1
FACTORS THAT CORRELATE WITH NEUROPATHIC PAIN IN HIV/AIDS PATIENT AT SANGLAH HOSPITAL Rothaarnada, PG*, Widyadharma, PE**, Purwata,TE**, Purwa Samatra, DPG** Neurology Department, Faculty of Medicine, Udayana University Sanglah General Hospital Denpasar ABSTRACT Background : Peripheral Neuropathy is the most common neurology complication of Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) patients. Main symptoms are numbness, burnt pain, electrical or tingling sensation which usually found on both feet symmetrically. Neuropathic can be caused by primary condition (age, sex/gender), secondary (Opportunistic infection) and antiretroviral drugs that used on treatment for HIV/AIDS. Objective: To know the factors that correlate with neuropathic pain in HIV/AIDS patient at sanglah hospital. Methods: This study use crossectional method by taking data consecutively to all patients that care in VCT clinic of Sanglah Hospital from March – August 2013. To assess neuropathic pain is used LANSS score. The result of this study will be presented descriptively in table and graphic. Results: The study involve 46 HIV patients, 30 (65,2%) males, and 16 (34,8%) females, with average of age are 35,72 years old. The variables that use in this study are body weight, height, onset of HIV, HIV stage, type of ARV, duration of using ARV, and CD4 nadir. Result of this study show that there is positive correlation with LANSS score, that are HIV stage (r = 0,358; p = 0,014) and duration of using ARV (r = 0,330; p = 0,025). Negative correlation between CD4 nadir and LANSS score (r = -0,348; p = 0,018). Whereas, other factors such as body weight, height, onset of HIV, kind of ARV didn’t show significant correlation with LANSS score (p>0,05). Conclusion: Factors that have correlation with neuropathic pain in HIV/AIDS patient are late stage of HIV, long usage of ARV, and low CD4 nadir. Keyword : Neuropathic pain, correlation, HIV, AIDS * Resident of Neurology Department, University/Sanglah General Hospital Denpasar
Faculty
of
Medicine,
Udayana
** Lecturer of Neurology Department, University/Sanglah General Hospital Denpasar
Faculty
of
Medicine,
Udayana
2
FAKTOR-FAKTOR YANG BERKORELASI DENGAN NYERI NEUROPATIK PADA PASIEN HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT SANGLAH Rothaarnada, PG*, Widyadharma, PE**, Purwata,TE**, Purwa Samatra, DPG** SMF Neurologi, FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ABSTRAK Latar Belakang : Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Gejala utama adalah rasa tebal, rasa terbakar, rasa tersetrum atau kesemutan biasanya pada kedua kaki secara simetris. Neuropati dapat disebabkan oleh suatu kondisi primer (Usia, Jenis kelamin), sekunder (Infeksi oportunistik) dan obat antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk pengobatan HIV/AIDS. Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan nyeri neuropatik pada pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Sanglah Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, dengan pengambilan data secara konsekutif terhadap semua pasien yang dirawat di poli VCT RSUP Sanglah dari bulan Maret – Agustus 2013. Untuk menilai adanya nyeri neuropatik digunakan skor LANSS. Hasil penelitian ini akan disajikan secara deskriptif dalam tabel dan grafik. Hasil: Penelitian melibatkan 46 penderita HIV, yang terdiri dari 30 (65,2%) orang laki-laki, 16 (34,8%) orang perempuan dengan umur rata-rata 35,72 tahun. Variable yang digunakan di penelitian ini antara lain berat badan, tinggi badan, lama menderita HIV, stadium HIV, jenis ARV, lama penggunaan ARV, dan CD4 nadir. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi positif dengan skor LANSS, antara lain stadium HIV (r = 0,358; p = 0,014) dan lama penggunaan ARV (r = 0,330; p = 0,025). Korelasi negatif antara CD4 nadir dengan skor LANSS (r = -0,348; p = 0,018). Sedangkan faktor-faktor lain seperti berat badan, tinggi badan, lama menderita HIV, jenis ARV tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan skor LANSS (p > 0,05). Kesimpulan: Faktor-faktor yang berkorelasi dengan nyeri neuropati pada pasien HIV/AIDS antara lain HIV stadium lanjut, pemakaian ARV yang lama dan CD4 nadir yang rendah. Kata kunci: Nyeri neuropati, korelasi, HIV, AIDS. * Peserta PPDS-1 SMF Neurologi FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ** Staf Pengajar SMF Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
