MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI/SAKSI PEMOHON (IV)
JAKARTA SELASA, 10 FEBRUARI 2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 138/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial [Pasal 15 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (4), Pasal 19 ayat (1), ayat 2, dan Pasal 55] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Papan Nirwana 2. PT Cahaya Medika Health Care 3. PT Ramamuza Bhakti Husada, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Pemohon (IV) Selasa, 10 Februari 2015, Pukul 11.18 – 13.13 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto Maria Farida Indrati Wahiduddin Adams Patrialis Akbar Suhartoyo I Dewa Gede Palguna
Wiwik Budi Wasito
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Daniel Aldiansyah (PT Ramamuza Bhakti Husada) 2. HM Razali Djalil (PT Ramamuza Bhakti Husada) 3. Hendri Irawan (PT Cahaya Medika Health Care) 4. Robert (PT Cahaya Medika Health Care) B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Aan Eko Widiarto 2. Herman Suryokumoro 3. Haru Permadi C. Ahli dari Pemohon: 1. Muchammad Ali Safaat 2. Marius Widjajarta D. Saksi: 1. Dodi Muhadi 2. Didik Priyo Utomo E. Pemerintah: 1. Nasrudin 2. Umar Kasim 3. Rima Pratiwi 4. Budiyono 5. Prasetyo 6. M. Ma’ruf 7. Gazali
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.18 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara 138/PUU-XII/2014 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.
Nomor
KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon, yang hadir siapa? Silakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Baik, terima kasih, Yang Mulia. Untuk Pemohon yang hadir pada pagi hari ini, pertama dari prinsipal. Sebelah kanan kami adalah dari PT Cahaya Medika Health Care, Bapak Hendri Irawan dan Bapak Robert. Kemudian, yang berikutnya dari PT Ramamuza Bhakti Husada, Bapak Razali dan Bapak Daniel. Kemudian, sebagai Kuasa Hukum, kami bertiga, saya Aan Eko Widiarto, sebelah kiri, Pak Herman Suryokumoro, dan sebelah kiri, Pak Haru Permadi. Untuk ahli dan saksi yang akan kami ajukan untuk memberikan keterangan, yang pertama Ahli adalah Bapak Dr. Marius Widjajarta S.E., yang kedua, Bapak Dr. Muchammad Ali Safaat S.H, M.H. Kemudian untuk Saksi adalah Bapak Dodi Muhadi dari Ketua Perhimpunan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Masyarakat (BAPEL JPKM), yang kedua adalah Bapak Didik Priyo Utomo, Pak Didi adalah pekerja PT Jatim Taman Steel. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. DPR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden yang hadir, silakan.
4.
PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah mewakili Presiden hadir saya sendiri Nasrudin dan Pak Budiyono dari Kementerian Hukum dan HAM. Sebelah kiri saya, Pak Gazali dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Selanjutnya, Pak Umar Kasim dan Ibu Rima Pratiwi dari Kementerian Tenaga Kerja, dan di belakang kami ada dari BPJS Kesehatan. Terima kasih, Yang Mulia.
1
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Agenda pada sidang pagi hari ini adalah mendengarkan Ahli dan Saksi yang diajukan oleh Pemohon. Yang … pada kesempatan pagi ini ada dua Ahli dan dua Saksi. Saya persilakan maju terlebih dahulu Ahli dan Saksi untuk diambil sumpahnya. Pak Ahli, Safaat, Islam. Kemudian, Pak Dr. Marius ini Katolik. Sebelah kanan saya untuk … dipisah ya Ahli dan Saksi agak jaraknya, ya. Sekarang yang Ahli yang beragama Islam terlebih dahulu, Pak Wahiduddin, Yang Mulia, saya persilakan. Silakan, Yang Mulia.
6.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Bagi yang … Ahli yang beragama Islam ikuti lafal yang akan saya ucapkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
7.
AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
8.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, Saksi yang muslim, Rohaniwan, geser. Saya persilakan untuk Saksi dua orang, Pak Dodi dan Pak Didi.
9.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ikuti. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
10.
SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
2
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Untuk Ahli yang beragama Katolik, saya persilakan, Yang Mulia Prof. Maria.
12.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, mohon ikuti saya. “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.”
13.
AHLI BERAGAMA KATOLIK BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
14.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, kembali ke tempat. Rohaniwan terima kasih. Baik, untuk Pemohon, siapa dulu yang akan didengar keterangannya? Ahli dulu atau Saksi dulu?
16.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, Yang Mulia, terima kasih. Untuk yang perlu kami dengar pertama adalah dari Ahli.
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli.
18.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Yaitu Dr. Marius Widjajarta.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terus kemudian (…)
3
20.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Kemudian nanti, Pak Ali Safaat, kemudian Pak Dodi dan Pak Didi. Terima kasih.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Saya persilakan sesuai dengan skenarionya Pemohon, saya persilakan Pak Dr. Marius untuk memberikan keterangan di mimbar.
22.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Yang Terhormat … maaf, Yang Mulia Bapak Hakim Mahkamah Konstitusi. Pada kesempatan ini, saya datang ke sini mewakili suara konsumen, tidak sebagai seorang dokter. Jadi, yayasan ini didirikan untuk mengurusi masalah konsumen kesehatan Indonesia sejak tahun 1998 dan dari dulu sampai sekarang menolak bantuan asing, dana dari pribadi saya sendiri. Ya, terus. Kita melihat sejarah BPJS. Kenapa saya sangat in-person sama BPJS? Karena … kita buka lagi ke masalah amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dulu kita bertiga yang mengajukan usulan amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada tahun 1999. Saya mewakili konsumen, dr. Merdias Almatsier mewakili Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Profesor dr. Hasbullah Thabrany mewakili akademisi. Jadi, sejarahnya kenapa saya sangat in-person dengan pelayanan BPJS. Sejarah BPJS itu untuk mengkonter keterangan para pejabat yang mengatakan, “BPJS baru satu tahun, inilah sejarahnya, berdirinya BPJS.” Kita bisa lihat juga di sini dasarnya adalah Undang-Undang Pokok Kesehatan Nomor 9 Tahun 1960, lalu ada keppresnya, lalu baru tahun 1968-lah start-nya mulai adanya embrio dari BPJS, ini dengan lahirnya BPDPK. Adanya PP Nomor 23 Tahun 1984 berubah menjadi Perum Husada Bakti. Lalu yang keempat, ada PP Nomor 6 Tahun 1992 berubah menjadi PT Persero Askes. Tanggal 1 Januari 2014 sesuai dengan Pasal 60 ayat (1), BPJS Nomor 24 Tahun 2011 berubah menjadi BPJS Kesehatan. Jadi, kalau ada pejabat yang mengatakan BPJS umurnya satu tahun, menurut saya tidak benar karena umurnya sudah memasuki tahun ke-47. Problematika dan peraturan jaminan sosial dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang BPJS, di sini yang menghilangkan tanggung jawab negara, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesalahan bentuk jaminan pelayanan BPJS membatasi masalah klaim. Ini temuan dari lapangan, pelayanan kesehatan yang besar ini, seperti asuransi swasta, dasarnya harusnya 4
asuransi sosial. Bahkan ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional dalam salah satu media tanggal 7 Februari meminta Kemenkes harus ambil adanya kasus Ryuji Marhaenis Kaizan yang berumur 5 bulan dengan diagnosa atresia biliaris, ada kelainan di hatinya, perlu cangkok hati, perlu biaya Rp1,2 miliar karena BPJS hanya bisa maksimal membayarkan Rp223.795.100,00. Undang-Undang BPJS pelayanan harus sifatnya manage care, tapi pelaksanaannya, sistem paket. Terjadi perbedaan pelayanan dengan undang-undang. Undang-undang, manage care, artinya pelayanan menyeluruh. Kalau sistem paket, tidak menyeluruh. Kita juga harus ingat non-PBI sekarang ini wajib mempunyai rekening di bank-bank tertentu. Awalnya, katanya setelah terdaftar di situ bisa langsung, lalu mundur satu minggu, lalu mundur lagi dua minggu. Terakhir salah satu menteri BUMN yang terakhir ini mengatakan setelah terdaftar, baru bisa berlaku satu bulan. Jadi, mungkin kalau saya sebagai dokter sudah parah-parah sekali kalau memang dibutuhkan. Asuransi sosial tidak seperti ini, yang berlaku seperti ini adalah asuransi swasta. Kesalahan pengejawantahan prinsip nirlaba. Undang-Undang BPJS berdasarkan prinsip nirlaba, tapi dana iuran wajib dikelola, bukan dana iuran untuk membayarkan … membayari mekanisme klaim, ada di Undang-Undang BPJS. Dan masyarakat menanyakan hasil penjualan inhealth, anak perusahaan PT Askes Rp1,7 triliun tidak jelas, yang beli itu 60% adalah Bank Mandiri. 20% masih dimiliki BPJS. 10% dimiliki Jasindo. 10% lagi dimiliki oleh Kimia Farma, ya. Jadi, masih punya BPJS sampai akhir tahun 2014, padahal 1 Januari 2014 BPJS tidak boleh cari untung. Ini saya mempertanyakan juga kepada BPJS. Istilah pengejawantahan prinsip kegotongroyongan terjadi kesalahan pelaksanaan asas kogotongroyongan karena terjadi subsidi silang dana penerima bantuan iuran diberikan untuk non-penerima bantuan iuran guna membayar tagihan klaim, sehingga dana sekarang saat ini dana sudah habis akhir 2014. Ini masyarakat mempertanyakan juga. Selain itu, masyarakat juga menanyakan ke mana uang PT Askes jadi BPJS? Lalu problematika kelembagaan BPJS. Menurut Undang-Undang BPJS tidak di bawah Kementerian Kesehatan, tidak di bawah Kementerian BUMN. Kalau PT Askes (Persero) di bawah BUMN. Jadi, tidak di bawah Kementerian Kesehatan, tidak di bawah Kementerian BUMN karena saya melihat sekarang Menteri BUMN cawe-cawe juga urusi BPJS. BPJS langsung di bawah presiden. Dana juga sekarang yang urusi masih Kementerian Kesehatan. Ini adalah regulator merangkap operator, kemungkinan terjadi tindakan yang tidak benar patut kita selidiki lebih lanjut. Jadi, kalau kita lihat pengawasan larangan dan pidananya. Pengawasan. Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Pengawasan internal ada organ tertentu, yaitu terdiri dari 5
