JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
JURNAL PENELITIAN & PENGEMBANGAN PENDIDIKAN FISIKA
COVER DEPAN VERSI HITAM PUTIH
DOI: doi.org/10.21009/1.021
Abstract and Indexing:
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
DAFTAR JUDUL
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman i
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman ii
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman iii Editorial Section DOI: doi.org/10.21009/1.02100
Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik Usmeldi Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP PGRI Sumatera Barat Silvi Trisna, Aidhia Rahmi Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata Kuliah Mekanika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru Fisika Yusiran, Siswanto Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning Adam Malik, Endah Kurnia Y, Siti Robiatus S Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik Negeri Bandung melalui Percobaan Momen Inersia Nani Yuningsih, Sri Suratmi Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat Sederhana Asep Sutiadi, Hedya Nurwijayaningsih Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk Melihat Perkembangan Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas Gesha Deliana Sucinta, Hera Novia, Selly Feranie Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor Widi Ilhami Novili, Setiya Utari, Duden Saepuzaman Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis Pendi Sinulingga, Theo Jhoni Hartanto, Budi Santoso Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk Mengetahui Profil Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis Inni Amarta Khairati, Selly Feranie, Saeful Karim Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis Marker pada Perangkat Android Diah Ambarwulan, Dewi Muliyati Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi Kinematika Gerak Lurus Citra Media Pertiwi, Dewi Muliyati, Vina Serevina Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk Media Pembelajaran pada Sistem Android Sandy Syahrowardi TS, A. Handjoko Permana Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D PageFlip Fisika untuk Materi Getaran dan Gelombang Bunyi Hani Kurniawati, Desnita, Siswoyo Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media Pembelajaran Sarinah, Dewi Muliyati, I Made Astra
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman iv
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman v Editorial Section DOI: doi.org/10.21009/1.02100
Editor-in-Chief
Dr. Esmar Budi, M.T. (Universitas Negeri Jakarta)
Senior Editors
Prof. Dr. I Made Astra, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta) Prof. Dr. Festiyed, M.Si. (Universitas Negeri Padang) Prof. Dr. Yetti Supriyati, M.Pd. (Universitas Negeri Jakarta) Prof. Dr. Agus Setyo Budi, M.Sc. (Universitas Negeri Jakarta) Dr. Abdurrahman, M.Si. (Universitas Lampung) Dr. Desnita, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta) Dr. Ida Kaniawati, M.Si. (Universitas Pendidikan Indonesia) Siswoyo, M.Pd. (Universitas Negeri Jakarta)
Editors
Dewi Muliyati, M.Si.,M.Sc. (Universitas Negeri Jakarta) Riser Fahdiran, M.Si. (Universitas Negeri Jakarta)
Alamat Penerbit
Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas MIPA Kampus A Universitas Negeri Jakarta Gedung Dewi Sartika Lt.6 Jalan Rawamangun Muka No.1 Rawamangun-Pulogadung Jakarta Timur, 13220
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman vi
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman vii
PENGANTAR Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika (JPPPF) ini didedikasikan untuk semua praktisi bidang pendidikan. Cakupan JPPPF meliputi: penelitian eksperimen, penelitian tindakan, penelitian kualitatif, penelitian kuantitatif, dan penelitian pengembangan (model, media, dan evaluasi pembelajaran) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas serta membangun inovasi bidang pendidikan Fisika. JPPPF Volume 2 Nomor 1 ini memuat 15 naskah, yaitu: 1) Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik; 2) Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP PGRI Sumatera Barat; 3) Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata Kuliah Mekanika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru Fisika; 4) Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning; 5) Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik Negeri Bandung melalui Percobaan Momen Inersia; 6) Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat Sederhana; 7) Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk Melihat Perkembangan Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas; 8) Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor; 9) Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis; 10) Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk Mengetahui Profil Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis; 11) Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis Marker pada Perangkat Android; 12) Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi Kinematika Gerak Lurus; 13) Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk Media Pembelajaran pada Sistem Android; 14) Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D PageFlip Fisika untuk Materi Getaran dan Gelombang Bunyi; serta 15) Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media Pembelajaran. Semoga JPPPF ini dapat menjadi referensi bagi pembaca dan peneliti dalam mengembangkan pendidikan fisika.
Jakarta, 30 Juni 2016 Pemimpin Redaksi,
Esmar Budi
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman viii
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman ix
DAFTAR ISI JUDUL DAN PENULIS HALAMAN Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan 1-8 Scientific untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik Usmeldi Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP 9-14 PGRI Sumatera Barat Silvi Trisna, Aidhia Rahmi Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata 15-22 Kuliah Mekanika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru Fisika Yusiran, Siswanto Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning 23-30 Adam Malik, Endah Kurnia Y, Siti Robiatus S Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik 31-36 Negeri Bandung melalui Percobaan Momen Inersia Nani Yuningsih, Sri Suratmi Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat 37-42 Sederhana Asep Sutiadi, Hedya Nurwijayaningsih Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk 43-50 Melihat Perkembangan Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas Gesha Deliana Sucinta, Hera Novia, Selly Feranie Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Literasi Saintifik dalam Domain 51-56 Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor Widi Ilhami Novili, Setiya Utari, Duden Saepuzaman Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk 57-64 Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis Pendi Sinulingga, Theo Jhoni Hartanto, Budi Santoso Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk Mengetahui Profil 65-72 Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis Inni Amarta Khairati, Selly Feranie, Saeful Karim Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis 73-80 Marker pada Perangkat Android Diah Ambarwulan, Dewi Muliyati Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi 81-88 Kinematika Gerak Lurus Citra Media Pertiwi, Dewi Muliyati, Vina Serevina Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk Media 89-96 Pembelajaran pada Sistem Android Sandy Syahrowardi TS, A. Handjoko Permana Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D PageFlip Fisika untuk Materi 97-102 Getaran dan Gelombang Bunyi Hani Kurniawati, Desnita, Siswoyo Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media 103-110 Pembelajaran Sarinah, Dewi Muliyati, I Made Astra
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman x
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 1
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02101
Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik Usmeldi Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Jln. Hamka Air Tawar Padang, 25131 Email:
[email protected] Abstract Physics learning at SMA Negeri 1 Bukittinggi implemented through theory, practical work is rarely done. There are still many students who have not thoroughly studied physics. The students scientific literacy are still low. Scientific literacy must be mastered by students, as it relates to the environment. Scientific literacy consists of scientific process, scientific knowledge, scientific application, and attitudes of students towards science. Various efforts to improve the mastery of scientific literacy was indispensable, one through the use of modules in physics learning. Therefore develop the research-based learning modules with a scientific approach. The research aims to develop the research-based physics learning module with scientific approach that valid, practical, and effective. Research and development using the 4D model of Thiagarajan. The research instrument is the interview guides, observation sheets, sheet validation of learning modules, questionnaire responses of teachers and learners, and assessment sheets of scientific literacy. The results showed that the developed learning modules have been categorized as valid based on expert judgment. The learning modules have been categorized as practical based on the observation, responses of teachers and learners. The implemented of the research-based physics learning module with scientific approach, effectively improve the scientific literacy of students. Suggested to physics teachers to implemented the research-based learning modules with a scientific approach. Keywords: Research-based learning, scientific approach, scientific literacy Abstrak Pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bukittinggi dilaksanakan melalui kegiatan teori, praktikum jarang dilakukan. Masih banyak peserta didik yang belum tuntas belajar fisika. Literasi sains peserta didik masih rendah. Literasi sains harus dikuasai oleh peserta didik, karena berkaitan dengan lingkungan hidup. Literasi sains dinilai dari empat dimensi, yaitu: Proses sains, pengetahuan sains, aplikasi sains, dan sikap peserta didik terhadap sains. Berbagai upaya untuk meningkatkan penguasaan literasi sains sangat diperlukan, salah satunya melalui penggunaan modul dalam pembelajaran fisika. Oleh karena itu dikembangkan modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific yang valid, praktis, dan efektif. Penelitian dan pengembangan ini menggunakan model 4D dari Thiagarajan. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara, lembar observasi, lembar validasi modul pembelajaran, angket respon guru dan peserta didik, serta lembar penilaian literasi sains. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul pembelajaran yang dikembangkan sudah termasuk kategori valid berdasarkan penilaian ahli. Modul pembelajaran e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 2
termasuk kategori praktis berdasarkan hasil observasi, angket respon guru dan peserta didik. Penggunaan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific efektif meningkatkan literasi sains peserta didik. Disarankan kepada guru fisika agar menggunakan modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific. Kata-kata kunci : Pembelajaran berbasis riset, pendekatan scientific, literasi sains
PENDAHULUAN Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu upaya pemerintah adalah melakukan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum 2013 yang digunakan saat ini bertujuan menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan mampu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia (Permendikbud No 70 Tahun 2013). Kurikulum 2013 dirancang dengan mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, kemampuan intelektual serta keterampilan yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Penyempurnaan kurikulum yang dilakukan pemerintah juga diimbangi dengan upaya meningkatkan keahlian dan kinerja guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Salah satunya dengan melaksanakan program sertifikasi guru dan pendidikan profesi guru bagi calon guru. Melalui program ini diharapkan dapat menghasilkan guru yang kompeten dalam aspek professional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Salah satu tuntutan kurikulum 2013 adalah pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan menggunakan pendekatan scientific. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan salah satu alternatif sumber belajar. Guru mendesain bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang dapat membelajarkan peserta didik sehingga peserta didik menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum. Pada kurikukulum 2013 kompetensi inti dan kompetensi dasar telah ditetapkan oleh pemerintah, strategi untuk mencapainya dan bahan ajar yang digunakan diserahkan sepenuhnya kepada guru sebagai tenaga profesional untuk merancangnya. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk kelompok peminatan matematika dan IPA (MIA) pada kurikulum 2013 yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis analitis, induktif, dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa alam. Kegiatan pembelajaran fisika dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, eksperimen, dan pemecahan masalah untuk menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam memperoleh informasi dan fakta yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus. Kegiatan eksperimen dilakukan di laboratorium dengan tujuan untuk membuktikan atau menemukan konsep dan prinsip sesuai dengan kompetensi dasar. Mata pelajaran fisika tidak terlepas dari dua kegiatan tersebut, sehingga menuntut peserta didik berpikir ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran fisika guru harus melakukan kegiatan eksplorasi dan eksperimen untuk mewujudkan tujuan pembelajaran fisika dengan baik. Hasil observasi awal yang dilakukan di SMAN 1 Bukittinggi menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dilaksanakan melalui kegiatan teori. Kegiatan praktikum jarang dilakukan. Masih banyak (48%) peserta didik yang belum tuntas belajar fisika. Literasi sains peserta didik masih rendah. Metode yang digunakan dalam pembelajaran berpusat pada guru, sehingga peserta didik belum dilibatkan secara aktif dalam menemukan fakta, konsep, dan prinsip fisika. Guru menjabarkan rumus-rumus fisika dengan bantuan media pembelajaran, memberikan latihan soal-soal dan tugas. Akibatnya peserta didik dituntut untuk menghafal konsep tanpa mengetahui proses analisis dari konsep tersebut. Perangkat pembelajaran yang dirancang guru belum sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran. Bahan ajar yang digunakan berupa buku siswa dan modul yang diperoleh dari pelatihan, bukan modul yang dikembangkan oleh guru sendiri. Modul belum memenuhi kriteria modul yang baik karena uraian materi yang disajikan belum menjelaskan fakta, konsep, dan prinsip fisika. Untuk mengetahui penyebab banyaknya peserta didik yang belum tuntas dalam belajar fisika, dilakukan survei kepada peserta didik kelas X MIA di SMAN 1 Bukittinggi. Survei dilakukan e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 3
dengan angket pada peserta didik tentang proses pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa pembelajaran fisika masih berpusat pada guru, peserta didik belum dilibatkan secara aktif dalam mencari fakta, konsep dan prinsip untuk memecahkan masalah fisika dalam kehidupan sehari-hari, dan peserta didik jarang melakukan kegiatan eksperimen di laboratorium. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketuntasan belajar dan meningkatkan literasi sains peserta didik, adalah mengembangkan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific. Pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific merupakan salah satu model dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam membangun pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan rasa ingin tahu peserta didik dalam proses pembelajaran. Wardoyo (2013) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis riset merupakan pembelajaran yang menerapkan tahapan riset (penelitian) dalam pelaksanaan pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan implementasi perpaduan dari karakteristik penelitian dan pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis riset, peserta didik dilatih menyelesaikan masalah dengan melihat fakta yang ditemuinya. Pembelajaran berbasis riset dapat dilaksanakan dengan berbagai macam metode pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dimiliki oleh peserta didik berasal dari sebuah riset sederhana yang mereka lakukan melalui praktikum dan studi lapangan (Wardoyo, 2013; Griffith, 2008; Jyrhämä, 2008; Kynäslahti, 2006). Untuk mata pelajaran fisika, pembelajaran berbasis riset cenderung dilaksanakan dalam bentuk kegiatan praktikum. Dengan melakukan kegiatan praktikum diharapkan peserta didik memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap ilmiah. Diah (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis riset didasari filosofi konstruktivisme yang mencakup empat aspek yaitu: pembelajaran yang membangun pemahaman peserta didik, pembelajaran dengan mengembangkan prior knowledge, pembelajaran yang merupakan interaksi sosial, dan pembelajaran bermakna yang dicapai melalui pengalaman nyata. Pembelajaran berbasis riset merupakan pembelajaran yang menggunakan authentic learning (harus ada contoh nyata), problem-solving (menjawab kasus dan konstektual), cooperative learning (bersama), contextual (hands on and minds on), dan inquiry discovery approach (menemukan) yang didasarkan pada filosofi konstruktivisme yaitu pengembangan diri peserta didik yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Arifin (2010) menyatakan tahapan model pembelajaran berbasis riset adalah: exposure stage (tahap pengenalan), lecturing of core knowledge (tahap pemberian referensi), experience stage (tahap tindakan), intern report for feedback (tahap diskusi), presentation (tahap presentasi), dan final report (laporan akhir). Menurut Wardoyo (2013) pembelajaran berbasis riset memiliki tujuh karakteristik yang terlihat dalam proses pembelajaran, yaitu: sistematis, aktif, kreatif, inovatif, efektif, objektif, dan ilmiah. Ketujuh karakteristik tersebut sesuai dengan hakikat pembelajaran Fisika pada kurikulum 2013 dengan pendekatan scientific. Yahya (2010) menjelaskan keuntungan dari model pembelajaran berbasis riset adalah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih melakukan pengamatan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menyimpulkan. Pembelajaran berbasis riset dalam Fisika dapat membantu peserta didik dalam mengkonstruksikan konsep-konsep atau prinsip-prinsip Fisika, sehingga menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna melalui penerapan keterampilan proses sains. Hasil penelitian relevan yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan research base learning berorientasi life skill dapat meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep esensial mahasiswa dalam mata kuliah Termodinamika (Syakbaniah, dkk, 2013). Penggunaan lembar kegiatan peserta didik berbasis riset dalam pembelajaran Fisika efektif untuk meningkatkan kompetensi peserta didik (Usmeldi, 2015). Penerapan pembelajaran fisika berbasis riset efektif meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta didik (Usmeldi, 2016). Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat (Widyaningtyas, 2008). Holbrook (2009) menyatakan bahwa literasi sains adalah suatu penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri dengan tujuan agar berkesempatan berkontribusi dalam lingkungan sosial. Literasi sains merupakan salah satu ranah studi PISA. Dalam konteks PISA, literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007). Penilaian
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 4
literasi sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik, sebagai individu da anggota masyarakat. Hasil studi PISA tahun 2009 menunjukkan tingkat literasi sains siswa Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi tahun 2006. Tingkat literasi sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke 57 dari 65 negara peserta dengan skor yang diperoleh 383 dan skor ini berada di bawah rata-rata standar dari PISA (OECD, 2007). Pada PISA 2012 dimensi literasi sains dikembangkan menjadi empat dimensi, yakni kompetensi/proses sains, konten/pengetahuan sains, konteks/aplikasi sains, dan sikap peserta didik terhadap sains (OECD, 2013). Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah. Aspek konten sains merujuk pada konsepkonsep kunci dari sains yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Aspek konteks sains merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains. Pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific diharapkan dapat meningkatkan literasi sains peserta didik. Sehubungan dengan hal tersebut maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana proses pengembangan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific untuk meningkatkan literasi sains peserta didik? (2) Bagaimana validitas, praktikalitas, dan efektivitas modul pembelajaran fisika berbasis riset pendekatan scientific? Penelitian bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific yang valid, praktis, dan efektif.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah penelitian dan pengembangan (research and development). Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Kegiatan research dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kebutuhan pengguna (needs assessment) sedangkan kegiatan development dilakukan untuk menghasilkan modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific. Model pengembangan yang digunakan adalah model 4D oleh Thiagarajan. Menurut Thiagarajan (Trianto, 2010) tahap model 4D adalah pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Subyek penelitian adalah modul pembelajaran fisika untuk peserta didik SMA. Responden penelitian adalah peserta didik dan guru fisika di SMAN 1 Bukittinggi. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara, lembar observasi, lembar validasi modul pembelajaran, angket respon guru, angket respon peserta didik, dan lembar penilaian literasi sains. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data validasi modul pembelajaran, hasil observasi, angket, dan literasi sains dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan kriteria kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan modul pembelajaran. Data pelaksanaan pembelajaran dianalisis secara kualitatif dengan merevisi keterbacaan dan langkah kegiatan dalam modul. Revisi dilakukan berdasarkan catatan peneliti, hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan pendapat dari penimbang ahli.
HASIL DAN PEMBAHASAN Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Riset dengan Pendekatan Scientific Dalam penelitian ini telah dihasilkan modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific. Sistematika modul disajikan pada GAMBAR 1. Modul pembelajaran ini disusun berdasarkan langkah model pembelajaran berbasis riset. Pembelajaran berbasis riset adalah model pembelajaran yang menggunakan riset dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran berbasis riset berdasarkan filosofi konstruktivisme yang mencakup empat aspek yaitu pembelajaran yang membangun pemahaman peserta didik, pembelajaran dengan mengembangkan prior knowledge, pembelajaran yang merupakan proses interaksi sosial, dan pembelajaran bermakna yang dicapai
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 5
melalui pengalaman nyata. Riset merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Komponen riset terdiri dari latar belakang masalah, prosedur, hasil riset, pembahasan, dan publikasi hasil riset. Langkah model pembelajaran berbasis riset ada lima yaitu: (1) Merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data melalui praktikum, (3) menginterpretasi dan menyimpulkan, (4) menyusun laporan hasil riset, (5) mempresentasikan laporan hasil riset. Model pembelajaran berbasis riset dilaksanakan dengan pendekatan scientific. HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN (Deskripsi singkat, rasional, dan relevansi) PETUNJUK BELAJAR KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 (judul) Tujuan Pembelajaran Uraian Materi (sesuai langkah model pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific) Latihan Rangkuman Tes formatif Umpan balik dan tindak lanjut KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 (dan seterusnya) Dijabarkan seperti kegiatan belajar 1 KUNCI JAWABAN DAFTAR PUSTAKA GAMBAR 1. Sistematika Modul
Validitas Modul Pembelajaran Modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific divalidasi oleh enam orang penimbang ahli (expert judgment). Aspek yang dinilai oleh penimbang ahli adalah kelayakan isi, kelayakan konstruksi, dan keterbacaan. Setiap aspek divalidasi oleh dua orang ahli. Hasil validasi modul pembelajaran dapat dilihat pada TABEL 1. TABEL 1. Hasil Validasi Modul Pembelajaran
Penimbang Ahli Aspek Kelayakan Isi Kelayakan Konstruksi Keterbacaan
MW
FD
89
94
NA
RD
87
85
DS
YN
91
88
Hasil validasi modul pembelajaran seperti pada TABEL 1 menunjukkan bahwa modul pembelajaran termasuk kategori valid. Praktikalitas Modul Pembelajaran Uji coba modul pembelajaran dilakukan untuk memperoleh data mengenai kepraktisan modul. Uji coba modul pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific dilakukan sebanyak empat kali pertemuan. Observer dalam kegiatan uji coba adalah guru fisika SMAN 1 Bukittinggi. Observer bertugas mengamati pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas peserta didik. Kepraktisan modul pembelajaran ditinjau dari keterlaksanaan pembelajaran, respon guru dan peserta didik. Hasil observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa modul pembelajaran dapat dilaksanakan oleh peserta didik. Respons guru dan peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific dapat
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 6
dilaksanakan oleh peserta didik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran termasuk kategori praktis. Efektivitas Modul Pembelajaran Efektivitas modul pembelajaran ditinjau dari peningkatan literasi sains peserta didik. Literasi sains dinilai dari empat dimensi, yaitu: Proses sains, pengetahuan sains, aplikasi sains, dan sikap peserta didik terhadap sains. Dimensi proses sains peserta didik menunjukkan adanya peningkatan pada setiap pertemuan, dengan nilai rata-rata 80 dan persentase ketercapaian klasikal adalah 86,4%. Nilai rata-rata pengetahuan sains peserta didik adalah 81,1 dan persentase ketercapaian klasikal adalah 88,5%. Nilai rata-rata aplikasi sains peserta didik adalah 85,7 dan persentase ketercapaian klasikal adalah 86,5%. Sikap peserta didik terhadap sains termasuk kategori baik untuk semua peserta didik dengan rata-rata 78,2. Lebih dari 85% peserta didik telah memenuhi tingkat ketercapaian klasikal yang ditetapkan. Literasi sains peserta didik meningkat pada setiap pertemuan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific efektif untuk meningkatkan literasi sains peserta didik. TABEL 2. Literasi Sains Peserta Didik
Dimensi Proses sains Pengetahuan sains Aplikasi sains Sikap terhadap sains
1 75,3 79,2 83,5 75,5
Pertemuan ke2 3 78,6 77,5 86,0 76,2
81,7 82,6 85,4 78,7
4 84,4 85,1 87,8 82,2
Rata-rata
Kategori
80 81,1 85,7 78,2
B SB SB B
Keterangan: SB = Sangat Baik, B = Baik
Pembahasan
Modul pembelajaran fisika berbasis riset dengan pendekatan scientific termasuk kategori valid. Hal tersebut karena penyajian modul telah mencakup semua komponen yang meliputi konsistensi sistematika penyajian, keruntutan konsep, kesesuaian ilustrasi dengan materi, penyajian teks, tabel, gambar, dan daftar rujukan, pembangkit motivasi belajar pada awal bab, rangkuman, penilaian, umpan balik dan tindak lanjut (BSNP dalam Muslich, 2010). Modul pembelajaran yang dikembangkan digunakan dalam pembelajaran berbasis riset dengan pendekatan scientific. Hasil uji coba modul menunjukkan bahwa modul pembelajaran dinyatakan praktis dan efektif untuk meningkatkan literasi sains peserta didik. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rahayu (2013) dan Widyaningrum (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan scientific dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan modul terintegrasi etnosains dalam pembelajaran berbasis masalah efektif meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik (Nisa, 2015). Literasi sains peserta didik pada dimensi sikap terhadap sains termasuk kategori baik. Udompong (2014) menemukan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan scientific dapat membangun sikap positif terhadap sains. Literasi sains pada dimensi proses sains termasuk kategori baik. Holbrook (2009) menyatakan bahwa literasi sains dapat dikembangkan melalui pembelajaran natural sains (salah satunya Fisika). Pada aspek konten/pengetahuan sains, peserta didik perlu menangkap sejumlah konsep kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahanperubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia (Rustaman, 2006). Menurut Hayat dan Yusuf (2011) PISA menentukan kriteria pemilihan konten sains, yakni: relevan dengan situasi kehidupan nyata, konsep tersebut diperkirakan masih relevan sekurang-kurangnya satu dasawarsa ke depan, dan konsep tersebut berkaitan dengan kompetensi proses. Item-item penilaian sains PISA 2006 menuntut peserta didik untuk mengidentifikasi masalahmasalah ilmiah, menjelaskan fenomena alam secara ilmiah, dan memanfaatkan data sains. Tiga item tersebut dipilih disebabkan oleh kemanfaatannya terhadap sains dan kaitannya dengan kemampuan e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 7
kognitif seperti penalaran induktif dan deduktif, berpikir kritis, transformasi informasi (misal membuat tabel atau membuat grafik dari data mentah), pemodelan dan penggunaan sains. Pada PISA 2006 pengetahuan mengacu ke knowledge of science dan knowledge about sicence. Fokus dari penilaian knowledge of science adalah sejauh mana peserta didik dapat menerapkan pengetahuannya dalam konteks yang relevan dengan kehidupan peserta didik. Pengetahuan yang dinilai dipilih dari bidang fisika, kimia, biologi, ilmu bumi, dan teknologi. Penilaian knowledge about science dibagi menjadi dua kategori. Pertama adalah penyelidikan ilmiah yang merupakan inti dari proses sains dan bermacam-macam komponen dari proses tersebut. Kedua adalah penjelasan ilmiah, yang merupakan hasil dari penyelidikan ilmiah. Penyelidikan dapat dianggap sebagai suatu piranti sains, bagaimana ilmuwan memperoleh data, dan penjelasan dianggap sebagai tujuan sains, bagaimana ilmuwan menggunakan data. Faktor penting lainnya yang mempengaruhi literasi sains adalah sikap peserta didik terhadap sains. Dalam PISA 2006 sikap peserta didik terhadap sains meliputi dukungan terhadap sains, kepercayaan diri, minat sains, dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Peserta didik yang mempunyai kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi akan mempunyai skor kemampuan yang tinggi. Peserta didik yang memperoleh skor tes sains tinggi cenderung mempunyai sikap yang lebih positif terhadap sains. Hasil tersebut memperlihatkan kesesuaian dengan temuan Patrick et al. (2007), Glynn et al. (2007) yang menyatakan bahwa motivasi sangat mempengaruhi prestasi belajar sains. Selain itu, hasil ini juga konsisten dengan temuan dari studi international TIMSS 1999 dan TIMSS 1995 (House, 2004). Papanastasiou dan Zembylas (2004) menyatakan bahwa prestasi sains yang jelek dapat diperbaiki melalui stimulasi sikap positif peserta didik terhadap sains.
KESIMPULAN Penelitian telah menghasilkan modul pembelajaran berbasis riset dengan dengan pendekatan scientific. Modul pembelajaran yang dikembangkan sudah valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan literasi sains peserta didik. Literasi sains dinilai dari empat dimensi, yaitu: Proses sains, pengetahuan sains, aplikasi sains, dan sikap peserta didik terhadap sains. Penilaian terhadap literasi sains peserta didik pada semua dimensi menunjukkan adanya peningkatan pada setiap pertemuan. Nilai rata-rata proses sains peserta didik termasuk kategori baik. Nilai rata-rata pengetahuan sains peserta termasuk kategori sangat baik. Nilai rata-rata aplikasi sains peserta didik kategori sangat baik. Sikap peserta didik terhadap sains termasuk kategori baik Lebih dari 85% peserta didik telah memenuhi tingkat ketercapaian klasikal yang ditetapkan. Disarankan kepada guru fisika untuk menerapkan modul pembelajaran yang dikembangkan ini. Kepada peneliti lanjut supaya dapat mengembangkan modul pembelajaran pada materi yang belum diteliti dalam modul yang telah dikembangkan.
REFERENSI Arifin, Pepen 2010, ‘Reseacrh Based Learning’. Makalah seminar nasional, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Diah, T. W. dkk. 2010, Pedoman umum pembelajaran berbais riset (PUPBR), UGM, Yogyakarta. Firman, H. 2007, Analisis literasi sains berdasarkan hasil PISA nasional tahun 2006, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas, Jakarta. Glynn, S.M., Taasoobshirazi, G., & Brickman, P. 2007, ‘Nonscience majors learning science: A theoretical model of motivation’, Journal of Research in Science Teaching, vol. 44, no. 8, 10881107. Griffith Institute for Higher Education 2008, Research-based learning: strategies for successfully linking teaching and research. University of Griffith. House, J.D. 2004, ‘Cognitive-motivational characteristics and science achievement of adolescent students: result from the TIMSS 1995 and TIMSS 1999 assessment’. International Journal of Instruction Media, 22 September. Hayat, B dan Yusuf, S, 2011, Bencmark internasional mutu pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 8
Holbrook, Jack and Miia Rannikma 2009, ‘The meaning of scientific literacy’, International Journal of Environment & Science Education. vol. 4, no. 3, pp.275-288. Jyrhämä, R., Kynäslahti, H., Krokfors, L., Byman, R., Maaranen, K., Toom, A. & Kansanen, P. 2008, ‘The appreciation and realisation of research-based teacher education: finnish students’ experiences of teacher education’. European Journal of Teacher Education, vol. 31, no. 1, pp.116. Kynäslahti, H., Kansanen, P., Jyrhämä, R., Krokfors, L., Maaranen, K. & Toom, A. 2006, ‘The multimode programme as a variation of research-based teacher education’. Teaching and Teacher Education, vol. 22, no. 2, pp.246–256. Muslich, Masnur 2010, Textbook writing, Ar-Ruzz Media, Yogyakarya. Nisa`,A., Sudarmin, Salmini 2015, ‘Efektivitas penggunaan modul terintegrasi etnosains dalam pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan literasi sains siswa’. Unnes Science Education Journal. vol. 4, no. 3. pp.1049-1056. OECD. 2007, PISA 2006: Science competencies for tomorrow’s world, volume I: Analysis, OECD Publishing, Paris. OECD. 2013, PISA 2012 Assessment and analytical framework: mathematics, reading, science, problem solving and financial literacy, OECD Publishing, Paris. Papanastasiou, E. C. & Zembylas, M. 2004, ‘Differential effects of science attitudes and science achievement in australia, cyprus, and the USA’. International Journal of Science education. vol. 26, no. 3, pp.259-280. Patrick, A.O., Kpangban, E., & Chibueeze, O.O. 2007, ‘Motivation effects on test scores of senior secondary school science students’. Study Home Community Science, vol. 1, no. 1, pp.57-64. Rahayu, S, Widodo, AT, dan Sudarmin 2013, ‘Pengembangan perangkat pembelajaran model POE berbantuan media’, Innovatif Journal of Curriculum and Educational Technology, vol. 2, no. 1, pp.128-133. Rustaman, N. Y. 2006, ‘Literasi sians anak Indonesia 2000 dan 2003’. Makalah Literasi Sains 2003. Sugiyono 2011, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta, Bandung. Syakbaniah, dkk. 2013, ‘Penerapan research based learning untuk meningkatkan aktivitas dan penguasaan konsep essensial mahasiswa dalam mata kuliah Termodinamika’. Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Fisika. Trianto 2010, Model pembelajaran terpadu, Bumi Aksara, Jakarta. Udompong, L, dan Suwimon Wongwanich 2014, ‘Diagnosis of the scientific literacy characteristic of primary students’, Procedia Sosial and Behavioral Science, vol. 116, pp. 5091-5096. Usmeldi 2015, ‘Pengembangan lembar kegiatan kerja siswa dalam pembelajaran fisika berbasis riset di SMA N 1 Padang’, Prosiding Seminar Nasional Fisika. FMIPA UNJ. Usmeldi 2016, ‘The development of research-based physics learning model with scientific approach to develop students’ scientific processing skill’, Indonesian Journal of Science Education, vol. 5, no. 1, pp.134-139. Wardoyo, Mangun Sigit 2013, Pembelajaran berbasis riset, Indeks Permata, Jakarta. Widyaningtyas, R. 2008, ‘Pembentukan pengetahuan sains, teknologi dan masyarakat dalam pandangan pendidikan IPA’, Jurnal Pendidikan dan Budaya, vol. 1, no. 2, pp.1-3. Widyaningrum, Ratna. Sarwanto. Puguh Karyanto 2013, ‘Pengembangan modul berorientasi POE (Predict, Observe, Explain) berwawasan lingkungan pada materi pencemaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa’, Bioedukasi, vol. 6, no. 1, pp.100-117. Yahya, Iwan 2010, ‘Manajemen empat langkah dalam pengembangan bahan ajar berbasis riset: sebuah pengalaman dari perkuliahan Akustik jurusan FMIPA’, Makalah Pelatihan Penulisan Buku Ajar Berbasis Riset yang diselenggarakan oleh LPPM UNS.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 9
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02102
Validitas Modul Pembelajaran Berbasis Guided Inquiry pada Materi Fluida di STKIP PGRI Sumatera Barat Silvi Trisnaa), Aidhia Rahmib) Pendidikan Fisika, STKIP PGRI Sumatera Barat, Jl. Gajah Mada No 1A, Padang, Sumatera Barat Email: a)
[email protected], b)
[email protected]
Abstract Fundamental physics is one subjects for Physics Education’s Department in STKIP PGRI West Sumatra. For supporting the course and geting a good result it require the lecturer’s note like module. The developed a lecturer’s note is a module based guided inquiry that is expected to make students more active, creative and critical thinking as well as skilled in the discovery of the facts in Physics. Guided inquiry is a learning model which there are some activities that are scientific, students submit ideas before the topic studied, then investigate a phenomenon or phenomena. After that, the student explained that based on existing facts and compare them scientifically. This type of research is research and development using a Plomp’s model is passing through the stages: (1) the initial investigation (preliminary research), (2) design and realization (prototyping phase), and (3) testing and assessment (assessment phase). On the preliminary research, curriculum analysis will be doing, so students analysis, and analysis of the concept. On prototyping phase the module for the Physics at the fluid is designed. Next, we get the formative evaluation that includes self evaluation, prototyping (expert reviews, one-toone and small group). We get the validity at this stage. The research data was obtained through the validation module sheet, which then produces a valid module. Keywords: validity, modules, guided inquiry, fundamental physics, fluid Abstrak Fisika Dasar merupakan salah satu mata kuliah Program Studi PendidikanFisika di STKIP PGRI Sumatera Barat. Untuk mendukung perkuliahan dan mendapatkan hasil belajar yang bagus maka dibutuhkan bahan ajar berupa modul. Bahan ajar yang dikembangkan merupakan modul yang berbasis guided inquiry yang diharapkan mampu membuat mahasiswa lebih aktif, kreatif, dan berfikir secara kritis serta terampil dalam penemuan fakta-fakta dalam Fisika Dasar. Guided inquiry adalah model pembelajaran yang didalamnya terdapat beberapa kegiatan yang bersifat ilmiah, mahasiswa menyampaikan ide-ide sebelum topik tersebut dipelajari, kemudian menyelidiki sebuah gejala atau fenomena. Setelah itu, mahasiswa menjelaskan berdasarkan fakta-fakta yang ada dan membandingkannya secara saintifik. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan (research and development) menggunakan model Plomp yaitu yang melewati tahapan: (1) investigasi awal (preliminary research), (2) perancangan dan realisasi (prototyping phase), dan (3) ujicoba dan penilaian (assessment phase). Pada tahap preliminary research dilakukan analisis kurikulum, analisis mahasiswa, dan analisis konsep. Pada tahap prototyping phase dilakukan perancangan modul untuk mata kuliah Fisika Dasar pada materi fluida. Setelah itu dilakukan langkah formative evaluation yang meliputi self evaluation, prototyping (expert reviews, one-to-one, dan small
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 10
group). Pada tahap ini dilakukan validitas. Data penelitian ini diperoleh melalui lembar validasi modul, yang kemudian menghasilkan modul yang valid. Kata-kata kunci: validitas, modul, guided inquiry, fisika dasar, fluida
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dalam proses kehidupan manusia. Di satu pihak, pendidikan merupakan salah satu cara atau wahana untuk meneruskan nilai–nilai budaya dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya. Dipihak lain, kebudayaan merupakan wujud semangat kehidupan manusia yang menjiwai proses pendidikan dalam dinamika kehidupan masyarakat. Berbagai usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak atau kalangan, baik pemerintah maupun swasta dalam rangka peningkatan pendidikan, baik jumlah (kuantitas) maupun kualitasnya (mutunya). Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai dan sejahtera (Mulyasa 2008). Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dikaitkan dengan kecerdasan bangsa yang memiliki peranan besar dalam menunjang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep fisika yang dapat menunjang dalam kehidupan sehari-hari. Fisika sebagai bagian dari Sains mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama dalam menunjang perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari penerapan ilmu fisika dalam disiplin ilmu lainnya dan aplikasinya pada perkembangan teknologi. Sehingga mata pelajaran fisika perlu diperkenalkan sejak dini mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, hingga ke Perguruan Tinggi. Di perguruan tinggi ilmu Fisika dikaji lebih mendalam, sehingga mampu melahirkan para pemikir muda yang berintelektual tinggi. Hal ini dapat tercapai dengan mudah jika proses belajar dan pembelajaran berjalan dengan semestinya. Mengingat begitu berperannya ilmu fisika bagi manusia, sehingga kualitas pembelajaran fisika harus ditingkatkan. Salah satu mata kuliah Program Studi Pendidikan Fisika adalah Fisika Dasar dengan bobot 4 sks. Mata kuliah ini merupakan tonggak dari kajian Fisika yang sangat dibutuhkan dalam mempelajari ilmu fisika tingkat lanjut. Oleh sebab itu, penguasaan Fisika Dasar harus dipahami dengan baik dan pelaksanaan pembelajaran di kelas, dosen dapat melakukan pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berfikir mahasiswa. Kondisi yang terjadi di lapangan nampaknya cukup berat bagi mahasiswa. Pada semester satu mahasiswa masih dalam proses penyesuaian diri dengan sistem pembelajaran di perguruan tinggi, sedangkan mata kuliah Fisika Dasar mengharuskan mahasiswa bekerja keras dalam menguasai konsep yang diberikan. Pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dalam pembelajaran Fisika Dasar di kelas masih terbatas, untuk itu dosen perlu meningkatkan pengetahuan ini dengan penalaran mahasiswa melalui penemuan sendiri hal-hal baru dalam bentuk pengalaman belajar. Hal ini penting, mengingat Fisika Dasar merupakan dasar dari semua mata kuliah yang akan dipelajari pada semester selanjutnya. Berdasarkan pengamatan, proses pembelajaran yang terjadi belum sepenuhnya melibatkan mahasiswa secara optimal. Pembelajaran yang berkualitas ditunjukkan oleh tingkat interaksi dan partisipasi aktif mahasiswa dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan model pembelajaran inovatif yang mampu mengatasi permasalahan rendahnya pemahaman konsep dan penerapan konsep, dan kinerja ilmiah mahasiswa, salah satunya pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan mahasiswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analogis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya. Inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, dan membuat kesimpulan. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak mahasiswa langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relatif singkat. Strategi yang secara aktif melibatkan siswa dalam proses
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 11
pembelajaran melalui penyelidikan ilmiah lebih mungkin meningkatkan pemahaman konseptual dari strategi yang mengandalkan teknik yang lebih pasif, yang sering diperlukan dalam standar penilaian lingkungan pendidikan yang sarat saat ini (Minner, dkk 2010). Sasaran utama pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan mahasiswa secara maksimal dalam proses pembelajaran, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, (3) mengembangkan sikap percaya diri tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Inti dari inkuiri adalah pengetahuan yang diperoleh mahasiswa bukan hanya mengingat fakta dan teori tapi merujuk pada kegiatan pembelajaran yang bersifat menemukan sendiri dengan arahan dosen. Untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, maka dosen merancang sebuah pembelajaran menggunakan model pembelajaran guided inquiry. Hal ini dilakukan agar mahasiswa lebih memahami mata kuliah Fisika Dasar serta memaksimalkan potensi yang dimiliki sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Jika mahasiswa telah menguasai konsep dari Fisika Dasar dengan baik maka akan mempermudah mereka dalam memahami ilmu fisika lebih lanjut. Pembelajaran berbasis guided inquiry ini dapat dikonversi dalam bentuk modul berbasis guided inquiry. Dengan menggunakan modul ini, mahasiswa diarahkan untuk belajar mandiri dalam pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Mahasiswa belajar secara mandiri tanpa mengharapkan seluruh materi ditransfer oleh dosen pengampu mata kuliah dan menemukan sendiri konsep yang ada dengan menggunakan modul guided inquiry yang akan dirancang. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah bagaimana mengembangkan modul Berbasis Guided Inquiry pada materi fluida yang valid.
