MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, PIHAK TERKAIT, SERTA SAKSI PEMOHON (IV)
JAKARTA RABU, 22 OKTOBER 2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan [Pasal 2 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5.
Damian Agata Yuvens Rangga Sujud Widigda Varita Megawati Simarmata Anbar Jayadi Luthfi Sahputra
ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, Pihak Terkait, serta Saksi Pemohon (IV) Rabu, 22 Oktober 2014, Pukul 14.17 – 15.00 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Hamdan Zoelva Arief Hidayat Aswanto Anwar Usman Patrialis Akbar Maria Farida Indrati Wahiduddin Adams Muhammad Alim Ahmad Fadlil Sumadi
Achmad Edi Subiyanto
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara: 1. Rangga Sujud Widigda 2. Anbar Jayadi 3. Lutfi Saputra B. Saksi dari Pemohon: 1. Ahmad Nurcholish 2. Renaldy Bosito Martin C. Pemerintah: 1. Nasrudin 2. Budijono 3. Anang
(Kementerian Agama)
D. Pihak Terkait: 1. 2. 3. 4.
Noor Ansori Saiful Bakri Tubagus Heru Halim
(Muhammadiyah) (Muhammadiyah) (Muhammadiyah) (Muhammadiyah)
E. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. Ibnu Sina Candra Negara (Muhammadiyah) 2. Ali Akbar Tanjung (Tim Advokasi Kebhinekaan) 3. Uli Parulian Sihombing (Tim Advokasi Kebhinekaan)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.17 WIB 1.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 68/PUUXII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon kenalkan dulu siapa saja yang hadir?
2.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Saya sendiri Rangga Sujud Widigda adalah Pemohon II di dalam persidangan ini. Di samping kiri saya ada Anbar Jayadi sebagai Pemohon III, dan di samping kanan saya ada Lutfi Saputra sebagai Pemohon IV. Di sini kita menghadirkan dua saksi, Yang Mulia. Satu Saksi bernama Ahmad Nurcholish. Beliau adalah saksi sebagai pelaku, peneliti, konselor, dan fasilitator dari perkawinan beda agama dan di mana sebagai pelaku saksi. Bapak Ahmad Nurcholis akan menjelaskan mengenai bagaimana pengalamannya terkait dengan ketika melakukan perkawinan beda agama, dimana Beliau telah melakukan perkawinan secara agama baik agama Beliau dan agama pasangannya namun tetap mengalami kesulitan untuk mendaftarkan di kantor catatan sipil. Lalu sebagai peneliti, Beliau akan menjelaskan kenapa kantor catatan sipil mengalami perbedaan-perbedaan dalam penafsiran yang diakibatkan adanya penafsiran di agama itu sendiri. Lalu sebagai konselor dan fasilitator, Beliau telah secara konsisten menolong orang untuk melakukan perkawinan beda agama sejak tahun 2004. Lalu kedua ada saksi kita (…)
3.
KETUA: HAMDAN ZOELVA CV-nya sudah masuk belum?
4.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Sudah, Pak.
5.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sudah, oke.
1
6.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Lalu saksi kedua kami Renaldy Busito Martin. Beliau adalah pelaku perkawinan beda agama. Di sini kita sengaja mengambil dua yang … dua saksi memiliki sifat yang berbeda di mana Bapak Renaldy adalah seorang warga biasa yang melakukan perkawinan beda agama, dimana Beliau pada awalnya kesulitan untuk melakukan perkawinan beda agama di Jakarta, di sini. Namun mengalami kemudahan ketika pada akhirnya mencatatkan perkawinan ini di daerah lain yaitu Bali, dimana kami ingin menunjukkan bahwa ada disparitas dalam pencatatan perkawinan beda agama baik secara birokrasi dan biaya yang dialami oleh para pelaku perkawinan beda agama.
7.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke ya, nanti kita dengar keterangannya. Dari Pemerintah hadir?
8.
PEMERINTAH: NASRUDIN Pemerintah hadir dari Kementerian Hukum dan HAM dan dari Kementerian Agama.
9.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Dari Pihak Terkait Muhammadiyah, hadir ya?
10.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT MUHAMMADIYAH: IBNU SINA CANDRA NEGARA Dari Muhammadiyah hadir, Majelis. Ketua Majelis Hukum dan HAM Bapak Dr. Saiful Bakri, dan saya Ibnu Sina sebagai Sekretaris, dan (suara tidak terdengar jelas) Halim, dan lain sebagainya.
11.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik. Terima kasih. Tim Advokasi untuk Kebinekaan?
12.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT TIM ADVOKASI KEBHINEKAAN: ALI AKBAR TANJUNG Hadir, Yang Mulia.
