1
PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN MELALUI PEMILIKAN SAHAM YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NO.5/1999 SKRIPSI Disusun dan diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
OLEH: MANAHAN NIM. 020200031 DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
2
DAFTAR ISI ABSTRAKSI .......................................................................................................i KATA PENGANTAR .............................................................................................................................i i DAFTAR ISI... .............................................................................................................................i ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1 B. Perumusan
Masalah
..10 C. Tujuan
dan
Manfaat
Penulisan
..10 D. Keaslian
Penulisan
..12 E. Tinjauan Kepustakaan............................................................................12 F. Metode Penulisan...................................................................................15 G. Sistematika
Penulisan
..16 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
3
BAB II
TINJAUAN TERHADAP PERSAINGAN USAHA SECARA
UMUM A. Sejarah
Hukum
Persaingan
Di
Indonesia................................................18 B. Pengertian
Persaingan
Usaha...................................................................27 C. Instrumen
Penegakan
Hukum
Persaingan
Di
Indonesia..........................36
BAB
III
PENDEKATAN
EKONOMI
DALAM
MEMAHAMI
PERSAINGAN USAHA A. Pandangan Ekonomi Dalam Memahami Persaingan Usaha…………….46 B. Konsep Perse Illegal dan Rule of Reason Dalam Persaingan Usaha…...60
BAB IV PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN YANG BERTENTANGAN DENGAN UUNO.5 TAHUN 1999 A. Posisi
Dominan
Dalam
Persaingan
Usaha...............................................70 B. Pemilikan
saham
Dalam
UU
No.40
Tahun
2007.....................................79 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
4
C. Pemilikan Saham Untuk Menjadi Posisi Dominan Yang Bertentangan Dengan
UU
No.5
Thun
1999....................................................................85 D. Contoh Kasus Pemilikan Saham Untuk Menjadi Posisi Dominan Yang Diperiksa
Oleh
KPPU...............................................................................89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .....................................................................................................9 8 B. Saran .....................................................................................................1 00
DAFTAR PUSTAKA
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa selama beberapa dekade belakangan ini negara kita telah banyak mencatat kemajuan yang cukup berarti dalam pemulihan ekonomi . Namun kondisi kesuksesan perekonomian Indonesia bersifat antithesis . Perekonomian yang terlihat maju pesat ternyata tidak lebih dari fatamorgana dan tidak memiliki fondasi yang kuat. 1 Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diimbangi dengan pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi yang telah ada sehingga terjadi ketimpangan dan kepincangan serta kecemburuan sosial di dalam masyarakat. Di samping itu kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah cenderung tidak mendukung timbulnya persaingan usaha yang sehat. Antara pelaku usaha dan penguasa, dalam hal ini pemerintah, dapat melahirkan hubungan yang merugikan masyarakat dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat karena pelaku usaha diberi berbagai fasilitas oleh penguasa.
2
Negara memang tidak dapat berjalan maju tanpa adanya dunia usaha yang berkembang secara cepat dan efisien. Dunia usaha merupakan suatu dunia yang boleh dikatakan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai macam dunia lainnya turut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
1
James Soemijantoro Wilson, Why Foreign Aid fails: Lesson From Indonesia’s Economic Collapse, Law and Policy in International Business, volume 33, Number 1,Fall 2001, hal 163165(dalam Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha tidak Sehat, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 3) Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
6
dunia usaha ini. Keterlibatan pemerintah dalam hal ini adalah menyangkut peraturan-peraturan yang menjadi rambu-rambu yang mengatur dunia usaha. Namun terkadang rambu-rambu tersebut, baik yang terbentuk sebagai suatu aturan main perundang-undangan maupun hanya dalam bentuk-bentuk “kode etik” tertinggal dengan perkembangan dunia usaha. Keberadaan perusahaan didalam masyarakat diperlukan untuk melakukan proses alokasi sumber daya ekonomi melalui produksi dan distribusi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Perusahaan akan memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat dan menggunakan sumber daya produksi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumber daya produksi seperti modal, tenaga kerja, bahan mentah dan lain-lainnya, oleh perusahaan diproses menjadi barang. Perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama maupun dalam industri yang berlainan bersaing satu dengan yang lainnya dalam menjual barang tersebut. 3 Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 kemudian diperburuk dengan kondisi perekonomian dunia yang menurun menjadi alasan pemicu reformasi dan restrukrurisasi dalam berbagai hal yang pada akhirnya turut mempengaruhi kehidupan bernegara. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi adalah pada kenyataannya pemerintah Indonesia selama ini dikenal tidak memiliki kebijakan kompetisi yang jelas. Dalam kurun 30 tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan perbuatan yang jelas bertentangan
2
Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Seri Hukum Bisnis, Anti Monopoli, Jakarta, PT. Rajawali Grafindo Perkasa,1999, hal 7 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
7
dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya persaingan sehat padahal persaingan itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia usaha. Disamping faktor krisis ekonomi maka Indonesia dalam waktu singkat dipaksa keadaan untuk melakukan berbagai deregulasi peraturan ekonomi untuk menyelesaikan masalah ekonominya. 4 Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh berbagai pihak saja. Nurimansjah Hasibuan mengindentifikasi sumber-sumber yang menyebabkan konsentrasi pemusatan ekonomi yang melahirkan ppraktek monopoli, yaitu: 5 1. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi ini pasa satu sisi berguna untuk mengatasi rintanganrintangan local dan peningkatan efisiensi. Namun disisi lain dapat meningkatkan konsentrasi tinggi. Sebab tidak semua pengusaha dapat menguasai kinerja efisiensi ini. Dengan demikian muncul akumulasi modal dan kekayaan ditangan beberapa orang atau kelompok. Dalam hal ini konsentrasi industri menyebabkan dicapainya kedudukan monopoli melalui persaingan dan efisiensi. 2. Perlindungan yang berlebihan.
3
Legowo, Persaingan Usaha dan Pengambilan Keputusan Manajerial, Jakarta UI Press, 1966, hal 3 4 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia UU no. 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Medan;Pustaka Bangsa Press,2004, hal.5. 5 Nurimansjah Hasibuan, Ekonomi Industri : persaingan Monopoli dan Regulasi, Jakarta, PT.Pustaka LP3ES, 1993, hal 46-48 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
8
Konsentrasi pasar yang melahirkan monopoli juga muncul karena perlindungan yang berlebihan. Perlindungan ini diberikan oleh pemerintah dalam bentuk sebagai berikut: (a) pasar barang jadi yang diproduksi dalam negeri dilindungi dengan tariff nominal atau efektif yang tinggi, sedangkan untuk bahan baku yang belum diproduksi atau masih kurang di dalam negeri tarifnya relative rendah. Kadang-kadang kedua jenis perlindungan ini didapat pula oleh suatu perusahaan; (b) perlindungan pasar juga bisa dilakukan dengan penetapan harga jual oleh pemerintah. Tingkat harga yang ditetapkan oleh pemerintah tidak semata-mata untuk melindungi konsumen, tetapi juga melindungi perusahaan-perusahaan yang tidak efisienagar terus dapat hidup; (c) menetapkan captive market yang berarti memberikan kedudukan monopoli bagi suatu perusahaan, baik secara nasional, regional, maupun local. Pola captive market ini acapkali diklaim untuk melindungi yang lemah. 3. Menciptakan entry barrier (rintangan masuk) Pemerintah memberikan ijin kepada perusahaan-perusahaan tertentu untuk memproduksi barang tertentu. Kemudian bila ada pihak lain yang ingin masuk ke jenis industri tersebut pemerintah akan menolak untuk memberikan ijin dengan alasan kapasitas sudah penuh. 4. Keringanan pajak dan subsidi. Konsentrasi industri terjadi juga karena adanya perlindungan pemerintah berupa keringanan pajak dan subsidi, keringan pajak dan subsidi yang Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
9
diberikan kepada perusahaan memungkinkan perusahaan itu memperoleh kesempatan untuk melakukan akumulasi modal dari perolehan laba yang tinggi. 5. Konsentrasi terjadi melalui merger diantara perusahaan yang sejenis Merger yang berarti perusahaan yang lemah dipaksa atau terpaksa untuk bergabung dengan perusahaan sejenis yang lebih kuat dan dengan sendirinya mengurangi persaingan. Konsentrasi pemusatan ekonomi oleh beberapa pelaku usaha memberikan pengaruh pada kepentingan umum dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi pemusatan ekonomi secara langsung akan berakibat pada pasar dan keinginan untuk bersaing. Akibat pengontrolan pasar dan harga oleh beberapa pelaku usaha maka dalam jangka panjang dapat membatasi keinginan pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar karena mereka tidak mendapat kesempatan berusaha yang sama. Demikian juga akibatnya terhadap masyarakat karena dapat kehilangan kesempatan untuk membeli suatu produk dengan harga yang bersaing dan terbatasnya akses pilihan untuk mendapatkan barang dengan kualitas terbaik, pasokan yang terbatas serta pilihan yang kurang beraneka ragam. Secara alamiah tentu setiap pelaku usaha akan berupaya menguasai pasar dalam proses ”survival of the fittest”.6 Pada umumnya masyarakat dan pembuat kebijakan di Indonesia berasumsi bahwa masalah pasar yang terdistorsi selama ini adalah adalah karena sekelompok pengusaha memiliki keeratan hubungan dengan elit kekuasaan. Dari hubungan ini kemudian mereka mendapat fasilitas dan prioritas khusus dalam menjalankan
6
Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Op.Cit, hal 6.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
10
usaha mereka. Maka muncullah konglomerasi yang mengeksploitasi kekuatan ekonomi mereka dengan biaya yang harus ditanggung oleh rakyat maupun kelompok usaha kecil. Para konglomerat ekonomi ini menguasai pangsa pasar yang sangat besar dan mampu mengontrol serta menguasai pasar. Akibatnya masyarakat memiliki persepsi yang tidak benar mengenai makna yang sebenarnya dari tindakan yang anti persaingan. Masyarakat berpikir bahwa perbuatan yang anti persaingan usaha sangat erat hubungannya dengan konglomerasi atau terjadinya konsentrasi pasar yang sangat tinggi. Hal ini dapat dipahami karena adanya ketidakjelasan kebijakan persaingan dari pihak pemerintah yang terbiasa memberikan kesempatan kepada konglomerasi tanpa mendukungnya dengan prinsip persaingan. Di dalam masyarakat yang menjalankan ekonomi pasar, sistem ekonomi dalam memproduksi dan mengalokasikan barang dan jasa yang dihasilkan dilakukan melalui mekanisme pasar. 7 Dalam sistem ekonomi pasar (market economy) produsen dalam berproduksi ditentukan oleh mekanisme ekonomi yang ada. Hal ini lazim dikenal dengan teori keseimbangan pasar dimana jumlah permintaan akan berbanding terbalik dengan dengan jumlah penawaran, maka harga akan terbentuk dari keseimbangan proses ini. 8 Prinsip dasar utama untuk keunggulan ekonomi pasar yang dikemukakan oleh Adam Smith adalah kemauan untuk mengejar keuntungan dan kebahagian terbesar bagi setiap individu yang dapat direalisasikan melalui proses persaingan. 9 Persaingan usaha yang sehat akan berakibat pasitif bagi para pelaku usaha yang
7
Legowo, Op Cit,hal 4. Tedy Herlambang, Ekonomi Manejerial dan Strategi Bersaing,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal.45. 8
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
11
saling bersaing atau berkompetisi karena dapat menimbulkan upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. 10 Disamping itu Smith juga menekankan bahwa bila efisiensi pasar berjalan maksimum, maka intervensi pemerintah terhadap pasar sebenarnya tidak diperlukan. 11 Namun akibat dari proses ekonomi pasar bisa menimbulkan beban kesulitan bagi masyarakat jika terjadi ekonomi pasar yang dilakukan demikian bebas yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Ekonomi pasar yang bebas menimbulkan
kecenderungan
perusahaan/kelompok
perusahaan
berusaha
memperoleh kekuatan ekonomi yang berlebihan, memperbesar skala usaha untuk mencari keuntungan yang yang besar, melakukan konspirasi menentukan harga, membatasi produksi dan mengeksploitasi tenaga kerja. Semuanya itu akan merugikan masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai peranan untuk menghindarkan hal tersebut. Hakikat yang diharapakan dari adanya persaingan yang dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya ialah berusaha untuk berproduksi dengan lebih efisien (low cost production), sehingga sering dikatakan bahwa persaingan identik dengan efisensi. Di dalam negara yang menjalankan ekonomi pasar akan berusaha agar kondisi persaingan antara perusahaan di dalam negara itu bisa terpelihara dan berjalan dengan baik. Untuk itu umumnya dikendalikan melalui kebijakan persaingan yang bisa
memberikan suasana yang kondusif
untuk persaingan. 12 Iklim persaingan yang sehat merupakan suatu condition sine qua non bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Karena itu Undang-Undang(UU)
9
Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, London, George Routlege,1900, hal 345. 10 Abdul R.Saliman, Ahmad Jalis, Hermansyah, Essensi Bisnis Indonesia: Teori dan Contoh Kasus, Jakarta, Kencana, 2004, hal 170. 11 Giles H.Burges, Jr. The Economic of Regulation and Antitrust, Harper Collins College Publishers, 1995, hal 18. Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
12
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat merupakan suatu kebutuhan dan menduduki posisi kunci dalam ekonomi pasar. UU ini akan memberikan aturan main yang jelas kepada pelaku dunia usaha dalam melaksanakan aktivitas bisnis mereka. 13 Dari penjabaran sebelumnya dapat kita lihat bahwa dalam ekonomi pasar yang bebas para pelaku usaha akan berusaha untuk dapat menguasai pasar.hal ini dilakukan dengan berbagai cara seperti: meningkatkan efisiensi perusahaan, produktivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dalam struktur pasar yang kompetitif, penguasaan pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha akan menempatkan mereka pada posisi dominan atau memiliki market power yang berarti bahwa pelaku usaha tersebut menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar untuk suatu jenis produksi tertentu di suatu wilayah tertentu. Batasan posisi dominan oleh sidang pengadilan masyarakat Eropa (CJEC) dan oleh CEC , terdiri atas: 1. Kemampuan untuk bertindak secara
merdeka dan bebas dari
pengendalian persaingan, dan 2. Ketergantungan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang
bagi mereka perusahaan yang dominan merupakan rekan
perdagangan yang wajib adanya. Kebebasan perilaku dapat mengandung arti bahwa pelanggan (atau pemasok) tidak mempunyai alternatif
untuk berdagang dengan perusahaan yang
dipertanyakan, sehingga tambahan pada point b sebagai kriteria yang terpisah
12
Legowo, Op.Cit, hal 6 Abdul Hakim G. Nusantara, SH, LLM & Benny K. Harman, SH, MH., Analisa dan Perbandingan Undang-undang Anti Monopoli, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 1999, hal.2. 13
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
13
mungkin tidak diperlukan bila point a dapat dibuktikan. Sebaliknya, mungkin bagi perusahaan dengan rekan dagang yang tergantung pada mereka dapat dihambat dengan persaingan. Misalnya pengecer besar dapat menjadi ‘dominan’ terhadap penyalur kecil yang baginya merupakan pelanggan besar. 14 Ketentuan-ketentuan mengenai posisi dominan dalam hukum persaingan dimaksudkan untuk mencegah penguasaan kekuatan pasar secara berlebihan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lebih sederhana dan efektif mencegah penguasaan kekuatan pasar daripada mengawasi penyalahgunaannya setelah kekuatan pasar tersebut diambil. Oleh karena itu, pengaturan masalah posisi dominant dalam hukum persaingan di Indonesia bersifat rule of reason, dalam artian secara umum bahwa posisi dominan memang diperbolehkan asal jangan sampai menimbulkan monopoli. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai produk dari hukum persaingan yang telah berlaku hampir lebih dari tujuh tahun di Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru terutama dalam mengatur persoalanpersoalan yang berkaitan dengan masalah praktek-praktek perdagangan dengan harapan berbagai masalah praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di Indonesia dapat diselesaikan. Dalam Undang Undang No.5 Tahun 1999 mengenai posisi dominan terdapat dalam BAB V yang terdiri dari pasal 25 sampai dengan pasal 29. Dalam skripsi ini penulis menitikberatkan pada pasal 27 Undang Undang No.5 Tahun 1999 yaitu mengenai posisi dominant melalui pemilikan saham. Oleh karena itu skripsi ini diberi judul :
14
Frank Fishwick, Seri Strategi Manajemen Strategi Persaingan, Jakarta, PT.Elex Media
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
14
“PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN MELALUI PEMILIKAN SAHAM YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NO. 5 / 1999”
B. Perumusan Masalah Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “ Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan Undang Undang No.5 Tahun 1999 “ maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana konsep mengenai Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha yang diatur dalam Undang Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ? 2. Bagaimana pengaturan tentang Pemilikan Saham dari sebuah perusahaan menurut Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 3. Bagaimana pengaturan tentang Perilaku Pelaku Usaha untuk menjadi Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang bertentangan dengan Undang Undang No.5 tahun 1999 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun yang dapat dijadikan tujuan dari pembahasan dalam skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Komputindo, 1995, hal 36-37 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
15
1. Untuk mengetahui konsep mengenai Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha Yang diatur dalam Undang Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Untuk mengetahui mengenai Pemilikan Saham dalam sebuah perusahaan menurut Undang Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perilaku Pelaku Usaha Untuk menjadi Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham Yang bertentangan dengan Undang Undang No.5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Manfaat penulisan yang diharapkan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai bahwa Perilaku Pelaku Usaha dalam menjalankan usahanya untuk memperoleh Posisi Dominan atau kekuatan pasar terutama melalui Pemilikan Saham suatu perusahaan harus memperhatikan pengaruhnya terhadap pasar dan dampaknya terhadap persaingan yang ada pada jenis usaha tersebut atau setidaknya tidak melanggar Undang Undang no. 5 tahun1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. 2. Secara praktis Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi kalangan akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
16
Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha, khususnya tentang Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menguasai pasar yang bertentangan dengan Undang Undang anti Monopoli.
