HIKMAH
AKHLAK DALAM PERSPEKTIF IBN ‘ARABI: sebuah survey awal Arif Mulyadi Dosen STAI Madinatul Ilmi, Depok
[email protected]
ABSTRAK Penulis ini memaparkan konsep akhlak dalam perspektif tasawuf, terutama aliran wahdatul wujud Ibn ‘Arabi.Wahdat al-wujûd-nya Ibn ’Arabi merambah ke seluruh dimensi sehingga singgungan-singgungan Ibn ’Arabi mengenai akhlak selalu terkait dengan wahdat al-wujûd. Dijelaskan juga bahwa akhlak pada intinya adalah mengejewantahkan asma-asma Allah. Tulisan ini juga mengkaji jiwa, akhlak yang mulia dan akhlak tercela dan hubungan akhlak dan syariat serta kesempurnaan akhlak. Kata Kunci: akhlak, jiwa, wahdatul wujud
PENDAHULUAN
W
ahdat al-wujûd-nya Ibn ’Arabi
mahkan sebagai “ciptaan”. Dengan de-
merambah ke seluruh dimen-
mikian, kata khuluq terkait dengan khalq
si. Maka itu, tak heran sing-
(Chittick, Imaginal World: Ibn al-'Arabi
gungan-singgungan Ibn ’Arabi mengenai
and the Problem of Religious Diversity
akhlak selalu terkait dengan wahdat al-
1994, 40).
wujûd. Hal ini dapat dibuktikan dengan
Dari dua makna ini, “karakter” dan
penguraian atas kata akhlak itu sendiri.
“ciptaan”, maka akhlak mempunyai dua
Dalam bahasa Arab akhlâq adalah jamak
domain maknapertama, domain m oral
dari khuluq, yang artinya “karakter” dan
dan
“watak”. Kata khuluq digunakan dalam
dengan penerjemahan khuluqin ’azhîm
al-Quran sebanyak dua kali, sementara
dalam Surah al-Qalam [68] ayat 4 menjadi
dalam hadis-hadis, ia digunakan berkali-
”akhlak yang agung”. Domain makna ked-
kali. Kata ini hanya dipisahkan dengan
ua terkait dengan akar-akar ontologisnya
pengucapan (tidak dalam cara penulisan)
(Chittick, The Sufi Path of Knowledge: Ibn
dari istilah khalq, yang biasanya diterje-
al-'Arabi's Imaginal World 1989)
44
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
etika.
Ini
dibuktikan,
misalnya,
HIKMAH
For an Ibn ‘Arabi, the “tremendous
waktu. Sifat tubuh adalah dapat musnah
character” of the Prophet has to do not only
dan dapat berubah. Sebenarnya, ia me
with the way he dealt with people, but also
rupakan ‘modus’ partikular dari Tubuh
with the degree to which he had realized the
Universal (al-jism al-kulli). Adapun jiwa
potentialities of his own primordial nature,
adalah prinsip vital-kehidupan binatang
created upon the form of God. Qualities
dalam organisme manusia.Ia merupakan
such as generosity, justice, kindness, benev-
modus partikular dari Jiwa Universal (al-
olence, piety, patience, gratitude, and every
nafs al-kulliya). Ruh adalah prinsip rasion-
other moral virtue are nothing extraneous
al, menurutnya, yang bertujuan untuk
or superadded to the human condition. On
mencari pengetahuan hakiki.Ia adalah
the contrary, they define the human condi-
modus dari Intelek Universal (al-‘aql al-
tion in an ontological sense. Only by actual-
kulli) (Bulent, 1989:52).
izing such qualities does one participate in
Di tempat lain, Ibn ‘Arabi menyebut-
the fullness of existence and show forth the
kan bahwa manusia memiliki tiga macam
qualities of Being.
jiwa (‘Arabi, Menata Diri dengan Tadbir Ilahi 2002): jiwa tumbuhan (al-nafs al-
Dengan
demikian,
akhlak—atau
nabâtiyyah), yang dengannya ia digolong-
etika dalam konteks filsafatnya—Sufi,
kan sebagai benda mati (al-jamâdât), jiwa
khususnya dalam pandangan Ibn ‘Arabi,
hewani (al-nafs al-hayawâniyyah), yang
berada dalam wilayah ontologis sebagai
dengannya dia digolongkan ke dalam
akarnya.
golongan hewan, dan jiwa rasional (al-nafs
PEMBAHASAN
al-nâthiqah), yang dengannya ia dibedakan dari dua makhluk sebelumnya dan menjadi absah atasnya istilah manusia.
