Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika oleh Kepolisian di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Dumai Oleh: Hendra Ricardo Simanullang Pembimbing: Gusliana HB, S.H.,M.Hum Erdiansyah, S.H., M.H. Alamat: Jl. Abdul Muis, Gang Reformasi 19B, Gobah. Email:
[email protected] Telpon: 085265861746 Abstract The distribution and abuse of narcotics and illicit drugs has reached very alarming levels. Just imagine, almost all regions in Indonesia easily obtain narcotics and drugs in discos, hotels, places of prostitution even in school. There are countless antinarcotics efforts made by law enforcement, but it still has not been able to eradicate narcotics offenses. It also happens to law enforcement in combating narcotic crimes that occurred in the jurisdiction of Police Station City of Dumai. Enforcement of the law by police officers Resort Dumai in combating narcotics offenses in Dumai City did not go well. This is because the development of technological advances resulting modus operandi by narcotics traffickers increasingly sophisticated crime, but the modus operandi of the development undertaken by the perpetrators is not accompanied by an increase in law enforcement efforts against drug crime itself. Law enforcement against drug crime in the city of Dumai greatly influenced the development of drug crime in the city of Dumai. Keywords: Law Enforcement-Narcotics-Jurisdiction A. Pendahuluan Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, pengertian narkotika adalah: “Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.” Tindak pidana narkotika di Kota Dumai telah menunjukkan peningkatan yang signifikan tiap tahunnya.1 Hal ini dapat dilihat dari tabel jumlah kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang terjadi di Kota Dumai mulai dari tahun 2009 sampai Desember 2012.
1
Wawancara dengan Bapak Bripka. Irdian, S.,H. Penyidik Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Hari Rabu, Tanggal 20 Februari 2013, bertempat di Kepolisian Resort Kota Dumai.
1
Tabel I.1 Jumlah Kasus Narkotika di Kepolisian Resort Kota Dumai No Kasus Tahun 1.
2009
37
2.
2010
42
3.
2011
47
4.
2012
51
Sumber: Data olahan dari Kepolisian Resort Kota Dumai Berdasarkan tabel tersebut, terjadinya peningkatan tindak pidana narkotika di Kota Dumai antara lain disebabkan karena letak geografis Kota Dumai yang strategis yang mana Kota Dumai berbatasan langsung dengan kota-kota besar seperti Kota Pekanbaru dan Kota Medan. Sedangkan melalui jalur laut, Kota Dumai berbatasan dengan Selat Malaka, Malaysia dan Singapura.2 Penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran narkotika di Kota Dumai belum mampu terlaksana dengan baik, hal ini dikarenakan dalam memberantas tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran narkotika di Kota Dumai penegak hukum mengalami beberapa kendala, diantaranya terbatasnya jumlah personil kepolisian yang menangani tindak pidana narkotika di Kota Dumai yaitu hanya 15 (lima belas) orang dan hanya 5 (lima) orang penyidik narkotika sehingga mengakibatkan proses penyelidikan dan penyidikan tidak dapat berjalan maksimal.3 Berikut tabel kasus tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran narkotika yang terjadi di Kota Dumai. Tabel I.2. Jumlah Kasus Narkotika di Kepolisian Resort Kota Dumai Jumlah No Bulan Jumlah Tersangka Kasus 1. Januari – April 13 19 2. Mei – Agustus 17 23 3. September – Desember 21 29 Jumlah 51 71 Sumber: Data olahan Kepolisian Resort Kota Dumai kasus Tahun 2012 2
Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H.,Sik, Kasat Reserse narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Hari Rabu, Tanggal 20 Februari 2013, bertempat di Kepolisian Resort Kota Dumai. 3 Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H.,Sik, Kasat Reserse narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Hari Rabu, Tanggal 20 Februari 2013, bertempat di Kepolisian Resort Kota Dumai..