D. Keaslian Penulisan “ Perilaku Pelaku Usaha untuk menjadi Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham yang bertentangan dengan Undang Undang No.5 Tahun 1999 “ yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah yang sejauh ini belum pernah ditulis dalam lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), terutama yang berkaitan dengan Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham dalam Persaingan Usaha yang bertentangan dengan Undang Undang no. 5 tahun 1999. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, juga melalui bantuan dari berbagai pihak.
E. Tinjauan Kepustakaan Definisi Pelaku Usaha menurut pasal 1 angka 5 Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu setisp perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Jadi dalam hal ini yang termasuk dalam kategori “pelaku usaha “ adalah : Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
17
1. Orang perseorangan; 2. Badan Usaha Berbadan Hukum; 3. Badan Usaha Bukan Badan Hukum; Dengan dimasukkannya badan usaha bukan badan hukum sebagai pelaku usaha, maka cakupannya menjadi luas. Yakni termasuk juga tentunya badan usaha berbentuk CV, Firma, Yayasan, dan berbagai bentuk perkumpulan lainnya. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih melihat suatu pelaku usaha dalam artian suatu bentuk usaha, baik badan hukum atau tidak. Jadi, jika dalam suatu kelompok usaha ada dua badan hukum misalnya, maka hal tersebut danggap sebagai dua pelaku usaha. 15 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Pasal 1 angka
memberi arti kepada
monopoli sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan ajsa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum Selain itu, Undang-Undang No.5 tahun 1999 pasal 1 angka 6 juga memberikan arti kepada persaingan usaha tidak sehat sebagai suatu persaingan antar pelaku isaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran
15
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung, PT.Aditya Citra Bakti, 1999, hal 6 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
18
barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinyatakan bahwa Posisi Dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan kepada akses pasukan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan beberapa pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berartisurat bukti bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas dwviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor;saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan. 16 Pendapat yang lebih komperhensif disampaikan oleh John Downes dan Jordan Elliot Goodman yakni sahamadalah kepemilikan skuitas dalam suatu perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang menyebutkan nama perusahaan dan pemilik saham. 17 Rumusan yang lebih konkrit tentang saham dijabarkan dalam Surat Keputusan Dierksi Bank Indonesia No. 24/32/Kep/Dir, tanggal 12 Agustus 1991 Tentang
16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hal.861 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
19
Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan Kredit Dengan Agunan Saham Dalam Pasal 1 Butir c disebutkan, saham adalah surat bukti pemilikan suatu perseroan terbatas, baik yang diperjualbelikan di pasar modal maupun yang tidak.
F. Metode Penulisan Adapun jenis penulisan yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode penelitian hukum normatif, yang terdapat dalam berbagai sumber dan perangkat hukum ekonomi yang berkaitan dengan posisi dominan melalui pemilikan saham. Metode penulisan yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif, yaitu menjabarkan dan menguraikan secara sistematis mengenai hukum persaingan usaha yang menyangkut tentang posisi dominan yang dilakukan melalui pemilikan saham yang menjadi topik bahasan dalam skripsi ini. Adapun mengenai data penelitian yang digunakan penulis adalah data yang dirangkum oleh penulis dari berbagai sumber yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Data primer yang digunakan adalah Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat dan Undang Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, baik yang berkaitan dengan posisi dominan maupun kepemilikan saham. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa rujukan dari beberapa buku, artikel koran, majalah wacana yang dikemukakan oleh para ahli hukum dan politik, keputusan KPPU dan yang terakhir melalui situs-situs internet. Sementara data tersier yang menjadi bahan penunjang terhadap penulisan skripsi ini adalah kamus, baik kamus bahasa maupun kamus istilah hukum.
17
John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan dan investasi, Jakarta,
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
20
Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan ( Library research), baik untuk memperoleh data primer, sekunder dan tersier. Analisa data yang digunakan dalam penulisan in adalah analisa kualitatif, dimana data-data yang telah dikumpulkan, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing, dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban dari permasalahan yang tertuang dalam tulisan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, oleh karena itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I
: Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang ada di dalamnya diuraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, yang kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan skripsi, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II
: Merupakan tinjauan umum terhadap Hukum Persaingan Usaha di Indonesia yang meliputi Sejarah Hukum Persaingan di Indonesia, Pengertian Persaingan Usaha, dan Insrtumen Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.
Elex Media komputindo, 1994, hal.89 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
21
BAB III
: Merupakan pembahasan mengenai Perndekatan Ekonomi dalam Persaingan Usaha, dimana di dalamnya akan dibahas mengenai Pandangan Ekonomi dalam Memahami Persaingan Usaha dan Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha.
BAB IV
: Merupakan Pembahasan mengenai Perilaku Pelaku Usaha untuk menjadi Posisi Dominan
melalui Pemilikan
Saham
yang
bertentangan dengan UU no.5 tahun 1999, dimana akan dibahas mengenai Perse Illegal dan Rule of Reason dalam Persaingan Usaha , Pemilikan Saham dalam sebuah perusahaan yang diatur UU no.40 tahun 2007, mengenai Pemilikan Saham untuk menjadi Posisi Dominan yang bertentangan dengan Undang Undang No. 5 Tahun 1999, dan juga memberikan contoh kasus Posisi Dominan yang telah diputus oleh KPPU beserta pembahasannya.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
22
BAB II TINJAUAN TERHADAP PERSAINGAN USAHA SECARA UMUM
A. Sejarah Hukum Persaingan di Indonesia Undang-Undang dasar tahun 1945 baik sebelum atau sesudah amandemen konstitusi tahun 2002 menginstruksikan bahwa perekonomian disusun serta berorientasi pada ekonomi kerakyatan. 18 Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar acuan normatif menyusun kebijakan perekonomian nasional yang menjelaskan bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar. 19 UUD 1945 Pasal 33 mengatakan bahwa: a. perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, b. cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan, c. bumi, air dan kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia Dalam Usaha mencapai tujuan tersebut maka negara memainkan peranan penting dalam menyusun
laju perekonomian nasional dalam beberapa
18
Ningrum Natasya Sirait , Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal 1 Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha tidak Sehat, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 2 19
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
23
dekadeGBHN sejak tahun 1973, karaterristik perekonomian Indonesia memang dipersiapkan berdasarkan usaha bersama dengan orientasi kekeluargaan dimana cabang produksi yang vital adalah dikuasai oleh Negara. Perekonomian Indonesia berupaya
menghindarkan
diri
dari
sistem
free
fight
liberalism
yang
mengeksploitasi manusia atau dominasi perekonomian oleh Negara serta persaingan curang dalam berusaha dengan
melakukan pemusatan
kekuatan
ekonomi pada satu kelompok tertentu saja. Praktek ini muncul dalam berbagai bentuk monopoli ataupun monopsoni yang merugikan serta bertentangan dengan instruksi Pasal 33 UUD’45. GBHN yang disusun sejak tahun 1973 sampai tahun 1998 yang memberikan landasan normatif yang jelas mengenai peran serta pemerintah untuk mencegah terjadinya praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini secara eksplisit terlihat pada substansi beberapa ketetapan MPR yaitu TAP MPR RI no.IV/MPR/1973 pada bidang Pembangunan Ekonomi, TAP
MPR RI
no.IV/MPR/1978 tentang Pembangunan Ekonomi Subbidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah, TAP MPR RI no.II/MPR/1983 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah, terutama pada TAP MPR RI no.II/MPR/1988 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional, dan TAP MPR RI no.II/MPR/1993 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional, serta TAP MPR RI no.II/MPR/1998 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional. Ketentuan diatas mengatur bahwa untuk mencapai tujuan perekonomian nasional maka haruslah melalui pemberian persamaan kesempatan berusaha bagi Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
24
setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil. Dorongan dan pemantapan kemitraan usaha tersebut dilakukan melalui penciptaan iklim persaingan yang sehat dalam pasar yang terkelola. Kemajuan pesat dalam bidang perekonomian yang dialami Indonesia pada tahun 1970-an. Dimana industrialisasi
berkembang dengan maju dan cepat
dengan dukungan peran pemerintah yang cukup ekstensif dalam bidang perekonomian. Hanya saja dukungan itu diberikan oleh pemerintah dengan memberikan kemudahan, fasilitas atau dukungan regulasi yang memihak kepada beberapa pelaku usaha untuk melakukan monopoli dalam berusaha. Gagasan akan perlunya Undang Undang Anti
Monopoli dan Persaingan
curang pernah disampaikan, oleh para pakar di bidang ekonomi dan hukum ekonomi, setidak-tidaknya sejak ditetapkannya Undang Undang no.5 tahun 1984 tentang Perindustrian. Pada Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3), menyatakan bahwa pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan tehadap industri untuk mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik, secara sehat dan berhasil guna; Mencegah pemusatan atau pengasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. 20 Dalam kenyataannya pelaksanaan pasal ini tidak pernah dilaksanakan atau dibuat kebijakan yang mendukung pelaksanaan pasal tersebut diatas. Pada umumnya masyarakat maupun para pembuat kebijakan di Indonesia berasumsi bahwa masalah pasar yang terdistorsi selama ini adalah karena sekelompok pengusaha memiliki keeratan dengan elit kekuasaan. Dari hubungan inilah kemudian mereka mendapat prioritas serta fasilitas khusus dalam
20
Frank Fishwick, Op.Cit, hal 36
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
25
menjalankan usaha mereka. Maka muncullah konglomerasi yang menguasai pangsa pasar sangat besar dan mampu mengontrol serta menguasai pasar. 21 Selama 15 (lima belas) tahun terakhir, keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah tindakan-tindakan yang bersifat monopolistik dan tindakantindakan persaingan usaha yang curang (Unfair business practices). 22 Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah karena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan dan merusak mekanisme pasar 23 termasuk pula dalam hal ini tidak adanya kebijakan persaingan yang dapat mengimbangi fenomena ekonomi dan kegiatan usaha di Indonesia. Akibatnya, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir beberapa pelaku usaha telah melakukan perbuatan-perbuatan yang jelas bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dan pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak pernah diperkenalkan dengan budaya persaingan sehat padahal persaingan itu sendiri secara alamiah melekat pada dunia usaha. 24 Hal tersebut tentu tidak terlepas dari pandangan ekonomi politik yang berlaku di dalam pemerintahan pada saat itu yang hanya memikirkan bagaimana membangun perekonomian meskipun dipenuhi dengan praktek persaingan tidak sehat yang menghambat proses persaingan itu sendiri. Bahkan secara ekstrim dikatakan bahwa pada saat itu negara dan pemerintah juga turut mensponsori
21
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal 6 Munir Fuady, Op.Cit, hal 2 23 Achmad Shauki, “Masalah Persaingan di Indonesia” paper pada Seminar FEUI “Sumbangan Pemikiran FEUI pada Reformasi dan Pemulihan Ekonomi”, November 1998. 24 Ningrum Natasya Sirait,Hukum Persaingan di Indonesia, Op. Cit., hal. 5. 22
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
26
praktek-praktek persaingan tidak sehat. 25 Lebih jauh lagi, dikatakan bahwa pemerintah memberikan dukungan dan mempunyai peran ekstensif dalam bidang perekonomian yang terkadang bersifat sepihak. Peran dominan terlihat dalam campur tangan regulasi dengan memberikan kemudahan atau fasilitas persetujuan bagi beberapa pelaku usaha untuk melakukan praktek monopoli dalam berusaha. 26 Akibatnya masyarakat memiliki persepsi yang tidak benar mengenai makna yang sebenarnya dari tindakan anti persaingan (anti competitive behavior). Masyarakat berpikir bahwa perbuatan yang anti persaingan usaha sangat erat kaitannya dengan konglomerasi atau terjadinya konsentrasi pasar yang tinggi. Perihal campur tangan pihak pemerintah yang terbiasa memberikan kesempatan kepada konglomerasi tanpa didukung dengan prinsip persaingan, dapat dilihat dari pengalaman Indonesia dengan tata niaga cengkeh melalui BPPC (Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh). BPPC dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan untuk menjaga kestabilan serta pemasokan harga cengkeh di pasaran. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa semenjak BPPC dibentuk maka harga cengkeh justru jatuh dipasaran dalam waktu yang cepat dengan angka penurunan yang sangat drastis. Disamping itu mekanisme tata niaga cengkeh juga telah membentuk pasar monopoli sekaligus telah mengakibatkan terjadinya praktek monopsoni. Akibatnya adalah keengganan petani cengkeh terutama di Sulawesi untuk menanam cengkeh sehingga mengakibatkan penurunan dari hasil panen cengkeh. Komoditas cengkeh adalah salah satu contoh sederhana kebijakan serta
25
Didik J. Rachbini, Lima Tahun KPPU, http://www.warta-ekonomi.com, terakhir kali diakses pada tanggal 16 April 2007. 26 Kwiek Kian Gie, Saya Bermimpi Jadi Konglomerat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal 80-86. Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
27
campur tangan pemerintah dan kepentingan politik suatu pihak telah mengakibatkan distorsi pasar. 27 Disamping cengkeh, maka contoh pada pengaturan tata niaga komoditas jeruk, pala, kayu cendana, rotan, dan proyek mobil nasional (MOBNAS) yang memperoleh banyak fasilitas kemudahan. Semuanya itu dengan dalih untuk pembangunan dan menciptakan efisiensi namun pada kenyataannya tidak demikian dan merupakan gambaran tentang intervensi pemerintah yang sangat ekstensif dan berdampak pada persaingan usaha. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 sangat memukul dunia usaha yang ada di Indonesia dan kondisi pasar yang selama ini terdistorsi memperparah dampak yang yang dialami para pelaku usaha di Indonesia. Dalam hal ini dapat dilihat dua penyebab distorsi perekonomian yang dapat menyebabkan pasar menjadi tidak sempurna, yang terdiri dari: 28 a) Eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor elimination) dengan cara tidak adil (unfair conduct); b) Kebijakan/intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan inefisiensi perekonomian. Dalam upaya untuk mempercepat berakhirnya krisis ekonomi, maka pada bulan januari 1998 Indonesia menandatangani Letter of Intent sebagai bagian dari
27
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal 7 Faisal H. Basri dan Dendi Ramdani, Kebijakan Persaingan di Era Otonomi, http://www.hukumonline.com, terakhir kali diakses pada tanggal 18 April 2007. 28
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
28
program bantuan International Monetary Fund. Dari 50 butir memorandum maka serangkaian kebijakan deregulasi segera dilakukan pemerintah pada waktu itu. Dengan berakhirnya masa orde baru Mei 1998 semasa pemerintahan transisi B.J.Habibie terdapat beberapa perubahan yang dilakukan dalam hal perundangundangan yang juga merupakan bagian dari rangkaian komitmen Indonesia terhadap pinjaman dari IMF. 29 Deregulasi dilakukan dalam bentuk mengeluarkan 7 Keputusan Presiden, 3 Peraturan Pemerintah, dan 6 Instruksi Presiden. Deregulasi yang dilakukan berupa instruksi penghentian tindakan yang mendistorsi pasar yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan golongan tertentu di Indonesia. Ada yang berpendapat bahwa peran serta IMF cukup penting dalam dalam mendorong pemerintah untuk melakukan deregulasi pada beberapa materi perundang-undangan baru khususnya yang menyangkut mengenai persaingan usaha. Walaupun ditentang sebagian pihak, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa peran IMF cukup signifikan dalam menentukan beberapa perubahan yang terjadi terutama dalam kebijakan perekonomian dan hukum. Salah satu diantaranya adalah untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara pelaku usaha dengan memberlakukan Undang-undang No.5 Tahun 1999 atau yang dikenal dengan nama Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Substansi undang-undang ini mengatur tentang larangan melakukan praktek monopoli, persaingan usaha yang tidak sehat diantara pelaku usaha, adanya suatu komisi independent yang disebut dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahkan mengatur mengenai sanksi dan prosedur
29
Harian Suara Merdeka, Reformasi Ekonomi Dimulai 1 Februari, 21 Januari 1998
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
29
penegakan hukun. dari undang-undang bukan hanya untuk melindungi konsumen atau pelaku usaha tetapi dalam jangka panjang justru memelihara proses persaingan itu sendiri. Selama ini memang telah ada beberapa peraturan maupuin regulasi pemerintah yang mencoba mengatur tentang perlindungan terhadap persaingan yang sehat tetapi hal ini tidak terkodifikasi dengan teratur peraturan ini tersebar dalam berbagai undang-undang, misalnya dalam UU Koperasi No.5/1992, UU Tentang Usaha Kecil No.9/1995. Disamping
itu mengenai persaingan usaha dijumpai pada berbagai
perundangan lainnya walaupun sifatnya masih sporadis dan tidak terkodifikasi seperti misalnya pada berbagai undang-undang di bawah ini : a.
Pasal
382
bis
KUHP:
”barang
siapa
mendapatkan,
melangsungkan, atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atrau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorangf tertentu, diancam karena persaingan curang, dengan pidana paling lam satu tahun atau denda paling banyak Rp. 13.500,- jika hal itu dapat menimbulkan suatu kerugian bagi saingannya sendiri atau orang lain”. b.
Pasal 1365 KUHPerdata: “Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang
menimbulkan
kerugian
tersebut
karena
kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
30
c.
UU No.5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian pada pasal 7 : “pemerintah
melakukan
pengaturan,
pembinaan,
dan
pengembangan terhadap[ industri untuk :(1)……………(2) mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur (3) mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat”. d.
Pasal 9 ayat (2) pengaturan dan Pembinaan Bidang Usaha Industri
dilakukan
dengan
memperhatikan
:……….(2)
Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan peruahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan
dalam
bentuk
monopoli
yang
merugikan
masyarakat”. e.
UU No. 1 Tahun 1995 kihusus disinggung dalam mengatur perusahaan yang melakukan merger, akuisisi, dan konsolidasi. Hal ini dinyatakan Memori penjelasan UU No. 1/1995 bagian umum yaitu : “Untuk mencegah persaingan yang tidak sehat akibat menumpuknya kekuatan ekonomi pada sekelompok kecil pelaku ekonomi serta sejauh mungkin mencegah monopoli dan monopsoni
dalam
segala
bentuknya
yang
merugikan
masyarakat, maka dalam undang-undang ini diatur pila
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
31
persyaratan dan tata cara untuk melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan”. f.