Jiwa Menurut Ibn ’Arabi
I
Dengan jiwa terakhir ini, manusia menjadi lebih unggul dari alam malaikat.
bn ‘Arabi mengakui setidaknya ada
Untuk lebih memudahkan bagaima-
tiga elemen berbeda dalam diri ma-
na hubungan antara jiwa dan ruh dalam
nusia.Ketiga elemen itu adalah tubuh
perspektif tasawuf, Penulis akan memin-
(body), jiwa (soul), dan ruh (spirit) (Bulent,
jam tujuh tingkatan jiwa menurut Robert
1989:52).1 Bagi Ibn ‘Arabi, tubuh merupa-
Frager (Frager, 2002:139-155). Ia mengata-
kan suatu bentuk material yang memiliki
kan,
perluasan dalam ruang dan durasi dalam
1
Menurut tradisi sufi, kita memiliki
Lihat juga (Afifi. 1989, 167). Akan tetapi, menurut Chittick, kata rûh (spirit) dalam pandangan Ibn ‘Arabi
lebih kurang sinonim dengan pengertian nafs (diri (self) atau jiwa (soul)). Perbedaan dapat ditarik tergantung pada konteksnya yang spesifik (Chittick, The Self Disclosure of God 1998, 269). Sementara, dalam glosarium untuk buku (al-Jilli 1995, 72) mendaftarkan sekitar empat makna al-rûh: a) Ruh Ilahi (the Divine Spirit), karena ia tidak terciptakan, ruh ini disebut juga Ruh Kudus (the Holy Spirit) b) Ruh Universal, ia tercipta (the Universal Spirit) c) Ruh individual d) Ruh vital. Barzakh antara tubuh dan jiwa
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
45
HIKMAH
tujuh jiwa atau tujuh sisi dari keseluruhan
menolak (amarah) apa pun yang menya
jiwa kita. Masing-masing mewakili tingkat
kitkan...
evolusi yang berbeda: jiwa mineral, jiwa
...Sisi berikutnya dari keseluruhan
nabati, jiwa pribadi, jiwa insani, jiwa
jiwa adalah rûh nafsânî. Jiwa pribadi ter-
rahasia, dan jiwa maharahasian.
letak pada otak dan terkait dengan sistem
…Jiwa
mineral,
maddanî,
saraf. Jika perkembangan jantung dan
terletak di dalam sistem kerangka. Dalam
peredaran darah membedakan hewan
diagram tujuh aspek jiwa, jiwa mineral
dari tanaman, maka perkembangan sis-
berbatasan dengan jiwa maharahasia,
tem saraf yang kompleks membedakan
wadah percikan Ilahi yang suci di dalam
manusia dari hewan. Sistem saraf yang
diri masing-masing kita. Dunia mineral
sangat maju ini menghasilkan kapasitas
sangatlah dekat Tuhan. Ia tidak pernah
untuk memori yang lebih besar dan untuk
memberontak kepada kehendak Ilahi.
perencanaan dan pemikiran yang lebih
Di mana pun sebuah batu d itempatkan,
kompleks. Kecerdasan jiwa pribadi mem-
ia akan tetap berada di situ selamanya
buat kita mampu memahami lingkungan
kecuali
kita lebih dalam daripada kemampuan
kekuatan
di
rûh
luar
dirinya
menggesernya…
yang dimiliki oleh jiwa mineral, tumbuh
…Jiwa nabati, yakni rûh nabâtî,
an, dan hewani... Jiwa pribadi juga tempat
terletak di dalam hati (fisik) dan terkait
ego. Kita memiliki ego positif dan ego
dengan sistem pencernaan. Ia mengatur
negatif...
pertumbuhan dan asimilasi dari bahan-
...Jiwa insani terletak di dalam qalb,
bahan makanan, fungsi yang bagi kita
yakni hati spiritual. Jiwa insani lebih baik
dengan tanaman. Ini adalah fungsi yang
daripada jiwa pribadi. Ia adalah dari
baru, dalam konteks evolusioner, sebab
belas kasih, keimanan, dan kreativitas. Di
dunia material tidak memiliki kebutuhan
satu sisi, jiwa insani mencakup jiwa raha-
akan makanan. Dengan kata lain, terda-
sia dan jiwa maharahasia. Ia wadah dari
pat jiwa di dalam tubuh kita yang serupa
nilai-nilai dan pengalaman-pengalaman
dengan jiwa yang diberikan oleh Tuhan
spiritual kita...
kepada tumbuhan...
...Jiwa rahasia adalah bagian dari
...Jiwa hewani, atau rûh haywânî,
diri kita yang mengingat Tuhan. Jiwa ra-
terletak di dalam hati dan berhubungan
hasia, atau kesadaran batiniah, terletak
dengan sistem peredaran darah. Hewan
di dalam hati batiniah. Jiwa inilah yang
memiliki empat bilik hati dan sistem per-
mengetahui dari mana ia datang dan ke-
edaran darah yang kompleks, yang men-
mana ia pergi...
galirkan darah ke seluruh organisme...
...[Jiwa maharahasia] ini adalah jiwa
Jiwa hewani kita mencakup rasa takut,
azali (rûh) yang ditiupkan Tuhan oleh
amarah, dan hasrat. Seluruh makhluk
Tuhan ke dalam diri Adam (manusia). Ia
cende rung untuk mendekati apa pun
adalah inti kita, jiwa sang jiwa. Ia ada-
yang mendatangkan hasil (hasrat) dan
lah percikan Ilahi yang suci di dalam diri
bergerak menjauh dari (rasa takut) atau
kita...
