library
8
Gambar1. A : tampak atas hemasitometer memperlihatkan tempat menaruh sampel. B : tampak samping hemasitometer memperlihatkan jarak sebesar 0,1 mm antara permukaan hitung bagian atas hemasitometer dan permukaan bawah kaca tutup.
Gambar 2. Pembagian Neubauer pada hemasitometer memperlihatkan garis-garis pembagian pada kotak tengah yang berukuran 1mm2, ke empat sisinya dibatasi dengan garis ganda. 2.5. Pengukuran Massa Sel Untuk memeriksa kadar gel sejumlah besar biakan, metoda hitungan cawan bukan pilihan yang baik karena tidak hanya memakan waktu juga memerlukan media dan alat dalam jumlah besar. Lebih baik dipakai pengukuran pengeruhan biakan dengan fotokolorimeter. Namun agar data yang diperoleh dari pengukuran ini
© 2004 Digitized by USU digital library
9
dapat dinyatakan sebagai kadar organisme, diperlukan suatu kurva baku yang menyatakan korelasi antara kekeruhan biakan dengan jumlah organisme per ml biakan. Kurva semacam ini dapat diperoleh dengan cara memakai metoda hitungan cawan untuk menentukan hitungan organisme di dalam biakan yang kekeruhannya diketahui. Sekali kurva baku ini diperoleh, maka sejumlah besar biakan organisme sejenis dapat dengan cepat diukur kekeruhannya dan kadarnya segera dapat diketahui dengan cara membaca kurva tersebut. Pada gambar 3 dan 4 terlihat bagaimana memahami bekerjanya fotokolorimeter. Sumber cahaya dalam alat tersebut memancarkan seberkas cahaya putih melalui dua buah lensa dan celah masuk ke suatu kisi difraksi yang pada gilirannya menyebarkan cahaya menjadi berkas-berkas horizontal dengan semua warna spektrum, dari warna ungu dan ultra ungu, gelombang cahaya pendek, sampai kepada merah dan infra merah, gelombang cahaya panjang. Spektrum cahaya jatuh pada secarik layar gelap yang dilengkapi dengan celah keluar. Hanya bagian spektrum yang kebetulan jatuh pada celah tersebut memasuki sampel dan akan menjadi berkas monokromatik. Panjang gelombang mana yang akan masuk melalui celah tersebut dapat diatur dengan menyesuaikan arah kisi difraksi melalui pemutaran tombol pengatur panjang gelombang, yang ada pada alat tersebut. Cahaya yang mengenai gel-gel mikroorganisme di dalam sampel suspensi akan dihamburkan, sedang cahaya yang lolos diteruskan setelah melewati sampel akan mengaktivasi foto tabung yang akan mencatat persen transmitans ( % T ) pada galvanometer. Makin sedikit jumlah gel di dalam suspensi, makin besar intensitas cahaya yang lolos, makin tinggi pula persen transmitans yang tercatat. Sebelum alat tersebut digunakan untuk mengukur sampel terlebih dahulu harus dikalibrasi dengan tabung yang berisi medium steril yang macamnya sama dengan yang digunakan untuk menumbuhkan organisme yang bersangkutan, untuk menetapkan menjadi 100 % T. Setelah dikalibrasi, maka kekeruhan sampel biakan dapat dibaca dengan cara menaruh tabung berisi biakan tersebut ke dalam tempat sampel pada alat itu. Melalui perhitungan, nilai % T kemudian diubah dan dinyatakan sebagai nilai absorbans ( A ) atau rapat optis ( optical density atau O.D. ). Untuk memperoleh korelasi antara kadar sel dengan rapat optis suatu biakan tertentu, mula-mula perlu diterapkan metoda cawan untuk menghitung kadar sel di dalam biakan tersebut. Kemudian biakan yang sarna diencerkan dan persen transmitans berbagai pengenceran diukur. Setelah nilai % T diubah menjadi nilai G.D. dan kadar sel pada setiap pengenceran itu dihitung, maka kurva yang menggambarkan korelasi tersebut di atas dapat dibuat. DAFTAR PUSTAKA Hadioetomo R.S, 1985 .Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta : Gramedia. Dwidjoseputro ,D, 1984 .Mikrobiologi Dasar. Jakarta ; Jembatan. Sastramiharja ,I. 1993 Peran Mikrobiologi Seminar Bioteknologi.Bandung Sastramiharja,I.1993. Isolasi Bakteri Seminar Bioteknologi. Bandung Partono A. T. 1993. Pertumbuhan Bakteri, Seminar Bioteknologi. Bandung Surawiria, U. 1987.Mikrobiologi Air.Bandung : Alumni.
© 2004 Digitized by USU digital library
10