METODE PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Dalam hal ini dikembangkan suatu modul pembelajaran dengan menggunakan model guided inquiry yang valid. Penelitian pengembangan yang dilakukan mengacu pada model pengembangan perangkat pembelajaran oleh Plomp (2010) yaitu yang melewati tahapan: (1) investigasi awal (preliminary research), (2) perancangan dan realisasi (prototyping phase), dan (3) uji coba dan penilaian (assessment phase). Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar validitas, dimana angket validitas disusun menurut skala Likert. Data penelitian dikumpulkan melalui validasi modul dengan menggunakan lembar validasi oleh pakar dan praktisi pendidikan yang sesuai dengan bidang kajiannya. Analisis validasi dilakukan dengan menggunakan skala likert dengan ketentuan: kurang baik = 1, cukup baik = 2, baik = 3, dan sangat baik = 4. Perhitungan nilai akhir hasil validasi dinyatakan dalam skala (0–100) dilakukan dengan menggunakan persamaan (Riduwan 2009):
(1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Dalam hal ini dikembangkan suatu modul pembelajaran Fisika Dasar dengan menggunakan model guided inquiry yang valid. Penelitian pengembangan yang dilakukan mengacu pada model pengembangan perangkat pembelajaran oleh Plomp. Di awal pengembangan dilakukan fase investigasi awal (preliminary research). Pada tahap ini dilakukan analisis awal atau identifikasi masalah, analisis kebutuhan dan analisis konsep atau isi materi, dan pengkajian literatur yang diperlukan dalam pembelajaran. Analisis isi materi pembelajaran bertujuan untuk menentukan isi dan materi perkuliahan yang dibutuhkan dalam pengembangan perangkat pembelajaran. Dalam analisis materi peneliti melakukan
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 12
identifikasi terhadap konsep esensial dari materi pada perkuliahan fisika dasar yaitu fluida. Materi fluida dikembangkan menjadi sub materi fluida statis dan fluida dinamis. Dilihat dari materi yang sudah diberikan sebelumnya belum mampu meningkatkan aktivitas mahasiswa selama perkuliahan. Hal ini disebabkan karena materi yang disajikan memperlihatkan konsep secara langsung. Mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep sehingga berdampak pada masih rendahnya minat mahasiswa terhadap perkuliahan Fisika dasarpada materi Fluida. Materi yang diberikan belum sepenuhnya menyajikan masalah-masalah yang berkaitan sehingga mahasiswa cenderung menerima apa yang diberikan oleh dosen. Sehingga, capaian pembelajaran dari pembelajaran Fisika dasar pada materi fluida kurang tercapai. Selain itu, peneliti juga melakukan kajian terhadap literatur yang tersedia. Berdasarkan hasil survei, di perpustakaaan telah tersedia buku-buku fisika dasar. Akan tetapi, penggunaan buku tersebut masih belum optimal. Kondisi ini disebabkan mahasiswa yang kurang berminat untuk menggunakan literatur yang tersedia. Oleh karena itu, perlu pengembangan modul sehingga diharapkan mahasiswa dapat lebih termotivasi untuk memanfaatkan literatur yang tersedia. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan dosen diketahui bahwa dosen mengalami kesulitan dalam memberikan materi perkuliahan kepada mahasiswa. Hal ini dikarenakan masih kurangnya minat baca mahasiswa terhadap literatur yang ada sehingga berdampak kepada kurangnya pemahaman mahasiswa terhadap materi yang diberikan. Bahan ajar yang sudah digunakan belum mampu menuntut keaktivan mahasiswa sepenuhnya sehingga mahasiswa masih bergantung kepada dosen.Sedangkan untuk metode pembelajaran yang sering diterapkan dosen di dalam kelas adalah dengan diskusi, dimana dalam prosesnya masih banyak mahasiswa yang tidak aktif selama kegiatan diskusi tersebut. Dilihat dari bahan ajar yang digunakan dosen lebih banyak memuat materi sedangkan untuk penyajian permasalahan yang harus diselesaikan oleh mahasiswa masih kurang. Dosen berpendapat bahwa penggunaan modul yang berbasis guided inquiry bisa membantu mahasiswa untuk lebih memahami konsep. Sementara hasil wawancara terhadap mahasiswa diperoleh bahwa mahasiswa masih terkendala dalam memahami materi perkuliahan yang diberikan. Hal ini dikarenakan kurangnya minat baca mahasiswa terhadap literatur yang ada. Untuk kegiatan dalam perkuliahan juga belum mengeksplor kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Seterusnya pemahaman mahasiswa dalam mencerna bahasa yang digunakan dalam literatur masih rendah sehingga diperlukan bahan ajar yang menyajikan materi dengan lebih sederhana. Berikut bentuk format wawancara untuk dosen dan mahasiswa. Setelah itu dilakukan fase perancangan dan realisasi (prototyping phase) dengan perumusan/ perancangan terhadap modul. Berdasarkan investigasi awal yang dilakukan terhadap dosen dan mahasiswa maka dilakukan perancangan modul berbasisguided inquiry. Modul yang dibuat adalah sebuah bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar mahasiswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan dosen serta mampu menggali kemampuan mahasiswa dalam memahami materi yang diberikan sehingga meningkatkan pemahaman mahasiswa. Modul berisi petunjuk belajar, capaian pembelajaran, isi materi, informasi pendukung, tugas terstruktur yang dikaitkan dengan komponen atau tahapan padaguided inquiry yaituorientasi, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan simpulan. Pada tahap ini dilakukan formative evaluation yang meliputi self evaluation, prototyping (expert reviews, one-to-one, dan small group), serta field test. Adapun alur desain formative evaluation seperti ditunjukkan pada GAMBAR 1. Penelitian ini dilakukan hanya sampai pada tahap expert reviews. Pada tahap self evaluation, prototyping dilakukan pencermatan terhadap modul yang telah didesain, penilaian dan evaluasi oleh pakar. Pakar-pakar tersebut menelaah konten, konstruk, dan bahasa dari masing-masing prototipe. Saran–saran para pakar digunakan untuk merevisi modul yang dikembangkan. Kegiatan validasi ini dilakukan untuk mendapatkan masukan terhadap keseluruhan isi materi yang terdapat dalam rancangan modul. Kemudian validasi dilihat pada aspek desain pembelajaran, bertujuan untuk mendapatkan kesesuaian model dan bentuk rancangan dari modul pembelajaran yang dikembangkan.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 13
GAMBAR 1. Alur desain formative evaluation (Tessmer, M 1998).
Kevalidan perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat diketahui dengan melakukan validasi modul oleh validator. Hasil validasi dianalisis untuk mengetahui validitas modul baik dari segi isi maupun kostruksinya. Kegiatan validasi dilakukan dua kali. Validasi yang pertama menghasilkan modul yang valid dengan revisi. Setelah dilakukan perbaikan terhadap modul yang pertama, dihasilkan revisi yang kedua pada modul. Hasil pengolahan penilaian lembar validasi kedua dari validator dapat dilihat pada TABEL 1. TABEL 1. Hasil penilaian validasi kedua modul.
Validator Validator 1 Validator 2
Penilaian 81,06 82,30
Kesimpulan Dihasilkan modul pembelajaran yang valid Dihasilkan modul pembelajaran yang valid
Berdasarkan hasil validasi yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa modul yang dikembangkan secara keseluruhan sudah sangat valid dengan nilai rata-rata validasi 81,68%. Hasil penilaian validator ini menunjukkan modul telah memenuhi syarat kelayakan isi meliputi kesesuaian dengan kurikulum, struktur keilmuan, aktual, dan keluasan materi. Modul yang dikembangkan menyajikan topik yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Dengan demikian, modul yang dikembangkan dapat dikatakan valid dan bisa digunakan dalam pembelajaran di kampus. Setelah tahapan validasi modul selesai maka akan dilanjutkan pada tahapan uji coba untuk kelompok kecil (small group).
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengembangan modul pembelajaran berbasis guided inquiry pada materi fluida didapatkan rata-rata validasi yang dilakukan oleh pakar adalah 81,68% yang dikategorikan valid. Validasi modul yang telah dikembangkan dilihat dari validitas isi, validitas konstruk, dan validitas bahasa.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih terutamanya disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan atas bantuan dana Penelitian Dosen Pemula tahun 2016 yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini serta pihakpihak lain yang telah ikut membantu.
REFERENSI Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung. Minner, D.D., Levy, A.J. & Century, J. 2010. ‘Inquiry-based science instruction--what is it and does it matter? Results from a research synthesis years 1984 to 2002’. Journal of Research in Science Teaching”, Vol 47. pp. 474-496. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 14
Plomp, T. An Introduction to Educational Design Research. Enschede: University of Twente. pp 15. Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian untuk Dosen, Karyawan dan Peneliti Muda. Bandung. Tessmer, M. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluations. Philadelphia: Kogan Page.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 15
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02103
Implementasi Metode Saintifik Menggunakan Setting Argumentasi pada Mata Kuliah Mekanika untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mahasiswa Calon Guru Fisika Yusirana), Siswantob) Prodi Pendidikan Fisika STKIP Taman Siswa Bima, Jl. Lintas Sumbawa Palibelo, Bima, 84119 Email: a)
[email protected], b)
[email protected]
Abstract The study was conducted to get an information about the increase of cognitive ability of preservice physics teacher in the mechanics concept that implement the scientific method using argumentation setting. The cognitive abilities were measured include of remember (C1), understand (C2), apply (C3), analyze (C4), and evaluate (C5). This study was conducted by pre-experiment method with the one group pretest-posttest design. The subject were all of the preservice physic teacher student at third semester, is taking courses in mechanics, on one of the college in Bima district. Test with scoring rubric used to measure the cognitive ability. The results showed that the implementation of the scientific method using argumentation setting can improve the cognitive abilities of students with high criteria. The results of improvements to every aspect of cognitive abilities: remember, understand, apply, analyze, and evaluate are also included in the high criteria. Keywords: scientific method, setting argumentation, cognitive ability Abstrak Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran peningkatan kemampuan kognitif mahasiswa calon guru fisika pada mata kuliah mekanika yang proses pembelajarannya mengimplementasikan metode saintifik menggunakan setting argumentasi. Kemampuan kognitif yang diukur, yaitu kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode preexperiment dengan desain one group Pretest-posttest. Subjek penelitiannya yaitu mahasiswa calon guru fisika semester III pada salah satu perguruan tinggi swasta di kabupaten Bima yang mengambil mata kuliah mekanika. Instrumen yang digunakan yaitu tes berbentuk essay yang menggunakan rubrik penilaian. Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi metode saintifik menggunakan setting argumentasi dapat meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswa dengan kriteria peningkatan yang tinggi. Hasil peningkatan untuk setiap aspek kemampuan kognitif yaitu kemampuan mengingat, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, dan kemampuan mengevaluasi juga termasuk dalam kriteria peningkatan yang tinggi. Kata-kata kunci: metode saintifik, setting argumentasi, kemampuan kognitif
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 16
PENDAHULUAN Pada kurikulum program studi pendidikan fisika di LPTK, mahasiswa dibekali dengan salah satu mata kuliah wajib program studi yaitu mekanika. Mata kuliah ini sangat penting bagi mahasiswa calon guru fisika karena materinya banyak terdapat pada kurikulum mata pelajaran fisika yang diajarkan di tingkat sekolah menengah. Oleh sebab itu, mahasiswa calon guru fisika harus memiliki kemampuan kognitif yang baik pada konsep mekanika untuk bekal penyampaian materi ketika mengajar di sekolah. Kemampuan kognitif penting bagi mahasiswa karena kemampuan ini menggambarkan penguasaan konsep mahasiswa terhadap materi yang diajarkan. Kemampuan kognitif merupakan kegiatan mental dari tahap dasar ke tahap yang lebih tinggi yang disebabkan oleh kemampuan seseorang dalam berpikir (Anderson et al. 2001). Kemampuan kognitif juga dapat memberikan informasi bagaimana mahasiswa menyerap, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama. Pentingnya kemampuan kognitif pada konsep mekanika bagi mahasiswa calon guru fisika, bertentangan dengan kondisi yang ada di lapangan. Konsep-konsep mekanika sangat sulit dipahami oleh mahasiswa, baik pada tingkat sarjana, program magister, dan bahkan sampai pada tingkat program doctor (Mc Dermott, 2005). Jika mahasiswa sulit untuk mempelajari konsep, maka kemampuan kognitif yang terkait dengan penguasaan konsep juga akan rendah. Hal ini berdampak buruk bagi mahasiswa ketika mengajar di sekolah. Temuan yang sama juga ditemukan oleh peneliti dalam observasi awal kepada beberapa mahasiswa calon guru fisika semester IV, VI, dan VIII yang sudah mendapat mata kuliah mekanika pada salah satu LPTK di kabupaten Bima. Hasil observasi awal menunjukan bahwa kompetensikompetensi yang ada pada aspek kemampuan kognitif masih rendah, yaitu kemampuan mengingat sebesar 30%, kemampuan memahami sebesar 20%, kemampuan menerapkan sebesar 9%, kemampuan menganalisis sebesar 8%, dan kemampuan mengevaluasi sebesar 4% dari rata-rata maksimal yang seharusnya dicapai yaitu sebesar 100%. Rendahnya kemampuan kognitif mahasiswa diduga disebabkan oleh proses perkuliahan yang dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara terbuka dengan beberapa mahasiswa, yaitu: 1) proses perkuliahan mekanika lebih banyak menurunkan persamaan-persamaan matematis menggunakan metode ceramah, 2) proses perkuliahan mekanika tidak menampilkan kegiatan ilmiah bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak mengalami proses kebermaknaan dalam penyampaian materi, 3) mahasiswa kurang dituntut aktif untuk menggali pengetahuannya sendiri dalam proses perkuliahan mekanika. Padahal, proses perkuliahan yang diterapkan seharusnya menerapkan prinsip perkuliahan Active Learning in Higher Education. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka ditawarkan solusi dengan menerapkan metode saintifik menggunakan setting argumentasi pada perkuliahan mekanika. Metode saintifik menggunakan setting argumentasi merupakan inovasi pembelajaran yang memadukan antara langkah-langkah pada metode saintifik dengan kegiatan berargumentasi. Perpaduan langkah yang ada pada metode saintifik dengan kegiatan berargumentasi, yaitu (1) tahap mengamati, (2) tahap menanya, (3) tahap menalar menggunakan setting argumentasi, (4) tahap mencoba menggunakan setting argumentasi, (5) tahap membentuk jejaring menggunakan setting argumentasi. Argumentasi yang diseting didasarkan pada rumusan argumentasi yang meliputi kegiatan mengajukan klaim, data, pembenaran, dan dukungan (Toulmin 2003). Penggunaan metode saintifik dalam pembelajaran dapat membuat mahasiswa menjadi lebih pandai dalam memaknai konsep, dan meningkatkan kemampuan kognitif (Siswanto 2014), sedangkan setting argumentasi dapat membuat mahasiswa menjadi lebih mudah memahami konsep. Proses pembelajaran yang melatihkan mahasiswa untuk berargumentasi sains dapat membangun konsep-konsep, eksplanasi, model, teori, serta penalaran mahasiswa tentang sains (Zohar & Nemet 2002). Selain itu, mahasiswa dapat mencapai hasil pendidikan sains sesuai dengan yang diharapkan dengan memberikan mereka lebih banyak kesempatan untuk belajar tentang argumentasi ilmiah (Duschl 2008). Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran peningkatan kemampuan kognitif mahasiswa calon guru fisika pada mata kuliah mekanika
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 17
yang proses pembelajarannya mengimplementasikan metode saintifik menggunakan setting argumentasi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pre-experiment, dengan desain penelitian one group Pretest-posttest. Kegiatan awal dilakukan dengan memberikan pretest, kemudian melakukan treatment dengan menerapkan metode saintifik menggunakan setting argumentasi, dan diakhiri dengan memberikan posttest. Penelitian dilaksanakan di STKIP Taman Siswa Bima dengan subjek penelitian yaitu mahasiswa semester III perkuliahan mekanika, program studi pendidikan fisika. Instrumen yang digunakan berupa tes dalam bentuk tes essay menggunakan rubrik penilaian untuk mengukur kemampuan kognitif. Kemampun kognitif yang dilatihkan dan diukur pada penelitian ini meliputi aspek mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), dan aspek mengevaluasi (C5). Peningkatan kemampuan kognitif diukur berdasarkan hasil pretest dan posttest. Teknik analisis data untuk mengukur peningkatan kemampuan kognitif dilakukan menggunakan perhitungan nilai gain rata-rata yang dinormalisasi seperti pada PERSAMAAN 1 berikut ini.
g
Skorposttest Skorpretest
(1)
Skorideal Skorpretest
Klasifikasi peningkatan ditandai oleh besarnya
, yakni kriteria tinggi jika g ≥0,7; kriteria sedang jika 0,7< g ≤0,3; kriteria rendah jika g < 0,3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang implementasi metode saintifik menggunakan setting argumentasi untuk meningkatkan kemampuan kognitif dilakukan dalam perkuliahan mekanika selama tiga kali pertemuan. Hubungan antara kegiatan pembelajaran yang menerapkan metode saintifik menggunakan setting argumentasi dengan kemampuan kognitif dapat dilihat pada TABEL 1. Berdasarkan TABEL 1, terlihat bahwa metode saintifik menggunakan setting argumentasi dapat melatihkan kemampuan kognitif dari aspek mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5). Oleh sebab itu, pembelajaran yang diterapkan memang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif. TABEL 1. Matriks Hubungan Antara Tahapan Metode Saintifik menggunakan Setting Argumentasi dengan Kemampuan Kognitif.
Langkah Pembelajaran Tahap I Mengamati Tahap II Menanya
Tahap III Menalar menggunakan kegiatan argumentasi
Aktivitas Dosen
Aktivitas Mahasiswa
Melakukan demonstrasi
Mengamati demonstrasi yang dilakukan.
Membimbing mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan dan diskusi menjawab pertanyaan Memberikan sebuah permasalahan yang berkaitan dengan fenomena sehari-hari, Menjelaskan konsep di depan Kelas
Mengajukan pertanyaan berdasarkan pada demosntrasi yang dilakukan. Menjawab permasalahan yang diberikan melalui kegiatan berargumentasi dengan mengajukan klaim, bukti, pembenaran, dukungan, maupun sanggahan, Mendengarkan penjelasan konsep
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Kemampuan yang Dilatihkan Mengingat (C1), Memahami (C2), Menerapkan (C3) Mengingat (C1), Memahami (C2), Menganalisis (C4), Memahami (C2), Menerapkan (C3), Menganalisis (C4), Mengevaluasi (C5),
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Langkah Pembelajaran Tahap IV Mencoba dengan menggunakan kegiatan argumentasi
Tahap V Membentuk Jejaring menggunakan kegiatan argumentasi
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 18
Aktivitas Dosen
Aktivitas Mahasiswa
Memberikan suatu permasalahan untuk diselesaikan melalui kegiatan percobaan yang dipandu menggunakan lembar kerja yang berbasis argumentasi
Melakukan percobaan, menjawab pertanyaan yang ada pada lembar kerja menggunakan kegiatan berargumentasi dengan mengajukan klaim, bukti, pembenaran, dukungan, maupun sanggahan Melakukan diskusi dengan menyampaikan hasil lembar kerja yang sudah di isi menggunakan kerangka kegiatan argumentasi
Memandu dan membimbing jalannya diskusi
Kemampuan yang Dilatihkan Memahami (C2), Menerapkan (C3), Menganalisis (C4), Mengevaluasi (C5),
Memahami (C2), Menerapkan (C3), Menganalisis (C4), Mengevaluasi (C5),
Setelah dilakukan perlakuan, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswa mengalami peningkatan. Skor rata-rata pretest dan posttest, serta peningkatan kemampuan kognitif secara keseluruhan dapat dilihat pada GAMBAR 1 berikut.
GAMBAR 1. Skor Rata-rata Pretest, Posttest, dan Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa
Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa skor rata-rata pretest siswa sebesar 0,15 dan skor rata-rata posttest siswa sebesar 0,88. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan skor rata-rata kemampuan kognitif. Hasil uji gain menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 0,86 dengan kriteria peningkatan yang tinggi. Untuk masing-masing aspek kognitif, terjadi peningkatan juga pada setiap aspek kognitifnya. Besar peningkatannya yaitu aspek mengingat sebesar 0,79; aspek memahami sebesar 0,84; aspek mengaplikasikan sebesar 0,88; aspek menganalisis sebesar 0,84; aspek mengevaluasi sebesar 0,87. Peningkatan untuk setiap aspek termasuk kriteria tinggi. Secara garis besar, peningkatan setiap aspek kemampuan kognitif dapat dilihat pada GAMBAR 2 berikut.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 19
GAMBAR 2. Skor Peningkatan Untuk Setiap Aspek Kemampuan Kognitif Siswa
Meningkatnya kemampuan kognitif baik secara keseluruhan maupun pada setiap aspeknya disebabkan karena perlakuan yang diberikan. Secara lebih rinci mengenai skenario pembelajaran yang dilakukan, dapat dilihat pada TABEL 2. Pada tahap pertama (mengamati), disajikan demonstrasi virtual yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Melalui kegiatan demonstrasi virtual ini, mahasiswa akan lebih memaknai konsep. TABEL 2. Contoh Skenario Pembelajaran yang Dilakukan
Tahapan Pembelajaran
Pendahuluan
Tahap I: Mengamati
Tahap II: Menanya Tahap III: Menalar menggunakan kegiatan berargumentasi
Aktivitas Pembelajaran Mereview kembali konsep jarak, perpindahan, kecepatan, kelajuan, percepatan, dan perlajuan Mereview kembali konsep dasar Gerak lurus beraturan (GLB), Gerak lurus berubah beraturan (GLBB), Gerak melingkar beraturan (GMB), dan Gerak melingkar berubah beraturan (GMBB) Melakukan demonstrasi virtual dengan menampilkan simulasi PHET tentang orang yang sedang bergerak. Gambar screen shoot demonstrasi sebagai berikut:
Sumber: https://phet.colorado.edu/in/simulation/legacy/moving-man Menggali informasi yang ada pada kegiatan demonstrasi untuk membimbing mahasiswa agar mengajukan pertanyaan Memandu jalannya diskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari mahasiswa dengan pengajuan klaim, bukti, pembenaran, dukungan, dan atau sanggahan Menjelaskan konsep penting di depan kelas, dengan uraian kegiatan: (1) menurunkan formula matematis untuk GLB, GLBB, GMB, dan GMBB; (2) Menerapkan formula matematis untuk menyelesaikan soal
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Tahapan Pembelajaran Tahap IV: Mencoba menggunakan kegiatan berargumentasi
Tahap V: Membentuk jejaring menggunakan kegiatan berargumentasi
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 20
Aktivitas Pembelajaran Memberikan suatu permasalahan untuk diselesaikan melalui kegiatan percobaan yang dipandu menggunakan lembar kerja yang berbasis argumentasi. Permasalahan: 1. Dua buah benda berbeda massanya, dijatuhkan ke lantai pada ketinggian yang sama secara bersamaan tanpa kecepatan awal. Sutujukah kalian bahwa benda yang bermassa lebih besar akan tiba di lantai lebih dulu dari pada benda yang bermassa lebih kecil? 2. Sebuah mobil sedan mengalami mati mesin dan “rem blong” tepat ketika akan menuruni sebuah turunan. Menurut kalian, manakah yang akan memiliki percepatan lebih besar, mobil sedan yang menuruni sebuah turunan dengan sudut elevasi 300 atau 600. Membagikan Lembar Kerja Mahasiswa yang berbasis kegiatan berargumentasi untuk menjawab permasalahan Memandu dan membimbing jalannya diskusi di kelas, dimana diskusi dilakukan dengan pemaparan klaim, bukti, pembenaran, dukungan, dan atau sanggahan terhadap permasalahan yang diberikan
Pada tahap selanjutnya, dosen membimbing mahasiswa untuk menggali segala informasi berdasarkan apa yang mereka amati pada kegiatan demonstrasi virtual. Mahasiswa dibimbing untuk berpikir agar dapat mengajukan pertanyaan dari apa yang mereka amati. Setelah itu, pertanyaanpertanyaan yang muncul dari mahasiswa, didiskusikan bersama untuk dijawab. Diskusi yang dilakukan dipandu dengan kegiatan argumentasi. Meskipun diawal-awal pembelajaran argumentasi yang dilakukan kurang terstruktur. Setelah diskusi selesai, dosen menjelaskan konsep kepada mahasiswa. Penjelasan konsep dilakukan sebagai bekal mahasiswa untuk merumuskan argumentasi berdasarkan masalah yang diberikan. Masalah yang diberikan, selanjutnya diujicobakan melalui kegiatan eksperimen. Kegiatan eksperimen yang dilakukan oleh mahasiswa, mampu membuat mahasiswa untuk lebih menguasai konsep, karena konsep yang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi mahasiswa. Kemudian, hasil eksperimen yang dilakukan oleh mahasiswa, dipresentasikan di depan kelas. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan tahapan kegiatan berargumentasi. Secara keseluruhan, argumentasi yang dilakukan, membantu mahasiswa untuk lebih menguasai konsep. Secara umum, metode saintifik yang digunakan dalam pembelajaran fisika membuat proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan proses pembelajaran yang dialami membuat mahasiswa lebih menguasai pengetahuan konseptual mereka. Oleh sebab itu, kemampuan kognitif mahasiswa menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa metode saintifik yang dilakukan dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan kognitif (Siswanto 2014). Selain karena pengaruh metode saintifik dalam pembelajaran, peningkatan kemampuan kognitif juga disebabkan oleh kegiatan argumentasi yang dipadukan dalam metode saintifik. Argumentasi melatih mahasiswa dalam membuat suatu eksplanasi konsep yang didasarkan pada data, dukungan, dan pembenaran. Proses pembelajaran yang di dalamnya melatihkan mahasiswa untuk berargumentasi sains dapat membangun konsep, dan penalaran mahasiswa tentang sains (Mc. Neil, Lizotte, & Karjcik 2006; Sampson & Gerbino 2010). Oleh sebab itu, kegiatan argumentasi yang dipadukan dalam tahapan metode saintifik, membuat kemampuan kognitif, baik secara keseluruhan maupun disetiap aspeknya, mengalami peningkatan dengan kategori peningkatan yang tinggi.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 21
KESIMPULAN Berdasarkan temuan dalam penelitian, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan kognitif mahasiswa calon guru fisika pada mata kuliah mekanika dengan kriteria peningkatan yang tinggi yang proses perkuliahannya mengimplementasikan metode saintifik menggunakan setting argumentasi. Berdasarkan temuan tersebut, maka diharapkan dalam pembelajaran fisika, mahasiswa dibekalkan keterampilan berargumentasi.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Kemenristekdikti yang telah memberikan dana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada STKIP Taman Siswa Bima yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian.
REFERENSI Anderson, & Krathwohl 2001, A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives, New York, Longman. Duschl 2008, ‘Science Education in Three-Part Harmony: Balancing Conceptual, Epistemic, and Social Learning Goals’, Review of Reasearch in Education, vol. 32, pp. 268-291. Mc Dermott 2005, ‘Research and computer-based instruction: Opportunity for interaction’, American Journal of Physics, vol. 58, pp. 452-462. Mc. Neil, K. L., Lizotte, D. J., & Karjcik, J 2006. ‘Supporting Student’s Construction of Scientific Explanations by Fading Scaffolds in Instructional Materials’, The Journal of The Learning Science, vol. 2, pp. 153-191. Sampson, V., & Gerbino, F. 2010, ‘Two Instructional Models That Teacher Can Use to Promote & Support Scientific Argumentation In the Biology Classroom’, The American Biology Teacher, vol. 7, pp. 427-431. Siswanto 2014, ‘Penerapan Model Pembelajaran Pembangkit Argumen Menggunakan Metode Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berargumentasi Siswa’, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 2, pp. 104-116. Toulmin 2003. The Uses of Argument. New York, Cambridge University Press. Zohar, & Nemet 2002, ‘Fostering students knowledge and argumentation skills through dilemmas in human genetics’, Journal of research in science teaching, vol. 1, pp. 35-62.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 22
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 23
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02104
Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Context Based Learning Adam Malika), Endah Kurnia Y, Siti Robiatus S Prodi Pendidikan Fisika, FTK UIN Sunan Gunung Djati, Jl. A.H. Nasution No 105, Bandung Email: a)[email protected] Abstract Rigid object equilibrium is a material that needs well rule and process aplication viewed from tranlation and rotation concept. This phenomenon related to material aplication was much found in daily life. This material instruction requires the development of Saintific Process Skills (SPS). Based on the observation result in MAN Cisewu, this material was considered difficult for the student. The teacher taught the material with mathematical formulas wihthout practicing the saintific process. One of the efforts to solve the problem by using model Context Based Learning (CBL). CBL connects content and contex. It helps the students to be more creative informing concept individually and improves the saintific process skills. Through one grup pretest-posttest design in pre experiment method, the research aims finding out the use of CBL model by using observation sheet and improving students’ saintific process skills measured by multiple choices. The result shows percentage of teacher activity 87,00% (good) and students 85,22% (good). The improvement of students’ saintific process skills showed 0,58% (medium) for N-gain means. The indicator of saintific process skills communicate of the lowest N-Gain (0,06) and the highest N-Gain (0,73) apperead on the indicator of interpretation. Hyphothetical test showed by Wilcoxon match pairs, it is found that Zcount (5,70) > Ztable (1,69). It can be concluded that Context Based Learning can improve saintific process skills of students in material rigid object equilibrium. Keywords: CBL, SPS, rigid object equilibrium Abstrak Keseimbangan benda tegar merupakan materi yang memerlukan penerapan aturan dan proses baik ditinjau dari konsep tranlasi maupun rotasi. Fenomena dan aplikasi yang berkaitan dengan materi ini banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari Pembelajaran materi ini menuntut pengembangan Keterampilan Proses Sains (KPS). Berdasarkan hasil observasi di MAN Cisewu materi ini dianggap sulit bagi siswa. Guru mengajarkannya dengan cara perumusan matematis dan kurang melatihkan proses sains. Salah satu upaya untuk mengatasinya dengan menerapkan model Context Based Learning (CBL). CBL menghubungkan konten dengan konteks, dapat membantu siswa kreatif dalam membentuk sebuah konsep secara mandiri dan meningkatkan keterampilan proses sains. Melalui metode pre-eksperimen dengan desain onegroup pretest-posttest, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model CBL yang diamati dengan menggunakan lembar observasi dan peningkatan keterampilan proses sains siswa yang diukur menggunakan soal pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan persentase keterlaksanaan aktivitas guru 87,00% (baik) dan siswa 85,22% (baik). Peningkatan keterampilan proses sains siswa diperoleh rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,58 (sedang).