UU No.1 tahun 1995, pasal 104, paragraph 91) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan perseroan harus memperhatikan
kepentingan
perseroan,
pemegang
saham
minoritas dan karyawan perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Seluruh peraturan yang ada diatas masih berlaku dan tidak dengan otomatis digantikan oleh UU No.5/1999 karena pada dasarnya UU No.5/1999 mengatur tentang persaingan pasar dalam konteks yang lebih terperinci bahkan kompleks karena melibatkan teori ekonomi dan perhitungan yang rumit dan bukan hanya dibatasi pada persaingan curang saja. Tetapi bahkan sampai masuk pada konteks pasar yang menjadi terdistorsi akibat tidak berjalannya suatu proses persaingan dengan baik.
B. Pengertian Persaingan Usaha Persaingan atau comperition dalam bahasa inggris oleh Webster didefinisikan sebagai “…a struggle or contest between two or more persons for the same objects”. Dengan memperhatikan terminology ‘persaingan’ di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut. (a) Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli. (b) Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
32
Persaingan sering dikonotasikan negatif karena dianggap mementingkan kepentingan sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang manusia, apakah dalam kapasitasnya sebagai individual maupun anggota suatu organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, Alfred Marshal, seorang ekonom terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan “economic freedom” (kebebasan ekonomi) dalm menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari proses persaingan. Oleh sebab itu pengertian kompetisi atau persaingan usaha dalam pengertian yang positif dan independent sebagai jawaban terhadap upaya mencapai equilibrium. 30 Dalam konsepsi persaingan usaha, dengan asumsi bahwa faktor yang mempengaruhi mempengaruhi harga adalah permintaan dan penawaran, dengan kondisi lain berada dalam ceteris paribus, persaingan usaha akan dengan sendirinya menghasilkan barang atau jasa yang memilik daya saing yang baik, melalui mekanisme produksi yang efisien dan efektif, dngan mempergunakan seminimum mungkin factor-faktor produksi yang ada. Dalam sistem ekonomi pasar yang demikian, persaingan memiliki beberapa pengertian: 1. Persaingan menunjukkan banyaknya pelaku usaha yang menawarkan/ memasok barang atau jasa tertentu ke pasar ysng bersangkutan. Banyak sedikitnya pelaku usaha yang menawarkan barang atau jasa ini menunjukkan struktur pasar (market structure) dari barang atau jasa tersebut.
30
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal23
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
33
2. persaingan merupakan suatu proses di mana masing-masing perusahaan berupaya memperoleh pembeli/pelanggan bagi produk yang dijualnya, yang antara lain dapat dilakukan dengan : a. menekan harga (price competition) b. persaingan bukan harga (non-price competition), misalnya yang dilakukan melalui diferensiasi produk, pengembangan hak atas kekayaan intelektual,promosi, pelayanan purna jual, dan lain-lain; c. berusaha secara lebih efisien (low-cost production) 31 Secara garis besar, persaingan bisa membawa aspek positif apabila dilihat dari dua perspektif yaitu non ekonomi dan ekonomi. 32 a. Perspektif non ekonomi Selama ini memang orang lebih banyak mengajukan argumentasi ekonomi (efisiensi) untuk menyetujui keberadaan persaingan. Namun, dilihat dari perspektif non ekonomi akan didapati pula bahwa kondisi persaingan ternyata juga membawa aspek positif. Dari sisi politik, Arie Siswanto mengutip pendapat Scherer yang mencatat bahwa setidaknya ada tiga argumen untuk mendukung persaingan dalam bidang usaha. Pertama, dalam kondisi penjual maupun pembeli terstruktur secara atomistik (masing-masing berdiri sebagai unit-unit terkecil dan independen) yang ada dalam persaingan, kekuasaan ekonomi atau yang didukung oleh faktor ekonomi (economic or economic-supported power) menjadi tersebar dan terdesentralisasi.
31
Gunawan Widjaja, Merger dalam Perspektif Monopoli, Jakarta, PT.Raja Grafindo Perkasa, 1999, hal 10 32 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 14-17. Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
34
Dengan demikian pembagian sumber daya alam dan pemerataan pendapatan akan terjadi secara mekanik, terlepas sama sekali dari campur tangan kekuasaan pemerintah maupun pihak swasta yang memegang kekuasaan. Kedua, berkaitan erat dengan hal di atas, sistem ekonomi pasar yang kompetitif akan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi secara impersonal, bukan melalui personal pengusaha maupun birokrat. Dalam keadaan seperti ini, kekecewaan politis masyarakat yang usahanya terganjal keputusan penguasa tidak akan terjadi. Dalam kalimat yang lebih sederhana dalam kondisi persaingan, jika seseorang warga masyarakat terpuruk dalam bidang usahanya, ia tidak akan terlalu merasa sakit karena ia jatuh bukan karena kekuasaan orang tertentu tetapi karena suatu proses yang mekanistik (permintaan-penawaran). Ketiga, kondisi persaingan juga berkaitan erat dengan kebebasan manusia untuk mendapatkan kesempatan yang sama di dalam berusaha. Dalam kondisi persaingan, pada dasarnya setiap orang akan punya kesempatan yang sama untuk berusaha dan demikian hak setiap manusia untuk mengembangkan diri (the right to self development) menjadi terjamin. b. Perspektif ekonomi Dari sudut pandang ekonomi, argumentasi sentral untuk mendukung persaingan berkisar di seputar masalah efisiensi. Argumentasi efisiensi ini sebenarnya merupakan idealisasi teoritis dari mazhab ekonomi klasik tentang struktur yang terbaik. Mengikuti sumber daya ekonomi akan bisa dialokasikan dan didistribusikan secara paling baik, apabila para pelaku ekonomi dibebaskan untuk melakukan aktivitas mereka dalam kondisi bersaing dan bebas menentukan pilihan mereka sendiri. Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
35
Pada umumnya persepsi tentang persaingan juga selalu dikaitkan dengan kultur barat dengan sistem ekonomi kapitalisnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Diakuinya
sistem
kepemilikan
individual,
dimana
seseorang
diperbolehkan untuk membeli atau memiliki alat produksi dan berhak mendapatkan keuntungan darinya. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi komunis atau sosialis dimana pemerintahlah yang berhak memiliki modal dan menentukan apa yang diproduksi, menerima dan membagi penghasilan. b) Kebebasan pilihan bagi konsumen untuk membeli dan menolak apa yang ditawarkan, pekerja bebas menentukan bekerja dimanapun dan investor bebas melakukan investasi dimanapun. Dengan kata lain maka setiap usaha bebas menentukan untuk masuk dan keluar dari pasar, bebas menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan masing-masing. c) Persaingan dimana dalam konteks persaingan yang sempurna terdapat banyak produser yang memproduksi barang yang hampir sama sehingga mereka harus bersaing baik ditingkat produser maupun dalam tingkat pemilik modal sekalipun. d) Ketergantungan terhadap pasar, dimana pasar yang dikenal dengan free market atau pasar bebas adalah fungsi utamanya. 33
33
Edwin Mansfield, Principles of Microeconomics, WW Norton & Company, New York, 3rd edition, 1980,hal 51-55 (dalam Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., hal. 56). Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
36
Di samping itu, dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, persaingan juga membawa implikasi positif berikut:34 a) Persaingan merupakan sarana melindungi para pelaku ekonomi terhadap
eksploitasi dan penyalahgunaan.
Kondisi persaingan
menyebabkan kekuatan ekonomi para pelaku ekonomi tidak terpusat pada tangan tertentu. Dalam kondisi tanpa persaingan, kekuatan ekonomi akan terealisasikan pada beberapa pihak saja. Kekuatan ini pada tahap berikutnya akan menyebabkan kesenjangan besar dalam posisi tawar-menawar (bargaining position) , serta pada akhirnya membuka peluang bagi penyalahgunaan dan eksploitasi kelompok ekonomi tertentu. Sebagai contoh sederhana, persaingan antarpenjual dalam industri tertentu akan membawa dampak protektif terhadap para konsumen/pembeli, karena mereka diperebutkan oleh para penjual serta dianggap sebagai sesuatu yang berharga. b) Persaingan mendorong alokasi dan realokasi sumber-sumber daya ekonomi sesuai dengan keinginan konsumen. Karena ditentukan oleh permintaan (demand), perilaku para penjual dalam kondisi persaingan akan cenderung mengikuti pergerakan permintaan para pembeli. Dengan demikian, suatu perusahaan akan meninggalkan bidang usaha yang tidak memiliki tingkat permintaan yang tinggi. Singkatnya, pembeli akan menentukan produk apa yang dan produk yang bagaimana yang mereka sukai dan penjual akan bisa mengefisienkan
34
Ibid.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
37
alokasi sumber daya dan proses produksi seraya berharap bahwa produk mereka akan mudah terserap oleh permintaan pembeli. c) Persaingan bisa menjadi kekuatan untuk mendorong penggunaan sumber daya ekonomi dan metode pemanfaatannya secara efisien. Dalam perusahaan yang bersaing secara bebas, maka mereka akan cenderung menggunakan sumber daya secara efisien. Jika tidak demikian, resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan adalah munculnya biaya berlebih (excessive cost) yang pada gilirannya akan menyingkirkan dia dari pasar. d) Persaingan bisa merangsang peningkatan mutu produk, pelayanan, proses produksi dan teknologi. Dalam kondisi persaingan, setiap pesaing akan berusaha mengurangi biaya produksi serta memperbesar pangsa pasar (market share). Metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan itu diantaranya adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan, produk, proses produksi, serta inovasi teknologi. Dari sisi konsumen, keadaan ini akan memberikan keuntungan dalam hal persaingan akan membuat produsen memperlakukan konsumen secara baik. Selain aspek positif tersebut diatas, persaingan juga diasumsikan sebagai solusi yang baik dalam perekonomian. 35 Adam Smith mengemukakan bahwa prinsip dasar utama untuk keunggulan ekonomi pasar adalah kemauan untuk
35
Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., hal. 53.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
38
mengejar keuntungan dan kebahagiaan terbesar bagi setiap individu yang dapat direalisasikan melalui proses persaingan. 36 Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa aspek positif persaingan lebih menonjol, kondisi persaingan dalam beberapa hal juga memiliki aspek negatif. Beberapa aspek negatif yang dikemukakan Arie Siswanto dengan mengutip pendapat Anderson adalah sebagai berikut: 37 a) Sistem persaingan usaha memerlukan biaya dan kesulitan-kesulitan tertentu yang tidak didapati dalam sistem monopoli. Dalam keadaan persaingan, pihak penjual dan pembeli secara relatif akan memiliki kebebasan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Mereka masing-masing akan memiliki posisi tawar yang tidak terlalu jauh berbeda, sehingga konsekuensi logisnya adalah bahwa akan ada waktu yang lebih lama dan upaya yang lebih keras dari masingmasing pihak untuk mencapai kesepakatan. Biaya yang harus dibayar untuk hal ini adalah biaya kontraktual (contractual cost) yang tidak perlu ada seandainya para pihak tidak bebas bernegosiasi. b) Persaingan bisa mencegah koordinasi yang diperlukan dalam industri tertentu. Salah satu sisi negatif dari persaingan adalah bahwa persaingan bisa mencegah koordinasi fasilitas teknis dalam bidang usaha tertentu yang dalam ruang lingkup sebenarnya diperlukan demi efisiensi. Sebagai misal, pengguna telepon produk
36
Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, London, Modern Library edition, 1937, hal 423 (dalam Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi & Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op. Cit., hal. 53). 37 Arie Siswanto, Op. Cit, hal. 14-17. . Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
39
suatu perusahaan tertentu menjadi kesulitan menghubungi pengguna telepon produk perusahaan lain, apabila kedua perusahaan itu pesaing independen yang tidak mengkoordinasikan fasilitas teknis mereka. c) Persaingan apabila dilakukan oleh pelaku ekonomi yang tidak jujur, bisa bertentangan dengan kepentingan publik. Risiko ekstrem dari persaingan yang sangat relevan dengan tulisan ini tentunya adalah kemungkinan
ditempuhnya
praktek-praktek
curang
(unfair
competition) karena persaingan dianggap sebagai kesempatan untuk menyingkirkan pesaing dengan cara apapun. Dengan ini sesungguhnya, dari sisi produsen, hakikat yang diharapkan dari adanya persaingan tersebut adalah tercapainya low-cost production, atau efisiensi. Agar pesaingan usaha di lingkungan produsn dapat terpelihara dan berjalan dengan baik, maka diberlakukanlah kebijakan persaingan (competition policy) yang dapat memberikan suasana yang kondusif untuk menciptakan persaingan yang baik. Dengan kebijakan persaingan yang baik ini diharapkan dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi lebih efisien guna melindungi kepentingan masyarakat.38 Indonesia cukup dikenal dengan budaya yang berorientasi pada harmoni, kebersamaan, gotong royong dan hal-hal seperti ini merupakan nilai-nilai yang hidup pada kehidupan masyarakat. Kultur budaya kita berasumsi bahwa persaingan menjadi sesuatu yang serta merta tidak parallel dengan nilai-nilai
38
Legowo,Op.Cit, hal 6
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
40
tersebut.39 Makna bersaing diartikan sebagai tindakan yang bersifat individualistis dan hanya berorientasi pada kepentingan sepihak dengan cara melakukan berbagai upaya semaksimal mungkin untuk mencapai keuntungan yang sebesar besarnya, bersaing dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bisnis memiliki asumsi dan analogi, anggapan bersaing berarti bersifat individual serta tidak memperhatikan kepentingan orang lain tidaklah sepenuhnya benar. Pandangan tersebut menjadi salah apabila dilakukan dengan cara yang tidak jujur. Sebaliknya dengan kultur kita yang tidak terbiasa dengan persaingan dan bial kita hidup dengan tidak mengenal apakah persaingan itu, tentu kita tidak akan mengetahui makna dari cara bagaimana bersaing yang sehat. Kemungkinan lainnya adalah bahwa mungkin kita tidak akan mampu mengetahui hasil kita yang optimal karena tidak pernah mengetahui dan melihat kemampuan pesaing disekeliling kita.
C. Instrumen Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Penegakan hukum dapat dimaknai sebagai suatu atau serangkaian tindakan yang bertujuan mewujudkan konsep yang ideal (das sein) menjadi suatu realitas (das sollen) yang terwujud dalam kenyataan sosiologis untuk itu tentu harus ada lembaga yang diorganisasikan untuk melaksanakan tugas ini. 40 Penegakan hukum pada umumnya selalu berada dalam 3 dimensi hukum yaitu dimensi hukum Administrasi, dimensi hukum Perdata dan dimensi hukum Pidana. Setiap dimensi hukum memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Walaupun memiliki pendekatan yang berbeda-beda tujuannya tetap sama yaitu tercapainya
39 40
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit, hal. 14. Arie Siswanto, Op Cit, hal 49
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
41
atau terciptanya kondisi yang menjadi tujuan dari pembentukan suatu Undang Undang Ketiga dimensi penegakan hukum diatas dapat dikategorikan sebagai pendekatan represif yang langsung menyediakan legal consequences atau akibat hukum yang berbentuk
administratif, pidana, dan perdata. Dalam hukum
persaingan usaha selain pendekatan represif dikenal juga pendekatan preventif. Pendekatan preventif ini bisa terwujud dalam berbagai aktivitas yang beberapa diantaranya dikemukakan dibawah ini : 41 a. Konsultasi Konsultasi merupakan sarana yang lazim disediakan oleh hukum persaingan usaha di banyak negara. Sarana ini diadakan dengan maksud supaya secara interaktif para pelaku bisa memperoleh klarifikasi tentang apakah langkah yang mereka ambil melanggar hukumk persaingan usaha atau tidak. Tanpa mekanisme konsultasi, bukan tidak mungkin seorang pelaku usaha mengambil langkah yang tanpa mereka sadari mengarah kepada pelanggaran hukum persaingan usaha. Kewenangan untuk memberikan knsultasi pada umumnya terletak pada organ penegak hukum persaingan usaha (competitive authority). b. Rekomendasi Dalam hal organ penegak hukum persaingan usaha menganggap telah tejadi pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha, beberapa Negara memberi kewenangan kepada organ penegak hukum persaingan usaha tersebut untuk memberikan rekomendasi. Rekomendasi ini merupakan perintah agar si pelaku tindakan pelanggaran hukum persaingan usaha segera menghentikan tindakannya.
