Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
IMPLIKASI PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM YANG BERBENTUK KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA MELALUI PERADILAN TATA USAHA NEGARA (Analsis Politik Hukum Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Junto UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 Junto Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara) Oleh : Adwin Tista
ABSTRAK Sebagai konsekuensi negara Indonesia adalah negara hukum, maka semua perbuatan negara atau pemerintah termasuk perbuatan dalam mencampuri masyarakat tersebut harus berdasarkan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, tugas pemerintah dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi sangat luas, bukan saja menjaga keamanan semata-mata melainkan juga secara aktif turut serta dalam urusan-urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan konsepsi tersebut diperlukan pemerintahan yang efektif, kuat dan bersih, serta kemerdekaan bertindak secara administrasi atas inisiatif sendiri, salah satunya dapat berupa mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara (KTUN). Kata Kunci : Produk Hukum, Keputusan Tata Usaha Negara dan
PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara berdasar
atas
yang
hukum (rechtsstaat) dan
peraturan-peraturan
hukum
harus
ditaati, juga oleh pemerintah atau badanbadannya
sendiri.
Selain
itu
negara
bukan berdasar atas kekuasaan belaka
Indonesia juga menganut konsepsi negara
(machtsstaat). Hal tersebut secara tegas
kesejahteraan (welfarestate), hal tersebut
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
terdapat pada kewajiban pemerintah untuk
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
mewujudkan
Tahun 1945 amandemen ketiga yang
sebagaimana yang termuat dalam alinea IV
menyatakan;
“Negara Indonesia adalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Negara hukum”. Karena negara Indonesia
Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam
merupakan negara hukum, maka dalam
teori negara kesejahteraan (welfare state),
setiap
negara
untuk mewujudkan Negara kesejahteraan
Peraturan
sangat dituntut peran serta negara dalam
tindakan
penyelenggara
harus berdasarkan hukum.
tujuan-tujuan
segala
aspek
negara
perundang-undangan yang telah diadakan
mencampuri
kehidupan
lebih dahulu, merupakan batas kekuasaan
masyarakat. Sedangkan di dalam negara
penyelenggaraan negara. Undang- undang
hukum, setiap aspek tindakan pemerintah
dasar yang memuat norma-norma hukum
baik dalam lapangan pengaturan maupun 1
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
dalam
lapangan
pelayanan
harus
ISSN 1979-4940
pertimbangan
pembentukan
Peradilan
didasarkan pada peraturan perundang-
TataUsaha Negara (PTUN) yaitu untuk
undangan atau asas dapat melakukan
menyelesaikan sengketa yang kemudian
tindakan
timbul sebagai akibat terjadinya benturan
pemerintahan
tanpa
dasar
kewenangan.
kepentingan antara pemerintah dengan
Sebagai
negara
warga masyarakat. Pengadilan Tata Usaha
Indonesia adalah negara hukum, maka
Negara (PTUN) dalam hal ini bertugas
semua perbuatan negara atau pemerintah
melakukan pengawasan / kontrol dari segi
termasuk perbuatan dalam mencampuri
hukum (legalitas) apabila ada sengketa,
masyarakat tersebut harus
sehingga diperlukan penyelesaian dan atau
berdasarkan
hukum yang berlaku. Oleh
pengawasan yudisial oleh Peradilan Tata
karena
tugas
dalam
Usaha Negara (PTUN) yang akan menilai
menyelenggara- kan kepentingan umum
suatu KTUN itu melanggar atau tidak
menjadi sangat luas, bukan saja menjaga
terhadap hak seseorang atau badan hukum
keamanan semata-mata melainkan juga
perdata.
itu,
konsekuensi
pemerintah
secara aktif turut serta dalam urusan-
Berdasarkan uraian latar belakang
urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan
diatas, maka permasalahan yang akan
rakyat.
konsepsi
dibahas adalah Implikasi Pengawasan
tersebut diperlukan pemerintahan yang
Terhadap Produk Hukum Yang Berbentuk
efektif, kuat dan bersih, serta kemerdekaan
Keputusan Tata Usaha Negara Melalui
bertindak secara administrasi atas inisiatif
Peradilan Tata Usaha Negara (Analsis
sendiri,
berupa
Politik Hukum Terhadap Undang-Undang
mengeluarkan suatu keputusan tata usaha
Nomor 5 Tahun 1986 Junto Undang-
negara (KTUN).
Undang Nomor 9 Tahun 2004 Junto
Untuk
salah
Benturan
mewujudkan
satunya
dapat
kepentingan
antara
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
pemerintah dan warga masyarakat pasti
Tentang
Perubahan
Kedua
Undang-
akan ada, hal ini disebabkan campur
Undang Peradilan Tata Usaha Negara).
tangan negara terhadap kegiatan-kegiatan individu
dan
masyarakat
mempunyai
PEMBAHASAN
kelemahan-kelemahan. Kekuasaan yang
Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha
dimiliki
Negara
oleh
negara
apalagi
tidak
dikontrol maka cenderung akan menjadi absolut, tersebut
tirani
dan
merupakan
diktator. salah
Kondisi satu
Mengingat pentingnya PTUN, niat pemerintah untuk membentuk PTUN telah ada sejak Negara
Kesatuan Republik 2
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Indonesia (NKRI) baru merdeka, dengan
ISSN 1979-4940
Ayat (1) :
Kekuasaan
Kehakiman
dicantumkannya
dilakukan
lembaga peradilan tata usaha negara
Mahkamah Agung dan lain-
dengan
lain bagi badan kehakiman
istilah
peradilan
tata
usaha
pemerintahan sebagaimana termuat dalam
oleh
sebuah
menurut undang-undang.
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor.
Ayat (2): Susunan dan kekuasaan badan-
19 Tahun 1948 tentang Susunan dan
badan kehakiman itu diatur
Kekuasaan
dengan
Badan-Badan
Kehakiman
undang-
undang.”
sebagai peraturan pelaksanaan dari Pasal
(Undang-Undang
24
Negara
Republik
Indonesia
Republik Indonesia Tahun 1945, hal ini
Tahun
1945
sebelum
disebabkan dalam Undang-Undang Dasar
amandemen.)1
Ayat
(2)
Undang-Undang
Dasar
1945 khususnya Pasal 241 tidak merinci
Dasar
Selain itu undang-undang tersebut
mengenai
pembagian
kekuasaan
juga mencantumkan peradilan tata usaha
kehakiman
melainkan
memberikan
negara merupakan salah satu lingkungan
kewenangan delegasi kepada undang -
Pengadilan,
undang untuk
melaksanakan ketentuan pasal tersebut,
mengatur
lebih
lanjut
2
maka
sebagai
usaha
mengenai rincian pembagian kekuasaan
LPHN
menyusun kembali rancangan
kehakiman, dalam hal ini diatur dalam
undang-undang tentang Peradilan Tata
Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 1948.