dewan pengawas dan satuan pengawas internal. Lalu yang di eksternal adalah dewan jaminan dan lembaga pengawas independen. Ya, lalu kita lihat ada larangan anggota dewan pengawas dan anggota direksi dilarang melakukan subsidi silang antarprogram. Itu juga menimbulkan tanda tanya buat saya dengan masyarakat. Karena sudah terjadi subsidi silang, padahal kalau pelanggaran ini bisa juga dituntut pidana. Anggota dewan pengawas, anggota direksi yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g dan huruf h dan seterusnya sampai huruf m dipidana makin … dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar. Lalu, laporan kasus dan investigasi atas BPJS. Saat ini provider rumah sakit klinik tenaga kesehatan tarif INA CBGS Kesmik tidak manusiawi. Ini saya berdasarkan survey di 31 provinsi. Dua … tiga provinsi yang belum saya survey adalah Polewali, Manokwari, dan satu lagi Kalimantan Utara. Di sini tarif INA CBGS Kesmik adalah tarif yang tidak masuk akal karena cara perhitungannya juga tidak betul, kalau menurut saya. Karena dia menghitung sistem tarif ini berdasarkan topdown. Sudah saya diskusi dengan Ketua INA CBGS Kesmik, dr. Bambang, Direktur Utama Rumah Sakit Karyadi pada waktu itu. Lalu saya pertanyakan karena kalau di dalam ilmu ekonomi untuk menentukan unit cost dan sesuai dengan gerakan (suara tidak terdengar jelas) sheet dari WHO harus berdasar evidence based. Kalau di dalam standar WHO dasarnya perlunya ada norma, adanya standar, adanya pedoman, barulah peraturan yang lain. Saat ini Indonesia tidak punya standar layanan medic yang nasional. Lalu saya tanya dengan Ketua Tim INA CBGS Kesmik, kalau beliau mengatakan, “Di sini yang dihitung berdasarkan top-down, bukan evidence based.” Dasarnya yaitu tadi meminta laporan keuangan dari rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta, yaitu berapa biaya produksi dan berapa biaya operasional. Lalu rumah sakit swasta boleh dikatakan tidak ada yang mengirim. Jadi, kalau rumah sakit pemerintah, biaya produksi adalah beban pemerintah, dasarnya APBN atau APBD. Kalau rumah sakit swasta ada hitungan dari rumah sakit swasta sendiri, tidak ada bantuan dari pemerintah. Yang sekarang keluar tarif ini adalah biaya operasional. Jadi, rumah peran swasta di sini banyak yang menolak, baik secara kasar, halus, atau secara lembut, tapi menolak intinya. Dan di sini melecehkan jasa profesi, pembagian jasa profesi tidak jelas. Peserta PBI, ya ini kita lihat PBI 86,4 juta dengan BPJS namanya Program Jaminan Kesehatan Nasional, tapi begitu jadi ada perubahan presiden mencetaklah badan pelaksanaan … BPJS ini mencetak juga kartu-kartu Indonesia sehat. Preminya dihitung per kepala per bulan adalah Rp19.200,00 per bulan. PBI adalah penerima bantuan iuran. Dana PBI 2014 sekitar Rp19,9 triliun, non-PBI sekitar Rp20 triliun. 6
Mohon maaf, Yang Mulia Bapak Hakim Mahkamah Konstitusi, tadi di makalah saya ada salah cetak, bukan Rp40.000.000,00, ya tapi RP20 triliun. Salah ketik. Lalu di sini total dana yang 2014 sekitar Rp39,9 triliun. Laporan dana askes PBI ke BPJS juga tidak jelas. Seperti yang saya katakan tadi, pedoman pelaksanaan juga tidak ada. Bagaimana program yang besar RP39,9 triliun, saya dari dulu berteriak-teriak segera buat buku pedoman pelaksanaan. Yang ada adalah melihat peraturan ini, peraturan itu. Begitu diklaim, terjadilah perdebatan antara verifikator BPJS dengan verifikator rumah sakit. Terakhir bisa terjadi hantam menghantam. Pembayaran tagihan klaim tidak boleh … rate-nya tidak boleh lebih dari 90% dari dana iuran. Ternyata sampai akhir ini tahun … awal tahun sudah melebihi 105%. Ini fungsinya harusnya sudah mendapatkan lampu merah dari dewan pengawas maupun dari dewan jaminan sosial nasional. Untuk menutupi ini ada rencana untuk mengambil dana Rp5,6 triliun dari eks dana Askes. Jadi ada program sudah ingin mengambil dana induknya. Jadi manajemen BPJS memang dalam keadaan memprihatinkan. Kalau kita lihat Peraturan Undang-Undang BPJS, untuk mengajukan dana tambahan Rp500 miliar ke atas harus izin presiden. Ada juga data ganda terutama peralihan dari Jamsostek ke BPJS Kesehatan. Sedang maaf … sedang mengadakan pendekatan dengan kementerian yang tadi. Non-PBI diminta saat ini non-PBI penerima bantuan iuran diminta membuka rekening giro di tiga bank. Pembayaran ini tidak sesuai dengan asuransi sosial. Kalau orangnya tidak punya uang bagaimana bisa membuka rekening giro? Ini mirip asuransi swasta. Pembayaran melalui ATM sering kesulitan. Saya dapat ini berdasarkan survey saya di beberapa bank, beberapa peserta. Memang kadang-kadang sering hang, sering mengancam provider dan menyalahi provider, tapi tidak pernah dia mengaudit dirinya sendiri. Keluhan dari provider, dia memberikan ketentuan wajib ini, wajib itu, tekan sana, tekan situ. Ya, ini terus terang saja saya sedih. Saya dulu yang mengusulkan mewakili konsumen, kok kenyataan di lapangan seperti ini. Verifikator banyak yang tidak profesional, sosialisasi minim. Hasil pantauan kita, BPJS ada dugaan dipakai sebagai alat kampanye. Pada waktu presiden yang lama, saya datang ke salah satu daerah, sosialisasi mereka dengan sistem pasang baliho besar, terus kantor BPJS-nya ditutupi selimut gambarnya Bapak Presiden sedang memberikan kartu JKN. Ya, sosialisasi minta dipertanggungjawabkan. Lalu kita lihat juga obat di luar formularium obat nasional tidak ditanggung. Padahal dulu zamannya Askes ada namanya sistem obat DPHO, ini lebih bagus. Saya juga ikut memantau obatnya Askes Sosial dulu. Banyak calo, sistem online yang sudah dibuka sering tidak dapat diakses, finger print ini sama sekali sudah … mungkin saya kalau agak kasar saya katakan sudah almarhum ya. Berapa kerugian negara? 7
Lalu solusi. Dengan melihat kondisi seperti ini, perlu segera dilakukan revolusi mental pada manajemen BPJS agar tanggung jawab negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat terpenuhi. Kementerian Kesehatan wajib bertanggung jawab dan mencari solusi jalan keluar. Dulu ada yang namanya jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat yang embrionya dibentuk oleh Kementerian Kesehatan. Jadi bapak-bapak pengusaha dari JPKM, ini yang minta awalnya adalah Kementerian Kesehatan. Tapi setelah ada BPJS dilepas saja begitu, ya istilahnya habis manis … habis manis sepah dibuang. Saya minta juga pertanggungjawaban Kementerian Kesehatan. Bagaimana nasib bapak-bapak, ibu-ibu penyelenggara JPKM? Ini kita lihat juga solusinya harus segera karena mereka punya izin operasional. Kalau kita lihat secara kehidupan, maaf-maaf saja teman-teman dari JPKM. Kalau pedagang kaki lima yang tidak punya izin diberikan solusi, nah ini yang sudah diberikan izin oleh Kementerian Kesehatan dilepas begitu saja, dianggap tidak pernah ada. Lalu kita lihat Kementerian Kesehatan harusnya menjalankan fungsi legurator dan monitoring serta evaluasi secara transparan, akuntabel, dan terbuka atas mutu pelayanan BPJS. Yang lain sudah bukan tugasnya dari Kementerian Kesehatan. Berikut ini saya tayangkan kerja sama saya dengan Kompas TV, temuan-temuan saya yang didapat di lapangan berikut pengakuannya. Silakan, maaf Bapak Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi. Ini waktu kita melakukan ivestigasi sebagai bukti bagaimana kacaunya pelayanan BPJS. Kita melakukan ivestigasi tahun 2014 bulan Agustus. Ya, bagaimana nasibnya ya. Ada juga calonya. Bagaimana masyarakat kalau ingin mendapatkan pelayanan di rumah sakit yang harus mengantri dari jam 03.00 WIB, padahal pelayanan baru mulai sekitar jam 08.00 WIB sampai 08.30 WIB. Ada juga laporan, kita … pasien yang meninggal dalam waktu antre di rumah sakit. Korban pertama BPJS … pertama kali adanya BPJS yang melapor ke saya adalah Mantan Direktur SDM PT Askes, ya dr. Z. Mengadu ke saya, “Betapa buruknya pelayanan BPJS kesehatan.” Jadi, kalau Mantan Direktur SDM PT Askes saja dibegitukan, bagaimana masyarakat yang bukan pernah … atau bukan direktur, ya? Ini kejadian, beliau ini seorang dokter, sudah dokter, istrinya dokter, anaknya dokter, di Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo. Dia mengeluh ke saya, itu laporan pertama pengaduan adalah Mantan Direktur PT Askes. Ya, terus. Jadi, ini betapa penuhnya rumah sakit. Karena terus terang saja, dana yang ya INA CBGS Kesmik itu tidak bisa untuk rumah sakit swasta. Hampir boleh dikatakan, ya kalau betul-betul bisa terpakai, itu adalah sedikit sekali rumah sakit yang mau dengan dana seperti itu. Karena hitungannya tidak ada biaya produksi, hanya biasa operasional. Nah, ini kita lihat juga. Rekaman ini juga kita lihat mulai dari pemerintahnya sendiri, kita juga mengaudit juga. Kita minta … apa … 8
kita melakukan wawancara dengan Sekjen Kementerian Kesehatan yang lama. Terus, dari BPJS juga kita wawancara juga, yaitu dr. Endang ya yang di BPJS. Jadi, kita ingin berimbang. Saya tidak memihak siapasiapa, pokoknya saya hanya memihak perjuangan rakyat Indonesia dalam menentukan hak dan … hak kese … hak dan kewajiban kesehatan mereka, itu. Nah, ini contohnya kartu Jamkesmas, ya. Ini bisa dicepatkan, enggak? Ya, terus. Ya, suaranya. Nah, ini juga lihat antrenya, ya. 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Cukup, ya? Nanti kita lihat sendiri ini.
24.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA Oke. Sekian, Bapak … Yang Mulia Bapak Hakim Mahkamah Konstitusi. Terima kasih atas perhatiannya, selamat siang. Wassalamualaikum wr. wb.
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Pak Marius. Berikutnya, Pak Ali Safaat, saya persilakan.
26.
AHLI DARI PEMOHON: MUCHAMMAD ALI SAFAAT Assalamualaikum wr. wb.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
28.