41
Ibid, hal 53
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
42
Sepanjang si pelaku mau menaati isi rekomendasi, prosedur hukum yang pernah dan bersifat represif tidak perlu dijalankan. c. Izin Pembebasan (exemption) Pada umumnya hukum persainganusaha mengenal apa yang disebut dengan “pembebasan” atau “exemption”, yakni pembolehan dilakukannya tindakan yang sebenarnya bersifat anti persaingan berdasarkan pertimbangan tertentu. Di banyak Negara kewenangan ini dimiliki oleh competition authority. Apabila seorang pelaku usaha telah memperolah persetujuan exemption, konsekuensi hukum yang bersifat represif tidak akan muncul meskipun secara substantif tindakan yang dilakukan mungkin merupakan pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha d. Pemberitahuan Pemberitahuan juga merupakan mekanisme preventif penegakan hukum persaingan. Pemberitahuan sebenarnya adalah sarana bagi competition authority untuk secara praktis mereview tindakan atau struktur yang berpotensi mengganggu persaingan usaha. Dengan kewenangan yang dimiliki FTC Jepang bisa menilai dan mengeluarkan pemberitahuan tentang pembentukan asosiasi dagang serta kontrak-kontrak internasional yang diperkirakan bisa berpengaruh buruk terhadap persaingan Untuk mengawasi pelaksanaan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang merupakan Lembaga Independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain. 42 Hal ini dinyatakan di dalam Pasal 30, yang berbunyi : 43
42
Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat (Tinjauan terhadap Undang Undang No.5 Tahun 1999), Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, hal.85 43 Lihat Pasal 30 UU No.5 Tahun 1999 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
43
(1) Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi. (2) Komisi adalah suatu lembaga independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain. (3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 1 angka 18 menyatakan bahwa : 44 “ Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Komisi persaingan usaha diharapkan dapat melaksanakan tugasnya secara independent terlepas dari pengaruh pemerintah walaupun komisi ini bertanggung jawab kepada Presiden dan biaya-biaya untuk pelaksanaan tugasnya dibebenkan Kepada Anggaran pendapatan dan Belanja Negara. 45 Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1999 KPPU dibentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 34 yang mengatur mengenai susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden 46. Pasal 36 mencantumkan tentang kewenangan komisi mulai dari memerima laporan dari masyarakat atau pelaku usaha hingga menjatuhkan sanksi administrative bagi pelanggar ketentuan undang-undang. 47 Secara lengkap KPPU memiliki kewenangan-kewenangan yang meliputi: 48
44
Lihat Pasal 1 angka 18 UU No.5 Tahun 1999 Asril Sitompul, Op. Cit, hal 86 46 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hal 106 47 Arie Siswanto, Op.Cit, hal.94. 48 Lihat Pasal 36 UU No.5 Tahun 1999 45
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
44
1. Menerima Laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya; 4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini; 6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; 7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi; 8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini; Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
45
9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; 10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; 11. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 12. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrasif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Atas dasar kewenangannya yang besar tersebut maka Komisi memiliki beberapa tugas yang meliputi: 49 a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi; e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
49
Lihat Pasal 35 UU No.5 Tahun 1999
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
46
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undangundang nomor 5/1999; g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Sebagaimana layaknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha di negara-negara lain, Komisi juga diberikan kewenangan dan tugas yang sangat luas meliputi wilayah eksekutif, yudikatif, legislatif serta konsultatif. Sehingga dari berbagai pendapat melihat bahwa KPPU dapat dikatakan
bersfifat multifungsi kerena
memiliki wewenang sebagai investigator (investigative function), penyidik, pemeriksa, penuntut (prosecuting function), pemutus (adjudication function) maupun fungsi konsultatif (consultative function). 50 Tetapi sebagaimana dengan karakter yang khas dalam Hukum Persaingan maka KPPU dikatakan sebagai lembaga quasi judicial yang artinya lembaga penegak hukum yang mengawasi persaingan usaha. Disamping itu banyak pihak juga memperdebatkan kedudukan KPPU baik sebagai badan independen dalam sistem ketatanegaraan maupun sebagai lembaga quasi judicial dalam sistem peradilan. Hal ini disebabkan karena dalam UU No. 14/1970 mengenai Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman hanya dikenal ada 4 lembaga peradilan yaitu: 1. Peradilan Umum 2. Peradilan Agama 3. Peradilan Militer 4. Peradilan Tata Usaha Negara
50
Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hal 109
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
47
Keempat lingkungan peradilan tersebut berada dalam pengawasan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Walaupun secara limitatif disebutkan hanya keempat lingkungan peradilan ini saja yang dapat melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman, namun undang-undang memberikan kesempatan
untuk dibentuknya suatu lembaga peradilan khusus yang harus
berada di bawah lingkup peradilan umum sepanjang hal tersebut diatur oleh undang-undang. Dan juga peradilan khusus itu haruslah diatur dalam lingkup lembaga peradilan itu sendiri. Sebaliknya dengan melihat kedudukan KPPU yang ada maka sebenarnya kedudukannya relatif sama dengan lembaga pemutus administratif yang lain karena pada dasarnya kewenangan yang melekat pada KPPU adalah kewenangan yang bersifat administratif. 51 Kewenangan Komisi yang cukup strategis adalah peran konsultatif ketika memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam hal berkaitan dengan keputusan suatu lembaga yang menyangkut
kebijakan ekonomi.
Kewenangan komisi yang menyerupai lembaga yudikatif adalah kewenangan komisi melakukan fungsi penyelidikan, memeriksa, memutus dan akhirnya menjatuhkan hukuman administrativ atas perkara diputusnya. Demikan juga kewenangannya menjatuhkan sanksi ganti rugi atau denda kepada terlapor. Kewenangan legislatif pada KPPU adalah kewenangan Komisi menciptakan peraturan baik secara internal mengikat para pekerjanya, maupunn eksternal kepada publik, misalnya guidelines, tata cara prosedur penyampaian laporan dan
51
Ibid, hal 110.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
48
penanganan atau mengeksekusi kewenangan yang diberikan oleh UU No.5 Tahun 1999 dalam mengawasi jalannya undang-undang. 52 Dalam melakukan penegakan hukum Undang Undang no.5 tahun 1999 KPPU melalui beberapa tahap, yaitu: a. Tahap Pengumpulan Laporan atau Indikasi Terjadinya Pelanggaran Komisi dapat memulai pemeriksaan terhadap para pihak yang dicurigai baik dengan adanya laporan maupun berdasarkan atas inisiatif KPPU sendiri dari hasil penelitian para staff KPPU. 53 Dari rumusan pasal 38 UU No.5 Tahun 1999dapat kita ketahui bahwa tidak hanya pihak yang dirugikan saja, sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini, yang dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPu dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, melainkan juga setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran dapat melaporkannya secara tertulis kepada KPPU. 54 Sebelum langkah selanjutnya, KPPU dapat melakukan proses hearing atau dengar pendapat dalam upaya memutuskan apakah pemeriksaan selanjutnya diteruskan atau tidak. b. Tahap Pemeriksaan Pendahuluan Pemeriksaan pendahuluan adalah proses komisi untuk meneliti dan atau memeiksa apakah suatu laporan dinilai perlu atau tidak dilanjutkan kepada
52
Ibid, hal 111 Ibid, hal 115 54 Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Op.Cit, hal 57
53
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
49
tahap pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan pendahuluan disebutkan dalam Pasal 39 ayat 1 UU No.5 / 1999, dimana jangka waktunya adalah tiga puluh hari
sjak
tanggal
surat
penetapan dimulainya
suatu
pemeriksaan
pendahuluan. 55 Pada tahap pemeriksaan pendahuluan tidak hanya laporan yang diperiksa, namun pemeriksaan yang dilakukan atas inisiatif Komisi juga wajib melalui proses Pemeriksaan Pendahuluan ini. c. Tahap Pemeriksaan Lanjutan Pemeriksaan Lanjutan pertama kali disebutkan di dalam Pasal 39 ayat 2 UU No.5/1999,
dan
djelaskan
secara
detail
dalam
Keputusan
KPPU
No.5/Kep/IX/2000 tentang tata cara penyampaian laporan dan penanganan dugaan pelanggaran terhadap UU No.5/1999. 56 Pemeriksaan lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan dan atau penyelidikan yang dilakukan oleh majelis sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Pendahuluan. d. Tahap Eksekusi Putusan Komisi Apabila Keputusan Komisi menyatakan terbukti adanya perbuatan melanggar ketentuan UU No. 5/1999, maka proses selanjutnya akan berlanjut kepada tahap eksekusi putusan Komisi. Berdasarkan pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, Komisi memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif
dalam
bentuk-bentuk
pembatalan
perjanjian,
perintah
penghentian suatu kegiatan, pembatalan merger konsolidasi, akuisisi, maupun penetapan pembayaran ganti rugi atau denda. Bila pihak terlapor 55
Destiavano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005, Hal 18 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
50
tidak mengajukan keberatan, maka KPPU akan melakukan eksekusi putusannya. 57
BAB III PENDEKATAN EKONOMI DALAM MEMAHAMI PERSAINGAN USAHA
56
Ibid, hal 19
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
51
A. Pendekatan Ekonomi Dalam Persaingan Ada tiga unsur utama yang menimbulkan kegiatan ekonomi, ialah: 1) keinginan atau keperluan manusia; 2)sumber-sumber yang tersedia, dan 3) teknologi/teknik produksi untuk mengubah sumber-sumber menjadi barang atau jasa yang dapat dipakai untuk memenuhi keinginan. 58 Saat ini berbagai negara di dunia sedang melakukan perubahan menuju sistem ekonomi pasar (market economy). Dalam sistem ekonomi pasar maka persaingan merupakan suatu elemen yang menentukan
karena pasar akan
ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang terbuka. Artinya dalam memenangkan pasar dan konsumen, maka pelaku usaha akan melalui proses persaingan. Proses persaingan akan mengukur hasil optimal serta dengan melihat kemampuan pelaku usaha melakukan efisiensi, inovatif serta alokasi sumber daya yang tidak terbuang percuma melalui strategi yang baik. 59 Persaingan sering dikonotasikan negatif karena dianggap mementingkan kepentingan diri sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang manusia, apakah dalam kapasitasnya sebagai individual maupun anggota suatu organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Alfred Marshal, seorang ekonom terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan “economic freedom” (kebebasan ekonomi) dalam menggambarkan atau mendukung tujuan positif dari proses persaingan. Oleh
57
Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit, hal 116 Kadariah, Teori ekonomi Mikro, Jakarta, Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1994, hal.1 58
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
52
sebab itu pengertian kompetisi atau persaingan dalam ekonomi diartikan dalam pengertian
yang positif dan independen sebagai jawaban terhadap upaya
mencapai equilibrium. 60 Demikian juga kehidupan ekonomi pada umumnya pelaku usaha bukan berupaya menempuh proses persaingan tetapi justru lebih sering berusaha mengurangi tingkat persaingan diantara mereka. Padahal melalui proses persaingan, produser akan memperhitungkan cara untuk meningkatkan kualitas, pelayanan dan berupaya mendapatkan perhatian konsumen terhadap produknya. Bila berhasil maka pelaku usaha tersebut akan berupaya mempertahankan penguasaan pasar atau bahkan menjadi monopolis pada pasar tersebut. Dilema yang umum terjadi adalah sesudah menjadi monopolis di suatu pasar, maka ada kemungkinan produser tersebut
bertindak tidak efisisen dan justru berusaha
meningkatkan hambatan masuk pasar (barrier to entry) kepada agi pesaingnya. Efek dari tindakan ini akan mengakibatkan penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan membuat pasar terdistorsi. 61 Dalam bahasa sehari-hari, istilah perilaku kompetitif menunjukkan tingkat persaingan secara aktif dari masing-masing perusahaan satu sama lain. Semua perusahaan mempunyai kekuatan riil atas pasarnya.
Setiap perusahaan dapat
menaikkan harga-harganya dan masih dapat terus menarik pembeli. Setiap perusahaan mempunyai kekuatan untuk mengambil keputusan dalam batas-batas yang ditentukan dalam selera pembeli dan
harga-harga dari produk-produk
59
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal 21 Ibid, hal 23 61 Ibid, hal.24 60
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
53
saingannya. Meskipun mereka bersaing satu sama lain secara
aktif , namun
mereka tidak ada dalam pasar yang kompetitif sempurna. 62 Adam Smith dalam bukunya yang sangat terkenal, yaitu The Wealth of Nation adalah orang pertama yang menggambarkan bahwa sistem harga akan bekerja dan bagaimana ekonomi yang bebas dan bersaing akan berfungsi tanpa adanya cmpur tangan dari pemerintah-yaitu melalui alokasi sumber dana yang efisien. Adam Smith memperkenalkan istilah “invisible hand” yang akan membuat tujuan produser, kebutuhan masyarakat akan sesuai dengan tujuan sosial sehingga akan terhindarinya terjadinya efek yang tidak diinginkan dalam alokasi penggunaan sumber daya. Secara sederhana Smith menggambarkan pandangan Laissez Faire atau bebas melakukan apa saja, bahwa dari antara berbagai transaksi ekonomi yang independen maka pada dasarnya terdapat harmoni yang alamiah. Dimana manusia mencari pekerjaan, produser menghasilkan barang, konsumen membelanjakan penghasilannya untuk membeli produk yang keseluruhannya berdasarkan intuisi atau pilihan masing-masing. Individu akan berupaya meningkatkan penghasilan atau kekayaan, dan untuk mencapai tujuan itu mereka harus bekerja sama satu dengan yang lainnya karena masing-masing pihak memiliki kelebihan khusus (special advantage). Produser akan berusaha mencari cara produksi yang paling efisien untuk mendapatkan keuntungan maksimum, pekerja akan memilih bekerja pada produser yang efisien
untuk mendapatkan upah yang maksimum
dan
konsumen akan membeli dari produser yang menghasilkan barang dengan harga murah, kualitas prima dan ketersediaan yang mudah. Keseluruhan proses ini
62
Kadariah,Op.Cit, hal.109
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
54
seolah-olah dituntun oleh adanya “invisible hand” yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan pada semua pihak dengan berdasarkan pada pasar. Smith berpendapat bahwa persaingan merupakan cara yang alamiah sebagai checks and balances untuk mengontrol keinginan individu dalam upaya mengeksploitasi pasar. Pada akhirnya harga akan mencapai tingkat yang sama dengan biaya (cost) , dimana keadaan ini dikenal dengan istilah “natural price” yang menggambarkan bahwa pada akhirnya maka pasar persaingan akan mampu melindungi kepentingan publik. 63 Pasar Persaingan Sempurna dan Pasar Persaingan Tidak Sempurna Dilihat dari sudut pembeli, pasar terdiri dari perusahaan-perusahaan tempat dia dapat membeli produk yang jelas definisinya. Dilihat dari sudut perusahaan, pasar terdiri dari pembeli-pembeli, kepada siapa produk yang jelas defenisinya dapat dijual. Sekelompok perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk yang jelas definisinya atau seperangkat produk-produk yang berhubungan erat satu sama lain, merupakan suatu industri. Struktur pasar berarti sifat-sifat yang mempengaruhi perilaku dan pekerjaan (performance) perusahaan yang menjual di pasar tersebut. Sifat-sifat tersebut menentukan, diantara hal-hal lain, hubungan antara kurva permintaan pasar terhadap produk industri dan kurva permintaan yang dihadapi masing-masing perusahaan dalam industri tersebut.64
63 64
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal 26-27 Kadariah,Op.Cit, hal.110
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
55
Oleh sebab itu untuk memahami persaingan, maka ekonom mengenal beberapa struktur pasar yaitu : a. Pasar Persaingan Sempurna Kadariah memberikan asumsi-asumsi dalam persaingan sempurna yaitu: 1.
Semua perusahaan dalam industri menjual produk yang sama;
artinya perusahaan-perusahaan menjual produk yang homogen; 2.
Para konsumen tahu sifat dari produk yang dijual dari harga-harga
yang diminta oleh setiap perusahaan. Karenanya mereka tidak peduli (acuh-tak-acuh) tentang dari perusahaan mana mereka akan membeli produk tersebut; 3.
Jumlah output sebuah perusahaan pada tingkat biaya total rata-rata
jangka panjang yang minimum adalah kecil dibandingkan dengan output total seluruh industri. 4.
Perusahaan (the firm) diasumsikan sebagai ‘a price taker’. Ini
berarti bahwa perusahaan-perusahaan dapat mengubah tingkat produksi dan penjualannya tanpa ada pengaruhnya yang besar pada harga pasar dari produknya. Jadi perusahaan yang bekerja dalam pasar yang kompetitif sempurna tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi pasar tersebut melalui tindakan-tindakan secara pribadi. Perusahaan tersebut harus secara pasif menerima apapun yang terjadi sebagai harga yang berlaku, tetapi ia dapat menjual sebanyak yang ia kehendaki pada tingkat harga tersebut. 5.