Usaha Negara, yang kemudian dapat
Selanjutnya
ketetapan
Majelis
disahkan dalam sidang plenonya pada
Rakyat
Sementara
tanggal 10 Januari 1966, yang selanjutnya
Republik Indonesia Nomor II Tahun 1960
pada tahun 1967, DPRGR mengajukan
memerintahkan
“diadakan
peradilan
usul inisiatif mengenai Rancangan Undang
administratif”.
Ketentuan
mengenai
Undang tentang Peradilan Tata Usaha
peradilan tata usaha negara kemudian
Negara. Pada tahun 1970, diundangkan
diatur lebih lanjut pada tahun 1964 dengan
Undang Undang No. 14 tahun 1970
diundangkannya Undang-Undang Nomor
tentang
19
Kekuasaan
Permusyawaratan
Tahun
1964
tentang
Ketentuan-
Ketentuan-ketentuan Kehakiman,
Pokok yang
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
menggantikan Undang-Undang No. 19
dimana dalam Pasal 7 ayat (1) yang isi
tahun 1964, dimana dalam Pasal 10 ayat
dari Pasal 24 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diamandemen menyebukan adalah: “
1
Lopa B dan Hamzah A, Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, ed. 2, cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal. 21 4 2 Ibid, hal. 218-2027
3
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
(1)
undang-undang
tersebut
juga
ISSN 1979-4940
membentuk
Panitia
Inter
departemen
menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman
Penyusunan Rancangan Undang-Undang
dilakukan
oleh
(RUU) Peradilan Tata Usaha
lingkungan
antara lain Peradilan Tata
Pengadilan
dalam
Negara.
Dengan mendasarkan naskah tersebut, dan dari bahan hasil simposium4, maka panitia
Usaha. Negara.
Demikian
dalam
menyusun RUU tentang Pengadilan dalam
repelita II 3 , ditetapkan perlunya dibentuk
Lingkungan Peradilan TataUsaha Negara.
Peradilan Administrasi, maka diadakan
Kemudian pada tanggal 28-30 November
usaha
persiapan
1978, Mahkamah Agung mengadakan
penyusunan undang-undang peradilan tata
lokakarya mengenai hubungan Mahkamah
usaha
Agung dengan Badan-Badan Peradilan
untuk
pula
membuat
negara.
Sehubungan
hal
ini,
5
Departemen Kehakiman dengan kerjasama
Tata Usaha Negara.
Universitas
mengadakan
proses panjang, dari uraian diatas selama
penelitian mengenai peradilan administasi
lebih 22 tahun, gagasan penyusunan RUU
negara. Demikian pula Persahi dalam
tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Munas di Prapat pada tahun 1972 telah
yang dilakukan baik oleh pihak eksekutif,
membahas
peradilan
yudikatif, dan perguruan tinggi maupun
administrasi Negara di Indonesia. Dengan
dari kalangan profesi, maka baru pada
dicantumkannya
RUU
tanggal 29 Desember 1986 dibentuk dan
Repelita,
diundangkannya Undang-Undang Nomor.
yang kemudian dimuat dalam Tap MPR
5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
No.IV/MPR/1978
Negara (LN 1986 Nomor. 77 dan TLN No.
Padjajaran
permasalahan
PeradilanAdministrasi
dalam
menetapkan
bahwa
perlu diusahakan terwujudnya peradilan
Setelah melalui
3344).
tata usaha negara, maka usaha kearah
Undang-undang ini pun baru bisa
penyusunan RUU tentang Peradilan Tata
diterapkan secara efektif setelah selama 5
Usaha Negara makin mendekati hasil yang
tahun mengalami “slapende regeling”,
nyata.
dengan Untuk merealisir ketetapan MPR
tersebut,
BPHN
menyusun
PP
(Peraturan
Pemerintah) Nomor 7 tahun 1991 tentang
naskah
akademis tentang susunan, kekuasaan, dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara itu Menteri Kehakiman
3
dikeluarkanya
4
Mangkoedilogo Benyamin., Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara Suatu Orientasi Pengenalan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal.126-127. 5 Tjandra Riawan.W.,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,Universitas Atma Jaya. Yogyakarta, 2009, hal. 5.
Ibid
4
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Penerapan
Undang-undang
Nomor.
5
ISSN 1979-4940
untuk menerima, memeriksa, memutus
tahun 1986, yang dituangkan dalam LN
menyelesaikan perkara
1991 Nomor. 8 pada tanggal 14 Januari
kepadanya
1991. Oleh
kompetensi atau kewenangan mengadili.
karena itu, keberadaan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia
yang
yang diajukan
dikenal
Pengadilan
TUN
dengan
mempunyai
dimulai dengan lahirnya Undang-Undang
kompetensi menyelesaikan sengketa tata
nomor 5 tahun 1986 tentang
usaha
Peradilan
negara
di
tingkat
pertama,
Tata Usaha Negara sebagaimana telah
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9
untuk tingkat banding dan Mahkamah
tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor
Agung untuk tingkat kasasi dan peninjauan
51 tahun 2009 serta mulai beroperasi
kembali (PK). Khusus untuk sengketa-
pertama kali pada tanggal 14 Januari 1991
sengketa tata usaha negara yang harus
dengan diterbitkan PP Nomor.7 Tahun
diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya
1991 tentang penerapan Undang-Undang
administrasi sebagaimana diatur dalam
Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan
Pasal 48Undang-Undang Nomor 5 tahun
Tata
1986 tentang Peradilan TUN sebagaimana
Usaha
Negara,
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor.10 Tahun 1990
telah
Tentang Pembentukan PT.TUN Jakarta,
Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Medan dan Ujung Pandang serta Keppres
Nomor 51 tahun 2009, maka Pengadilan
No. 52 Tahun 1990 Tentang pembentukan
Tinggi TUN dapat memeriksa, memutus
PTUN
danmenyelesaikannya
Jakarta,
Medan,
Palembang,
diubah
dengan
Undang-Undang
sebagai
badan
Surabaya dan Ujung Pandang, sekarang
peradilan tingkat pertama dan terhadap
telah meliputi 4 Pengadilan Tinggi TUN
putusan PT.TUN tersebut tidak tersedia
serta 26 Pengadilan Tata Usaha Negara.
upaya hukum banding melainkan langsung
Dalam Pasal 47 Undang-Undang nomor 5
mengajukan upaya hukum kasasi ke
tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Mahkamah
Negara sebagaimana telah diubah dengan
(kewenangan) suatu badan Pengadilan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan
untuk
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
dibedakan atas kompetensi relatif dan
telah diatur tentang kompetensi PTUN
kompetensi
dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu
berhubungan
bertugas
Pengadilan
dan
berwenang
memeriksa,
Agung.
mengadili
Kompetensi
suatuperkara
absolut.