46
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
HIKMAH
Dengan melihat struktur jiwa di atas,
problematis adalah mengenai akhlak jenis
kita dapat menyimpulkan ruh merupakan
kedua, akhlak tercela. Konsekuensi bahwa
martabat tertinggi dari jiwa.
secara ontologis manusia mempunyai seluruh Nama Tuhan, karena ia diciptakan dalam bentuk Tuhan, adalah bahwa pada diri manusia tidak ada akhlak tercela atau bahkan pada Tuhan itu sendiri. Semua akhlak pada diri manusia dan Tuhan adalah terpuji karena ia berasal dari Wujud.
Akhlak Mulia Akhlak jenis pertama sebenarnya hanya milik Tuhan saja. Penisbatan akhlak mulia kepada
Dua Jenis Akhlak
manusia tidak lebih dari ungkapan metaforis belaka. Segala sesuatu yang baik
Setelah diciptakan dalam bentuk
berasal dari Tuhan saja seperti keadil
atau citra Tuhan, maka manusia memiliki
an, pemurah, sabar, dan tabah dari
seluruh Nama Tuhan dan mampu men-
godaan apa pun tanpa kecuali (Chittick,
jelmakan seluruh akhlak Tuhan dalam
The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-
dirinya. Tugas orang yang melakukan
’Arabi’s Imaginal World 1989:40). Setelah
perjalanan spiritual adalah mengejawan-
diciptakan dalam bentuk Tuhan, manusia
tahkan nama-nama Tuhan dan perbua-
dianugerahi dengan semua akhlak terpuji
tan-perbuatan-Nya dari ketersembunyian
Tuhan. Tugas manusia bukanlah mene-
menjadi nyata dalam suatu keseimbangan
mukan ataupun memperdebatkan makna
yang sempurna (Chittick, The Sufi Path of
moralitas, melainkan mewujudkannya.
Knowledge: Ibn al-’Arabi’s Imaginal World
Terkait dengan itu, maka hanya manusia
1989:286). Yang jadi persoalan adalah jika
sempurna yang sanggup mengejawan-
”berakhlak dengan akhlak-akhlak Allah”
tahkan akhlak mulia Tuhan (Chittick, The
sinonim dengan ”berakhlak dengan asma-
Sufi Path of Knowledge: Ibn al-’Arabi’s Im-
asma Allah”, apakah ini termasuk mewu-
aginal World 1989:41).
judkan juga asma-asma Allah yang hanya
Akhlak mulia itu sendiri muncul
milik Allah dan tidak pantas diwujudkan
dari kemampuan manusia untuk me-
oleh manusia?
nyeimbangkan tuntutan-tuntutan akhlak
Ibn ’Arabi membedakan dua jenis
dalam dirinya. Agar seseorang bisa me-
akhlak: akhlak terpuji dan akhlak tercela.
raih akhlak mulia, ia membutuhkan se-
Akhlak jenis pertama bisa kita pahami
orang ’dokter ruhani’ (thabib al-ilâhî)
meski tak mudah diwujudkan. Yang jadi
yang tugasnya menunjukkan kepada se-
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
47
HIKMAH
seorang yang sedang melakukan perjalan
If he is in equilibrium, he will be cheerful
an ruhani atau suluk tentang bagaimana
and joyous in his wayfaring, full of gaiety
mengejawantahkan kemuliaan akhlak
and happy…(Chittick, The Sufi Path of
nya. Karena tiada sesuatu pun yang ditam-
Knowledge: Ibn al-’Arabi’s Imaginal World
bahkan pada penciptaan manusia.
1989:305)
Hal
ini
seperti
yang
dijelaskan
sendiri oleh Ibn ‘Arabi: The
divine
character
traits
Dari pasase di atas, dapat disimpulkan bahwa peran para nabi dan wali A llah
physician
treats
the
adalah menyeru manusia untuk dapat
disciplines
the
mengaktualisasikan kodrat kefitriannya
individual desires of the soul through
yang melekat secara intrinsik dalam
reminder, admonition, and calling attention
dirinya. Mereka juga harus memberi
to the highest affairs and that which will
petunjuk yang benar berkaitan dengan
come to belong to him who listens—the
sifat-sifat tercela yang menghuni diri
felicity as well as the praise of God, the
manusia, karena seluruh sifat yang ter-
people, and the high spirits…
cela dan yang terpuji, pada akhirnya akan
and
When the divine physician comes—
kembali pada perwujudan esensi manu-
and he is the prophet, or the inheritor of
sia. Dengan kata lain, suatu sifat disebut
the prophet, or the sage—he examines
tercela bukan karena memang demikian
what is required by the soul’s configuration
akar ontologisnya, tetapi hal itu tergan-
(nash’a). The soul submits itself to him
tung pada bagaimana sifat tersebut diak-
and places its reins in his hands so that he
tualisasikan. Segala sesuatu yang berasal
will train it and take steps to achieve its
dari Tuhan adalah baik dan senantiasa
felicity. If the soul is in disequilibrium, the
tunduk pada perintah takwini.
