MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SELASA, 25 FEBRUARI 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden [Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1), ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Habiburokhman ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 25 Februari 2014, Pukul 14.39 – 15.15 WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Arief Hidayat 2) Muhammad Alim 3) Ahmad Fadlil Sumadi Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Habiburokhman
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.39 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kita mulai. Sidang dalam Perkara Nomor 13/PUU-XII/2014 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara persilakan untuk memperkenalkan diri.
2.
Pemohon yang hadir, saya
PEMOHON: HABIBUROKHMAN Assalamualaikum wr. wb. nama saya Habiburokhman, saya warga negara Indonesia yang merupakan Pemohon Prinsipal.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, agenda pertama dalam sidang yang pertama ini adalah menerima permohonan yang Saudara ajukan dan nanti Majelis Panel akan memberikan nasihat dalam rangka perbaikan permohonan yang sudah Saudara ajukan, ya. Majelis Panel sudah membaca permohonan Saudara, sehingga tidak perlu dibacakan seluruhnya. Pokok-pokok permohonan saja yang perlu disampaikan secara lisan untuk melengkapi apa yang sudah Anda sampaikan sebagai permohonan yang tertulis, yang sudah diregister Nomor 13/PUU-XII/2014. Saya persilakan Pemohon.
4.
PEMOHON: HABIBUROKHMAN Terima kasih, Yang Mulia. Sebelumnya saya ingin memastikan bahwa berkas yang ada pada Yang Mulia adalah sama dengan yang saya masukkan karena ada perbaikan. Jadi di berkas yang saat ini ada sama saya tulisannya adalah permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi dan seterusnya.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
6.
PEMOHON: HABIBUROKHMAN Ya, demikian. Mohon izin melanjutkan.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
8.
PEMOHON: HABIBUROKHMAN Intinya, Yang Mulia. Hari ini permohonan ini saya daftarkan karena memang ada persoalan yang saya anggap serius yaitu soal Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 yang menurut saya mengandung dua masalah besar. Dua masalah besar itu adalah yang pertama persoalan ketidaksinkronan yang terdapat pada diktum pertama dan … poin pertama dan poin kedua pada amar putusan. Di mana poin pertama menyatakan pemilu yang tidak … pasal-pasal yang menganut prinsip tidak serentak itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Sementara di poin yang kedua, amar putusan menyatakan keputusan ini baru berlaku pada pemilu 2019. Yang kedua adalah persoalan tidak turut dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dengan konstitusi dan tidak turut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal 9 yang diajukan uji materi oleh Pemohon. Padahal menurut kami pasal tersebut adalah pasal yang menganut prinsip pemilu tidak serentak. Banyak pihak yang menyatakan bahwa terhadap persoalan ini tidak bisa diajukan peninjauan kembali sebagaimana saya lakukan. Tetapi saya berpendapat lain, justru terhadap kasus seperti ini harus diajukan peninjauan kembali karena … saya me-refresh ke belakang tadi, mengapa pihak yang menyatakan tidak bisa diajukan peninjauan kembali tersebut menyarankan bahwa kita bisa mengajukan ulang pasal tersebut dengan isu konstitusional yang berbeda. Nah, kalau itu saya lakukan menurut saya itu tidak akan menyentuh esensi bahwa di dalam Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 tersebut ada dua persoalan yang menurut saya sangat serius. Jadi kalau ajukan ulang misalnya Pasal 9 belum dikabulkan atau pemilu serentak diajukan … apa namanya … permohonan ulang. Tidak akan menyentuh esensi bahwa dalam putusan tersebut ada permasalahan yang serius. Prinsipnya saya ingin mengajukan permohonan bahwa pemilu itu harus dilaksanakan secara serentak. Mungkin itu, Yang Mulia. Terima kasih.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, sekarang giliran untuk Majelis memberikan nasihat dalam rangka perbaikan permohonan ini sesuai dengan ketentuan UndangUndang MK. Tetapi nasihat ini sifatnya tidak mengikat, Anda boleh memperbaiki atau tidak memperbaiki permohonan, itu sifatnya tidak 2