Kompetensirelatif
dengan untuk
dapat
kewenangan
mengadili
suatu
memutus, dan menyelesaikan sengketa tata
perkarasesuai dengan wilayah hukumnya.
usaha negara. Kewenangan Pengadilan
Sedangkan kompetensi absolut adalah 5
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
kewenangan Pengadilan untuk mengadili
Kemudian pada butir d dirumuskan bahwa
suatu perkara menurut obyek, materi atau
:
pokok sengketa.
Sengketa tata usaha negara adalah
Peradilan tata usaha negara di Indonesia administrasi
merupakan yang
peradilan
berwenang
untuk
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan
hukum
perdata
dengan
menilai keabsahan suatu keputusan tata
badan atau pejabat tata usaha
usaha negara dalam rangka pelaksanaan
negara,
urusan
maupun di tingkat daerah, sebagai
pemerintahan
yang
dilakukan
baik
di
tingkat
pusat
oleh pemerintah,sebagaimana dimaksud
akibat dikeluarkannya Keputusan
pada Pasal ; 1 butir (b,c,d), 3, 47, 53, dan
Tata
97 ayat (9) Undang-Undang Nomor . 5
dalam
Tahun 1986.
berdasarkan peraturan perundang-
Dalam Pasal 1 butir b
disebutkan bahwa :
Usaha
Negara,
sengketa
termasuk
kepegawaian
undangan yang berlaku.
Badan atau Pejabat Tata Usaha
Dalam praktik, adanya kontrol ini
Negara adalah Badan atau Pejabat
sering juga dilihat sebagai sarana untuk
yang
mencegah timbulnya segala suatu bentuk
melaksanakan
pemerintahan
urusan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku”. Sedangkan
butir
c-nya
tindakan
atas
penyimpangan
tugas
pemerintahan yang dilakukan dari apa yang telah digariskan dalam peraturan
menyebutkan
bahwa :
perundangan. Memang disinilah poltik hukum dari letak inti atau hakekat dari
Keputusan Tata Usaha Negara
suatu pengawasan. Pembentukan peradilan
adalah suatu penetapan tertulis
tata usaha negara juga diartikan sebagai
yang dikeluarkan oleh Badan atau
kecenderungan tekad pemerintah untuk
Pejabat Tata Usaha Negara yang
melindungi hak-hak asasi warga negara
berisi tindakan hukum Tata Usaha
terhadap kekuasaan pemerintah dalam
Negara yang berdasarkan peraturan
melaksanakan urusan pemerintahan.6
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
Implikasi
dan final yang menimbulkan akibat
Terhadap
Pengawasan Produk
Hukum
Yudisial Yang
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
6
Martiman P., Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Ghalia Indonesia, 2003, Jakarta, hal. 126.
6
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Berbentuk
Keputusan
Tata
Usaha
ISSN 1979-4940
Acton atau lebih dikenal dengan Lord Acton yang menyatakan bahwa : “power
Negara Pengawasan
dalam
perspektif
tends to corrupt and absolute
power
9
hukum administrasi negara merupakan
tends to corrupt absolutely.” Sehubungan
sarana untuk mendorong pemerintah agar
dengan
mematuhi perundang-undangan dan asas-
Muchsan
asas umum pemerintahan yang baik. Hal
pada hakikatnya suatu tindakan menilai
itu diperlukan agar pemerintah tidak
(menguji) apakah sesuatu telah berjalan
melakukan perbuatan yang melanggar
sesuai
tujuan
ditentukan.
yang
telah
ditentukan
dalam
pengertian 10
pengawasan,
berpendapat: “ Pengawasan
dengan
rencana
yang
Dengan
telah
pengawasan
peraturan perundang– undangan. Pejabat
tersebutakan dapat ditemukan kesalahan-
administrasi
kesalahan
tugas
di dalam
menjalankan
kewajibannya
senantiasa
yang
akhirnya
kesalahan-
kesalahantersebut akan diperbaiki dan
melakukan perbuatan,
yang terpenting, sampai kesalahan tersebut
yakni suatu tindakan bersifat aktif atau
terulang kembali.” Perbuatan tercela yang
pasif yang tidak lepas dari kekuasaan yang
dilakukan
melekat padanya karena inhaerent atau als
tendensinya akan menimbulkan kerugian
zodanig
bagi
jabatannya.
dalam 7
menunaikan Dalam
tugas-
pihak
oleh
aparat
yang
pemerintah,
terkena
perbuatan
melaksanakan
tersebut. Demi keadilan perbuatan yang
kewajibannya tersebut pejabat administrasi
demikian ini pasti tidak dikehendaki
harus mempunyai kewenangan sebagai
adanya. Menyadari hal ini, negara selalu
dasar hukumnya. Dalam hal demikian
akan
dapat kita katakan, bahwa 8 kekuasaan itu
aparatnya,
bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-
perbuatan tercela itu. Sehubungan dengan
ketentuan
mengatur
ini, diadakanlah suatu sistem pengawasan
pemberian wewenang tadi. Berkenaan
(control system) terhadap perbuatan aparat
dengan kekuasaan ini, kita teringat akan
pemerintah,
pendapat John Emerick Edwed Dalberg
menghindari terjadinya perbuatan yang
hukum
yang
berusaha
untuk
jangan
mengendalikan
sampai
dengan
melakukan
tujuan
untuk
merugikan masyarakat, setidak-tidaknya 7
Sujata Antonius dan Surachman RM., Ombudsman Indonesia ditengah Ombudsman Internasional Sebuah Antologi, Komisi Ombudsman Nasional, Jakarta, 2007, hal. 117. 8 Salman Otje dan Damian Eddy (Editor), Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan : Kumpulan Karya Tulis Mochtar Kusumaatmadja, Alumni, Bandung, 2002, hal. 5.
menekan seminimal mungkin terjadinya 9
Ibid Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992, hal. 739. 10
7
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
perbuatan
tersebut.