AHLI DARI PEMOHON: MUCHAMMAD ALI SAFAAT Selamat siang, salam sejahtera, om swastiastu. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, persidangan kali ini adalah permohonan terhadap Pengujian Undang-Undang Nomor 40 … Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pertama-tama, saya mohon maaf karena di persidangan pagi ini saya belum bisa menyampaikan keterangan secara tertulis, begitu, nanti bisa saya susulkan melalui Pemohon. Dan untuk menilai konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, menurut saya bisa dibagi menjadi dua isu besar sesungguhnya. Yang pertama adalah tentang persoalan sistemnya. Jadi, sistem jaminan sosial yang dipilih 9
atau diterapkan. Kemudian, yang kedua lebih kepada persoalan kelembagaan penyelenggaraan jaminan sosial itu sendiri. Karena itu, menurut saya, dalam membahas atau menguji undang-undang ini tentu tidak bisa dilepaskan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dimana di situ sudah ditegaskan bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Kemudian, ada juga penegasan terkait dengan kelembagaan dalam ketentuan umum. Disebutkan bahwa sistem jaminan sosial nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Itu yang mungkin perlu menjadi catatan kita terlebih dahulu. Nah, untuk menilai terkait dengan sistem, kemudian yang kedua terkait dengan kelembagaan dan penyelenggaraan, tentu kita harus melihat kepada landasan konstitusional undang-undang ini yang kita tahu bersama itu bersumber kepada Pasal 34, terutama ayat (2), yang dimana di situ menegaskan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dan ketentuan ini tentu tidak bisa dilepaskan karena kalau di sini itu (suara tidak terdengar jelas) state adalah kepada negara, tidak bisa dilepaskan dari Pasal 28H ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagaimana manusia yang bermartabat. Dari ketentuan ini sebetulnya kita bisa melihat bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan jaminan sosial itu tidak hanya terkait dengan persoalan layanan kesehatan, itu hanya salah satu saja, kan begitu. Dengan demikian pula sebetulnya yang diatur di dalam Undang-Undang SJSN juga tidak seluruhnya merupakan apa yang dimaksud oleh Pasal 34 ayat (2) itu, ada banyak hal lain yang sebetulnya harus masuk ke dalam jaminan sosial itu. Dan kedua ketentuan konstitusi itu tentu merupakan wujud dari tujuan bernegara untuk memajukan kesejahteraan umum dan itu tentu menegaskan bahwa kita adalah negara kesejahteraan dan kalau kita melihat kepada proses perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ketentuan ini Pasal 34 ayat (2) itu disahkan pada perubahan keempat, sebetulnya memang yang mengemuka pada saat itu adalah kehendak untuk menegaskan bahwa bangsa Indonesia itu adalah negara yang menganut konsep welfare state. Itu saja menurut saya sepajang saya membaca risalah persidangan. Terkait dengan pilihan sistem apa? Memang tidak ada. Terkait dengan model negara kesejahteraan yang seperti apa? Juga tidak ada. Karena itu kita baru bisa melihat … lalu model kesejah … negara kesejahteraan seperti apa? Memang dari Undang-Undang SJSN itu 10
sendiri yang kalau kita melihat dari Undang-Undang SJSN dimana di situ sebetulnya ada pilihan, apakah pakai asuransi murni? Begitu, asuransi sosial oleh warga negara, ataukah pakai bantuan oleh negara? Di mana sebetulnya kalau makna welfare state itu kan harus ada transfer dari negara kepada warga negara, dan kalau dalam era modern, transfer itu sebetulnya didapatkan sebagai salah satu bentuk redistribusi kekayaan dan itu diperoleh melalui aset itu, dan kalau yang liberal ya asuransi murni oleh warga negara, maka kita bisa melihat bahwa Undang-Undang SJSN sebetulnya mendekati model negara kesejahteraan yang sosial demokrat, dimana menggabungkan antara asuransi yang dibayar oleh warga negara yang mampu, tapi ada juga bantuan dari negara. Nah, ini sebetulnya nanti memang agak bermasalah di dalam undang-undang itu sendiri karena disatu sisi menganut dua hal ini secara terpisah, dimana ada warga negara yang membayar asuransi tentu untuk kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan yang tidak mampu itu dibayar oleh negara, jadi negara yang membayar melalui APBN, tetapi ternyata masih ada apa … yang disebut dengan subsidi silang negara internal. Saya harus diperjelas sesungguhnya management keuangannya seperti apa? Kapan itu harus ada subsidi silang? Kapan itu negara harus membayar? Bukankah negara juga selalu membayar terhadap warga negara yang memang dikategorikan tidak mampu itu, itu persoalan yang pertama sesungguhnya yang muncul. Tapi kalau pilihannya mendekati ke situ. Karena itu … karena secara original intern atau pada saat pembahasan tidak ada persoalan pilihan, maka MK dalam hal sistem yang dianut oleh pembentuk undang-undang dalam Undang-Undang SJSN yang kemudian itu melahirkan Undang-Undang BPJS menyatakan bahwa itu adalah konstitusional, itu sudah ditegaskan oleh MK dalam putusan Tahun 2005 terhadap Undang-Undang tentang SJSN itu. Itu terkait dengan sistemnya begitu. Nah, persoalannya sebetulnya … lalu muncul pada saat sistem itu diimplementasikan. Kalau di dalam Undang-Undang SJSN itu yang pertama menyatakan bahwa sistem jaminan sosial itu dilaksanakan oleh beberapa badan, tetapi kemudian di dalam Undang-Undang BPJS sendiri itu dilaksanakan oleh satu badan, itu menjadi satu persoalan, apakah ini tidak karena badan penyelenggara jaminan sosial ini adalah badan hukum tersendiri begitu, jadi terpisah dari entitas pemerintah itu. Apakah ini tidak bisa dimaknai, lalu negara menyerahkan kewajibannya untuk memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh jaminan sosial itu kepada badan hukum yang berbeda? Saya bisa membayangkan ini seperti katakanlah pada saat negara me … melimpahkan hak penguasaan atas sumber daya alam kepada BP MIGAS pada saat itu, yang itu juga jadi persoalan konstitusional. Karena ini sangat berbahaya karena negara dalam hal ini akan hanya perpartisipasi membayar kepada peserta yang memang tidak ditanggung oleh BPJS karena tidak mampu, tapi proses bisnis yang ada di dalam 11
BPJS itu sendiri sudah terlepas dari entitas negara. Kemudian, lalu muncullah kasus-kasus misalnya yang tadi disampaikan ada penderita yang membutuhkan biaya yang sangat besar dan sebagainya yang itu … ya, menurut aturan internal Badan BPJS ini tidak bisa ditanggung, negara tentu saja bisa menolak pada saat itu karena kewajibannya sudah diwujudkan dalam bentuk membuat badan hukum tersendiri. Jadi seperti melepaskan kewajiban yang sudah diamanatkan oleh konstitusi. Itu persoalan dari sisi kelembagaan yang pertama. Kemudian persoalan selanjutnya adalah terkait dengan penyelenggaraan. Walaupun sistemnya sudah dinyatakan sebagai konstitusional, undang-undang penyelenggaraannya sudah dibentuk melalui Undang-Undang BPJS, tentu sudah ada saatnya menilai apakah kelembagaan dan penyelenggaraan itu bertentangan atau tidak dengan konstitusi atau selaras atau tidak dengan konstitusi karena bertentangan itu … selaras itu tidak selalu bertentangan menurut saya. Persoalannya adalah tentu ada hak-hak lain yang juga harus dilihat pada saat mengukur konstitusionalitas satu ketentuan dan pelaksanaan daripada ketentuan itu. Dengan sendirinya pada saat kita menilai konstitusionalitas Undang-Undang BPJS, tentu tidak bisa hanya melihat kepada Pasal 34 ayat (2), tetapi juga pada ketentuan undang-undang dasar yang lain, itu. Apalagi kemudian sudah ada contoh-contoh kasus yang itu bisa dijadikan sebagai wawasan untuk menilai bahwa oh ternyata norma atau ketentuan ini akibatnya akan seperti ini. Karena tentu pada saat menguji norma, kita tidak bisa hanya melihat kepada norma itu sendiri, tetapi bagaimana pengalamannya. Kalau kata Oliver, itu kan life of law is not logic but experience, itu persoalannya. Kita sudah harus menilai pada pelaksanaan dari sistem yang dipilih dan salah satu yang dipersoalkan pada saat itu adalah peran atau partisipasi aktif dari anggota masyarakat atau bisa dikatakan saja misalnya perusahaan-perusahaan swasta atau dalam kasus ini adalah Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan Masyarakat yang sudah ada. Nah, pertanyaannya adalah apakah pelaksanaan jaminan sosial yang hanya dilakukan oleh BPJS karena di dalam ketentuan Undang-Undang BPJS itu kepesertaan terhadap BPSJ itu wajib itu karena secara konstitusional kita harus mengakui bahwa setiap warga negara memang harus terlibat di dalam jaminan sosial. Kenapa? Karena itu adalah hak dan itu ada kewajiban negara untuk memenuhinya. Kewajiban negara untuk memenuhi itu hanya mungkin bisa dilakukan kalau setiap warga negara itu memang menjadi peserta dari jaminan sosial. Problemnya, apakah yang menjadi pelaksana dari jaminan sosial itu harus BPJS? Itu yang menjadi pertanyaan. Dan tentu ini kita tidak bisa uji dengan Pasal 34 tetapi dengan hak-hak yang lain. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi sendiri sudah menyatakan bahwa ketentuan konstitusional atau kriteria konstitusional itu hanya satu. Sistem yang dikembangkan itu harus mencakup seluruh rakyat dan 12
itu bisa memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, pada saat kita menilai apakah peran masyarakat dalam hal ini adalah JKM dalam pelaksanaan BPJS yang sesungguhnya itu yang dipersoalkan dalam pengujian pasal … berapa … 15 atau 16, itu adalah apakah dengan adanya peran dari masyarakat itu, peran dari perusahaan-perusahaan itu, jaminan sosial itu akan menjadi lebih baik atau tidak? Akan lebih merata ke seluruh masyarakat atau tidak? Kan begitu. Itu yang menjadi pertanyaan konstitusional. Dan menurut saya, pada saat ternyata ketika peran BAPEL JKM itu dilibatkan dalam pelaksanaan jaminan sosial, itu ternyata lebih menjamin kebutuhan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, maka itu harus diwadahi. Dan ketika itu ditolak, berarti itu tidak sesuai dengan amanat konstitusi yang mencita-citakan adanya jaminan sosial yang mencakup seluruh rakyat dan untuk memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Karena itu menurut saya, itu bisa dimasukkan melalui pengujian pasal yang menyatakan bahwa kepesertaan jaminan sosial itu tidak harus hanya ada di BPJS karena itu secara kelembagaan sebetulnya dibutuhkan perubahan atau orientasi dari BPJS itu. Dia tidak lalu menjadi satu-satunya mulai dari yang menentukan aturan sampai melaksanakan di setiap urusan teknis berhubungan dengan jaminan sosial ini. Bisa saja misalnya, kalau kita mau tetap menggunakan sistem, jadi sistemnya yang digunakan adalah sistem asuransi sosial di mana ada premi yang dibayar dan juga ada bantuan, bisa saja misalnya BPJS selalu membuat aturan semacam itu dan/atau aturan semacam itu harus dilaksanakan oleh BAPEL JKM. Jadi meskipun BAPEL JKM itu adalah swasta, tapi dia juga bisa saja lalu diharuskan menanggung pesertapeserta yang memang itu tidak mampu untuk membayar premi asuransi sosial itu sendiri. Itu persoalan penyelenggaraan menurut saya dan saya kira tadi ahli pertama sudah menyampaikan bahwa menurut saya persoalan itu muncul bukan karena semata persoalan praktik karena memang persoalannya sangat besar dan itu tidak mungkin ditangani oleh BPJS sendiri. Ini persoalan kesehatan yang ya kalau misalnya mau ditangani sendiri ya bisa jadi strukturnya harus sama dengan struktur pemerintahan dan pemerintahan daerah, termasuk sumber daya manusia dan instrumennya. Nah, ada persoalan kedua yang cukup penting yang juga diajukan oleh Para Pemohon, itu adalah pengenaan sanksi administratif yang tidak hanya kepada pemberi kerja, tetapi juga kepada warga negara yang menurut saya ini cukup fatal. Kenapa? Karena terutama terhadap warga negara. Jaminan sosial bagi seorang warga negara itu adalah hak yang wajib itu adalah kepada negara. Seharusnya kalau memakai logika 13
sederhananya … sederhana ketika ada seorang warga negara itu tidak termasuk dalam atau tidak ikut dalam jaminan sosial, ya yang punya kewajiban itu yang dikenai sanksi, bukan yang punya hak, dalam hal ini adalah warga negara karena itu ketika jaminan sosial ini yang nanti wujudnya secara konkret itu dalam kepesertaan jaminan sosial nasional yang sebetulnya belum tentu di BPJS itu tidak ada, maka tidak boleh ada sanksi. Lalu bagaimana cara negara agar seluruh warga negara itu, persoalannya kan di situ, mengikuti program jaminan sosial nasional? Ya tidak boleh dengan sanksi. Kalau dengan sanksi itu kan sebetulnya mau dengan mudah. Kenapa? Karena sanksi itu adalah instrumen terukur yang digunakan oleh negara, bukan begitu, untuk memaksakan sesuatu, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terhadap kewajiban yang dibebankan kepada warga negara. Nah, kalau ada sanksi berarti ada pergeseran dari semula jaminan sosial sebagai hak yang harus dipenuhi oleh negara menjadi kewajiban warga negara. Itu menurut saya yang cukup memprihatinkan dan kalau itu diterapkan, saya kira juga akan sangat mengganggu hak-hak dasar yang lain. Walaupun misalnya di dalam ketentuan peraturan pemerintah itu baru diatur ada beberapa layanan publik yang tidak akan diberikan ketika seorang warga negara atau mungkin badan hukum tidak mengikutsertakan pekerjanya ke program ini, tetapi sangat potensi itu akan mengganggu hak-hak pelayanan publik yang lain karena beberapa waktu yang lalu misalnya juga sudah ada dia bawa KTP pun nanti perpanjangan harus menjadi peserta BPJS. Nah, kalau sudah seperti itu ya, ya KTP itu kan identitas dasar yang lalu menjadi modal bagi warga negara untuk memperoleh keseluruhan hak-hak yang lain dan kalau itu kemudian harus menjadi sanksi, bukan begitu, tidak diberikan layanan, maka ya keberadaannya sebagai warga negara akan hilang begitu, termasuk dengan segala hak-haknya. Saya kira demikian Majelis Hakim Yang Mulia beberapa keterangan yang bisa saya sampaikan dan insya Allah nanti keterangan tertulis yang lebih sistematis akan kami sampaikan melalui Pemohon. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waaalaikumsalam. Terima kasih Pak Ali Safaat. Berikutnya saksi Pak Dodi Muhadi dan Pak Didik. Pak Dodi dulu. Saya persilakan di mimbar. Waktunya tidak lebih dari 7 menit ya.