physician returns it to the opposite of what its configuration requires by explaining to
Akhlak Tercela
it how to put that disequilibrium to use in a manner which will be praised by God and within which the soul find its felicity…
Jenis
akhlak
berikutnya
adalah
akhlak tercela. Karena hakikat Wujud
The person in disequilibrium will
menembus seluruh dimensi, maka ia pun
display blameworthy and base character
terkait dengan masalah perbuatan manu-
traits. He will seek his own individual de-
sia. Pada gilirannya, akhlak tercela yang
sires and will not care what outcome he
tampak pada diri manusia pun merupa-
may reach by attaining them… When he
kan kualitas wujud juga secara ontologis.
sees him perform an action which leads to
Dalam hal ini, Ibn ’Arabi tidak segan-se-
something blameworthy, he guides him to
gan berpendapat demikian.Ia mengata-
the extent he can until he submits his soul to
kan,
him so that he may dominate over it.
All
character
traits
are
divine
If the person is in disequilibrium,
attributes, so all of them are noble, and all
his wayfaring will consist of struggle
are in the innate disposition of the human
(mujâhada) and ascetic discipline (riyâda).
being… Human beings exist through their
48
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
HIKMAH
Lord, so they acquire wujûd from Him.
Were it not for the accidents which give
Hence they acquire character traits from
birth to maladies, man would enjoy himself
Him. (II. 241.28)(Chittick, The Sufi Path of
within the form of the cosmos, just as the
Knowledge: Ibn al-’Arabi’s Imaginal World
cosmos enjoys itself, and he would delight
1989:47)
in it, for it is the garden of the Real (bustân
Tentu saja, ini tidak berarti Syaikh
al-haqq)… So, perfection is an intrinsic at-
menganggap akar akhlak tercela langsung
tribute of the things, while imperfection is
dari Tuhan, tetapi ia memandang bahwa
an accidental affair whose essence is per-
ketercelaan bukanlah akhlak dasar yang
fection.
dinisbatkan kepada manusia. Apa yang
Tiada sesuatu pun yang berasal dari
kita sebut sebagai akhlak tercela pada
Yang Mahasempurna tanpa melalui wu-
dasarnya mulia, karena ia merupakan
jud yang sesuai dengan kesempurnaan itu
kualitas Wujud itu sendiri. Di sini agaknya
sendiri. Maka tidak ada sesuatu yang tidak
kita harus mengetahui konsep kesempur-
sempurna di alam. Jika saja bukan karena
naan. Kesempurnaan mutlak dari Realitas
aksiden-aksiden yang menjadi sebab tim-
Ketuhanan hanya menjadi mungkin mela-
bulnya penyakit, manusia akan menikmati
lui adanya ketidaksempurnaan. Artinya,
dirinya sendiri di dalam bentuk alam, seba-
segala sesuatu selain Tuhan tidak sempur-
gaimana alam menikmati dirinya sendiri,
na, karena tidak memiliki sifat-sifat ketu-
dan ia akan puas di dalamnya, karena ia
hanan, yang bermula dari wujud. Inilah
adalah taman al-Haqq (bustân al-haqq)...
yang disebut ghairiyyah yang memung-
Maka kesempurnaan merupakan suatu
kinkan bagi alam dan seluruh makhluk
sifat yang melekat dari segala sesuatu, se-
mewujud di dalam dirinya sendiri.
mentara ketidaksempurnaan merupakan
Jika sesuatu memiliki kesempurnaan
hal yang bersifat aksidental yang esensinya
dalam segala aspeknya, maka ia menjadi
adalah kesempurnaan. (I 679.31)(Chittick,
identik dengan Tuhan, dan karenanya
The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-’Arabi’s
tiada sesuatu pun ’selain Tuhan’. Jika de-
Imaginal World 1989:294)
mikian, mustahil bagi kita walau s ekadar berbicara tentang alam dan tidak ada orang
Akhlak Dan Syariat
yang berbicara. Karena itulah, ketidaksempurnaan
m emisahkan
dengan
P enciptanya
sang
makhluk dan
Ibn ‘Arabi mengakui ada dua jenis
yang
akhlak, yakni akhlak mulia dan akhlak ter-
menjadikan mungkin bagi alam untuk
cela (Chittick, The Sufi Path of Knowledge:
mewujud. Ketidaksempurnaan itu sendiri
Ibn al-’Arabi’s Imaginal World 1989:287).
termasuk jenis k esempurnaan.