11
Mengacu
pada
ISSN 1979-4940
setiap
tindakan
pemerintah
harus
pendapat Muchsan tersebut, pengawasan
berdasarkan hukum, artinya sikap tindak
yang dilakukan secara efektif merupakan
pemerintah
prasyarat yang mutlak diperlukan untuk
dipertanggungjawabkan baik secara moral
mendorong
maupun secara hukum. Oleh karena sendi-
terwujudnya
pemerintah
yang bersih dan berwibawa.
sendi
Hal ini disebabkan adanya sistem koreksi
untuk
meluruskan
pemerintah yang tercela
perbuatan merupakan
tersebut
negara
haruslah
hukum
dapat
tetap
harus
dipertahankan dan agar pada satu sisi tindakan pemerintah itu, serta dalam menyelenggarakan
pemerintahan
tidak
upaya untuk mewujudkan akuntabilitas
keluar dari jalur negara hukum dan pada
publik
sisi lain warga negara atau masyarakat
terhadap
setiap
perbuatan
pemerintah yang biladilaksanakan secara
tetap
efektif, simultan dan objektif akan mampu
asasinya,
mendorongterwujudnya pemerintah yang
pengawasan.
bersih
Sebagaimana
negaraan di negara kita sesungguhnya
pernah dikemukakan terdahulu bahwa
sistem pengawasan terhadap perbuatan
dalam
pemerintah dapat dilakukan dari dan atau
dan
berwibawa.
konsep
negara
kesejahteraan
dijamin
perlindungan
maka
diperlukan
Dalam
sistem
sistem
oleh
dalam
kepentingan
pemerintahan yang lebih atas, instansi
umum menjadi sangat luas, bukan hanya
yang mengambil keputusan itusendiri,
semata-mata
masyarakat
menjaga
keamanan,
pihak,
melalui
yaitu;
ketata
(welfare state), maka tugas pemerintah menyelenggarakan
beberapa
hak-hak
instansi
perwakilan
(DPR
melainkan juga secara aktif turut serta
RI/DPRD), instansi yang khusus ditunjuk
dalam urusan-urusan kemasyarakatan demi
untuk mengadakan pengawasan, dan juga
kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan
peradilan tata usaha negara. Dari beberapa
konsepsi
melakukan
pihak dan cara pengawasan tersebut di atas
memerlukan
maka dapat dirinci dalam beberapa segi
tersebut,
dalam
tindakannya,
pemerintah
keleluasaan
(Freies
Discretionair)
12
Ermessen,
dalam
kebijakan-kebijakannya,
menentukan
1. Ditinjau
dari
segi
salah
kedudukan suatu badan atau
satunya dapat berupa keputusan tata usaha
organ yang melaksanakan
negara. Akan tetapi dalam suatu negara
pengawasan:
hukum adalah menjadi suatu syarat bahwa
a. pengawasan intern,
11
dimana
sebagai berikut :
b. pengawasan ekstern.
Ibid, hal. 36 12 Ibid
8
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
2. Ditinjau
dari
ISSN 1979-4940
segi
konsep negara hukum (Rechstaat), dimana
saat/waktu dilaksanakannya
sebagai negara hukum harus memiliki
:
unsur-unsur yaitu;
a. pengawasan preventif (apriori),
(a). Mengakui dan melindungi hakhak asasi manusia;
b. pengawasan represif (a
(b). Untuk melindungi hak asasi
posteriori).
tersebut
3. Pengawasan
dari
segi
penyelenggaraan negara harus
hukum.13
berdasarkan padateori
Sejalan dengan pendapat diatas, Muchsan
14
maka
mengklasifikasikan
Trias
Politica; (c) Dalam menjalankan tugasnya,
pengawasan terhadap pemerintah meliputi
pemerintah
pengawasan
atasundang-undang; dan
yuridis
oleh
lembaga
berdasar
peradilan, pengawasan fungsional oleh
(d) Apabila dalam menjalankan
lembaga pengawasan fungsional seperti
tugasnya berdasarkan undang-
inspektorat jenderal, pengawasan politik
undang tersebut pemerintah
oleh parlemen, pengawasan ombudsman
masih melanggar hak asasi
dan
maka
pengawasan
masyarakat
(social
diperlukan
adanya
control). 15 Sedangkan fungsi pengawasan
peradilan
dari Peradilan TUN dalam klasifikasi
akan menyelesaikannya.16
pengawasan-pengawasan tersebut, dapat
Sebagai
administrasi
lembaga
yang
pengawas
diletakkan sebagai pengawasan secara
(judicial control), ciri-ciri yang melekat
yuridis (Juridicial and legal control).
pada peradilan TUN adalah:17
Konsep dasar dari pembentukan Peradilan
1. Pengawasan
yang
dilakukan
Tata Usaha Negara (PTUN) tidak dapat
bersifat “external control”, karena
dipisahkan dari introduksi FJ. Stahl,
ia merupakan lembaga yang berada
seorang sarjana dari Jerman, tentang
di luar kekuasaan pemerintahan. 2. Pengawasan yang dilakukan lebih
13
Marbun, SF.,et al, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,”Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya”, UII Press, Yogyakarta, 2002, h.268269. 14 Muchsan, Loc.Cit 15 Tjandra,Riawan W., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma jaya, Yogyakarta, 2005, h.201
menekankan pada tindakan represif atau lazim disebut “control a posteriori”,
16 17
karena
selalu
Marbun, SF.,et al, Op.Cit, .hal .713 . Ibid
9
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
dilakukan
sesudah
ISSN 1979-4940
terjadinya
pengawasan
perbuatan yang dikontrol. “legalitas”,
menilai
karena
dari
Peradilan
TUN merupakan control segi
3. Pengawasan itu bertitik tolak pada segi
dari
segi
hukum
karena
hanya
menggunakan
hukum
pertimbangan
(rechmatigheid)-nya saja.
hanya dasar
dari
aspek
hukumnya saja.