3
Latar belakang Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Pada umumnya tibul pada awal dari penyakit HIV, akan tetapi kelainan ini dapat juga terjadi pada seluruh tahapan penyakit dan gambaran klinis yang timbul bervariasi dan kompleks. 1 Neuropati dapat disebabkan oleh suatu kondisi primer (Usia, Jenis kelamin), sekunder (Infeksi oportunistik) dan obat antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk pengobatan HIV/AIDS.1 Komplikasi neuropati yang sering timbul pada penderita HIV ini berupa distal sensory polyneuropathy (DSP) berkisar 35% dari seluruh penderita, sedangkan pada penelitian lain menunjukkan komplikasi neuropati pada penderita dengan kelainan neurologis hanya berkisar 10% saja.Penyebab utama terjadinya DSP adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas dan obat yang digunakan untuk pengobatan HIV/AIDS dan durasi penggunaannya dalam hal ini disebut Antiretroviral Toxic Neuropathy (ATN). Neuropati ini terutama mengenai serabut saraf kecil. Faktor risiko lainnya adalah umur, stadium HIV, diabetes, defisiensi nutrisi (vit B12). DSP dapat juga terjadi bersamaan dengan bentuk gangguan neurologis terkait HIV lainnya seperti mielopati dan demensia. Meski kondisi ini tidak membahayakan nyawa, tetapi secara bermakna dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.2,3,4 Neuropati HIV merupakan suatu kelainan yang sebagian besar ditandai oleh gejala sensorik. Mencakup nyeri yang timbul secara spontan ataupun provokasi dengan penyebab subakut maupun kronis yang biasanya berkembang selama stadium lanjut dari AIDS. Neuropati perifer pada HIV dapat terjadi dalam beberapa bentuk, dan dapat dibedakan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan. Bentuk yang paling sering adalah DSP, walaupun bentuk lainnya dapat berupa mononeuropati yang hanya mengenai satu ekstremitas.
DSP menjadi lebih sering ditemukan pada
imunosupresi tingkat lanjut dan meningkatnya replikasi virus disamping penggunaan kombinasi dideoxynukleosida. DSP adalah neuropati sensorik tipe aksonal terutama mengenai serabut saraf kecil (small fiber).5,6 Gambaran klinis DSP berupa rasa nyeri. Nyeri terjadi secara bilateral dengan onset yang terjadi secara perlahan dan sering digambarkan sebagai rasa tebal, kesemutan, dan sensasi seperti rasa terbakar pada ekstremitas bawah secara simetris terutama pada telapak kaki, sering memberat pada malam hari atau setelah berjalan
4
tanpa kelemahan otot-otot yang bermakna. Pasien juga sering mengalami hiperalgesia dan allodinia. Kelemahan hamper tidak pernah ditemukan walaupun ada terjadi pada fase lanjutan.7,8 Etiologi terjadinya neuropati perifer antara lain: 1. Virus HIV 2. Infeksi opportunistic yang terjadi karena penurunan respon imun yang progresif, seperti contoh sitomegalovirus, herpes zoster, atau mikobakterium. 3. Guillain Barre Syndrome (GBS) 4. Kondisi yang berhubungan dengan penyakit kronis misalnya gangguan elektrolit, kanker, dan gagal ginjal. 5. Penggunaan obaat-obatan misalnya INH, ethambutol, metronidazole. taxol, dan vinblastine. 6. Penggunaan obat antiretrovirus seperti didanosine, stavudine, dan zalcitabine. Sebelum adanya obat Highly Active Anti-Retroviral Therapi (HAART) neuropati sering dihubungkan Cluster of differentiation 4 (CD4), kadar viral HIV plasma yang tinggi (viral load), stadium HIV dan infeksi oportunistik. CD4 nadir rendah memiliki hubungan signifikan terhadap terjadinya neuropatik HIV (p < 0.05). Stadium HIV juga dihubungkan dengan kejadian DSP, terutama pada stadium 3 dan 4 dimana sudah terjadi infeksi oportunistik yang menandakan rendahnya CD4 dan tingginya viral load.1,7,8 Seiring dengan perkembangan ilmu dan dengan adanya obat HAART yang lebih