2
13.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Hadir ya. Ya, ini Saksi mau disumpah dulu. Ini saya mau pastikan dulu ini Ahmad Nurcholis ini apakah akan memberikan keterangan sebagai saksi atau ahli? Itu beda itu. Kalau ahli … kalau sebagai saksi hanya menerangkan fakta apa yang Saudara tahu liat sendiri, kalau ahli itu boleh berpendapat. Kalau saksi tidak boleh berpendapat karena itu porsinya ahli. Ini akan disumpah sebagai saksi atau ahli? Kalau dilihat CV-nya ini bisa sebagai … sepertinya mau menerangkan sebagai ahli begitu. Siapa Ahmad Nurcholish atau Renaldy Bosito begitu.
14.
SAKSI DARI PEMOHON: AHMAD NURCHOLISH Ya. Terima kasih, Majelis Hakim. Ya, saya Ahmad Nurcholish sedianya memang diminta untuk menjadi saksi. Oleh karena itu, saya ingin bertanya kepada pengaju … Pemohon apakah sebagai saksi atau sebagai ahli?
15.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Di sini kami mengajukan Bapak Nurcholish sebagai saksi.
16.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Sebagai saksi, oke, cukup enggak apa-apa. Tapi nanti tidak boleh berpendapat hanya menerangkan saja apa yang pengalamannya kesaksiannya begitu yang dia lihat, dia rasakan sendiri begitu ya. Oke, silakan maju ke depan Ahmad Nurcholish dan Renaldy Bosito Martin. Ya, ke depan lagi sedikit. Ya, dua-duanya apakah beragama Islam? Ya, dua-duanya.
17.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaaniraahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya.”
18.
PARA SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaaniraahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya
3
19.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Terima kasih. Kembali ke tempat. Baik, kita akan dengarkan dulu keterangan dari Pihak Terkait. Saya persilakan dari Muhammadiyah. Silakan di podium.
20.
PIHAK TERKAIT MUHAMMADIYAH: SAIFUL BAKRI Bismillahirrahmaaniraahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera. Saya Dr. Saiful Bakri Ketua Majelis Hukum Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menyampaikan keterangan resmi dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang ditandatangani oleh Prof. Din Syamsuddin. Keterangan … perihal keterangan PP Muhammadiyah sebagai Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 68 Tahun 2014 perihal pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa sehubungan dengan diujikannya Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, melalui Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014, maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan keterangannya sebagai Pihak Terkait dalam perkara a quo sebagai berikut. Satu. Bahwa telah dinyatakan melalui keputusan Muktamar Tarjih ke 22 tahun 1989 di Malang Jawa Timur, kesimpulannya para ulama sepakat bahwa seorang wanita muslimah haram menikah dengan selain laki-laki muslim. Ulama juga sepakat bahwa laki-laki muslim haram menikah dengan wanita musyrikah seperti Budha, Hindu, Khong Hu Cu, dan lainnya. Sebagaimana dinyatakan melalui Surat Al Baqarah 221, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu, dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman, sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu, mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya, dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya, perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” Dua. Bahwa yang kemudian diperselisihkan para ulama ialah bolehkah laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, Katolik atau Protestan? Ada yang mengatakan boleh dengan bersandarkan kepada firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 5. Adapula yang mengatakan tidak boleh, namun demikian Muhammadiyah telah mentarjihkan atau menguatkan pendapat yang mengatakan, “Tidak boleh dengan beberapa alasan antara lain. 4
a. Ahlul kitab yang ada sekarang tidak sama dengan ahlul kitab yang ada pada waktu jaman Nabi Muhammad, S.A.W., semua ahlul kitab jaman sekarang sudah jelas-jelas musyrik atau menyekutukan Allah dengan mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah menurut Yahudi dan Isa itu anak Allah menurut Nasrani. b. Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan utama dilaksanakannya perkawinan. c. Insya Allah umat Islam tidak kekurangan wanita muslimah, bahkan realitasnya jumlah kaum wanita muslimah lebih banyak dari kaum laki-lakinya. d. Selain upaya sad azariah atau mencegah kerusakan untuk menjaga keimanan calon suami, istri, dan anak-anak yang akan dilahirkan, bahkan sekalipun seorang laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahlul kitab. Menurut sebagian ulama, sebagaimana kami katakan. Namun dalam kasus yang Saudara sebutkan di atas, kami tetap tidak menganjurkan perkawinan tersebut karena syarat wanita ahlul kitab yang disebut dalam Surat Al Maidah ayat 5 yang dijadikan oleh mereka yang membolehkan perkawinan tersebut tidak terpenuhi, yaitu syarat Al Ikhsan, yang artinya wanita ahlul kitab tersebut haruslah wanita baik-baik yang menjaga kehormatan, bukan pezina, hal ini semua termaktub dalam Surat Al Maidah ayat 5 dengan bunyi sebagai berikut, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanan, orang-orang yang diberi Alkitab itu halal bagimu dan makanan kamu halal pula bagi mereka, dan dihalalkan mengawini wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Alkitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak pula menjadikannya gundikgundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman, tidak menerima hukum-hukum Islam, maka hapuslah amalannya, dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang yang merugi.” Tiga. Bahwa terkait dengan pengujian undang-undang a quo terkait dengan Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Ini artinya hukum positif kita tidak mewadahi dan tidak mengakui perkawinan beda agama, meskipun pengantin laki-laki beragama Islam. Oleh karena itu, perkawinan tersebut tidak bisa dilakukan dan didaftarkan secara Islam, yaitu di Kantor Urusan Agama dan yang dapat dilakukan hanyalah mencatatkan perkawinan tersebut di catatan sipil, sebagaimana pendudukn nonmuslim lainnya. Mencatatkan perkawinan mereka di sana bahwa norma a quo tidak mencerminkan adanya pelanggaran hak asasi manusia dan/atau hak konstitusional warga negara sebagaimana didalilkan oleh Pemohon 5
karena menurut Islam berkenaan dengan Syarat tersebut, merupakan syarat yang merupakan hak Allah, sehingga permasalahan syarat seagama dalam perkawinan menurut Islam adalah sebagaimana yang ditentukan dan dijelaskan sebelumnya, apabila perkawinan tidak berdasarkan agama dan kepercayaannya itu maka hal tersebut bertentangan dengan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan seterusnya.” Berdasarkan hal-hal sebagaimana disebutkan di atas, maka dengan ini dimohonkan kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk menolak permohonan pengujian undang-undang a quo berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan di atas. Atas kesempatan untuk menerangkan diucapkan terima kasih, wassalammualaikum wr.wb. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Din Syamsuddin. Kami juga menyampaikan himpunan putusan tarjih sebagai bukti dan sudah kami serahkan ke Panitera. Terima kasih. Assalammualaikum wr. wb. 21.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih, silakan kembali ke tempat. Selanjutnya saya persilakan dari Tim Advokasi Kebhinekaan. Ya, silakan di podium.
22.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT ADVOKASI KEHBHINEKAAN: ULI PARULIAN SIHOMBING Assalammualaikum wr.wb. Salam sejahtera, selamat sore bagi kita semua. Yang Mulia, pertama-tama kami ingin memperkenalkan Tim Advokasi untuk Kebhinekaan ini. Nama saya Uli Parulian Sihombing, saya didampingin oleh Ali Akbar Tanjung. Saya sebagai … kami sebagai Kuasa Hukum dari Para Pihak Terkait yang terdiri dari perkumpulan Human Right Working Group, kemudian Yayasan Konvensi Indonesia untuk Agama dan Perdamaian atau Indonesian Conference for Peace and Religion, kemudian Indonesia Legal Resource Centre. Yang Mulia, perkenankanlah kami untuk menjelaskan tentang legal standing atau kedudukan hukum dari Para Pihak Terkait. Para Pihak Terkait adalah organisasi masyarakat sipil yang concern terhadap permasalahan hak asasi manusia, toleransi, dan juga perdamaian. Perkawinan beda agama merupakan bagian dari hak asasi manusia, sehingga Para Pemohon … Para Pihak Terkait sangat concern terhadap permasalahan perbedaan agama … permasalahan perkawinan agama, maaf. Kemudian, Yang Mulia, kami ingin menjelaskan juga tentang batu uji dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 6