Dikaitkan dengan teori mengenai
Dalam
menjalankan
fungsinya
fungsi Peradilan Tata Usaha Negara,
sebagai sebuah badan peradilan, PTUN
apabila
yang
memiliki hukum formil atau hukum acara
atas
dan hukum materiil. Hukum materiil
dipergunakan untuk menganalisis fungsi
adalah hukum yang berisikan materi
pengawasan dari Peradilan TUN, dapat
hukuman, sedangkan hukum formil adalah
disimpulkan bahwa ciri-ciri pengawasan
hukum yang mengatur tentang tata cara
dari Peradilan TUN meliputi :
bagaimana
klasifikasi
diuraikan
oleh
pengawasan
Lotulung
(1) Ditinjau
18
dari
kedudukannya,
di
segi
materiel.
melaksanakan
19
hukum
Menurut Rozali Abdullah, 20
pengawasan
hukum acara PTUN adalah rangkaian
dari Peradilan TUN bersifat
peraturan-peraturan yang memuat cara
ekstern, karena dilakukan oleh
bagaimana orang harus bertindak, satu
suatu badan atau lembaga yang
sama
secara organisatoris berada di
berjalannya hukum tata usaha Negara
luar
(hukum
struktur
organisasi
pemerintahan; (2) Ditinjau
lain
untuk
melaksanakan
administrasi negara). Pada umumnya, waktu/saat
secara teoritis cara pengaturan terhadap
dilaksanakannya pengawasan,
hukum formal dapat digolongkan menjadi
pengawasan
2 (dua) bagian, yaitu:21
TUN
dari
dari
bersifat
karena
Peradilan a-posteriori,
selalu
1. Ketentuan
dilakukan
prosedur
berperkara diatur bersama-
sesudah terjadinya perbuatan
sama
dengan
hukum
yang dikontrol; dan (3) Ditinjau
dari
dasar
pertimbangan pengawasannya, 18
Effendie Lotulung Paulus, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. xvii
19
Darwin Prints, Hukum Acara Pidana, Djambatan, Jakarta, 1989, hal. 115. 20 Abdullah Rozali H.,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. 3, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, hal. 1-2 21 Harahap Zairin., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 22
10
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
materielnya
atau
dengan
ISSN 1979-4940
dan
pemeriksaan
persiapan,
setelah
susunan, kompetensi dari
melalui kedua prosedur itu tidak ada lagi
badan
alasan bagi hakim untuk menyatakan
yang
peradilan
melakukan
dalam
undang-undang
bentuk
dalam suatu penetapan bahwa gugatan
atau
tidak dapat diterima atau tidak berdasar,
peraturan lainnya. 2. Ketentuan
maka prosedur
selanjutnya
pemeriksaan
akan
dilakukan
terhadap
pokok
berperkara diatur tersendiri
sengketadengan acara biasa. Pemeriksaan
masing-masing
dengan acara biasa ini diatur dalam Pasal
dalam
bentuk undang-undang atau
68 sampai dengan Pasal
97
Undang-
peraturan lainnya.
Undang Pengadilan Tata Usaha Negara. Pemeriksan dengan acara biasa ini
Apabila mengikuti penggolongan
dilakukan melalui beberapa tahapan, mulai
terhadap hukum formal di atas maka
dari tahap pembacaan surat gugatan (Pasal
UUPTUN termasuk dalam kelompok yang
74 ayat(1), tahap jawaban tergugat (Pasal
pertama karena dalam UU PTUN tersebut
74 ayat (1), tahap replik (Pasal 75 ayat (1),
memuat hukum materiil sekaligus hukum
tahapduplik (Pasal 75 ayat (2), tahap
formil. Terkait dengan acara pemeriksaan
pembuktian (pada tahap pembuktian ini
di PTUN dapat dilakukan dengan acara
kepada pihak-pihak diberikan kesempatan
pemeriksaan persiapan,
22
singkat,
pemeriksaan
mengajukan bukti-bukti surat atau tulisan,
pemeriksaan
permohonan
keterangan
ahli,
keterangan
saksi,
penangguhan pelaksanaan Keputusan Tata
pengakuan para pihak, pengetahuan hakim
Usaha
pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam Pasal 100),
dengan acara cepat dan pemeriksaan
Tahap kesimpulan (Pasal 97 ayat (1), tahap
dengan acara biasa. Pengaturan mengenai
putusan (Pasal 97 ayat (1), Pasal 108
acara pemeriksan di PTUN tersebut diatur
dan
dalam Pasal 53sampai dengan Pasal 141
pembuktian
UU PTUN. Dalam pemeriksaan dengan
pembuktian hukum acara PTUN dilakukan
acara
dalam
Negara
biasa,
(KTUN),
sebelum
dilakukan
Pasal
rangka
109). Terkait dengan dalam
PTUN, sistem
memperoleh
kebenaran
pemeriksaan terhadap pokok sengketa dari
materiil, berbeda hukum acara perdata
gugatan
yang dilakukan dalam rangka memperoleh
penggugat,
terlebih
dahulu
melalui prosedur rapat permusyawaratan
kebenaran formal. Dalam Pasal 107 UU PTUN disebutkan
22
Ibid.
bahwa : 11
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
hakim menentukan apa yang harus
bahkan
dibuktikan,
pembuktian
seseorang atau badan hukum perdata,
beserta penilaian pembuktian dan
sehingga diperlukan penyelesaian dan atau
untuk
pembuktian
pengawasan yudisial oleh Peradilan Tata
diperlukan
sekurang-kurangnya
UsahaNegara (PTUN) yang akan menilai
dua
bukti
suatu
beban
sahnya
alat
berdasarkan
pelanggaran
Kepuusan
terhadap
Tata
Usana
hak
Negara
keyakinan hakim.”
(KTUN) itu melanggar atau tidak terhadap
Selanjutnya dalam penjelasannya
hak seseorang atau badan hukum perdata
disebutkan bahwa pasal ini mengatur
tadi.
ketentuan dalam rangka usaha menemukan
yudisial
kebenaran materiil. Berbeda dengan sistem
Purbopranoto 23 , berdasarkan hukum tak
pembuktian acara perdata, maka dengan
tertulis,
memperhatikan segala sesuatu yang terjadi
penormaan
dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada
Pemerintahan
fakta dan hal yang diajukan olehpara
sebagai
pihak, hakim PTUN dapat menentukan
disosialisasikannya,
sendiri apa yang harus dibuktikan, siapa
pendapatnya, selain asas pemerintahan
yang harus dibebani pembuktian, apa yang
yang layak dari Crince Le Roy sebanyak
harus
yang
11 butir, juga ditambah dengan asas
berperkara dan hal apa saja yang harus
kebijaksanaan dan asas penyelengaaraan
dibuktikan oleh hakim sendiri, alat bukti
kepentingan
mana
pemerintahan yang layak menurut Crince
dibuktikan
saja
dipergunakan
oleh
yang dalam
pihak
diutamakan
untuk
pembuktian
dan
Dalam
melakukan
ini
menurut
dapat
24
Kuntjoro
dilakukan
melalui
Asas
Umum
Asas yang yang
Le Roy,
pengawasan
Baik
(AAUPB)
telah
pernah
dimana
umum.
Adapun
menurut
asas
dalam rangkuman kuliahnya
kekuatan pembuktian bukti yang telah
pada penataran lanjut Hukum Tata Usaha
diajukan.