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 24
Indikator keterampilan proses sains mengkomunikasikan memperoleh N-Gain terendah (0,06) dan N-Gain tertinggi (0,73) pada indikator menafsirkan. Hasil uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon match pairs diperoleh Zhitung (5,70) > Ztabel (1,69). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Context Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar. Kata-kata kunci: CBL, KPS, keseimbangan benda tegar
PENDAHULUAN Pengajaran fisika di SMA dimaksudkan sebagai sarana untuk membimbing dan melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki kecakapan dan sikap ilmiah, memiliki keterampilan proses sains serta keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran fisika di SMA adalah agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Keterampilan proses sains (KPS) merupakan seperangkat keterampilan yang melibatkan keterampilan intelektual, manual dan sosial yang digunakan untuk membangun pemahaman terhadap suatu konsep/gagasan/pengetahuan dan meyakinkan/menyempurnakan pemahaman yang sudah terbentuk (Rustaman et al., 2004). Menurut Sagala (2009: 74) keterampilan proses didapatkan dengan melakukan suatu pendekatan pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut mengahayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep. Kegiatan pembelajaran harus berorientasikan keterampilan proses, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Semiawan (1987: 5) dengan mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, berbagai keterampilan tersebut menjadi stimulus untuk menemukan dan mengembangkan fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru fisika kelas X1 MAN Cisewu menyatakan bahwa siswa menganggap mata pelajaran fisika sulit dan membosankan sehingga siswa kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa pun masih belum dapat mengaitkan dan mengaplikasikan materi yang dipelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, kemampuan pengamatan masih kurang dilatihkan karena pada tahun ajaran 2014/2015 belum pernah dilaksanakan kegiatan praktikum terkait materi yang dipelajari. Hasil observasi pembelajaran fisika di kelas X1 MAN Cisewu menunjukkan kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru, membuat catatan, dan memecahkan masalah melalui proses menghafal dan menerapkan rumus matematis. Hal tersebut membuat siswa terlihat tidak antusias dan kurang aktif mengikuti pembelajaran. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model Context Based Learning (CBL). Menurut Trimmer W. et al. (2013: 6) CBL merupakan proses mengajar menggunakan pendekatan kelompok dimana proses belajar dilakukan dalam bentuk bekerja sama untuk menemukan konsep dan membawa siswa fokus terhadap peristiwa atau masalah yang ada. Model ini memiliki empat langkah yaitu: 1) langkah questions; 2) langkah answers; 3) langkah selecting informations; 4) langkah applications. CBL adalah sebuah metode pedagogis dalam berbagai cara yang berpusat pada pengetahuan konteks dunia nyata siswa untuk membentuk suatu konsep/gagasan/pengetahuan (Edward, 2012: 1). Berdasarkan kelebihan dari CBL tersebut diharapkan dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa. KPS siswa yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat yang dikemukakan Rustaman et al. (2004). Adapun indikator KPS yang dilatih dan dikembangkan meliputi: kemampuan mengamati, merencanakan percobaan, membuat hipotesis, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan, mengkomunikasikan, mengajukan pertanyaan, menafsirkan, mengklasifikasikan, dan memprediksi. Hasil penelitian Muthi (2014: 1) menunjukkan bahwa CBL dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi garam terhidrolisis. Kemudian hasil penelitian Wiana (2014: 1) menunjukkan bahwa CBL dapat meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada materi koloid. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 25
Hal ini selaras dengan hasil penelitian Seery (2014: 5) yang menunjukkan CBL dapat memotivasi siswa untuk mempunyai pengetahuan awal dan meningkatkan literasi sains siswa. Selain itu, CBL dapat meningkatkan hasil kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dengan mengembangkan instrumen untuk data kuantitatif dan kualitatif (Putter-Smith, 2013: 457). Hal ini memperkuat penelitian sebelumnya oleh Tural (2013: 1) CBL dapat meningkatkan prestasi dan minat siswa terhadap pembelajaran fisika dan hasil penelitian Trimmer W et al. (2013: 6) yang menyimpulkan CBL dapat membantu siswa dalam membangun kemampuan, kreativitas dan analisis kritis. Hasil penelitian lainnya terkait model CBL dikemukakan oleh King (2012: 41) bahwa CBL dapat meningkatkan pemahaman dan motivasi siswa dalam pembelajaran kimia. Selain itu, Arroio (2010: 139) menyatakan bahwa CBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan Ilka and Luecken (2010: 12) juga menyatakan bahwa CBL dapat memberikan efek positif siswa pada kegiatan pembelajaran dan belajar berkelompok sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran ini.
METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain eksperimen pretest posttest satu kelompok (Fraenkel and Wallen, 2007). Penelitian ini di laksanakan di MAN Cisewu pada semester genap tahun ajaran 2014/2015. Seluruh kelas XI MIA sebanyak tiga kelas dijadikan sebagai populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan simple random sampling, dimana sampel yang terpilih adalah kelas XI MIA 1. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari: (1) Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan data keterlaksanaan model CBL pada materi keseimbangan benda tegar. Observer memberi tanda cheklis (√) pada kolom “Ya” atau menceklis (√) kolom “Tidak” dan komentar mengenai keterlaksanaan pada setiap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran. Aktivitas guru dan siswa pada setiap pertemuan (pertama sampai ketiga) sebanyak 24 kegiatan; (2) Tes Keterampilan Proses Sains (KPS) dilaksanakan untuk mengetahui seberapa signifikan peningkatan KPS siswa pada materi keseimbangan benda tegar. Tes ini diujikan diawal dan diakhir penelitian dalam bentuk pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak sepuluh butir. Indikatorindikator KPS yang dikembangkan meliputi: kemampuan mengamati, merencanakan percobaan, membuat hipotesis, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan, mengkomunikasikan, mengajukan pertanyaan, menafsirkan, mengklasifikasikan, dan memprediksi. Pedoman penskoran untuk tes keterampilan proses sains adalah skor 0 untuk jawaban salah dan 1 untuk jawaban benar. Untuk menguji kesahihan tes dilakukan uji coba instrumen. Data hasil uji coba instrumen dianalisis dengan menggunakan software program Anates 4.0.9. Peningkatan N-gain KPS menggunakan rumus Hake (Cheng et al., 2004). Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik uji statistik yang sesuai dengan distribusi data yang diperoleh. Pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for windows versi 19.0 dimana sebelum uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keterlaksanaan Model CBL Berdasarkan data observasi keterlaksanaan aktivitas guru dan aktivitas siswa pada setiap langkah model CBL di setiap pertemuan ditunjukkan pada TABEL 1 berikut. Berdasarkan TABEL 1 terjadi peningkatan keterlaksanaan baik pada aktivitas guru maupun siswa pada setiap langkah model CBL di setiap pertemuannya. Peningkatan terbesar aktivitas guru dari pertemuan pertama sampai ketiga terdapat pada langkah aplications (11,11%) dan terendah pada langkah question (2,23%). Langkah question dan answer (22,22%) mengalami peningkatan terbesar pada aktivitas siswa dari pertemuan pertama sampai ketiga dan terendah pada langkah aplication (12,96). Rata-rata keterlaksanaan aktivitas guru terendah pada langkah aplications sebesar 83,95% termasuk ke dalam interpretasi baik sedangkan tertinggi pada langkah selecting informations sebesar 85,93% termasuk ke dalam interpretasi baik. Langkah aplications sebesar 79,02% termasuk ke dalam e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 26
interpretasi baik menunjukkan keterlaksanaan aktivitas siswa terendah sedangkan tertinggi terjadi pada langkah answers sebesar 88,89% termasuk ke dalam interpretasi baik. TABEL 1. Keterlaksanaan Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa pada Setiap Langkah Model CBL. Langkah model CBL
Pertemuan ke-1
Pertemuan ke-2
Pertemuan ke-3
Rata-rata
Interpretasi
Guru (%)
Siswa (%)
Guru (%)
Siswa (%)
Guru (%)
Siswa (%)
Guru (%)
Siswa (%)
Guru
Siswa
Pendahuluan
88.89
83.34
96.3
92.59
100
98.15
95.06
91.36
Baik
Baik
Questions
81.84
74.08
85.19
85.19
85.19
96.3
84.07
85.19
Baik
Baik
Answers
77.78
77.78
88.89
88.89
88.89
100
85.19
88.89
Baik
Baik
Selecting Informations
84.45
73.34
84.45
80
88.89
88.89
85.93
80.74
Baik
Baik
Aplications
81.48
74.08
83.34
75.93
87.04
87.04
83.95
79.02
Baik
Baik
Penutup
88.89
85.19
88.89
88.89
88.89
88.89
88.89
87.66
Baik
Baik
Jumlah
503.33
467.81
527.06
511.49
538.9
559.27
523.09
512.86
Rata-rata
83.83
77.97
87.84
85.25
89.82
93.21
87.18
85.48
Interpretasi
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Keterampilan proses sains
Skor N-Gain Pada Setiap Indikator Keterampilan Proses Sains
Peningkatan keterampilan proses sains siswa pada setiap indikator terlihat pada GAMBAR 1 berikut. 0,73 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
0,52
0,48 0,48
0,58
0,36 0,27
0,3 0,21 0,06
N-Gain
Indikator Keterampilan Proses Sains
Keterangan: 1. kemampuan mengamati; 2. merencanakan percobaan; 3. membuat hipotesis; 4. menerapkan konsep; 5. menggunakan alat dan bahan; 6. mengkomunikasikan; 7. mengajukan pertanyaan; 8.menafsirkan; 9. mengklasifikasikan; 10. memprediksi. GAMBAR 1. Peningkatan Penguasaan Keterampilan Proses Siswa pada setiap Indikator
Berdasarkan GAMBAR 1 peningkatan N-gain KPS terendah terdapat pada indikator mengkomunikasikan sebesar 0,006 termasuk ke dalam interpretasi rendah. Indikator menafsirkan menunjukkan peningkatan N-gain KPS tertinggi sebesar 0,73 termasuk ke dalam interpretasi tinggi. Rata-rata dari skor pretest, posttest dan N-Gain KPS pada setiap sub konsep ditunjukkan pada TABEL 2 berikut. Berdasarkan TABEL 2 peningkatan N-gain KPS terendah terdapat pada sub konsep keseimbangan benda tegar sebesar 0,47 termasuk ke dalam interpretasi sedang. Indikator sub konsep jenis-jenis keseimbangan menunjukkan peningkatan N-gain KPS tertinggi sebesar 0,70 termasuk ke dalam interpretasi tinggi. Peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar berdasarkan hasil pretest dan posttest sebesar 38,48 dengan rata-rata pretest dan posttest secara berturut-turut e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 27
adalah 33,64 dan 72,12. Nilai N-gain keterampilan proses sains siswa yang diperoleh sebesar 0,58 termasuk ke dalam interpretasi sedang. TABEL 2. Skor Pretest, Posttest dan N-Gain KPS pada Setiap Sub Konsep Rata-rata No
Sub Konsep
Nomor soal
Pretest
Posttest
N-Gain
Interpretasi
1,2,3,4
30,3
60,61
0.47
Sedang
Titik berat
5,6,7
45,46
76,77
0,59
Sedang
Jenis-jenis keseimbangan
8,9,10
28,28
78,79
0,7
Tinggi
33,68
72,02
0,58
Sedang
1
Keseimbangan benda tegar
2 3
Rata-rata
Berdasarkan uji normalitas nilai rata-rata pretest dan posttest menunjukkan berdistribusi tidak normal, dimana X2hitung > X2tabel, X2hitung pada data pretest diperoleh hasil 10,81 dengan X2tabel 7,81, sedangkan pada data posttest untuk X2hitung diperoleh hasil 12,21 dengan X2tabel sebesar 7,81, sehingga dilakukan uji Wilcoxcon match pair. Berdasarkan hasil perhitungan dengan n = 33 didapatkan Zhitung= 5,70. Pada taraf signifikansi 0,05 besarnya nilai Ztabel = 1,69. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai Zhitung lebih besar daripada nilai Ztabel (5,70 > 1,69). Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar setelah diterapkan model CBL. 2. Pembahasan Keterlaksanaan Model CBL Berdasarkan hasil analisis data skor rata-rata aktivitas guru dan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan model CBL termasuk kategori baik. Guru pada pertemuan pertama, kurang begitu maksimal dalam pembelajaran, karena guru belum mengenal dan mengetahui situasi dan kondisi kelas, serta guru dan siswa masih harus beradaptasi agar terjalin komunikasi yang baik. Guru pada pertemuan pertama menjelaskan dan mengarahkan siswa mengenai langkah pada model CBL. Siswa terlihat antusias memperhatikan penjelasan guru, sehingga mereka mulai dapat mengikuti setiap langkah model CBL dalam pembelajaran. Walaupun masih ada siswa yang masih merasa bingung dalam mengerjakan tugas pada setiap langkah yang diberikan oleh guru, tetapi mereka mengikutinya dengan cukup tertib. Guru gada pertemuan kedua, sudah lebih dapat mengkondisikan kelas dan berkomunikasi dengan siswa. Siswa sudah mengetahui setiap langkah pada model CBL, sehingga guru dan siswa berperan aktif pada pembelajaran dan keseluruhan aktivitas guru dan siswa berjalan dengan baik. Pada pertemuan ketiga terlihat sekali terjadi peningkatan baik aktivitas guru maupun siswa. Siswa pada pertemuan ini sudah lebih berperan aktif lagi dalam pembelajaran. Antusiasme siswa terlihat pada setiap langkah model CBL, dimana persentase aktivitas siswa pada setiap langkah terkategori baik. Model CBL merupakan model pembelajaran yang dapat membantu siswa membangun keterampilan dan menghubungkan konsep dengan fenomena dalam kehidupan sehari-hari serta membantu mempermudah proses belajar mengajar di kelas. Penerapan model CBL dapat dijadikan solusi untuk mengembangkan pembelajaran agar lebih bermakna, karena model CBL dimulai dari konteks dunia nyata dan memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan awalnya, kemudian siswa belajar secara kelompok untuk mempelajari konsep secara mandiri (Seery, 2014: 1). Model CBL memiliki empat langkah pembelajaran yaitu questions, answer, selecting informations dan aplications. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, untuk keterlaksanaan aktivitas guru terendah pada langkah aplications. Guru pada langkah aplications belum dapat mengkondisikan seluruh siswa ketika melakukan praktikum, sehingga masih ada siswa yang belum terlibat aktif dalam kegiatan praktikum. Keterlaksanaan aktivitas guru tertinggi pada langkah selecting informations, hal ini disebabkan karena guru dapat membuat siswa mengerti apa yang harus dikerjakannya dengan memberi penjelasan dan arahan untuk mengisi sejumlah pertanyaan yang
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 28
disediakan dan mencari jawaban yang tepat dari berbagai sumber, sehingga siswa terlihat antusias dalam mengerjakan tugas. Keterlaksanaan aktivitas siswa terendah pada langkah aplications, disebabkan karena siswa kurang memperhatikan penjelasan dan arahan guru, sehingga masih ada siswa yang kurang memahami petunjuk praktikum yang ada dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Keterlaksanaan aktivitas siswa tertinggi pada langkah answers, siswa pada langkah ini dituntut untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang telah dibuatnya sendiri pada langkah questions sehingga mereka antusias dalam mencari jawaban dari pertanyaan yang dibuatnya sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Edward (2012: 13) yang menyatakan model CBL merupakan suatu model yang dapat mengubah peran baik siswa maupun guru dimana siswa secara aktif terlibat dan berperan utama dalam pembelajaran sedangkan guru memfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan secara mandiri. Kelebihan dari model CBL yaitu membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan proses sains, melalui questions siswa mengajukan pertanyaan, sehingga mereka akan mengeluarkan apa yang ada dalam benaknya untuk dituliskan menjadi pertanyaan. Melalui answers siswa akan meningkatkan keterampilan proses sains memprediksi dengan cara memprediksi jawaban dari pertanyaan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya. Melalui selecting informations siswa akan meningkatkan keterampilan proses sains mengkomunikasikan karena pada langkah ini siswa bekerja sama untuk mencari jawaban dari berbagai pertanyaan yang telah dibuat sehingga mereka berkomunikasi untuk menentukan jawabannya. Melalui applications siswa akan meningkatkan keterampilan proses sains merencanakan percobaan melalui kegiatan praktikum. Selain itu, model ini juga dapat membantu meningkatkan pengetahuan tentang aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan membaca wacana pada langkah quetions. Hal ini selaras dengan pendapat Trimmer (2013: 3-6) yang menyatakan bahwa model CBL dapat membantu siswa menghubungkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari dengan sebuah konsep, meningkatkan keterampilan proses sains, dapat membantu siswa kreatif dalam membentuk sebuah konsep secara mandiri, membantu siswa meningkatkan kesadaran bekerja secara kelompok untuk memecahkan masalah, membantu siswa meningkatkan kepercayaan diri ketika berdiskusi menyampaikan idenya dalam kerja kelompok dan dapat membantu siswa dalam membangun kemampuan dan kreativitas. Salah satu kendala yang dialami ketika menerapkan model CBL ini adalah masalah waktu yang belum dapat dialokasikan dengan baik. Sebaiknya, sebelum memulai pembelajaran lebih baik diberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa mengenai langkah-langkah model CBL. Dengan demikian siswa tidak banyak bertanya tentang apa yang akan dilakukannya selama pembelajaran. Hal ini yang akan membuat waktu yang sudah dialokasikan sebelumnya menjadi tidak sesuai dengan semestinya. Selain itu, kendala lain yang dialami yaitu sarana yang kurang memadai, karena di perpustakaan buku sumber yang dibutuhkan masih kurang. Sejalan dengan pendapat Putter-Smith (2013: 8) yang menyatakan bahwa tidak semua sekolah mungkin memiliki kesempatan untuk memenuhi persyaratan dan tuntutan untuk menerapkan model CBL, mengingat keterbatasan yang dimiliki setiap sekolah. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan hasil analisis data skor rata-rata N-gain keterampilan proses sains siswa termasuk kategori sedang. Dari sepuluh indikator keterampilan proses sains, indikator menafsirkan memperoleh N-Gain tertinggi termasuk ke dalam interpretasi tinggi. Hal ini disebabkan karena selama pembelajaran, siswa dilatihkan untuk menafsirkan data hasil pengamatan untuk dibuat analisis dan simpulan. Sedangkan untuk indikator mengkomunikasikan memperoleh N-Gain terendah termasuk ke dalam interpretasi rendah. Hal ini disebabkan karena siswa kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat, masih harus dipaksa oleh guru dalam berdiskusi dan mempresentasikan hasil praktikum. Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan Seery (2014: 1) bahwa penerapan model CBL dapat dijadikan solusi untuk mengembangkan pembelajaran agar lebih bermakna, karena CBL dimulai dari konteks dunia nyata dan memotivasi siswa untuk menggunakan pengetahuan awalnya, kemudian siswa belajar secara kelompok untuk mempelajari konsep secara mandiri. Dari ketiga sub konsep materi keseimbangan benda tegar, sub konsep jenis-jenis keseimbangan mendapatkan N-Gain tertinggi termasuk ke dalam interpretasi tinggi. Hal tersebut disebabkan karena e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 29
jenis-jenis keseimbangan mudah dipahami dan banyak ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk sub konsep keseimbangan benda tegar memperoleh N-Gain terendah termasuk ke dalam interpretasi sedang. Hal ini disebabkan konsep keseimbangan benda tegar memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan jumlah soal yang lebih banyak dibanding konsep lainnya serta memerlukan perumusan matematis dalam penyelesaiannya. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa penerapan model CBL secara signifikan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Kelebihan model CBL dalam meningkatkan keterampilan proses sains yaitu dalam pembelajarannya lebih berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator, karena siswa yang lebih aktif dalam kegiatan belajar membangun konsep secara mandiri, menghubungkan konsep dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta bekerja sama dengan temannya untuk melakukan kegiatan praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat Tural (2013: 2) yang menyatakan bahwa model CBL terjadi hanya ketika siswa memproses informasi baru atau pengetahuan sedemikian rupa sehingga mereka dapat mengerti untuk membangun pengetahuannya sendiri (pemikiran mereka sendiri, pengalaman, dan respon). Model ini mengasumsikan pikiran secara alami, mencari makna dalam sebuah konteks yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya dengan mencari hubungan yang rasional dan terlihat manfaatnya. Tawil dan Liliasari (2014: 11) menyatakan proses belajar mengajar dengan melibatkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses sangat berperan dalam pengembangan konsep-konsep ilmiah. Sejalan dengan pernyataan Rustaman et al. (2004) yang menyatakan pendekatan keterampilan proses sains merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada proses IPA. Hal ini diperkuat pernyataan Carey et al. dalam Hancer dan Yilmaz (2007) yang menyatakan bahwa keterampilan proses sains membantu membangun pengetahuan siswa.
PENUTUP Hasil penelitian selama tiga kali pertemuan menerapkan model CBL pada materi keseimbangan benda tegar menunjukkan rata-rata keterlaksanaan aktivitas guru berkategori baik dengan persentase 87,00% dan rata-rata keterlaksanaan aktivitas siswa berkategori baik dengan persentase 85,22%. Terdapat peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi keseimbangan benda tegar setelah diterapkan model CBL dimana diperoleh rata-rata nilai N-Gain sebesar 0,58 termasuk ke dalam interpretasi sedang. Indikator keterampilan proses sains mengkomunikasikan memperoleh NGain terendah (0,06) dan N-Gain tertinggi (0,73) pada indikator menafsirkan.
UCAPAN TERIMA KASIH 1. Terima kasih kepada Kepala Sekolah dan Guru Fisika di MAN Cisewu yang telah memberi izin sebagai tempat penelitian dan membantu selama penelitian. 2. Terima kasih kepada Ketua Prodi Pendidikan Fisika UIN Sunan Guning Djati Bandung yang telah membatu selama penelitian.
REFERENSI Arroio, Agnaldo 2010, Context based learning: a role for cinema in science education (online). Tersedia:http://www.academia.edu/1598010/Context_based_learning_A_role_for_cinema_in_sci ence_education, Diunduh Kamis 11 Desember pukul 21.36 WIB. Cheng, KK, et al 2004, Using online homework system enhances students learning of physics concepts in an introductory physics course, American Journal of Physics, vol. 72, no. 11, pp. 1447-1453. Edward Rose, David 2012, Context Based Learning http://www.springerlink.com/content/x25677874688873p/fulltext.html. Desember 2014 pukul 21.30 WIB.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
(online), Tersedia: Diunduh Kamis 18
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 30
Fraenkel, JR & Wallen, NE 2007, How to design and evaluate research in education, 6th edn, McGraw-Hill Book Co, New York. Hancer & Yilmaz 2007, The effects of characteristics of adolescence on the science process skills of the child, Journal of Applied Science, vol. 7, no. 23. Ilka, Parchmann & Luecken, Markus 2010, Context-based learning for students and teachers: professional development by participating in school innovation projects (online), Tersedia: https://www.sciencelearningcentres.org.uk/media/filer_public/7f/92/7f92688a-47f0-458f-a2b9649549f90db4/nslc_uyseg_seminar_parchmann. Diunduh Selasa 16 Desember 2014 pukul 16.47 WIB. King, Donna T 2012, New perspectives on context-based chemistry education: using a dialectical sociocultural approach to view teaching and learning, Studies in Science Education, 48(1), pp. 5187 (online), Tersedia: http://eprints.qut.edu.au/48956/. Diunduh Selasa 16 Desember 2014 pukul 16.30 WIB. Muthi, Fithriyani 2014, ‘Penerapan model pembelajaran Context Based Learning (CBL) untuk mengembangkan keterampilan proses siswa pada materi garam terhidrolisis’ Skripsi, Pendidikan Kimia UIN SGD Bandung, Tidak diterbitkan. Putter, D., Smits. L.G.A., et al 2013, Mapping context-based learning environments: the contruction of an instrument (online), Tersedia: http://link.springer.com/article/10.1007/s10984-013-9143 9/fulltext.html, Diunduh Jum’at 12 Desember 2014 Pukul 20.15 WIB. Rustaman, et al 2004, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA UPI, Bandung. Sagala, Syaiful 2009, Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta, Bandung. Seery, Michael 2014, Context Based Learning http://www.rsc.org/blogs/eic/2014/07/context-based-learning-icce2014. Desember 2014 pukul 20.12 WIB.
(online). Diunduh
Tersedia: Senin 8
Semiawan, C 1987, Pendekatan Keterampilan Proses, Gramedia, Jakarta. Tawil dan Liliasari 2014, Keterampilan-keterampilan Sains dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA, Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, Makassar. Trimmer W et al 2013, Seeing the bigger picture through context based learning (online). Tersedia: http://akoaotearoa.ac.nz/download/file. Diunduh Rabu 17 Desember 2014 pukul 20.30 WIB. Tural, Guner 2013, The Functioning of context-based physics instruction in higher education. Department of Secondary Science and Mathematics Education, Ondokuz Mayıs University (online). Tersedia: http://www.ied.edu.hk/apfslt/download/v14_issue1_files/tural. Diunduh Rabu 17 Desember 2014 pukul 20.10 WIB. Wiana, Gina 2014, ‘Penerapan model pembelajaran Context Based Learning untuk mengembangkan keterampilan generik sains siswa pada materi koloid’ Skripsi, Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tidak diterbitkan.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 31
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02105
Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Rekayasa Diploma 4 Politeknik Negeri Bandung melalui Percobaan Momen Inersia Nani Yuningsiha), Sri Suratmib) Unit Pelayanan Mata Kuliah Umum, Politeknik Negeri Bandung Email: a)[email protected], b)[email protected]
Abstract Politeknik Negeri Bandung is one of the colleges that provides vocational education in science and technology emphasizing on its application capabilities. The applicability of education can be achieved either with critical thinking skills. The instruments of assessment through experiment of Moment of Inertia by using indicators capabilities through 4 levels of thinking, i.e.knowledge, comprehension, application, and analysis have been made to measure students' critical thinking skills. Assessment was conducted on student worksheets, i.e.the preliminary project, experiments, data processing, and reporting/journal writing. The questionnaires were used to assess the students' perceptions on Moment of Inertia module. It has been tested for validity and reliability. The entire statements have a validity coefficient greater than 0.3 rcritical, so all items statement can be used as a measuring tool in this research. While the value of reliability statement on that questionnaire is greater than 0.6. These results show that all statements on the questionnaire are reliable to measure the variables. The assessment results shows critical thinking skills of students with an average level of knowledge is 84%, comprehensive is 84%, application is 98%, and for the analysis is 68%. In this study, the Diploma 4 students have a good knowledge, good comprehension, have a high education applicapability and also good at analytical thinking. Keywords: critical thinking, moment of inertia, student worksheets Abstrak Politeknik Negeri Bandung adalah salah satu perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengutamakan kemampuan penerapannya. Kemampuan penerapan dapat dicapai salah satunya dengan kemampuan berpikir kritis. Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis mahasiswa, telah dibuat instrumen penilaian melalui percobaan Momen Inersia dengan menggunakan indikator kemampuan melalui 4 tingkatan berpikir yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehensive), aplikasi (application), dan analisis (analysis). Penilaian dilakukan terhadap penilaian lembar kerja siswa (LKS) berupa tugas pendahuluan, pelaksanaan praktikum, pengolahan data, dan pembuatan laporan/jurnal praktikum. Untuk menilai persepsi mahasiswa terhadap percobaan Momen Inersia digunakan kuisioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Seluruh item pernyataan memiliki koefisien validitas yang lebih besar dari r-kritis 0,3, sehingga item-item tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian dan nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuesioner yang diteliti lebih besar dari 0,6. Hasil ini menunjukkan bahwa butir-butir pernyataan pada kuesioner andal untuk mengukur variabelnya. Hasil penilaian menunjukkan kemampuan berpikir kritis e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 32
mahasiswa dengan rata-rata tingkat pengetahuan 84%, pemahaman 84%, aplikasi 98%, dan analisa 68%. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa Diploma 4 memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik, dan memiliki kemampuan aplikasi yang tinggi serta daya analisis yang baik. Kata-kata kunci: berpikir kritis, momen inersia, LKS
PENDAHULUAN Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks dengan menggunakan kemampuan berpikir berupa penalaran yang logis dan dapat diukur melalui tes objektif. Model pembelajaran ini mempunyai beberapa tahap pembelajaran. Tahap satu menyediakan area investigasi, yaitu mahasiswa dihadapkan kepada masalah. Tahap kedua mengumpulkan data untuk verifikasi. Tahap ketiga mengumpulkan data melalui kegiatan eksperimen. Tahap keempat merumuskan hasil eksperimen, dan tahap kelima adalah tahap terakhir yaitu melakukan analisis (Rubini 2008). Keterampilan berpikir kritis dapat diperoleh dari metode pembelajaran dengan kegiatan praktikum. Dimana selama kegiatan praktikum berlangsung mahasiswa dilatih untuk melakukan observasi, pertimbangan, identifikasi, dan menyimpulkan masalah yang dihadapi (Rubini 2008; Kurniati 2001). Untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada generasi muda, seorang guru perlu menguasai keterampilan berpikir kritis untuk ditularkan kepada siswanya (Liliasari 2000). Model ini telah dikembangkan pada pembelajaran pendekatan keterampilan proses sains untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa (Kurniati 2001). Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis dalam Costa 1985 bahwa keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir kompleks dengan menggunakan kemampuan berpikir berupa penalaran yang logis dan dapat diukur melalui tes objektif. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi lima kelompok yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementery clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), membuat inferensi (inference), membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), dan mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics) (Rubini 2008). Ciri-ciri seseorang mempunyai kemampuan berpikir kritis apabila seseorang dapat mengenal masalah dan menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan, menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, dan menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas (Fisher 2009). Indikator keterampilan berpikir kritis dari ciri-ciri kemampuan berpikir kritis tersebut dapat diukur ketercapaiannya salah satunya melalui pembelajaran praktikum. Dari aspek proses belajar, melalui pengalaman melakukan praktikum/percobaan fisika, mahasiswa di didik untuk belajar mengambil kesimpulan dengan berbasis data dan analisis kritis, berpikir rasional, kritis dan mengambil keputusan berdasarkan data yang valid. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa juga dapat diukur dengan instrumen penilaian terhadap setiap mahasiswa dengan menggunakan indikator kemampuan melalui 4 tingkatan berpikir yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehensive), aplikasi (application), dan analisis (analysis) (Bloom 1964). Salah satu matakuliah dasar yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa Politeknik Negeri Bandung adalah praktikum Fisika Terapan. Pokok bahasan matakuliah Fisika Terapan yang banyak diperlukan untuk menunjang matakuliah jurusan adalah pokok bahasan Dinamika Gerak Rotasi. Pemahaman konsep tentang materi pokok bahasan gerak rotasi dengan pembelajaran dilengkapi praktikum model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada mahasiswa dibandingkan dengan metode konvensional (Suratmi 2010). Salah satu percobaan yang memadai untuk memfasilitasi materi gerak rotasi benda tegar adalah “Modul Momen Inersia Benda Tegar”.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 33
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Instrumen penelitian terdiri atas alat untuk menentukan momen inersia, modul pembelajaran momen inersia, lembar kerja siswa (lembar kerja/job sheet), soal tes terdiri atas soal tugas pendahuluan dan soal pertanyaan akhir, lembar observasi, dan kuisioner. Tingkat signifikan hasil pembelajaran praktikum terhadap peningkatan berpikir kritis mahasiswa dilakukan analisis dengan metoda eksperimen, sampel diambil 180 mahasiswa dari 6 program studi Diploma 4 yang mengontrak matakuliah Fisika Terapan pada semester Ganjil 2015/2016. Pengolahan data bersifat kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil simpulan kuisioner, dan pengamatan keterampilan mahasiswa. Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis mahasiswa, dibuat instrumen penilaian terhadap setiap mahasiswa dengan menggunakan indikator kemampuan melalui 4 tingkatan berpikir yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehensive), aplikasi (application), dan analisis (analysis). Penilaian dilakukan terhadap penilaian tugas pendahuluan, pelaksanaan praktikum, pengolahan data, dan pembuatan laporan/jurnal praktikum. Indikator-indikator yang digunakan dapat dilihat pada TABEL 1. TABEL 1. Indikator Berpikir Kritis (Bloom 1964) Tingkatan
Indikator
Pengetahuan (Knowledge)
Menyebutkan Mendefinisikan Menggambarkan Memeriksa
Pemahaman (Comprehensive)
Membandingkan Membedakan Menjelaskan Memprediksi Menginterpretasikan
Aplikasi (Application)
Menghitung Melakukan Mengembangkan
Analisis (Analysis)
Menyusun Membandingkan Menganalisis Mengilustrasikan
Berdasarkan indikator-indikator tersebut telah disusun evaluasi mahasiswa meliputi penilaian terhadap tugas pendahuluan, pengambilan data, pengolahan data, penyusunan kesimpulan, dan penulisan daftar pustaka dengan pembobotan sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure) yang berlaku di Laboratorium Fisika Terapan Polban.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Tingkat Pengetahuan (Knowledge) Penilaian tingkat pengetahuan dilakukan terhadap tugas pendahuluan termasuk didalamnya adalah penulisan daftar pustaka. Tugas pendahuluan ini merupakan bagian yang sangat penting sebagai persiapan untuk memulai percobaan. Dengan mengerjakan tugas pendahuluan, mahasiswa dituntut untuk mencari informasi (teori) yang mendukung percobaan yang akan dilakukan di laboratorium dan mengacu pada daftar pustaka. Hasil penilaian terhadap mahasiswa untuk tingkat pengetahuan dapat dilihat pada GAMBAR 1.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 34
GAMBAR 1. Kemampuan berpikir kritis tingkat pengetahuan (knowledge)
Sebanyak 85% mahasiswa mampu menyebutkan penyebab gerak rotasi, 97% mampu menyebutkan definisi momen inersia sebagai sifat kelembaman gerak rotasi, 56% mampu menggambarkan momen gaya dari suatu gaya yang bekerja, 94% mampu memeriksa keberlakuan dalil Steiner, dan 85% mampu menyebutkan referensi yang digunakan. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang pokok bahasan Gerak Rotasi, subpokok bahasan Momen Inersia. Pengukuran Tingkat Pemahaman (Comprehensive) Penilaian tingkat pemahaman dilakukan terhadap tugas pendahuluan, pengambilan data, pengolahan data, dan pembuatan laporan/jurnal. Mahasiswa yang mampu membandingkan momen inersia berbagai bentuk benda sebanyak 90%, 94% mampu menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap momen inersia, namun hanya 51% yang mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian antara hasil percobaan dengan teori. Seluruh mahasiswa mampu memprediksi penambahan perioda akibat perubahan letak sumbu putar. Hasil penilaian terhadap mahasiswa untuk tingkat pemahaman dapat dilihat pada GAMBAR 2.