2
Data ini sangat mengejutkan, hanya dalam kurun waktu per 4 (empat) bulan statistik tindak pidana narkotika di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai terus memperlihatkan peningkatan yang sangat signifikan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai? 2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai? 3. Apa saja upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a) Untuk mengetahui pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai. b) Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai. c) Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai. 2. Kegunaan Penelitian a) Penelitian ini untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis khususnya mengenai permasalahan yang diteliti. b) Penelitian ini dapat menjadi sumber masukan bagi penegak hukum dalam menentukan kebijakan dan memberikan langkah-langkah untuk memberikan pertanggungjawaban pidana. c) Penelitian ini sebagai sumbangan dan alat mendorong bagi rekan-rekan mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika. D. Kerangka Teori 1. Teori Tindak Pidana (Straafbaarfeit) Dalam bahasa Belanda, Straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu Straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan
3
sebagian dari kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.4 Suatu perbuatan dikategorikan sebagai suatu tindak pidana adalah apabila perbuatan tersebut dilarang oleh aturan pidana dan kepada pelakunya diancam dengan sanksi pidana sedangkan melawan hukum dan merugikan masyarakat menunjukkan sifat perbuatan tersebut. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu merupakan suatu tindak pidana mungkin saja merupakan suatu perbuatan yang berada dalam lapangan hukum perdata. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat dikategorikan sebagai tindak pidana apabila ada larangan oleh aturan pidana yang dilanggar dan pelakunya diancam dengan ketentuan pidana serta pelaku dapat dipertanggungjawabkan. 2. Teori Penegakan Hukum Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.5 Tujuan daripada penegakan hukum yakni untuk mengatur masyarakat agar damai dan adil dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi,sehingga tiap-tiap anggota masyarakat memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi haknya.6 Menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan keadilan tersebut adalah sebagai berikut: a. Faktor hukumnya sendiri; b. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menetapkan hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; d. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.
4
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 181. 5 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 5. 6 RE. Baringbing, Catur Wangsa Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Pusat Kajian Informasi, Jakarta, 2001, hlm. 54.
4
Kelima faktor tersebut saling berkaitan karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum.7 Dalam penelitian ini penulis terfokus pada penegak hukum yang dilakukan oleh Kepolisian terkhusus pada tingkat penyelidikan dan penyidikan, karena dalam bidang hukum pidana polisi merupakan aparat penegak hukum yang sering berhadapan dengan masyarakat dalam kaitannya dengan penegakan hukum dan polisi yang melaksanakan tugasnya mengambil keputusan-keputusan hukum secara nyata dilapangan. 3. Teori Penyelidikan dan Penyidikan a. Penyelidikan Tindakan penyelidikan merupakan tindakan yang sangat penting karena penyelidikan dilakukan terhadap suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana, dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan ditentukan dapat atau tidak dilakukannya pemeriksaan terhadap kasus tersebut kemudian ditingkatkan dengan melakukan penyidikan dengan tujuan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut maka tindak pidana itu menjadi jelas dan terang kemudian dilanjutkan dengan memanggil atau menangkap orang-orang yang terlibat dalam perkara tersebut. b. Penyidikan Menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP, pengertian penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian yang hendak melihat korelasi antara hukum dan masyarakat, sehingga mampu mengungkap efektifitas berlakunya hukum dalam masyarakat dan mengidentifikasi hukum yang tidak tertulis yang berlaku pada masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penulis mencoba untuk memberikan gambaran dari suatu kenyataan secara lengkap, rinci, dan jelas tentang mengenai masalah yang diteliti. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai karena diwilayah hukum ini merupakan tempat yang strategis serta di wilayah ini terjadi peningkatan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. 7
Ibid.
5
3. Populasi dan Sampel a) Populasi Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri-ciri yang sama. Populasi dapat berupa orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-kasus, waktu, atau tempat dengan sifat dan ciri yang sama.8 Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai 2) Kanit Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai 3) Penyidik Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai 4) Tersangka tindak pidana narkotika b) Sampel Sampel adalah merupakan himpunan atau sebagian populasi yang dijadikan objek penelitian yang dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi.9 Dalam menentukan sampel penulis menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria masalah yang diteliti. Kriteria yang di maksud adalah populasi dan sampel yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Tabel I.3 Populasi dan Sampel Persentase No. Responden Populasi Sampel (%) 1. Kasat Reserse Narkotika 1 1 100 Kepolisian Resort Kota Dumai 2. Kanit Narkotika Kepolisian 2 1 50 Resort Kota Dumai 3. Penyidik Narkotika Kepolisian 5 2 40 Resort Kota Dumai 4. Tersangka tindak pidana 8 5 62,5% narkotika Jumlah 16 9 56 % Sumber data: data primer olahan tahun 2012 4. Sumber Data Berdasarkan metode penelitian sosiologis maka alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah: c) Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh dari informasi langsung dari aparat penegak hukum khususnya dari Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai yang bertugas atau berkaitan dengan upaya 8
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 118. 9 Ibid. hlm. 121.