Industri itu diasumsikan mempunyai sifat kebebasan masuk dan
keluar; artinya setiap perusahaan baru bebas untuk memulai produksi Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
56
jika menginginkannya, dan setiap perusahaan yang ada bebas untuk menghentikan produksinya dan meninggalkan industri tersebut 65 Bentuk ini tidak pernah dijumpai pada dunia nyata. Deskripsi pasar persaingan sempurna dipergunakan hanya sebagai parameter untuk mengukur apakah telah terjadi distorsi suatu pasar atau tidak. Persaingan dikatakan sempurna bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. terdapat homogenitas produk 2. identik atau sama 3. terdapat banyak penjual dan pembeli 4. penjual akan bertindak sebagai price taker dan bukan sebagai price maker 5. penjual dan pembeli memiliki informasi
yang sama mengenai
ekonomi dan teknologi 6. tidak terdapat kendala dalam hal mobilitas sumber daya harus yang dengan mudah dapat ditransformasikan untuk penggunaan yang lain 7. produser tidak memiliki hambatan untuk masuk dan keluar pasar (entry and exit) 8. harga adalah dimana marginal cost sama dengan marginal revenue (biaya marginal sama dengan pendapatan marginal) 9. produser bertindak independen dalam upaya mencapai keuntungan maksimum 10. konsumen bertindak sama dalam upaya memenuhi kebutuhannya. 66 65
Ibid, hal.110 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
57
b. Pasar Monopoli Bentuk dimana hanya terdapat satu penjual dan merupakan kondusi yang merugikan karena monopoli mengakibatkan beban bagi masyarakat melalui alokasi sumber daya yang tidak efisien dan merugikan secara sosial karena tidak terpenuhinya permintaan, pilihan dan kebutuhan. Indikasi terjadinya monopoli adalah bila didapat melalui paten, sehingga dikategorikan sebagai monopoli yang legal, kemudian adanya pengontrolan dari bahan mentah terhadap suatu produk dengan seijin pemerintah atau melalui waralaba (franchise). Penurunan dalam biaya dimana biaya rata-rata turun dan output mampu memenuhi
kebutuhan permintaan pasar, bila harga dimana
marginal cost sama dengan marginal revenue (biaya marginal sama dengan pendapatan marginal), bedanya hanya dalam hal ini pelaku monopoli akan mengontrol jumlah output yang diproduksi. Hal ini sering menjadi salah pengertian adalah monopolis tidak menjual dengan harga diatas biaya marginal, tetapi justu kekuatannya terletak pada pengontrolan atau pembatasan jumlah output sehingga ketika permintaan tidak dapat dipenuhi akan membuat harga menjadi naik. Juga karena tidak menghadapi kompetisi, maka penggunaan sumber daya dan biaya tidak begitu terkontrol (xefficiency) dan adanya keenganan untuk melakukan inovasi. 67 Pasar Monopoli Persaingan Para ekonom juga membangun model lain yang lebih realitis dalam industri modern, yaitu monopolistic competition dimana strukturnya
terdapat banyak
penjual (sebagaimana dalam persaingan sempurna) tetapi terdapat
66
perbedaan
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal 31
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
58
dalam produk, dengan kata lain produknya tidak sama (tidak homogen). Tulisan mengenai monopolistic Competition dikemukakan oleh Edward H. Chamberlin dalam bukunya yang terkenal yaitu : “The Theory of Monopolistic Competition, A Reorientation of The Theory
of Value”. Produser mencoba membedakan
produknya misalnya melalui pelayanan, penampilan iklan,dll. Dalam hal ini ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi persyaratan monopolistic competition, yaitu: 1. terdapat banyak penjual dalam produk yang sama (substitusi mudah didapat) dalam 1 kelompok atau grup 2. jumlah produser cukup banyak sehingga tindakannya diharapkan tidak akan menarik perhatian pesaing 3. tidak akan terpengaruh oleh tindakan balasan pesaingnya dan entry (masuk pasar) relatif murah 4. tidak terdapat kolusi seperti penetapan harga atau pembagian pasar diantara produser dalam satu kelompok tersebut. Perbedaan antara bentuk pasar dengan persaingan sempurna, monopoli serta monopolistic competition seperti terlihat dari berbagai faktor. Yaitu produser dalam pasar monopoli cenderung untuk mengurangi produksi dan mengenakan harga lebih tinggi dibandingkan dengan persaingan sempurra, dengan kata lain, produser dalam monopoli persaingan cenderung mengenakan harga lebih rendah, memperbanyak output dengan harga lebih rendah. Kemudian produser dalam monopolistic competition cenderung tidak efisien karena memproduksi kapasitas lebih besar dan produser menawarkan
67
berbagai varietas produk dan kualitas
Ibid, hal.32-33
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
59
dibandingkan dengan produser
pada pasar persaingan sempurna, sehingga
membuat mereka mengeluarkan biaya untuk iklan dan biaya penjualan lainnya. 68 c. Pasar Oligopoli Pasar yang lain adalah pasar oligopoli dimana bentuk pasar ini menunjukkan bahwa terdapat hanya beberapa penjual. Pasar ini juga membedakan lagi apakah terdapat produknya sama sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan pure oligopoly, misalnya untuk semen dan bila produknya berbeda maka menimbulkan differentiated oligopoly , misalnya untuk mobil atau mesin. Karakter utama oligopoli adalah diantara produser terdapat interdependensi nyata maupun tidak langsung. Setiap produser dalam pasar yang oligopoli selalu memantau adanya paten atau penyediaan bahan mentah. Economies of scale adalah kondisi yang menggambarkan ketika suatu perusahaan mempunyai biaya rata-rata produksi menurun bila output produksinya ditambah atau disebut juga dengan increasing return to scale. Bila akibat salah satu model pasar terdistorsi, maka terjadi perpindahan kesejahteraan (welfare transfer), misalnya bila produser mengurangi output yang dihasilkan dan menaikkan harga. Kondisi ini membuat
sumberdaya
tidak
digunakan secara optimal dan merugikan masyarakat secara keseluruhan dinamakan dengan deadweight loss sehingga kondisi pareto optimality tidak dipenuhi. Dengan kata lain akan timbul biaya atau harga yang harus ditanggung oleh masyarakat yang terjadi akibat dari mekanisme pasar yang tidak berjalan secara optimal.
68
Ibid, hal.34
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
60
Terdapat beberapa pendekatan untuk mengetahui bagaimanakah pasar bekerja. Mazhab Chicago School yang terkenal tidak mempersoalkan hal ini karena beransumsi
bahwa pasar selalu terbuka untuk pesaing baru. Kondisi harga
monopoli akan menarik pesaing baru masuk ke pasar dan dalam suatu jangka waktu tertentu, maka supply akan dipenuhi oleh pesaing baru sehingga mekanisme pasar akan menjadi equilibrium kembali. 69 Kemudian mazhab Harvard School mengajukan suatu antitesis dengan teori dimana pesaing baru walaupun setiap hari berminat
masuk ke pasar akan
berhadapan dengan hambatan masuk pasar (barriers to entry) antara lain: 1. regulasi proteksi dari pemerintah (termasuk paten atau franchise) 2. infomasi yang tidak sempurna, termasuk pengetahuan konsumen dan kesetiaan terhadap suatu produk 3. eksistensi dari economies of scale atau menurunnya biaya total produksi (ATC) dimana biaya total produksi dibagi dengan jumlah produksi 4. strategi pasar untuk menghalangi pendatang baru dengan menunjukkan bahwa seolah-olah pasar tersebut sudah jenuh dan tidak menguntungkan Untuk memahami mengenai mekanisme pasar maka patut diketahui bahwa pasar memiliki dua sisi, yaitu sisi permintaan dan sisi penyediaan
(supply).
Permintaan menunjukkan jumlah komoditas yang bersedia dibeli oleh para konsumen pada harga tertentu yang bergantung kepada pilihan dan selera konsumen yang ditentukan oleh tingkat pendapatannya. Faktor lain yang
69
Ibid, hal.35
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
61
mempengaruhi permintaan adalah harga dari komoditas homogen. Sisi penyediaan menunjukkan jumlah komoditas yang ditawarkan oleh produser pada berbagai harga. Penyediaan dipengaruhi oleh sumber daya (tenaga kerja, modal dan tanah) yang dipergunakan ketika memproduksi dan mengakibatkan harga jual akan turun bila biaya sumber daya juga turun. Kedua sisi permintaan dan penyediaan berinteraksi dalam menentukan harga suatu komoditas yang akhirnya akan menciptakan equlibrium yang artinya kondisi dimana tidak ada kecendrungan untuk berubah, misalnya equilibrium harga adalah dimana harga dapat dipertahankan atau dengan kata lain supply adalah sama dengan permintaan. Tetapi dalam dunia nyata equlibrium tidak eksis, fakta yang terjadi adalah harga nyata aktual yang memberikan signal terhadap produser dalam
menentukan
apa,
jumlah,
teknologi
yang
bagaimana
untuk
memproduksinya dan siapa yang mendapatkannya. Sistem harga (price system) memberikan insentif keuntungan besar untuk produser agar memproduksi barang dengan biaya minimum. Dalam mencermati sistem harga ini, maka pemerintah
berperan cukup besar ketika menentukan
harga yang bagaimana dan berapa yang pantas untuk ditetapkan. 70 Pandangan Ekonomi dalam Memahami Persaingan Terdapat dua pandangan yang terkenal sampai saat ini dalam upaya memahami persaingan, yaitu pandangan dari Mazhab Harvard School dengan pendekatan pada structure, conduct, performance (Struktur, Perilaku dan Kinerja) dan Mazhab Chicago School dengan pendekatan pada Price Theory (Teori Harga). Ukuran dari kinerja adalah keunggulan atau kesuksesan dari industri
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
62
tersebut dalam memberikan keuntungan kepada konsumen, yang bergantung juga kepada perilaku dari perusahaan tersebut serta kepada struktur industri yang menentukan persaingan dalam pasar. Kedua pandangan yang berpengaruh ini tetap berinteraksi dengan berbagai kritik sampai saat ini. Walaupun demikian, kedua mazhab ini memiliki satu persepsi yang sama, yaitu bahwa persaingan adalah suatu dasar filosofis yang terbaik bagi mekanisme pasar. Sebaliknya, keduanya berbeda pendapat tentang intervensi pemerintah dalam ekonomi dalam upaya memonitor optimalisasi mekanisme persaingan. 71 Pendekatan Mazhab Harvard adalah melalui hubungan secara evaluasi akhir diantara konsep struktur (melihat pada jumlah pelaku pasar, kemudahan masuk dan keluar pasar), perilaku (melihat kebijakan harga, promosi) dan kinerja (melihat pada kemampuan efisiensi, teknologi). Mazhab Harvard menolak tentang laissez faire pada abad XX dan sebaliknya meyakinkan bahwa lahirnya perusahaan multiraksasa adalah karena evolusi alamiah dari struktur pasar yang memang pada dasarnya dibutuhkan dalam mengeksploitasi keuntungan effisiensi dari pencapaian economiec of scale. Pandangan Harvard diwakili oleh Richard Chamberlin dengan teori Monopolistic Competition yang memberikan legasi baru terhadap penajaman asumsi “imperfect market structure” (pendekatan struktur pasar). Kemudian analisis ini dipertajam oleh Edward Mason melalui organisasi industri dengan memfokuskan pada studi mengenai hubungan antara struktur pasar, perbuatan dan kinerja. Pendekatan ini mengingatkan bahwa pasar dengan konsentrasi tinggi akan mengarahkan dugaan kepada tindakan yang perilaku yang
70
Ibid, hal.36-37
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
63
anti
persaingan,
walaupun
demikian,
banyak
penelitian
selanjutnya
memperlihatkan bahwa pasar dengan konsentrasi tinggi dapat saja diakibatkan oleh kemampuan efisiensi dari perusahaan atau industri tersebut. Mason menguraikan bahwa pendekatan dengan struktur pasar menyangkut dua hal, yaitu: a. Konsentrasi Pasar (market concentration) Dimana konsentrasi industri umum digunakan dalam pendekatan SCP yang artinya adalah variabel strukutur yang memperjelas dan sering diukur sebagai fungsi dari pangsa pasar dari beberapa perusahaan ataupun keseluruhan perusahaan yang ada di pasar. b. Hambatan Masuk Pasar (barriers to entry) Mason juga menyatakan bahwa beberapa perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk mengontrol harga dan pasar dan juga akan mendominasi pasar dengan cara mempersulit pesaing baru masuk pasar. Sehingga patut dicermati apakah suatu perusahaan menjadi besar karena persaingan, adanya perlindungan pemerintah atau karena keunggulan teknologi. Bila memang terjadi demikian, maka persaingan yang
diharapkan mencapai efisiensi tidak akan terjadi dan
mengakibatkan perusahaan menjadi tidak efisien serta membuat harga lebih tinggi untuk konsumen. Pendekatan utama dari paradigma SCP adalah: 1. Konsentrasi akan
dapat memfasilitasi kolusi baik secara terang-
terangan ataupun tersembunyi 2. Menaikkan hambatan masuk pasar
71
Ibid, hal.40-41
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
64
3. Optimalisasi margin biaya dari beberapa perusahaan yang memimpin akan menjadi naik Sementara itu Mazhab Chicago memfokuskan pandangannya pada price theory dan menyatakan bahwa pada dasarnya pasar akan bekerja secara otomatis dengan efisien. Pandangan ini diajukan oleh George Stigler yang mengemukakan bahwa sebenarnya tidak ada hambatan untuk masuk pasar kecuali disebabkan karena faktor harga semata mata. Sehingga bila terjadi konsentrasi tinggi pada suatu pasar, maka sebenarnya hal ini merupakan refleksi dari kemampuan economies of scale serta besarnya pasar secara relatif. Sehingga produser yang tidak efisien dengan sendirinya akan keluar dari pasar atau persaingan. Pada tahun 1940-1950 terjadi perbedaan pendapat yang paling besar pengaruhnya antara Mazhab Harvard dan Chicago dalam hal konsentrasi pasar, dimana Mazhab Chicago menyatakan bahwa konsentrasi pasar yang tinggi bukan merupakan indikasi buruk terhadap mekanisme pasar. Indeks konsentrasi pasar hanyalah menunjukkan bahwa akibat proses persaingan maka perusahaan yang mampulah yang bertahan sehingga hanya mempunyai beberapa pelaku pasar saja. Sistem harga atau price system dianggap merupakan peran sentral ekonomi karena keselurhan komponen ekonomi memiliki harga. Siklus menentukan apa yang akan diproduksi adalah bergantung pada pilihan konsumen yang bersedia membayar harga tertentu untuk produk tersebut. Disamping itu sistem harga juga menentukan bagaimana produk dan jasa diproduksi dengan melihat keinginan pekerja dan nilai material, peralatan yang dipadukan dengan pilihan konsumen dan penghasilan konsumen itu sendiri. Deskripsi sistem harga ini menarik karena
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
65
tidak dikontrol
oleh individu atau kelompok tertentu tetapi sistem ekonomi
berjalan dengan baik dan tidak berakhir dengan kekacauan pasar.
B. Konsep Rule of Reason dan Perse Illegal Dalam Hukum Persaingan Dalam hukum persaingan usaha dikenal istilah perse Illegal(bersifat imperatif dengan interpretasi yang memaksa) dan rule of reason ( pembuktian yang rumit) yang mana keduanya memiliki makna yang berbeda. 72 Teori perse ini lebih menitikberatkan kepada struktur pasar tanpa memperhitungkan kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. 73 Dengan kalimat lain, dapat dikatakan bahwa tindakan-tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum persaingan usaha sehingga dengan serta merta dapat ditentukan sebagai tindakan yang illegal. Hanya dengan membuktikan bahwa tindakan telah dilakukan dan tanpa melakukan analisis lebih jauh terhadap dasar-dasar yang mungkin dikemukakan untuk membenarkan tindakan itu. 74 Teori Rule of Reason ini lebih luas dari teori perse. Teori Rule of reason ini lebih berorientasi kepada prinsip efisiensi. Pendekatan Rule of reason diterapkan terhadap TindakanTindakan yang tidak bisa scara mudah dilihat ilegalitasnya tanpa menganalisis akibat tindakan itu terhadap kondisi persaingan. Dalam pendekatan rule of Reason diisyaratkan untuk mempertimbangkan factor-faktor seperti latar belakang dilakukannya tindakan tersebut, alas an bisnis dibalki tindakan tersebut serta posisi si pelaku tindakan dalam industri tertentu. Setelah mempertimbangkan factor-faktor tersebut, barulah dapat ditentukan apakah suatu
72
Ayudha D.Prayoga dkk, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Partnership for Business Competition, Jakarta, 1998, hal.12. 73 Munir Fuady, Op.Cit, hal.46 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
66
tindakan bersifat illegal atau tidak. 75 Pendekatan rule of reason ini diterapkan dengan menimbang-nimbang akibat negatif dari tindakan tertentu terhadap persaingan dengan keuntungan ekonomisnya. 76 Pendekatan Rule of Reason dipergunakan Untuk mengakomodasi tindakan tindakan yang berada dalam “grey area”, antara legalitas dan illegalitas. Dengan analisis pendekatan Rule of Reason tindakan-tindakan yang berada dalam “grey area” namun ternyata berpengaruh positif terhadappersaingan akan menjadi berpeluang untuk diperbolehkan. Pendekatan Rule of Reason ini seakan-akan menjadi jaminan bagi para pelaku usaha untuk secara leluasa mengambil langkah bisnis yang mereka kehendaki, sepanjang langkah itu reasonable. 77 Hukum Persaingan mengenal beberapa konsep dalam mengenali hambatan (restraint) yang terjadi dalam suatu proses persaingan. Hambatan yang terjadi ada yang mutlak bersifat menghambat persaingan dan ada yang mempunyai pertimbangan dan alasan ekonomi. Sehingga dengan pertimbangan ataupun rasionalisasi yang dipengaruhi factor ekonomi, social dan keadilan maka dapat diputuskan bahwa tindakan tersebut dapat dianggap atau tidak menciptakan hambatan dalam proses persaingan. Perbedaan antara hambatan yang bersifat mutlak atau tidak menjadi faktor penentu yang penting karena prinsip ini menentukan konsep pendekatan “rule of reason” dan “perse rule” pada saat menentukan tindakan yang sifatnya anti persaingan atau tidak. Dengan kata lain, paradigma Hukum Persaingan terfokus pada hal ini, bila hambatan itu mutlak maka pertimbangannya adalah perse illegal,
74
Arie Siswanto, Op.Cit, hal.65 Ibid, hal 66 76 Munir Fuady, Op.Cit, hal.47.
75
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
67
tetapi bila bersifat tambahan maka hanya akan dapat diputuskan berdasarkan pertimbangan pembenaran atau “reasonableness” alasannya. Dengan demikian penting untuk diketahui mengenai perbedaan antara hambatan yang sebenarnya maupun yang sifatnya artificial karena hambatan mutlakpun belum tentu pasti bersifat perse illegal. 78 Sementara itu hambatan yang bersifat tambahan adalah secara fungsional merupakan bagian integral terhadap perjanjian. Hambatan tersebut adalah untuk memfasilitasi atau berfungsi menjalankan perjanjian tersebut. Dengan kata lain, transaksi tersebut adalah perjanjian utama dan hambatan hanya bersifat tambahan. Hambatan dapat saja merupakan elemen utama dari transaksi ataupuntambahan yang sifatnya adalah memproteksi elemen utama dari transaksi tersebut. Sehingga kunci utama untuk justifikasi hal ini adlah dengan melihat apakah para pihak merupakan
bagian utama dari suatu
kegiatan produksi.
Juga dengan
mempertimbangkan apakah perjanjian atau transaksi antara para pihak dan fungsi yang relevan dari hambatan terhatap perjanjian para pihak dimana fungsi merupakan unsure penentu yang penting. Dengan kata lain bahwa seluruh hambatan dalam akan dinyatakan melanggar hukum, kecuali apabila: 79 a. hanya bersifat tambahan (ancillary) tehadap tujuan utama dari kontrak atau perjanjian yang legal, misalnya perjanjian yang berisikan kesepakatan dimana pembeli untuk tidak bersaing dengan pembeli atau pembeli tidak bersaingan dengan penjual yang membeli usaha penjual tersebut.