GAMBAR 2. Kemampuan berpikir kritis tingkat pemahaman (comprehensive)
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 35
Pengukuran Tingkat Aplikasi (Application) Penilaian tingkat aplikasi dilakukan saat pengambilan data dan pengolahan data. Seluruh mahasiswa mampu melaksanakan percobaan dengan benar dan menghitung momen inersia secara teori. Namun hanya 97% yang mampu menghitung momen inersia secara percobaan. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa memiliki kemampuan tingkat aplikasi yang tinggi. Hasil penilaian terhadap mahasiswa untuk tingkat aplikasi dapat dilihat pada GAMBAR 3.
GAMBAR 3. Kemampuan berpikir kritis tingkat aplikasi (application)
Pengukuran Tingkat Analisis (Analysis) Penilaian tingkat analisa dilakukan saat pengolahan data dan penyusunan laporan/jurnal. Seluruh mahasiswa mampu membandingkan momen inersia yang dihitung secara teori dan secara percobaan. Namun hanya 38% mahasiswa yang mampu menganalisis perbedaan antara momen inersia yang dihitung secara teori dan secara percobaan. Begitu juga dalam membuat kesimpulan, hanya 35% yang mampu membuat kesimpulan secara benar. Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa masih memiliki tingkat analisa yang cukup baik. Hasil penilaian terhadap mahasiswa untuk tingkat pengetahuan dapat dilihat pada GAMBAR 4.
GAMBAR 4. Kemampuan berpikir kritis tingkat analisis (analysis)
Dari angket penilaian mahasiswa terhadap model pembelajaran Momen Inersia secara percobaan diperoleh hasil bahwa dengan pembelajaran praktikum, pemahaman tentang momen gaya sebagai penyebab gerak rotasi menjadi mudah dipahami. Begitu juga pemahaman tentang peranan momen inersia terhadap gerak rotasi menjadi lebih mudah dipahami. Uji validitas dilakukan untuk menguji kesahihan setiap item pernyataan dalam mengukur variabelnya. Teknik korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir pernyataan dalam penelitian ini adalah Pearson Product Moment. Apabila nilai koefisien korelasi butir item pernyataan e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 36
yang sedang diuji lebih besar dari r-kritis sebesar 0,3, dapat disimpulkan bahwa item pernyataan tersebut merupakan konstruksi (construct) yang valid. Dari hasil pengolahan kuisioner diperoleh bahwa seluruh item pernyataan memiliki koefisien validitas yang lebih besar dari r-kritis 0,3, sehingga item-item tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara menguji coba instrument sekali saja, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Kuesioner dikatakan andal apabila koefisien reliabilitas bernilai positif dan lebih besar dari pada 0,6. Adapun hasil dari uji reliabilitas dapat dilihat pada TABEL 2. TABEL 2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian Variabel
Indeks Reliabilitas
Nilai Kritis
Keterangan
Variabel x
0.752
0.6
Reliabel
Nilai reliabilitas butir pernyataan pada kuesioner variabel yang sedang diteliti lebih besar dari 0,6. Hasil ini menunjukkan bahwa butir-butir peryataan pada kuesioner andal untuk mengukur variabelnya.
SIMPULAN Pembelajaran momen inersia melalui percobaan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Dari hasil penilaian bahwa dengan percobaan momen inersia dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dengan rata-rata tingkat pengetahuan 84%, rata-rata tingkat pemahaman 84%, rata-rata tingkat aplikasi 98%, dan rata-rata tingkat analisis 68%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan modul percobaan Momen Inersia ini, mahasiswa diploma 4 memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik, dan memiliki kemampuan aplikasi yang tinggi serta daya analisa yang baik.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Politeknik Negeri Bandung melalui Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (UPPM) Polban yang telah mendanai penelitian ini dan kepada rekan-rekan pengajar Fisika Terapan Polban yang telah turut berkonstribusi dalam penelitian ini.
REFERENSI Bloom, B 1964, ‘Taxonomy of Educational: Cognitive and Affective Domains’. David Mc.Kay Company, New York. Fisher, A 2009, ‘Berpikir Kritis. Sebuah Pengantar’, Erlangga, p 7. Kurniati, T 2001, ‘Pembelajaran Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa’, Tesis PPS, UPI. Liliasari 2000, ‘Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA’, Proceeding Nasional Science Education Seminar, JICA-IMSTEP. State University of Malang, p 135-141. Rubini, B 2008, ‘Model Pembelajaran Ilmu Alamiah Dasar Untuk Meningkatkan Pemahaman Kemampuan Berpikir Kritis Serta Menanamkan Sikap Ilmiah Mahasiswa Non-IPA’, Tesis PPS, UPI. Suratmi, S 2010, ‘Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pokok Bahasan Gerak Rotasi dapat Meningkatkan Berpikir Kritis pada Mahasiswa’, Jurnal Sigma-Mu Vol. 2, No.1.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 37
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02106
Konstruksi dan Profil Problem Solving Skill Siswa SMP dalam Materi Pesawat Sederhana Asep Sutiadi1,a), Hedya Nurwijayaningsih2,b) 1
Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, Jalan Dr. Setiabudhi No 229, Kota Bandung 40154. SMPN 1 Kabupaten Sukabumi, Jalan Sundajaya Girang, Kecamatan Sukabumi, Sukabumi 43151.
2
Email: a)[email protected], b)[email protected]
Abstract A set of test instrument about Problem Solving Skill has been created in essay form in concept of simple tool for junior high school. The research objective is to construct a test Problem Solving Skill and obtain information relating application results. The research method used is descriptive research. Data gathered from the results of the test and research notes. Test of validity using professional judgment and statistical validity. Reliability testing using Cronbach Alpha. The results of the study informed that the construction of the validity of the tests qualify as much as 71%, which is higher (25%), sufficient (33%), and low (13%). Reliability of the instrument has enough categories (0.431). Profile of Problem Solving Skill measured identify the problem (79.17%), define and represent the problem (62.01%), explore possible strategies (69.61%), act on the strategies (58.33%), and look back and Evaluate the effect of our activities (51.47%). The conclusions are construction of test instrument still needs improvement, especially about the aspects of Problem Solving Skill. The ability of students in terms of identifying the problem better than the performance capability by evaluating problems. Keywords: Problem Solving Skill, Concept of Simple Tool. Abstrak Telah dibuat satu set instrumen tes Problem Solving Skill bentuk uraian dalam materi pesawat sederhana untuk level SMP. Tujuan penelitian adalah mengontruksi rancangan tes Problem Solving Skill dan memperoleh informasi hasil-hasil penerapannya. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dari hasil tes dan catatan penelitian. Pengujian validitas menggunakan professional judgement dan validitas statistik. Pengujian reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha. Hasil penelitian menginformasikan bahwa konstruksi tes yang memenuhi syarat validitas sebanyak 71%, yaitu tinggi (25%), cukup (33%), dan rendah (13%). Reliabilitas berkatagori cukup (0,431). Profil Problem Solving Skill yang terukur adalah identify the problem (79,17%), define and represent the problem (62,01%), explore possible strategies (69,61%), act on the strategies (58,33%), dan look back and evaluate the effect of our activities (51,47%). Kesimpulan yang diperoleh, yaitu pertama konstruksi instrumen tes masih perlu perbaikan terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek yang ada pada Problem Solving Skill. Kedua, kemampuan siswa dalam hal mengidentifikasi masalah lebih baik daripada capaian kemampuan cara mengevaluasi masalah yang muncul. Kata-kata kunci: Problem Solving Skill, Materi Pesawat Sederhana.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 38
PENDAHULUAN Salah satu kompetensi yang diamanatkan oleh kurikulum 2013 adalah membekali siswa untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah (Kemdikbud RI, 2013) melalui serangkaian proses pembelajaran dan proses evaluasi. Kondisi ini sejalan dengan tuntutan perkembangan temporer dimana siswa harus mampu mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti problem solving. Kompetensi keterampilan yang dimaksud adalah Problem Solving Skill (PSS) yang pengukurannya dapat menggunakan Problem Solving Assessment (PEG, 2010). Fakta tersebut seharusnya memotivasi para guru untuk merencanakan kegiatan penilaian pembelajaran yang memperhatikan aspek-aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi sesuai ruh Partnership of 21st Century Skills (Basuki dan Hariyanto, 2014). Kenyataan di lapangan situasinya berbeda, dimana para guru cenderung lebih memperhatikan tugas pokok kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran daripada kegiatan evaluasi (Sutiadi, 2013). Oleh karena itu, untuk memfasilitasi dan mengembangkan PSS harus diupayakan melalui perbaikan proses pembelajaran dan kegiatan asesmen yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Pada dasarnya, PSS merupakan tujuan utama dalam pendidikan (Dahar, 1989). Dalam hal ini PSS merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa, khususnya dalam pembelajaran fisika. Materi pesawat sederhana berkaitan erat dengan pengembangan alat yang digunakan untuk membantu manusia meringankan pekerjaan. Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka PSS penting dimiliki oleh siswa agar memiliki kemampuan memecahkan masalah sehari-hari dengan bantuan pesawat sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengontruksi rancangan PSS dalam materi pesawat sederhana pada level SMP dan memperoleh informasi terkait hasil-hasil penerapannya pada siswa. Implikasi yang diharapkan adalah memotivasi para guru dalam membuat beragam asesmen alternatif untuk kepentingan perbaikan pembelajaran. Sekaligus memberikan pemahaman bahwa tugas pokok guru selain merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, juga merancang dan melaksanakan proses evaluasi pembelajaran dengan baik dan benar. Tahapan problem solving (Mettes and Pilot) dalam sains dan teknologi meliputi (i) menganalisis masalah, (ii) merencanakan penyelesaian masalah, (iii) melakukan penyelesaian masalah, dan (iv) mengevaluasi solusi atau jawaban. Oleh karena itu, ada beberapa strategi yang dilakukan terkait pengukuran PSS (Nitkho and Brookhart, 2011), yaitu: (1) identify and recognizing the problems, (2) defining and representing the problem, (3) exploring possible solution strategies, dan (4) acting and looking back on problem-solution strategies. Tahapan dan proses pengukuran PSS tersebut menjadi acuan dalam penelitian ini.
METODE PENELITIAN Instrumen tes PSS yang disusun dan dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada langkahlangkah penyusunan dan pengembangan instrumen yang terdiri dari 15 tahapan (Djaali dan Muljono, 2007). Berdasarkan langkah tersebut dihasilkan sebanyak 24 butir soal bentuk uraian. Ke-24 butir tersebut tersebar ke dalam tahapan PSS seperti pada TABEL 1. TABEL 1. Distribusi soal tahapan PSS
No 1 2 3 4 5
Tahapan PSS Identify the problem Define and represent the problem Explore possible strategies Act on the strategis Lookback and evaluate the effect of our activities
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Jumlah 4 4 8 4 4
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 39
Kompetensi Dasar (KD) yang dijadikan acuan adalah (i) KD 3.5 mendeskripsikan kegunaan pesawat sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan hubungannya dengan kerja otot pada struktur rangka manusia; dan (ii) KD 4.5 melakukan penyelidikan tentang keuntungan mekanik pada pesawat sederhana. Penyusunan butir soal uraian dipandu dengan kisi-kisi keterampilan Problem Solving. Penilaian hasil digunakan pedoman penskoran yang mengacu pada tahapan PSS, dengan rentang 1 – 3. Sedangkan cakupan konsep yang diujikan meliputi bidang miring, katrol, dan tuas. Uji validitas dilakukan sebanyak duakali, yaitu validitas sebelum alat ukur diujicobakan dan setelah diujicobakan. Validitas sebelum diujicobakan, yaitu validitas isi oleh ahli (judgement ahli) dan validitas setelah diujicobakan, menggunakan validitas konstruksi (empiris)8. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dari hasil tes dan catatan penelitian. Validitas isi berkaitan dengan pengecekan kecocokan antara butir tes dengan indikator, materi dan atau tujuan yang telah ditetapkan. Validitas empiris menggunakan uji statistik berupa teknik korelasi Pearson Product Moment. Teknik untuk menentukan reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode Cronbach Alpha. Hasil penelitian diolah menggunakan persentase. Butir soal uraian yang sudah jadi diterapkan kepada satu kelas siswa SMP Negeri di Kota Bandung, sebanyak 34 orang, yang telah mempelajari materi pesawat sederhana.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Soal PSS Konstruksi soal PSS yang dikembangkan dalam penelitian ini diuji oleh para ahli sebagai tahapan uji validitas isi. Hasil validasi berupa saran dan koreksi terkait ketidaksesuaian indikator dengan butir soal uraian yang diajukan, penggunaan bahasa, perbaikan kalimat tanya, konten soal, dan kesadaran skala dalam kehidupan sehari-hari. Hasil uji validitas empirik menunjukkan hanya 71% soal yang memenuhi syarat validitas. Sebanyak 29% berkatagori sangat rendah. Namun demikian, untuk kepentingan pengambilan data, ke-24 soal digunakan dalam penelitian. Hasil-hasil pengujian dengan validitas empirik, yaitu 29% berkatagori tinggi, 33% berkatagori cukup, 13% berkatagori rendah, dan 29% berkatagori sangat rendah. Pertimbangan yang digunakan terkait penggunaan seluruh butir soal adalah asumsi bahwa setiap butir soal yang dibuat masing-masing mempunyai dukungan terhadap skor total, sehingga diperkirakan setiap butir soal dapat mengukur apa yang hendak diukur. Hasil uji reliabilitas dengan Cronbach Alpha dihasilkan angka 0,431. Berdasarkan kriteria reliabilitas angka tersebut dikatagorikan cukup. Secara keseluruhan butir soal dinyatakan reliabel sebagai perangkat tes PSS. Pengertian hasil katagori cukup diinterpretasikan bahwa siswa belum mengenal secara baik jenis dan bentuk soal PSS yang diberikan. Dengan kata lain, siswa belum terbiasa mengerjakan soal uraian yang berorientasi PSS. TABEL 2 menampilkan salah satu contoh bentuk soal uraian PSS yang digunakan dalam penelitian. Jumlah total soal uraian yang dihasilkan ada 4 nomor. Distribusi aspek yang diukur menyesuaikan dengan tahapan PSS seperti ditampilkan pada TABEL 1. Jawaban siswa dibandingkan dengan kisi-kisi jawaban yang telah dibuat dan diskor dengan teknik rentang skor.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 40
TABEL 2. Contoh rancangan soal PSS
Indikator Pembelajaran
Tahapan Problem Solving
Indikator Soal
Soal dan Jawaban
Asep akan mengantarkan drum yang berisi minyak goreng untuk disebarkan ke tiap ruko di pasar menggunakan truk. Drum berdiameter 50 cm, tinggi 80 cm, dan berisi 200 liter minyak goreng. Bagian gerobak truk tingginya 0,6 m dari permukaan tanah. Saat sampai di sebuah ruko, Mengidentifikasi Asep kesulitan menurunkan drum dari atas truk. Identify the masalah yang Petunjuk: Di dalam truk tersedia papan kuat yang problem sedang dihadapi panjangnya 1,2 m, sebuah katrol, dan tali kuat Memecahkan sepanjang 5 m. masalah yang a. Apakah masalah yang sedang dihadapi oleh berhubungan Asep? dengan pesawat Jawaban: sederhana Kata kunci: kesulitan menurunkan drum dari atas truk b. Apakah masalah yang sedang dihadapi Asep? Menentukan Define and Jawaban: penyebab represent the Kata Kunci: Drum besar dan berat, dilihat masalah yang problem dari ukuran dan isinya. Ketinggian truk, dihadapi menyulitkan mengangkat beban berat secara langsung. Menyebutkan c. Tuliskan dua kemungkinan solusi masalah jika jenis pesawat Menyebutkan Anda jadi Asep! Explore sederhana yang alternatif Jawaban: possible terdapat dalam pemecahan Kata Kunci: 1. Mencari bantuan; 2. strategies kehidupan seharimasalah Menggunakan papan sebagai bidang miring; 3. hari. Menggunakan katrol dan tali. d. Manakah solusi terbaik, aman, dan mudah dari beberapa solusi yang Anda sebutkan di poin Menjelaskan c? (Petunjuk: Perhatikan keuntungan Menyelidiki Explore solusi pemecahan mekanis) keuntungan possible masalah Jawaban: mekanis dari strategies menggunakan Kata Kunci: Menggunakan papan sebagai bidang bidang miring bidang miring miring. Keuntungan mekanisnya kali lipat. e. Jelaskan langkah pemecahan yang Anda pilih! Menjelaskan Menjelaskan Jawaban: prinsip kerja langkah Kata Kunci: (i) Mengambil papan (1,2 m); (ii) pesawat Act on the pemecahan Meletakkan papan secara miring dari belakang sederhana dalam strategies masalah truk sampai permukaan tanah; dan (iii) kehidupan seharimenggunakan Memegang sambil mendorong drum berisi minyak hari bidang miring goreng melewati papan bidang miring sampai permukaan tanah f. Jelaskan kelebihan dan kekurangan solusi yang Anda berikan! Menjelaskan Menjelaskan Look back Jawaban: kegunaan pesawat kelebihan dan and evaluate Kata Kunci: Kelebihan: mempunyai keuntungan sederhana dalam kekurangan the effects of mekanis 2, sehingga lebih mudah memindahkan kehidupan seharipenggunaan our activities drum karena gaya yang dikeluarkan lebih kecil. hari bidang miring Kekurangan: kekuatan papan bidang miring menahan beban
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 41
Profil Hasil Tes PSS Hasil tes siswa SMP yang diuji dengan instrumen PSS ditampilkan pada TABEL 3. Hasil tes berupa pre-tes dan pos-tes. Tahapan PSS dikatagorikan ke dalam lima kelompok, yaitu Identify the problem, Define and represent the problem, Explore possible strategies, Act on the strategis, dan Lookback and evaluate the effect of our activities. TABEL 3. Profil hasil tes PSS siswa
No. 1. 2. 3 4 5
Tahapan PSS
Skor Maks Pre-Tes Pos-Tes
%
Identify the problem Define and represent the problem Explore possible strategies
12
4.37
9.23
79.17
12
2.46
7.23
62.01
24
3.94
16.23
69.61
Act on the strategis Lookback and evaluate the effect of our activities
12
0.74
6.80
58.33
12
0.69
6.00
51.47
Tahapan identify the problem adalah pengidentifikasian terhadap masalah yang perlu diselesaikan. Proses menemukan masalah adalah langkah awal pemecahan masalah. Pada tahapan ini terlihat persentase hasilnya cukup tinggi, mencapai 79.17% siswa yang mampu mengidentifikasi masalah. Persentase pada tahapan ini paling tinggi, hal ini dapat pula diartikan bahwa kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah-masalah fisis cukup bagus pada kasus ini. Tahapan berikutnya adalah define and represent the problem, yaitu mendefinisikan dan merumuskan masalah. Siswa diajak untuk mengetahui penyebab masalah yang terjadi, persentasenya mencapai 62.01%. Kondisi ini juga dapat diartikan bahwa siswa sudah mampu mendefinisikan dan merumuskan masalah-masalah fisis yang ditemukannya. Tahap ketiga explore possible strategies, yaitu siswa diminta untuk memberikan alternatifalternatif solusi yang mungkin dilakukan. Hasilnya 69.61% siswa sudah mampu menuliskan alternatif solusi untuk memecahkan masalah. Tahap keempat act on the strategis, yaitu melaksanakan strategi atau tahapan penyelesaian masalah. Hasilnya agak turun hanya 58.33%, dapat dikatakan siswa agak kurang baik menjalankan strategi pemecahan masalah. Hal ini juga dapat diartikan bahwa kemampuan aksi atau psikomotorik siswa untuk melakukan strategi pemecahan masalah masih perlu dilatihkan dengan baik, supaya tidak terkesan baik secara teori, tetapi kurang baik dalam sisi praktik. Tahapan terakhir adalah lookback and evaluate the effect of our activities, yaitu aspek dimana siswa seharusnya dapat mengevaluasi solusi pemecahan masalah yang dipilih terkait kekurangan dan kelebihannya. Terlihat persentasenya paling rendah, yaitu 51.47%. Ini berarti pada aspek terakhir siswa tergolong masih lemah dan perlu motivasi. Dalam struktur kognitif rancangan Bloom, kemampuan mengevaluasi memang berada pada jenjang yang lebih tinggi dari kemampuan memahami. Pada kasus penelitian ini, kemampuan siswa untuk menyadari dan memahami masalah sudah tinggi, namun terkait upaya strategis dan kemampuan mengevaluasi masalah masih tergolong kurang.
KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh, yaitu pertama konstruksi instrumen tes masih perlu perbaikan terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek yang ada pada Problem Solving Skill. Hal ini ditandai kualitas tes baru mencapai 71%. Kedua, kemampuan siswa dalam hal mengidentifikasi masalah lebih baik daripada capaian kemampuan cara mengevaluasi masalah yang muncul.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 42
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI sebagai penyandang dana penelitian dan kepada Bapak/Ibu Guru dan Siswa SMP yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
REFERENSI Basuki dan Hariyanto 2014, Asesmen Pembelajaran, Rosda Karya, Bandung. Dahar, R.W 1989, Teori-Teori Belajar, Penerbit Erlangga, Jakarta. Djaali dan Muljono P 2007, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Grasindo, Jakarta. Kemdikbud RI 2013, Kerangka Dasar Kurikulum 2013, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta. Mettes and Pilot 1981, Teaching and Learning Problem Solving in Science Part 1: Learning Problem Solving In A Thermodynamics Course, Journal of Chemical Education, vol 58, pp 51 – 55. Nitkho JA and Brookhart SM 2011, Educational Assessment for Students, Pearson, United States of America. PEG 2010, Pisa 2012 Field Trial Problem Solving Framework, OECD Publishing, Melbourne. Sutiadi, A 2013, Analisis Kemampuan Calon Guru Fisika dalam Membuat Instrumen Soal PG dan Esei, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Fisika 2013 (LPF 2013), IKIP PGRI Semarang, pp LPF1306-1 – LPF1306-9.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 43
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02107
Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning Tipe STAD untuk Melihat Perkembangan Metakognisi Siswa pada Materi Elastisitas Gesha Deliana Sucintaa), Hera Noviab), Selly Feraniec) Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung 40154. Email: a)[email protected], b)[email protected], c)[email protected]
Abstract This study aims to know the development of students' metacognition on the elasticity concept used metacognitive strategies in cooperative learning STAD-type. The instrument in this study used the Students Worksheets (LKS) was adopted metacognitive strategies, in this study called by the term Student Thought’s Journal (JPS) and students did it by several steps. First, students answered the JPS with their own knowledge, and then they searched many information used internet sources, so students would check and repair their answer and fixed with the information that they have been found, and the last step student involved in a group discussions to get many alternative solutions from their friends and students should consider the most appropriate solution to resolve the issue. In this study also used a questionnaire to determine the profile of students' metacognitive knowledge, control and awareness. This study was conducted on one of the upper secondary school (n = 31, grade 10). The results of this study indicated that the development of students' metacognition occurs significantly when the implementation of cooperative learning STAD-type and also at the last meeting, it was showed by the decrease in the number of students who answered inappropriately and didn’t accordance with the elasticity concept. And the result for students' metacognition knowledge, control and awareness were quite good. The analysis of these data indicated that by using metacognitive strategies in cooperative learning STAD-type can know the development of students' metacognition. Keywords: metacognition, metacognitive strategies, cooperative learning, elasticity. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan metakognisi siswa pada materi elastisitas dengan penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengadopsi strategi metakognisi dalam penelitian ini diberi istilah Jurnal Pemikiran Siswa (JPS) yang dikerjakan siswa melalui beberapa tahap. Pertama siswa menjawab JPS sesuai pengetahuannya, kemudian mencari berbagai informasi melalui sumber internet sehingga siswa akan memeriksa dan memperbaiki jawabannya agar sesuai dengan informasi yang telah diperolehnya dan terakhir siswa terlibat dalam diskusi kelompok sehingga diperoleh berbagai alternatif solusi jawaban dan siswa harus mempertimbangkan solusi jawaban yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan kuisioner untuk mengetahui profil metakognisi pengetahuan, kontrol dan kesadaran siswa. Penelitian ini e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 44
dilaksanakan pada salah satu sekolah menengah atas (n = 31, kelas 10). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan metakognisi siswa terjadi paling signifikan saat diterapkannya cooperative learning tipe STAD dan juga pada pertemuan terakhir yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah siswa yang menjawab tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep elastisitas. Adapun untuk metakognisi pengetahuan, kontrol dan kesadaran siswa hasilnya cukup baik. Hasil analisis dari data tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD ini dapat melihat perkembangan metakognisi siswa. Kata-kata kunci: metakognisi, strategi metakognisi, cooperative learning, elastisitas.
PENDAHULUAN Metakognisi merupakan sebuah konsep yang telah digunakan yang merujuk pada berbagai proses epistemologis. Pada dasarnya metakognisi berarti kognisi tentang kognisi; yaitu, mengacu pada dua urutan kognisi; pikiran tentang pikiran, pengetahuan tentang pengetahuan atau refleksi tentang tindakan (Papaleontiou dan Louca 2003). Secara umum metakognisi seringkali hanya didefinisikan sebagai "thinking about thinking" yaitu berfikir tentang proses berfikir, namun menurut Livingston, kenyataannya mendefinisikan metakognisi tidak sesederhana itu. Meskipun istilah tersebut telah menjadi bagian dari kosakata psikolog pendidikan untuk beberapa dekade terakhir ini, ada banyak perdebatan mengenai pengertian metakognisi. Salah satu alasan untuk kebingungan tersebut yaitu kenyataan bahwa ada beberapa hal yang saat ini digunakan untuk menggambarkan fenomena yang sama misalnya self-regulation atau meta–memori. Meskipun ada beberapa perbedaan antara definisi tersebut, semua menekankan pada peran dalam proses pengawasan dan pengalaman proses kognitif (Livingston 2003). Metakognitif merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesadaran berpikir dalam sebuah proses. Apabila kesadaran ini dapat terbentuk maka seseorang dapat membuka pikirannya untuk dapat merancang, memantau dan menilai apa yang akan dipelajari. Proses metakognisi ini membantu untuk meningkatkan proses pembelajaran dengan cara membimbing siswa untuk lebih berpikir, hal tersebut dapat menentukan tingkah laku yang diambil ketika akan mencoba untuk memahami suatu keadaan, memecahkan masalah dan mengambil keputusan untuk mengawali tindakan yang akan diambil seterusnya. Menurut Flavell metakognisi terdiri dari dua unsur, yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman metakognitif (metacognitive experiences). Pengetahuan metakognitif merujuk pada pengetahuan tentang proses-proses kognitif, pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Pengetahuan metakognitif ini dapat dikatakan juga sebagai pemahaman tentang aktivitas kognitif seseorang yang menggambarkan seberapa sukses orang tersebut dalam mencapai tujuannya. Sedangkan pengalaman metakognisi merujuk pada prosesproses yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuantujuan kognitif. Pengalaman metakognitif ini misalnya ketika suatu saat seseorang mengalami kebingungan dan kemudian mengabaikannya. Pengalaman metakognitif ini dapat terjadi setiap saat yaitu sebelum, sesudah atau selama kegiatan kognitif (Flavell 1979). Sementara terjadi perdebatan mengenai definisi yang tepat dari metakognisi, dalam penelitian Thomas dan McRobbie (2001) mengambil sikap bahwa metakognisi mengacu pada pengetahuan, kesadaran, dan kontrol atau pengendalian dalam proses belajar siswa. Seperti yang telah dijelaskan bahwa menurut Flavell (1979) metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognitif dan pengalaman metakognitif. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan seseorang yang berkaitan dengan halhal kognitif yang dapat dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu deklaratif, prosedural, dan kondisional. Pengetahuan metakognitif deklaratif individu mencakup pengetahuan konsepsi dan juga keyakinan akan tujuan kognitif dan kemampuan yang mereka miliki sendiri. Pengetahuan metakognitif prosedural yaitu mengenai informasi tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas kognitif. Pengetahuan metakognitif kondisional meliputi pemahaman tentang pengetahuan metakognitif prosedural yang mereka miliki dan mengetahui kapan, bagaimana, dan mengapa prosedur tersebut harus digunakan. Pengetahuan metakognitif kondisional ini terkait dengan pengetahuan metakognitif prosedural dan deklaratif. Oleh karena itu, meskipun pengetahuan
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 45
metakognitif terbagi menjadi tiga kategori yang berbeda, tetapi interaksi antara ketiga kategori ini jelas diperlukan. Pada dasarnya tiap individu memiliki kemampuan metakognisi, sebab secara tidak langsung setiap manusia selalu memikirkan apa yang dipikirkannya dan apa yang dilakukannya. Begitupun dengan siswa dalam pembelajarannya, saat dia mempersiapkan diri untuk belajar, mengikuti pembelajaran dan kemudian menyadari kesulitan yang dialaminya, terutama dalam mata pelajaran fisika yang dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami dan membosankan bagi mereka. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk dapat melihat perkembangan metakognisi siswa pada materi Elastisitas dengan penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD. Dalam penelitian ini, untuk melihat perkembangan metakognisi siswa peneliti akan menerapkan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD. Menurut Jayapraba (2013) tahap pembelajaran dengan menggunakan cooperative learning pada strategi metakognisi yang direkomendasikan oleh Blakey dan Spence (1990) d : 1) Tentukan apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui 2) Bicara tentang apa yang dipikirkan 3) Menjaga buku harian berpikir 4) Perencanaan dan pengendalian diri 5) Berpikir proses pengarahan dan 6) Penilaian diri (Jayapraba 2013). Dalam Penelitian ini siswa akan diberi suatu masalah mengenai konsep Elastisitas dan siswa memecahkan masalah tersebut melalui tiga tahap yaitu pertama siswa menyelesaikan masalah dengan pengetahuan dan kemampuan dirinya sendiri. Kemudian setelah itu siswa akan diberikan pembelajaran melalui web based module yaitu siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi melalui internet sehingga mereka akan berpikir untuk memeriksa kembali jawabannya dan memperbaiki sesuai dengan informasi yang telah diperolehnya. Setelah itu, mulai diterapkan metode cooperative learning tipe STAD yaitu siswa diminta untuk melakukan diskusi dimana mereka akan saling mengungkapkan jawabannya masing-masing, sehingga akan diperoleh berbagai alternatif solusi jawaban. Dalam tahap ini siswa harus dapat mempertimbangkan solusi jawaban yang paling tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Maka dari berbagai tahapan tersebut dapat dilihat bahwa jika pada awalnya siswa menjawab tidak tepat dan tidak sesuai konsep tetapi setelah diterapkannya strategi metakognisi ini siswa akan memikirkan kembali jawabannya sehingga pada akhirnya siswa akan memberikan jawaban yang tepat dan sesuai dengan konsep untuk memecahkan masalah tersebut dengan melalui beberapa tahap yang membantu proses berfikirnya. Perkembangan metakognisi siswa dilihat dari perubahan jawaban siswa disetiap tahapan penyelesaian masalah dalam mengerjakan JPS.