Negara Tata Pemerintahan di Fakultas Hukum Air langga tahun 1978, meliputi
Pengawasan
Peradilan
Tata
Usaha
asas-asas;
kepastian
hukum,
Negara Berdasarkan Asas-Asas Umum
keseimbangan,bertindak cermat, motivasi,
Pemerintahan Yang Baik Terhadap
tidak
Keputusan Tata Usaha Negara
kewenangan,
Adanya
kemerdekaan
bertindak
admnisitrasi atas inisiatif sendiri ini tidak menutup kemungkinan terjadinya sengketa antara pemerintah dan warga masyarakat,
boleh
mencampur
adukan
kesamaan
dalam
23
Purbopranoto Kuntjoro., Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1982, h.29 24
Muchsan, Loc Cit
12
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
pengambilan keputusan, permainan yang
penyelenggaraan pemerintah. Berkaitan
layak,
dengan AAUPB. Maka :
keadilan
atau
kewajaran,menanggapi penghargaan yang wajar,
(1). Asas-asas prosedural
meniadakan akibat-akibat suatu
keputusan yang
batal
pandangan
dan hidup
implementasi
perlindungan pribadi.
AAUPB
25
atas
yakni
asas-asas
dengan
cara
yang
murni,
yang berkaitan
pembentukan
suatu
perbuatan administratif.
Semula
Asas-asas ini terdiri dari :
dicarikan
(a) Asas that no man may judge in his
landasannya pada Pasal 27 ayat (1)UU No.
own causa atau juga disebut asas
14/1970 jo UU No. 35/1999, dan Pasal
likehood bias;
53.2 sub c UU No. 5/1986. Namun dalam
(b) Asas audi et alteram partem;
perkembangannya telah diformulasikan
(c) Asas
pertimbangan
dari
suatu
adanya asas-asas umum pemerintahan
perbuatan hukum administratif harus
negara yang baik melalui UU No. 28/1999
sesuai
Tentang
pertimbangan,
Penyelenggara
Negara
Yang
dengan
konklusinya serta
dan
konklusi
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
tersebut harus berdasarkan fakta –
Nepotisme, maka kiranya Peradilan Tata
fakta yang benar.
Usaha
Negara
momentum
ini
dapat untuk
menggunakan mengefektifkan
fungsi kontrolnya terhadap pemerintah dalam
rangka
menegakkan
supremasi
hukum. Kontrol yudisial harus diletakkan sebagai
premis
untuk
menghasilkan
pemerintahanyang kuat dan bersih. Melalui
kontrol
yudisial
(2). Asas yang berkaitan dengan isi/materi dari
perbuatan
hukum
admisnistratif,
meliputi (a).
Asas
kepastian
hukum
(the
principle of legal security); (b). Asas keseimbangan (the principle of proportionality);
yang
efektif dapat ditemukan valuemengenai prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih.
(c).
Asas
(d). Asas ketajaman dalam menentukan sasaran
dan berwibawa pemerintah perlumematuhi
object);
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) dalam
(the
principle of carefulness);
Guna mewujudkan pemerintah yang bersih dan melaksanakan Asas – Asas Umum
kecermatan/hati-hati
(the
principle
of
good
(e). Asas permainan yang layak (the principle of fairplay); (f). Asas kebijakan (the principle of cleverness);
25
Marbun, SF.,et al, Op.cit.h.206
13
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
(g). Asas gotong royong (the principle of solidarity).
ISSN 1979-4940
Hakim tidak boleh menerapkan suatu kaidah hukum yang bertentangan dengan asas hukum umum yang berlaku.
Selanjutnya, pemberlakuan asas-
Untuk itu, hakim Tata Usaha Negara dapat
asas umum pemerintahan yang layak/baik
menemukan dan merumuskan AAUPB
(Algemene
yang selanjutnya dijadikan pedoman bagi
Bestuur)
Beginselen sebagai
Van
norma
Behoolijk
akan
lebih
pemerintah
dalam
mewujudkan fungsi dan tujuan hukum
kewenangan
yang
berbagai
Tahapan penerapan AAUPB yang disebut
dalam
juga asas-asas umum pemerintahan yang
mempertimbangkan fungsi administrasi.
layak (AAUPL), menurut Hamidi adalah
oleh karena itu, penerapan Algemene
sebagai berikut: 27
sesungguhnya
instrumenbagi
Beginselen
dan
hakim
Van
Behoolijk
Bestuur,
Tata
melaksanakan
1) Tahap
berfungsi sebagai :26
Usaha
Negaranya.
pengumpulan
fakta,
meliputi; proses administratif,
(1) Sebagai tali pengikat antara
merumuskan fakta, melakukan
berbagai kaidah hukum yang
pembuktian. Tahap ini sering
akan menjamin keterpaduan
disebut tahap meng- konstantir
kaidah hukum dalam suatu
2) Tahap
ikatan sistem; (2) Menjamin dibentuk
mengidentifikasikan
hukum, kaidah
dan
hukum
terdiri
atas;
penilaian/pengujian
dilaksanakan
kualifikasi
fakta,
hukum,
proses
sesuai dengan tujuan hukum,
penerapan hukum. Tahap ini
misalanya
disebut tahap mengkualifisir.
asas
kecermatan
untuk kepastian hukum; (3) Menjamin (fleksibilitas)
3) Tahap merumuskan AAUPL,
keluwesan
dimana
setelah
penerapan
pertimbangan
membuat hukum,
kaidah hukum pada situasi
menentukan
konkrit; dan
dilanggar, menjatuhkan putusan.
(4) Sebagai
instrumen
untuk
Tahap
mengerahkan kaidah hukum.
ini
AAUPL
disebut
yang
tahap
mengkonstituir. 27
26
Fahmal Muin H.A, Peran Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Kreasi Total, 2008, h.85-86
Hamidi, J., Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di Lingkungan Indonesia (Upaya Menuju Clean and Stable Government), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 92
14
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
penyelenggaraan negara, asas kepentingan Pada diatas
tahapan
merupakan
mengkonstantir
langkah
induksi,
umum,
asas
keterbukaan,
asas
proporsionalitas, asas profesionalitas dan
sedangkan pada tahapan mengkualifisir
asas akuntabilitas.
dan mengkonstituir merupakan langkah
tersebut, kiranya dapat juga melengkapi
deduksi.
dasar
Sesungguhnya
keberadaan
Dari rumusan Pasal
penilaian
terhadap
keabsahan
AAUPB telah terakomodasi dalam Pasal
Keputusan Tata Usaha Negara oleh Hakim
53 ayat (2) sub b dan c UU No. 5/ 1986,
Tata
yaitu larangan penyalahgunaan wewenang
rechstoepassing.