baik, maka angka umur harapan hidup penderita makin bertambah sehingga hal ini menyebabkan kelainan pada system saraf tepi yang timbul semakin banyak. Penggunaan kombinasi obat HAART yang terbaru juga menyebabkan terjadinya neuropati perifer ini.9 Gejala klinis yang ditimbulkan disebabkan oleh karena terganggunya saraf pada tangan dan kaki. gejala yang tibul dapat berupa nyeri, rasa tebal, rasa terbakar, rasa tersetrum atau kesemutan biasanya pada kedua kaki secara simetris. Komplikasi ini biasanya timbul pada tahap lanjut, sedangkan neuropati demyelinisasi inflamasi dapat timbul pada tahap awal atau sedang. 9 Patofisiologi neuropati HIV belum diketahui dengan pasti. Toksisitas protein virus HIV, respon imun terhadap virus, dan kerusakan mitokondria akibat pemakaian obat antiretroviral khususnya nucleoside reverse trancriptase inhibitor (NRTIs) semuanya berpotensi neurotoksik . Faktor ini baik secara sendiri maupun
5
kombinasi merupakan mediator terpenting untuk terjadinya HIV associated sensory neuropathy (HIV-SN).8,10 Skala nyeri LANSS (Leed Assessment of Neuropathic Symptoms and Sign pain scale) adalah alat yang bermanfaat memberikan informasi pada kondisi klinis dan membantu membedakan nyeri nosiseptif dengan nyeri neuropatik berdasarkan gambaran sensorik dan pemeriksaan bedside, dan memberikan informasi yang cepat (Martinez-Lavin dkk, 2003). Skala nyeri LANSS
dalam bahasa Indonesia dapat
digunakan sebagai instrumen pemeriksaan yang reliabel/dapat dipercaya dengan kappa coefficient agreement adalah 0.76. 11 LANSS terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan disfungsi sensoris. Pada skala nyeri LANSS skor 12 atau lebih diklasifikasikan sebagai nyeri neuropatik dan skor dibawah 12 diklasifikasikan sebagai nyeri nosiseptik.12 Pada penelitian ini akan menjabarkan faktor-faktor yang berkorelasi dengan nyeri neuropatik pada pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Sanglah Denpasar , dengan menggunakan skala nyeri LANSS
Rumusan Masalah Dari uraian diatas akan dijabarkan apakah faktor-faktor seperti berat badan, tinggi badan, stadium HIV, jenis ARV, lama pengobatan, CD4 nadir pada pasien HIV/AIDS di RS Sanglah Denpasar, berkorelasi dengan nyeri neuropatik berdasarkan skala nyeri LANSS?
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan nyeri neuropatik pada pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Sanglah.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, dengan pengambilan data secara konsekutif untuk mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan nyeri neuropatik pada pasien HIV/AIDS. Penelitian dilakukan di poliklinik VCT RSUP Sanglah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret sampai Agustus 2013. Populasi terjangkau penelitian ini
6
adalah penderita HIV positif yang menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar. Kriteria sampel penelitian ini yaitu 46 penderita HIV positif yang menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita HIV positif. 2. Penderita dari segala jenis usia. 3. Penderita dengan atau tanpa pengobatan ARV. 4. Penderita memiliki angka CD4 nadir. 5. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan (informed consent). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1. Penderita dengan penurunan kesadaran. 2. Penderita dengan riwayat gangguan penyakit seperti : stroke, trauma kepala, tumor intrakranial, Parkinson, penyakit jantung, neuropati sensorimotor herediter, neuropati jebakan. 3. Memiliki faktor risiko gangguan nyeri neuropati seperti: diabetes mellitus, hiperkolesterol, hipertensi, merokok, penggunaan alkohol, uremia. 4. Tidak mampu melakukan fungsi sehari-hari secara independen. Variabel tergantung adalah gangguan nyeri neuropatik, sedangkan variabel bebas adalah berat badan, tinggi badan, stadium HIV, jenis ARV, lama pengobatan ARV, dan angka CD4 nadir. Penderita HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent, maka dilakukan wawancara terstruktur dengan kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah untuk mendapatkan hasil penelitian.