30.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Republik 14
Indonesia, kami akan menyampaikan masalah yang terkait dengan BAPEL JPKM sebelum dan sesudah era BPJS kesehatan. Hal ini tentunya tidak lepas dari sejarah JPKM itu sendiri. Pada tahun 1950-an kita kenal dengan sistem restitusi pemeliharaan kesehatan. Pada masa itu semua pengeluaran kesehatan langsung dari kantung PNS dan keluarganya yang diganti oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan. Saat itu masih memungkinkan karena jumlah pegawai negeri masih sangat sedikit. Pada tahun 1960-an, sistem out of pocket menjadi praupaya alasan penyelenggaraan tersebut karena pemerintah merasa berat untuk menanggung pemeliharaan kesehatan dari pegawai negeri sipil, penerima pensiun, dan keluarga. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Kepres Nomor 230 yang melandasi pelaksanaan pemeliharaan kesehatan dengan pembiayaan praupaya. Sistem praupaya ini dilaksanakan dengan iuran melalui pemotongan dua persen gaji pegawai negeri sipil dan pensiunan. Untuk pengelolaan dana tersebut dibentuklah badan penyenggara dana pemeliharaan kesehatan yang merupakan badan usaha dalam lingkungan departemen kesehatan dan bertanggung jawab pada menteri kesehatan. Selain itu pemerintah ... selain itu, pemberian kesehatan dengan pembiayaan pra upaya juga berkembang di masyarakat, terutama di pedesaan dalam bentuk dana sehat yang dilaksanakan secara berkelompok dengan swadaya mengumpulkan iuran dari peserta untuk pemeliharaan kesehatan. Tahun 1970-an, sistem klaim atau tagihan penyebab pemborosan biaya kesehatan yang pada umumnya pembayaran pelayanan kesehatan menggunakan cara klaim yang ternyata pada akhirnya mengakibatkan pembiayaan kesehatan tidak efisien. Berlanjut tahun 1980-an, pembiayaan pra upaya dengan kapitasi DUKM. Pertama, berdiri berbagai penelitian dan pengalaman baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa pemeliharaan kesehatan dengan pembiayaan pra upaya yang menggunakan sistem tagihan, cenderung meningkatkan biaya kesehatan atau pemborosan karena perhatian sistem ini lebih difokuskan kepada risiko keuangan saja. Untuk itu perlu keterpaduan pemeliharaan kesehatan dengan pembayaran pra upaya yang selanjutnya berkembang menjadi konsep DUKM (Dana Upaya Kesehatan Masyarakat) Nah, konsep DUKM memperkenalkan cara pembayaran kapitasi kepada pemberi pelayanan kesehatan atau PPK, ternyata pembayaran secara kapitasi dapat mengefisienkan biaya kesehatan dan mendorong PPK untuk lebih berorientasi kepada upaya promotif dan prefentif, serta mendorong para peserta untuk berperilaku hidup sehat. Kebijakan pengembangan DUKM tertuang dalam SK Menteri Kesehatan BO473/1983.
15
Perkembangan selanjutnya dana sehat semakin dimantabkan pengelolaannya dengan BPDPK diubah menjadi statusnya Perum Husada Bakti, berdasar PP Nomor 23 Tahun 1984. Kemudian PHB makin berkembang dan mandiri menjadi perusahaan swasta berbentuk perseroan terbatas sebagai PT ASKES Indonesia. Dan selanjutnya pemberian kesehatan tenaga kerja yang dikelola oleh PT ASKES, Departemen Tenaga Kerja bekerjasama dengan Depkes yang diatur dalam SKB, Menaker dan Menkes yang selanjutnya berkembang dan mandiri menjadi Jamsostek yang lebih dimantabkan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992. Pada tahun 1990-an, JPKM untuk pemerataan peningkatan mutu dan pengendalian biaya kesehatan, keterpaduan pembiayaan kesehatan dengan pelayanan harus terjamin dalam hubungan antara badan penyelenggara dengan pemberi pelayanan kesehatan dan pesertanya, yang perlu diikuti dengan pengelolaan upaya lainnya (manage care) agar terjamin pemeliharaan kesehatan yang diharapkan. Oleh karena itu, konsep DUKM lebih dioperasionalkan sebagai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-Undang Jamsostek Nomor 3 Tahun 1992 yang menetapkan empat program, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, badan penyelenggaraan ditunjuk PT Jamsostek, dahulu bernama Perum Astek, persero, dan PT Astek persero hukumnya wajib bagi peserta yang bekerja di perusahaan-perusahaan. Khusus program jaminan pemeliharaan kesehatan, iuran premi 3% kali upah bagi tenaga kerja lajang dan 6% kali upah bagi tenaga kerja keluarga. Sepenuhnya menjadi kewajiban tanggung jawab perusahaan, berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1993, Pasal 40 ayat (1) dan (2). Bagi perusahaan yang telah menyelenggarakan sendiri jaminan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik atau mempertanggunjawabkan kepada penyelenggara lain selain PT Jamsostek Persero hanya wajib melaporkan ke Departemen Tenaga Kerja setempat yang memuat standar pelayanan yang diberikan dan jumlah tertanggung. Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 66 ayat (1) membentuk bapel-bapel JPKM untuk menyelenggarakan program JPKM yang bersifat ... sifatnya wajib untuk kesehatan dasar dan bersifat sukarela untuk kesehatan tambahan. JPKM ... bapel JPKM sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah ada 20 bapel JPKM yang diberi izin operasional oleh Departemen Kesehatan saat itu dan bergabung dalam Organisasi Perhimpunan Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (PERBAPEL JPKM) yang 16
didirikan pada tanggal 31 Juli 1998 di Jakarta, oleh para tokoh pendirinya, yaitu Dr. Adiatma MPH, mantan Menteri Kesehatan Dr. S. L. Leimena, MPH, dan Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH sebagai ... saat itu sebagai dirjen kesehatan masyarakat. Ke-20 BAPEL tersebut di antaranya sesuai dengan yang kami tertera di dalam informasi ini. Pertama adalah JPK st. Carolus, PT Nayaka Era Husada, PT Ruslam Cempaka Putih, Ludot Manage Care, BAPEL JPK Melati Puspa Sejahtera, Mitra Keluarga Piranti Sehat, Melati Emas Melati, Melati Emas Setia, Citra Husada, Ramamuza Bhakti Husada, Surya Sumirat, Jamkesindo, Arsa Dwi Nirmala, Pelabuhan Jakarta, dan berikutnya adalah Pertamina Bina Medika, kemudian PT Garuda Indonesia, SBU Garuda Sentra Medika, dan yang terakhir adalah Maranta Emmanuel CBK, Kopjasmed JPKM, Kimia Farma, Husada Mandiri Berbakti, PT Panca Bina dan Hardlent Medika Husada. Nah, kemudian pada tanggal 1 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJN ... SJSN, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan PP Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jamkes diberlakukan, maka PT Jamsostek bertransformasi dengan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan pensiun. Program jaminan pemeliharaan kesehatan tidak diselenggarakan lagi. Kemudian PT Taspen, PT Asabri baru bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2019. 2029 program asuransi kesehatan yang diselenggarakan PT Asabri tidak diselenggarakan lagi. Kemudian PT Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan ditetapkan, ditunjuk sebagai satu-satunya badan penyelenggara program jaminan kesehatan yang diperkenalkan dengan program jaminan kesehatan nasional atau JKN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan permasalahan yang timbul: 1. PT Askes sebelum bertransformasi menjadi BPJS kesehatan, hanya menyelenggara program asuransi kesehatan bagi PNS atau pensiunan. Setelah bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan, ruang lingkup kepesertaannya diperluas hampir mencapai seluruh penduduk Indonesia dan diorganisir oleh hanya satu BPJS Kesehatan. Berhubung semua sagmen pasar sudah tersentralisasi, maka BPJS Kesehatan, bapel-bapel JPKN tidak ada lagi pasar segmen yang bisa digarap (...) 31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya tanyakan Pak ... anu ... Pak Dodi. Ini yang disebutkan pada angka 1 sudah terjadi apa belum sekarang?
17
32.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Sudah, Pak.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah terjadi, ya? Baik, terus kemudian yang angka berikutnya halaman 4 supaya agak cepat. Keadaan ini cepat atau lambat membuat BAPEL-BAPEL JPKM akan mati semua. Sudah terjadi apa belum?
34.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Sudah terjadi, Pak.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Akan atau sudah terjadi?
36.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Ada yang sudah terjadi.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ini kalau akan itu kan berarti analisis Saudara, bukan kesaksian, tapi analisis itu ahli.