77
Arie Siswanto,Op.Cit, hal.47. Ningrum Natasya Sirait, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal.72 79 Ibid, hal.73 78
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
68
b. Atau
pegawai
tidak
akan
bersaing
dengan
perusahaan
yang
memperkerjakannya dimana perjanjian tersebut memang dibutuhkan untuk melindungi usaha tersebut c. Tidak berisi hambatan yang dianggap sangat tidak wajar (“exceeds the necessity presented”). Bila alasan pendukung sifatnya ekonomis menyatakan hambatan tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang produktif, tetapi mengakibatkan persaingan terhambat, maka bukan berarti hambatan itu dapat dikategorikan sebagai tambahan. Sehingga fungsi sangat menentukan dimana mereka akan tetap dikategorikan mutlak karena tidak memiliki hubungan fungsional tehadap produktivitas bersama tersebut. Oleh sebab itu argument mengenai efisiensi dapat dikemukakan baik dalam konteks hambatan yang sifatnya mutlak atau tambahan. Perbedaannya terletak bukan pada isu efisiensi, tetapi lebih pada bagaimana caranya mencapai tahap efisiensi tersebut. Sehingga untuk menda[patkan nilai maksimum, maka hambatan merupakan elemen utama dalam transaksi tersebut. 80 Hambatan mutlak tujuan ekonominya adalah umtuk membatasi atau menghambat kebebasan ekonomi pihak lain. Contohnya adalah penetapan harga, dimana tidak terdapat alas an pembenaran kecuali persetujuan untuk menghambat persaingan. Pada saat para pihak setuju untuk membatasai kebebasan merekadalam berusaha dan mengekakan persaingan, maka dapat dikategorikan sebagi hambatan mutlak. Bentuk lainnya adalah dalam hal membagi wilayah, konsumen ataupun menetukan produk apa yang akan dijual dimana factor utama penetu adalah para pihak merupakan pesaing.
80
Ibid, hal.73
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
69
Sulit untuk menentukan penggunaan yhambatan yang sifatnya mutlak ataupun tambahan dalam menentukan suatu keadaan. Faktor “reasonableness” atau alas an dalam sifat pertimbangan sangant subjektif pada suatu kasus dan waktu dalam pasar yang kompetitif. Bila aplikasi hambatan mutlak diperlukan untuk melihat pertimbangan secara subjektif untuk setiap kasus, maka akan sulit untuk memutuskan karena mudah menjadi bias. Sehingga dibutuhkan analisis yang mengikutsertakan elemen mengenai permintaan dan penyediaan, tujuan social serta objektif dari Hukum persaingan yang mampu menjawab apakah suatu hambatan itu menguntungkan atau merugikan. Secara yuridis hal inilah yang akan dihadapi oleh system hukum untuk setiap kasus. Karena memang ada kenyataan yang menunjukkan bahwa hambatan yang sifatnya mutlak justru menguntungkan masyarakat. Cara praktis untuk menyelesaikannya adalah dengan memikirkan suatu petunjuk komprehensif sesuai dengan sudut pandang ekonomi dan hukum yang cocok dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan kepentingan umum. 81 Oleh sebab itu peran sutau badan independen yang secara terus menerus memberikan pertimbangan dibutuhkan untuk memutuskan bila hambatan mutlak memang dibutuhkan untuk mencapai tujuan sosial atau efisiensi. Implikasi analisis ini adalah bila hambatan itu bersifat mutlak maka haurus diputuskan mutlakmelanggar hukum, sebaliknya bila tidak maka harus dinyatakan bahwa tindakan itu legal. Sehingga tidak dibutuhkan adanya pertimbangan subjektif atau ditengahnya.
81
Ibid, hal.75
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
70
Bila tidak didapat alternatif lain maka hambatan tambahan tersebut dianggap beralasan karena pertimbangannya lebih efisien dan dalam ekonomi pasar. Tetapi bila ada alternatif lain, maka harus dipertimbangkan biaya dan akibat social dari hambatan ini. Karena semua hambatan tambahan akan berhadapan dengan analisis yang sifatnya subjektif per kasus maka penentu keputusan mungkin saja untuk mempertimbangkan biaya social atau keuntungan atau efeknya bagi masyarakat. Pertimbangan antara analisis kesejahteraan umum efisiensi sering menjadi acuan untuk memutuskan perbedaan antara hambatan yang sifatnya mutlak atau tambahan. Umumnya hambatan mutlak hanya kan menghambat persaingan dan mengakibatkan biaya social bagi mayarakat. Termasuk diantaranya perpindahan kesejahteraan dan alokasi yang tidak efisien dari sumber daya. 82 Disamping itu dalam jangka panjang hal ini akan dapat menimbulkan distorsi pasar. Bila hambatan mutlak diijinkan maka seolah-olah memberikan kebebasan untuk pelaku pasar untuk mengeksploitas pasar. Walaupun demikian harus dilihat kenyataan bahwa misalnya, perjanjian yang sifatnya kartel juga mempunyai sisi ekonomi yang menguntungkan misalnya untuk menyelamatkan suatu keadaan dimana memang dibutuhkan perjanjian kartel untuk menjaga kestabilan harga atau pasokan. Sehingga untuk menghindarkan
eksploitasi pelaku pasar maka
dibutuhkan adanya pengawasan masyarakat. Pada umumnya terdapat 2 pendekatan untuk melihat apakah pelaku usaha atau perusahaan diduga telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang Hukum Persaingan atau tidak. Yaitu dengan melihat pada: 83
82 83
Ibid, hal.76 Ibid, hal.77
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
71
a. Struktur pasar (market structure), misalnya perusahaan memiliki pangsa pasar lebuh dari indicator yang ditetapkan oleh undang-undang, yaitu 50% untuk 1 pelaku atau 75 % untuk 2 pelaku usaha atau lebih. b. Perilaku (behavior) misalnya melalui tindakan atau perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut dengan pelaku usaha pesaingnya atau tidak, contohnya tindakan jual rugi (predatory pricing), perjanjian distributor tersebut dsb. Pendekatan yang dipergunakan di banyak negara yang telah memberlakukan Hukum Persaingan adalah lebih menitikberatkan kepada pendekatan perilaku (behavior) yang bersifat anti persaingan. Kedua pendekatan yang telah disebut diatas tidaklah mudah penerapannya dalam kasus-kasus persaingan yang terjadi di masyarakat. Karena tidak semua orang mempunyai persepsi yang sama terhadap pengertian yang menyatakan suatu tindakan dinyatakan mutlak melanggar ataupun dapat diputuskan setelah melihat argumentasi dan alasan rasional tindakannya. Banyak metode yang telah dicoba oleh para akademisi, ahli Hukum Persaingan dan praktisi hukum untuk menetapkan aplikasi ini walaupun tuidak bersifat mutlak. Oleh sebab itu selama waktu ini, perdebatan masih tetap berlangsung dalam hukum persaingan ketika menentukan ukuran factor reasonableness tersebut. Adapun factor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengukurnya adalah : 84 a. Akibat yang ditimbulkan dalam pasar dan persaingan b. Pertimbangan bisnis yang mendasari tindakan tersebut c. Kekuatan pangsa pasar (market power)
84
Ibid, hal.78
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
72
d. Alternatif yang tersedia e. Tujuan dari tindakan tersebut Suatu tindakan atau perilaku baru dapat dikatakan bersifat anti persaingan (anti competitive behavior) adalah dengan melihat akibat dari tindakan tersebut, misalnya penetapan harga. Dalam ukuran perse illegal maka pihak yang menuduh melakukan pelanggaran hanya harus membuktikan bahwa tindakan itu benar dilakukan tanpa harus membuktikan efek atau akibatnya. Tindakan yang dilakukan itu juga tidak memiliki pertimbangan bisnis atau ekonomi yang rasional dan dapat dibenarkan, misalnya penetapan harga hanya dengan tujuan untuk mengelakkan persaingan. Dalam hal ini pemisahan yang tegas antara pendekatan perse illegal dan rule of reason dinyatakan dengan bright line test (perse rules). Selebihnya dengan melihat pakah unsur alasan dengan jalan mengevaluasi tujuan dan akibat dari tindakannya dalam suatu pasar atau proses persaingan. 85 Pendekatan Rule of Reason dan Perse Illegal dalam UU No.5/1999 Pasal-pasal dalam Undang-undang No.5/1999 menggambarkan bentukdari pendekatan perse illegal ini melalui pasal yang sifatnya imperative dengan intepretasi yang memaksa. Sebagai kebalikan dari pendekatan perse illegal maka pendekan rule of reason menggunakan alasan pembenaran apakah tindakan tersebut walaupun bersifat anti persaingan tetapi mempunyai alasan pembenaran yang menguntungkan dari pertimbangan sosial, keadilan ataupun efek yang ditimbulkannya serta juga unsur maksud (intent). Dalam substansi UU No.5/1999 umumnya mayoritas juga menggunakan pendekatan rule of reason. Dalam undang-undang no.5/1999 maka substansi pasal-pasalnya yang menggunakan
85
Ibid, hal.78-79
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
73
pendekatan rule of reason tergambar dalam konteks kalimat yang membuka alternatif interpretasi bahwa tindakan tersebut harus dibuktikan dulu akibatnya secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam undang-undang apakah telah mengakibatkan terjadinya praktek monopoli ataupun praktek persaingan tidak sehat.86 Pasal yang menyiratkan unsur pendekatan rule of Reason dalam UU No.5/1999 tergambar dalam ketentuan pasal-pasal yang berbunyi sebagai berikut ini adalah dalam kalimat yang membuka peluang dengan melihat akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan yang sebelum dinyatakan melanggar undangundang, yaitu: 87 a. Pasal 1 ayat 2 “…sehingga menimbulakn persainganusaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum” b. Pasal 4 ”… yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat” c. Pasal 7,21,22 dan 23 ”…Yang dapat mengakibatkan terjadinya persainganusaha tidak sehat” d. Pasal 8 “…. Sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Pasal 9 “.. sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktrek monopoli dan atua persaingan usaha tidak sehat’. e. Pasal 10 ayat (2) “…sehingga perbuatan tersebut : (a) merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain”. f. Pasal 11,12,13,16,17,19 “…yang dapat
mengakibatkan trejadinya
persaingan usaha tidak sehat”
86
Ibid, hal.81
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
74
g. Pasal 14, “…yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau dapat merugikan masyarakat”. h. Pasal 18,20,26,”… yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. i.
Pasal 28 ayat (1) dan (2) “…yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat”.
Dengan melihat beberapa isi pasal diatas, maka sejak awal memang telah banyak asumsi yang disampaikan bahwa substansi UU No.5/1999 mengandung berbagai kerancuan yang dapat menimbulkan masalah Dallam interpretasinya. Oleh sebab itu telah banyak juga masukan dan kritik agar undang-undang ini diamandeman untuk memberikan kejelasan dalam penerapan hukumnya.
87
Ibid, hal.82
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
75
BAB IV PERILAKU PELAKU USAHA UNTUK MENJADI POSISI DOMINAN MELALUI PEMILIKAN SAHAM YANG BERTENTANGAN DENGAN UU NO.5/1999
A. Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha Persaingan yang berkaitan dengan posisi dominan, adalah mengenai satu pelaku usaha atau beberapa pelaku usaha yang memegang kekuatan di suatu pasar tertentu . Di benua Eropa masih banyak kontroversi mengenai batasan dan pengukuran dominasi dalam suatu pasar. Banyak ahli ekonomi yang memfokuskan perhatiannya pada dominasi penjualan atau pembelian produk tertentu dalam suatu daerah geografis tertentu.88 Pengukuran dominasi atau kekuatan pasar berdasarkan pangsa pasar merupakan penyederhanaan yang dapat menyesatkan. Walaupun bila suatu pasar dapat dilukiskan dengan jelas, kekuatan di dalamnya tidak dapat dilukiskan
88
Frank Fishwick, Op.Cit, hal 63.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
76
dengan jelas, kekuatan di dalamnya tidak hanya akan tergantung pada pangsa relatif dari pemasuk yang ada tapi juga pada potensi persaingan Batasan posisi dominan oleh sidang pengadilan masyarakat Eropa (CEC) dan oleh CEC , terdiri atas: 89 3. Kemampuan untuk bertindak secara
merdeka dan bebas dari
pengendalian persaingan, dan 4. Ketergantungan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang
bagi mereka perusahaan yang dominan merupakan rekan
perdagangan yang wajib adanya. Kebebasan perilaku dapat mengandung arti bahwa pelanggan (atau pemasok) tidak mempunyai alternatif
untuk berdagang dengan perusahaan yang
dipertanyakan, sehingga tambahan pada point 2 sebagai kriteria yang terpisah mungkin tidak diperlukan bila point 1 dapat dibuktikan. Sebaliknya, mungkin bagi perusahaan dengan rekan dagang yang tergantung pada mereka dapat dihambat dengan persaingan. Misalnya pengecer besar dapat menjadi ‘dominan’ terhadap penyalur kecil yang baginya merupakan pelanggan besar. 90 Penguasaan pasar dapat digambarkan sebagai berikut bahwa bila seorang penjual dapat menaikkan
harga diatas level persaingan tanpa mengalami
penurunan penjualan yang signifikan dalam waktu yang singkat, sedangkan kenaikan tersebut tidak menghasilkan keuntungan dan tidak seharusnya dilaksanakan, maka penjual tersebut memiliki “market power” atau posisi dominan.
89 90
Ibid, hal.65 Frank Fishwick, Op.Cit, hal 36-37
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
77
Dalam praktek, penentuan pangsa pasar ini tidak sederhana, masalah yang akan timbul dalam mengukur pangsa pasar suatu produk tertentu adalah penentuan jenis produk dan pasar, yaitu apakah produk substitusi juga dimasukkan dalam menghitung pangsa pasar. Sebagai contoh untuk produk susu, apakah semua jenis susu turut dihitung, apakah bukan hanya jenis susu bubuk atau susu kental atau susu segar, susu bayi atau jenis lainnya. Tentunya dari sudut kepentingannya pelaku usaha semua jenis susu harus dihitung sedangkan dari sudut kepentingan ataritas pelaksana undang-undang anti monopoli, maka seharusnya tiap-tiap jenis dibedakan penghitungannya. Dengan pendekatan ini, diukur berapa jauh deviasi harga penjualan barang atau jasa yang dproduksi perusahaan tersebut melenceng dari biaya marjinalnya, atau berapa selisih laba perusahaan tersebut dengan laba rata-rata perusahaan yang sejenis. Pengukuran dengan kinerja ini tidak sepenuhnya memuaskan, akan tetapi, di Negara-negara maju pendekatan ini sering digunkan dalam memeriksa kasuskasus anti monopoli. Pendekatan kedua adalah dengan menguji perilaku perusahaan dalam persaingan, tes ini dilakukuan dengan mempelajari sensitivitas penjualan perusahaan tersebut terhadap perubahan harga dan jumlah penjualan yang dilakukan oleh pesaingnya. Meskipun tes dengan pendekatan ini dalam prakteknya sering digunakan dalam elastisitas demand yang luas untuk menentukan produk-produk yang bersaing, namun pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu terdapatnya kesulitan dalam menghimpun data yang akurat yang akan digunakan dalam kasus tertentu dan adanya keharusan bahwa harga-harga produk tersebut harus bersaing dan dapat saling dipertukarkan. Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
78
Pendekatan ketiga, dan mungkin merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan, adalah tes dengan pendekatan struktural. Tes ini digunakan dengan menghitung jumlah perusahaan yang bergerak disuatu pasar tertentu dan kemudian membandingkan volume penjualan (pangsa pasar) yang dikuasai masing-masing perusahaan. Pangsa pasar ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui posisi masing-masing parusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar terbesar dianggap memiliki posisi paling dominant dan memiliki kekuatan monopoli. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa ukuran market power ini tidak eksak dan oleh karenanya sering disalahtafsirkan. Dalam kasusu praktek monopoli dengan
menggunakan
posisi
dominant
ini
hal
pertama
yang
harus
dipertimbangkan adalah kondisi pasar produksi dan pasar geografis. Kemudian bandingkan porsi penjualan perusahaan dengan perusahaan lain yang menjadi pesaingnya. Barulah kemudian pangsa pasar ini kemudian dijadikan acuan terhadap posisi perusahaan yang dicurigai menggunakan posisi dominantnya. Untuk penentuan posisi dominan tersebut perlu dipertimbangkan jenis produk dan substitusinya. Kita lihat hal ini pada kasus du Pont dalam pemasaran produk pembungkus cellophone dimana du Pont menguasai 75% pangsa pasar pembungkus. Ketika dituduh memiliki dan menggunakan posisi dominannya. Du pont mengajukan tanggapan bahwa Cellophone bukan satu-satunya produk pembungkus yang ada di pasar, mereka mengajukan alasan bahwa disamping produknya ada produk plastik dan alumunium yang dapat dijadikan substitusi, dan dengan menghitung kedua produk tersebut maka pangsa pasar du Pont hanya 20% ketika diajukan test respon terhadap harga ternyata meskipun du Pont Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
79
menaikkan harga produk Cellophone-nya, namun para pembeli, yang dinilai sensitif terhadap, tidak mengalihkan pembeliannya ke produk lain yang dianggap sebagai substitusi, yaitu plastik dan alumunium foil. 91 Prinsip dasar yang harus diketahui mengenai posisi dominant adalah bahwa tidak ada larangan bagi sebauh perusahaan untuk berada dalam posisi dominan, akan tetapi yang dilarang adalah penyalahgunaan posisi dominant tersebut untukmenguasai
pasar.