METODE PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X MIA sebanyak 31 orang disalah satu sekolah di kota Bandung. Penelitian ini diterapkan pada materi kelas X yaitu pada materi Elastisitas. Dalam penelitian ini materi Elastisitas dibagi kedalam tiga submateri, dimana satu submateri untuk setiap pertemuannya. Maka penelitian ini dilakukan sebanyak tiga pertemuan, diantaranya pertemuan pertama untuk submateri sifat elastisitas, kedua Hukum Hooke dan ketiga sistem pegas. Metode pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD. Seperti yang telah dijelaskan bahwa instrumen penelitian yang digunakan yaitu berupa JPS yang merupakan LKS yang mengadopsi strategi metakognisi untuk melihat perkembangan metakognisi siswa yaitu yang mencakup metakognisi pengetahuan (deklaratif, prosedural dan kondisional); dan kuisioner untuk mengetahui profil metakognisi kesadaran; dan metakognisi kontrol (Chantharanuwong 2012). Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk mengetahui profil metakognisi kesadaran dan kontrol siswa yang diperoleh melalui kuisioner berbentuk angket dengan menggunakan skala Likert. Skor yang diberikan siswa, yaitu kisaran 1-3, kemudian dijumlahkan dan dicari nilai rata-rata dan standar deviasinya dengan menggunakan persamaan:
X
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
X n
(1)
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 46
( X i X ) 2 SD n 1
(2)
Jika jawaban siswa pada setiap pertanyaan memiliki rata-rata lebih dari 3 (untuk skala likert 1-5), maka interpretasinya yaitu bahwa siswa-siswa tersebut sudah memiliki kemampuan metakognisi yang cukup baik (Chantharanuwong 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD yang diterapkan yaitu menggunakan JPS. Perkembangan Metakognisi Pengetahuan Adapun hasil dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data pengetahuan metakognisi siswa pada setiap pertemuan pada materi Elastisitas yang ditunjukkan pada TABEL 1. TABEL 1. Presentase jumlah siswa dari hasil jawaban JPS
Pert- Materi Masalah 1
Individu
Tahapan Penyelesaian Masalah Web Based Module Cooperative Learning
- Membedakan jenis - Mengetahui perbedaan jenis tali Sifat Memilih jenis- Membedakan jenis tali untuk tali berdasarkan besar tali berdasarkan berdasarkan sifat elastisitas: Elastisita climbing diameternya: hubungan diameter (15 siswa /48,39%) s (8 siswa / 25,81%) tali dengan tegangan: - Menghubungkan beban dengan (6 siswa / 19,35%) diameter tali menggunakan - Membedakan jenis tali berdasarkan hubungan diameter dan berat tali :
- Mengetahui konsep tegangan: hubungan tegangan, (9 siswa / 29,03%) regangan dan - Jawaban tidak tepat dan tidak (4 siswa / 12,90%) modulus elastisitas sesuai dengan konsep pada tali: - Jawaban tidak tepat (7 siswa / 22,58%) (8 siswa / 25,81%) dan tidak sesuai dengan konsep: - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai (19 siswa / dengan konsep: 61,29%)
(17 siswa / 54,84%) 2
Huku Membedakan - Membedakan karakteristik jaringan berdasarkan m Hooke jaringan yang pergeseran yang
- Menghubungkan gaya dengan pergeseran yang dialami jaringan :
- Membedakan jaringan yang normal dan kanker berdasarkan kekakuan/elastisitas jaringan yang ditunjukkan dengan warna:
normal dan dialami jaringan: kanker pada (4 siswa / 12,90%) (11 siswa / (18 siswa / 58,06%) elastography - Membedakan Membedakan jaringan yang 35,48%) berdasarkan jaringan berdasarkan - Menghubungkan normal dan kanker berdasarkan konsep warna pada gambar: gaya terhadap pergeseran gaya dengan Hukum (12 siswa / tegangan yang terjadi jaringan berdasarkan konsep Hooke Hukum Hooke yang pada jaringan : 38,71%) (9 siswa / 29,03%) dihubungkan dengan sifat - Jawaban tidak tepat elastisitas jaringan tersebut: dan tidak sesuai - Jawaban tidak tepat (8 siswa / 25,81%) dengan konsep: dan tidak sesuai - Jawaban tidak tepat dan tidak dengan konsep: (15 siswa / sesuai dengan konsep: (11 siswa / 48,39%) (5 siswa / 16,13%) 35,48%)
3
- Menjawab semakin Sistem Cara penggunaan berat beban maka pegas jenis pegas pada pogo stick
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
- Menjelaskan hubungan antara semakin besar beban dengan konstanta pegas yang konstanta pegas: digunakan pada pegas (9 siswa / 29,03%)
- Menjelaskan pengaruh beban pengguna terhadap jenis pegas yang digunakan pada pogo stick:
(6 siswa / 19,35%)
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
berdasarkan pogo stick : beban (23 siswa / penggunanya 74,19%) - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep:
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 47
- Membedakan penggunaan pegas secara seri dan paralel pada pogo stick : (13 siswa / 41,94%) - Mengetahui hubungan konstanta pegas dengan gaya pemulih pada pegas: (2 siswa / 6,45%) - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep:
(8 siswa / 25,81%)
- Menentukan penggunaan jenis pegas (seri; paralel; campuran) pada pogo stick berdasarkan beban penggunanya:
(19 siswa / 61,29%) - Menjelaskan kenyamanan penggunaan jenis pegas pada pogo stick berdasarkan hubungan gaya pegas terhadap pertambahan panjang pegas: (4 siswa / 12,90%) - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep: (2 siswa / 6,45%)
(7 siswa / 22,58%) Kecuali Pada TABEL 1 diatas dapat terlihat bahwa terjadi perkembangan pada setiap tahapan penyelesaian masalah yang terlihat pada jawaban siswa yang pada awalnya hanya memperkirakan dari masalah yang diberikan, setelah diterapkan web based module siswa mulai mengetahui konsep dasar untuk menyelesaikan masalah tersebut dan setelah diterapkan cooperative learning siswa mulai dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan konsep. Sehingga perkembangan metakognisi siswa juga dapat dilihat dari penurunan jumlah siswa yang menjawab tidak tepat dan tidak sesuai konsep pada setiap tahapannya, begitupun pada setiap pertemuannya yang ditunjukkan pada GAMBAR 1 berikut.
jumlah siswa
Individu
20 15 10 5 0
Web based module
19
17
Cooperativ e Learning
15
11 7
Pert-1
5
Pert-2
8 7
2 Pert-3
GAMBAR 1. Penurunan jumlah siswa dengan jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep pada setiap tahap dan pertemuan.
Diagram tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah siswa yang memberikan jawaban tidak tepat dan tidak sesuai konsep pada setiap tahapannya, dan perubahan yang paling signifikan yaitu konsisten pada penerapan cooperative learning. Selain itu perubahan paling signifikan juga terjadi pada pertemuan ketiga, hal tersebut dikarenakan siswa telah terbiasa dengan diterapkannya strategi metakognisi pada cooperative learning ini karena siswa sudah terlatih untuk menyelesaikan masalah dengan diterapkannya strategi metakognisi cooperative learning ini. Terjadinya penurunan jumlah siswa dengan jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep ini menunjukkan perkembangan metakognisi siswa sebab hal tersebut menunjukkan bahwa metakognisi siswa dilatih untuk terus mengawasi proses berfikirnya sendiri dengan memikirkan kembali jawaban yang telah diberikannya sehingga pada akhirnya siswa memberikan jawaban yang tepat dan sesuai dengan konsep dalam menyelesaikan masalah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi perkembangan metakognisi siswa dengan diterapkannya strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD ini. Profil Metakognisi Siswa Untuk mengetahui profil metakognisi siswa ini digunakan kuisioner berupa angket yang terdiri dari tiga jenis, yaitu untuk metakognisi pengetahuan, metakognisi kontrol dan metakognisi kesadaran. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 48
Metakognisi Pengetahuan TABEL 2 dibawah menunjukkan presentase jumlah siswa dengan metakognisi pengetahuannya yang terdiri dari pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional dalam materi Elastisitas. TABEL 2. Presentase Jumlah Siswa dengan Metakognisi Pengetahuan
No. Mater Pengetahuan Deklaratif Pengetahuan Pegetahuan Kondisional i Prosedural - Mengetahui besaran-besaran pada konsep - Menyadari kapan, - Memahami kemampuan dalam 1 Sifat mengapa dan menjawab pertanyaan Elastisita Sifat Elastisitas bagaimana suatu (13siswa/41,94%) (20siswa/64,52%) s Bahan
2
3
- Mengetahui hubungan antar besaranbesarannya (16siswa/51,61%) - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep (2siswa/6,45%) - Memiliki tujuan untuk mempelajari atau memahami konsep sifat elastisitas (25siswa/80,64%) - Lainnya atau kosong (5siswa/16,13%) Huku - Mengetahui besaran-besaran pada konsep Hukum Hooke m Hooke (8siswa/25,81%) - Mengetahui hubungan antar besaranbesarannya (21siswa/67,74%) - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep : (2 siswa/6,45%) - Memahami tujuan untuk mempelajari atau memahami konsep Hukum Hooke (27siswa/87,09%) - Lainnya atau kosong (4siswa/12,90%) Sistem - Mengetahui besaran-besaran pada konsep sistem pegas Pegas (11siswa/35,48%) - Mengatahui hubungan antar besaranbesarannya (20siswa/64,52%) - Jawaban tidak tepat dan tidak sesuai dengan konsep : - Memahami tujuan untuk mempelajari atau memahami konsep sistem pegas (29siswa/93,55%) - Lainnya atau kosong (2siswa/6,45%)
konsep digunakan - Tidak ada penjelasan/lainnya (25siswa/80,64%) (11siswa/35,48%) - Tidak mampu menggunakan konsep dengan benar (6siswa/19,35%) - Menyadari kekurangan dari jawaban yang diberikan (18siswa/58,06%) - Tidak ada penjelasan/lainnya (23siswa/74,19%) - Menyadari kapan, - Memahami kemampuan dalam mengapa dan menjawab pertanyaan bagaimana suatu (23siswa/74,19%) konsep digunakan - Tidak ada penjelasan/lainnya (27siswa/87,09%) (8siswa/25,81%) - Tidak mampu menggunakan konsep dengan benar - Menyadari kekurangan dari (4siswa/12,90%) jawaban yang diberikan (21siswa/67,74%) - Tidak ada penjelasan/lainnya (10siswa/32,26%) - Menyadari kapan, - Memahami kemampuan dalam mengapa dan menjawab pertanyaan bagaimana suatu (26siswa/83,87%) konsep digunakan - Tidak ada penjelasan/lainnya (29siswa/93,55%) (5siswa/16,13%) - Tidak mampu menggunakan konsep dengan benar - Menyadari kekurangan dari (2siswa/6,45%) jawaban yang diberikan (25siswa/80,64%) - Tidak ada penjelasan/lainnya (6siswa/19,35%)
Metakognisi Kontrol Komponen dalam metakognisi kontrol yaitu merencanakan, memantau dan mengevaluai yang telah tercakup dalam pernyataan pada kuisioner metakognisi kontrol yang ditunjukkan pada tabel 3. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rentang rata-rata dari metakognisi kontrol siswa yaitu dari 2,194 hingga 2,516. Secara keseluruhan metakognisi kontrol siswa memiliki rata-rata 2,342 dan standar deviasi 0,6652. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 49
TABEL 3. Hasil Metakognisi Kontrol Siswa
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Saya dapat memprediksi kesulitan belajar yang akan saya hadapi Saya dapat menilai sendiri cara belajar seperti yang saya lakukan Saya mengevaluasi cara belajar saya agar dapat lebih ditingkatkan Saya mencoba memperbaiki cara belajar ketika menghadapi kesulitan saat belajar Saya mengerti tujuan dari tugas yang akan saya kerjakan Saya selalu memeriksa hasil belajar saya secara bertahap Saya selalu berencana untuk memeriksa hasil belajar yang telah saya kerjakan Saya selalu mempertimbangkan cara berpikir yang terbaik sebelum mengerjakan suatu tugas Saya selalu mempertimbangkan rencana yang akan saya lakukan sebelum mengerjakan tugas Saya selalu mempertimbangkan solusi terbaik ketika sedang menyelesaikan tugas Total
Rerata 2,322 2,516 2,194 2,290
SD 0,702 0,626 0,792 0,588
2,226 2,387 2,258
0,762 0,667 0,729
2,452
0,505
2,355
0,661
2,419
0,620
2,342
0,665
Metakognisi Kesadaran Tabel 4 menunjukkan bahwa rentang metakognisi kesadaran siswa yaitu pada 2,258 hingga 2,516. Secara keseluruhan metakognisi kesadaran siswa memiliki rata-rata yaitu 2,368 dan standar deviasi 0,664. TABEL 4. Hasil Metakognisi Kesadaran Siswa
No. Pernyataan Saya menyadari ketika saya menghadapi tantangan saat 1 belajar Saya menyadari ketika saya tidak konsentrasi saat belajar 2 Saya menyadari ketika saya menemukan kesulitan saat 3 belajar Saya menyadari ketika saya tidak mengerti saat belajar 4 Saya menyadari ketika saya tertinggal saat belajar 5 Total
Rerata 2,516
SD 0,625
2,290 2,355
0,642 0,608
2,419 2,258 2,368
0,672 0,773 0,664
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi kontrol dan metakognisi kesadaran siswa berada pada kategori cukup. Artinya siswa dapat mengendalikan cara belajar mereka dengan cukup baik. Selain itu juga siswa dapat memantau dan menjaga sikap serta pikirannya ketika sedang belajar.
SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan paling signifikan konsisten terjadi ketika penerapan cooperative learning dan juga pada pertemuan terakhir. Selain itu dalam penelitian ini juga diperoleh bahwa metakognisi siswa sudah cukup baik untuk kemampuan metakognisi pengetahuan yaitu untuk pengetahuan deklaratif, prosedural maupun kondisional, serta untuk metakognisi kontrol dan metakognisi kesadaran siswa. Pada dasarnya siswa telah memiliki kemampuan metakognisinya masing-masing hanya perlu cara yang tepat untuk lebih mengembangkan kemampuan metakognisi siswa tersebut, salah satunya dengan menerapkan strategi metakognisi cooperative learning tipe STAD ini dapat meningkatkan kemampuan metakognisi siswa yang ditunjukkan dengan perkembangan metakognisi yang terjadi terlihat dari penurunan jumlah siswa yang memberi jawaban tidak tepat dan tidak sesuai konsep.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 50
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis sangat berterima kasih kepada pembimbing yang telah banyak membantu dalam penyusunan penelitian ini dan kepada rekan peneliti lain yang berada pada satu bidang penelitian yang sama atas diskusi dan kerjasamanya untuk mengembangkan penelitian ini.
REFERENSI Chantharanuwong, W, Thathong, K, & Yuenyong, C 2012, ‘Exploring student metacognition on nuclear energy in secondary school’, Procedia Social and Behavioral Sciences, vol. 46, no.1, pp. 5098-5115. Flavell, John H 1979, ‘Metacognition and Cognitive Monitoring’, American Psychological Association, vol. 34, no. 10, pp. 906-911. Jayapraba, G, & Kanmani, M 2013, ‘Metacognitive Awareness in science classroom of higher secondary students’, International Journal on New Trends in Education and their Implications, vol. 4, no.3, pp. 49-56. Livingston, J. A 2003, ‘Metacognition : An Overview’, Educational Resources Information Center, pp. 1-7. Papaleontiou, E & Louca 2003, ‘The Concept and Instruction of Metacognition’, Teacher Development, vol. 7, no.1, pp. 9-30. Thomas, G, P & McRobbie, C, J 2001. ‘Using a Metaphor for Learning to Improve Students’ Metacognition in The Chemistry Classroom’, Journal of research in Science Teaching, vol. 38, no.2, pp. 222-259.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 51
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02108
Penerapan Scientific Approach untuk Meningkatkan Literasi Saintifik dalam Domain Kompetensi Siswa SMP pada Topik Kalor Widi Ilhami Novili1,a), Setiya Utari2,b), Duden Saepuzaman3,c) Prodi Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, Jl. Dr Setiabudhi No.229, Bandung 40154 Email: a)[email protected], b)[email protected], c)[email protected]
Abstract Scientific Literacy (SL) is a person's ability to use knowledge and scientific process to understand scientific phenomena in solving a problem or making a decision. However it is known that the SL of Indonesian students are in low grade. There is an indication that the SL is less facilitated in science learning. Capabilities that it is seen difficult associated with evaluating and designing scientific investigations, as well as making the questions for investigation. Quasy-experimental research with one group pretest and posttest design applied in one of the schools in Bandung city through purposive sampling, which consist of 32 students which aim to get the result of the SL after being applied scientific approach to the topic of heat. The instrument uses 20 essays with a reliability of 0.83. N-gain analysis showed an increase in the domain of competence, that is a competence in explaining scientific phenomena, competence in evaluating and designing of scientific research, as well as the competence to interpret the data and scientific evidence.. Learning with applying scientific approach has been able to increase the competency in the medium category. Keywords: scientific approach, scientific literacy, heat Abstrak Literasi Saintifik (LS) merupakan suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dan proses sains untuk memahami fenomena ilmiah dalam memecahkan suatu masalah atau mengambil keputusan. Namun diketahui bahwa LS siswa Indonesia masih rendah. Terdapat indikasi bahwa LS ini kurang terfasilitasi di dalam pembelajaran sains. Kemampuan yang dipandang sulit terkait dengan mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, serta membuat pertanyaan penyelidikan. Penelitian quasy-eksperimen dengan desain one group pretest and posttest diterapkan di salah satu sekolah di kota Bandung melalui purposive sampling dengan jumlah sampel 32 siswa yang bertujuan untuk mendapatkan hasil LS setelah diterapkan scientific approach pada topik kalor. Instrumen menggunakan 20 soal essay dengan reliabilitas 0,83. Analisis N-gain menunjukkan peningkatan pada domain kompetensi yaitu kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah, kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, serta kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Pembelajaran dengan scientific approach telah dapat meningkatkan domain kompetensi dalam kategori sedang. Kata-kata kunci: scientific approach, literasi saintifik, kalor
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 52
PENDAHULUAN Literasi saintifik dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dan proses sains untuk memahami fenomena ilmiah dalam memecahkan suatu masalah atau mengambil keputusan. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh The Organization for Economic Comperation and Development (OECD) mengenai definisi literasi saintifik. Disisi lain, Miller (dalam Hobson 2008) mendefinisikan literasi saintifik sebagai level pemahaman sains dan teknologi yang diperlukan untuk dimanfaatkan pada zaman modern sekarang ini. Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa literasi saintifik memang diharapkan dapat dimiliki siswa di zaman modern ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengikuti PISA. Hasil survei literasi saintifik TIMSS (2000-2012) menyatakan bahwa siswa Indonesia pada setiap periode selalu mendapatkan peringkat bawah. Senada dengan hal tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sampel sebanyak 628 siswa di lima sekolah yang berbeda di Kota Bandung, literasi saintifik siswa pada domain kompetensi masih rendah (Utari 2015). Isu yang sama ditemukan dari hasil observasi dan wawancara dengan tiga orang guru di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas belum memfasilitasi siswa untuk mengembangkan literasi saintifik secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pembelajaran IPA yang dilakukan di kelas tidak berangkat dari fenomena-fenomena ilmiah, meskipun sebenarnya pada pembelajaran tersebut terdapat contoh fenomena ilmiahnya, sehingga tidak ada kesempatan siswa untuk menghasilkan pertanyaan penyelidikan. Kedua, guru kurang membelajarkan kegiatan eksperimen. Siswa sangat jarang diberikan kegiatan eksperimen, meskipun kegiatan tersebut dapat melatihkan siswa dalam mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Hal ini didukung oleh pendapat salah satu guru IPA di sekolah tersebut yang menyatakan bahwa ketika diadakan kegiatan eksperimen, kegiatan tersebut lebih bersifat cookbook dan tidak dilatihkan mengidentifikasi variabel-variabel eksperimen. Ketiga, siswa kurang dilatihkan mengerjakan soal yang mengedepankan literasi saintifik yang terdapat kaitannya dengan kehidupan nyata, sehingga kurang melatihkan penggunaan pengetahuan dan kemampuan menerapkan konsep yang telah siswa pelajari. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki proses pembelajaran di sekolah. Salah satu alternatif solusinya adalah dengan menerapkan scientific approach dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan scientific approach ini dipilih karena dalam proses pembelajarannya melibatkan kemampuan siswa secara maksimal dalam membangun konsep, hukum atau prinsip melalui tahap mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan (Kemendikbud 2013). Hal ini sejalan dengan apa yang dituntut dalam literasi saintifik. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menerapkan scientific approach pada pembelajaran IPA (fisika) untuk meningkatkan literasi saintifik siswa SMP dalam domain kompetensi pada topik kalor.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah quasy-experimental dengan desain one group pretest and posttest. Pada penelitian ini, tahap awalnya siswa diberikan pretest untuk mengukur literasi saintifik awal siswa. Setelah itu, siswa diberikan penerapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan scientific approach. Kemudian pada tahap akhir, siswa diberikan posttest untuk mengukur literasi saintifik siswa setelah dilakukan pembelajaran. Instrumen penelitian berupa instrumen tes literasi saintifik dan lembar observasi keterlaksanaan scientific approach. Instrumen tes literasi saintifik yang diberikan berupa soal esay berjumlah 20 soal mencakup domain kompetensi menurut PISA 2015. Teknik pengolahan data literasi saintifik dilakukan dengan analisis N-gain untuk mengetahui peningkatan literasi saintifik siswa setelah pembelajaran dilakukan, uji post hoc BNt atau LSD untuk
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 53
mengetahui apakah rata-rata dua perlakuan berbeda secara statistik atau tidak, dan effect size untuk mengetahui seberapa besar pengaruh scientific approach dalam melatihkan literasi saintifik siswa. Sedangkan untuk menilai keterlaksanaan scientific approach digunakan rumus sebagai berikut :
P(%)
Skorhasilobservasi x100% skortotal
(1)
TABEL 1. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran
KM (%)
Kriteria
0 – 20
Sangat tidak terlaksana
21 – 40
Tidak terlaksana
41 – 60
Kurang terlaksana
61 – 80
Terlaksana
81 –100
Sangat terlaksana
(Riduwan 2010)
HASIL DAN PEMBAHASAN Literasi Saintifik Siswa pada Domain Kompetensi Domain kompetensi terbagi menjadi tiga sub domain, yaitu menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, serta menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Untuk menganalisis peningkatan yang terjadi pada literasi saintifik siswa setelah diterapkan scientific approach, maka dilakukan analisis dengan N-Gain. Berikut ini hasil yang didapat pada domain kompetensi. TABEL 2. Literasi Saintifik pada Domain Kompetensi
Persentase (%) No.
Sub Domain Kompetensi Pretest
Postest
(%)
Kategori
1.
Menjelaskan fenomena ilmiah
26,67
69,50
0,58
58
Sedang
2.
Mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah
26,89
55,33
0,39
39
Sedang
3.
Menginterpretasikan data dan bukti ilmiah
28,44
66,00
0,52
52
Sedang
Apabila dari tabel 2 diinterpretasikan dalam diagram batang, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 54
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa domain kompetensi literasi saintifik siswa mengalami peningkatan setelah dilakukan pembelajaran dengan scientific approach dan secara keseluruhan mengalami peningkatan dalam kategori sedang. Maka dari itu, untuk mengetahui peningkatan NGain manakah yang memiliki perbedaan signifikan dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh scientific approach dalam melatihkan literasi saintifik pada domain kompetensi, maka digunakan pengolahan dengan post hoc dan effect size yang hasilnya dapat dilihat pada tabel di berikut: TABEL 3. Scientific approach dalam Melatihkan Domain Kompetensi
Sub Domain Kompetensi
No.
Notasi Post Hoc
Effect Size d
Kategori
1.
Menjelaskan fenomena ilmiah
0,58a
2,10
Large effect
2.
Mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah
0,39a
1,36
Large effect
3.
Menginterpretasikan data dan bukti ilmiah
0,52a
1,75
Large effect
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa dari ketiga sub domain kompetensi tidak ada yang memiliki perbedaan signifikan. Hal ini dapat dilihat dari notasi post hoc yang menunjukkan bahwa ketiga sub domain tersebut memiliki notasi yang sama. Selain itu, hasil effect size pun menunjukkan bahwa scintific approach memiliki pengaruh yang besar dalam melatihkan ketiga sub domain kompetensi literasi saintifik tersebut. Dalam penelitian ini, fenomena-fenomena ilmiah yang diberikan adalah fenomena yang sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Apabila dilihat dari nilai N-Gain yang diperoleh, kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah memperoleh nilai peningkatan sebesar 0,58. Hal ini dapat terjadi karena kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah selalu dilatihkan pada setiap tahapan pembelajaran scientific approach. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara siswa yang menyebutkan bahwa fenomena-fenomena ilmiah yang diberikan sudah tidak asing dan pernah siswa lihat, sehingga siswa dapat mengingat dan menerapkan konsep dasar pada fenomena ilmiah yang diberikan. Selain itu, dukungan lainnya diperoleh dari hasil penelitian PISA (2012) yang menyebutkan bahwa sekitar 23,3% siswa Indonesia telah mempunyai kompetensi untuk menjelaskan fennomena ilmiah. Kompetensi selanjutnya adalah mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Pada kompetensi ini, siswa dituntut untuk mampu merancang prosedur eksperimen sesuai dengan kasus yang diberikan mengenai pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat, dan perpindahan kalor. Apabila dilihat dari perolehan nilai N-Gain yang didapat, peningkatan pada e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 55
kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah ini memperoleh nilai sebesar 0,39. Hal ini dapat terjadi karena ketika dilihat dari tahapan pembelajaran scientific approach, kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah hanya dilatihkan dalam tiga tahapan pembelajaran. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan ini rendah karena sebelumnya siswa tidak pernah diminta untuk membuat rancangan prosedur eksperimen, sehingga ketika pretest siswa belum mengetahui bagaimana seharusnya merancang prosedur eksperimen. Dukungan lain diperoleh dari hasil peneliitian PISA (2012) yang menunjukkan bahwa siswa Indonesia belum dapat mencapai kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah. Hal tersebut dikuatkan oleh NCES (2012) yang membagi level pencapaian literasi saintifik ke dalam enam level. Menurut NCES (2012), kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah ini berada pada level 6, yaitu siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi, menjelaskan, mengevaluasi, dan menerapkan pengetahuan ilmiah dan pengetahuan lainnya tentang kehidupan sehari-hari yang kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa memang kompetensi mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah dangat sulit. Maka dari itu, untuk mengatasi hal ini guru harus melatihkan cara-cara mengevaluasi hasil eksperimen misalnya dengan melakukan modeling seperti yang diungkapkan Heller (1999) yang menyatakan bahwa modeling adalah suatu cara untuk melatihkan siswa belajar berdasarkan bimbingan dari guru. Dari pernyataan Heller ini, dapat diambil kesimpulan bahwa guru harus memberikan contoh terlebih dahulu pada siswa agar siswa dapat belajar dari hasil bimbingan guru tersebut. Kompetensi ketiga adalah menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Kompetensi ini menuntut siswa untuk dapat mengubah satu bentuk representasi ke dalam bentuk yang lain. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa untuk mengubah data dari bentuk tabel ke bentuk grafik tidak terlalu sulit, karena jika memahami tabel data tersebut, maka untuk mengubahnya ke bentuk grafik pun lebih mudah. Hal ini pun didukung oleh PISA (2012) yang menunjukkan bahwa 6,5% sudah dapat menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Hal ini juga dikuatkan dengan level dalam NCES (2012) yang menunjukkan bahwa kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah ini berada pada level 3, yaitu siswa dituntut untuk mampu mengidentifikasi dan memahami masalah ilmiah dalam berbagai konteks. Secara keseluruhan, penerapan scientific approach dalam melatihkan literasi saintifik pada domainn kompetensi. Hal ini didukung dengan perolehan data yang menunjukkan peningkatan literasi saintifik pada setiap sub domain kompetensi.
Keterlaksanaan Scientific approach Untuk menilai keterlaksanaan scientific approach pada pembelajaran, maka dilakukan observasi keterlaksanaan pembelajaran scientific approach yang dilakukan oleh dua orang observer. Penilaian yang dilakukan dimulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penilaian ini berlangsung selama tiga pertemuan. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh dua orang observer, diperoleh rerata keterlaksanaan aktivitas guru sebesar 96,43%, sedangkan rata-rata keterlaksanaan aktivitas siswa sebesar 84,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum proses pembelajaran dalam scientific approach terlaksana. Hasil observasi menunjukkan bahwa baik keterlaksanaan aktivitas guru maupun siswa mengalami fluktuasi dari pertemuan 1 sampai pertemuan 3. Secara keseluruhan, penerapan scientific approach dapat melatihkan literasi saintifik siswa pada domain kompetensi dan domain pengetahuan pada topik kalor. Pertama, tahap mengamati yaitu siswa diberikan fenomena ilmiah tentang pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, pengaruh kalor terhadap perubahan wujud, dan perpindahan kalor. Hal ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami konsep pada setiap pembahasan tersebut dengan lebih mudah, sehingga siswa mampu menjelaskan fenomena ilmiah yang teramati. Kedua, tahap menanya yaitu memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi masalah pada fenomena ilmiah yang telah diamati dan menuangkan hasil identifikasi tersebut dalam bentuk pertanyaan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa tahap mengamati dan menanya dapat melatihkan kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah. Ketiga, tahap mengumpulkan informasi yaitu melatihkan siswa untuk mengidentifikasi variabel-variabel eksperimen serta merancang prosedur eksperimen untuk mendapatkan data. Tidak hanya itu, pada tahap ini pun siswa diberikan kesempatan untuk mencari dari sumber/referensi lain, sehingga melatihkan kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah dan menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 56
Keempat, tahap mengasosiasi yaitu melatihkan siswa untuk menganalisis data yang telah diperolehnya. Pada tahap ini pun siswa dilatihkan untuk menganalisis hubungan antar variabel dan mengubah satu bentuk representasi ke bentuk representasi lain. Hal ini menunjukkan bahwa tahap mengumpulkan informasi dan mengasosiasi dapat melatihkan kompetensi menjelaskan fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penelitian ilmiah, serta kompetensi menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Kelima, tahap mengomunikasikan yaitu melatihkan siswa dalam memberikan pendapat dan pertimbngannya. Tahap pembelajaran dalam scientific approach ini sangat banyak melibatkan siswa dimulai dari tahap mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, serta mengomunikasikan. Hal ini dapat membantu siswa membangun konsepsi pengetahuannya, sehingga siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hal tersebut senada dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil berpikir manusia (organizing and adapting) yang direkonstruksi dari proses pengalamannya secara terus menerus dan setiap kali dapat terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman baru yang diperoleh melalui proses adaptasi belajar (Haristy 2012).
SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian terkait penerapan scientific approach dalam upaya melatihkan literasi saintifik, didapatkan kesimpulan yaitu secara keseluruhan domain kompetensi mengalami peningkatan dalam kategori sedang. Selain itu, dilihat dari keterlaksanaan scientific approach dalam pembelajaran IPA pada topik kalor, secara umum termasuk dalam kategori sangat terlaksana.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan penelitian ini.
REFERENSI Haristy, D.R. (2012) Pembelajaran Berbasis Literasi saintifik pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit di SMA Negeri 1 Pontianak. Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan: Tidak Diterbitkan. Heller, P & K. Heller. 1999. Problem-Solving Labs, in Cooperetive Group Problem Solving in Physics, Research Report. University of Minnesota. Hobson. (2008). The Surprising Effectiveness of College Scientific Literacy Course. [Online]. Tersedia http://ace.unl.edu/archive/ScientificLiteracy_Hobson,A.pdf Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2013). Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta: Kemendikbud. NCES. (2012). The Conditional of Education 2012. [Online]. Tersedia : http://nces.ed.gov/pubsearch/pubsinfo.asp?pubid=2012045s Utari, Setiya. dkk. (2015). Designing Science Learning for Training Students’ Science Literacies at Junior High School Level. [Online]. Tersedia: https://www.researchgate.net/publication/281610756 OECD. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow: Further Result from PISA 2000. [Online]. Tersedia: http://www.pisa.oecd.org/Docs/Download/PISAplus_eng01.pdf Riduwan, (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 57
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02109
Implementasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Media Simulasi PhET untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis Pendi Sinulingga1,a), Theo Jhoni Hartanto1,b), Budi Santoso2,c) 1
Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Palangka Raya, Jl. H. Timang, Kota Palangka Raya 73112. 2 SMA Negeri 1 Palangka Raya, Jl. AIS Nasution, Kota Palangka Raya 73112. Email: a)[email protected], b)[email protected], c)[email protected]
Abstract This research was classroom action research that intended to improve student learning outcomes in Class X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya in Academic Year 2015-2016 on the dynamic electrical material. Dynamic electrical material in these research related to Ohm's Law and Electric Circuits Direct Current. The study consisted of two cycles, each cycle consisting of one meeting. Preliminary identification carried with the initial tests indicate that there are still many potential incorrect understanding of the concepts of voltage, electric current, and the concept of direct current electrical circuits.In the first cycle, learning outcomes showed that the average value was 72.35 and 85.29% of students reached the KKM. In these cycle still found students' understanding was wrong. In the second cycle, learning outcomes showed that the average value was 76.97 and 89.47% of students reached the KKM. In this cycle many students who has an understanding that got it right. It can be concluded that learning activities with the assistance of simultation PhET be able to improve student learning outcomes in Class X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya. Keywords: simulation media PhET, physical learning,dynamics electricity. Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya Semester Genap Tahun Ajaran 2015-2016 pada materi listrik dinamis. Materi listrik dinamis dalam PTK ini berkaitan dengan Hukum Ohm dan Rangkaian Listrik Arus Searah. Penelitian terdiri dari dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan. Identifikasi awal dilakukan dengan tes awal menunjukkan bahwa masih banyak terdapat potensi pemahaman yang salah terhadap konsep-konsep tegangan, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I sebesar 85,29% siswa mencapai KKM, yaitu dengan rincian 29 siswa mencapai ketuntasan dan 5 siswa tidak tuntas. Nilai rata-rata pada siklus I sebesar 72,35. Namun demikian, pada pembelajaran siklus I, masih banyak siswa yang bertahan dengan pemahaman yang salah berkaitan dengan konsep tegangan listrik. Pada siklus II menunjukkan bahwa sebesar 89,47% siswa yang mencapai KKM dengan rincian sebanyak 34 siswa tuntas dan 4 siswa tidak tuntas dengan nilai rata-rata 76,97. Pada pembelajaran siklus II, banyak siswa yang sudah memiliki pemahaman konsep yang benar. Artinya, kegiatan pembelajaran dengan dibantu media PhET dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas X1 SMA Negeri 1 Palangka Raya. Kata-kata kunci: media simulasi PhET, pembelajaran fisika, listrik dinamis. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 58
PENDAHULUAN Ada dua hal yang diperoleh peneliti ketika mengamati pembelajaran IPA fisika di SMA Negeri 1 Palangka Raya, khususnya pembelajaran di kelas X-1. Pertama, pembelajaran IPA fisika melalui penerapan pembelajaran aktif lebih banyak dihindari oleh guru. Kedua, kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada guru dimana berusaha menjelaskan materi sedangkan aktivitas siswa hanya mencatat. Kegiatan pembelajaran didominasi dengan menjelaskan, latihan menjawab soal, dan menyelesaikan tugas. Pembelajaran seperti inilah yang membawa dampak pada hasil belajar siswa di kelas X-1 SMAN 1 Palangka Raya, dimana untuk mata pelajaran IPA Fisika masih banyak siswa yang di bawah KKM. Selain dua hal tersebut, berdasarkan hasil analisis tes awal yang diberikan oleh tim peneliti kepada siswa di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya ditemukan banyak potensi miskonsepsi pada siswa. Masih banyak terdapat potensi miskonsepsi terhadap konsep-konsep tegangan listrik, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. Misalnya miskonsepsi model konsumsi arus, pemahaman tentang arus sebagai penyebab tegangan, dan miskonspesi tentang karakteristik rangkaian listrik arus searah. Miskonsepsi seperti ini juga pernah ditemukan di beberapa negara , diantaranya ditemukan oleh Allen (2010), Shipstone (1984), dan Engelhardt dan Beichner (2004). Berdasarkan hasil observasi dan temuan-temuan tersebut, tim peneliti berupaya menemukan cara agar hasil belajar dan penguasaan konsep siswa di kelas X-1 SMA Negeri 1 sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi secara langsung melalui bantuan media dalam rangka menemukan konsep IPA Fisika. Inovasi yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut adalah dengan menggunakan media pembelajaran (Sanjaya 2012; dan Asyhar 2012). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi dan informasi sangat membantu dalam menghasilkan media pembelajaran. Berbagai media interaktif telah diproduksi dan diaplikasikan oleh banyak sekolah dan lembaga pendidikan. Begitu pula halnya kegiatan percobaan sudah dapat digantikan melalui media simulasi interaktif. Melalui media simulasi interaktif ini, kegiatan percobaan dapat dikerjakan oleh siswa. Media seperti ini lebih praktis, efisien, dan relatif tidak berbahaya dibandingkan dengan laboratorium nyata (Asyhar 2012). Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru pastinya akan lebih terbantu dengan menggunakan media simulasi. Khusus untuk mata pelajaran Fisika, guru sudah terbantu dengan adanya media pembelajaran berupa simulasi yang telah disediakan oleh web site khusus yaitu situs Physics Education Technology (PhET). PhET merupakan simulasi interaktif fenomena-fenomena fisis, berbasis riset yang diberikan secara gratis. Dengan pendekatan berbasis-riset yang menggabungkan hasil penelitian sebelumnya memungkinkan para siswa untuk menghubungkan fenomena kehidupan nyata dan ilmu yang mendasarinya, pada akhirnya memperdalam pemahaman dan meningkatkan minat mereka terhadap ilmu fisika. Proyek PhET di Universitas Colorado telah mengembangkan serangkaian simulasi yang sangat menguntungkan dalam pengintegrasian teknologi komputer ke dalam pembelejaran. Terdapat lebih dari 50 simulasi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Simulasi tersebut terdiri dari beberapa topik fisika, kimia, bahkan matematika. Simulasi-simulasi ini mudah didapatkan, dapat dijalankan secara online dengan bantuan koneksi internet maupun dengan cara di download sehingga dapat dijalankan secara offline. Simulasi dirancang secara interaktif sehingga penggunanya dapat melakukan pembelajaran secara langsung. PhET digunakan untuk membantu siswa memahami konsep visual, simulasi PhET menganimasikan besaran-besaran dengan menggunakan grafis dan kontrol intuitif seperti klik-dantarik, penggaris dan tombol. Dan untuk lebih mendorong eksplorasi kuantitatif, simulasi juga menyediakan instrumen pengukuran seperti penggaris, stopwatch, voltmeter dan termometer. Pada saat alat-alat ukur digunakan secara interaktif, hasil pengukuran akan langsung ditampilkan atau dianimasikan, sehingga secara efektif akan menggambarkan hubungan sebab-akibat dan representasi terkait dari sejumlah parameter percobaan (seperti misalnya gerak benda, grafik, tampilan angka dan sebagainya).