38.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Sudah terjadi, Pak. Jadi kondisi saat ini ada 20 BAPEL, Pak.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, jadi bapel-bapel juga ada yang sudah ada yang mati, ya?
40.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Betul, Pak. Jadi dari 20 bapel (...)
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau akan itu berarti analisis kan. Karena analisis itu bukan Saksi, itu pendapat Ahli. Jadi tolong Anda itu sebagai Saksi, bukan Ahli ya.
18
42.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Terima kasih, Yang Mulia.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak bisa berpendapat atau menganalisis kalau Saksi.
44.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Terima kasih, Yang Mulia.
45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan disampaikan yang terakhir saja, tapi yang berhubungan dengan kesaksian Anda. Apa yang sudah terjadi sekarang? Bukan analisis. Dipersilakan.
46.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Terima kasih, Yang Mulia. Keadaan ini cepat atau lambat membuat BAPEL-BAPEL JPKM mati semua. Kondisi saat ini dari 20 BAPEL yang disebutkan di atas, hanya sekitar 25% yang masih berjalan dengan baik, sementara 30% berjalan antara hidup dan mati, dan bahkan 45% benar-benar sudah tidak beroperasional lagi. Selain itu, dampak dari mati-matinya bapel-bapel itu adalah banyaknya karyawan BAPEL JPKM yang kehilangan pekerjaan dan tentunya akan melahirkan pengangguran baru, sementara (...)
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah banyak yang menganggur karyawan-karyawan BAPEL?
48.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI 45% tutup secara otomatis menganggur, Pak.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya. Baik, terus.
50.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Sementara pemerintah sedang giat-giatnya meningkatkan kesejahteraan rakyat, ini hal yang sangat ironis tentunya. 19
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
52.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Nah, kemudian sebagai ironi ... sebagai ilustrasinya tentunya kami sampaikan banyak perguruan tinggi SMA, SMP, SD negeri milik pemerintah dan beberapa banyak perguruan tinggi, SMA, SMP, SD milik swasta, artinya partisipasi dan peran swasta atau usaha milik masyarakat masih tetap diiperlukan untuk mendukung program pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Demikian pula di bidang kesehatan, berapa banyak rumah sakit pemerintah? Puskesmas pemerintah? Dan berapa banyak pula rumah sakit swasta, poliklinik, balai pengobatan swasta? Artinya, partisipasi swasta, usaha milik masyarakat masih tetap diperlukan untuk mendukung pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dulu, BAPEL-BAPEL JPKM dibentuk oleh pemerintah dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 66 ayat (1). Sekarang, secara tidak langsung dimatikan perannya oleh pemerintah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Demikian, Yang Mulia, yang dapat kami sampaikan. Terima kasih, Assalamualaikum wr. wb.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Pak Dodi Muhadi. Berikutnya, Pak Didik, jadi saya ingatkan sebelum dimulai, posisi Pak Dodi adalah … Pak Didik adalah Saksi, ya? Jadi, tidak boleh menganalisis dan tidak boleh berpendapat, hanya menjelaskan apa yang sudah diketahui, apa yang dirasakan, yang didengar sekarang ini sehubungan dengan adanya Undang-Undang BPJS yang baru ini, ya. Baik, silakan.
54.
SAKSI DARI PEMOHON: DIDIK PRIYO UTOMO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, izinkanlah pada siang hari ini saya menyampaikan kesaksian apa yang diharapkan Yang Mulia, yang terjadi pada diri saya selaku pekerja swasta di Sidoarjo. Kesaksian pelayanan BPJS Kesehatan yang bekerja sama dengan rumah sakit swasta, dalam hal ini Rumah Sakit Islam, yang beralamatkan Jalan Jenderal A. Yani, Nomor 2-4, Surabaya. Bersama ini saya, nama Didik Priyo Utomo, umur 59 tahun, alamat Perumahan Gunung Sari Indah Blok J15, Surabaya, pekerjaan PT. Jatim Taman Steel, Jalan Raya Taman Nomor 1, Sidoarjo, dan masih aktif bekerja. 20
Dengan ini menyampaikan ketidakpuasan atas kejadian yang saya alami pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan saya dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan yang saya miliki, kasus ini adalah kasus emergency, Yang Mulia. Adapun kejadiannya seperti berikut. Pada tanggal 14 Agustus 2014, sekitar pukul 22.00 WIB , atau tepatnya jam 21.00 malam, saya mengalami sakit yang luar biasa pada posisi perut atau di ulu hati. Untuk itu sesuai dengan peraturan BPJS yang saya ketahui, maka saya datang ke Rumah Sakit Islam tersebut alamat di atas, yang saya menganggap bahwasanya ini kasus emergency. Maka dalam … pada saat saya datang ke Rumah Sakit Islam tersebut, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Setelah saya sampaikan bahwa saya peserta BPJS Kesehatan, diterima dan diperiksa antara lain darah lengkap, gula darah acak, faal hati, SGOT, SGPT, faal ginjal, dan pemeriksaan menyangkut bidang, garam itu, sampai dengan thorax dan ceejg, foto mungkin. Karena tidak menemukan … diagnose tersebut tidak menemukan hal-hal yang menyangkut kesakitan saya, maka istri saya, waktu itu saya diantar oleh istri saya, menyampaikan ke dokter untuk mungkin bisa dilakukan pemeriksaan USG. Pada saat itu juga dilakukan pemeriksaan USG. Nah, kejadiannya ada tawaran dari pihak Rumah Sakit Islam karena ini permintaan dari pihak keluarga untuk pemeriksaan USG, harus membayar sendiri dengan biaya kalau tidak salah pada waktu itu Rp420.000,00-an, tapi karena memang penting, ya sudah dilakukan pemeriksaan. Dan dengan hasil pemeriksaan tersebut langsung ketahuan, Yang Mulia, di empedu saya itu banyak batu, bukti-bukti ada saya bawa semua, dan ukurannya lumayan sampai 7 cm kalau tidak salah, banyak sekali. Maka, untuk itu saya diminta untuk rawat inap, dan rawat inap itu dilakukan 3 malam 4 hari, sambil menunggu pemeriksaan besoknya dikonsultasikan dengan dokter penyakit dalam. Setelah dilakukan (suara tidak terdengar jelas) penyakit dalam, maka dokter penyakit dalam meminta saya atau dikonsultasikan ke dokter ahli bedah Rumah Sakit Islam, menunggu, sehingga waktunya empat hari. Maka waktu saya ketemu dengan dokter ahli bedah itu, dokter ahli bedah menyampaikan, ini betul-betul disampaikan ke saya dan saya tadi sudah bersumpah tidak berbohong bahwasanya untuk kasus yang seperti ini tidak akan bisa dilakukan di rumah sakit yang kerja sama. Padahal Rumah Sakit Islam di depannya itu tertampang, “Rumah sakit ini bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.” Nah, untuk itu saya tanyakan, “Kenapa, Dok, tidak bisa dilakukan di Rumah Sakit Islam karena saya emergency?” Padahal saya sudah mengantongi rujukan dari dokter BP, Balai Pengobatan yang saya terdaftar untuk barangkali diperlukan tindakan medis. Jadi, lengkap, saya bawa dokumen itu lengkap. Tetap bahwasanya tidak bisa, karena apa? Biaya yang terlalu besar tidak cocok atau tidak sama dengan plafon yang 21
sudah diatur oleh BPJS. Saya kecewa waktu itu, harapan saya bisa ditangani di Rumah Sakit Islam, walaupun saya diberikan injeksi-injeksi yang mengurangi rasa sakit, hilang semua, tidak terasa apa-apa, tapi tetap harus melakukan operasi. Nah, saya ditawari 3 rujukannya yang harus dipilih. Satu, Rumah Sakit (suara tidak terdengar jelas) di Surabaya, Rumah Sakit dr. Soetomo. Dua, Rumah Sakit Haji. Tiga, Rumah Sakit dr. Ramelan. Alasan beliau tersebut bahwasanya itu yang bertugas atau yang menjalankan program BPJS Kesehatan. Nah, untuk itu sampai sekarang mohon maaf, saya tidak melaksana … belum melakukan itu karena saya melihat setiap kali saya datang ke rumah sakit itu jumlah pasiennya banyak sekali, antriannya banyak. Nah, saya berpikir, kalau dalam kasus emergency itu pun harus dilempar atau dikerjakan di rumah sakit lain, berarti tidak komitmen dengan apa yang saya dapat sosialisasi itu, apa yang saya dapat dari teman-teman BPJS menyampaikan itu. Walaupun saya pernah mengadukan ini dan menganggap rumah sakit tersebut salah, tetapi tidak ada tindakan apa-apa, tidak ada follow up dari BPJS Kesehatan, apalagi pekerja sangat keberatan dengan potongan 5% dan nanti akan dijadikan 1 % karena terus terang saja saya juga banyak mendengar dari teman-teman pekerja di Sidoharjo tidak pernah ada peningkatan perbaikan pelayanan kesehatan. Pada umumnya, semua pada mengeluh. Karena teman-teman pekerja bisa membandingkan bahwasanya pada saat program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan PT Jamsostek lewat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 cukup bagus dan tidak dipungut biaya atau tidak membayar, ditanggung oleh pihak pemberi kerja. Namun, sekarang dipaksa untuk membayar, tetapi tidak pernah terpuaskan di dalam pelayanan kesehatan, baik dirinya maupun keluarganya pada saat mengalami penderitaan sakit. Sehingga mohon maaf, Yang Mulia, sekarang ini ada trauma dari teman-teman pekerja, mudah-mudahan tidak sakit. Karena kalau sakit, akan mengalami kesakitan yang juga luar biasa, dari mentalnya sudah mulai gelisah melihat hal seperti itu. Karena rumah sakit-rumah sakit kerja sama yang swasta pada umumnya, mohon maaf tadi saya tidak boleh menganalisa, tapi saya paham bahwasanya pelayan … melayani peserta BPJS Kesehatan ini setengah hati karena biaya yang terlalu rendah. Alasannya seperti itu. Ini yang kedua bagi saya. Yang pertama, pada kasus yang sama yang saya alami satu bulan sebelum Agustus ini, saya juga mengalami yang sakit seperti itu sebelum ketahuan empedu itu, saya datang ke Rumah Sakit Islam, dilakukan pemeriksaan, dan sebagainya, diduga hanya maag, diberikan obat sampai malam juga, sampai sembuh tidak sakit dan saya minta pulang. Dalam arti karena sudah tidak sakit, tidak perlu opname. Nah karena tidak perlu opname, saya harus membayar kalau tidak salah pada saat itu Rp225.000,00 karena tidak bersedia 22
untuk dirawat inap. Itu alasannya rumah sakit yang kerja sama dengan BPJS kesehatan yang dalam hal ini Rumah Sakit Islam. Saya kira demikian itu yang dapat saya sampaikan, Yang Mulia. Ini semuanya terjadi pada saya dan pada umumnya pekerja di (suara tidak terdengar jelas). Assalamualaikum wr. wb. 55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Didik. Dari Pemohon apa ada yang akan diperdalam atau diklarifikasi pada Ahli atau Saksi? Silakan.
