98
A. Wijaya W. H.
yang lebih drastis, spesifik, dan mudah terdeteksi. Meskipun demikian, deteksi dan pengendalian nematoda diperlukan karena adanya interaksi yang sinergis antara nematoda misalnya Meloidogyne spp. dengan bakteri layu dan cendawan layu Fusarium. Dengan mengendalikan nematoda maka serangan penyakit akibat cendawan dan bakteri dapat ditekan (Widjaja 1975, 1976; Hadisoeganda 1992, 1994a, 1995; Sasser 1989), serta pemborosan masukan pertanian (pupuk, air, pestisida) akibat kesalahan dalam menafsirkan penyebab masalah dapat dihindari (Widjaja 1978b, 1979; Hadisoeganda 1992, 1994a). Kehadiran salah satu nematoda terpenting, yaitu nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.) juga mampu mematahkan resistensi tanaman terhadap berbagai penyakit sistemik, seperti tomat terhadap bakteri layu Pseudomonas solanacearum dan cendawan layu Fusarium oxysporium f. sp. lycopersici (Hadisoeganda 1990, 1994b, 1995). Peran nematoda dalam interaksi dengan penyakit tanaman dapat sebagai vektor, agens pembuat luka, pengubah rizosfera tanaman inang sehingga tanaman lebih mudah diinfeksi patogen, dan pematah daya resistensi inang terhadap patogen (Hadisoeganda 1990, 1994b, 1995; Webster 1985).
BIOGEOGRAFI NEMATODA PARASIT TUMBUHAN Nematoda mungkin termasuk salah satu bentuk kehidupan tertua di bumi. Fosil nematoda pemakan jamur Oligaphelenchoides atrebora telah ditemukan terperangkap di dalam damar (resin) dan diperkirakan berumur sekitar 25 juta tahun yang lalu. Dewasa ini diketahui bahwa fi-
lum nematoda memiliki habitat di segala relung (omnipresence), yaitu di laut, tanah dan air tawar (75%), di dalam tubuh hewan (termasuk manusia) (15%), dan sisanya 10% adalah nematoda parasit tanaman. Pionir dan ahli nematologi Nathan A. Cobb (1914) dalam Thorne (1961) menyatakan bahwa nematoda dapat ditemui mulai dari Antartika sampai ke kawasan tropika, dari dasar laut yang terdalam sampai ke puncak gunung yang tertinggi. Praktisi nematologi FAO terkemuka Albert L. Taylor memberikan ilustrasi tentang jumlah nematoda di lahan pertanian. Data yang diperoleh dari negeri Belanda menunjukkan bahwa jumlah populasi nematoda dalam 100 g tanah yang diambil dari 100 lokasi rata-rata mencapai 3.000 ekor; 900 ekor di antaranya adalah nematoda parasit tanaman. Jumlah nematoda dalam tanah lapisan atas seluas 1 ha sekitar 150 miliar ekor. Bobot seekor nematoda rata-rata 1 mikrogram (1 g terdiri atas satu juta ekor nematoda). Dengan demikian, bobot total nematoda pada lapisan tanah tersebut sekitar 150 kg, dan yang mampu memparasit tumbuhan sekitar 45 kg (Taylor 1971). Dengan cara menghitung yang sama, dapat dikemukakan bahwa dalam 1 ha lahan pertanian di Indonesia terdapat sekitar 32,5 kg Meloidogyne spp., yaitu satu spesies nematoda parasit tanaman yang dianggap paling merugikan di Indonesia (Hadisoeganda 1990) . Secara aktif, nematoda hanya mampu bergerak sejauh 20-30 cm per bulan (Taylor 1971). Namun, nematoda dapat tersebar luas dalam jarak jauh secara pasif terbawa oleh tanah, bahan tanaman, aliran air permukaan, serta erosi tanah dan angin. Data dan informasi tentang biogeografi nematoda yang lebih komprehensif dihasilkan oleh peneliti di negara maju dibanding di kawasan tropika (Indonesia).