Hasil Dan Pembahasan Penelitian mengenai faktor-faktor yang berkorelasi dengan nyeri neuropatik pada pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit Sanglah Denpasar mulai dari bulan Maret – Agustus 2013 sejumlah 46 orang. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel.
7
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian Variabel
Penderita (n)
Persentase (%)
Jenis Kelamin: -
Laki-laki
30
65,2
-
Perempuan
16
34,8
46 (35,72 ±9,189)
-
Berat badan (mean, SD)
46 (57 ±12,681)
-
Tinggi badan (mean, SD)
46 (163,04 ±9,050)
-
Umur (mean, SD)
Stadium HIV -
stadium 1
4
8,7
-
stadium 2
7
15,2
-
stadium 3
0
0
-
stadium 4
35
76,1
Jenis ARV -
tanpa ARV
7
15,2
-
azt/3tc/nvp
24
52,2
-
d4t/3tc/efv
7
15,2
-
azt/3tc/efv
5
10,9
-
tdf/3tc/nvp
3
6,5
Lama pengobatan -
tanpa ARV
7
15,2
-
≤ 1 tahun
13
28,3
-
> 1 tahun
26
56,6
46 (71,63 ±82,640)
-
Angka CD4 nadir (Mean, SD)
Pada tabel 1 diatas terlihat bahwa dari 46 orang subyek penelitian, didapatkan 30 (65,2%) orang laki-laki dan 16 (34,8%) orang perempuan, dengan rerata usia 35,72±9,189. Rerata berat badan adalah 57±12,681, rerata tinggi badan 163,04 ±9,050, dan rerata angka CD4 nadir adalah 71,63 ±82,640. Stadium HIV dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu stadium 1 sebanyak 4(8,7%) orang, stadium 2 sebanyak 7(15,2%) orang, stadium 3 sebanyak 0(0%) orang, dan stadium 4 sebanyak 35 (76,1%) orang. Pada penelitian ini ada subyek dengan atau tanpa penggunaan
8
ARV, dimana jenis-jenis terapi ARV yang digunakan disini antara lain, tanpa ARV 7(15,2%) orang, azt/3tc/nvp 24(52,2%) orang, d4t/3tc/efv 7(15,2%) orang, azt/3tc/efv 5(10,9%) orang, dan tdf/3tc/nvp 3(6,5%)orang. Lama pengobatan dikategorikan dengan kurang/sama dengan 1 tahun atau lebih dari 1 tahun dan tanpa penggunaan ARV, yaitu tanpa ARV 7(15,2%) orang, ≤ 1 tahun 13(28,3%) orang, > 1 tahun 26(56,6%) orang.
Tabel 2. Korelasi beberapa faktor-faktor dengan nyeri neuropatik Subyek (n=46)
p
Koefisien (r)
Berat badan
0,776
0,043*
Tinggi badan
0,764
-0,045*
Stadium HIV
0,014
0,358**
Jenis ARV
0,610
0,077*
Lama pengobatan
0,025
0,330**
CD4 nadir
0,018
-0,348**
Keterangan: Analisis ini menggunakan SPSS 16, dengan uji spearman * : korelasi sangat lemah **: korelasi lemah
Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi lemah yang signifikan antara stadium HIV (p= 0,014 r=0,358) dan lama pengobatan (p=0,025 r=0,330), dan CD4 nadir (p=0,018 r=-0,348) memiliki korelasi negatif lemah yang signifikan. Sedangkan berat badan, tinggi badan dan jenis ARV tidak memiliki korelasi yang signifikan (p<0,05).