mengikat. Tapi menjadi kewajiban Hakim untuk memberi nasihat Saudara karena Saudara diber waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan ini. Saya persilakan, Pak Alim. 10. ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Untuk Saudara tahu bahwa di Mahkamah Agung kalau PK itu harus hakim lain yang mengadilinya. Jadi, kalau panelnya … apa … majelisnya dulu tiga, a, b, c, tidak boleh a, b, c lagi yang mengadilinya, mesti yang lain. Nah, di sini kalau sudah … andai kata ini, menurut … kan Saudara meninjau kembali. Di sini lalu siapa yang mengadili? Yang mengadili dulu itu delapan orang misalnya begitu. Nah, ini persoalan yang pertama. Karena kalau di … di … ketentuannya itu di Mahkamah Agung misalnya, kalau PK itu tidak boleh diadili oleh Hakim Agung yang mengadilinya dahulu. Nah, di sini kalau ini PK, siapa yang mengadili nanti di sini? Wong sudah delapan saja itu yang mengadili dahulu. Nah, Hakim siapa lagi yang mau dikasih? Itu satu. Kedua, di mana Saudara melihat dasar hukumnya? Tolong Saudara uraikan, di mana dasar hukumnya Saudara melihat itu ada ketentuan PK di dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi? Di pasal berapa? Tolong Saudara tunjukkan. Kemudian, Saudara tahu bahwa waktu ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan tentang KPK, itu dianggap tidak cocok dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tapi demi kemanfaatannya dipergunakan, diberi waktu tiga tahun untuk melakukan perubahan oleh … oleh DPR. Bukan serta-merta lantas … celaka dia itu, tidak bisa bekerja itu KPK. Itu … itu … itu Saudara ingat juga itu. Jadi, di situ ada yang semacam waktu peralihan, waktu … tempo yang diberikan untuk menyelesaikan. Kemudian, barangkali Saudara juga harus ingat bahwa setiap undang-undang, biasa kalau ada undang-undang baru, itu ada peraturan peralihan. Kalau itu bisa, lantas ini tidak bisa. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga ada aturan peralihannya. Apa itu tidak bisa sama sekali? Ini … ini pandangan saja kepada … buat Saudara. Karena semua pasal yang diuji di dalam undang-undang … apa … Putusan Nomor 14 Tahun 2013 yang lalu itu, ini akan Saudara ulangi kembali karena Saudara kan mengajukan paninjauan kembali? Nah, tolong Saudara barangkali bisa mengelaborasi ke dalam perbaikan permohonan Saudara. Di mana sih dasar hukumnya PK yang ada di dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi? Kemudian, kalau di PK-nya boleh … andai kata boleh anu … Saudara tunjukkan, apa ya … Hakim siapa yang bisa mengadili? Wong tidak boleh diadili oleh Hakim yang sama. Nah, itu bagaimana? Seperti di Mahkamah Agung tidak diadili oleh hakim yang sama, mesti hakim yang lain. 3
Kemudian, apakah tidak boleh ada aturan peralihan? Terima kasih untuk sementara, Pak. 11. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Sebelum Yang Mulia Dr. Ahmad Fadlil, saya lebih dulu. Begini, tadi sudah disampaikan oleh Yang Mulia. Saudara mengajukan permohonan peninjauan kembali itu atas dasar penafsiran Anda terhadap Pasal 24C ayat (1) di dalam permohonan Anda. Pasal 24C ayat (1) itu menyatakan demikian, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan,” dan seterusnya sampai memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Tetapi dalam permohonan Saudara, itu hanya dipotong, kenapa kok mengajukan peninjauan kembali bisa? Itu karena Pasal 24C ayat (1) itu dipotong hanya pada frasa ini saja, pada tingkat pertama dan terakhir dapat juga diartikan sebagai peninjauan kembali, gitu. Nah, ini yang menjadi dasar Saudara. Tetapi kalau itu menurut kita ya, Majelis, atau saya, tidak bisa memotong frasa yang hanya demikian ini, sepotong. Kita harus mengartikan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, itu dipotongnya sampai final. Berarti kalau sudah final, apakah kemudian pertanyaannya, apakah bisa dijadikan dasar sebagai dasar hukum peninjauan kembali? Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, kalau ini bukan peninjauan kembali, tapi Saudara meminta permohonan baru untuk melakukan judicial review Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Kan ini sudah pernah diputus Mahkamah Konstitusi. Nah, supaya tidak nebis in idem, maka Saudara harus menguraikan bahwa permohonan Saudara tidak nebis in idem. Itu harus dijelaskan. Karena kalau kita lihat permohonan Saudara, pasal-pasal yang diujikan atau objek yang diajukan permohonan, itu semua objeknya sudah dibatalkan dan tidak … ada pertimbangan dari Mahkamah kenapa itu dibatalkan, kecuali Pasal 9. Berarti dari situ kita sudah sulit sekali untuk menyatakan apakah ini nebis in idem atau tidak? Tapi kalau Saudara bisa menyatakan atau memberikan keyakinan kepada Hakim bahwa itu tidak nebis in idem karena menurut … pernah ada putusan Mahkamah Konstitusi kalau batu ujinya berbeda itu juga bisa, bukan nebis in idem. Itu yang harus Anda pertimbangkan, ya. Kemudian yang berikutnya, berhubungan dengan statement yang apakah ini harus dipikirkan? Ada statement-statement yang begini, terdapat kejanggalan pada putusan Mahkamah Konstitusi. Kemudian ada lagi, terdapat kesalahan fatal pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/Tahun 2013. Ini coba Anda pikirkan kembali, apakah tepat 4
penggunaan kata-kata itu? Ini perlu Anda … atau Anda mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu yang memberlakukan pemilu serentak, tadi sudah disinggung Yang Mulia Muhammad Alim, pemberlakuan pemilu serentak pada tahun 2019 adalah kesalahan fatal. Tadi sudah dijelaskan bahwa kita memang sudah pernah memutus bahwa itu bertentangan dengan konstitusi tapi masih ada pemberian waktu jeda karena berhubungan dengan kemanfaatan. Coba, nanti di anu lagi, dipertimbangkan. Kemudian yang berikutnya yang berhubungan dengan … sebentar, isu permohonan Pemohon adalah permohonan agar pemilu serentak dilaksanakan pada pemilu 2014 dan pengujian tentang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Pilpres yang oleh Mahkamah masih dinyatakan konstitusional. Ya, kita pada waktu memutus Pengujian Undang-Undang Nomor 14/PUU-XI/2013 mengenai Pasal 9 undang-undang ini, kita mengatakan bahwa itu adalah open legal policy. Kita serahkan pada pembentuk undang-undang, apakah pembentuk undang-undang nanti masih memberlakukan presidential threshold atau tidak memberlakukan? Itu kita serahkan ke pembentuk undang-undang. Jadi dari situ sebetulnya kita bisa berpikir, presidential threshold apakah masih relevan atau tidak dengan pemilihan umum serentak? Ada pemikiran yang berkembang saya baca, bisa saja kalau pemilihan umum … pemilu serentak diberlakukan 2019, masih diberlakukan presidential threshold dengan mengatakan begini, partai politik yang bisa mengusulkan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2009 adalah partai politik yang memperoleh perolehan suara sekian, sekian, sekian pada pemilu 2014. Itu kan masih bisa. Ada pemilihan … ada presidential threshold, itu masih logis secara hukum. Nah, kayak begini, begini ini, maka oleh Mahkamah itu dikatakan bahwa ini open legal policy, boleh menentukan itu. Atau DPR membentuk undang-undang juga mengatakan begini, partai yang boleh mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu 2019 adalah partai politik peserta pemilu, bisa saja begitu. Partai-partai baru untuk bisa menjadi peserta pemilu itu kemudian diatur mekanisme bahwa untuk bisa lolos menjadi partai politik peserta pemilu itu ditentukan satu persyaratan teknis yang berat, sehingga tidak dengan begitu saja mudah partai itu bisa lolos menjadi peserta pemilu dan sekaligus bisa mengusulkan presiden dan calon presiden. Sehingga yang semacam itu, itu kalau kita anukan dalam teori-teori ilmu hukum, khsusunya hukum pemilu, itu berkaitan dengan presidential threshold, itu masih dimungkinkan. Jadi semacam ini perlu kita pikirkan bersama, sehingga Saudara bisa betul-betul memperbaiki ini dan yakin … diyakinkan apakah permohonan ini bisa diterima atau tidak? Ya, saya kira. Kemudian begini, di dalam … Saudara mengutip angka 8, pendapat saya. Bahwa Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat 5