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 59
Wieman et al (2008) menyatakan bahwa banyak dampak positif dari simulasi PhET dalam pembelajaran fisika. Beberapa dampak tersebut diantaranya: (1) simulasi PhET membuat siswa memiliki pemahaman konsep dasar IPA yang baik; (2) siswa merasa seperti seorang ilmuwan dalam belajar; (3) membuat pembelajaran lebih menarik karena sisa dapat belajar sekaligus bermain pada simulasi tersebut; dan (4) Dapat dijadikan suatu pendekatan pembelajaran yang membutuhkan keterlibatan dan interaksi dengan siswa. Baser dan Durmus (2010) menemukan bahwa penggunaan media PhET sangat efektif untuk menanamkan pemahaman konsep pada siswa pada materi listrik dinamis; menemukan bahwa peningkatan hasil belajar pada materi listrik dinamis dapat diperoleh melalui simulasi komputer melalui media PhET. Berdasarkan uraian di atas, tim peneliti menganggap bahwa media simulasi PhET merupakan media yang baik dan tepat untuk menjadi solusi pada penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang ditemui. Selain itu, anggapan itu berdasarkan pertimbangan bahwa media PhET memiliki kelayakan praktis, kelayakan teknis, kelayakan biaya (Sanjaya 2012). Kelayakan praktis meliputi dapat diperoleh dengan mudah, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung dan keluwesan, artinya mudah dibawa kemana-mana, digunakan kapan saja dan oleh siapa saja. Kelayakan teknis berkaitan media PhET sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan dapat merangsang terjadinya proses belajar. Selain itu, media PhET bisa di download secara gratis (kelayakan biaya). Berdasarkan latar belakang, maka dapat tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya setelah pembelajaran IPA Fisika dengan berbantuan media PhET.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini merupakan proses siklus mulai tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, dan refleksi yang mungkin diikuti dengan perencanaan ulang (Kunandar 2013). Subjek yang digunakan dalam penelitian adalah siswa Kelas X-1 SMA Negeri I Palangka Raya yang berjumlah 38 siswa. Agar penelitian ini dapat berjalan dengan lancar diadakan perencanaan dan langkah-langkah dengan cermat. Prosedur penelitian tindakan kelas ini menggunakan 4 tahap, yakni perencanaan, melakukan tindakan, observasi dan evaluasi. Refleksi pada siklus akan berulang kembali pada siklussiklus berikutnya. Rangkaian dari langkah-langkah dari masing-masing siklus dapat dilihat pada bagan berikut ini: Perencanaan Refleksi
Siklus I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan Refleksi
Siklus II
Pelaksanaan
Pengamatan GAMBAR 1. Bagan siklus PTK
a. Perencanaan • •
Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
• • •
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 60
Menyusun LKS. Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat yang dibutuhkan. Menyusun tes.
b. Pelaksanaan Dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran ini dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam pelaksaan ini yang menjadi guru adalah peneliti dan yang melakukan observasi adalah teman sejawat. Dan pelaksanaannya dilakukan pada waktu pembelajaran IPA Fisika. • • •
Menerapkan tindakan yang mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Guru memberikan kesimpulan hasil pembelajaran. Evaluasi berupa tes tulis penguasaan konsep.
c. Pengamatan Melakukan observasi tentang kegiatan pembelajaran yang sudah disiapkan untuk dengan dibantu oleh teman sejawat.
d. Refleksi • •
Melakukan evaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus berikutnya. Data hasil tes dianalisis secara deskriptif kuantitatif-kualitatif. Untuk hasil formatif (kuantitatif) dianalisis kebenarannya sesuai dengan kunci jawaban. Langkahnya adalah memeriksa kebenaran jawaban, menyusun hasilnya pada tabel dan dan menetapkan persentase banyak siswa yang telah memenuhi KKM tersebut (KKM 70). Sedangkan untuk analisis data secara kualitatif dilakukan dengan tahap: menyeleksi dan mengelompokkan data (reduksi data), mendeskripsikan dan memaparkan data, dan menyimpulkan atau memberikan makna dalam bentuk pernyataan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum pembelajaran siklus I, ditemukan bahwa masih banyak terdapat potensi miskonsepsi terhadap konsep-konsep tegangan, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. Potensi miskonsepsi ini diperoleh dari hasil analisis tes awal tes awal pemahaman konsep yang diberikan Tim kepada siswa di Kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya. Tes awal ini berisi soal-soal yang berkaitan dengan konsep tegangan, arus listrik, dan konsep rangkaian listrik arus searah. PTK dilaksanakan dalam dua siklus (siklus I dan siklus II), yang masing-masing terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Adapun hasil belajar siswa kelas X1 SMAN 1 Palangka Raya pada dua siklus tersebut adalah sebagai berikut. TABEL 1. Hasil Belajar Siswa Kelas X-1 pada Siklus I dan Siklus II.
Ketuntasan Individu
Ketuntasan Klasikal
Secara individu, siswa yang mencapai KKM pada siklus I adalah sebanyak 5 siswa tidak tuntas dan 29 siswa tuntas
Secara klasikal, pembelajaran pada siklus I , siswa yang mencapai KKM adalah sebesar 85,29%
Secara individu, siswa yang mencapai KKM pada siklus II adalah sebanyak 34 siswa dan 4 siswa tidak tuntas
Secara klasikal, pembelajaran pada siklus II, siswa yang mencapai KKM adalah sebesar 89,47%
Siklus Siklus 1
Siklus 2
Nilai Rata-rata 72,35
76,97
Berdasarkan pada data pada TABEL 1, terlihat bahwa pada siklus I dan siklus II, sebagian besar siswa di kelas X-1 SMAN 1 Palangka Raya sudah mencapai KKM (yaitu 70). Hasil ini mengindikasikan bahwa media simulasi PhET yang digunakan dalam pembelajaran dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa di kelas tersebut, terutama pada materi listrik dinamis arus searah. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 61
Pelaksanaan PTK pada siklus I, guru sudah melaksanakan langkah-langkah pembelajaransesuai dengan yang direncanakan, yaitu fase persiapan dan motivasi yang kemudian diikuti oleh presentasi materi pelajaran dan demonstrasi keterampilan untuk melakukan kegiatan percobaan melalui media PhET, membimbing siswa melakukan kegiatan percobaan dengan media PhET dan memberikan umpan balik, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan lanjutan. Guru memang tampak terlihat dominan dalam siklus I ini. Berdasarkan hasil tes pada Siklus I, siswa sudah bisa menjelaskan hubungan antara kuat arus listrik dan beda potensial (tegangan) listrik (berkaitan dengan Hukum Ohm). Hal tersebut tidak terlepas dari kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dengan bantuan media PhET. Hampir semua siswa bisa menemukan hubungan antara kuat arus listrik dan tegangan listrik. Selain itu, pada pembelajaran siklus I, untuk tes yang berkaitan dengan operasi matematika dari persamaan V = IR, sudah bisa diselesaikan oleh siswa. Beberapa hasil pekerjaan siswa berkaitan dengan hubungan kuat arus listrik dan tegangan listrik adalah sebagai berikut:
GAMBAR 2. Salah satu hasil pekerjaan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I pada materi Hukum Ohm.
Namun demikian, masih banyak siswa yang bertahan dengan pemahaman yang salah (miskonsepsi). Kesalahan pemahaman konsep tersebut adalah berkaitan dengan soal yang berkaitan dengan beda potensial dan disajikan sebagai berikut: Perhatikan ragkaian di bawah ini.
A
B
Gambar di atas menunjukkan rangkaian listrik terbuka di titik A dan B. Rangkaian terbuka tersebut terdiri dari dua lampu yang identik dan baterai 6 V. Beda tegangan AB adalah ....
A. 0 V B. 3 V C. 6 V Ada dua jawaban siswa yang dominan berkaitan dengan soal di atas. Jawaban yang masih dominan dipilih adalah adalah A dan B dengan alasan bahwa: • Ketika rangkaian terbuka (arus tidak mengalir) maka beda potensial antara titik A dan B juga tidak mengalir atau VAB = 0. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 62
•
Beda potensial sumber tegangan sebesar 6 volt akan dibagi-bagi ke titik A dan titik B. Jadi, beda potensial di A sebesar 3 volt dan beda potensial di B juga sebesar 3 volt. Berdasarkan hasil analisis dari pengamatan pada siklus I penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut: • Walaupun sudah banyak siswa yang mencapai KKM, pada pembelajaran siklus I, masih banyak siswa yang bertahan dengan pemahaman yang salah (miskonsepsi). • Guru masih mendominasi pembelajaran atau masih bertahan dengan pola pembelajaran sebelumnya walaupun sudah ada madia PHET. Media PhET yang seharusnya bisa mengaktifkan siswa masih belum dioptimalkan oleh guru. Pada siklus II, berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, suasana pembelajaran sudah mengarah kepada pembelajaran yang aktif. Tugas yang diberikan guru melalui LKS mampu dikerjakan dengan baik. siswa dalam kelompoknya menunjukkan saling membantu untuk menyelesaikan percobaan melalui media PHET. Sebagian besar siswa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi presentasi dari kelompok yang lain.Suasana pembelajaran yang menyenangkan sudah mulai tercipta.
GAMBAR 3. Kegiatan pembelajaran pada siklus II.
Pada pembelajaran siklus II, banyak siswa yang sudah memiliki pemahaman konsep yang benar. Berdasarkan hasil tes, siswa sudah bisa menjelaskan konsep rangkaian arus listrik searah (seri dan paralel). Hal tersebut tidak terlepas dari kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dengan bantuan media PhET. Hampir semua siswa bisa merangkai rangkaian seri dan paralel dan memenukan karakteristik dari masing-masing rangkaian tersebut dengan tepat. Beberapa hasil pekerjaan siswa berkaitan dengan rangkaian listrik adalah sebagai berikut:
GAMBAR 4. Salah satu contoh jawaban pada konsep rangkaian paralel.
Adapun keberhasilan yang diperoleh pada siklus II ini adalah sebagai berikut: • Ada peningkatan nilai rata-rata dari 72,35 pada siklus I menjadi 76,97 pada siklus II. Siswa yang mencapai KKM pada siklus I adalah sebanyak 10 siswa, sedangkan pada siklus II, siswa yang mencapai KKM sebanyak 29 siswa. Artinya, secara klasikal, ada peningkatan siswa e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 63
yang tuntas pembelajaran pada siklus II, yaitu dari 29,41% siswa tuntas di siklus I menjadi 76,31% di siklus II. • Guru tidak lagi mendominasi pembelajaran. Pembelajaran pada siklus II terlihat lebih aktif. Media PHET yang bisa dioptimalkan untuk mengaktifkan siswa. • Hanya sebagian kecil siswa yang pemahaman konsepnya masih salah. Hasil ini seperti yang ditemukan oleh Baser (2006b) yang menemukan bahwa simulasi komputer pada materi rangkaian listrik dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pemahamannya yang masih salah. Selain hasil seperti yang diuraikan di atas, berdasarkan respon siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya, diperoleh bahwa penggunaan media simulasi PhET membuat pembelajaran terasa menyenangkan dan mudah dilakukan. Ini merupakan salah satu kelebihan media PhET. Simulasi yang disediakan PhET sangat interaktif yang mengajak siswa untuk belajar dengan cara mengeksplorasi secara langsung. Simulasi PhET ini membuat animasi fisika yang abstrak atau tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, seperti aliran elektron pada kawat penghantar. Interaksi yang dilakukan berupa menekan tombol, menggeser benda atau memasukkan suatu data. Kemudian saat itu juga akibat dari interaksi yang dilakukan akan segera terlihat. Untuk eksplorasi secara kuantitatif pada rangakian arus searah, simulasi PhET ini memiliki alatalat ukur di dalamnya seperti voltmeter dan amperemeter. Siswa tinggal memakainya untuk mengukur besaran tegangan dan kuat arus listrik. Kegiatan seperti ini benar-benar seperti memiliki laboratorium fisika sendiri, namun yang kita miliki ialah laboratorium virtual. Indikasi kemudahan menggunakan media PhET dapat di lihat dari data hasil percobaandi Gambar 5.
GAMBAR 5. Salah satu contoh data hasil percobaan siswa pada percobaan rangkaian seri dengan menggunakan PhET.
Rangkuman beberapa respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran ini disajikan pada TABEL 2 di bawah ini. TABEL 2. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran Butir Pertanyaan
Respon yang dominan
Bagaimana komentar saudara terhadap kegiatan pembelajaran dengan media PhET?
Banyak siswa berkomentar bahwa dengan menggunakan media simulasi PhET membuat menjadi sangat menyenangkan dan merasa mudah melakukan percobaan tanpa takut alat yang digunakan rusak.
Apakah percobaan dengan media PhET menarik bagi saudara?
Siswa merasa tertarik dengan percobaan menggunakan media PhET karena dapat melakukan percobaan rangkaian listrik dengan mudah. Siswa bisa saling berbagi dengan teman sekelompoknya dalam percobaan berkaitan dengan penyelesaian masalah-masalah yang dirancang dalam LKS. Siswa berkomentar bahwa dengan percobaan media PhET mereka dapat menemukan materi-materi yang dipelajarinya, yaitu Hukum Ohm dan karakteristik rangkaian seri dan rangkaian paralel.
Berdasarkan TABEL 2, siswa memberikan respon yang positif terhadap kegiatan pembelajaran. Respon-respon tersebut sama seperti yang pernah ditemukan oleh Wieman et al (2008) bahwa: (1) siswa merasakan bahwa simulasi PhET sangat menyenangkan dan membantu dalam memahami isi materi pembelajaran dan (2) siswa merasakan pembelajaran dengan simulasi PhET terasa bermakna karena mereka secara aktif dapat melakukan percobaan untuk menemukan jawaban permasalahan yang diberikan guru.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 64
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada materi listrik dinamis setelah pembelajaran dengan media PhET. Hal ini didasarkan pada hasil belajar di tiap siklus, yaitu: • Pada pembelajaran siklus I, 85,29% siswa berhasil mencapai KKM dengan nilai rata-rata siswa 72,35; dan • Pada pembelajaran siklus II, 89,47% siswa berhasil mencapai KKM dengan nilai rata-rata siswa 76,97. Selain itu, siswa-siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Palangka Raya yang mengikuti kegiatan pembelajaran ini memberikan respon yang positif terhadap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil PTK ini, guru dapat memanfaatkan media PhET dalam membantu pelaksanaan tugas pokoknya. Materi pembelajaran dapat dibuat lebih menarik sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam belajar. Selain itu, siswa dan guru mudah mendapatkan pengkayaan materi ajar sehingga akan meningkatkan pemahaman dan penguasaan materi tersebut. Media pembelajaran menggunakan program PhET dapat dijadikan sebagai media yang baik untuk pendidikan khususnya pada materi fisika.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Kepala Sekolah dan staf guru fisika di SMA Negeri 1 Kota Palangka Raya dan Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Palangka Raya yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.
REFERENSI Allen, Michael. Misconceptions in Primary Science. England, Open University Press, McGraw-Hill Companies (2010), p. 154-165. Asyhar, Rayandra. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta, Referensi (2012), p. 1-2. Baser, M. Effects of Conceptual Change and Traditional Confirmatory Simulations on PreService Teachers’ Understanding of Direct Current Circuits, Journal of Science Education and Technology, 15(5-6), (2006b), p. 367-381. Baser, M. & Durmus, S. The Effectiveness of Computer Supported Versus Real Laboratory Inquiry Learning Environments on the Understanding of Direct Current Electricity among Pre-Service Elementary School Teachers, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 6(1), (2010), p.47-61. Engelhardt, P., & Beichner, R. Students understanding of direct current resistive electrical circuits, American Journal of Physics, 72(1), (2004), p.98-115. Kunandar. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta, Rajagrafindo Persada (2013), p.53-54. Sanjaya, Wina. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta, Kencana Prenada Media Grup (2012), p. 1-2. Shipstone, D. M. A study of children’ s understanding of electricity in simple DC circuits, European Journal of Science Education, 6(2), (1984), p.185–198. Wieman, Carl; Adams, Wendy; Perkins, Katherine. PhET: Simulations That Enhance Learning, diunduh di www.scincemag.org (2008), p.682-683.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 65
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02110
Penerapan Strategi Metakognisi pada Cooperative Learning untuk Mengetahui Profil Metakognisi dan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa SMA pada Materi Fluida Statis Inni Amarta Khairatia), Selly Feranieb), Saeful Karim Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi no. 229 Bandung, 40154, Jawa Barat Email : a)[email protected], b)[email protected]
Abstract This research is aimed to identify the profile of the metacognitive and the enhancement of students' learning achievement that used the metacognitive strategy in cooperative learning model on student teams achievement division. The design that is used in this research is control group pre-test post-test design. The population of this research is 80 senior high school students grade X in one of senior high school in Bandung. The researcher try to find three kinds of metacognitive, there are knowledge, awareness and control. The instrument that used to identify the metacognitive of knowledge is metacognition’s questionnaire, to identify metacogniton awareness and control used questionnaire with likert scale, in order to identify the enhancement of students' learning achievement, the researcher used three tier test. The result showed that the experiment class is more able to draw and consider the completion strategy in the application in their daily life than the control class. The result of awareness metacognitive and control in class experiment class is 3,54 and 4,38 and in class control is 3,45 and 3,99. The gain score of the learning achievement in experiment class is 0,71, it is in high level and the gain score in class control is 0,35, it is in medium level. The enhancement of learning achievement is analyzed from the comprehension of the concept and the students' misconception. The comprehension of the concept in experiment class has improvement and the misconception is getting lower significantly than control class. So, the implementation of metacognitive strategy in cooperative learning is effective to enhance the metacognitive and to improve the students' learning achievement. Keywords: Metacognitive strategy, Student Teams Achievement Division, Metacognitive, Achievement Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil metakognisi dan peningkatan prestasi belajar dengan menerapkan strategi metakognisi pada model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division. Desain penelitian yang digunakan yaitu control group pre-test post-test design. Sampel pada penelitian adalah 80 siswa kelas X di salah satu SMA di Bandung. Metakognisi yang diteliti terdiri dari tiga jenis metakognisi yaitu pengetahuan, kesadaran, dan kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui metakognisi pengetahuan adalah kuesioner metakognisi, untuk pengukuran metakognisi kesadaran dan kontrol digunakan kuesioner dengan skala likert, sedangkan untuk melihat peningkatan prestasi belajar menggunakan Three Tier Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 66
eksperimen lebih mampu menggambarkan dan mempertimbangkan strategi penyelesaian terkait konsep dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil metakognisi kesadaran dan kontrol pada kelas eksperimen berturut-turut adalah 3,54 dan 4,38 sedangkan kelas kontrol adalah 3,45 dan 3,99. Nilai gain prestasi belajar kelas eksperimen sebesar 0,71 yang berada dalam kategori tinggi dan nilai gain kelas kontrol sebesar 0,35 berada dalam kategori sedang. Peningkatan prestasi belajar dianalisis juga dari pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa. Pemahaman konsep kelas eksperimen meningkat dan miskonsepsi menurun lebih signifikan daripada kelas kontrol. Jadi, penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning efektif untuk membangun metakognisi dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Kata-kata kunci: Strategi metakognisi, Student Teams Achievement Division, Metakognisi, prestasi belajar
PENDAHULUAN Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Nomor 20 2003). Kemampuan memecahkan masalah merupakan indikator penting dalam kompetensi berpikir dan sangat berguna dalam kehidupan siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam memecahkan suatu masalah adalah kemampuan metakognisi (Hacker 1998). Oleh karena itu dalam Standar Kompeteni Lulusan (SKL), salah satu kemampuan yang akan dibidik dalam kurikulum 2013 adalah kemampuan metakognisi (Permendikbud Nomor 104 2014). Metakognisi merupakan pengetahuan tentang cara mempelajari pengetahuan, menentukan pengetahuan yang penting dan tidak penting (strategic knowledge), pengetahuan yang sesuai dengan konteks tertentu, dan pengetahuan diri (self-knowledge) (Permendikbud Nomor 104 2014). Dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan pengetahuan yang dapat digunakan oleh seseorang untuk mengontrol proses kognitifnya. Keunggulan lain dari kemampuan metakognisi adalah perannya dalam meningkatkan prestasi akademik siswa (Shelia 1999). Dalam ilmu fisika, pemahaman konsep merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung prestasi belajar. Pada kenyataannya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih rendah. Rendahnya prestasi belajar muncul karena pemahaman konsep yang tidak tersusun secara sistematis, masih banyak konsep yang tidak terkait satu sama lain. Ketidakterkaitan antar konsep ini menyebabkan adanya miskonsepsi pada siswa. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka peneliti melakukan penelitian yang dapat mengetahui profil metakognisi dan prestasi belajar siswa. Pada penelitian ini, prestasi belajar siswa dianalisis juga dari pemahaman konsep dan miskonsepsi sehingga dapat terlihat hubungan antara meningkatnya prestasi belajar dengan pemahaman konsep dan miskonsepsi. Peneliti mengadopsi strategi pembelajaran metakognisi yang tahapannya meliputi mengidentifikasi apa yang diketahui dan tidak diketahui, berbicara tentang apa yang dipikirkan, membuat catatan pemikiran, perencanaan dan pengendalian diri, pengarahan proses berfikir, dan penilaian diri (Blakey dan Spence 1990). Strategi pembelajaran ini dimasukkan dalam LKS berupa pertanyaan-pertanyaan, yang pada penelitian ini disebut dengan Jurnal Pemikiran Siswa (JPS). Pada dasarnya kemampuan metakognisi setiap orang berbeda, oleh karena itu penerapan strategi metakognisi perlu dipadukan dengan suatu model pembelajaran yang dapat menuntun siswa untuk aktif dalam kelompok belajar. Dalam suatu kelompok belajar siswa mempunyai kesempatan untuk mendiskusikan hasil pemikiran mereka tentang solusi dari masalah yang diberikan kepada teman sekelompoknya. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Kegiatan pembelajaran terdiri dari lima tahap pembelajaran yaitu presentasi kelas, kerja kelompok, tes, peningkatan skor individu, dan penghargaan kelompok (Slavin 2009).
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 67
Rumusan penelitian ini adalah: 1) Bagaimana profil metakognisi siswa setelah penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning? 2) Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa setelah penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning?
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu control group pre-test post-test design. yang termasuk dalam true experimental design. Alasan penggunaan metode penelitian ini adalah karena menggunakan dua kelas sebagai penelitian, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian ini dilakukan pada kelas X di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung, jumlah sampel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 40 siswa. Treatment yang diberikan pada kelas eksperimen adalah pembelajaran menggunakan strategi metakognisi pada coooperative learning tipe STAD, sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD. Pada desain ini kelompok tersebut diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Setelah pemberian treatment selesai, kelompok tersebut diberi posttest untuk mengetahui sejauh mana pengaruh treatment. TABEL 1. Metode Penelitian
K
E O1 X O1
O2 O2
Dengan E adalah kelas eksperimen, K adalah kelas kontrol, O1 adalah pretest, dan O2 adalah posttest. Metakognisi yang diteliti pada penelitian ini meliputi metakognisi pengetahuan (deklaratif, prosedural, dan kondisional), metakognisi kesadaran, dan metakognisi kontrol (merencanakan, memantau, dan menilai) (Thomas dan McRobbie 2001). Instrumen yang digunakan untuk mengetahui metakognisi pengetahuan adalah kuesioner metakognisi yang berisi pertanyaan berkaitan dengan tekanan hidrostatis, dimana pertanyaan tersebut mengukur pegetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional. Metakognisi kesadaran dan metakognisi kontrol diteliti dengan memberikan kuesioner yang menggunakan skala likert, dimana pertanyaannya diadaptasi dari jurnal Exploring student metacogniton on nuclear energy in secondary school (Chantharanuwong 2012). Pilihan jawaban kuesioner tersebut berisi pilihan hampir selalu, sering, sesekali/kadang-kadang, jarang, dan hampir tidak pernah yang diberi skor berturut-turut untuk masing-masing pilihan adalah 5,4,3,2, dan 1. Pengolahan data untuk metakognisi kesadaran dan metakognisi kontrol dilakukan dengan mencari nilai rata-rata dari seluruh pertanyaan yang diberikan. Apabila rata-rata skor menunjukkan angka lebih dari 3 maka siswa tersebut dikatakan cukup memiliki kemampuan metakognisis kesadaran dan kontrol. Masalah yang diberikan dalam JPS merupakan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang jarang dipublikasikan sebagai sebuah aplikasi konsep pada buku-buku pelajaran. Sehingga dalam penelitian ini digunakan Web Based Module sebagai salah satu instrumen yang membantu dalam rangka menumbuhkan metakognisi siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil prestasi belajar siswa adalah menggunakan three tier test. Prestasi belajar yang akan diteliti pada penelitian ini hanya pada aspek kognitif yaitu memahami, mengaplikasikan, dan menganalisis. Analisis data untuk prestasi belajar yang digunakan hanya pada tahap one tier. Jika jawaban benar maka skor adalah 1 dan jika salah maka skor adalah 0. Skor prestasi belajar siswa dibandingkan antara pretest dan posttest, kemudian dihitung menggunakan gain ternomalisasi yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan analisis Hake (1999), ditunjukkan oleh persamaan (1) sebagai berikut
g
SkorPosttest Skor Pr etest SkorMaksimum Skor Pr etest
(3)
Prestasi belajar dianalisis juga dari pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa yang didasarkan pada kombinasi jawaban two tier test dan confidence rating (Kaltackci dan Didis 2007)
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 68
HASIL DAN PEMBAHASAN 1) Profil Metakognisi Berikut merupakan hasil rekapitulasi jawaban siswa untuk metakognisi pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional. TABEL 2. Metakognisi Pengetahuan Deklaratif
Kuesioner Jelaskan konsep fisika yang harus Anda pahami agar Anda dapat menentukan kapal selam yang tepat dalam pelaksanaan investigasi tim Basarnas!
Pengetahuan Deklaratif Eksperimen • Tekanan hidrostatis dipengaruhi oleh kedalaman, massa jenis fluida, dan gravitasi (36/40) • Tekanan di air (3/40) • Tekanan yang dipengaruhi massa (1/40)
Kontrol • Tekanan hidrostatis dipengaruhi oleh kedalaman, massa jenis fluida, dan gravitasi (13/40) • Tekanan yang dipengaruhi massa benda (13/40) • Besaran yang membuat benda tenggelam (9/40) • Miskonsepsi dan tidak menjawab (5/40)
Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan pengetahuan deklaratif adalah siswa mengungkapkan mengenai tekanan hidrostatis dan faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan data, terlihat bahwa jumlah siswa yang menjawab sesuai dengan konsep lebih banyak berada pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol masih terdapat siswa yang miskonsepsi. Jadi siswa yang sudah memiliki metakognisi pengetahuan deklaratif lebih banyak berada pada kelas eksperimen. TABEL 3. Metakognisi Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan Prosedural Kuesioner Eksperimen Kontrol Jelaskan prosedur yang Anda • Melihat kedalaman • Melihat kedalaman tujuan lakukan untuk menentukan kapal tujuan dan ketebalan dan ketebalan dinding selam yang tepat dalam pelaksaan dinding kapal (27/40) kapal (21/40) investigasi tim Basarnas! • Melihat kedalaman • Melihat kedalaman tujuan tujuan (9/40) (12/40) • Miskonsepsi (4/40) • Miskonsepsi dan tidak menjawab (7/40) Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan pengetahuan prosedural adalah siswa mengungkapkan mengenai cara yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan data, terlihat bahwa siswa pada kelas eksperimen menyusun cara yang tepat dan sistematis untuk menyelesaikan masalah dibandingkan kelas kontrol. TABEL 4. Metakognisi Pengetahuan Kondisional
Kuesioner • Mengapa Anda memilih prosedur tersebut? • Apakah Anda yakin dengan jawaban Anda? o Jika Anda yakin, Apa yang membuat Anda yakin? o Jika Anda tidak yakin, Apa yang akan anda lakukan untuk meyakinkan jawaban Anda?
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Pengetahuan Kondisional Eksperimen • Karena dinding yang tebal akan menahan tekanan hidrostatis (27/40) • Karena sesuai konsep (13/40) o Yakin karena sesuai percobaan dan konsep tekanan hidrostatis (29/40) o Yakin karena sudah mengerti (6/40) o Tidak yakin, saya akan belajar (3/40)
Kontrol • Karena semakin tebal dinding maka semakin dalam kapal (15/40) • Karena mempermudah pencarian (9/40) • Miskonsepsi dan tidak menjawab (16/40) o Yakin karena sesuai konsep tekanan hidrostatis (14/40) o Yakin, tanpa alasan (21/40) o Tidak menjawab (2/40)
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 69
Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan pengetahuan kondisional adalah siswa mengungkapkan mengenai alasan menggunakan suatu prosedur dan mengevaluasi prosedur tersebut. Berdasarkan data, terlihat bahwa siswa pada kelas eksperimen merancang suatu prosedur dengan pertimbangan sesuai konsep dan mampu mengevaluasi prosedur yang telah mereka lakukan. Sedangkan pada kelas kontrol terlihat bahwa kebanyakan siswa merancang suatu prosedur tanpa memperhatikan konsep dan kurang mampu mengevaluasi prosedur tersebut. Hasil metakognisi kesadaran dan kontrol pada kelas eksperimen berturut-turut adalah 3,54 dan 4,38 sedangkan kelas kontrol adalah 3,45 dan 3,99. Berikut merupakan hasil rekapitulasi jumlah siswa yang memiliki rata-rata metakognisi kesadaran dan kontrol lebih dari 3.
GAMBAR 1. Metakognisi Kesadaran dan Kontrol
Berdasarkan grafik di atas, terlihat bahwa jumlah siswa yang memiliki metakognisi kesadaran dan kontrol lebih banyak berada pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen menyadari tentang proses belajarnya dan kekurangan yang mereka rasakan selama pembelajaran. 2) Prestasi Belajar Berikut merupakan rekapitulasi nilai gain normalisasi untuk prestasi belajar : TABEL 5. Rekapitulasi Prestasi Belajar
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretest 49,375 39
Posttest 85,5 60,125
N-Gain 0,71 0,35
Kategori Tinggi Sedang
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa setelah mendapat treatment pembelajaran strategi metakognisi dalam cooperative learning menunjukkan peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya menggunakan cooperative learning. Pemahaman konsep dan miskonsepsi dianalisis untuk setiap Sub Konsep (SK) pada materi fluida statis yang terdiri dari hubungan tekanan hidrostatis dengan massa jenis (3 soal), hubungan tekanan hidrostatis dengan kedalaman (2 soal), Prinsip Pascal (2 soal),gaya apung (4 soal), terapung, melayang, dan tenggelam (2 soal), tegangan permukaan (2 soal), kapilaritas (2 soal), dan viskositas (1 soal). Berikut merupakan rekapitulasi pemahaman konsep untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol :
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 70
GAMBAR 2. Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen
GAMBAR 3. Pemahaman Konsep Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil rekapitulasi di atas, jumlah siswa yang mengalami peningkatan pemahaman konsep lebih banyak berada pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Hal ini terlihat pada hampir seluruh SK yang terdapat pada materi fluida statis, hanya pada SK 2 jumlah siswa kelas eksperimen lebih sedikit yang mengalami peningkatan pemahaman konsep dibandingkan kelas kontorl. Hasil pretest untuk kedua kelas ini menunjukkan nilai yang hampir sama, namun pada hasil posttest terlihat bahwa kelas eksperimen menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan kelas kontrol. Hasil rekapitulasi miskonsepsi untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol ditampilkan pada tabel berikut.