Karena realitas (wujud) itu tunggal, maka
Syekh mengatakan,
segala peristiwa yang terjadi merupakan
...Nothing issues from the Perfect
manifestasi wujud saja. Dengan demiki-
without being in accordance with the an, jika Wujud itu identik dengan al-Haqq, appropriate perfection. So there is no
maka segala peristiwa tak lebih penjel-
imperfect thing in the cosmos whatsoever.
maan al-Haqq semata. Maka itu, terkait
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
49
HIKMAH
dengan akhlak, Ibn ’Arabi memandang
God explained various proper applications
tanpa ragu bahwa baik akhlak terpuji dan
for them toward which they can be directed
akhlak terpuji sama-sama berasal dari al-
by the rulings of the Law. If the soul directs
Haqq. Ini berbeda dengan pemikir lain
the properties of these attributes toward
nya yang sering menisbatkan kebaikan ke-
these applications, it will attain to felicity
pada Tuhan, sementara keburukan pada
and high degrees. (II 687.12) (Chittick, The
makhluk, khususnya manusia. Akhlak
Sufi Path of Knowledge: Ibn al-’Arabi’s
terpuji jika diatributkan kepada al-Haqq,
Imaginal World 1989:306-307)
agaknya mudah dipahami. Namun untuk
Sifat-sifat tercela di atas, bagaiman-
menisbatkan akhlak tercela kepada al-
apun, merupakan sifat intrinsik wu-
Haqq rasanya tak mudah.
jud. Sifat-sifat ini akan berubah menjadi
Akan tetapi, jika akhlak itu disandar-
akhlak mulia ketika ia dihadapkan den-
kan pada wujud, semestinya pertanyaan
gan syariat. Mengenai ini Ibn ‘Arabi men-
tersebut tidak muncul. Karena, akhlak
gatakan sebagai berikut.
sendiri, menurut Ibn ’Arabi, memiliki
These proper applications are as
status ontologisnya sebagaimana disebut-
follows: The soul should be cowardly toward
kan akhlak menurut Ibn ’Arabi.
commiting forbidden things because of the
Faktor yang menentukan sekaitan
loss it can expect. It should have avarice in
dengan persoalan moralitas dan watak
respect to its religion. It should envy him
manusia selalu dapat dikembalikan pada
who spends his possessions [in the way of
syariat, kendati faktor-faktor lain, me
religion] and him who seeks knowledge. It
nyangkut persoalan-persoalan tertentu
should be eagerly desirous toward good and
serta berbagai hal lainnya, juga ikut ber-
try to spread it among the people. It should
peran di dalamnya. Syariat mengarah-
the tale of good just as the garden tells the
kan seluruh sifat ke dalam ’tempat’ yang
tale of the sweet smelling flowers within it.
semestinya sehingga manusia mampu
It should be arrogant in God toward him
mengaktualisasikannya sekaitan upaya
who is arrogant toward God’s command. It
mereka untuk memperoleh ridha Tuhan.
should be harsh in its words and acts in the
Pada gilirannya, sifat-sifat itu pun disebut
places where it knows that God approves
”akhlak mulia”.
of that. It should seek the subjugation of
The attributes found in man’s innate
him who is hostile toward God and resists
disposition do not change, since they are
Him (Chittick, The Sufi Path of Knowledge:
essential to this world’s configuration and
Ibn al-’Arabi’s Imaginal World 1989:306-
man’s specific constitution. These include
307).
cowardice (jubn), avarice (shuhh), envy
Sementara, dalam sebuah pasase di
(hasad), eager desire (hirsh), talebearing
Tadbirah al-Ilahiyyah, Ibn ‘Arabi mengata-
(namîmah),
kan,
arrogance
(takabbur),
harshness (ghilzha), seeking subjugation (talab al-qahr), and the like. Since no one can set out to change them,
50
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
Jika kerajaan wujud Anda ingin tertata dengan baik, maka lindungilah agama Anda: selalu setialah kepadanya.
HIKMAH
Janganlah menentangnya. Jika Anda me-
cara dan tuntunan dalam memanifesta-
nentang, Anda akan ditentang. Perhati-
sikan Nama-nama Tuhan yang Indah (al-
kanlah selalu perintah-perintah Allah,
asma al-husna). Sementara, dalam kitab
apakah Anda mengetahui semuanya atau-
Futuhât Bab 262, ”Pengetahuan tentang
kah tidak. Perintah-Nya adalah anugerah
Syariat”, Ibn ’Arabi mengajukan penger-
dari-Nya bagi umat manusia.
tian ontologis syariat sebagai as-sunnah
Bersikaplah waspada di sepanjang
az-zahirah,
yakni
peraturan-peraturan
waktu, sebab jika keseluruhan sadar, bagi-
yang berkenaan dengan realitas yang ter-
an-bagian pun sadar. Kendalikan amarah
cantum dalam al-Quran dan praktik Nabi
Anda, janganlah dendam...
(Faqihsutan, 2005:83).
Anda diwajibkan menata kerajaan
Salah satu kitab kecil Ibn ’Arabi
wujud Anda. Jika Anda memutuskan
yang cukup banyak menyinggung relasi
untuk melakukan sesuatu, pikirkanlah
syariat dan akhlak, secara implisit, ada-
akibatnya.
baik,
lah Kitâb Kunh Ma La Budda Minhu li al-
laksanakanlah. Jika tidak, janganlah Anda
Murîd yang ditulis di Mosul tahun 1204 H.
melakukannya.