Penyalahgunaan
posisi
dominant
sesungguhnya
merupakan praktek yang memiliki cakupan yang luasa. Ketika seorang pelaku usaha yang memiliki dominasi ekonomi melalui kontrak mensyaratkan supaya customernya tidak memiliki hubungan dengan pesaingnya, ia telah melakukan penyalahgunaan posisi dominant. Dimikian juga apabila seorang pelaku usaha memegang posisi dominant dengan basis “take it or leave it” membuat penentuan harga diluar kewajaran. 92 Penyalagunaan tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan cara: 93 a. Pemaksaan harga pembelian atau penjualan yang tidak wajar atau keadaan pedagangan yang tidak wajar, langsung atau tidak langsung; b. Pembatasan produksi, pasar, atau perkembangan teknis terhadap prasangka konsumen; c. Penerapan kondisi yang tidak sama untuk transaksi yang sama dalam perdagangan dengan pihak lain, sehingga menempatkannya pada persaingan yang tidak menguntungkan. (standard setting)
91
Asril Sitompul, Op.Cit, hal 38 Arie Siswanto, Op.Cit, hal 45 93 Frank Fishwick, Op.Cit, hal.110 92
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
80
d. Membuat kesimpulan sendiri tentang subyek kontrak untuk mendapatkan persetujuan dari pihak lain rtentang kewajiban tambahan yang karena sifatnya atau menurut pemakaian komersialnya, tidak mempunyai hubungan dengan subyek kontrak seperti itu. Penguasaan pasar melalui standard setting ini terutama yang berkaitan dengan penggunaan teknologi tidak mudah untuk dikenali, misalnya suatu perusahaan yang memiliki posisi dominan di bidang usaha tertentu yang menggunakan teknologi tinggi dan memiliki jaringan usaha yang luas sehingga pelaku usaha yang lain harus melakukan hubungan secara teknis dengan jaringan yang dimiliki perusahaan itu dan dengan sendirinya harus mengikuti persyaratan teknis yang ditetapkan oleh perusahaan tersebut. 94 Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki pengaturan yang cukup rinci tentang penyalahgunaan posisi dominant ini. Fair Trade Commission of Japan (FTCJ) selaku otoritas persaingan di jepang telah mengeluarkan pedoman yang memuat tentang lima kategori yang tergolong dalam penyalahgunaan posisi dominan sebagai berikut: a. Mensyaratkan pihak lain untuk melakukan tranmsaksi pembelian barang atau jasa dari perusahaan yang dominan, padahal barang atua jasa itu berbeda dari barang atau jasa yangtegas-tegas menjadi objek transaksi. b. Mensyaratkan pihak lain untuk melakukan penawaran uang, jasa atau keuntungan ekonomi lainnya secara terus menerus kepada perusahaan yang dominan.
94
Asril Sitompul, Op.Cit, hal 39
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
81
c. Membuat atau mengubah syara-syarat transaksi yang merugikan pihak lain. d. Menimbulkan kerugian terhadap pihak lain dengan syarat-syarat transaksi atau dengan cara selain yang telah disebutkan diatasa. e. Mensyaratkan supaya pihak lain mengikuti petunjuk atau memperoleh persetujuan dari suatu perusahaan dominant di dalam menunjuk pengurus perusahaan itu. Jepang memiliki pendekatan yang agak berbeda tentang penafsiran “posisi dominan. Menurut praktek jepang, posisi dominant tidak harus harus dipegang oleh perusahaan yang memiliki dominasi peasar. Alih-alih, posisi dominant in diartikan dalam konteks level transaksi. Dengan demikian, menurut paraktek Jepang, suatu perusahaan kecil yang tidak memiliki dominasi pasar pun bisa memegang posisi yang dominant, apabila mitra bisnis transaksinya jauh lebih kecil dibandingkan perusahaan itu. 95
Posisi Dominan dalam Undang Undang No.5 Tahun 1999 Dalam Undang Undang No. 5 tahun 1999 Pasal 1 angka 4 Undang Undang No.5/1999 memberikan definisi tentang posisi dominan sebagai berikut : “posisi dominan adalah suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu “
95
Arie Siswanto, Op.Cit, hal 46
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
82
Dari bunyi pasal tersebut, kita dapat melihat tiga hal yang harus dimiliki agar pelaku usaha dapat dikatakan mempunyai posisi dominant yaitu: 1.
Mempunyai pangsa pasar yang cukup besar atau posisi tertnggi.
2.
Memiliki kemampuan keuangan yang kuat.
3.
Mempunyai kemampuan akses pada pasokan atau penjualan.
Dengan pemilikan ketiga hal diatas maka pelaku usaha akan dapat menguasai pasar dan dikatakan memiliki posisi dominan atau mempunyai market power. Sebenarnya pelaku usaha tidak dilarang untuk memiliki ketiga hal tersebut, namun apabila hal-hal tersebut digunakan untuk melakukan penguasaan atas pasar barang atau jasa tertentu, maka pelaku usaha tersebut dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran undang-undang. Memang benar, apabila pelaku usaha memiliki ketiga hal diatas, maka pelaku usaha tersebut akan menguasai pasar barang atau jasa tertentu dan dengan penguasaan itu pelaku usaha akan dapat menentukan harga barang atau jasa tersebut.96 Dari definisi yang diberikan tersebut, meskipun tidak dikolerasikan secara langsung, dapat kita lihat dan katakana bahwa posisi dominant cenderung dimiliki oleh pelaku usaha yang telah secara fisik mengasai pangsa pasar secara dominant. Tanpa adanya penguasaan pasar yang dominant tidak mungkin pelaku usaha tersebut atau kelompok usaha tertentu dapat memiliki posisi dominant ats pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang lainnya yang menjadi pesaingnya. 97 Bab V UU No.5 Tahun 1999 tentang posisi dominan yang dimulai dari pasal 25 sampai pasal 29. pasal 25 melarang pelaku usaha menggunakan posisi dominan untuk menyalahgunakan kedudukannya baik secara langsung ataupun tidak
96
Asril Sitompul, Op.Cit, hal 37
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
83
langsung. Penyalahgunaan ini dapat dilakukan melalui jabatan rangkap, kepemilikan
saham
maupun
melalui
penggabungan,
peleburan
dan
pengambilalihan. Pelaku usaha memiliki posisi dominant pada suatu pasar dilarang mengunakan posisi dominant baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk :98 a. Menetapakan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, dari segi harga maupun kualitas; atau b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Ketentuan ini seirama dengan aturan yang dimainkan oleh section 2 Sherman Act yang menekankan pada proses monopolisai tersebut dan tidak memberatkan hanya pada adanya monopoli. 99 Selanjutnya diatur mengenai ketentuan bahwa pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila : a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh luma persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
97
Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Op.Cit, hal 38 Ningrum Natasya Sirait, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal.101 99 Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Op.Cit, hal 40 98
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
84
Jadi sebenarnya posisi dominant memang didefinisikan untuk mencerminkan siapa sebenarnya “penguasa pasar” dari suatu produk tertentu. Apakah pasar masih cukup heterogen, dengan penguasaan berimbang oleh dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha, atau pasar sudah cenderung homogen dengan produk dari pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tertentu. 100 Mengenai jabatan rangkap diatur dalam Pasal 26 UU no.5 Tahun 1999. Memiliki jabatan rangkap dalam perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang yang sama juga dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan curang. Dari ketentuan Pasal 26 dapat dilihat bahwa agar suatu jabatan rangakap dapat dilarang haruslah berada dalam pasar bersangkutan yang sama dan secara bersama-sama dapat menguiasai pasar yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 28 dan 29 UU no. 5 Tahun 1999 nengatur tentang penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Penggabungan atau peleburan perusahaan yang dilarang menutrut Undang Undang ini adalah peleburan atau penggabungan yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha juga dilarang untk melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan itu dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham yang berakibat nilai asset dan atau penjualanya mlelebihi jumlah tertentu, wajib melaporkannya ke KPPU. Mengenai penggabungan, peleburan, dan atau pengambilalihan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah.
100
Ibid, hal 39
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
85
B. Pemilikan Saham dalam Undang Undang No.40 Tahun 2007 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan beberapa pengertian saham antara lain, dilihat dari sudut pandang ekonomis saham berarti surat bukti bagian modal perseroan terbatas yang memberi hak atas deviden dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor; saham adalah hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi di pemilikan dan pengawasan. 101 Pendapat yang lebih komperhensif disampaikan oleh John Downes dan Jordan Elliot Goodman yakni saham adalah kepemilikan skuitas dalam suatu perseroan. Kepemilikan ini diwakili oleh suatu sertifikat saham yang menyebutkan nama perusahaan dan pemilik saham. 102 Secara sederhana saham dapat diartikan sebagai suatu hak atas bagian dari sesuatu terhadap harta kekayaan perseroan. Oleh karena itu dalam tiap-tiap akta pendirian suatui Perseroan Terbatas (PT) pasti disebutkan jumlah modal perseroan yang terbagi dalam jumlah saham-saham. dalam rangka pengumpulan modal dalam jumlah besar sebuah PT mengeluarkan saham. PT pada permulaannya tidak menerima pamasukan dari uang langsung atau tenaga atau prestasi seseorang kecuali dalam bentuk saham. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi, diatur dalam Pasal 52 ayat (4) Undang Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Pasal ini memuat ketentuan bahwa para pemegang saham tdak diperkenankan membagi-bagi hak atas saham menurut kehendaknya
101
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hal.861 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
86
sendiri. Dalam hal 1 saham dimiliki oleh lebih dari 1 orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk 1 orang wakil bersama. 103 Apabila dalam UU No.1 / 1995 dimungkinkan dikeluarkan saham atas tunjuk (Pasal 42 ayat (2) UU No.1/1995) disamping saham atas nama, maka dalam UUPT yang baru ini hanya ada satu jenis saham yaitu saham atas nama sebagaimana diatur dalam pasal 48 UUPT ini, karena dengan dimungkinkannya perseroan mengeluarkan saham atas tunjuk akan lebih mudah terjadinya penyelundupan hukum. Mengenai kepemilikan saham UUPT juga membuka kmungkinan Anggaran Dasar Untuk menetapkan persyaratan kepemilikan saham dengan memperhatikan persyaratan kepemilikan saham yang ditetapkan instansi yang berwenang. Yang dimaksud saham atas nama adalah saham yang pemiliknya sudah tertera di dalamnya. Saham ini biasanya dipergunakan untuk pengamana agar tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berkepentingan atau tidak diinginkan. Saham jenis ini sebenarnya dari segi perdagangan di luar bursa kurang begitru diminati, karena pemindahantangankan memerlukan prosedur balik nama. Bagi saham atas nama boleh diberikan kepada pemiliknya, meskipun harga saham belum sepenuhnya dilunasi, sebab peralihan saham-saham atas nama dapat terjadi dengan pernyataan dari persero dan penerima yang diberitahukan secara resmi kepada direksi. Saham memiliki 3 (tiga ) fungsi utama, yaitu;
102
John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan dan investasi, Jakarta, Elex Media komputindo, 1994, hal.89 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
87
a. Saham sebagai bagian dari modal. Dikatakan demikian karena pada dasarnya sahamitu merupakan modal, sebagai yang sering dibaca dalam akta pendirian PT. maka dapat dikatakan bahwa tiap saham merupakan bagian dari Modal yang menjelma dalam harga saham. b. Saham sebagai tanda anggota. Setiap orang yang akan ikut serta sebagai anggota dlam kerjasam PT diwajibkan untuk memberikan pemasukan sejumlah uang ke dalam perseroan. Pemasukan inilah yang diperhitungkan dalam bentuk saham. Nominal uang pemasukan itu tercantum dalam saham. Jadi, dengan dimilikinya saham menunjukkan bahwa orang tersebut adalah anggota yang disebut persero dari PT. sebagai buktinya diberikan saham sbagai tanda anggota. c. Saham sebagai alat legitimasi. Saham sebagai salah satu jenis surat berharga adalah surat legitimasi, artinya suatu surat yang menunjuk pemegangnya sebagai orang yang berhak khususnya di luar suatu proses. Jadi saham sebagai alat legitimasi, merupakan tanda bukti diri bagi orang yang namanya tercantum pada saham tersebut atau bagi orang yang memegangnya, untuk menuntut segala hak yang melekat pada surat saham itu. Adapun kewajiban utama dari pemegang saham ialah menyetor penuh harga saham yang telah diambil dan disanggupinya, ke dalam kas perseroan. Kewajiban-kewajiban lainnya biasanya ditetapkan dalam anggaran dasar atau khusus, tetapi hal ini tiodak boleh dipaksakan untuk ditetapkan atau datur walaupun dengan cara mengubah anggaran dasar.
104
103
C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun 1995, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal.99. 104 I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta, Kesaint Blanc, 2002 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
88
Dalam Pasal 51 UUPT ditentukan bahwa kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 51 tersebut dikatakan bahwa pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai kebutuhan. Dalam UUPT Terdapat hak-hak yang dimiliki oleh seorang pemagang saham, yaitu antara lain : a. Hak pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris. b. Hak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan yang berupa : 1. Perubahan anggaran dasar ; 2. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan;atau 3. penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perseroan. c. Hak untuk menghadiri RUPS dan mengeluarkan suara dalam RUPS, seperti yang diatur dalam pasal 52 ayat (1) UUPT. Dalam praktek penjualan saham sering dijumpai dalam suatu anggaran dasar PT yang memuat klausa yang memberikan hak kepada pemegang saham untuk didahulukan dalam membeli saham-saham dari pemegang saham lainnya yang akan mengalihkan hak atas sahamnya. Atau didahulukan untuk membeli sahamsaham yang dikeluarkan oleh PT dalam rangka emisi baru. Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
89
Dalam Pasal 53 ayat (4) UUPT diatur kembali mengenai klasifikasi saham yang terdiri dari : a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan atau anggota Dewan Komisaris; c. Saham yang setelah jangka waktu tertulis ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; d. Saham yang memberikan hak kepada pemegang saham untuk menerima deviden lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian deviden secara kumulatif atau non kumulatif e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi. Di samping itu, suatu ketentuan yang lazim dibuat dalam anggaran dasar PT adalah klasula oligarki yang bertujuan memberikan beberapa wewenang khusus dalam perseroan kepada pihak lain daripada para pemegang saham mayoritas , antara lain untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan direksi dan ataua dengan komisaris. Contoh pengaturan oligarkis adalah pembagian saham dalam saham prioritas dan saham biasa. Berkaitan dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan adanya ketentuan dalam AD Perseroan yang mensyaratkan bahwa anggota direksi dan atau dewan Komisaris hanya dapat diberhentikan apabila hal itu disetujui oleh jenis saham tertentu (saham prioritas). Pengaturan demikian memberikan hak veto kepada jenis saham tertentu, hal mana
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
90
bertentengan dengan hak RUPS untuk untuk sewaktu-waktu memberhentikan mereka. 105 Semua saham yang sudah diterbitkan dan sudah diambil oleh pemegangnya dicatat dalam daftar pemegang saham atau buku saham yang dipelihara leh direksi. Demikian setiap bentuk peralihan saham, harus dicatat sesuai dengan ketentuandalam anggaran dasar. Dalam kaitannya dengan kedudukan hukum pemilik sertifikat saham, buku daftar pemegang saham dapat menjadi petunjuk tentang siapa yang tercata dalam buku tersebut, yang secara yuridis dapat merupakan indikator siapa sebenarnya yang berstatus sebagai pemilik saham dari suatu PT.
C. Posisi Dominan yang Diperoleh melalui Pemilikan Saham yang Bertentangan dengan UU No.5/1999 Mengenai posisi dominan yang berkaitan dengan pemilikan saham diatur pada bagian Ketiga , pasal 27 UU no.5 / 1999 dimana pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu .
105
Lihat Pasal 105 dan Pasal 119 UU No. 40 Tahun 2007
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
91
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 106 Pada uraian diatas, jika kita perhatikan secara seksama, Undang Undang secara jelas menyebutkan adanya kelompok pelaku usaha selain dari penyebutan identitas pelaku usaha itu sendiri. Ini berarti Undang Undang mengakui akan adanya sesuatu hubungan antara (grup) pelaku usaha yang saling terafiliasi yang berkaitan satu dengan yang lainnya yang melakukan kegiatan produksi terhadap produk berupa barang dan atau jasa sejenisnya dan dipasarkan melalui pasar bersangkutan yang sama. Diversifikasi produk yang dikenal dalam ilmu ekonomi (pemasaran) guna memperluas pangsa pasar dan kelompok pelaku usaha tertentu tampaknya juga diperhatikan dalam Undang-undang ini. 107 Untuk mencegah makin tertumpuknya penguasaan produk atau pemasaran pada kelompok tertentu yang cenderung dominan dan merusak sistem persaingan usaha sehat yang ada dalam masyarakat. Sebelum kita melihat apa yang menjadi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 27 UU ini kita akan melihat terlebih dahulu pasal-pasal dalam UU ini yang berkaitan dengan pasal 27 ini. Pasal 14 tentang integarasi vertikal yang mengatur mengenai penguasaan pasar dengan membuat perjanjian dengan pelaku usah lainya melalui penguasaan produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa produksi barang.
106 107
Ningrum Natasya Sirait, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal.102 Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Op.Cit, hal 48-49
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
92
Pasal 17 tentang monopoli juga berkaitan dengan posisi dominant dimana posisi dominant yang berlangsung lama akan mengakibatkan terjadinya monopoli. Pasal 15 tentang monopsoni yang nengatur tentang penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan. Penguasaan pasar yang diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 21 juga berkaitan dengan posisi dominan dimana pelaku usaha yang menguasai pasar dapat memetapkan syarat-syarat dalam usahanya. Pelaku usaha memiliki posisi dominan pada suatu pasar dilarang mengunakan posisi dominan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk :108 d. Menetapakan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, dari segi harga maupun kualitas; atau e. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau f. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan. Ketentuan ini seirama dengan aturan yang dimainkan oleh section 2 Sherman Act yang menekankan pada proses monopolisasi tersebut dan tidak memberatkan hanya pada adanya monopoli. 109 Unsur unsur yang harus dipenuhi agar suatu kepemilikan saham dapat dilarang berdasarkan Pasal 27 Undang Undang No.5 /1999 adalah sebagai berikut: (1). Adanya beberapa perusahaan sejenis dan bersaing di pasar yang sama
108 109
Ningrum Natasya Sirait, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal.101 Ahmad Yani dan Gunawan Muhammad, Op.Cit, hal 40
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
93
Sejenis disini dimaksud adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang sama dalam arti bahwa perusahaan tersebut bergerak disektor industri yang sama dan hasil produksi perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam pasar produk barang atau jasa yang sama. Pendekatan untuk menetukan pangsa pasar yang sam inilah yang pada beberapa bidang industri sedikit lebih kompleks disebabkan banyak variasi yang ada dalam satu jenis usaha. Berada dalam pangsa pasar yang sama bukan hanya berarti bahwa produk barang atau jasa dai perusahaan-perusahaan tersebut dijual dalam pasar yang sejenis tapi juga produk dari perusahaan tersebut bersaing dalam pasar tersebut. (2). Seorang pelaku usaha atau kelompok usaha memiliki saham di beberapa perusahaan sejenis tersebut. Pemilikan saham pada beberapa perusahaan tersebut harus pada perusahaan yang bergerak pada bidang usaha yang sejenis atau sama dan pada pangsa pasar yang sama. Hal ini sangat penting untuk membedakan pasal 27 ini mengenai pemilikan saham dengan pasal 28 UU no.5/1999 mengenai akuisisi saham. Pada pemenuhan unsur inilah dapat dilihat apakah dengan memiliki saham pada perusahaan sejenis Pekalu usaha itu memiliki posisi dominant. (3) kepemilikan saham tersebut adalah kepemilikan saham mayoritas(lebih dari lima puluh persen saham). Atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Pemilikan saham mayoritas pada perusahaan yang sejenis disini maksudnya adalah bahwa kepemilikan saham tersebut mengakibatkan pengusaha itu dapat mengendalikan perusahan afiliasinya
dan mengakibatkan iklim persaingan
menjadi tidak sehat Karena bagaimanapun pelaku usaha atau kelompok usaha Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
94
yang mempunyai saham di perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaannya tidak akan mengeluarkan kebijakan yang merugikan bagi afiliasinya. (4) Pemilikan saham tersebut mengakibatkan tejadinya penguasaan pasar sperti yang diatur dalam pasal 27 huruf a dan b. Unsur inilah yang menentukan apakah kepemilikan saham di suatu perusahaan yang bergerak di bidang yang sama dan mempunyai pangsa pasar yang sama merupakan suatu pelanggaran terhadap pasal ini atau tidak. Karena pemilikan saham pada hakikatnya tidak diatur dilarang yang dilarang adalah kepemilikan tersebut mengakibatkan penguasaan pasar.