100
Nematoda yang terpenting di dunia yaitu nematoda bengkak akar (root-knot nematodes) Meloidogyne spp. Nematoda tersebut tersebar sangat luas dengan prevalensi tinggi di seluruh dunia. Spesies Meloidogyne yang umum ditemui di Indonesia adalah M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria (Hadisoeganda 1990, 1991). Telah diidentifikasi bahwa M. incognita terdiri atas empat patotipe (ras) dan M. arenaria dua patotipe, sedangkan M. javanica dan M. hapla tidak terbagi dalam ras. Penemuan ini adalah yang pertama di Indonesia (Hadisoeganda 1990, 1991). Dengan cara membandingkan jumlah nematoda dalam contoh tanah dari lahan bekas sawah dan lahan bekas bukan sawah, dapat disimpulkan bahwa rotasi penggunaan lahan dengan kultur sawah (direndam air beberapa waktu) dapat menekan populasi Meloidogyne spp., Helicotylenchus, Pratylenchus, dan Rotylenchulus reniformis (Hadisoeganda 1990). Nematoda parasit telah terdeteksi di seluruh sentra produksi pertanian di Indonesia, antara lain ditemukan berasosiasi dengan berbagai komoditas pangan, perkebunan, serat-seratan, rempah, dan hortikultura (Hadisoeganda 1998).
DINAMIKA PERKEMBANGAN PENELITIAN NEMATODA DALAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Nematoda parasit tanaman, meskipun peran merusaknya tersamar, serangannya tetap menghantui produktivitas pertanian di seluruh dunia, dan secara ekonomis sangat merugikan. Kerugian pada berbagai jenis tanaman oleh berbagai spesies nematoda bervariasi dari 10% sampai 70%. Penelitian yang komprehensif dan ter-
A. Wijaya W. H.
struktur di 75 negara menunjukkan kerugian ekonomi yang beragam. Sepuluh spesies nematoda yang paling penting di dunia berturut-turut adalah Meloidogyne, Pratylenchus, Heterodera, Ditylenchus, Globodera, Tylenchulus, Xiphinema, Radopholus, Rotylenchulus, dan Helicotylenchus. Di Eropa, spesies nematoda yang paling penting berturutturut adalah Heteroda, Globodera, Meloidogyne, Ditylenchus, Pratylenchus, Aphelenchoides, Xiphinema, Trichodorus dan Paratrichodorus, Longidorus, dan Tylenchulus. Centre for Applied Biosciences (CAB) International (2002) telah meringkas data kerugian akibat serangan G. rostochiensis (nematoda sista emas) pada kentang di beberapa negara sebagai berikut: 1. Kanada: mengalokasikan dana penelitian dan pengendalian G. rostochiensis $ Kanada 800 juta per tahun. 2. Inggris: diprakirakan menderita kerugian secara nasional sebesar 9%. Biaya aplikasi nematisida mencapai £ 210-250/ ha/tahun. Untuk 40.000 ha areal kentang, negara tersebut mengalokasikan dana lebih dari £ 9 juta/tahun. 3. Italia: kerugian produksi kentang akibat serangan G. rostochiensis mencapai 76-85%. 4. Yunani: kehilangan hasil akibat serangan nematoda tersebut mencapai 37%. 5. Polandia: kehilangan hasil kentang akibat serangan G. rostochiensis mencapai 72%. 6. Belarusia: pada populasi awal nematoda 1.000 larva /100 ml tanah, kerugian produksi kentang berkisar antara 1720%. Nematoda sista emas diduga masuk ke Indonesia terbawa oleh bibit kentang im-
102
donesia, iklim tropika yang panas dan basah serta teknik budi daya yang kurang intensif akan menyebabkan kerugian ekonomi (akibat serangan nematoda) yang lebih besar dibanding di kawasan subtropika dan temperata. Namun, pada saat yang sama, ukuran, habitat, gejala visual (yang tidak drastis dan tidak spesifik) serta pengetahuan kita tentang nematoda yang belum memadai, menyebabkan masalah yang diakibatkan oleh patogen tersebut belum mampu kita sadari, masih tersamar, disalahpahami, bahkan kemudian terabaikan. Ironis memang masalah nematoda lebih banyak diteliti oleh nematologiwan dari kawasan subtropika yang secara faktual pengaruhnya terhadap sektor pertanian lebih kecil dibanding di kawasan tropika (Indonesia). Apresiasi yang masih rendah tersebut tercermin dalam berbagai aspek, seperti rendahnya fasilitas (dan dana), baik untuk penelitian, pengembangan, penyuluhan, pengajaran, dan pendidikan di perguruan tinggi maupun strata pengajaran dan pendidikan lainnya. Mungkin belum disadari sepenuhnya bahwa epidemi hama dan penyakit tumbuhan dapat menjadi bencana kemanusiaan. Sebagai contoh, epidemi penyakit busuk daun kentang oleh Phytophthora infestans di Irlandia pada tahun 1845-1849, mengakibatkan produksi kentang negara tersebut hancur sehingga muncul bencana “Irish Famine”, yang memakan korban sekitar 1 juta penduduk meninggal dan 1,5 juta lainnya bermigrasi ke Amerika (Woodham-Smith 1962). Peran nematoda dalam tragedi tersebut secara eksplisit tidak disebutkan. Namun, hasil penelitian mengungkap bahwa terdapat interaksi sinergis antara nematoda dan penyakit pada tanaman kentang, antara lain Meloidogyne spp. dengan P.