1974 bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 secara keseluruhan tidak mengatur perkawinan antar agama dan hal ini menimbulkan kekosongan hukum sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum untuk perkawinan antar agama, sedangkan di sisi lain pada kenyataannya terdapat warga negara yang menjalin hubungan dan membentuk keluarga dengan warga negara yang berbeda agama yang berbeda agama atau keyakinan. Bahwa akibat tidak adanya pengaturan perkawinan antaragama tersebut menimbulkan penafsiran Pasal 2 ayat (1) yang berbeda dan mengakibatkan sebagai berikut. A. Ada Kantor Catatan Sipil atau KCS yang tidak mau melaksanakan atau mencatat perkawinan antar penganut agama yang berbeda karena berpendapat akan melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dan karena itu menolak permohonan pihak-pihak yang ingin melangsungkan perkawinan mereka di KCS. B. Ada KCS yang masih melangsungkan atau mencatat perkawinan antar agama berdasarkan Pasal 1 (menggunakan bahasa Belanda) atau KHR, Staatsblad 1898 Nomor 158 yang belum secara tegas dicabut. C. Ada KCS yang baru mau melangsungkan perkawinan atau mencatat perkawinan antar agama setelah pihak yang bersangkutan dengan akta notaris menundukkan diri secara sukarela kepada hukum yang diberlakukan untuk perkawinan Kristen. Bahwa kekosongan hukum dan ketidakpastian hukum tersebut disadari oleh ketua Mahkamah Agung dengan mengirimkan surat Ketua MA RI Nomor KMA/72/4/1981 tentang Perkawinan Campuran yang ditujukan kepada Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pada pokoknya surat tersebut ditujukkan untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi adanya perkawinan dilakukan secara liar dan atau diam-diam, serta menjamin adanya kepastian hukum maka diharapkan. A. Saudara Menteri Agama beserta seluruh jajarannya yang ada di dalam naungannya untuk memberikan bantuan demi kelancaran pelaksaan perkawinan campuran yang dimaksud. B. Saudara Menteri Dalam Negeri untuk mengusahakan agar para gubernur, kepala daerah tingkat I, bupati atau walikota madya, kepala daerah tingkat II, pegawai pada kantor catatan sipil sebagai instansi yang berwenang menyelenggarakan perkawinan campuran termasuk antarpenganut kepercayaan yang ditentukan oleh UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai bukti P dari Pihak Pemohon … Pihak Terkait. Bahwa selanjutnya, MA dalam putusannya Nomor 1400K-PDT 1986 kembali menyatakan dan menegaskan bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur 7
perkawinan antaragama sehingga terdapat kekosongan hukum. Akibat kekosongan hukum tersebut mengakibatkan penyelundupan penutupan nilai-nilai sosial, agama, maupun hukum-hukum positif (bukti PT-3). Bahwa menurut putusan MA a quo, permohonan kasasi di dalam kasus tersebut, yakni Andy Voni Gani P., bermaksud melangsungkan perkawinan antaragama di Kantor Catatan Sipil (KCS) dengan adegan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan, akan tetapi KCS menolaknya dengan alasan tidak ada dasar hukumnya. Melalui putusan Mahkamah Agung tersebut, Mahkamah Agung memerintahkan KCS untuk memasukkan pernikahan dan mencatat perkawinan dari Pemohon dan calon pasangannya karena di masa depan akan banyak permasalahan hukum terkait perkawinan antar agama. Bahwa kekosongan hukum dan ketidakpastian hukum tersebut walaupun telah diisi oleh putusan Mahkamah Agung, tetap menyebabkan perkawinan antaragama tidak ada kepastian hukumnya. Bahwa selanjutnya, Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang pada intinya menyatakan, “Penetapan pengadilan dapat dijadikan dasar untuk pencatatan dan pengesahan perkawinan jika akta perkawinan tidak ada.” Bukti PT-4. Ini berarti perkawinan antaragama dapat disahkan melalui penetapan pengadilan dan KCS tidak boleh menolak pencatatan perkawinan antaragama tersebut. Sementara Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur perkawinan beda agama tersebut, sehingga sampai saat ini tidak ada kepastian hukum mengenai perkawinan beda agama. Dua. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bertentangan dengan hak untuk membentuk keluarga. Pasal 28B ayat (1) UndangUndang Dasar Tahun 1945 menegaskan, “Setiap orang berhak memebentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Jaminan hak tersebut mencakup pula segala hak yang terkait dengan permasalahan turunan yang menjadi (suara tidak terdengar jelas) terwujudnya sebuah keluarga seperti aspek administrasi pencatatan dan legalitas dari setiap perkawinan. Bahwa sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UndangUndang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjelaskan perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasangan ini menyerahkan sepenuhnya perkawinan pada para calon suami dan istri, sehingga dalam konteks perkawinan beda agama, negara hanya berkewajiban menjamin kedua belah pihak mendapatkan legalitasnya secara hukum atau tercatatkan secara resmi sebagai perkawinan-perkawinan yang lainnya.