56.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Tadi kita sudah bersama-sama mendengarkan baik dari Ahli maupun Saksi tentang pertama problem yang banyak terjadi terkait dengan pelayanan kesehatan. Nah, justru dengan izin Yang Mulia, kami ingin bertanya kepada Pemerintah khususnya adalah pada waktu pembahasan undang-undang ini sebenarnya pada waktu itu ingat JPKM atau kemudian lupa terhadap JPKM atau memang waktu itu diundang, gitu, Yang Mulia. Sehingga ingin tahu prosesnya saja. Sehingga mengapa sampai 22 BAPEL, kemudian ada yang sampai mati dan seterusnya, dan pekerja juga mengalami hal seperti itu. Terima kasih, Yang Mulia.
57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Minta penjelasan pada Pemerintah, ya. Yang lain lagi sudah cukup? Silakan.
58.
KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Kalau ada yang bisa.
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
60.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Assalamualaikum wr. wb.
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. 23
62.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Saya HM Razali Djalil Praktisi Kesehatan Indonesia, Pemilik Bapel JPKM PT. Ramamuza Bhakti Husada. Izinkanlah, Yang Mulia, pada kesempatan ini saya selayang pandang sejarah supaya nanti benang merahnya kelihatan. Sebelum tahun 1992 di Indonesia ini sudah ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Satu. PT Taspen Persero menyelenggarakan program tabungan asuransi bagai pegawai negeri (…)
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, ini kaitannya dengan Ahli atau Saksi. Kalau tidak itu, enggak usah.
64.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Ya.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak perlu. Kalau penjelasan itu nanti di dalam kesimpulan saja, dimasukkan dalam kesimpulan.
66.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Ya, ya, ya.
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
68.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Baik, Yang Mulia. Kalau begitu saya hanya mau menambahkan dari Saksi Pak Dodi. Yang jadi pertanyaan saya, yang pertama, sebelum PT Astek … PT Askes Persero bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan, hanya menyelenggarakan program asuransi kesehatan bagi pegawai negeri sipil dan pensiunan beserta anggota keluarga, lebihkurang cuma 17 juta peserta. Kemudian setelah bertransformasi pada 1 Januari 2014 menjadi BPJS Kesehatan, ruang lingkupnya, kepesertaannya diperluas hampir mencapai seluruh penduduk. Kalau kita hitung misalnya pegawai negeri
24
17 juta, TNI/Polri saya enggak punya data, tapi kalau Jamkesmas 86,4 juta. 69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Kalau … sama, kalau itu penjelasan itu nanti bisa masukkan di kesimpulan, ya. Baik.
70.
PEMOHON: HM RAZALI DJALIL Ya, pertanyaan saya ya itu, apakah sanggup menyelenggarakan karena menyelenggarakan kesehatan beban administrasi berat dan rumit, padatnya pelayanan, dan cukup sensitif. Apakah BPJS mampu menyelenggarakan, dulu hanya 16 juta, sekarang menjadi 200 juta? Sekian, Yang Mulia. Mohon izin, terima kasih.
71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Jadi, tidak ke Ahli dan ke Saksi ini. Dari Pemerintah ada yang ditanyakan ke Ahli atau ke Saksi atau akan (…)
72.
PEMERINTAH: NASRUDIN Baik. Mohon izin, Yang Mulia. Dari keterangan Ahli dan Saksi, ada beberapa pertanyaan dari Pemerintah yang akan disampaikan Pak Gazali.
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
74.
PEMERINTAH: GAZALI Terima kasih, Bapak Majelis Hakim Yang Mulia. Ada dua, tiga poin yang ingin kami mintakan penjelasan lebih lanjut dari Ahli maupun Saksi. Pertama adalah dari Ahli Pertama Pak Marius. Jadi, di sini memang disebut-sebut tadi dengan subsidi silang. Di dalam Undang-Undang (suara tidak terdengar jelas) itu yang tidak diperbolehkan subsidi silang antarprogram. Jadi, ada program jaminan kesehatan kecelakaan kerja, kematian (suara tidak terdengar jelas) dan pensiun, di antara program itu yang tidak boleh ada subsidi silang. Tetapi kalau di dalam satu program, itu boleh ada subsidi silang yang istilahnya di dalam asas dari sembilan prinsip BPJS itu yaitu prinsip gotong royong. Jadi, di dalam satu program itu memang diharuskan adanya gotong royong, yaitu antara subsidi silang antara yang sehat mensubsidi yang sakit. Jadi, artinya 25
kalau dia sehat, uang premi itu tentu digunakan untuk yang sakit. Itulah sebenarnya semangat gotong royong itu. Sehingga memang yang sehat itu dia membayar premi dan kemudian yang sakit yang mendapatkannya. Sebab orang tidak bisa menduga kapan dia sakit karena sakit sesuatu yang tidak bisa diduga. Ini yang perlu juga kami minta penjelasan dari Saksi Ahli tadi. Kemudian, Saksi Ahli yang Kedua berkaitan dengan pemberian sanksi. Memang di dalam Undang-Undang BPJS disebutkan pemberi kerja itu diberikan sanksi pelayanan publik, kalau dia tidak melakukan. Ini dalam rangka untuk melindungi pekerjanya. Untuk melindungi pekerjanya ada kewajiban pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya untuk menjadi peserta. Bahkan di dalam judicial review yang lalu juga, Majelis Hakim di sini juga sudah menyatakan bahwasanya bagi pekerja yang … yang tidak didaftarkan oleh pemberi kerjanya, dia dapat langsung mendaftarkan ke BPJS dan pemberi kerja itu membayarkan iurannya kepada BPJS. Jadi artinya itu menggambarkan sanksi itu diperlukan untuk memberikan perlindungan kepada pemberi kerja. Kepada pekerja maksudnya. Kemudian Saksi yang pertama tadi, Pak Majelis Hakim Yang Mulia. Menyebut-nyebut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Padahal sudah diubah dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Jadi sebetulnya Undang-Undang BPJS itu dia merujuk kepada Undang-Undang SJSN dan tentu tidak terlepas dari UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 yang juga di dalamnya sudah menyinggung sistem jaminan sosial. Jadi tidak … tidak ada sesuatu yang dilanggar oleh Undang-Undang BPJS karena mengacu kepada UndangUndang SJSN dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Itu saja, Bapak Majelis Hakim Yang Terhormat. Assalamualaikum wr. wb. 75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Dari meja Hakim silakan Yang Mulia. Ya, Yang Mulia Pak Patrialis dulu silakan.
76.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Saya mau minta pendapat ya atau pendalaman dari Dr. M. Ali Safaat. Ini kan beliau ini sudah enggak asing lagi ini oleh MK ini. Ini kan Para Pemohon ini antara lain menyatakan bahwa BPJS ini kan dikatakan sebagai satu-satunya lembaga yang diperkenankan memberikan jaminan sosial. Jadi dianggap sebagai satusatunya karena memang ada di situ kalimat wajib mendaftarkan. Kemudian juga adanya pemberian sanksi.
26
Oleh karena itu menurut Pemohon karena satu-satunya ini juga menjadikan terhalangnya hak-hak warga negara dalam memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai dengan pilihan yang sebetulnya mereka bisa memilih yang lain tapi terhalang. Kemudian juga ini juga dimaknai sebagai mematikan kesempatan yang sama kepada penyelenggara jaminan sosial yang lain. Berdasarkan pokok pikiran itu, saya ingin mengetahui. Bagaimana pendapat Ahli? Sementara di dalam undang-undang ini yang diajukan judicial review ini, itu tidak ada satu pun secara eksplisit kalimat yang mengatakan bahwa BPJS hanya sebagai satu-satunya lembaga penyelenggara yang memberikan jaminan sosial. Tapi indikasi tadi sudah disampaikan bahwa … dan apalagi tadi Para Saksi menyampaikan bahwa banyak sekarang lembaga-lembaga penyelenggara ini sudah tutup dan mereka juga pada … karyawannya juga sudah pada berhenti. Saya ingin pemahaman dari Ahli ini bagaimana sebetulnya kondisi ini? Tolong dijelaskan. Yang kedua, saya minta klarifikasi juga dengan Pemerintah. Kami ingin mengetahui secara tuntas dan terbuka, sebetulnya bagaimana sih bentuk operasionalisasi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS ini? Salah satu contoh tadi kasus yang dialami oleh Saksi Pak Dodi ya, apa Didik? Tadi Saksi, beliau adalah bagian dari masyarakat yang menyatakan langsung di dalam persidangan ini dan itu diberikan keterangannya di bawah sumpah. Keterangannya di bawah sumpah jadi tidak main-main. Dan sebetulnya tidak hanya beliau tapi banyak juga masyarakat-masyarakat yang mengeluhkan sebetulnya dengan operasionalisasi BPJS sekarang banyak masyarakat yang tidak bisa terakses secara baik di dalam memperoleh jaminan kesehatan ini. Coba jelaskan. Kemudian juga ternyata rumah sakit-rumah sakit yang kerja sama dengan BPJS itu juga sangat terbatas. Sangat terbatas. Nah kalau memang kita ingin mewujudkan cita-cita lahirnya BPJS ini bagian dari perintah Undang-Undang Jaminan Sosial dan juga ini adalah desakan dari rakyat pada waktu itu agar Pemerintah betul-betul memberikan perhatian khusus kepada jaminan kesehatan, saya tahu juga bagaimana alotnya pembahasan undang-undang ini, pertanyaannya adalah kenapa Pemerintah tidak membuka peluang yang sebesar-besarnya kepada seluruh rumah sakit mana pun yang sudah diakui keberadaannya untuk menampung pasien-pasien berobat dengan BPJS? Jadi, tidak hanya rumah sakit-rumah sakit yang sederhana, rumah sakit-rumah sakit kecil, tapi bagaimana juga hampir semua rumah sakit supaya juga pelayanannya itu maksimal? Ini kan perintah undangundang, amanat undang-undang. Nah, kami ingin mengetahui, bagaimana sih sebetulnya? Apa kendala-kendala yang dilakukan … yang terjadi, yang dirasakan oleh Pemerintah? Sementara, yang BPJS-BPJS lainnya yang datang ke sini melaporkan bahwa mereka tidak lagi bisa, itu 27
kan sudah tertutup, menurut mereka, ya. Jadi, tolong Pemerintah jelaskan sejelas-jelasnya di dalam persidangan ini. Saya kira demikian, Pak Ketua. Terima kasih. 77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Ada lagi yang dari sebelah kanan saya? Cukup? Sebelah kiri? Pak Wahiduddin Yang Mulia. Kemudian, Pak Dr. Palguna? Enggak? Oh, Pak Wahiduddin, saya persilakan.