Pembahasan 1. Berat badan Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini berat badan tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan nyeri neuropati berdasarkan skor LANSS (p=0,776). Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah subyek penilitian yang kurang dari cukup.
9
2. Tinggi badan Berdasarkan table 2, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tinggi badan tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan nyeri neuropati berdasarkan skor LANSS (p=0,764). Hal ini kemungkinan karena jumlah subyek penelitian yang kurang dan distribusi tinggi badan dari subyek penelitian tidak merata, dengan mean (163,04) dan tinggi badan (min. 150 dan max. 196).
3. Stadium HIV Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini stadium HIV (p=0,014) mempunyai korelasi yang signifikan dengan nyeri neuropati berdasarkan skor LANSS, namun memiliki tingkat korelasi yang lemah (r=0,358). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana semakin tinggi stadium HIV semakin tinggi juga faktor resiko untuk terjadinya nyeri neuropatik. Ini dikarenakan pada stadium HIV tingkat lanjut terjadi peningkatan aktivitas viral, terutama pada stadium 3 dan 4 dimana sudah terjadi infeksi opportunistik yang menandakan rendahnya CD4 dan tingginya viral load. Pada penelitian cohort multisenter, peningkatan risiko terjadinya DSP, 2 kali lebih tinggi pada pasien dengan viral load > 10.000 copies/ml.5,9
4. Jenis ARV Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini jenis ARV mempunyai korelasi yang tidak signifikan dengan nyeri neuropatik berdasarkan skor LANSS (p=0,610). Hal ini disebabkan karena saat ini pengobatan ARV sudah menggunakan HAART, dimana memiliki komplikasi neuropati yang rendah. Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa neuropati merupakan komplikasi terbanyak pada penggunaan ARV, ditemukan sekitar 30% pada dewasa dan anak. Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah NRTIs, baik pengobatan monoterapi maupun kombinasi. Golongan NRTIs antara lain didanosine (ddI), zalcitabine (ddC), stavudine (d4T) dan zidovudin (AZT). 13
5. Lama pengobatan Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini lama pengobatan mempunyai korelasi yang signifikan dengan nyeri neuropatik berdasarkan skor LANSS (p=0,025), namun memiliki korelasi yang lemah (r=0,330). Berdasarkan
10
penelitian sebelumnya lama penggunaan ARV bekaitan erat dengan terjadinya neuropati, karena semakin lama pemakaian ARV semakin besar pula faktor resiko terjadinya neuropati. Patogenesis terjadinya neuropati pada HIV yang disebabkan oleh ARV adalah melalui mitochondrial toxicity. NRTIs bekerja dengan menghambat polymerase mitochondrial DNA (mDNA) sehingga replikasi mDNA yang bertanggung jawab terhadap pembentukan sel terganggu yang akhirnya menyebabkan kematian sel. Toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTIs dan memerlukan waktu sampai terjadinya gangguan. Perubahan metabolisme mitokondria terjadi secara perlahan seiring dengan penggunaan NRTIs yang dalam jangka waktu lama, sehingga kecil kemungkinan gejala klinisnya muncul dalam satu bulan pertama penggunaan NRTIs. Sehingga penggunaan NRTIs dalam jangka waktu lama menyebabkan gangguan mitokondria walaupun menggunakan dosis yang rendah. 1,10
6. CD4 nadir Berdasarkan tabel 2, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini CD4 nadir mempunyai korelasi yang signifikan dengan nyeri neuropatik berdasarkan skor LANSS (p=0,018), namun memiliki korelasi negatif yang lemah (r=-0,348) yang artinya semakin rendah angka CD4, semakin tinggi faktor resiko terjadinya nyeri neuropatik. Angka CD4 akan menurun sejalan dengan perkembangan penyakit AIDS. Hal ini menandakan perkembangan penyakit dan memburuknya kemampuan sistem imun. Sejak fase awal infeksi HIV, sel limfosit T CD4 telah menjadi target utama infeksi dan efek sitopatik langsung HIV akan menghancurkan akan menghancurkan sel limfosit CD4. Penurunan jumlah sel limfosit CD4 berarti bertambahnya imunodefisiensi. Sejalan dengan itu viral load yang meningkat menunjukkan proses penyakit yang semakin parah, termasuk reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf, baik pusat maupun perifer. Semakin rendahnya angka CD4 dapat meningkatkan terjadinya DSP simptomatik.5,14
11
6. Kesimpulan Pada penelitian dengan rancangan potong lintang ini menunjukan adanya beberapa faktor yang memiliki korelasi yang signifikan, antara lain stadium HIV, lama pengobatan, dan CD4 nadir. Hal ini telah sesuai dengan beberapa teori dan beberapa penelitian terdahulu dimana terjadi korelasi yang erat antara faktor-faktor tersebut dengan nyeri neuropati berdasarkan skor LANSS.