8
Bahwa melalui Undang-Undang 11 Tahun 2005 dan UndangUndang 12 Tahun 2012 … Indonesia telah meratifikasi konvensi hak ekonomi, sosial, dan budaya, dan juga konvensi hak sipil dan politik. Kedua konvensi tersebut secara jelas menyebutkan, “Negara harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin terpenuhinya hak berkeluarga termasuk pula jaminan atas hak-hak anak.” Pada praktiknya, ketidakpastian hukum perkawinan beda agama menyebabkan tidak dapat dicatat di KCS, maupun di kantor urusan agama yang justru menimbulkan akibat buruk terhadap anak. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi menetapkan. 1. Pecatatan perkawinan bukanlah merupakan faktor yang menentukan sahnya perkawinan. 2. Pencatatan merupakan kewajiban administratif yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Putusan tersebut pada dasarnya menegaskan tentang pentingnya pencatatan perkawinan bagi siapapun termasuk pasangan nikah antaragama dengan tujuan memberikan kepastian hukum bagi status perkawinan dan segala akibat hukum yang muncul dari perkawinan tersebut, termasuk anak. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 juga menegaskan pentingnya pencatatan perkawinan dalam fungsi negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang diatur, dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pencatatan ini menjadi bukti yang kuat menjamin hak-hak setiap orang di dalam perkawinan, termasuk pula seluruh akibat hukum yang muncul dari perkawinan tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, Yang Mulia, kami memohon kepada Majelis Yang Mulia agar mengabulkan uji materiil terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diajukan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Taun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tiga, menyatakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak mempunyai kekuatan hukum. Atau kami mohon Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya. Jakarta, 8 Oktober 2014. Kuasa Hukum Pemohon, Uli Parulian Sihombing dan Ali Akbar Tanjung. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 9
23.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Waalaikumsalam wr. wb. Baik, terima kasih. Saya mau konfirmasi kepada Pihak Terkait ini, apakah betul cara mengajukan bukti P-1 sampai dengan P-4, ya? P-1, ya anggaran dasar, P-1a, P-1b, P-1c. Tiga … tiga apa (…)
24.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT ADVOKASI KEBHINEKAAN: ULI PARULIAN SIHOMBING Ya, betul.
25.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, tiga perkumpulan. P-2, surat Ketua Mahkamah Agung. P-3, Putusan Mahakmah Agung Nomor 1.400, kasasi. P-4, Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
26.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT ADVOKASI KEBHINEKAAN: ULI PARULIAN SIHOMBING Ya, betul.
27.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, disahkan. KETUK PALU 1X Baik, selanjutnya saya persilakan Saksi Pemohon atas nama Ahmad Nurcholis, ya.
28.
SAKSI DARI PEMOHON: AHMAD NURCHOLISH Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim Yang Mulia (…)
29.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ke podium, boleh di podium saja.
30.
SAKSI DARI PEMOHON: AHMAD NURCHOLISH Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. Salam sejahtera bagi kita semuanya. Majelis Hakim Yang Mulia, saya Ahmad Nurcholish sebagai Saksi dari Pemohon akan menjelaskan atau menyampaikan beberapa hal 10
berikut. Pertama, saya adalah salah satu pelaku pernikahan beda agama. Saya menikah 8 Juni 2003 dan pada saat … kami menikah dengan 2 cara, secara Islam di Paramadina pada saat itu. Lalu kemudian juga menikah secara Konghucu atau disebut sebagai perestuan di Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu). Nah, setelah menikah tentu saya harus mencatatkan perkawinan tersebut, saya langsung ke catatan sipil. Kenapa tidak di KUA? Karena info yang saya terima sebelumnya pada saat itu KUA tidak akan bisa menerima pasangan beda agama. Oleh karena itu, kemudian saya ke kantor catatan sipil untuk mencatatkan perkawinan saya, tetapi di sana dipersoalkan oleh petugas catatan sipil di Jakarta Pusat dengan 2 hal. Pertama adalah soal Konghucu, Konghucu kata petugas yang menerima saya pada saat itu, “Bukan agama yang diakui di Indonesia.” Lalu kemudian, saya memaparkan bahwa sebelumnya Presiden Gus Dur sudah menandaskan bahwa Konghucu adalah agama yang memiliki hak untuk hidup di Indonesia. Tetapi kata oleh petugas catatan sipil kami tidak memiliki semacam juklak atau juknis secara tertulis di catatan sipil bahwa Konghucu itu adalah agama. Nah kemudian, saya disarankan oleh salah satu Anggota Komisioner Komnas HAM, Bapak Dr. Chandra Setiawan yang pada saat itu juga kolega saya di lembaga kami untuk ke pengadilan negeri. Nah, lalu saya ke pengadilan negeri untuk apa … jalan keluar seperti apa yang kira-kira bisa kami tempuh? Nah, pertama adalah kami diminta