dan larangan bertindak sewenang-wenang.
tersebut dapat ditempatkan pada Pasal 53
Diluar yang telah diatur tersebut, Hakim
ayat (2) sub a UU No. 5 tahun 1986, yaitu
TUN
Keputusan
secara
yurisprudensial
dapat
Usaha
Negara Dasar
Tata
melalui
atas
penilaian
Usaha
Negara
membentuk hukum untuk menetapkan
bertentangan dengan peraturan perundang-
berlakunya suatu AAUPB yang mengikat
undangan yang berlaku, ini merupakan
bagi pemrintah. Pembentukan AAUPB
langkah deduksi.
harus
bertitik
tolakdari
fakta-fakta
Perumusan dan penerapan AAUPB
sengketa TUN seputar kebenaran materiil
menjadi
pembentukan
TUN
kewenangan Badan atau pejabat Tata
dan
Usaha Negara. Sebagai norma hukum,
melalui
suatu
konstatasi,
keputusan kualifikasi
konstitusi.
batas-batas
penggunaan
AAUPB itu mempunyai pengaruh pada
Undang-undang No.28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang
tiga bidang, yaitu: 1. Pada
bidang
penafsiran
dan
Bersih Dan Bebas DariKorupsi, Kolusi
penerapan dari ketentuan perundang-
Dan Nepotisme secara normatif telah
undangan.
merumuskan asas umum pemerintahan
2. Pada bidang pembentukan beleid
negara yang baik sebagaimana dirumuskan
pemerintahan
di dalam Pasal 3, yaitu asas yang
pemerintah
menjunjung
kebijaksanaan
tinggi
norma
kesusilaan,
dimana
organ
diberi
kebebasan
oleh
perundang-
kepatutan, dan norma hukum, untuk
undangan
mewujudkan penyelenggara negara yang
ketentuan-ketentuan yang membatasi
bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan
kebebasan kebijaksanaan yang akan
nepotisme.
dilakukan itu.
Asas-asas
umum
penyelenggara negara meliputi : asas kepastian
hukum,
asas
tertib
3. Pada
atau
waktu
tidak
terdapat
pelaksanaan
kebijaksanaan. 15
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
Sebagai
lembaga
ISSN 1979-4940
pengawas
dalam gugatan di Pengadilan TataUsaha
(judicial control), ciri-ciri yang melekat
Negara. Ketentuan dalam ayat tersebut
pada Pengadilan Tata Usaha Negara
merupakan
adalah :
(toetsingsgronden) dan dasar pembatalan
1. Pengawasan yang dilakukan bersifat “external
control
“
karena
ia
bagi
hakim
juga
dalam
dasar
pengujian
menilai
apakah
Keputusan Tata Usaha Negara
yang
merupakan lembaga yang berada
digugat itu bersifat melawan hukum atau
diluar kekuasaan administrasi negara
tidak, untuk kemudian keputusan yang
(bestuur)
digugat itu perlu dinyatakan batal atau
2. Pengawasan yang dilakukan lebih
tidak. Sementara itu, isi ketentuan Pasal 53
menekankan pada tindakan represif
Ayat (2) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
atau
2004 dimaksudkan sebagai berikut :
lazim
disebut
“control
a
posteriori “ karena selalu dilakukan
Alasan-alasan
sesudah terjadinya perbuatan yang
dalam gugatan sebagaimana dimaksud
dikontrol
dalam ayat 1 adalah :
3. Pengawasan itu bertitik tolak pada
yang
dapat
digunakan
(a). Keputusan Administrasi Negara
segi “legalitas” karena hanya menilai
yang
dari segi hukum (rechtmatig)-nya
dengan
saja.
undangan yang berlaku,
Fungsi
pengawasan
digugat
itu
bertentangan
peraturan
perundang-
PTUN
(b). Keputusan Tata Usaha Negara yang
nampaknya sulit dilepaskan dari fungsi
digugat bertentangan dengan Asas-
perlindungan hukum
bagi masyarakat
asas umum pemerintahan yang baik
(individu-individu),
karena
atau layak (AAUPB/AAUPL)
dapat
memposisikan individu berada pada pihak
Dari rumusan di atas, ditemukan
yang lebih lemah bila berhadapan di
asas larangan “penyalahgunaan wewenang
Pengadilan, sementara tolok ukur bagi
“ dan asas larangan “bertindak tidak
Hakim Administrasi dalam mengadili
sewenang-wenang “ keduanya termasuk
sengketa Administrasi Negara adalah Pasal
bagian dari Asas asas umum pemerintahan
53 ayat (2) Undang-undang Nomor 5
yang baik ( AAUPB ).
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Indroharto28, urgensi keberadaan Azas
Menurut
Negara (sering disebut Pasal “payung”atau menghidupkan kompetensi PTUN diantara Pasal-Pasal yang lain), yang menentukan alasan-alasan
untuk
dapat
28
Indroharto, “ Asas-asas umum pemerintahan yang baik”, Mahkamah Agung, Jakarta, 1985
digunakan 16
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
asas
umum
pemerintahan
ISSN 1979-4940
yanglayak
baik politik, cultural maupun ideologi.
(AAUPL) yang tersirat dalam Pasal 53
Dengan demikian, Hakim Administrasi
Ayat (2) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun
perlu berpedoman pada beberapa dasar
1986 adalah, disamping dapat digunakan
pertimbangan di atas, karena para hakim
untuk menggugat juga merupakan dasar-
pada saat menerapkan hukum (Asas asas
dasar (kriteriaatau ukuran) yang digunakan
umum pemerintahan yang layak) bertindak
Hakim Administrasi dalam menguji
atau
sebagai
penemu
menilai ( toetsingsgronden )
apakah
hukum,
pembaharu
Keputusan
Administrasi
Negara
hukum dan sebagai benteng keadilan).
(beschikking)
yang
disengketakan
itu
hukum,
pembentuk
hukum,
penegak
Sementara penerapan asas hukum oleh
bersifat melawan hukum atau tidak. Lebih
Hakim
lanjut, Indroharto29 memerinci dasar-dasar
menurut Philipus M.Hadjon,
pertimbangan untuk menguji Keputusan
teknis dapat didekati dengan dua cara
Administrasi Negara yang dapat digugat
yaitumelalui penalaran hukum induksi dan
kedalam empat ukuran, yakni;
deduksi.