6
penegakan hukum dalam penanggulangan tindak pidana narkotika di Kota Dumai. d) Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai studi kepustakaan serta peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur serta pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini, yang terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer yaitu Undang-Undang yang berhubungan dengan penelitian antara lain Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan UndangUndang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 2) Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan-bahan penelitian yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder juga merupakan bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur atau hasil penulisan para sarjana yang berupa buku-buku, artikel, jurnal dan juga bahan-bahan bacaan yang ada di media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan pokok pembahasan. 3) Bahan Hukum Tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia. 5. Teknik Pengumpulan Data a) Wawancara (interview) yaitu melakukan teknik wawancara langsung dengan responden mengenai permasalahan yang diteliti. b) Kuesioner (questioner), yaitu alat riset atau survei yang terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan mendapatkan tanggapan dari responden terpilih melalui daftar pertanyaan10. Responden dalam kuisioner penelitian ditujukan kepada tahanan di Rutan Kota Dumai. c) Kajian kepustakaan yaitu penulis mengambil kutipan dari buku bacaan, literatur, atau buku pendukung yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. 6. Analisis Data Data-data yang terkumpul akan dianalisa secara kualitatif artinya data yang berdasarkan uraian kalimat atau data tidak dianalisis dengan menggunakan statistik atau matematika ataupun sejenisnya, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan atau perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dari pembahasan tersebut, akan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang bersifat umum kepada penarikan kesimpulan yang bersifat khusus. 10
http://www.kamusbesar.com/21493/kuesioner, diakses tanggal 14 Maret 2013
7
F. Pembahasan 1. Pelaksanaan Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika oleh Kepolisian di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Dumai Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia khususnya jajaran Kepolisian Resort Kota Dumai dalam upaya menanggulangi tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut: a. Penegakan Hukum Secara Preventif Upaya preventif adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan menghapuskan faktor kesempatan. Adapun langkah-langkah yang diambil oleh aparat Kepolisian Resort Kota Dumai dalam mencegah terjadinya tindak pidana narkotika pada umumnya, antara lain sebagai berikut: 1) Melakukan Patroli Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kasat Narkoba Kepolisian Resort Kota Dumai,11 beliau mengatakan bahwa tempattempat yang dilakukan patroli merupakan tempat yang rawan dan intensitas tinggi terjadinya tindak pidana narkotika. Jenis patroli yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Dumai sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masung-masing, diantaranya: a) Patroli rutin, yaitu patroli yang dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. b) Patroli selektif, yaitu patroli yang dilakukan pada tempat-tempat tertentu atau daerah yang disangka sering mengganggu kamtibmas. c) Patroli insidentil, yaitu patroli yang dilaksanakan pada tempattempat terjadinya tindak pidana 2) Melakukan penyuluhan Berdasarkan hasil wawancara penulis lakukan dengan Kasat Narkoba Kepolisian Resort Kota Dumai12 penyuluhan atau pemberian informasi dan edukasi dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Penyuluhan secara langsung adalah dengan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, yakni diantaranya dengan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Riau dan Badan Narkotika Kota (BNK) Dumai serta dibantu oleh dinas kesehatan setempat untuk memberikan 11
Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai. 12 Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, pada hari kamis, tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai.