78.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya ingin nanti juga penegasan, penjelasan dari Ahli Dr. Marius Widjajarta. Tadi disebutkan bahwa realitas sosial dan itu sejak UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 yang tadi sudah sebetulnya diganti dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Bahwa Badan Pelaksana Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat itu telah lama berperan ya dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat. Kemudian, di dalam Undang-Undang BPJS yang Saudara sampaikan, ini ada lima kesalahan besar disebutkan. Pertama, kesalahan bentuk jaminan penyelenggaraan pelayanan. Dua, kesalahan pengejawantahan prinsip nirlaba. Tiga, kesalahan prinsip gotong-royong. Empat, problematika kelembagaan. Lima, kasus-kasus tadi. Jadi, banyak cukup dalam substansi materi itu disebutkan ada empat kesalahan besar dan sudah dalam bentuk kasus-kasus, ya. Nah, Saudara, baik pribadi maupun kelembagaan di daftar riwayat hidup itu cukup … apa … banyak berperan. Ini ingin pertanyaan, apakah selama ini pemikiran-pemikiran dan pendapat Saudara atau berbagai macam peran Saudara itu pada waktu persiapan atau pembahasan undang-undang ini sudah diikutsertakan, baik secara kelembagaan atau pribadi menyampaikan hal-hal agar peran dari BAPEL JPKM ini tidak hilang. Karena menurut Saudara tadi, dengan Pasal 15 dan Pasal 19 ini, BPJS itu sebagai satu-satunya lembaga yang mengakibatkan lembaga penyelenggara jaminan sosial atau asuransi sosial lainnya itu mati, begitu ya. Kemudian, di dalam solusi, itu Ahli menyebutkan, “Solusinya adalah Kementerian Kesehatan wajib bertanggung jawab dan mencari solusi, jalan keluar agar JPKM ini ikut serta lagi.” Dan itu di petitum Pemohon juga semua, dari BPJS dengan mengikutsertakan lembaga jaminan sosial dan yang lainnya, kan? Dari ke-16 atau 17 petitum itu mengikutsertakan itu. Jadi, apakah menurut Ahli pastikan, apakah ini memang kesalahan yang lima besar itu tadi ada di dalam undangundang itu atau hanya cukup diatasi dengan diikutsertakannya kembali lembaga jaminan sosial lain selain BPJS? Saya ingin pastikan itu saja dari 28
pendapat yang disampaikan oleh Saudara tadi. Karena kita mengikuti pembahasannya dahulu, ini cukup lama. Dan kalau tidak salah satusatunya undang-undang yang presiden menunjuk tujuh menteri untuk mewakili presiden. Sehingga, kelihatan itu semua unsur, semua stakeholder ikut. Tapi saya tidak tanya kepada Pemerintah, tetapi tanya kepada Ahli apakah pernah menyampaikan pendapat-pendapat ini baik pribadi atau kelembagaan di dalam pembahasan baik waktu persiapannya atau sudah di pembahasan di DPR? Terima kasih. 79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Masih ada? Terima kasih, silakan, Yang Mulia. Pak Wakil.
80.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya sekedar ingin menambahkan, ya pengalaman saya juga, saya pribadi dikaitkan dengan keterangan Saksi dan apa yang sudah disampaikan oleh Yang Mulia Pak Patrialis dan Pak Wahiduddin. Ya, kebetulan kemarin sore saya ke … berobat ke rumah sakit dengan membawa kartu ini Jasindo, ya? Ini kan bersama dengan BPJS juga, ya, jadi saya … ya, jadi agak ini juga … bertanya juga, saya diberi resep oleh Dokter pada sebuah rumah sakit, ya. Nah, ketika mau mengambil obat lalu oleh petugas diberi hanya separo, separonya diambil berikutnya, apa memang seperti itu? Saya tidak bisa bayangkan ya, ini … di sini juga ditulis ini untuk VVIP, ya, ya bisa dipahami apa yang disampaikan oleh Saksi. Kendalanya di mana itu ini Pemerintah? Terima kasih. Kalau ini tidak usah dijawab lisan, tertulis saja nanti.
81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Ada sedikit tambahan dari saya untuk menanyakan pada Ahli Dr. M. Ali … Muhammad Ali Safaat. Dari Pasal 15, Pasal 16, kemudian Pasal 17 undang-undang yang kita perbincangkan ini. Apakah Ahli menangkap bahwa memang satu-satunya lembaga itu BPJS? Ataukah bisa dimungkinkan ada lembaga lain yang menangani? Masalah jaminan sosial kesehatan ini. Karena di situ baik untuk pemberi kerja maupun pekerja malah di Pasal 16 ayat (1)-nya itu setiap orang, berarti kan setiap warga negara dan arahnya ke BPJS. Kalau kita mau menambah jaminan kesehatan, berarti itu terserah kepada orang masing-masing dan itu ke asuransi kesehatan swasta berarti. Apakah ada kesan itu kalau kita membaca pasal-pasal itu? Saya minta tanggapan, komentar dari Ahli, saya persilankan dari mulai Pak … Dr.
29
Marius dulu. Kemudian, Pak Ali Safaat dan tadi ke Pak Dodi kalau enggak salah, ya? Kalau Pak Didik enggak. Saya persilakan Pak Marius. 82.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA Terima kasih, Yang Mulia. Jadi saya sedikit mengkritisi masalah Undang-Undang BPJS mengatakan subsidi antarprogram, ya. Ini adalah subsidi pasal-pasal kelabu, ya? Karena apa? Setiap saya mau menanyakan ini kepada khususnya kepada BPJS, jawabanya selalu dihubungkan atas asas-asas kegotongroyongan, ya, di dalam kegotongroyongan jelas tertulis gotong royong subsidi hanya dilakukan untuk orang yang mampu terhadap orang yang tidak mampu, tapi kenyataan di lapangan. Dalam salah satu talkshow Metro TV, ya, baru-baru ini diakuai memang terjadi subsidi silang antara non-PBI, artinya orang yang tidak mampu kepada orang yang mampu atau PBI. Jadi saya bingung, memang saya tahu program dua program ini antara misalkan kesehatan BPJS kesehatan dengan tenaga kerja? Dan ini selalu ombang ambingkan di sini. Makanya kesempatan yang bagus ini saya minta Mahkamah Konstitusi mungkin memperjelas, apa itu program? Setahu saya BPJS kan … BPJS kesehatan, BPJS Tenaga Kerja. BPJS Kesehatan punya dua layanan untuk PBI maupun non-PBI. Non PBI dibayari oleh pemerintah, tidak gratis, jadi kata-kata gratis harap disetop untuk pejabat-pejabat. Ini adalah diskriminatif terhadap saudara-saudara kita yang belum mampu, bukan tidak mungkin nanti jadi maaf Bapak Hakim, Yang Mulia. Jadi Ketua Mahkamah Konstitusi kan bisa, ya, jadi kemanusiaannya, saya protes kalau ada bilang gratis. Ini dibayari oleh pemerintah, jadi mungkin dalam sidang ini (suara tidak terdengar jelas) maka Hakim Yang terhormat saya minta juga mungkin usulan saya program ini harus jelas, ya. Jangan jadi alasan dari pemerintah. Alasannya, “Program itu antara kesehatan dengan tenaga kerja.” Lalu dihubungkan dengan kegotongroyongan. Asas gotong royong orang mampu mensubsidi orang tidak mampu. Di lapangan sudah terjadi dan diyakan oleh direktur hukum dan hubungan antara lembaga di acara talk show Metro TV. Ya, jadi justru saya pertanyakan kepada pemerintah. Jadi saya tidak mau pusing-pusing lagi, waktu itu saya tanya, ya atau tidak? Ya. Jadi jangan dengan alasan gotong royong. Gotong royong yang mana? Kok ada dana orang miskin untuk orang mampu. Itu saya minta pertanggungjawaban kepada pemerintah. Kalau yang untuk pertanyaan Yang Mulia yang berikutnya, itu BPJS selama ini saya hanya sebagai pengusul amandemen ke … waktu itu Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mewakili lembaga bukan pribadi atas nama rakyat konsumen kesehatan untuk ada undang-undang yang namanya … apa … untuk … apa namanya … amandemen Undang-
30
Undang Dasar Tahun 1945 sehingga keluar Pasal 28H dan Pasal 34 itu, saya bertiga. Lalu kalau masalah BPJS, kalau pemerintah biasanya alergi dengar nama saya, juga alergi saja. Padahal kalau saya bicara, selalu dengan fakta, saya bukan orang partai. Dari dulu ditawari DPR juga saya menolak, staf ahli menteri juga saya tolak, saya ingin untuk masyarakat. Dana bagi asing saya tolak juga dan saya sering diminta pendapatnya oleh DPR Komisi IX zaman dulu sama-sama litbang DPR Komisi IX. Jadi kalau … padahal saya sudah tawarkan, “Ini lho gratis.” saya bilang. Tapi mereka istilahnya, maaf saja Yang Mulia, mungkin pemerintah sudah alergi sama saya, silakan. Tapi saya bicara dengan fakta sampai gambar-gambarnya juga ada, fotonya ada. Bagaimana korban dari BPJS? Saya tidak minta BPJS itu dibubarkan, tidak. Revolusi mental dalam hal management karena ini program yang bagus untuk rakyat Indonesia. Lalu kalau masalah yang satunya lagi, itu masalah yang terakhir ada satu lagi. Maaf, Yang Mulia, ada satu lagi. Oh ini. 83.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Dari saya mengenai ada lima kesalahan (…)
84.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA Oh, ya. Masalah JPKM itu ya?
85.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
86.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA He eh. Jadi begini, maaf, Yang Mulia. Kalau masalah JPKM, saya dalam hal ini kan ahli yang tidak memiliki … tidak berpihak ke JPKM, tidak berpihak kepada BPJS ya, tapi saya minta pertanggungjawaban dari Kementerian Kesehatan karena yang memulai dia berdasarkan tadi undang-undang dari saksi, dari ahli juga dimulai dari Kementerian Kesehatan. Dan perlu diketahui setahu saya, itu dulu ada namanya Direktorat JPKM di Kementerian Kesehatan. Lalu berubah-ubah terjadi akhirnya jadi … kalau enggak salah bagian pembiayaan kesehatan sekarang ini. Tapi JPKM ke mana ini? Harusnya ikut bertanggung jawab. Supaya apa? Supaya jangan-jangan dia kasih izin, tahu-tahu dilepas bebas, ada yang maju, memang ada … tidak ada lagi. Tapi ini yang maju bagaimana? Saya minta kepada Yang Mulia di sini, diberikanlah mereka
31
jalan keluar. Jadi saya tidak berpihak, apakah harus ada tetap JPKM? Caranya mungkin biar pakar-pakar di sini yang bicara. Lalu yang satu lagi mungkin, kenapa rumah sakit swasta tidak mau atau tidak berperan serta? Itu tadi karena hitung-hitungannnya tidak masuk akal sehat. Bahkan rumah sakit dokter Cipto Mangunkusumo khusus untuk bedah faskular sudah menolak. Itu saya pernah tayang juga talk show di acara salah satu TV swasta, baru saja ya karena biayanya hitungannya enggak masuk akal. Jadi satu permohonan saya supaya Majelis Hakim yang saya hormati, supaya sistem pembiayaan ini diubah dihitung sesuai dengan WHO, passion city, dasar evidence based-nya, adanya … perlunya adanya norma, ada yang standar pemerintah wajib membuat standar pelayanan medis yang nasional, bukan yang lokal. Setelah itu duduk bareng-bareng dengan profesi kesehatan membuat clinical (suara tidak terdengar jelas). Dari klinik (suara tidak terdengar jelas) baru bisa ditentukan unit (suara tidak terdengar jelas). Dengan begitu, diharapkan semua pihak akan membuat BPJS, baik itu di rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta dan tolong diberi jalan keluar untuk JPKM. Sekian. terima kasih, Yang Mulia. 87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Pak Ali Safaat saya persilakan.
88.