12
Daftar Pustaka
1. Keswani, S.C., Jack, C., Zhou, C., Hoke, A., 2006. Establishment of a Rodent Model of HIV
–Associated Sensory Neuropathy,
The Journal
of
Neuroscience, 26(40): 10299-10304 2. Janis J. Kompliksasi Neurologik HIV, Aspek Petofisiologi, Diagnostik dan Terapi.Neurona 2004;21 : 17-23. 3. Ferrari,S., Vento, S., Monaco, S., Cavallaro, T., Cainelli, F., Rizutto, N., Temesgen, Z., 2006. Human Imunodefficiency Virus-Associated Periferal Neuropathies, Mayo Clinic Proceeding, 81(2): 213-291. 4. Verma, S., Estanislao, L., Mintz, L., Simpson, D., 2004. Controlling Neuropathic Pain in HIV, Current HIV/AIDS Reports, 1:136-141. 5. Pardo, C.A., McArthur, J.C., Griffin, J.W., 2001. HIV Neuropathy : Insight in The pathology of HIV peripheral nerve disease, Journal of the Peripheral Nervous System, 6: 21-27. 6. Luciano, C.A., Pardo, C.A., McArthur, J.C., 2003. Recent development in the HIV neuropathies, Lippincott & Wilkins, Current Opinion in Neurology, 16:403-409. 7. Abrams, D.I., Jay, C.A., Shade, S.B., Vizoso, H., Reda, H., Press, S., Kelly, M.E., Rowbotham, M.C., Petersen, K.L., 2007. Cannabis in painful HIVassociated sensory neuropathy, A randomized placebo-controlled trial, Neurology, 68: 515-521. 8. Gonzalez-Duarte, A., Robinson-Papp, J., Simpson, D.M. 2008. Diagnosis and Management of HIV-associated Neuropathy. Neurol. Clin ; 26 : 821–832. 9. Smyth, K., Affandi, J.S., Bowtell-Harris, C., Mijch, A.M., Watson, K., Woolley, I.J., Price, P., Wesselingh, S.L., Cherry, C.L., 2007. Prevalence of and risk factors for HIV-associated neuropathy in Melbourne, Australia 19932006, HIV Medicine, 8:367-373. 10. Kamerman, P.R., , Moss, P.J., Weber, J.,. Wallace, V.C.J., Rice, A.S.C., and Wenlong Huang, W., 2012. Pathogenesis of HIV-associated sensory neuropathy: evidence from in vivo and in vitro experimental models, Journal of the Peripheral Nervous System 17:19–31.
13
11. Widyadharma, E., Yudiyanta., 2008. Uji Reliabilitas Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) Scale pada Penderita Diabetes Melitus tipe II. CPD Neurodiabetes. Yogyakarta. 12. Bennett, M., 2001. The LANSS Pain Scale : The Leeds assessment of neuropathic pain symtoms and sign, Pain, 92: 147-157. 13. Moore, R.D., Wong, W.E., Keruly, J.C., McArthur, J.C., 2000. Incidence of neuropathy in HIV-infected patients on monotherapy versus those on combination therapy with didanosine, stavudin and hydroxyurea, AIDS, 14:273-278. 14. Nasronuddin, 2007. Dasar Virologi dan Infeksi HIV, Dalam: Barakbah, J., Soewandojo, E., Suharto, Hadi, U., Astuti, W.D., (editor), HIV dan AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 1-9.