Pasal 27 UU No. 5/1999 secara perse melarang pelaku usaha mendirikan atau memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pangsa pasar yang bersangkutan, apabila mengakibatkat terjadinya dominasi pasar, yaitu c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu . d. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 110 Jadi penerapan pasal ini tidak menganut pendekatan Rule Of Reason, karena hal ini tidak mensyaratkan terjadinya monopoli dan atau persaingan tidak sehat, jadi bila unsur-unsur penguasaan 50% atau 75% pangsa pasar terpenuhi, maka
110
Ningrum Natasya Sirait, Hukum persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit, hal.102
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
95
tindakan tersebut sudah dapat dikenakan pasal pasal 27 ini. Jadi seekali lagi tampak bahwa pasal ini termasuk dalam kategori perse illegal,. Pasal 27 ini masih ada kelemahannya, hal ini pada pengaturan mengenai saham mayoritas.apakah indicator yang digunakan adalah jumlah saham atau kekuatan yang diperoleh berdasarkan kepemilikan saham tersebut.
D. Contoh Kasus Posisi Dominan melalui Pemilikan Saham 1. Kasus Cineplex 21 Kasus Cineplex 21 yang dibawa ke KPPU dan Terdaftar dengan No 05/KPPU-L/2002 berawal dari laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Yayasan Monopoly Watch (YMW). Pelapor dengan suratnya tertanggal 5 Juli 2002 yang disampaikan kepada Komisi pada tanggal 5 Juli 2002, menyatakan bahwa dalam bidang perfilman dan perbioskopan ditemukan adanya dugaan kuat pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 yaitu Monopoli Bioskop yang dilakukan oleh Group 21, yang mengakibatkan persaingan bisnis curang . Bahwa karena itu Pelapor meminta kepada Komisi untuk melakukan pemeriksaan. Data dan informasi lain yang didapatkan dari proses pemeriksaan dan penyelidikan tersebut adalah sebagai berikut : a. PT. CIF dan PT. SPEF terintegrasi secara vertikal dengan PT.NSR dalam rangkaian jasa pendistribusian dan penayangan film impor MPA (Motion Pictures Association, sebuah asosiasi produsen film-film yang dikenal sebagai Major Camponies, antara lain: Columbia Picture, 21th Century Fox, Buena Vista International, Metro Golden Meyer, dll), namun Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
96
penguasaan tersebut dibawah 50% dari keseluruhan film Import sehingga bukan merupakan integrasi vertical sebagaimana yang dimaksud pasal14 UU No.5 Tahun 1999 b. Perjanjian yang dibuat oleh PT.CIF atau PT.SPEF dengan beberapa anggota MPA tidak memuat persyaratan-persyaratan mengenai keharusan untuk memasok kembali film kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu, atau mengenai keharusan PT.CIF dan PT.SPEF untuk bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pihak MPA, atau mengenai harga atau potongan –potongan tertentu dengan syarat membeli barang dan atau jasa lain atau tidak akan membeli film dari produsen lain, sehingga perjanjian tersebut bukan merupakan perjanjian tertutup sebagaimana yang diatur pasal 15 UU no.5 tahun 1999 c. PT.CIF dan PT.SPEF telah menguasai distribusi film impor MPA, namun penguasaan tersebut kurang dari 50% keseluruhan film impor pada tahun 2001 dan 2002, sehingga kegiatan yang dilakukan PT.CIF dan PT.SPEF bukan merupakan kegiatan monopoli sebagaimana yang dimaksud Pasal 17 No.5/1999 d. Jumlah film yang dimpor oleh PT.CIF dan PT.SPEF tidak lebih 50 % dari keseluruhan film impor, sehingga bukan merupakan kegiatan monopsoni sebagaimana dimaksud pasal 18 UU no.5/1999 e. Film-film impor yang ditayangkan di bioskop-bioskop milik PT.NSR tidak bersifat sama –sama eksklusif artinya film-film tersebut juga bisa ditayangkan di bioskop non-21 pada saat bersamaan dan tidak ada paksaan bagi importer film untuk memasok filmnya ke bioskop Group 21, sehingga Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
97
bukan merupakan suatu kegiatan monopsoni sebagai mana dimaksud pasal 18 UU NO.5/1999 f.
PT.CIF dan PT.SPEF mendistribusikan film impor kepada group 21 dan kepada bioskop non-21 berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis, sehingga bukan merupakan praktek diskriminasi sebagaimana dimaksud pasal 19 UU No.5/1999
g. Penguasaan film impor oleh PT.CIF dan PT.SPEF adalah kurang dari 50% sehingga PT.CIF dan PT.SPEF tidak berada pada posisi monopoli dan karena itu tidak berada pada posisi dominant sebagaimana dimaksud Pasal 25 UUno.5/1999 h. Meskipun berada dalam posisi dominant sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat 2 di sebagaian besar kota, namun tidak ditemukan bukti adanya penetapan
syarat-syarat
perdagangan
untuk
mencegah
dan
atau
menghalangi konsumen memperoleh jasa penayangan film yang bersaing dengan atau membatasi pasar atau menghambat eplaku usah bioskop lainnya yang berpotensi menjadi pasaingnya sehingga tidak memenuhi ketentuan pasal 25 UU No.5/1999 i.
Harris Lesmanadsan Suryo Suherman menduduki jabatan rangkap pada jabatan-jabatan srtategis di beberapa perusahaan importer dan atau perusahaan bioskop yang hal ini berpotensi besar untuk timbulnya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, akan tetapi sampai dengan berakhirnya pemeriksaan majelis Komisi belum menemukan cukup bukti untuk menyatakan perangkapan jabatan tersebut mengakibatkan terjadinya
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
98
praktek monopoli dan persaingan tidak sehat, sebagaimana dimaksud Pasal 26 UU No.5/1999 j.
PT.NSR terbukti memiliki saham mayoritas di beberapa perusahaan yang bergerak dibidang perbioskopanyaitu PT. Intra Mandiri dan PT. Wedu Mitra di pasar yang bersangkutan yaitu di Surabaya. Bioskop-bioskop yang dimiliki kedua perusahaan tersebut menguasai lebih dari 50% pangsa pasar, sehingga kepemilikan saham PT.NSR tersebut memenuhi ketentuan pasal 27 UU no.5/1999
k. Tidak
ditemukan
bukti
bahwa
PT.
NSR
melakukan
kegiatan
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) UU no.5/1999 l.
Ada upaya Pemerintah Kota Makassar untuk mengatur tata edar film di makassar.
m. Pengunduran diri Harris Lasmana dan Sonny Suherman dari jabatan direksi di beberapa perusahaan yang memiliki keterkaitan erat dalam bidang pendistribusian dan penayangan film patut dicatat sbagai itikad baik untuk mengurangi potensi penyalahgunaan perangkapan jabatan. Dari data dan informasi yang didapatkan, KPPU menjatuhkan putusan sebagai berikut: Amar Putusan KPPU Perkara nomor : 05/KPPU-L/2002 1. Menyatakan Terlapor I yaitu PT. Camila Internusa Film dan Terlapor II yaitu PT. Satrya Perkasa Ethestika Film tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 UU No.5/1999 Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
99
2. Menyatakan Terlapor III yaitu PT. Nusantara Sejahtera Raya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 25, Pasal 26 UU No.5/1999 3. Menyatakan Terlapor I yaitu PT. Camila Internusa Film, Terlapor II yaitu PT. Satrya Perkasa Ethestika Film dan Terlapor III yaitu PT. Nusantara Sejahtera Raya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 14 UU No.5/1999 4. Menyatakan terlapor III yaitu PT. Nusantara Sejahtera Raya terbuktim secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 27 UU No.5/1999 5. Memerintahkan Terlapor III yaitu PT. Nusantara Sejahtera Raya kepada untuk mengurangi kepemilikan sahamnya di PT. Intra mandiri dan atau di PT. Wedu Mitra dalam bentuk menjual atau mengalihkan saham kepemilikannya kepada pihak lain sehingga tidak melanggar pasal 27 dalam waktu 48 hari terhitung sejak tanggal dibacakanya putyusan ini 6. Menghukum Terlapor III yaitu PT. Nusantara Sejahtera Raya untuk membayar denda Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) apabila terlapor III tidak melaksanakan dictum 5 (lima) di atas 7. Menghukum untuk membayar denda keterlambatan sebesar o,1% dari nilai denda yang dikenakan setiap hari keterlambatan tidak melaksanakan dictum 6 (enam)hingga hari ke-60 8. Apabila batas waktu sebagaimana yang dimaksud dalam dictum 7 terlewati, maka Putusan ini akan diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai peraturan yang berlaku.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
100
Menurut Noorca, hanya ada satu perusahaan dalam 21CG, PT Nusantara Sejahtera Raya (NSR), yang oleh Majelis KPPU dinyatakan terbukti melanggar Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelarangan Praktik Monopoli dan Persaingan Pasal ini berisi pelarangan "penguasaan saham mayoritas pada beberapa perusahaan yang menguasai pangsa pasar lebih dari 50 persen". Karena itu, NSR diperintahkan untuk mengurangi sahamnya di PT Intra Mandiri dan PT Wedu Mitra di pasar yang sama di Surabaya, Jawa Timur.
2. Kasus Temasek Holding Kasus Temasek sendiri bermula ketika anak usahanya yakni Singapore Technologies Telemedia (STT) Singapura membeli 41,94% saham Indosat, perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia, senilai US$631 juta (Sin$970 juta) pada 2002. Pembelian saham itu membawa masalah bagi STT karena menjadikan Temasek sebagai pemegang saham ganda atas perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya, selain di Indosat, Temasek juga memiliki saham sebesar 35% di Telkomsel melalui anak perusahaannya, SingTel. Dalam hal penguasaan pangsa pasar, Telkomsel dan Indosat bisa dibilang mendominasi. Telkomsel menguasai 56,72%, Indosat 27,71%, dan berikutnya Excelcomindo (XL) dengan 15,57%. Jika ditotal, Telkomsel dan Indosat menguasai 84,4% pangsa pasar telepon selular GSM. Jadi, secara tidak langsung, Temasek menguasai sekitar 80% pangsa pasar selular di Indonesia.
111
KPPU menganggap, melalui kepemilikan silang (cross ownership) ini, terdapat indikasi bahwa Temasek melanggar Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
101
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan kepemilikan silang dan penguasaan pangsa pasar yang cukup besar itu, tidak membuat Telkomsel dan Indosat berkompetisi secara sehat dan efektif. Setelah diketahui bahwa Temasek menguasai pasar di bidang telekomunikasi dan struktur kepemilikan saham Temasek diatas, maka dapat dikatakan Temasek berada dalam posisi dominan dalam bidang telekomunikasi. Karena, dengan menguasai mayoritas kepemilikan saham di bidang telekomunikasi itu, Temasek dapat mendominasi susunan anggota direksi dan komisaris. Akibatnya, Temasek berada dalam posisi sentral untuk mendorong dan mengarahkan rencana dan strategi perusahaan-perusahaan terkait. Keadaan demikian sangat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan yang tidak sehat. Hal ini dapat dilihat sebagaimana dituangkan dalam Shareholder Agreement dalam divestasi saham PT Indosat Tbk. Disebutkan bahwa dalam pemilihan dewan komisaris dan direksi ditetapkan berdasarkan simple majority. Akibatnya, Kementrian Negara BUMN sebagai kuasa pemegang saham seri A atau saham golden share namun memiliki jumlah kepemilikannya kecil hanya dapat mencalonkan komisaris dan direksi masing-masing hanya satu orang. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa efektifnya kepemilikan atas saham seri A tersebut dan seberapa besar pengaruh satu orang direksi atau komisaris yang dicalonkan oleh Kementrian BUMN tersebut untuk dapat mengubah kebijakan PT Indosat Tbk tersebut apabila bertentangan dengan kebijakan dari STT? Meskipun sebagai pemegang saham seri A Kementrian BUMN memiliki hak veto, tetapi dengan komposisi kepemilikan yang kecil tersebut dan pemilihan
111
http://hukumonline.com/detail.asp?id=16390&cl=Kolom
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
102
dewan komisaris dan dewan direksi ditentukan dengan simple majority, hak veto itu sulit untuk dapat dilaksanakan. Karena, memiliki saham golden share tanpa menjadi pemegang saham mayoritas maka saham golden share tersebut menjadi tidak berarti karena haknya hanya untuk pencalonannya satu orang direksi dan komisaris, pada akhirnya yang memutuskan adalah RUPS dengan simple majority. Namun kepemilikan Temasek di kedua perusahaan telekomunikasi tersebut tidak langsung karena yang membeli saham Telkomsel dan Indosat adalah dua perusahaan yang berbeda dan mandiri yang terafiliasi dengan Temasek dimana temasek memiliki saham mayoritas di keduanya, apakah kepemilikan secara tidak langsung melalui anak perusahaan sebuah perusahaan adalah seperti apa yang dimaksud dalam pengertian yang ada pada pasal 27 UU no. 5 Tahun 1999. KPPU sampai dengan saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap kasus tersebut.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
103
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Posisi Dominan Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang Undang No.5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan kepada akses pasukan atau penjualan, serta kemampuan untuk Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
104
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Memiliki posisi dominant di pasar tidaklah dilarang namun bagi pelaku usaha yang memiliki posisi dominant pada suatu pasar dilarang mengunakan posisi dominant baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk : g. Menetapakan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, dari segi harga maupun kualitas; atau h. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau i.
Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
2.
Pemilikan Saham dalam UU no.40 tahun 2007 menyangkut penyertaan
modal pelaku usaha dalam sebuah perusahaan bahwa pemilik saham sebuah perusahaan dianggap juga sebagai bagian dari pemilik perusahaan itu dimana pemilik saham sebuah perusahaan mempunyai suara dalam menentukan segala sesuatu yang menyangkut perusahaan. Oleh karena itu dalam tiap-tiap akta pendirian suatui Perseroan Terbatas (PT) pasti disebutkan jumlah modal perseroan yang terbagi dalam jumlah saham-saham. Dalam rangka pengumpulan modal dalam jumlah besar sebuah PT mengeluarkan saham. PT pada permulaannya tidak menerima pamasukan dari uang langsung atau tenaga atau prestasi seseorang kecuali dalam bentuk saham. Jadi saham sebagai alat legitimasi, merupakan tanda bukti diri bagi orang yang namanya tercantum pada saham tersebut atau bagi orang yang memegangnya, untuk menuntut segala hak yang melekat pada surat saham itu. Adapun kewajiban utama dari pemegang saham ialah menyetor penuh harga saham yang telah Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
105
diambil dan disanggupinya, ke dalam kas perseroan. Kewajiban-kewajiban lainnya biasanya ditetapkan dalam anggaran dasar atau khusus, tetapi hal ini tiodak boleh dipaksakan untuk ditetapkan atau datur walaupun dengan cara mengubah anggaran dasar. Dalam Pasal 52 UU No.40/2007 ditentukan bahwa kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. 3.
Mengenai posisi dominant yang berkaitan dengan pemilikan saham diatur
pada bagian Ketiga , pasal 27 dimana pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangakutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
yang sama apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan (a) Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu .(b) Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Pasal 27 tidak menganut pendekatan Rule Of Reason, karena hal ini tidak mensyaratkan terjadinya monopoli dan atau persaingan tidak sehat, jadi bila unsur-unsur penguasaan 50% atau 75% terpenuhi, maka tindakan tersebut sudah dapat dikenakan pasal pasal 27 ini. Jadi pasal27 ini termasuk dalam kategori perse illegal. B. Saran Atas kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009
106
1.
Bahwa Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Yang ada sekarang ini belumlah sempurna masih banyak hal –hal yang belum diatur oleh undangundang ini khususnya mengenai posisi dominan. Pasal yang mengatur tentang posisi dominant yang ada belumlah sempurna karena belumlah ada tentang standar yang jelas untuk mengukur jika pelaku usaha berada dalam posisi dominan. 2.
Dan mengenai saham mayotitas perlu diatur lebih jelas lagi tentang saham
mayoritas terutama menyangkut batasannya. Dengan munculnya kasus Temasek terlihat bahwa perlu diatur juga tentang kepemilikan silang yang dapat mengakibatkan posisi dominan. 3.
Perlunysa Revisi Undang Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan
praktek monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena setelah tujuh tahun berlaku dalam prakteknya masih banyak kelemahan dalam penegakan hukum persaingan usaha.
Manahan : Perilaku Pelaku Usaha Untuk Menjadi Posisi Dominan Melalui Pemilikan Saham Yang Bertentangan Dengan UU No.5/1999, 2007. USU Repository © 2009