AHLI DARI PEMOHON: MUCHAMMAD ALI SAFAAT Terima kasih, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Yang pertama dari Pemerintah tadi terkait dengan pemberikan sanksi. Persoalannya, pemberian sanksi itu tidak hanya pemberi kerja, kan begitu, tapi juga kepada pekerja dan warga negara, itu yang menjadi persoalan. Nah, kepada pemberi kerja juga persoalannya sanksi tidak hanya terkait dengan usaha dan hubungan kerjanya, tetapi juga terkait dengan hak keperdataan karena di situ dalam penjelasannya juga disebutkan terkait dengan hak pertanahan kalau tidak salah. Itu yang menjadi persoalan yang menurut saya cukup berlebihan terkait dengan sanksi itu. Kemudian yang kedua dari Yang Mulia Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Yang Mulia Ketua Majelis Prof. Arief Hidayat sebetulnya walaupun di dalam Undang-Undang BPJS itu tidak pernah menyebutkan bahwa BPJS sebagai badan dengan masing-masing diawali huruf kapital karena ini berbeda dengan rumusan di dalam Undang-Undang SJSN yang menyatakan beberapa dan itu lebih apa … sebagai apa … nama lembaga secara umum, tidak pernah BPJS sebagai badan itu tidak pernah disebutkan sebagai satu-satunya penyelenggara di dalam
32
Undang-Undang BPJS itu sendiri, tetapi kita bisa melihatnya secara sistematis dari keseluruhan undang-undang itu. Pertama, ada prinsip kepesertaan yang bersifat wajib, sampai di sini tidak ada persoalan karena kepesertaan bersifat wajib itu adalah terhadap program jaminan sosial. Jadi, tidak lalu spesifik kepada lembaga tertentu. Menjadi persoalan ketika untuk mengikuti atau menjadi peserta itu hanya bisa dilakukan dengan cara mendaftarkan diri ke BPJS kan begitu. Ini kan berarti saya hanya bisa ikut dalam program jaminan sosial kalau saya menjadi pesertanya BPJS. Selain itu, ya berarti tidak bisa. Kalau misalnya saya sudah punya asuransi katakanlah tadi seperti Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman, Jasindo dan Jasindo katakanlah belum punya perjanjian COP dengan BPJS, maka saya tetap bukan peserta BPJS pada saat itu, dan kalau saya bukan peserta BPJS berarti saya belum mengikuti program jaminan sosial, dan kalau saya belum mengikuti program jaminan sosial otomatis saya bisa dikenai sanksi, kan begitu. Itu kan logika dalam undang-undangnya kan seperti itu saja begitu karena itu dari konstruksi secara sistematis kalau kepesertaan wajib itu kalau tidak salah dalam Pasal 5 seingat saya, kemudian dari Pasal 15, Pasal 16, dan seterusnya, maka ya konstruksinya memang BPJS itu politik hukumnya dijadikan sebagai satu-satunya badan hukum penyelenggara jaminan sosial. Nah, bagaimana kalau misalnya kita menginginkan ada yang lain? Ya bisa saja berarti dibuka kemungkinan bahwa jaminan sosial itu tidak hanya diselenggarakan oleh BPJS yang tentu saja menurut saya ini memang perlu pembicaraan dan perubahan lebih lanjut, tetap harus ada peran dari BPJS bagaimana mengatur katakanlah BAPEL-BAPEL JPKM atau asuransi-asuransi swasta ini. Sampai tataran apa peran BPJS, misalnya menentukan standar minimal, menentukan monitoringnya seperti apa, bisa saja seperti itu dan menurut saya itu sebetulnya akan menguntungkan BPJS sendiri karena akan mengurangi beban kerja yang sedemikian besar. Apakah tidak bisa misalnya dilakukan dengan mekanisme COP selama ini? Ya persoalannya kalau dengan COP itu kan asuransi swasta, itu kan harus membayar ke BPJS sesuai dengan premi BPJS minimal itu. Nah, kalau misalnya ada asuransi atau misalnya BAPEL yang mampu menyelenggarakan dengan premi di bawah BPJS kan berarti tidak mungkin berarti kan harus dikalikan dua preminya, dua kali lipat baru bisa ke BPJS dan yang BAPEL bisa mendapatkan. Saya kira demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan Pak Dodi, terakhir.
33
90.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Terima kasih, Yang Mulia. Tadi terkait dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 yang kami pahami pada undang-undang ini Pasal 66 ayat (1) membentuk badan atau BAPEL-BAPEL JPKM. Nah berdasarkan undang-undang inilah, maka pemerintah Departemen Kesehatan memberikan izin operasional kepada 20 badan penyelenggara dan badan penyelenggara ini dilaksanakan oleh BAPEL-BAPEL JPKM yang selama ini masih ada. Lalu kemudian, tadi terkait dengan perubahan dari UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 ke Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, jujur kami memang belum memahami sepenuhnya UndangUndang Nomor 36 ini. Namun yang penting bagi kami adalah peran serta masyarakat tetap harus dilibatkan melalui BAPEL JPKM walaupun adanya perubahan Undang-Undang Nomor 23 menjadi Undang-Undang Nomor 36 ini. Saya kira demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Masih ada tambahan Prof. Maria Yang Mulia silakan.
92.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Terima kasih, Pak Ketua. Saya melihat di sini kalau dikatakan dalam … dari Saksi, tapi saya juga akan menanyakan ini kepada Ahli bahwa di halaman tiga dikatakan bahwa tanggal 1 Januari 2014 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Undang-Undang Nomor 24 tentang ... 12 ... 2011 tentang BJSN dan PP Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jamkes diberlakukan, maka ada PT Jamsostek, PT TASPEN, dan PT ASKES, ini bertransformasi menjadi BPJS. Bagaimana konsekuensi ini, apakah ini langsung terjadi oleh karena tiga PT ini, itu berinduk pada undang-undang tersendiri, apakah dengan Undang-Undang SJSN dan BPJSN ini kemudian bagaimana transformasi menjadi BJSN. Karena tentunya di dalam ketiga persero ini, tentu ada aset-aset yang sudah masuk dan juga oleh orang-orang tertentu, kan tidak sembarang orang kalau di sini, ya kan. Kalau Jamsostek, ya, ketenagakerjaan dan sebagainya. Bagaimana kemudian apakah dana yang ada di dalam ketiga persero ini kemudian menjadi dana BJSN, BPJS yang kemudian dipergunakan untuk semua peserta BPJS ini? Saya rasa itu, Pak Ketua.
34
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan Pak Dodi dulu, kemudian Ahli salah satu menanggapi.
94.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA Terima kasih ... oh, Pak Dodi dulu.
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Pak.
96.
AHLI DARI PEMOHON: MARIUS WIDJAJARTA Terima kasih, Prof. Maria, Hakim Yang Mulia. Jadi di sini justru dari awal waktu adanya istilah mereka transformasi dari PT ASKES jadi BPJS kesehatan karena saya hanya mengetahui hanya BPJS kesehatan, saya pertanyakan karena pemerintah kalau Undang-Undang SJSN hanya memberikan Rp2 triliun sebagai modal awal. Nah, saya pertanyakan, dana dari PT ASKES itu berapa? Ini kan dana masyarakat bukan dana pemerintah, ya. Sampai detik ini tidak pernah ada jawaban. Lalu saya tanya, bagaimana penjualan anak perusahaan PT ASKES, yaitu in health insurance yang dijual dengan harga Rp1,7 triliun itu masuknya ke mana, ya. Lalu saya pertanyakan kenapa katanya BPJS 1 Januari tidak boleh cari untung, masih memiliki saham 20% di ... BPJS di apa ... di ... BPJS ... jadi in health dijual Rp1,7 triliun, 20% masih miliknya BPJS, ya, akan berakhir 1 Januari 2015. Jadi sampai 31 Desember 2014, bagaimana keuntungannya, ya. Saya berdiskusi, ya, pada waktu itu kalau enggak salah pertemuan di Lemhamnas, saya dengan direktur utamanya, saya bicara, ya paling tidak ini diakui masih memang miliknya BPJS. Justru saya pertanyakan ini kok masih bisa, katanya untuk semacam apa ... apa ... gengsilah, katanya dia bilang. Artinya ini samalah sama yang dulu, saya bilang ... jadi saya minta kepada Majelis Hakim, saya mohon sekali kepada Yang Terhormat Majelis Hakim ini, tolong minta pertanggungan jawab waktu aset BPJS ... ASKES jadi BPJS yang katanya akan dipersentasikan bisa dilihat audit publik pertengahan 2015, katanya. Mudah-mudahan saja benar. Itu yang mungkin yang bisa saya jawab, terima kasih, Yang Mulia.
97.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang terakhir, Pak Dodi.
35
98.
SAKSI DARI PEMOHON: DODI MUHADI Terima kasih, Yang Mulia. Kami menyoroti undang-undang ini adalah terkait dengan Jamsostek, PT TASPEN, dan ASKES, khususnya tidak lagi menyelenggarakan ... tidak lagi ... pelayanan kesehatan tidak lagi diselenggarakan oleh kedua perusahaan ini, jadi kami lebih menekankan kepada pelayanan kesehatan tidak diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan TASPEN. Nah, keterkaitan dengan peralihan aset dan lain sebagainya, tentunya sudah ada ahli yang akan mengurus, ya, tetapi yang penting untuk kami adalah dengan kemudian program ini ditarik oleh Jamsostek atau ditiadakan dari empat program lalu menjadi tiga program, lalu kemudian juga TASPEN demikian, ini diserahkan kepada PT ASKES yang kemudian ditunjuk sebagai BPJS kesehatan. Nah, ini yang kemudian, ya, di mana peran bapel JPKM termasuk tentunya adalah pengelolaan kepesertaan yang selama ini bapel JPKM juga ikut mengelola kepesertaan dan membina jaringan. Saya kira itu, Yang Mulia. Terima kasih.
99.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih pada Pak Ali Safaat, Pak Dr. Marius, Pak Dodi, dan Pak Didi, yang telah memberikan keterangan pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, ya. Saya tanya ke Pemohon, apa masih mengajukan ahli atau saksi?
100. KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Masih, Yang Mulia. Untuk berikutnya kami akan mengajukan empat ahli dan satu orang saksi. Empat ahli, ya. Kalau empat ahli waktunya ini yang jadi masalah. Atau anu dululah, dua ahli, satu orang saksi dulu gitu, ya. Jadi, Saudara sudah mengajukan tujuh ahli dan saksinya ada (…) 101. KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Ada empat. 102. KETUA: ARIEF HIDAYAT Empat, ya. Nanti silakan Saudara sebelum persidangan, siapa ahlinya, dua orang ahli dan satu orang saksi dulu pada persidangan yang akan datang, ya baik.
36
103. KUASA HUKUM PEMOHON: AAN EKO WIDIARTO Baik, terima kasih, Yang Mulia. 104. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian pada Pemerintah, tadi yang pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, nanti jawaban tertulis ditunggu, ya. Baik, kalau begitu sebelum saya akhiri persidangan pada siang hari ini, perlu saya sampaikan bahwa persidangan yang berikutnya pada sidang yang kelima, akan diadakan pada hari Selasa, 24 Februari 2015, pada pukul 11.00 WIB. Saya ulangi, Selasa, 24 Februari 2015, pada pukul 11.00 WIB dengan mendengarkan keterangan dua orang ahli dan satu orang saksi dari Pemohon. Baik, sidang selesai dan ditutup.
KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.13 WIB
Jakarta, 10 Februari 2015 Kepala Sub Bagian Risalah,
Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
37