untuk mengikuti sidang untuk membuktikan bahwa Konghucu itu adalah agama atau bukan. Baru yang kedua adalah soal perbedaan agamanya. Nah, untuk yang pertama saya tidak melakukan hal itu karena menurut saya pengakuan soal agama bukan domain negara. Jadi, biar itu menjadi kewenangan dari penganut masing-masing. Lalu seiring berjalannya waktu sampai 1 tahun kemudian pada saat anak pertama saya akan lahir, saya belum apa … mendapatkan akta nikah. Nah, pada saat beberapa minggu menjelang kelahiran itulah kemudian saya mengurus kembali akta perkawinan itu, tetapi tetap tidak bisa. Lalu kemudian, petugas capil menyarankan agar saya mengurus surat nikah secara Buddha karena KTP istri saya tertulis Buddha. Pada saat itu juga belum bisa menuliskan Konghucu sebagai identitas agamanya. Nah, lalu kemudian pada akhirnya karena saya tidak banyak pilihan, saya harus mempertimbangkan anak pertama saya yang akan segera lahir, maka saya pada saat itu mengikuti saran yang diberikan oleh petugas catatan sipil, lalu dibantu juga oleh mereka, kami diuruskan surat nikah Buddha. Lalu dari situlah kemudian bisa dicatat pernikahan kami berdasarkan surat nikah Buddha tersebut, begitu. Nah, artinya adalah bahwa yang saya rasakan meskipun secara agama kami telah disahkan bahkan dengan 2 cara, negara tidak bisa
11
mencatat perkawinan kami. Nah, menurut saya itu adalah bentuk apa … diskriminasi terhadap hak-hak saya sebagai warga negara, begitu. Lalu kemudian yang kedua, setelah menikah kemudian banyak di antara teman-teman yang mereka memiliki hal yang sama dengan saya, itu menghubungi saya bagaimana akhirnya bisa menikah. Nah, itulah yang kemudian saya melihat fakta bahwa di lapangan itu sebetulnya banyak sekali warga negara Indonesia yang ingin menikah tapi tanpa harus meninggalkan keyakinan mereka. Nah, oleh karena saya juga memiliki pengalaman, pada tahun 2005 saya juga diminta oleh Komnas HAM untuk melakukan riset mengenai pernikahan beda agama, maka ada 2 hal penting sebetulnya yang buat saya itu pengetahuan yang luar biasa. Ada 2 hal penting, pertama adalah soal aspek keagamaan dan yang kedua adalah aspek kebijakan atau konstitusi. Pada aspek pertama dalam hal keagamaan betul bahwa secara umum para agamawan melarang atau paling tidak, tidak merekomendasikan untuk menikah beda agama. Tetapi di dalam sejumlah … di komunitas agama itu selalu ada para agamawan atau para rohaniwan yang juga memiliki pemahaman yang membolehkan, baik itu di Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, dan juga penghayat kepercayaan. Hasil penelitian itu sudah diterbitkan 2 kali oleh Komnas HAM, jika diizinkan nanti saya akan memberikan buku-buku itu kepada Majelis Hakim. Nah, lalu, temuan yang kedua adalah bahwa secara konstitusi, betul sebagaimana yang tadi disampaikan oleh Pihak Terkait bahwa memang ada kekosongan hukum di dalam persoalan pernikahan beda agama. Tetapi yang menarik adalah ada beberapa kantor catatan sipil yang mau menerima pasangan beda agama sepanjang mereka mendapatkan pengesahan dari agamawan. Hanya memang yang dilihat adalah pengesahan secara agama, secara non-Islam, bukan yang Islam. Misalnya kalau ada pasangan Islam dan Kristen, maka yang diambil atau yang diterima adalah pengesahan pernikahan secara Kristen. Alasannya adalah bahwa kantor catatan sipil domainnya adalah mencatat pernikahan yang dilakukan di luar secara Islam, kalau yang secara Islam adalah ke KUA. Nah, inilah yang kemudian dilakukan atau dipraktikan oleh beberapa orang, sekian banyak orang yang mereka menikah tetapi memiliki latar belakang keyakinan yang berbeda. Lalu yang terakhir yang ingin saya sampaikan, kenapa kemudian … sehingga dari sini saya memahami ada perbedaan penafsiran atas undang-undang, terutama adalah Pasal 2 ayat (1) tersebut. Jadi, ada sebagian kantor catatan sipil yang sepanjang pasangan beda agama itu memiliki pengesahan secara agama, maka mereka bisa mencatat. Tetapi ada juga beberapa kantor catatan sipil yang enggan untuk mencatat pasangan beda agama. Misalnya, kalau saya mengajukan argumen dengan menggunakan dasar Putusan MA Nomor 1.400 Tahun 1986-1989 itu, mereka mengatakan bahwa itu adalah kasuistik. Tetapi pada saat 12
kami melakukan riset itu, salah satu hakim yang ikut memutuskan putusan itu sepanjang tidak ada undang-undang yang menganulir, maka putusan MA itu menjadi jurisprudensi hukum. Nah, itulah yang juga menjadi pegangan beberapa kantor catatan sipil yang mau menerima pasangan beda agama. Oleh karena itu, Majelis Hakim Yang Mulia, saya tentu mendukung apa yang dilakukan oleh teman-teman Pemohon bahwa kita mesti ada ketentuan hukum yang pasti, sehingga calon pasangan beda agama itu tidak (…) 31.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Kalau itu pandangan Saudara.
32.
SAKSI DARI PEMOHON: AHMAD NURCHOLISH Oke, ya.
33.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Dibatasi dalam anu saja … dalam apa … kesaksian.
34.