Arti harfiah kitab itu adalah ”kitab yang
Jika
akibatnya
Tunjukkan perhatian yang seksama
hakikatnya harus menjadi pegangan bagi
terhadap semua yang Anda lakukan, teru-
murid”. Jadi, lebih kurang, seorang murid
tama ketika Anda menjalankan perintah
(penempuh jalan spiritual) harus berpe-
Tuhan... Jadi, selama Anda taat kepada
doman pada kitab ini. Menurut Nurasiah
Tuhan, lawanlah jiwa Anda yang selalu
Faqih Sutan, bagi Ibn ’Arabi, hukum-hu-
memerintahkan kejahatan. Jika Anda
kum al-Quran dan hadis ini secara mutlak
mengikutinya, Anda akan menjadi pela-
menjadi kriteria dan penentu keberhasi-
jaran bagi orang lain (‘Arabi, Menata Diri
lan perjalanan spiritual seorang sufi. Dan
dengan Tadbir Ilahi, 2002:81-82).
itu terasa dalam seluruh kandungan Kitâb
Menyangkut
fungsi
syariat,
Ibn
‘ Arabi percaya bahwa fungsi syariat adalah untuk menuntun aktivitas intelek-
Kunh Ma La Budda Minhu li al-Murîd. Dalam salah satu pasase kitab itu, Ibn ’Arabi mengatakan,
tual dan spiritual manusia dalam menge-
Give value your time, live in the present
nal Allah, baik eksistensi-Nya, esensi-Nya,
moment. Do not live in imagination and
maupun segala hal yang berhubungan
throw your time away. Allah has prescribed
dengan hakikat Tuhan. Syariat juga ber-
a duty, an act, a worship for your every
fungsi untuk menuntun aktivitas pereal-
moment. Know what it is and hasten to do
isasian pengetahuan tentang Tuhan terse-
it. First perform the actions He has given to
but (Faqihsutan, 2005:74).
you as obligations. Then do what He has
Dengan
mengikuti
dasar
given to you to do through the example of
syariat, yakni jalan, Ibn ’Arabi mengem-
His Prophet. Then take on what He has left
bangkan definisi syariat sebagai ”jalan
you as voluntary, acceptable good deeds.
yang
dapat
Work to serve the ones who are in need
merasakan ’eksistensi’ Tuhan dan sebagai
(‘Arabi, What The Seeker Needs: Essays on
dengannya
arti
seseorang
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
51
HIKMAH
Spiritual Practises, Oneness, MAjesty and
dihalalkan u ntukmu, maka Tuhanmu
Beauty 1992:8).
pasti tahu bahwa tujuanmu bukanlah
Dalam pasase lain, Ibn ‘Arabi me-
rezeki, tetapi [Tuhan] Yang Memberi rezeki (‘Arabi, Menata Diri dengan Tadbir
nyebutkan, Whenever you make an ablution
Ilahi 2002, 170-171).
make two cycles of prayer following it, except when you have to make an ablution at times when praying is not permitted: at sunrise, at high noon, and at sunset. Friday is an exception to that rule; it is permissible
KESIMPULAN: KESEMPURNAAN AKHLAK
identify your bad features and rid yourself
D
of them. Your relationship to whomever you
bagai ”ciptaan”, kita bisa mengatakan
then to pray at high noon. Above all, what you need is high morals, good character, proper behaviour; you must
come in contact with must be based on the best of the conduct—but what this means may vary with conditions and circumstances. (‘Arabi, What The Seeker Needs: Essays on Spiritual P ractises, O neness, MAjesty and Beauty 1992:8-9). Bahwa akhlak terkait dengan s yariat, bisa kita simak dari pernyataan Ibn ’Arabi berikut. Berhati-hatilah,
jauhilah
bukan
hanya yang diharamkan dan yang tidak diridhai Allah, melainkan juga apa yang sekadar dibiarkan oleh-Nya (makrûhât). Bahkan dalam perbuatan yang halal seperti makan, minum, dan tidur, e ngkau harus lebih berhati-hati dari pada orang lain. Jauhilah sikap berlebihan dan mulailah setiap perbuatan dengan mengingat Tuhanmu. Berbuatlah hanya atas nama-Nya. Lakukan apa yang telah diwajibkan atasmu, agar engkau tampil di hadapan-Nya dengan bersih dan tanpa aib. Jika engkau tidak memperlihatkan rasa senang, hasrat, bahkan kebutuh an terhadap segala sesuatu yang telah
52
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
i atas telah disebutkan bahwa akhlak memiliki status ontologisnya. Ia terkait dengan “ciptaan”
(khalq) dan juga ”karakter” (khulq). Sebahwa apa yang ada di sekitar kita adalah baik karena ia berasal dari Tuhan. Namun terkait dengan ”karakter”, yakni ranah perbuatan manusia, maka timbullah istilah akhlak terpuji atau mulia dan akhlak tercela atau hina. Dari sudut pandang lain, secara defi nisi, manusia adalah hamba-hamba Allah dalam dua aspek. Kehambaan manusia, di satu pihak, sesuai dengan esensi mereka, yang tidak memiliki kemungkinan untuk membangkang terhadap Tuhan. Di pihak lain, manusia bisa tidak menaati perintah taklifi Tuhan mereka (Chittick, The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-’Arabi’s Imaginal World 1989:321). ”Orang-orang yang beriman” adalah mereka yang, pada suatu derajat tertentu, berhasil dalam menaati perintah taklifi, meski ketidaksempurnaan tetap merupakan suatu hal yang melekat pada keberhambaan mereka.Akan tetapi, penghambaan dan keberhambaan yang sempurna hanya milik seseorang yang tidak pernah melakukan kesalahan alias Manusia Sempurna.Keberhambaan-
HIKMAH
nya amat sempurna sehingga tidak ada
grees with God.” So He made them identical
lagi perbedaan antara perintah takwini
with the degrees, since they are identical
dan perintah taklifi.