menggulirkan wacana dimungkinkan peninjauan kembali atas putusanputusan MK yang diduga telah diintervensi suap. Nah, ini kaitannya begini, saya itu pada waktu itu mengatakan begini bahwa MK itu melakukan peninjauan terhadap putusannya itu mengalami suatu perkembangan yang bersifat progresif. Artinya begini, tapi tidak dalam kasus yang sama. Misalnya kasus sudah diputus, kemudian MK melakukan peninjauan kembali. Itu tidak begitu. Ada perkembangan yang berkembang dalam pemikiran Hakim di Mahkamah Konstitusi yang mengatakan begini, “Dulu itu yang mempunyai legal standing, dalam pemilukada misalnya, yang mempunyai legal standing adalah peserta atau calon bupati, wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota, atau gubernur. Itu pasangan calon. Tapi kemudian dalam perkembangannya, legal standing itu berkembang. Bakal pasangan calon yang dihalang-halangi hak konstitusionalnya untuk menjadi calon, itu kemudian diberikan legal standing. Tapi bukan perkara yang sudah diputus oleh MK. Pada perkara yang berikutnya, pemikiran Hakim Mahkamah Konstitusi berkembang ke arah yang memberikan legal standing yang lebih luas daripada putusan yang sebelumnya, begitu. Kemudian juga pada perkara yang tadi sudah saya sebutkan, Hakim Mahkamah Konstitusi bisa melihat kembali bahwa itu tidak nebis in idem. Karena apa? Dasar pengujian konstitusionalnya berbeda daripada yang sudah pernah diujikan. Itu adalah perkembangan-perkembangan pemikiran, bukan dalam arti peninjauan kembali seperti yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Karena itu memang tidak ada dasar hukumnya, begitu. Jadi, ini kita bisa melihat Pasal 60 ayat (1), “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.” Kemudian, ayat (2) nya, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan.” Jadi, ini masih dibuka kemungkinan. Dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian itu berbeda. Ini kita bisa lihat bahwa itu bukan nebis in idem. Jadi, ini coba nanti dipikirkan untuk supaya permohonan ini bisa menjadi lebih baik dan sempurna. Saya kira itu dari saya, cukup. Saya persilakan. 12. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Saudara Pemohon Habiburokhman, S.H., M.H. Saya sudah membaca permohonan Saudara dan sudah pula mendengar keterangan Saudara, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh kedua kolega saya, Hakim Konstitusi Yang Mulia Arief Hidayat dan Muhammad Alim. Saya ingin menegaskan kembali bahwa maksud sidang yang pertama ini adalah sidang pemeriksaan pendahuluan yang berdasarkan Pasal 39 itu karena putusannya itu nanti akan bersifat erga omnes, meskipun diajukan oleh Saudara tapi akan mengikat kepada seluruh 6
bangsa, maka Hakim diberi kewenangan untuk menasihati. Sekali lagi, kewenangan ini kemudian meningkat menjadi kewajiban Hakim untuk menasihati supaya permohonan ini menjadi jelas dan menjadi lengkap. Itu yang Saudara perlu pahami, yang pertama. Terkait dengan Saudara, Saudara punya hak untuk mendapat nasihat itu. Tapi oleh karena itu hak, sehingga Saudara bisa mempergunakan nasihat ini atau tidak. Yang pertama. Oleh karena itu, saya akan menunaikan kewajiban saya yang selanjutnya kayak iklan di televisi itu, “Terserah Anda.” Yang pertama, struktur permohonannya sudah benar, struktur permohonannya. Dimulai dari identitas, kemudian kewenangan, legal standing, pokok permohonan, dan petitum. Tapi di awal menjadi tidak sejalan dengan Pasal 24C karena … coba dibaca Saudara Pasal 24C itu, “Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.” Itu tadi sejauh frasa itu sudah dinasihatkan oleh Yang Mulia Hakim Arief, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, itu yang putusannya bersifat final itu Saudara tidak baca, tidak lanjutkan hingga penafsiran Saudara menjadi ya kalau bahasa Saudara ya menjadi janggal, gitu lho, Saudara. Tapi saya tidak ingin bilang begitu, tidak lengkap begitu kalau istilahnya di dalam permohonan ini. Kemudian yang kedua, apa yang diadili oleh Mahkamah itu pertama menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Satu. Yang kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Dua. Tiga, memutus pembubaran partai politik. Empat, memutus perselisihan hasil pemilu. Dan kelima, memutus pendapat DPR, ayat (2). Nah ini dari judul permohonan Saudara, itu tidak ada di situ. Saudara mohon peninjauan kembali di Pasal 24C ndak ada. Oleh karena itulah, maka nasihat saya terserah Saudara mau gunakan apa enggak, ini karena Saudara mohon itu peninjauan kembali, dan yang dimohon untuk ditinjau kembali itu untuk putusan Mahkamah tidak ada di situ, di Pasal 24C itu. Karena tidak … pengujian undang-undang, tidak. Sengketa kewenangan lembaga negara, tidak. Lalu, pembubaran partai politik, tidak. Sengketa hasil pemilu, tidak. Mengadili sengketa … pendapat DPR juga tidak. Nah, itu lalu Saudara mencoba untuk mengkonstruksi tapi dengan pasal yang dipotong tadi, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir. Andaikata pun tafsiran Saudara itu benar, tapi objek yang diuji adalah putusan, itu satu hal. Oleh karena itu, coba Saudara lihat kembali nanti. Itu sudah tidak ada di situ. Kalau pengujian konstitusionalitas itu yang dimohonkan, yang menjadi objeknya adalah undang-undang dalam pengertian formil karena … apa namanya … hieraki aturan perundang-undangan di Indonesia itu, pertama itu Undang-Undang Dasar, lalu yang kedua undang-undang. Ya ini yang diuji/perppu yang kemarin. Itu … itu supaya Saudara perhatikan. 7
Dari segi objek tidak ada, dari segi penafsiran terhadap Pasal 24C yang tidak lengkap tadi juga tidak ada, oleh karena itu Saudara perlu pertimbangkan kembali soal kewenangan itu. Yang kedua soal legal standing. Soal legal standing itu kan urutannya bahwa seseorang itu merasa atau mengalami kerugian konstitusional kalau dia punya hak konstitusional. Hak konstitusional di sini tidak ada karena Saudara langsung menyebutnya Pasal 51, lalu pajak, lalu pembangunan infrastruktur pelayanan publik, mana yang dikaitkan pada Saudara? Saudara berhak mendapat sebesar-besar manfaat dari jumlah pajak yang dibayarkan. Nah itu ketentuan konstitusional dari mana? Kira-kira saya menduganya Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (4). Ini tidak dielaborasi sehingga ibarat apa … jembatan itu hingga Saudara tahu-tahu sudah sampai di seberang sungai. Tapi tidak ada jembatannya. Nah itu, kemudian selanjutnya … tahu-tahu ada kesimpulan bahwa oleh karena itu jelaslah jika Pemohon adalah pihak yang memiliki kepentingan hukum dan kepentingan konstitusional. Di sini sebenarnya berdasarkan premis-premis yang ada harus sampai pada kesimpulan, Saudara punya hak untuk mengajukan permohonan ini. Itu simpulnya. Bukan Saudara punya kepentingan, ya? Ini supaya dipertimbangkan kembali, baca putusan-putusan Mahkamah. Jadi ada premis mayor yang mengenai norma dan putusan Mahkamah, misalnya yang mengandung norma yang memperkuat norma konstitusional. Lalu ada premis minor yang terkait dengan Saudara, mengenai permohonan Saudara. Lalu simpulnya, conclution-nya itu bahwa Saudara punya standing untuk mengajukan permohonan ini. Ini kesimpulannya saja tidak seperti itu, oke. Lalu pokok permohonan. Ini agak banyak memang, memerlukan kesabaran Saudara. Karena dari subjeknya ... dari objeknya sudah tidak ada di Pasal 24C, sehingga Saudara objeknya adalah putusan Mahkamah. Karena putusan Mahkamah lalu seandainya pun putusan Mahkamah itu Saudara konstruksikan sama dengan undang-undang, itu Saudara mestinya untuk dibatalkannya itu harus dengan menggunakan argumentasi konstitusional, argumentasi konstitusionalnya tidak ada. Dari poin 12 sampai 25, saya tidak menemukan argumentasi Saudara yang didasarkan pada soal-soal konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 atau berdasarkan teori, enggak ada. Oleh karena itu, lanjut kepada soal petitum. Petitumnya lalu menjadi kontroversi. Petitum pertama Saudara minta supaya ini dikabulkan, putusan Mahkamah dibatalkan, tapi putusan Mahkamah yang supaya dibatalkan yang dulu itu menyatakan bertentangan, supaya sekarang dinyatakan bertentangan lagi, untuk apa ditinjau kembali kalau yang sudah dinyatakan bertentangan harus dinyatakan kembali bertentangan?