A. Wijaya W. H.
infestans. Ternyata bila Meloidogyne spp. dikendalikan, intensitas serangan cendawan P. infestans dan P. solanacearum dapat ditekan (Widjaja 1978a,1979; Hadisoeganda 1990). Jumlah penduduk Indonesia mencapai 225 juta pada tahun 2005 dan diprakirakan menjadi 262 juta jiwa pada tahun 2020. Apabila diversifikasi karbohidrat nonberas tidak berhasil dan tingkat konsumsi beras per kapita masih 134 kg/tahun maka pada tahun 2020 pasokan beras akan defisit 8,5 juta ton. Sangat ironis bahwa Indonesia sebagai negara agraris, pada tahun 2003 tercatat sebagai pengimpor bahan pangan terbesar di dunia, yaitu sekitar 2,0 juta ton beras, 1,6 juta ton gula, 0,8 juta ton kedelai, 4,5 juta ton gandum, dan 1,0 juta ton jagung (Husodo 2003). Tingkat produktivitas berbagai komoditas hortikultura di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan potensi produksinya. Rata-rata hasil kentang kurang dari 15 t/ha, padahal potensi produksi yang dapat dicapai di kawasan tropika sekitar 35 t/ha. Di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), dengan pengelolaan tanaman yang intensif termasuk pengendalian nematoda, hasil kentang mencapai 25-30 t/ha. Di Jerman, varietas kentang Franzi, Cordia, dan Miranda yang tahan terhadap G. rostochiensis patotipe A, mampu menghasilkan umbi lebih dari 48 t/ha (Kratzig 1977). Untuk mengurangi beban defisit pasokan karbohidrat maka produktivitas komoditas penghasil karbohidrat nonberas, seperti kentang perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan mengendalikan nematoda parasit kentang seperti Meloidogyne spp., Globodera spp., dan Pratylenchus spp. dengan sistem Pengendalian Nematoda Terpadu (PNT). Hal senada dikemukakan oleh Chiarappa
104
sisa tanaman dan perakaran diangkut ke luar lahan dan dibakar. Tindakan tersebut diulangi 2 atau 3 kali dengan interval waktu satu minggu. Penyiangan gulma khususnya dari kelompok Solanaceae perlu dilakukan sebersih mungkin. d. Menanam varietas tahan atau toleran terhadap nematoda adalah cara pengendalian yang murah, tidak mencemari lingkungan tetapi sangat efektif. Berdasarkan hasil penelitian dari luar negeri, beberapa varietas kentang seperti Marion, Culpa, Evira, Gitte, Vevi, Aula, dan Filli tahan terhadap NSE biotipe A, sedangkan Cordia tahan terhadap biotipe B. Penelitian lain membuktikan bahwa varietas Granola, Miranda, Renema, Alexa, Herold, Pirola, dan Dextra tahan terhadap NSE biotipe A (Kratzig 1974, 1975, 1977, dalam Hadisoeganda 2003a). e. Menggunakan pupuk organik yang sudah terurai sempurna. Berdasarkan penelitian, berbagai pupuk organik, khususnya pupuk hijau kubis (cabbage green manure), meals and oil cakes, mustard oil cakes, serbuk gergaji (saw dust), pupuk dari halaman (farm yard manure), kompos dan kemungkinan bahan organik lain mampu menekan populasi Globodera spp. melalui berbagai mekanisme, seperti menekan pelepasan larva dari dalam sista, menekan perkembangan nematoda dalam jaringan akar, meningkatkan musuh alami nematoda, dan meningkatkan ketahanan akar terhadap serangan nematoda (Sitaramiah 1990 dalam Marks dan Brodie 1998). f. Rotasi tanaman: menanam tanaman yang tahan atau bukan inang NSK, digilirkan dengan tanaman pokok yaitu kentang, sehingga populasi awal NSK