with essential perfection, while through
Seorang manusia sempurna memi-
accidental perfection they possess degrees
liki dua kesempurnaan. Kesempurnaan
in the Garden. So know this! (II 588.7)
pertama terkait dengan realitas esensi-
(Chittick, The Sufi Path of Knowledge: Ibn
alnya sebagai ’bentuk’ Tuhan. Inilah yang
al-’Arabi’s Imaginal World 1989:366)
dinamakan dengan kesempurnaan esen-
Jenis kehambaan pertama manusia
sial. Kadang Ibn ’Arabi menyebutnya se-
mengimplikasikan bahwa semua manusia
bagai ’keberhambaan’ (’ubudiyyah). Ke
pada dasarnya adalah manusia sempur-
sempurnaan kedua menyangkut sifat-sifat
na karena ia merupakan Bentuk Tuhan.
dan kualitas-kualitas yang ternyatakan
Inilah yang disebut dengan kesempur-
dalam perannya di dunia ini maupun di
naan esensial. Sementara, kesempurnaan
akhirat kelak. Ini yang disebut kesempur-
kedua menyangkut sifat-sifat dan kuali-
naan aksidental atau ’maskulinitas’ (ra-
tas-kualitas yang ternyatakan dalam pe
jûliyyah) (Chittick, The Sufi Path of Knowl-
rannya di dunia maupun dunia yang akan
edge: Ibn al-’Arabi’s Imaginal World
datang.
1989:366).
Karena akhlak Tuhan mencakup
The essential perfection, which is
’akhlak terpuji’ dan ’akhlak tercela’, maka
different from the perfection of manliness, is
secara ontologis kesempurnaan akhlak
that no lordliness (rabbâniyya) whatsoever
seorang manusia adalah terletak pada ke-
should contamine the fact that perfect man
mampuannya untuk mengaktualisasikan
is a servant. Hence he is an existence while
akhlak terpuji dan akhlak tercela tersebut.
nonexistent, an affirmation while negated.
Akan tetapi, sebagaimana yang diisyarat-
It was for this that the Real brought him
kan oleh Ibn ‘Arabi sendiri, kemampuan
into existence.
untuk bisa mengaktualisasikan semua
The
manliness
is
Nama Tuhan itu hanyalah dimiliki oleh
perfection
of
orang-orang tertentu saja alias Manusia
servanthood is essential. Between the two
Sempurna (insan kamil). Dan, mereka ini
stations lies what lies between the two
adalah khalifah-Nya. Dalam Fushush al-
perfections. The degrees of the waystations
Hikam padapembahasan ruh Adamiyah
of these two perfections are known to us
(the word of Adam), Ibn ’Arabi menyata-
wherever they might be…
kan,
accidental,
perfection while
Ranking
of the
to
excellence
Iblis is a part of the world and does
in
accidental
not attain to this synthesis. It was because of
perfection, but not in essential perfection.
this that Adam was vicegerent. Were he not
God says, “Those messengers—some We
manifest in the form of He who entrusted
have ranked in excellence above others” (2:
him with Vicegerency, within that over
253). He also says, “They are degrees with
which he was made Vicegerent, he would
God” (3: 163). He does not say, “They have de-
not have been Vicegerent. If he did not con-
(tafâddul)
according
takes
place
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
53
HIKMAH
tain all that was needed of him by the charge
memperhatikan hukum syariat juga telah
over which he was set as a Vicegerent—and
diwasiatkan oleh Ibn ‘Arabi dalam per-
by reason of their dependence upon him he
kataan berikut.
would have to possess everything that they
Now that I have given you a principle
needed—he would not be Vicegerent over
(asl) concerning them, rely upon it and
them. Vicegerency is only for Perfect Man.