GAMBAR 4. Miskonsepsi Kelas Eksperimen
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 71
GAMBAR 5. Miskonsepsi Kelas Kontrol
Berdasarkan hasil rekapitulasi di atas, jumlah siswa yang mengalami penurunan miskonsepsi lebih banyak berada pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol. Hal ini terlihat pada sebagian besar SK, namun pada SK 2, SK 5, dan SK 8 jumlah siswa kelas eksperimen lebih sedikit yang mengalami penurunan miskonsepsi dibandingkan kelas kontorl. Pada beberapa SK diperoleh hasil postetst kelas kontrol menunjukkan pemahaman konsep yang lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen. Hal ini disebabkan karena sub konsep tersebut dianggap sulit oleh sebagian besar siswa hal ini terbukti dari hasil pretest kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
KESIMPULAN Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui profil metakognisi dan prestasi belajar siswa sebelum dan setelah penerapan strategi metakognisi pada cooperative learning tipe STAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih mampu menggambarkan dan mempertimbangkan strategi penyelesaian terkait konsep dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan kelas kontrol. Rata-rata hasil metakognisi kesadaran dan kontrol pada kelas eksperimen berturut-turut adalah 3,54 dan 4,38 sedangkan kelas kontrol adalah 3,45 dan 3,99. Peningkatan prestasi belajar setelah setelah diberikan treatment dilihat dari pengolahan menggunakan gain ternomalisasi dalah sebesar 0,71 yang berada dalam kategori tinggi untuk kelas eksperimen sedangkan untuk kelas kontrol adalah sebesar 0,35 berada dalam kategori sedang. Pemahaman konsep kelas eksperimen meningkat dan miskonsepsi menurun lebih signifikan daripada kelas kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dengan pembelajaran menggunakan strategi matakognisi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang pembelajarannya tidak menggunakan strategi metakognisi.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini sehingga pada akhirnya menjadi sebuah artikel, semoga penelitian ini dapat berkontribusi dalam mengembangkan pendidikan yang lebih baik di Indonesia.
REFERENSI Chantharanuwong, W. dkk 2012, ‘Exploring Student Metacognition on Nuclear Energy in Secondary School’, SciVerse ScienceDirect Procedia, 1-18. Jayapraba, G. & Kanmani, M 2013, ‘Metacognitive Awareness in Science Classroom of Higher Secondary Students’, International journal on new trends in education and their implications, Volume 4 issue 3.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 72
Thomas, G.P. dan McRobbie, C.J 2001, ‘Using a metaphor for learning to improve students’ metacognition in the Chemistry classroom’, Journal of Research in Science Teaching, Volume 222-259. Arikunto, Suharsimi 2012, ‘Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran’, Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, SuharsimI 2002, ‘Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik’, Jakarta: Bumi Aksara. Slavin, R.E 2009, ‘Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice’, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon. Hacker, D.J 1998, ‘Metacognition in educational theory and practice’, Mahweh, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Blakey M, Spence S 1990, ‘Developing Metacognition’, Syracause, NY: Eric Resources Information Center. Undang-undang nomor 20 2003, tentang sistem pendidikan nasional. Permendikbud nomor 104 2014, tentang pedoman penilaian hasil belajar oleh pendidik.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 73
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02111
Rancangan Media Pembelajaran Berupa Aplikasi Augmented Reality Berbasis Marker pada Perangkat Android Diah Ambarwulana), Dewi Muliyatib) Prodi Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka, 13220 Email: a)[email protected], b)[email protected]
Abstract This preliminary study focused on the technique of instructional media that is integrated with Augmented Reality to increase the interest of studies student. This study uses the book as a medium that brought information representing a 3D model of the atom objects. The program is made with markerlessbased techniques so that the user interface become more attractive. This paper emphasizes the techniques of designing learning media in the form of Augmented Reality applications to be used on smartphones with the Android Operating System. Keywords: Augmnted Reality, 3D Model, Android Abstrak Penelitian pendahuluan ini difokuskan pada teknik perancangan media pembelajaran yang diintegerasikan dengan Augmented Reality untuk meningkatkan minat pelajar. Penelitian ini menggunakan buku sebagai media yang memunculkan informasi model 3D yang merepresentasikan objek atom yang sesungguhnya. Rancangan ini dibuat dengan teknik Markerlessbased sehingga tampilan antarmuka menjadi lebih menarik. Paper ini menekankan pada teknik merancang media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality untuk digunakan pada smartphone dengan Operating System android. Kata-kata kunci: Augmented Reality, Model 3D, Android
PENDAHULUAN Media pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya (Arsyad 2011, p.2-3). Tentu saja media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran memerlukan perencanaan yang baik, begitu juga dalam pembelajaran fisika. Banyak yang dapat digunakan untuk perencanaan media pembelajaran fisika, salah satunya dengan menggunakan media Augmented Reality. Dalam sebuah artikel yang diusulkan sebelumnya (Rizki 2014) menjelaskan Augmented Reality merupakan teknologi dalam bidang komunikasi dan informasi yang menggabungkan benda maya dua dimensi atau tiga dimensi ke dalam dunia nyata tiga dimensi. Dengan teknologi Augmented Reality, suatu benda yang sebelumnya hanya dapat dilihat secara dua dimensi, dapat muncul sebagai obyek virtual yang dimasukkan kedalam lingkungan nyata secara real-time. Saat ini penelitian dan penggunaan Augmented Reality meluas hinga ke berbagai aspek, contohnya dalam bidang kesehatan, militer, hiburan, fashion, komersial, hingga game. Hal ini dikarenakan penggunaan AR sangat informatif dan menarik. Pada peneliatian sebelumnya (Madden 2012) telah disampaikan, selama ini Augmented Reality diaplikasikan dengan menggunakan Marker e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 74
(Penanda). Penggunaan marker dapat digunakan pada gambar atau halaman dari sebuah buku cetak. Hal ini akan membuat aplikasi Augmented Reality lebih praktis dan bisa digunakan dimanapun. Penggunaan Augmented Reality memerlukan bantuan dari perangkat lain, seperti smartphone dan Tablet dengan sistem operasi android (Wahyudi 2014). Android merupakan teknologi mobile yang sedang sangat berkembang di dunia. Pengguna perangkat Android tersebar diseluruh segmen masyarakat dunia. Fasilitas yang diberikan sangat mempermudah pengguna peranti ini dalam aktifitas sehari-hari (Speckmann 2008). ditambah lagi Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti bergerak, sehingga aplikasi yang dapat digunakan menjadi sangat beragam. Aplikasi Markerless Augmented Reality diharapkan akan membuat pembelajaran menjadi lebih efektif karena dapat memudahkan siswa dalam menggambarkan materi yang abstrak. Adapun cara kerja Markerless Augmented Reality diawali dengan sebuah gambar yang dideteksi menggunakan kamera dari perangkat Android secara real time, kemudian dari marker tadi akan muncul informasi lain secara virtual (berupa 2 dimensi, 3 dimensi, video, suara, dll) pada layar perangkat tersebut. Oleh sebab itu penting rasanya mengembangkan sebuah media pembelajaran berbasis Markerless Augmented Reality pada pembelajaran fisika.
METODE Alat dan Bahan Perancangan Dalam perancangan, ditentukan model 3D atom sebagai Augmented Reality yang ingin ditampilkan dari sebuah marker. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buku cetak fisika 1 buah, Handphone dengan sistem operasi android 1 buah, Atom 3 dimensi 1 buah, Software unity (offline), Software vuforia (online), dan Software android studio (offline). Buku cetak fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Introduction to Physics edisi ke-9 dengan penulis John D. Cutnell & Kenneth W. Johnson yang diterbitkan oleh Wiley. Adapun marker yang digunakan berupa gambar atom yang terdapat dalam halaman 918 (GAMBAR 1).
GAMBAR 1. Marker yang terdapat dalam buku Introduction to Physics halaman 918.
Aplikasi yang sudah dibuat akan diinstal pada handphone dengan sistem operasi android. Sehingga ketika sedang menjalankan aplikasi tersebut secara otomatis aplikasi tersebut akan membuka kamera yang dapat menerjemahkan marker menjadi informasi virtual. Dalam penelitian ini handphone yang digunakan mengunakan sistem android versi 4.4.2 (kitkat). Informasi virtual yang ingin disampaikan dari aplikasi ini adalah atom dalam bentuk 3 dimensi. Jika tidak ingin membuatnya kita dapat mengunduh 3 dimensi dari berbagai website baik yang berbayar ataupun tidak. Pada perancangan ini atom 3 dimensi (GAMBAR 2.) diunduh dari laman https://www.cgtrader.com, Atom ini nantinya akan disimpan dalam format .obj.
GAMBAR 2. Atom 3 dimensi tampak dari arah atas (kiri) dan samping (kanan). e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 75
Software unity 3D digunakan secara offline merupakan software game engine untuk membangun permainan 3 Dimensi (3D) baik. Game engine merupakan komponen yang ada dibalik layar setiap video game. Selain itu unity juga mendukung pengembangan Android, pengembang perlu mendownload dan menginstall sdk Android dan menambahkan perangkat ke fisik sistem. Software vuforia AR Extension for Unity digunakan secara online software ini digunakan untuk memberikan cara berinteraksi yang memanfaatkan kamera mobile phones sebagai perangkat masukan. Kamera digunakan sebagai mata elektronik yang mengenali marker, sehingga di layar bisa ditampilkan perpaduan antara dunia nyata dan maya yang digambar oleh aplikasi. Software android studio digunakan untuk melengkapi unity. Seperti yang telah dijelaskan hal itu karena untuk membuat aplikasi berbasis android, unity membutuhkan software tambahan yaitu, Android sdk. Android sdk ini dapat diperoleh setelah kita mengunduh android studio. Adapun seri minimum untuk sdk handphone/gadget yang disediakan oleh Android Studio adalah android 2.3 Gingerbread. Perancangan aplikasi Berikut ini langkah-langkah perancangan media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality berbasis marker pada perangkat android: 1. Buka Aplikasi Unity yang sudah diinstall sebelumnya, cara menginstal dapat dilihat pada website https://unity3d.com. Setelah itu pilih projects > new project > tuliskan nama pada project name > pilih tempat penyimpanan file pada location > klik 3D > selanjutnya create project (GAMBAR 3).
GAMBAR 3. Tampilan awal saat membuat project baru pada Unity 3d.
2. Hapus main camera dan directional light, lakukan dengan cara klik kanan pada directional light > pilih delete, lakukan hal yang sama untuk main camera, sehingga tampilan berubah (GAMBAR 4).
(a)
(b)
(c)
GAMBAR 4. (a) sub-menu main camera dan directional light (ditandai kotak merah), (b) Menghapus main camera dan directional light dengan klik kanan dan pilih delete, (c) Main camera dan directional light sudah terhapus.
3. Buka website Vuforia di https://developer.vuforia.com, Jika belum mempunyai akun silakan klik register > isi form. Jika sudah klik login > isi form > klik log in (GAMBAR 5).
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
(a)
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 76
(b)
(c)
GAMBAR 5. (a) Log in Vuforia (ditandai kotak merah), (b) Form yang diisi saat registrasi vuforia, (c) Form yang diisi saat log in vuforia.
4. Jika sudah berhasil login silakan klik download for unity > pilih i agree. Silakan tunggu sampai proses download selesai (GAMBAR 6).
(a)
(b)
GAMBAR 6. (a) Download vuforia sdk untuk Unity, (b) Menyetujui software License Vuforia.
5. Buka kembali unity, setelah itu pilih assets > import package > custom package > vuforiaunity-6-0-117.unitypackage > import (GAMBAR 7).
(a)
(b)
(c)
GAMBAR 7. (a) Cara memasukkan package yang digunakan, (b) Memilih package, (c) Import semua komponen package.
6. Masih dalam software unity, pilih assets > import package > custom package > ICT_PROGRAM.unitypackage > import (GAMBAR 8).
(a)
(b)
(c)
GAMBAR 8. (a) Cara memasukkan package yang digunakan, (b) Memilih package, (c) Import semua komponen package.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 77
7. Pilih assets pada project > vuforia > prefabs > drag ARCamera ke scene untitled > drag Image target ke scene untitled (GAMBAR 9).
GAMBAR 9. Drag AR camera dan image target yang berada pada vuforia prefabs ke dalam scene untitled (ditandai kotak merah)
8. Pilih ARCamera > lihat kolom Inspector (sebelah kanan) > paste lisence key dari vuforia sdk ke kolom lisence key > ceklist Load ICT_PROGRAM. Lisence key di dapat dengan cara login akun vuforia > develop > lisence manager > copy lisence key (GAMBAR 10).
(a)
(b)
GAMBAR 10. (a)Memasukkan lisence key dan mengaktifkan database untuk ARCamera (ditandai kotak merah), (b) License Key yang diberikan oleh Vuforia untuk Augmented Reality yang dirancang.
9. Pilih Image target > lihat kolom Inspector (sebelah kanan) > pilih Database ICT_PROGRAM (GAMBAR 11).
GAMBAR 11. Mengaktifkan database untuk image target (ditandai kotak merah).
10. Pilih assets > import new asset > pilih atom.obj sebagai 3 dimensi yang ingin ditampilkan (GAMBAR 12).
(a)
(b)
GAMBAR 12. (a) Memasukkan asset baru, (b) Memilih 3d sebagai asset yang ingin dimasukkan. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 78
11. Jika atom 3D sudah berhasil di import, drag atom ke dalam image target dan atur posisi. Selanjutya, pilih game object > light > directional light (untuk mengatur pemberian cahya) > drag directional light ke dalam Image target (GAMBAR 13).
(a)
(b)
GAMBAR 13. (a) Mengatur posisi 3D tepat di atas marker, (b) Masukkan directional light.
12. . Save scene sebagai atom dengan cara klik file > save scene as > tulis nama scene > save (GAMBAR 14).
(a)
(b)
GAMBAR 14. (a) Scene untitled belum disimpan, (b) Menyimpan scene yang telah dibuat dengan nama atom.
13. Mengatur external tools dengan cara pilih edit > preferences > external tools > browse file sdk dan jdk, jika tidak ada klik download, dan akan otomatis membuka laman untuk mendownload sdk dan jdk (GAMBAR 15).
(a)
(b)
GAMBAR 15. (a) Mengatur preference unity agar bisa membuild scene menjadi apk (b) Mengatur External Tools dengan cara memasukkan folder sdk dan jdk.
14. Tahap terakhir build scene tadi agar dapat digunakan pada handphone dengan os android, klik file > Build Settings > masukkan scene atom > switch platform menjadi android > build > tulis nama file > save. Tunggu sampai proses building selesai, setelah itu copy aplikasi tadi ke dalam handphone android dan jalankan programnya (GAMBAR 16.).
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
(a)
(b)
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 79
(c)
GAMBAR 16. (a) Atur ulang build settings sebelum membuat aplikasi atom, (b) Masukkan scene atom dan ubah platform menjadi android, (c) Pilih folder untuk menyimpan aplikasi atom.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian dilakukan dengan cara mengubah jarak antara marker dan hanphone kemudian dihitung rentangan waktu yang digunakan untuk menampilkan 3 Dimensi. Hasil uji ditampilkan pada TABEL 1. berikut ini: TABEL 1. Hasil pengujian terhadap aplikasi yang telah dibuat dengan melihat variabel jarak kamera terhadap marker dan waktu untuk menampilkan 3 Dimensi
No.
Jarak (cm)
Waktu (s)
1.
5
0,49
2.
10
0,50
3.
15
1,10
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Hasil
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
4.
20
1,20
5.
25
-
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 80
Berdasarkan hasil pengujian waktu yang diperlukan untuk menampilkan 3 Dimensi tidak lama, yakni 0,823 sekon. Adapun hubunganya dengan jarak adalah semakin besar jarak antara marker dan hanphone maka ukuran 3 dimensi yang ditampilkan semakin kecil dan lama-kelamaan akan hilang. Jangkauan antara marker dan hanphone dapat diperbesar pada saat merancang aplikasi di unity, memperbesar rating dan ukuran marker saat upload di vuforia sdk.
SARAN Perancangan awal teknik merancang media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality untuk digunakan pada smartphone dengan Operating System android perlu dikembangkan lagi. Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan sebelumnya, saran yang dapat diberikan sebagai berikut, Semakin besar ukuran marker semakin mudah dibaca oleh aplikasi yang dibuat. Sebaiknya marker yang digunakan pada vuforia sdk memiliki rating yang baik. Hal itu karena rating yang baik memudahkan aplikasi dalam menampilkan 3 Dimensi. Diusahakan rating marker terkecil adalah tiga dari lima bintang. Perhatikan bit depth untuk marker. Ukuran bit depth yang diizinkan oleh vuforia sdk hanya 8 bit gray scale atau 24 bit RGB dengan tipe file JPG atau PNG.
UCAPAN TERIMAKASIH Selama perancangan ini Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan peserta kuliah pembelajaran fisika berbasis ICT yang telah memberikan arahan dan saran selama melakukan penelitian awal teknik merancang media pembelajaran berupa aplikasi Augmented Reality untuk digunakan pada smartphone dengan Operating System android.
REFERENSI Arsyad, A 2011, Media Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta. Rizki, Y 2014, “Markeless Augmented Reality Pada Perangkat Android”, Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS Surabaya, pp. 1-10. Madden, L 2012, Augmented Reality Browsers for Smartphones: Programming for JUNAIO, LAYAR, and WIKITUDE, Wiley Publishing. Wahyudi, AK 2014, “ARca, Pengembangan Buku Interaktif Berbasis Augmented Reality dengan Smartphone Android”, JNTETI, pp. 96-102. Speckmann, B 2008, compsci/projects/Master_Thesis_Benjamin_Speckmann.pdf, viewed 10 October 2016, http://www.emitch.edu
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 81
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02112
Rancangan Tes dan Evaluasi Fisika yang Informatif dan Komunikatif pada Materi Kinematika Gerak Lurus Citra Media Pertiwia), Dewi Muliyatib), Vina Serevinac) Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Fisika, Universitas Negeri Jakarta, Jalan Rawamangun Muka No. 1, Rawamangun – Jakarta Timur, 13220 a) Email: [email protected], b)[email protected], c)[email protected]
Abstract This study aims to produce tests and evaluation of physics informative and communicative on the kinematics of rectilinear motion of matter and to determine the effects of the test and evaluation of physics informative and communicative to interest students in work on the problems. The method used is the method of developing research-Thiagarajan 4D model, which consists of four stages, namely: define, design, develop, and disseminate. Assessment tests and evaluations conducted by a lecturer of physics as learning experts and media experts. Testing and evaluation tests conducted by the test to high school students of class X. The results of this research are physics test and evaluation informative and communicative on the kinematics of rectilinear motion of matter that has been validated by an expert assessment of learning physics and an expert on media and software, has also been tested eligibility in school. The results of the validation by an expert assessment of learning physics obtain results with kategoro well. The results of the validation by media experts and software obtained either category. The results of due diligence by the students obtain better results by category. Based on the results of validation and feasibility test, we can conclude that the test and evaluation of physics informative and communicative fit for use as a test and evaluation of learning physics in high school. Keywords: test and evaluation, informative, communicative, straight motion kinematics Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada materi kinematika gerak lurus dan untuk mengetahui efek dari tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif terhadap ketertarikan siswa dalam mengerjakan soal. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian pengembangan model 4D-Thiagarajan, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: define, design, develop, dan disseminate. Penilaian tes dan evaluasi dilakukan oleh dosen fisika sebagai ahli pembelajaran dan ahli media. Pengujian tes dan evaluasi dilakukan dengan uji coba kepada siswa SMA kelas X. Hasil dari penelitian ini adalah tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada materi kinematika gerak lurus yang telah divalidasi oleh ahli penilaian pembelajaran fisika serta ahli media dan perangkat lunak, juga telah diuji kelayakannya di sekolah. Hasil validasi oleh ahli penilaian pembelajaran fisika memperoleh hasil dengan kategoro baik. Hasil validasi oleh ahli media dan perangkat lunak memperoleh kategori baik. Hasil uji kelayakan oleh siswa memperoleh hasil dengan kategori baik. Berdasarkan hasil validasi dan uji kelayakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif layak digunakan sebagai tes dan evaluasi pembelajaran fisika di SMA. Keywords: tes dan evaluasi, informatif, komunikatif, kinematika gerak lurus e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 82
PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui perbaikan sistem penilaian. Sistem penilaian itu sendiri terdiri dari beberapa aspek. Sudjana (2003) mengungkapkan bahwa aspek-aspek yang berkenaan dengan pemilihan alat penilaian, penyusunan soal pengolahan dan interpretasi data hasil penilaian, analisis butir soal untuk memperoleh kualitas soal yang memadai, serta pemanfaatan data hasil penilaian sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan dalam penilaian proses dan hasil belajar siswa di sekolah. Keberhasilan kegiatan evaluasi hasil belajar di sekolah sangat tergantung pada pembuatan soal, pelaksanaan ujian, serta mengolah hasil ujian tersebut. Dengan demikian, kemmpuan dalam membuat soal yang baik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan evaluasi di sekolah (Arikunto 2009). Prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triagulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu: a) tujuan pembelajaran; b) kegiatan pembelajaran; c) evaluasi (Arikunto 2010). Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Keberhasilan dari suatu kegiatan belajar mengajar dapat dilihat pada tujuan pembelajaran dengan hasil evaluasinya, melalui kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan kegiatan evaluasi belajar sangat bergantung pada instrumen tes yang digunakan. Instrumen tes memiliki peran penting dalam mengukur hasil belajar siswa. Sehingga diperlukan instrumen tes yang baku yaitu suatu instrumen tes yang telah melalui beberapa percobaan dan telah diuji akurasinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Apabila instrumen tes yang digunakan kurang baik, maka akan berdampak pada hasil evaluasi yang kurang maksimal. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang merupakan ilmu alam paling dasar yang memusatkan perhatiannya pada prinsip dasar alam semesta (Serway 2009), untuk itu diperlukan penggambaran yang dapat menirukan fenomena fisika terkait kesesuai dengan konsepnya. Selain itu berdasarkan kurikulum 2013 edisi revisi, pembelajaran fisika dituntut untuk lebih diaplikasikan pada penerapan ke kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat langsung merasakan efek pembelajaran fisika dikelas untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul di lingkungan. Untuk itu dibutuhkan suatu media yang dapat digunakan untuk menirukan atau mensimulasikan suatu fenomena fisika yang dinamis sehingga siswa dapat membayangkan lalu melakukan analisis terhadap fenomena tersebut. Salah satu media yang dapat digunakan adalah animasi. Animasi adalah suatu usaha untuk membuat presentasi statis menjadi hidup. Animasi lebih menarik dan mudah dimengerti daripada hanya sekedar gambar karena lebih komunikatif dalam menyampaikan suatu tujuan (Binanto 2010) Pemberian animasi pada instrumen penilaian berupa tes, akan memberikan bantuan pada siswa untuk menganalisis soal dan menelaah konsep terkait sampai pada formulasi matematis untuk memperoleh nilai dari besaran yang ingin ditinjau. Keuntungan simulasi komputer dapat memfasilitasi pembelajaran siswa dengan menyoroti proses dan konsep yang penting (Murtono 2014). Pada pembelajaran fisika, banyak persoalan-persoalan yang memerlukan visualisasi agar siswa dapat menganalisis kemudian melakukan formulasi. Penggambaran keadaan fisis benda, bentuk benda, serta garis-garis vektor yang mewakili besaran-besaran fisis dalam fisika juga perlu digambarkan dengan benar. Selain itu dengan pemberian animasi pada soal juga dapat membuat soal bersifat informatif dan komunikatif. Kenyataan di lapangan soal yang tersedia masih terpaku pada rumus. Sehingga siswa lebih terbiasa dengan soal menghitung tetapi jarang diaplikasikan kedalam kasus-kasus yang berkenaan dengan lingkungan dan teknologi. Selain itu, siswa juga terbiasa mengerjakan soal-soal yang sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru mereka. Hal ini menyebabkan siswa hanya paham pada bentuk soal tertentu saja, dikarenakan siswa tidak memahami secara benar mengenai konsep fisika yang diajarkan. Kemudian, funsi tes bukan hanya untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi saja. Tetapi, juga untuk memberikan wawasan serta pengetahuan baru kepada siswa, untuk itu soal yang diberikan harus bersifat informatif dan komunikatif. Dari uraian diatas, peneliti berencana mengembangkan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif dengan menggunakan animasi komputer yang mensimulasikan suatu fenomena atau gejala fisika. Pengembangan tes dan evaluasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan siswa pada materi gerak lurus untuk pelajaran fisika di SMA. Tujuan penelitian ini
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 83
adalah mengembangkan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif digunakan pada materi kinematik gerak lurus di SMA.
yang layak
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Jakarta pada tanggal Maret 2016 – April 2016. Adapun penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang mengadopsi model 4D Thiagarajan yang dimodifikasi menjadi 3 tahapan, yaitu: define, design, dan develop (Mohamad Ardian 2014). Tahapan define merupakan tahapan perencanaan yang isinya terkait dengan desain kurikulum. Tahapan design adalah tahapan persiapan dan membuat rancangan tes dan evaluasi yang akan dikembangkan serta kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahapan selanjutnya. Pada tahapan develop terbagi menjadi pengembangan, validasi dan uji coba. Tahap pengembangan dilakukan dengan menyusun tes dan evaluasi fisika yang dikembangkan menjadi tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif. Kemudian tahap validasi dilakukan dengan mengevaluasi tes dan evaluasi yang telah dikembangkan oleh dosen ahli pembelajaran. Sedangkan uji coba dilakukan pada siswa SMA Kelas X. 1. Tahapan Define: Perencanaan Tahapan perencanaan dimulai dari analisis kurikulum. Analisis kurikulum meliputi identifikasi topik dan materi yang akan dibahas pada penelitian. Materi yang akan dibahas pada penelitian ini adalah materi kinematika gerak lurus. Dimana kompetensi dasarnya adalah sebagai berikut. 3.4 Menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan konstan (tetap) dan gerak lurus dengan percepatan (tetap) berikut makna fisisnya. 4.4 Menyajikan data dan grafik hasil percobaan untuk menyalidiki sifat gerak benda yang bergerak lurus dengan kecepatan konstan (tetap) dan bergerak lurus dengan percepatan konstan (tetap) berikut makna fisinya. 2. Tahapan Design: Perancangan Tahap perancangan yaitu mendesain tes dan evaluasi yang akan dikembangkan menjadi tes dan evluasi yang informatif dan komunikatif. Perancangan meliputi menganalisis kebutuhan soal agar dapat menjadi soal yang informatif dan komunikatif. Adapun hasil analisis kebutuhan soal ditunjukkan GAMBAR 1. Balapan Mobil Balapan Motor Balapan Sepeda Lomba Renang Lomba Tenis Lomba Bowling
Wawasan Baru
Animasi Subjek Soal
Media/Kebutuha n Soal Video
Gambar
Pesawat Terbang Kerata Api GAMBAR 1. Diagram rancangan pengembangan tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 84
3. Tahapan Develop: Pengembangan Tahapan pengembangan merupakan tahap mengembangan tes dan evaluasi fisika yang infomatif dan komunikatif pada materi kinematika gerak lurus. Dimana, pada tahapan ini tes dan evaluasi fisika dikembangkan dengan memberikan wawasan serta pengetahuan pada soal dan memberikan animasi atau video ataupun gambar yang sesuai sebagai penunjang soal pada materi kinematika gerak lurus. Adapun contoh dari hasil pengembangan tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif ditunjukkan TABEL 1. TABEL 1. Contoh Pengembangan Tes dan Evaluasi yang Informatif dan Komuniktif
Sebelum dikembangkan
Sesudah dikembangkan
Sebuah pesawat terbang besar memiliki mesin yang dapat memberinya percepatan 2 m/s2. Pesawat terbang mulai bergerak dan harus mencapai kelajuan 1x102 m/s untuk tinggal landas. Berapakah panjang landasan minimum yang diperlukan oleh pesawat itu?
Sebuah pesawat terbang penumpang Boeing 737-200 memiliki mesin yang dapat memberinya percepatan 2 m/s2. Pesawat terbang mulai bergerak dan harus mencapai kelajuan 290 kph untuk tinggal landas sesuai dengan peraturan penerbangan. Berapakah panjang landasan minimum yang diperlukan oleh pesawat itu?
4. Tahapan Develop: Validasi Setelah selesai semua pegembangan yang meliputi pemberian wawasan pada soal, pemberian animasi, video ataupun gambar yang sesuai sebagai penunjang soal pada materi kinemtika gerak lurus, kemudian tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif divalidasi oleh dosen yang terdiri dari dosen ahli pembelajaran dan ahli media. Tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif yang dikembangkan dievaluasi oleh ahli pembelajaran dan ahli media, yang merupakan dosen Prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Jakarta. Semua masukan dan saran hasil evaluasi dijadikan acuan untuk merevisi tes dan evaluasi. 5. Tahapan Develop: Uji Coba Tes dan evaluasi fika yang telah dikembangan serta direvisi berdasarkan masukan dosen ahli pembelajaran di uji cobakan kepada siswa SMA kelas X.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini berupa tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada materi kinematika gerak lurus. Dimana tes dan evaluasi ini berisi soal-soal pilihan ganda berjumlah 20 soal mengenai materi terkait beserta animasi-animasi ataupun video dan gambar penunjang pada setiap soal yang disajikan menggunakan aplikasi Moodle seperti yang ditunjukan pada GAMBAR 2.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 85
GAMBAR 2. Contoh tampilan tes dan evaluasi yang informatif dan komunikatif.
1. Hasil Validasi Validasi Ahli Penilaian Pembelajaran Validasi oleh ahli penilaian pembelajaran fisika dilakukan di jurusan fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta dengan melibatkan satu orang dosen ahli. Penilaian uji validasi oleh ahli penilaian pembelajaran fisika memiliki 2 aspek, yaitu: (1) prinsip penilaian pembelajaran, dan (2) materi fisika untuk SMA. Kemudian terbagi menjadi dua belas indikator, seperti yang ditunjukkan GAMBAR 3.
Validasi Ahli Pembelajaran Fisika 100
Hasil Validasi (%)
100 80
75
87,5 87,5
100
87,5 87,5
87,5
87,5
87,5
100
75
60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Indikator Penilaian
9
10
11
12
Keterangan Indikator: 1. Kesesuian dengan KD 2. Mencapai KD 3. Sistematis 4. Mengukur kemampuan analisis 5. Kesesuaian dengan materi disekolah 6. Kesesuaian dengan konsep materi 7. Kedalaman materi 8. Aktualitas materi 9. Dapat memotivasi 10. Hasil penilaian objektif 11. Dapat mengevaluasi proses pembelajaran 12. Memberikan wawasan baru
GAMBAR 3. Diagram persentase hasil validasi oleh ahli pembelajaran fisika.
Dari validasi yang dilakukan oleh ahli penilaian pembelajaran fisika, diperoleh skor rata-rata keselurahan aspek sebesar 88,54%. Hasil analisis skor rata-rata menyatakan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang dibuat dengan persentase 88,54% memiliki kategori Baik.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 86
Validasi Ahli Media dan Perangkat Lunak Validasi oleh ahli media dan perangkat lunak dilakukan di Universitas Negeri Jakarta dengan melibatkan satu orang dosen ahli. Penilaian uji validasi untuk ahli media dan perangkat lunak sebanyak 3 aspek, yaitu: (1) visual, (2) bahasa, dan (3) perangkat lunak. Kemudian terbagi menjadi sepuluh indikator, seperti yang ditunjukkan GAMBAR 4.
Validasi Ahli Media dan Perangkat Lunak
Hasil Validasi (%)
100
100 100
100 100
80
75
75
3
4
75
75
75 75
5
6
7
60 40 20 0 1
2
8
9
10
Keterangan Indikator: 1. Desain layout 2. Penggunaan Warna 3. Media bergerak jelas 4. Media bergerak menarik 5. Media menyimulasikan fenomena fisika dengan baik 6. Penggunaan bahasa 7. Bahasa mudah dipahami 8. Praktis 9. Terdapat sistem scoring otomatis 10. Pengoperasian sederhana
Indikator Penilaian GAMBAR 4. Diagram persentase hasil validasi oleh ahli media dan perangkat lunak.
Dari validasi yang dilakukan oleh ahli media dan perangkat lunak, diperoleh skor rata-rata keselurahan aspek sebesar 85%. Hasil analisis skor rata-rata menyatakan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang dibuat dengan persentase 85% memiliki kategori baik. 2. Data Hasil Uji Coba Tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang telah direvisi di uji cobakan kepada siswa SMA kelas X. Dimana data respon siswa diperoleh dengan menggunkan lembar angket respon yang diberikan pada siswa. Instrumen lembar angket respon divalidasi oleh dosen pembibing peneliti sebelum di uji cobakan pada siswa. Setelah divalidasi lembar angket respon diberikan pada siswa SMA kelas X yang berjumlah 36 siswa. Hasil angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pengembangan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif pada materi kinematika gerak lurus Penilaian yang diberikan kepada siswa terdiri dari 3 aspek yaitu: (1) Komunikasi visual, (2) perangkat lunak, dan (3) penilaian pembelajaran. Kemudian Terbagi menjadi sepuluh indikator, seperti yang ditunjukkan GAMBAR 5.