SAKSI DARI PEMOHON: AHMAD NURCHOLISH Ya, saya kira fakta lain yang ingin saya sampaikan adalah sebagai konselor dan fasilitator selama ini kami telah menerima calon pasangan beda agama itu banyak sekali. Hampir setiap hari di kantor kami atau mereka yang konsultasi via email itu juga banyak, hampir setiap hari hampir ada. Dan yang telah berhasil kami bantu untuk akhirnya bisa menikah baik secara agama maupun secara agama, sampai Sabtu kemarin itu ada 573 pasangan. Nah, artinya adalah bahwa pernikahan beda agama bukan fenomena atau fakta yang hanya dilakukan oleh segelintir orang saja, tetapi banyak yang melakukan hal itu. Saya yakin jika konstitusi kita mengatur dengan aturan yang lebih jelas, maka saya yakin bahwa pernikahan beda agama pasti akan lebih banyak lagi yang melakukan, gitu. Saya kira itu yang saya sampaikan, Hakim Yang Mulia. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb.
35.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih. Ya, silakan kembali dulu ke tempat!. Ya, selanjutnya saya persilakan Saksi yang kedua, Renaldy Bosito Martin, ya. 13
36.
SAKSI DARI PEMOHON: RENALDY BOSITO MARTIN Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, Hakim Yang Mulia. Seperti yang tertulis di keterangan bahwa saya beragama Islam dan istri saya beragama Katolik. Kami sebelumnya sudah … masingmasing sudah pernah menikah dan kemudian bercerai. Kemudian kami ingin melanjutkan hubungan kami berdua ke tingkat pernikahan yang berikutnya. Dan pada tanggal 10 Juli 2010, saya bisa menemukan seorang kawan yang mau menikahkan kami secara Islam sesuai dengan tata cara Islam dengan saksi dan lain-lain. Setelah kami melakukan pernikahan secara Islam itu, saya bertanya kepada kawan saya yang menjadi penghulu itu, “Apakah ada yang bisa membantu jika saya ingin membuat pernikahan kami tercatat secara resmi?” Kemudian kawan saya itu memberitahukan informasi tentang seorang pendeta di Bekasi yang kemudian kami coba untuk hubungi dan kami berdiskusi. Pada saat itu pendeta tersebut berkata ke kami bahwa beliau dapat membantu kami dan dia menyebutkan beberapa syarat, dan beberapa administrasi yang nanti dia akan bantu, dan biaya yang di … yang kami perlu berdua bayar. Ada dua hal di situ, itu kejadiannya dua hari setelah kami menikah secara Islam. Ada dua hal di situ yang membuat masing-masing dari saya dan istri keberatan secara personal. Satu, persyaratan yang kami sendiri harus penuhi itu adalah di situwaktu itu ada izin dari orang tua, RT, RW, dan setingkat di atasnya itu. Dia berjanji akan mengurus apa yang diperlukan oleh Catatan Sipil Bekasi. Untuk istri saya sendiri dia bilang, dia mempertanyakan itu karena pada saat dia menikah pertama kali secara Katolik, dia tidak diperlukan izin orang tua bahkan pada saat itu untuk Gereja Katoliknya. Untuk saya pribadi, saya tahu seingat saya, saya tidak perlu izin orang tua juga. Ini bagi saya waktu itu masalah prinsip menyampaikan satu ini. Dan yang kedua, walaupun biaya yang dia utarakan cukup mahal untuk kami berdua, dia bilang, “Tapi tolong nanti hasil sertifikat catatan sipilnya jangan ditunjukkan ke orang.” Kami langsung mempertanyakan dalam hati tidak boleh ditunjukkan itu kenapa? Gitu. Katanya salah satu alasannya akan bisa menimbulkan keributan. Akhirnya setelah itu saya sama istri saya sepakat untuk tidak usah dipaksakan dulu berjalan apa adanya saja kalau nanti ada jalan ... karena kami pikir catatan sipil itu hanya kami perlukan salah satunya jika kami nanti mempunyai anak untuk catatan negara, tapi tidak tahu kenapa tanggal 15 isteri saya sedang berkomunikasi sama kawannya di Bali untuk masalah suatu event kerjaan, temannya itu bilang, selain kasih selamat mereka bilang, “Kenapa tidak nikah di Bali saja?” Saya bilang “Tapi persyaratannya seperti ini, ini, kita sudah mencoba, kalau di KUA kami sudah tahu itu tidak bisa dicatatkan.” 14