A. Wijaya W. H.
pada waktu tanaman kentang ditanam diharapkan rendah. Tanaman rotasi diusahakan yang memiliki manfaat, baik langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan penelitian yang telah dirangkum dan ditulis kembali oleh Sethi dan Gaur (1990) dalam Hadisoeganda (2003a), di Amerika Serikat, rotasi kentang varietas tahan dan gandum (oats) selama 2 tahun dapat menekan populasi NSK menjadi sangat rendah. Di Rusia, rotasi kentang dengan gandum, rumput tahunan, varietas kentang tahan (Ariadna, Antinema, Specula), lupin, winter rye, barley dan clover selama 3-4 tahun dapat menekan populasi NSK sampai 98%. Di India, rotasi dengan kapri dan buncis selama 4 tahun dapat menekan populasi NSK sampai 80%. Di Maroko, rotasi dengan jagung selama 1 tahun; di Jepang dengan gandum (wheat), bit gula (sugar beet) dan Azuki (Phaseolus vulgaris) selama 1-2 tahun dapat menekan populasi NSK hingga hanya tinggal 3256%. 2. Pemupukan Berimbang Berdasarkan hasil penelitian Balitsa dan petugas lapang PHT dapat direkomendasikan patokan pemupukan berimbang pada tanaman kentang pada tanah Andosol sebagai berikut: pupuk organik 30 t/ha (2030 t/ha), urea 200 kg/ha (200-300 kg/ha), ZA 400 kg/ha (300-400 kg/ha), TSP 250 kg/ ha (250-300 kg/ha), dan KCl 300 kg/ha (200300 kg/ha). 3. Pencabutan Tanaman Sakit (Roguing) Program nasional Pengendalian Hama Terpadu memasukkan pencabutan tanaman sakit sebagai salah satu taktik PHT.
106
1986, persediaan nematisida bagi pertanian terbatas. Nematisida sistemik organo karbamat (aldikarb, oksamil, karbofuran) dan organofosfat (khususnya fenamifos) efektif mengendalikan NSK dan spesies dari genus Heterodera pada berbagai tanaman. Model kerja (mode of action) bahan aktif nematisida tersebut dalam menekan populasi nematoda adalah dengan mengubah perilaku nematoda (nematostatic), antara lain abnormalitas pergerakan tubuh dan stilet serta menghambat penetasan telur dan pergantian kulit larva. Sampai saat ini, belum tersedia data dan informasi tentang efektivitas nematisida terhadap NSK pada kentang di Indonesia. Oleh karena itu, perlu segera diteliti efektivitas nematisida yang direkomendasikan untuk Meloidogyne spp., seperti karbofuran 3G, etoprofos 10G, kadusafos 10G, terhadap NSK. NSK yang terdeteksi di Indonesia pada tahun 2003 sebelumnya termasuk dalam Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) kelas A1 (Puskara 2000), belum terdapat di Indonesia dan seharusnya dilarang keras masuk ke wilayah Indonesia. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa NSK ditemukan pada sebagian sentra produksi kentang di Indonesia (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2003; Hadisoeganda 2003a, 2003b, 2003c, 2006). Berdasarkan keadaan tersebut maka selain PNT perlu dilakukan pengendalian dengan peraturan (legislation measures), tidak hanya untuk NSK tetapi juga OPTK kelas A1 lainnya (Hadisoeganda dan Widjaja 1984, Puskara 2000; Hadisoeganda 2003a). Tindakan pengendalian dengan peraturan antara lain adalah: 1. Melarang atau membatasi izin impor benih dari negara yang telah terjangkiti (endemis) dengan ketentuan karantina yang ketat.
A. Wijaya W. H.
2. Mengimpor benih yang dilengkapi phytosanitary certificate, bebas dari kontaminasi bahan ikutan (tanah, bekas tumbuhan lain). 3. Melarang peredaran dan penanaman benih dari daerah terserang (endemis) ke daerah lain yang belum terjangkiti. 4. Keharusan melakukan perlakuan benih (seed treatment) di daerah serangan. 5. Menerapkan kawasan karantina bagi daerah yang sudah terjangkiti. 6. Menerapkan dengan konsekuen ketentuan UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Kepmentan No. 887 tahun 1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.
KESIMPULAN DAN SARAN Paradigma pembangunan pertanian di Indonesia perlu diserasikan dengan tantangan arus globalisasi yang makin deras dan nyata. Persaingan perdagangan produk pertanian yang makin ketat di antara negara produsen, menuntut ditingkatkannya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan produk pertanian yang berdaya saing tinggi. Hanya agribisnis yang menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menghasilkan produk pertanian yang ramah lingkungan yang pada gilirannya dapat mengakses pasar global. Upaya tersebut akan menghadapi banyak kendala, antara lain serangan OPT termasuk nematoda parasit tanaman. Peran nematoda dalam penurunan produktivitas tanaman bukan hanya sebagai single fighter, tetapi juga sebagai fasilitator yang meningkatkan kemampuan patogen lain dalam menginfeksi tanaman.