8
penyuluhan secara langsung dengan masyarakat. Penyuluhan ini dilakukan pada sekolah-sekolah atau tempat-tempat tertentu yang diduga memiliki intensitas tinggi terjadinya tindak pidana narkotika.. Penyuluhan secara tidak langsung yaitu dengan memberikan informasi tentang bahaya narkotika serta sanksi terhadap pelaku penyalahguna dan peredaran gelap narkotika melalui papan reklame, spanduk, media cetak maupun elektronik, dan sebagainya. Penyuluhan melalui papan reklame biasanya dilakukan di sekolah-sekolah, di pelabuhan, di terminal serta tempat-tempat stategis lainnya. b. Penegakan Hukum secara Represif Penegakan hukum secara represif adalah penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian untuk melakukan penindakan terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika melalui jalur hukum berdasarkan KUHAP dan perundang-undangan lainnya. Terhadap tindak pidana narkotika yang terjadi dilakukan upayaupaya represif oleh aparat kepolisian antara lain: 1) Strategi undercover buy Tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika merupakan jenis tindak pidana yang sulit pengungkapannya. Hal ini dikarenakan peredarannya melibatkan banyak jaringan secara berlapis-lapis. Dalam mengatasi hal tersebut, Kepolisian Resort Kota Dumai melakukan teknik undercover buy, artinya penangkapan tersangka dengan cara anggota polisi yang menyamar sebagai pembeli demi mengamankan tersangka beserta barang bukti narkotika. Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis melalui questioner yang dilakukan kepada 5 (lima) orang tahanan tindak pidana narkotika yang ditahan di Rutan Kota Dumai, yaitu: Tabel III.2 Teknik Penangkapan No Jawaban Responden Jumlah 1. Polisi yang menyamar sebagai pembeli 3 Polisi menangkap ketika sedang menggunakan 2. 1 narkotika. Ditangkap ketika sedang mengedarkan atau 3. 1 membeli narkotika. Sumber: Data olahan dari Rutan Kota Dumai Pada Juli 2013
9
2) Melakukan Penyelidikan dan Penyidikan. a) Penyelidikan Dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP mendefenisikan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan b) Penyidikan Pasal 1 butir 2 KUHAP menerangkan bahwa pengertian penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Tindakan penyidikan pada kasus tindak pidana narkotika yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai dilaksanakan oleh Unit Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai. Bagian unit ini terdiri dari 1 (satu) orang Kepala Satuan, 2 (dua) orang Kepala Unit, 5 (lima) orang penyidik narkotika dan 7 (tujuh) orang sebagai penyelidik narkotika. 2. Hambatan Dalam Melaksanakan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika oleh Kepolisian di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Dumai Hambatan-hambatan yang dialami oleh Kepolisian Resort Kota Dumai dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika di Kota Dumai, adalah sebagai berikut: a. Faktor kurangnya jumlah personil penyidik narkotika di Kepolisian Resort Kota Dumai Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada Kasat Reserse Narkotika13 kendala yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahguna dan peredaran gelap narkotika di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai yaitu kurangnya jumlah personil dari penyidik narkotika yang bertugas di Kota Dumai. Beliau menambahkan, faktanya penyidik Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai hanya berjumlah 5 (lima) orang saja, padahal idealnya penyidik narkotika di wilayah yang seluas Kota Dumai adalah 10 (sepuluh) orang penyidik narkotika. Kekurangan jumlah personil ini berakibat pada tidak maksimalnya tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan di Kota Dumai. 13
Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai.
10
b. Faktor kurangnya partisipasi dari masyarakat Masyarakat Kota Dumai masih belum berani untuk melaporkan jika ada penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang terjadi di Kota Dumai. Hal ini dikarenakan masyarakat belum sepenuhnya merasakan semangat memberantas tindak pidana narkotika dan masih memiliki anggapan bahwa hanya aparat kepolisian yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam memberantas tindak pidana narkotika. c. Dana yang terbatas Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada Kasat Reserse Narkotika14, salah satu kendala dalam menanggulangi tindak pidana narkotika adalah keterbatasan dana operasional dalam melaksanakan penyidikan. Kompol Ahmad Gusti menyatakan pada tahap penyidikan, pemeriksaan terhadap barang bukti yang diperoleh dari tersangka hanya dapat dilakukan di Labkrim, dan untuk wilayah sumatera pemeriksaan barang bukti melalui labkrim hanya terdapat di kota Medan saja. Jika dihitung, pada tahap pemeriksaan barang bukti narkotika bisa menghabiskan dana Rp. 2.000.000,- (lima juta rupiah). Besaran dana tersebut belum dihitung dari proses penyelidikan dan penyidikan lain yang dilakukan aparat kepolisian. d. Faktor kurangnya sarana dan prasarana pendukung Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada Kasat Reserse Narkotika,15 kendala lain dalam menanggulangi tindak pidana narkotika adalah kurangnya sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Sarana dan prasarana pendukung tersebut antara lain kendaraan roda dua maupun roda empat, labkrim narkotika untuk mempercepat proses penyidikan, maupun detektor atau alat sadap telepon. 3. Upaya dalam Mengatasi Hambatan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkotika oleh Kepolisian di Wilayah Hukum Kepolisian Resort Kota Dumai Beberapa upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Dumai dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai; a. Pembinaan secara intensif bagi para informan 14
Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Dumai. 15 Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Dumai.
Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota
11
Wawancara yang penulis lakukan terhadap penyidik narkotika di Kepolisian Resort Kota Dumai,16 Pembinaan yang dilakukan terhadap informan dilakukan untuk mengefektifkan dan mengefisienkan tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Meskipun pihak kepolisian mengalami kendala kekurangan jumlah personel untuk menangani tindak pidana narkotika namun pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh untuk berperan aktif secara bersama-sama memberantas tindak pidana narkotika yang terjadi di Kota Dumai dapat mengatasi permasalahan jumlah personel dalam menegakkan hukum narkotika yang dialami oleh pihak kepolisian. Namun di Kota Dumai, tidak semua informan yang memberikan informasi kepada aparat kepolisian adalah sebagai bentuk bakti dan peran aktif mereka sebagai warga masyarakat untuk bersama-sama memberantas tindak pidana narkotika, namun ada motivasi lain dalam menjadi informan, diantaranya untuk mendapatkan uang bahkan ada informan yang merupakan pelaku tindak pidana narkotika yang memberikan informasi tentang akan, sedang atau telat terjadinya tindak pidana narkotika kepada aparat kepolisian bertujuan untuk mengalahkan persaingan pengedar narkotika lain dalam mengedarkan narkotika, bahkan yang sama parahnya lagi, ada informan yang memberikan informasi tentang adanya tindak pidana narkotika namun setelah dicek ke lokasi ternyata adalah informasi palsu. Hal-hal seperti inilah yang membutuhkan pembinaan secara intensif dari pihak kepolisian agar motivasi-motivasi yang salah tersebut dapat diminimalisir bahkan ditiadakan agar terciptanya penegakan hukum yang baik antara pihak kepolisian dan masyarakat dalam menegakkan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang terjadi di Kota Dumai. b. Bekerjasama dengan beberapa instansi terkait dalam memberikan penyuluhan narkotika terhadap masyarakat Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai,17 dalam mengantisipasi masyarakat yang kurang berperan aktif secara bersamasama memberantas tindak pidana narkotika maka pihak kepolisian bekerjasama dengan dinas kesehatan dan Badan Narkotika Kota (BNK) Dumai untuk menggiatkan tindakan prefentif seperti dilakukan melalui penyuluhan, tatap muka dan pengedaran pamflet atau spanduk untuk 16 Wawancara dengan Bapak Bripka. Irdian S.H. Penyidik Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai. 17 Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai.
12
mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Upaya-upaya tersebut telah dilakukan di sekolah-sekolah hingga pada tingkat desa/ kelurahan.. c. Melakukan tindakan efektif dan efisien dalam mengelola dana yang tersedia Dalam mengatasi kendala yang ada yakni salah satunya kekurangan dana, Pihak Kepolisian Kota Dumai melakukan tindakan secara efektif dan efisien dalam mengelola dana yang tersedia. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada Kasat Reserse Narkotika,18 dana operasional untuk penegakan hukum tindak pidana narkotika di cek secara selektif, terhadap hal-hal yang tidak terlalu penting yang dapat mengurangi dana operasional maka pencairan dana operasional diminimalisir. Contoh dari hal yang tidak terlalu penting namun membutuhkan dana yang besar seperti dana akomodasi penginapan dan kebutuhan hidup dari penyidik dalam melakukan penyidikan. Untuk mengantisipasi dari hal tersebut adalah meminimalisir pengeluaran yang berlebihan yakni dengan menyediakan akomodasi yang standar bahkan bisa menggunakan mesjid atau mushala sebagai tempat penginapan sementara ketika melakukan penyidikan terhadap tersangka. d. Mendayagunakan sarana dan prasarana yang tersedia Terhadap hambatan kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia dalam melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika di Kota Dumai, Pihak kepolisian mengambil upaya mengatasinya dengan lebih memaksimalkan setiap sarana dan prasarana yang ada dan untuk sarana dan prasarana yang belum ada, Kepolisian Resort Kota Dumai tetap mengajukan permohonan kepada pimpinan pusat untuk melengkapi sarana dan prasarana yang belum ada dalam kaitannya menegakkan hukum tindak pidana narkotika. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan pada Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai,19 Pihak kepolisian tidak menjadikan setiap kendala yang ada sebagai penghambat dalam melaksanakan penegakan hukum namun lebih memaksimalkan tiap-tiap sarana dan prasarana yang ada dalam mendukung penegakan hukum tindak pidana narkotika. Beliau menambahkan, jika aparat kepolisian dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana narkotika mengalami hambatan terkait 18
Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai. 19 Wawancara dengan Bapak Kompol. Ahmad Gusti Hartono S.H., Sik, Kasat Reserse Narkotika Kepolisian Resort Kota Dumai, Pada hari kamis, Tanggal 30 Mei 2013, bertempat di Polres Kota Dumai.