Terus dia bilang “Kalau di Bali itu enggak ada persyaratan apapun dari catatan sipil bahkan tidak ada biaya tambahan.” Yang diminta cuma kami membuktikan ada surat cerai dan yang kedua kami disuruh membuat surat, hanya secarik surat, yang berisikan tulis tangan bahwa kami saling mencintai, suka sama suka, dan tidak ada paksaan sama sekali dalam pernikahan ini, dan judul suratnya itu juga suka sama suka … pernyataan suka sama suka. Jadi katanya untuk di Bali catatan sipilnya hanya membutuhkan surat itu untuk menikah beda agama. Terus kami bilang, “Kami sebenarnya punya ide romatis ingin menikah di persawahan, di Ubud.” “Oh, bisa, gampang.” “Mahal enggak biayanya?” “Tidak, tidak dipungut biaya sama sekali, kasih ongkos dari Denpasar.” Karena catatan sipilnya Catatan Sipil Denpansar dan dia harus pergi ke Ubud. Jadi begitu kami menjalani pernikahan dan itu secara Protestan yang di Bali itu dan pendetanya sendiri juga tidak mensyaratkan apapun. Setelah kami menjalaninya dengan sangat sederhana, tidak berbelit, dan kami sendiri yang memberikan uang transport memang saya bertanya kemudian kawan-kawan saya yang di Bali, “Kenapa begitu mudah?” “Oh, kalau di Bali itu karena culture Hindu tidak boleh sama sekali menghalangi orang ingin menikah atau ingin bercerai,” katanya, “Jadi kantor dinas kependudukan itu tidak akan memberikan persyaratan tambahan yang mempersulit orang untuk menikah beda agama, dan itu yang terjadi.” Setelah tanggal 3 Agustus itu kami resmi dicatatkan secara catatan sipil. Mungkin pengalaman pribadi saya adalah pada saat anak saya lahir, kemudian kami sepakat untuk mendaftarkan di kelurahan untuk buat kartu keluarga. Di kelurahan itu yang pergi saya sendiri, kami memang akhirnya harus memilih anak kami didaftarkan sebagai apa, walaupun saya sama isteri itu beda agama, tapi kami punya keyakinan sama tentang Tuhan, sebenarnya sebelumnya kita sudah sepakat minta dikosongkan. Kemudian pas di kelurahan dia bilang kalau ... saya bilang, “Dikosongkan.” Dia bilang “Tidak boleh, harus ada tertulis.” Saya bilang, “Kepercayaan.” Karena kami ingin anak saya itu memilih nanti saat dia besar. “Tidak boleh, tidak boleh kepercayaan harus agama.” Saya bilang, “Ya, sudah masukin Budha saja.” “Tidak boleh, harus memilih agama dari orang tuanya yang tertulis.” Akhirnya karena pengalaman pribadi saya sebagai … justru aktifis masjid dan lain-lain, di situ saya memilih masukkan sebagai Katolik karena saya berharap dengan dia nanti menyadari bahwa dia masuk dalam satu kelompok minoritas mudah-mudahan dia justru lebih 15
bisa melihat introspeksi ke dalam dirinya, dimana kalau saya jujur kadang-kadang terlahir sebagai mayoritas itu agak terkadang itu lupa bahwa minoritas itu juga punya perasaan untuk saya pribadi. Jadi itu, Yang Mulia, pengalaman singkat saya menjalani pernikahan beda agama. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 37.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Saudara Pemohon apakah ada pertanyaan untuk Saksi? Atau cukup?
38.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Cukup, Yang Mulia.
39.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Untuk Pemerintah ada pertanyaan? Pihak Terkait ada pertanyaan? Cukup. Dari Hakim? Cukup. Baik, dengan demikian sidang hari ini kita sudah mendengarkan keterangan dari dua Pihak Terkait dari Muhammadiyah, dan dari Advokasi Kebhinekaan, dan dua Saksi dari Pemohon. Untuk sidang selanjutnya Mahkamah akan mengundang juga untuk mendengar keterangan dari MUI yang seharusnya hari ini, tapi tidak bisa hadir. Kemudian Nahdlatul Ulama, kemudian PGI, KWI, Walubi, Parisada Hindu, dan Khonghucu Matakin, untuk didengar juga keterangannya terhadap sidang ini. Apakah Pemohon masih ada saksi atau ahli atau cukup?
40.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Kita masih ada ahli tiga, Yang Mulia.
41.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada tiga ahli?
42.
PEMOHON: RANGGA SUJUD WIDIGDA Ya, tapi bukan untuk diajukan hari ini atau (…)
16
43.
KETUA: HAMDAN ZOELVA Belum, sidang yang akan datang. Ya, baik. Nanti kita dengarkan dahulu keterangan dari beberapa Pihak Terkait yang akan dipanggil oleh Mahkamah, ya. Setelah itu sidang bisa Saudara majukan ahli ya. Baik, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 5 November tahun 2014, pukul 11.00 WIB ya. Untuk mendengarkan keterangan dari Pihak Terkait, tadi ada beberapa yang sudah disebutkan. Dengan demikian sidang ini selesai dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.00 WIB Jakarta, 22 Oktober 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,
t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
17