1.
secara
induksi,
dalam
yang
menangani
sengketa
adalah
merumuskan fakta, mencari hubungan larangan
sebab-akibat
dan
mereka-reka
detournementde pouvoir,
probabilitasnya. Kemudian diikuti dengan
Menyimpang dari nalar yang
metode deduksi, yang diawali dengan
sehat
mengumpulkan fakta-fakta, dan setelah
(melanggar
larangan
fakta berhasil dirumuskan, selanjutnya Asas-
dilakukan upaya “penerapan hukum (asas
asas umum pemerintahan yang
hukum)”. Langkah utama dalam penerapan
layak.
hukum adalah mengidentifikasi aturan
Bertentangan
dengan
Sangat perlu untuk diperhatikan dalam
Metode
30
perundang-undangan
willekeur),. 4.
dalam
Pengadilan
langkah pertama yang dilakukan hakim
Melanggar
3.
Di
di
Bertentangan denganperaturan
berlaku, 2.
Administrasi
penerapan
Asas
asas
umum
aturan hukum. Dari langkah ini akan dijumpai suatu kondisi hukum
pemerintahan yang layak secara konkrit
bermacam-macam.
adalah
pandangan-
kekosongan hukum (kekosongan peraturan
pandangan, ide-ide kondisi yang dianut
perundang-undangan) jika hal ini terjadi,
memperhatikan
Pertama,
yang adanya
dalam sistem dan praktek pemerintahan 30
29
Ibid
Hadjon P.M., “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatic ( nasional)”, Makalah Yuridika Nomor 6 Tahun IX, Nopember 1994, h. 12-14
17
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
asas “ius
(PTUN) adalah selain sebagai salah
curia novit” hakim wajib menggali nilai-
satu ciri negara hukum modern,
nilai
juga
hukum yang hidup dalam masyarakat.
hukum kepada masyarakat serta
Upaya inilah yang sering disebut sebagai
aparatur pemerintahan itu sendiri
metode Penemuan hukum (rechtsvinding)
karena
Kedua, akan terjadi kondisi antinomy
negara (PTUN) melakukan kontrol
(konflik
Solusinya
yuridis terhadap perbuatan hukum
asas
publik
maka hakim berpegang pada
norma
berlakulah
hukum
).
prinsip-prinsip
lex
memberikan
perlindungan
Pengadilan
badan
administrasi
atau
posterior derogat legi priori, asas lex
administrasi
specialis derogat lex generalis dan asas
dengan prinsip-prinsip dalam good
lex superiorderogat legi inferior31. Ketiga,
governance pada dasarnya menjadi
dalam menghadapi norma hukum yang
pedoman bagi pejabat administrasi
kabur, makahakim berpegang pada rasio
negara dalam melaksanakan urusan
hukum yang terkandung dalam peraturan
pemerintahan
hukum,
terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi,
untukselanjutnya
menetapkan
metode interprestasi yang tepat, sedangkan menurut
BagirManan
32
,
untuk
dan
negara.
pejabat
yaitu
Nepotisme),
birokrasi
Kaitannya
mencegah
menciptakan
yang
semakin
baik,
dan
effisien,
serta
mempertemukan antara kaidah hukum
transparan,
dengan
membangun prinsip-prinsip yang
peristiwa
hukum
atau
fakta,
diperlukan berbagai metode yaitu metode
lebih
demokratis,
penafsiran dan metode konstruksi.
profesional
objektif
dalam
dan
rangka
menjalankan roda pemerintahan PENUTUP
menuju terciptanya keadilan dan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka
kepastian hukum dalam masyarkat.
dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
2. Bahwa
peradilan
administrasi
negara (PTUN) merupakan sarana
1. Bahwa
implikasi
Pengadilan
pengawasan
administrasi
negara
perlindungan hukum represif, yang memberikan perlindungan hukum bagi rakyat dengan mengemban
31
Ibid. Manan Bagir, “Pemecahan Persoalan Hukum”, Makalah, disampaikan pada Ceramah penataran hakim agama se-Indonesia, diselenggarakan Depag RI 20 Nopember 1993, h. 11-15 32
fungsi peradilan. Fungsi tersebut dilaksanakan
sedemikian
rupa
sehingga senantiasa menjamin dan menjaga
keserasian
hubungan 18
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
antara rakyatdengan pemerintah berdasarkan asas kerukunan yang tercermin dalam konsep Negara hukum di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdullah Rozali H., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. 3, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994 Darwin Prints., Hukum Acara Pidana, Djambatan, Jakarta, 1989 Effendie Lotulung Paulus., Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993 Fahmal Muin H.A, Peran Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Kreasi Total, 2008 Hadjon P.M., Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatic (nasional), Makalah Yuridika Nomor 6 Tahun IX, Nopember 1994 Hamidi, J., Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) di Lingkungan Indonesia (Upaya Menuju Clean and Stable Government), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999 Harahap Zairin., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 Indroharto., “ Asas-asas umum pemerintahan yang baik”, Mahkamah Agung, Jakarta, 1985
ISSN 1979-4940
Lopa.B dan Hamzah A., Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, ed. 2, cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, 1993 Manan Bagir., “Pemecahan Persoalan Hukum”, Makalah, disampaikan pada Ceramah penataran hakim agama se-Indonesia, diselenggarakan Depag RI 20 Nopember 1993 Mangkoedilogo Benyamin., Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara Suatu Orientasi Pengenalan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008 Marbun SF., et al., Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,”Perkembangan Tipe Negara Hukum dan Peranan Hukum Administrasi Negara di Dalamnya”, UII Press, Yogyakarta, 2002 Martiman P., Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003 Muchsan., Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1992 Purbopranoto Kuntjoro., Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1982 Sujata Antonius dan Surachman RM., Ombudsman Indonesia ditengah Ombudsman Internasional Sebuah Antologi, Komisi Ombudsman Nasional, Jakarta, 2007 Salman Otje dan Damian Eddy (Editor)., Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan : Kumpulan Karya 19
Al’ Adl, Volume VII Nomor 13, Januari-Juni 2015
ISSN 1979-4940
Tulis Mochtar Kusumaatmadja, Alumni, Bandung, 2002 Tjandra Riawan W., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya. Yogyakarta, 2009 _______________., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma jaya, Yogyakarta, 2005 _______________., Peradilan Tata Usaha Negara; Mendorong Terwujudnya Pemerintahan Yang bersih Dan Berwibawa, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2009
B, UNDANG-UNDANG UUD 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomor 9Tahun 2004 Tentang Perubahan Pertama Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ke Dua tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang Undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.10 Tahun 1990 Tentang PembentukanTUN Jakarta, Medan dan Ujung Pandang
20