13
kendaraan, kendaraan roda dua maupun roda empat milik pribadi anggota kepolisian dapat digunakan untuk melakukan tindakan patroli maupun tindakan penegakan hukum lainnya. Namun, untuk sarana dan prasarana yang belum ada seperti alat sadap telepon pihak kepolisian tetap mengajukan permohonan kepada pimpinan pusat untuk dapat melengkapi sarana dan prasarana yang kurang maupun yang belum ada. G. Penutup 1. Kesimpulan a) Pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana peredaran narkotika oleh di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Dumai dilakukan dengan cara preventif dan reprentif, secara preventif yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Dumai diantaranya adalah melakukan patroli (rutin, selektif, insidentil), memberdayakan informan, dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya dari narkotika. Secara represif yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Kota Dumai diantaranya adalah melakukan teknik undercover buy, dan melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika di Kota Dumai belum berjalan maksimal, hal ini dikarenakan adanya beberapa hambatan yang dialami oleh Kepolisian Resort Kota Dumai. b) Hambatan yang dialami oleh Kepolisian Resort Kota Dumai diantaranya adalah kurangnya jumlah personil penyidik narkotika di Kepolisian Resort Kota Dumai, kurangnya partisipasi dari masyarakat, dana yang terbatas, dan kurangnya sarana dan prasarana pendukung dalam memberantas tindak pidana narkotika. c) Upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dalam mengatasi hambatan penegakan hukum tindak pidana narkotika diantaranya adalah memberikan pembinaan secara intensif bagi para informan, bekerjasama dengan beberapa instansi terkait dalam memberikan penyuluhan narkotika terhadap masyarakat, melakukan tindakan efektif dan efisien dalam mengelola dana yang tersedia dan mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada. 2. Saran a) Dalam menghadapi perkembangan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana narkotika maka perlu kiranya untuk memperlengkapi aparat penegak hukum dengan sarana dan prasara yang dibutuhkan dalam melakukan penegakan hukum agar dapat terciptanya penegakan hukum yang maksimal. b) Dalam memberantas tindak pidana narkotika di Kota Dumai, diharapkan Kepolisian Resort Kota Dumai melakukan pendekatan yang lebih
14
maksimal menjangkau masyarakat dalam berperan aktif untuk memberantas tindak pidana peredaran gelap narkotika. c) Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika yang terjadi di Kota Dumai merupakan tanggung jawab bersama, oleh karena itu diharapkan penegak hukum lain juga berperan aktif dalam menjaga Kota Dumai untuk terbebas dari narkotika. H. Daftar Pustaka 1. Buku Baringbing, RE, 2011, Catur Wangsa Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Pusat Kajian Informasi, Jakarta. Chazawi, Adam, 2008 ,Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lamintang, P.A.F, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Sunggono, Bambang, 2006, Metodologi Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta Soekanto, Soerjono, 2005, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.Raja Grafindo, Jakarta. 2. Surat Kabar Tempo, tanggal 5 Februari 2013 3. Website: http://www.joglosemar.go.id, diakses tanggal 25 Januari 2013. http://www.kamusbesar.com/21493/kuesioner, diakses tanggal 14 Maret 2013
15