8
Nah, itu, itu sajalah. Apa ... ya, ini terlepas dari Saudara punya hak untuk mempergunakan atau tidak mempergunakan, memperbaiki. Tapi nanti Ketua akan memberikan waktu, mempertimbangkan apakah nasihat ini dipergunakan atau tidak dipergunakan untuk memperbaiki. Whatever, saya terima kasih atas perhatian Saudara. 13. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Ada sesuatu yang akan disampaikan Pemohon? 14. PEMOHON: HABIBUROKHMAN Terima kasih, Yang Mulia. Pada prinsipnya saya sudah rekam semua nasihat-nasihat dari Yang Mulia bertiga, walaupun sebenarnya apa ... karena kita ber ... yang saya tangkap ya, kita berangkat dari keyakinan berbeda tentang masalah-masalah penting dalam gugatan ini, maka saya hanya akan mempertajam saja argumentasi-argumentasi saya yang sudah saya susun dalam permohonan ini. Kemudian selanjutnya, Yang Mulia. Karena hal paling urgent dalam permohonan ini justru di awal, disoal bisa atau tidak PK ini diperiksa di Mahkamah Konstitusi. Nah, makanya saya memohon ... bukan memohon, saya melempar kemungkinan, mungkinkah ada pemeriksaan ahli dahulu terkait permasalahan ini, terkait permasalahan ini, sebelum pemeriksaan ahli nanti soal pokok mengapa saya mengajukan PK. Jadi terkait apakah bisa PK di Mahkamah Konstitusi atau tidak? Itu yang mungkin bisa diperiksa lebih awal dari ahli yang lain. Karena itulah titik urgent ... titik urgent permohonan PK ini, Yang Mulia. Terima kasih. 15. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Jadi begini ... ya, apa yang sudah Saudara sampaikan sudah ditangkap dan di .. bisa di … apa namanya ... dimengeti oleh Hakim, atas dasar permohonan yang Saudara ajukan. Tetapi begini dari kesimpulan kita bertiga itu ... jadi begini, setelah membaca, mencermati, dan mempertimbangkan permohonan Anda ini, maka harus ada perbaikan supaya bisa meyakinkan Hakim. Perbaikannya meliputi aspek kewenangan Mahkamah, itu tadi yang pertama tadi ya, aspek kewenangannya. Bagaimana kalau mau dipertajam silakan saja. Kemudian aspek kedudukan hukumnya. Kemudian dipokok permohonan juga perlu diperbaiki dan yang terakhir di petitumnya, ini yang kecil saja misalnya di petitum awal itu. Berdasarkan seluruh uraian di atas, para Pemohon meminta. Para Pemohon, Pemohonnya itu berapa sih? Satu apa dua orang, atau banyak. Itu saja kayak kecil-kecil begitu nanti harus diperbaiki, ya. 9
Ya, saya kira itu tadi, tolong bisa dipertimbangkan dari aspek kewenangannya, tadi yang Anda permasalahkan. Terus, kemudian kalau begitu menyangkut … kemudian kedudukan hukum, pokok permohonan, dan petitumnya itu. Jadi, harus banyak yang Anda perbaiki. Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan perundangan, Saudara … atau Undang-Undang MK, Saudara diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonan ini dalam waktu 14 hari ya. Oh, masih ada tambahan dari Yang Mulia? Saya persilakan. 16. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Saudara Pemohon, mungkin perlu Saudara ingat ya Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang MK itu mengatakan begini, “Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan bukti dan keyakinan Hakim.” Jadi, dalam mengemukakan argumentasi kan harus merujuk kepada UndangUndang Dasar Tahun 1945. Karena itulah yang akan menjadi putusan kami nanti, Saudara maklum itu? 17. PEMOHON: HABIBUROKHMAN Oh, tentu maklum. 18. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ya, itu dia. Jadi, dalam mengemukakan kenapa bisa di PK, misalnya. Kenapa, ini, itu … harus merujuk kepada Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karena itu yang akan jadi pegangan. Terima kasih, Pak Ketua. 19. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Coba, ada tambahan dari … satu, saya juga. Kalau memang mau mengutip saya, ada makalah saya pada seminar itu, gitu. Kalau mass … yang di mass media kan belum tentu itu akurat, maka tolong dibaca saja makalah saya, ya. Itu diunduh bisa di itu, panitia seminar hukum progresif di Semarang, supaya akurat ya. Karena kalau yang dikutip itu dari mass media bisa saja mass media itu ada ya menambah, atau mengurangi, atau tidak lengkap itu bisa begitu. Tolong dibaca dimakalahnya saja kalau Anda mau jadikan apa … jadikan referensi, ya gitu. Ya, baik. Kalau begitu ini ada waktu 14 hari, tapi sebelum 14 hari Anda sudah memperbaiki bisa langsung diajukan ke Kepaniteraan untuk kita sidang yang kedua.
10
Saya kira itu, maka sidang pada sore hari ini saya nyatakan selesai, dengan ini ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.15 WIB Jakarta, 25 Februari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
11