108
A. Wijaya W. H.
”It must be amusing to God who created the continuums in nature, to watch the people of science divide the continuum into arbitrary segments and then spend much of their time arguing about the position of the borders between the arbitrary segments.”
DAFTAR PUSTAKA Alam, M.M., M.A. Siddiqui, and A. Ahmad. 1990. Antagonistic plants. p. 41-50. In M.S. Jairajpuri, M.M. Alam, and I. Ahmad (Eds.). Nematodes Bio-Control (Aspects and Prospects). CBS Publishers and Distributors PVT Ltd, Delhi, India. CAB International. 2002. Crop Protection Compendium. Centre for Applied Bioscience International, UK. Chiarappa, L. 1969. Foreword. p. 18-19. In J.E. Peachey (Ed.). Nematodes of Tropical Crops. Tech. Commun. No. 40, Commonw. Bur. Helminthol., St. Albans, Hertz, England. Commonw. Agric. Bureaux. Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Nematoda Sista Kuning Globodera rostochiensis. Edisi Revisi. Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dan Japan International Cooperation Agency. 38 hlm. Hadisoeganda, A. dan W. Widjaja. 1984. Nematoda parasit kentang dan cara pengendaliannya. hlm. 151-163. Dalam A.A. Asandhi, S. Sastrosiswojo, Suhardi, Z. Abidin, dan Subhan (Ed.). Kentang (edisi kedua). Balai Penelitian Hortikultura Lembang, Jawa Barat. Hadisoeganda, A. 1990. Nematoda Bengkak Akar (Meloidogyne spesies) pada
Sayuran Dataran tinggi: Identifikasi, pencaran dan penelitian-penelitian untuk memperkuat konsepsi Pengendalian Nematoda Terpadu. Disertasi Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. 353 hlm. Hadisoeganda, A. 1991. Pencaran, identifikasi dan prevalensi nematoda bengkak akar di sentra daerah penanaman sayuran dataran tinggi di Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura XX (3): 62-71. Hadisoeganda, A. 1992. Efikasi nematisida dalam pengendalian nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.) di tanah Andosol I. Pengaruh aplikasi nematisida pada hasil tomat. Buletin Penelitian Hortikultura XXI (4): 92-101. Hadisoeganda, A. 1994a. Efikasi nematisida (Meloidogyne spp.) di tanah Andosol II. Pengaruh aplikasi nematisida pada kerapatan populasi larva nematoda di dalam tanah. Buletin Penelitian Hortikultura XXVI (3) : 131-139. Hadisoeganda, A. 1994b. Pengaruh kultivar tahan bakteri layu pada interaksi nematoda bengkak akar dan bakteri layu pada tomat. Buletin Penelitian Hortikultura XXVI (4): 82-90. Hadisoeganda, A. 1995. Interaksi kultivar tomat tahan cendawan layu Fusarium terhadap nematoda bengkak akar dan cendawan layu. J. Hort. 5 (3): 40-45. Hadisoeganda, A. 1998. Review hasil pemeriksaan komposisi spesies dan densitas nematoda parasit tumbuhan dari tahun 1972 sampai dengan 1997. Laporan Penelitian Nematoda Parasit Tumbuhan. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Hadisoeganda, A. 2003a. Pengendalian terpadu nematoda sista emas (golden cyst nematode, Globodera rostochiensis) pada tanaman kentang. Ma-
110
naman tomat. Buletin Penelitian Hortikultura VIII (2): 27-33. Widjaja, A. 1978a. Hubungan antara tingkat populasi awal dari Meloidogyne spp., dan kerugian produksi tomat. Buletin Penelitian Hortikultura VI (1): 21-36. Widjaja, A. 1978b. Pemberantasan nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.) pada tanaman kentang dengan Terracur P. 10G. Buletin Penelitian Hortikultura VI (2): 9-16. Widjaja, A. 1979. Percobaan pemberantasan Meloidogyne spp. (root-knot
A. Wijaya W. H.
nematodes, nematoda bengkak akar) pada tanaman kentang dengan Furadan 3G (carbofuran). Buletin Penelitian Hortikultura VII (4): 7-15. Widjaja, A. 1980. Hubungan antara jumlah populasi awal dari nematoda bengkak akar (root-knot nematodes) Meloidogyne spp., dan kerugian hasil kentang. Buletin Penelitian Hortikultura VI (2): 29-52. Woodham-Smith, C. 1962. The Great Hunger Ireland 1845-1849. Harper & Row, New York.