put into practice: In your every motion in
The makeup of his outward form is made up
respect to every existent thing, look at the
of the realities of the world and its forms,
ruling of the Law. Deal with that thing as
and his inward form is modeled on the Form
the Lawgiver has told you. Deal with it
of God most high(‘Arabi, The Ringstone of
according to what is obligatory (wujûb) or
Wisdom (Fusus al-Hikam) 2004:14).
what is recommended (nadb), and do not
Proses ketika manusia mengejawan-
beyond that. Then in all of that you will
tahkan bentuk Tuhan dan memanifestasi-
have a praiseworthy disposition, you will be
kan nama-nama Tuhan acapkali disebut
secure, and honored with God, and you will
sebagai takhalluq bi akhlaq Allah (me-
possess a divine light (II 243.30) (Chittick,
niru akhlak Allah). Akan tetapi, untuk
The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-’Arabi’s
bisa meniru akhlak Allah, manusia tidak
Imaginal World 1989:288)
bisa sembarangan meniru. Di sinilah
Di sini Ibn ‘Arabi merekomendasikan
manusia membutuhkan peran kosmis
kepada para pengikutnya untuk m engikuti
nabi. Merekalah yang memberi manusia
syariat sebagai petunjuk kehidupan bagi
bimbingan agar mereka dapat membawa
manusia. Manusia membutuhkan syariat
keyakinan, pemikiran, dan amal mere-
karena mereka tidak dan tidak dapat me
ka sesuai dengan totalitas nama-nama
ngetahui secara persis bagaimana sifat-
Tuhan. Menurut Ibn ‘Arabi, bimbingan
sifat Ilahi berkaitan dengan Tuhan dan
yang dibawa para nabi adalah timbangan
dengan mereka sendiri. Syariat, yang ber-
syariat (al-mîzân al-syari’ah). Bagi kaum
sumberkan pada al-Quran dan Hadis, mem-
Muslim, ini adalah hukum yang diwahyu-
berikan panduan konkret yang penting
kan Allah dalam al-Quran dan dan telah
bagi pencapaian k eseimbangan antara
dicontohkan oleh Sunnah Muhammad
nama-nama (Ilahi) dan akhlak.
(Chittick, The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-’Arabi’s Imaginal World 1989:36). Keperluan untuk menjadikan syariat sebagai neraca atau timbangan dalam
Bagi Ibn ‘Arabi, meniru akhlak Allah disebut patut ketika si manusia melihat dirinya sebagai mukalaf. Adalah
termasuk
bagian
dari
meniru akhlak Tuhan disebabkan adanya
kepatutan (adab) bagi pelakon akhlak
kompleksitas dalam proses takhalluq itu
keilahian untuk melihat dirinya sebagai
sendiri. Lagi pula, upaya meniru akhlak
mukalaf untuk melakonkannya kendati-
Allah merupakan tindakan kesombon-
pun al-Haqq telah sungguh-sungguh men-
gan (Chittick, The Sufi Path of Knowledge:
jadi Pendengaran dan Penglihatannya
Ibn al-’Arabi’s Imaginal World 1989:36).
(‘Arabi, Menghampiri Sang Maha Kudus:
Bahwa
Rahasia-rahasia Bersuci, 2002:172).
54
manusia
safina
[Muslim]
seyogianya
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
HIKMAH
BIBLIOGRAPHY Afifi., A. E. 1989. Filsafat Mistis Ibn 'Arabi. Jakarta: Gaya Media Pratama. al-Jilli, Abdul Karim. 1995. The Universal Man: . Translated by Titus Burckhardt. Roxburgh, Scotland: Beshara Publications. 'Arabi, Muhyidin Ibn. 2002. Menata Diri dengan Tadbir Ilahi. Jakarta: Serambi. —. Menghampiri Sang Maha Kudus: Rahasia-rahasia Bersuci. Bandung: Mizan, 2002. —. The Ringstone of Wisdom (Fusus al-Hikam). Translated by Carner K. Dagli. Chicago: Great Books of Islamic World, 2004. —. What The Seeker Needs: Essays on Spiritual Practises, Oneness, MAjesty and Beauty. 1. Translated by Tosun Bayrak Al-Jerrahi Al-Halveti and S. Abdul MAjeed & Co. Threshold Books, 1992. Bulent, Rauf. 1989. The Twenty-Nine Pages: An Introduction to Ibn 'Arabi's Metaphysics of Unity. Roxburgh, Scotland: Beshara Publication. Chittick, William C. 1994. Imaginal World: Ibn al-'Arabi and the Problem of Religious Diversity. New York: SUNY Press. —. The Self Disclosure of God. New York: State University of New York Press, 1998. —. The Sufi Path of Knowledge: Ibn al-'Arabi's Imaginal World. New York: SUNY Press, 1989. Faqihsutan, Nurasiah. 2005. Meraih Hakikat Melalui Syariat. Bandung: Mizan. Frager, Robert. 2002. Hati, Diri, dan Jiwa: Psikologi Sufi untuk Transpormasi. Jakarta: Serambi.
safina
Volume 01/Nomor 01/Maret 2016
55