Hasil Uji Coba oleh Siswa 100 Hasil Validasi (%)
84.7
93.1
80
65.3
77.8
70.8
86.1 79.2
91.7 63.9
59.7
60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Indikator Penilaian GAMBAR 5. Diagram persentase hasil uji coba oleh siswa. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Keterangan Indikator: 1. Pengoperasian sederhana 2. Penilaian otomatis 3. Memudahkan kegiatan evaluasi belajar 4. Media jelas dan mudah dipahami 5. Tampilan interaktif 6. Penggunaan warna 7. Ksesuaian dengan materi di sekolah 8. Dapat memotivasi 9. Penggunaan bahasa 10. Petunjuk pengerjaan soal
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 87
Dari hasil uji coba kelayakan yang dilakukan pada siswa SMA kelas X, diperoleh skor rata-rata keselurahan aspek sebesar 77,23%. Hasil analisis skor rata-rata menyatakan media instrumen penilaian pembelajaran fisika berbasis flash yang dibuat dengan persentase 77,23% memiliki kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang dikembangkan untuk siswa SMA kelas X, dapat digunakan untuk proses pembelajran di kelas. Dengan tes dan evaluasi fisika yang 88,54% valid menurut ahli pembelajaran, 85% valid menurut ahli media dan 77,23% menurut uji coba kelayakan oleh siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa rancangan tes dan evaluasi fisika yang informatif dan komunikatif yang dikembangkan untuk siswa SMA kelas X, telah memenuhi kriteria baik serta layak digunakan sebagai instrumen penilaian pembelajaran fisika pada materi kinematika gerak lurus di sekolah. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait pengembangan tes dan evaluasi yang bersifat informatif dan komunikatif.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen-dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta dan teman-teman Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta yang telah memberikan masukan, saran-saran, serta dukungan kepada penulis atas media penilaian pembelajaran yang dikembangkan. Semoga tes dan evaluasi yang dikembangkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan.
REFERENSI Arikunto, S 2009, ‘Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan’, Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, S 2010, ‘Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi)’, Jakarta: Bumi Aksara Binanto, Iwan 2010, ‘Multimedia Digital: Dasar Teori dan Pengembangannya’, Yogyakarta: Andi Murtono, Miskiyah & Evi 2014, ‘Pengembangan Instrumen Evaluasi dengan Teknik Simulasi sebagai Asesmen Alternatif dalam Pembelajaran Fisika Materi Mekanika Fluida SMA Kelas XI’, Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, vol. 1 No.1. Sudjana, N 2003, ‘Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar’, Bandung: Remaja Rosdakarya Serway, Raymond & Jewett Jr, John W 2009, ‘Fsika untuk Sains dan Teknik’, Jakarta: Salemba Teknika
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 88
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 89
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02113
Desain Handout Multimedia Menggunakan 3D Pageflip Professional untuk Media Pembelajaran pada Sistem Android Sandy Syahrowardi TSa), A. Handjoko Permanab) Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta Email: a)[email protected], b)[email protected]
Abstract This article have a purpose to introduce media form of handout multimedi’s base and describe how to make handour multimedia’s base use 3D Pageflip Professional with a look at the end of that can be accessed through the computer and android. In design for handout multimedi’s base use 3D Pageflip Professional need a handout in PDF format as background of making a handout multimedi’s base. In application 3D Pageflip Professional can load a media as complement such as picture, animation, flash, video, audio, etc, so it would be more attractive at the time reading this handout. The result of the project that you develop, publish with 3DP format that can be read with 3D Paageflip Reader that can istalled in OS android. Keywords: Multimedia Base Handout, 3D Pageflip Professional, 3D Pageflip Reader Android. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengenalkan media pembelajaran berupa handout berbasis multimedia dan menggambarkan cara membuat handout berbasis multimedia menggunakan 3D Pageflip Professional dengan tampilan akhir yang dapat diakses melalui komputer dan android. Dalam merancang handout berbasis multimedia menggunakan 3D Pageflip Professional membutuhkan handout dalam format PDF sebagai dasar pembuatan handout berbasis multimedia. Pada aplikasi 3D Pageflip Professional dapat memuat media sebagai pelengkap seperti gambar, animasi, flash, video, audio, dll, sehingga akan lebih menarik pada saat membaca handout ini. Hasil dari project yang anda buat, publish dengan format 3DP agar dapat dibaca dengan 3D Pageflip Reader yang bisa diinstall dalam OS android. Kata-kata kunci: Handout Multimedia, 3D Pageflip Professional, 3D Pageflip Reader Android.
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi saat ini bisa dikatakan sangat pesat, terutama pada bidang komunikasi dan tidak menuntut kemungkinan pada bidang lainnya juga. Dalam proses pembelajaran saat ini, penggunaan teknologi sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran agar dapat membantu guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa jaman sekarang sudah terbiasa dengan kemajuan teknologi dan bahkan tidak menuntut kemungkinan siswa lebih paham dari pada gurunya terutama pada teknologi sistem android yang sudah dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat. Kata media dalam “media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau pengantar; sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 90
seseorang melakukan suatu kegiatan belajar”(Cepi Riana 2013). Segala bentuk penyampaian informasi yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Multimedia merupakan penggunaan komputer untuk menyaikan dan menggabungkan teks, gambar, suara, animasi, dan video dengan alat bantu. Untuk melengkapi proses pembelajaran agar berjalan dengan baik dan efektif dalam ranah pemahaman, penulis sebagai calon guru akan mengenalkan bagaimana mendesain media pembelajaran berupa handout fluida dinamis berbasis multimedia. Tampilan handout fluida dinamis menggunakan software 3D Pageflip Professional dengan beberapa fitur untuk membuat handout fluida dinamis menjadi lebih menarik seperti: gambar, animasi, video, flash, audio, tampilan buku 3D, dan lain-lain. Artikel ini mengacu pada beberapa jurnal mengenai media pembelajaran berbasis multimedia dengan menggunakan flipbook diantaranya Sri Hayati (2015) yaitu Pengembangan Media Pembelajaran Flipbook Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik. Penelitian tersebut bertujuan menghasilkan media belajar berupa Flipbook Fisika berbasis multimedia dan secara keseluruhan Flipbook Fisika berbasis multimedia dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik SMA. Kemudian Wijayanto (2014) yaitu Pengembangan E-Modul Berbasis Flip Book Maker dengan Model Project Based Learning untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Penelitian ini bertujuan membuat media dan mengetahui kebermanfaatan dari media tersebut. Diharapkan penjelasan dalam mendesain media pembelajaran handout berbasis multimedia menggunakan flipbook ini dapat membantu anda dalam membuat media pembelajaran dan media pembelajaran ini akan menjadi sumber belajar siswa yang menyenangkan serta menjadi media pembelajaran yang dapat membantu guru untuk memberi pembelajaran kepada siswa yang dapat diakses melalui sistem android.
METODE Pada dasarnya mendesain handout multimedia dengan 3D PageFlip ini haruslah menggunakan komputer dengan spesifikasi tertentu. Dalam pembuatan handout multimedia ini, penulis menggunakan OS Windows 7 dengan spesifikasi berikut.
GAMBAR 1. Spesifikasi komputer yang digunakan penulis dalam pembuatan handout multimedia.
Dari GAMBAR 1, anda dapat menyimpulkan spesifikasi minimal yang dapat digunakan dalam pembuatan handout multimedia menggunakan 3D Pageflip Profesional versi 1.7.7. Menurut penjelasan dari web yang menyediakan jasa untuk mendownload 3D Pageflip Professional bahwa OS yang dapat menginstall aplikasi ini yaitu Windows XP/Vista/Windows 7/Windows 8 untuk versi 1.7.6. Dalam pembuatan handout berbasis multimedia ini, penulis menggunakan bahan handout berupa materi fluida dinamis yang sudah dibuat sebelumnya menggunakan Ms. Word dan dikonvert atau save as kedalam bentuk PDF. Dalam pembuatan bahan materi handout menggunakan Ms. Word perlu memperhatikan hal sebagai berikut:
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
• • •
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 91
Ukuran font. Setelah dimasukan kedalam aplikasi 3D Pageflip Profesional, tampilan ukuran kertas akan mengecil dan bila dibuat dengan ukuran font 12 (Normal) pada bahannya akan terlihat kecil. Sediakan beberapa space kosong untuk memasukan gambar, video, flash dan lain-lain (jika diperlukan). Persiapkan gambar, video, animasi, flash, audio dan lain-lain sesuai materi fluida dinamis untuk melengkapi handout fluida dinamis berbasis multimedia. Perancangan Handout Berbasis Multimedia
Langkah-langkah dalam membuat handout berbasis multimedia dengan menggunakan 3D Pageflip Professional adalah sebagai berikut: 15. Pastikan bahwa di komputer anda sudah terinstall aplikasi 3D Pageflip Professional. 16. Buka aplikasi 3D Pageflip Professional dan pilih create new.
GAMBAR 2. Tampilan awal saat membuka aplikasi 3D Pageflip Professional.
17. Akan muncul jendela project type dan pilih project type magazine. untuk mengatur template pilih Select Template > pilih tamplate yang diinginkan (Penulis memilih “Panda”) > OK > OK.
(a)
(b)
GAMBAR 3. (a) Jendela project type, (b) Jendela Select a Template.
18. Setelah itu akan muncul Jendela Import PDF (GAMBAR 4). Disini masukan PDF handout yang sudah disiapkan dengan mengklik pada tombol “Browse..” > Import Now. Pada
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 92
spesifikasi komputer yang digunakan, waktu untuk melakukan proses import PDF selama 1 menit 15 detik.
GAMBAR 4. Jendela Import PDF.
19. Tampilan awal project anda akan muncul. Untuk menambahkan isi dari handout klik Edit Page.
(a)
(b)
GAMBAR 5.(a) Tampilan awal project anda, (b) Tombol Edit Page untuk mengedit page dan memasukan gambar, flash, animasi, video dan lain-lain.
20. Berikut tampilan Jendela Edit Page.
GAMBAR 6. Jendela Edit Page, setiap tools dan properties ditunjukan oleh kotak merah.
Ada tiga tools yang perlu diperhatikan dalam mengedit, seperti GAMBAR 6. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 93
o
(1) Tools pengatur halaman (Add new page, Edit select page, Delete select page, Make page up, dan Make page down) o (2) Tools untuk Import (Select tools, Add link, Add movie, Add network video, Add image, dan lainnya). Setelah mengklik apa yang akan diimport, drag pointer membentuk kotak > double klik kotak yang dibentuk > pilih object. o (3) Properties, kotak untuk menampilkan pengaturan dari gambar, video, audio, animasi, flash dan lainnya. Properties akan muncul bila sudah ada object yang diimport/dipilih. kita tidak akan bingung nama dari setiap gambar tools karena setiap tools yang diarahkan pointer akan muncul keterangan namanya. Bila proses mengedit sudah selesai, klik tanda silang pada bagian pojok kanan atas dibawah close jendela. 21. Setelah proses mengedit selesai > klik Apply Change. (82 detik)
GAMBAR 7. Apply Change.
22. Save project dapat dilakukan dengan mengklik tombol “Save” pada menu “Files” atau dengan tombol CTRL + S. 23. Publish, klik pada tombol publish di sebelah kanan tombol Apply Change.
GAMBAR 8. Publish hasil dalam berbagai format.
Hasil dari project yang anda buat bisa dipublish kedalam format Flash/HTML, ZIP, EXE, 3DP, To FTP Server, Screen Saver, dan bisa mengirim ke email. dan untuk menghasilkan handout berbasis multimedia yang dapat diakses melalui android, publish dengan format 3DP. 3D Pageflip Reader pada Sistem Android Untuk menampilkan handout berbasis multimedia pada sistem android, perlu menginstall aplikasi 3D Pageflip Reader pada android terlebih dahulu di playstore atau dalam website www.3dpageflip.com. Setelah menginstall 3D Pageflip Reader pada sistem android anda dapat membuka handout berbasis multimedia yang datanya sudah dimasukan kedalam smartphone terlebih e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 94
dahulu. Adapun kekurangan dari aplikasi 3D Pageflip Reader pada sistem android masih dalam versi awal sehingga hanya bisa support dengan sistem android jelly bean ke bawah, untuk versi kitkat, lolipop dan seterusnya masih belum bisa menggunakan aplikasi 3D Pageflip Reader.
HASIL DAN PEMBAHASAN Handout fluida dinamis dikatakan berbasis multimedia apabila mencakup beberapa media didalamnya, misalnya seperti gambar, animasi, flash, video, audio dan media lainnya. Berikut beberapa hasil media yang dimasukan kedalam handout dengan tampilan pada sistem android, Perhatikan GAMBAR 8.
(a)
(b)
(c)
(d)
GAMBAR 8. (a) Tampilan awal dari hasil penambahan gambar dan animasi, (b) Tampilan dari salah satu halaman yang dimasukkan flash, (c) Tampilan salah satu halaman yang dimasukkan gambar, animasi, dan video, (d) Tampilan halaman yang menjalankan video (tampilan 3D video).
Adapun beberapa langkah yang memerlukan waktu dalam proses pembuatan handout fluida dinamis berbasis multimedia akan dijabarkan dalam TABEL 1. TABEL 1. Waktu dalam beberapa proses pembuatan handout fluida dinamis berbasis multimedia.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Langkah Import PDF (15 hal) Apply Change* Save Project* Publish to Flash/HTML* Publish to ZIP* Publish to EXE* Publish to 3DP*
Waktu (s) ≡ 75 82 107 44 148 162 319
*waktu berbanding lurus dengan jumlah atau besarnya media (gambar, animasi, video, dan lainnya) yang dimasukkan kedalam handout dan jumlah halaman handout. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 95
Tampilan yang dihasilkan dari handout fluida dinamis ini sangat menarik dan interaktif (Flash), sehingga akan menarik minat baca dari pembaca handout fluida dinamis ini. Akses untuk membuka handout fluida dinamis berbasis multimedia juga sangat mudah karena dapat dipublish kedalam format Flash/HTML yang dapat dibuka di browser apapun yang setiap komputer memiliki apliklasi browser. Dan dapat dipublish kedalam format lainnya seperti ZIP, 3DP dan EXE. Dari segi waktu yang didata pada TABEL 1, waktu yang diperlukan untuk melakukan proses masih relatif cepat.
PENUTUP Desain handout berbasis multimedia menggunakan 3D Pageflip Professional yang sudah dijelaskan perlu dikembangkan lagi karena masih banyak tools dan langkah yang perlu dicoba dan digunakan agar menghasilkan handout yang lebih baik dan menarik. Disarankan untuk menginstall 3D Pageflip Reader untuk membaca hasil dari publish to 3DP agar memudahkan dalam membaca handout yang telah dibuat pada komputer anda, aplikasi 3D Pageflip Reader bisa diinstall di sistem android.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Ibu Dewi Muliyati selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Berbasis ICT pendidikan fisika Universitas Negeri jakarta dan seluruh anggota laboratorium digital Program Studi Pendidikan Fisika UNJ yang selalu memberikan kritik dan saran dalam pembuatan desain handout fluida dinamis berbasis multimedia sebagai media pembelajaran.
REFERENSI Hayati, Sri 2015, ‘Pengembangan Media Pembelajaran Flipbook Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik’, ProsidingSeminar Nasional Fisika (e-jurnal) SNF2015, vol. 04, p. 1. Riana, Cepi 2013, ‘Media Pembelajaran’, in Pembelajaran Komputer (Universitas Lampung, Lampung) p. 5. Wijayanto 2014, ‘Pengembangan E-Modul Berbasis Flip Book Maker dengan Model Project Based Learning untuk Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika’, Prosiding Mathematics and Sciences Forum 2014, p. 625.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 96
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 97
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02114
Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis 3D PageFlip Fisika untuk Materi Getaran dan Gelombang Bunyi Hani Kurniawatia), Desnita, Siswoyo Prodi Pendidikan Fisika, Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka No 1, Rawamangun, Jakarta Timur Email: a)[email protected]
Abstract The 3D FlipBook development has been widely used in the fields of education and produce a media that can enhance students' interest and motivation. Even so, the use of 3D PageFlip itself is still relatively rare. The lack of socialization is said to be the main reason that caused rare users of 3D PageFlip software. Accordingly, a medium to generate a 3D PageBook and in the same time to learn 3D PageFlip techniques is needed. This paper will discuss how to create media-based learning materials using 3D PageFlip to explain the physics of vibrations and sound waves. Keywords: Media-based learning materials, 3D FlipBook, Physics Abstrak Pengembangan 3D FlipBook telah banyak digunakan di bidang pendidikan dan menghasilkan sebuah media yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Meskipun begitu, penggunaan 3D PageFlip sendiri masih tergolong jarang. Kurangnya sosialisasi penggunaan software dikatakan sebagai alasan utama penyebab kurangnya pengguna software 3D PageFlip. Berdasarkan hal tersebut, perlu dibuat tulisan mengenai penggunaan 3D PageFlip untuk menghasilkan 3D PageBook sebagai media pembelajaran. Tulisan ini akan memaparkan bagaimana membuat media pembelajaran berbasis 3D PageFlip Fisika untuk materi getaran dan gelombang bunyi. Kata-kata kunci: Media Pembelajaran, 3D FlipBook, Fisika
PENDAHULUAN Pengembangan dan inovasi di bidang pendidikan telah berkembang di banyak negara maju. Hal ini terbukti dari banyaknya aplikasi atau software baru yang hadir untuk membantu berjalannya proses belajar mengajar seperti animasi dalam bentuk flash maupun html, ataupun simulasi seperti phet. Dalam sebuah jurnal teknologi informasi dan pendidikan yang berjudul pengembangan bahan ajar berbasis multimedia interaktif mata kuliah listrik yang menggunakan autocad pada program studi pendidikan elektro ft unp oleh Eliza (2008) menunjukkan bahwa penggunaan bahan ajar berbasis multimedia interaktif dalam perkuliahan dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 98
Pembuatan media belajar multimedia dengan aplikasi software diharapkan akan dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa, lebih jauh dapat meningkatkan hasil belajar yang dicapai. Salah satu software yang dapat digunakan untuk membuat sumber belajar adalah software 3D FlipBook Professional. Sebelumnya telah banyak pengembangan yang dilakukan dengan menggunakan software 3D FlipBook salah satu di antaranya adalah Multimedia FlipBook Dasar Teknik Digital yang dapat meningkatkan motivasi, minat dan aktivitas belajar para peserta didik (Nazeri, 2013) dan pengembangan Modul Virtual: Multimedia FlipBook oleh Sugianto (2013). Meskipun telah banyak pengembangan dan inovasi dibidang pendidikan yang menggunakan 3D FlipBook atau 3D PageFlip, namun penggunannya masih tergolong jarang. Hal ini dibuktikan dari interview dari beberapa mahasiswa pendidikan di Universitas Negeri Jakarta dan beberapa Guru di SMA. Kurangnya sosialisasi penggunaan software dikatakan sebagai alasan utama penyebab kurangnya pengguna software 3D FlipBook. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini akan membahas teknik penggunaan 3D PageFlip untuk menghasilkan 3D FlipBook.
METODE PENGEMBANGAN Alat dan bahan yang digunakan dalam pengembangan adalah software 3D FlipBook, software Microsoft Office Word untuk memuat isi teks buku, software Adobe Photoshop untuk mengedit gambar, dan software Adobe Flash untuk membuat animasi yang akan digunakan dalam buku 3D PageFlip. Pengembangan ini dimulai dengan studi pustaka mengenai getaran dan gelombang, beberapa tutorial cara pembuatan media menggunakan 3D FlipBook, pembuatan buku menggunakan Microsoft Word dan Adobe Photoshop, kemudian menggunakan Adobe Flash untuk pembuatan animasi. File buku yang telah dibuat di Microsoft Word diubah menjadi pdf lalu membuatnya dalam bentuk 3D FlipBook menggunakan 3D PageFlip. Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menghasilkan media pembelajaran 3D FlipBook materi getaran dan glombang menggunakan 3D PageFlip. Software 3D PageFlip menurut 3D PageFlip Professional (2012) adalah “a software that convert your still PDF files into animated 3D page turning books which include a multimedia music and videos on pages, links, images, button, and animation to become a 3D FlipBook”. Berdasakan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa 3D FlipBook adalah suatu software untuk merubah file dengan format PDF menjadi sebuah animasi buku 3D yang di dalamnya dapat dimasukkan musik, video, gambar, tombol, dan animasi. Pada pengembangan produk, berikut adalah langkah-langkah pembuatan media pembelajaran 3D FlipBook. 1. Membuat media dalam bentuk buku di dalam Microsoft Word. Media dalam bentuk buku di buat menggunakan Microsoft Word agar lebih mudah untuk pengeditan text maupun gambar di dalam buku tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat membuat buku dalam Microsoft Word adalah ukuran font dan space kosong untuk memasukkan gambar, video dan flash. 2. Menggunakan Adobe Flash untuk membuat animasi yang diperlukan di dalam 3D FlipBook atau dapat juga mengambil animasi yang telah tersedia di Internet. 3. Menggunakan Adobe hotoshop untuk membuat atau mengedit gambar yang diperlukan di dalam 3D FlipBook untuk membuat tampilan 3D FlipBook lebih menarik. 4. Menyimpan buku yang telah di buat dalam bentuk pdf. 5. Membuka software 3D PageFlip, lalu pilih Create New. Jika sudah, pilih project apa yang akan dibuat, apakah itu dokumen, majalah, atau photo lalu pilih OK (GAMBAR 1).
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
(a)
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 99
(b)
GAMBAR 1. (a) tampilan awal saat membuat buka aplikasi dari 3D PageFlip (b) Memilih project apa yang akan dibuat apakah itu dokumen, magazine atau photo.
6. Setelah memilih project yang akan dibuat, tentukan dokumen PDF yang akan dijadikan 3D, lakukan dengan cara klik browse > Import Now (GAMBAR 2).
GAMBAR 2. Tampilan saat mengimport file yang akan dijadikan 3D FlipBook (ditandai dengan kotak merah).
7. Setelah PDF berhasil dirubah menjadi buku 3D, langkah berikutnya adalah untuk menambahkan media-media terkait seperti animasi flash, video, suara, dan sebagainya. Langkah yang harus dilakukan adalah memilih tombol edit pages untuk mengedit halamannya. Setelah itu memasukkan media-media terkait (GAMBAR 3)
(a)
(b)
GAMBAR 3. (a) Pilih Edit pages yang terletak dibagian atas (ditandai dengan kotak merah) untuk mengedit halaman 3D FlipBook (b) Media-media terkait yang dapat ditambahkan ke dalam 3D FlipBook (ditandai dengan kotak merah). e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 100
8. Setelah proses mengedit selesai, klik Apply Change yang ada dibagian atas dari aplikasi. Proses ini ini membutuhkan waktu 80 detik. (GAMBAR 4)
GAMBAR 4. Setelah proses mengedit selesai, klik Apply Change (ditandai dengan kotak merah).
9. Untuk menyimpan project, klik tombol File > Save Project atau dengan tombol CTRL + S (GAMBAR 5)
GAMBAR 5. Untuk menyimpan, File > Save Project (ditandai dengan kotak merah).
10. Setelah buku telah selesai dibuat, langkah berikutnya adalah untuk mempublish atau mengexportnya. Pertama klik convert > publish, atau cukup hanya dengan menekan tombol Ctrl+P lalu pilih dalam extensi file apa kita akan mempublish project kita. (GAMBAR 6)
(a)
(b)
GAMBAR 6. (a) Pilih Convert lalu Publish (b) Ekstensi file yang tersedia untuk menconvert project.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengembangan yang dilakukan didapatkan produk seperti berikut (GAMBAR 7):
(a)
(b)
(c)
GAMBAR 7. (a) tampilan cover depan dari buku (b) tampilan isi dari buku (c) tampilan isi buku dengan media animasi di dalamnya.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 101
Menurut 3D PageFlip (2013), Operating System yang dapat menginstall aplikasi 3D PageFlip adalah Windows XP, Vista, Windows 7, 8, dan 10. Dalam proses pembuatan 3D FlipBook, spesifikasi komputer yang digunakan penulis adalah sebagai berikut (GAMBAR 8)
GAMBAR 8. tampilan spesifikasi komputer penulis
Waktu yang digunakan untuk membuka software adalah 4 detik, dan software 3D PageFlip ini menggunakan 32 bit, dengan ini 0.1-0.2% CPU, dengan memory 4,7 MB. (GAMBAR 9)
GAMBAR 9. tampilan task manager dari 3D PageFlip Professional.
Waktu yang diperlukan untuk mengimport suatu file pdf dengan jumlah halaman 13 menjadi sebuah buku adalah 17s, waktu yang dibutuhkan untuk menyimpan project 5 s. File extension yang dihasilkan untuk menyimpan project adalah dengan format .pfprj, dan dengan besar file 10,464 KB. Sedangkan waktu yang dibutuhan untuk mengexport project dengan jumlah halaman 13 dan 4 animasi flash untuk setiap ekstensinya disajikan dalam TABEL 1. TABEL 1. Berikut adalah file extension akhir dari hasil publish project, waktu yang diperlukan untuk mempublishnya, dan besar file.
No 1 2 3 4
File Extension HTML ZIP EXE 3DP
Waktu 2.09 detik 2.05 detik 3.02 95 detik
Besar File hasil export 7 KB 10,463 KB 13,189 KB 13,545 KB
Berdasarkan hasil pengujian, waktu yang diperlukan untuk mengexport project 3D FlipBook adalah seperti TABEL 1 dengan waktu terlama dimiliki oleh file extension EXE dan file terbesar dimiliki oleh eksistensi file 3DP. File dengan eksistensi 3DP dapat dibuka di Smartphone sistem android jelly bean ke bawah setelah aplikasi 3D PageFlip Reader terinstall di dalam Smartphone tersebut. File dengan extension EXE memiliki waktu yang lama karena ia adalah excecutable file for independent reading yang berarti ada atau tidak ada aplikasi dari 3D PageFlip dalam sebuah laptop, sebuah eksistensi dengan .exe akan selalu dapat dibuka dalam sebuah laptop (dengan operating System Windows XP, Vista, Windows 7, 8 dan 10) dan dengan itu akan memudahkan penggunanya. File dengan extension HTML menghasilkan format dalam bentuk web page, dan zip menghasilkan format dalam bentuk folder zip dimana isi dari folder tersebut adalah web page html. Hasil gambar dan animasi 3D FlipBook yang sudah diexport tidak pecah selama pixel media tersebut besar. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 102
SARAN Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, beberapa saran yang dapat diberikan adalah memperbanyak jumlah animasi dan media lainnya seperti video, gambar, dsb yang dapat menarik minat siswa, pengelolaan penulisan buku yang lebih baik dan menarik serta memperhatikan pixel gambar yang digunakan sehingga tidak akan pecah. Untuk desain media sendiri masih banyak yang perlu dikembangkan karena banyak tools yang belum dicoba seperti membuat galeri foto berbentuk 3D dan memasukkan tombol. (GAMBAR 10)
GAMBAR 10. tampilan tools galeri foto 3D dan tombol interaktif.
Terkait extension file export lebih baik menggunakan file extension .exe sehingga dapat dibuka di laptop atau pc yang tidak memiliki aplikasi dari 3D PageFlip jika hanya ingin digunakan di PC atau laptop. Jika ingin digunakan berbasis smartphone, maka disarankan mengexportnya ke dalam format 3DP.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada pihak yang membantu dalam diskusi, dan memberikan kritik dan saran dalam pembuatan media sebagai media pembelajaran.
REFERENSI 3D PageFlip.com, “3D PageFlip Professional Utility” (2012) p.1. Eliza, Fivia, 2013, “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif Mata Kuliah Gambar Listrik yang Menggunakan Autocad pada Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FR UNP”. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan, pp.1-2 . Nazeri, 2013. “Penggunaan e-FlipBook dalam Topik Elektrik dan Elektronik: Inovasi dalam Pengajaran Reka Bentk dan Teknologi PISMP RBT”. Prosiding Seminar Penyelidikan IPG Zon Timur Vol 1. No 1 pp.3-4. Sugianto, Dony. 2013 Modul Virtual: Multimedia Flipbook Dasar Teknik Digital, Jurnal INVOTEK Volume IX No.2 pp. 101-116.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 103
Naskah diterbitkan: 30 Juni 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02115
Merancang Komik Cerita Tokoh Menggunakan Aplikasi Comicker sebagai Media Pembelajaran Sarinaha), Dewi Muliyatib), I Made Astrac)
Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta, Jalan Rawamangun Muka No 1, Jakarta Timur 13220 Email: a)[email protected], b)[email protected], c)[email protected]
Abstract This Paper discuss tecnique to desain Comic of Figure by Comicker. Comic of Figure can be used for instructional media . The Comic of Figure based on the history about figure which is storied. Comic of Figure as the instructional media can be design easily on our gadget likes handphone or tablet with android system, so that can be inspiring for parents and teacher. Keywords: Comic of Figure, Comicker Abstrak Tulisan ini berisi teknik merancang Komik Tokoh menggunakan aplikasi Comicker. Komik Tokoh yang dirancang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Komik Tokoh tersebut mengacu kepada buku –buku sejarah mengenai tokoh yang diceritakan. Komik Tokoh sebagai media pembelajaran dapat dirancang dengan mudah menggunakan aplikasi Comicker pada gadget yang kita miliki baik handphone maupun tablet dengan sistem operasi android, sehingga dapat menjadi inspirasi bagi para orang tua dan guru. Kata-kata kunci: Komik Tokoh, Comicker
PENDAHULUAN Media komunikasi ukuran genggaman atau lebih dikenal dengan istilah gadget menurut Jonathan, Prayanto dan Hen Dian (2015) saat ini menjadi hal yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap gadget seperti smartphone dan tablet sudah sangat tinggi. Smartphone maupun tablet dengan sistem operasi android menyediakan aplikasi – aplikasi menarik dan gratis bagi para penggunanya. Salah satu aplikasi gratis yang bisa diunduh pada smartphone dan tablet adalah aplikasi pembuat komik yaitu Comicker. Comicker adalah sebuah aplikasi yang bisa digunakan untuk membuat komik dengan menggunakan smartphone ataupun tablet secara offline. Dalam aplikasi ini tersedia karakter – karakter komik yang bisa digunakan untuk membuat sebuah cerita yang kita inginkan (LLC Comicker 2016). Dengan adanya aplikasi tersebut bisa memudahkan pembuat komik yang tidak pandai menggambar atau desain. Salah satunya para pendidik baik orang tua maupun guru bisa menggunakan aplikasi ini untuk membuat sebuah komik sebagai media pembelajaran bagi anak-anak dan pelajar. Media Pembelajaran merupakan alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kamera, kaset, video recorder, film, televisi, e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 104
slide (gambar bingkai), foto, grafik, dan komputer (Arsyad 2011, p.4). Komik merupakan gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respon estetik pada yang melihatnya (McCloud 2008). Berdasarkan definisi tersebut komik termasuk sebuah media pembelajaran. Selain dari itu Komik sebagai karya seni memiliki unsur intrinsik meliputi tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang penokohan, dan amanat. Komik Tokoh bisa menjadi sebuah media pembelajaran dengan menekankan nilai-nilai pendidikan pada penokohan dan amanat yang terkandung dalam komik. Komik Tokoh yang dirancang menggunakan aplikasi Comicker diharapkan menjadi sebuah komik yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran yang layak untuk para pelajar. Selain itu, Komik Tokoh bisa menjadi inspirasi bagai para pendidik untuk menciptakan media pembelajaran yang kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan gadget yang dimiliki secara praktis, salah satunya dengan menggunakan aplikasi pembuat komik yaitu Comicker. METODE Alat dan Bahan Perancangan Dalam merancang Komik Tokoh kita harus menentukan tokoh utama dalam Komik. Selanjutnya, alat dan bahan yang diperlukan antara lain buku sejarah mengenai tokoh utama minimal dua buah, gadget baik itu smartphone maupun tablet dengan sistem operasi android satu buah, sofware Comicker yang sudah terinstal (offline). Tokoh utama dalam perancangan kali ini adalah Galileo Galilei. Buku yang digunakan sebagai acuan antara lain Galileo Galilei karya Michael White tahun 1992 dengan alih bahasa Alex Tri Katjono Widodo yang diterbtkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, Putri Sang Galileo karya Dava Sobel tahun 1992 dengan alih bahasa Eni Purwaningsih dan Anton Kurnia yang diterbitkan oleh PT. Mizan Pustaka. Aplikasi Comicker bisa diunduh di goole play, play store, atau market lain penyedia Aplikasi untuk android. Aplikasi ini digunakan secara offline sebagai media utama dalam perancangan Komik Tokoh. Karakter – karakter yang akan dipakai dalam perancangan juga harus diunduh setelah aplikasi terunduh. Perancangan Komik Tokoh Berikut ini merupakan langkah - langkah dalam merancang Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker. 1. Unduh aplikasi Comicker di market yang disediakan oleh handphone yang digunakan, misalnya play store. Gambar icon Comicker ditunjukan oleh GAMBAR 1.
GAMBAR 1. Icon Comicker untuk sistem operasi android di Handphone.
2. Klik pada icon Comicker yang telah diunduh, kemudian tunggu beberapa saat untuk mengunduh karakter bawaan dari aplikasi.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 105
GAMBAR 2. Proses mengunduh karakter untuk membuat komik pada Comicker.
3. Setelah proses unduh selesai, pilih menu register untuh memasukkan biodata pengguna Comicker. Klik menu register untuk mengisi data pengguna
GAMBAR 3. Tampilan awal aplikasi Comicker.
4. Mengisi biodata pengguna
GAMBAR 4. Tampilan laman untuk mengisi biodata.
5. Mulai merancang komik dengan mengklik pilihan New pada Home, kemudian mengisi judul Komik yang akan dirancang dan nama penulisnya.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 106
Klik New untuk memulai.
GAMBAR 5. Tampilah untuk memulai perancangan komik, dimulai dengan mengisi judul dan nama penulis.
6. Memilih kotak halaman untuk komik
Double Klik pada kotak yang dituju.
GAMBAR 6. Tampilan untuk memilih halaman-halaman untuk merancang komik.
7. Pilih menu add, kemudian masukan karakter yang diinginkan. Klik menu Add untuk menambahkan karakter komik.
GAMBAR 7. Tampilan folder-folder yang berisi karakter untuk merancang komik.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 107
8. Klik salah satu folder, kemudian klik karater yang diinginkan. klik folder yang diinginkan
GAMBAR 8. Tampilan salah satu karakter yang digunakan untuk merancang komik.
9. Jika karakter sudah dipilih, atur sedekian rupa sesuai keinginan kemudian pin karakter agar tidak bergeser ketika tersentuh. Aturlah posisi gambar sesuai keinginan
GAMBAR 9. Icon untuk mengatur posisi dan ukuran gambar atau karakter.
10. Untuk melanjutkan rancangan ke halaman selanjutnya klik icon next, setelah selasai klk icon save. Komik rancangan anda akan otomatis tersimpan pada aplikasi comicker. Klik untuk melanjut kan. klik untuk menyim pan.
GAMBAR 10. Icon untuk membuat halaman baru.
11. Klik New untuk memulai kembali, klik open untuk membuka file yang ada, klik Export to Gallery untuk menyimpan pada galeri handphone, klik publish untuk menggunggah, klik delete untuk menghapus, klik contest untuk mengikuti perlombaan komik. e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 108
Klik New untuk memulai kembali, klik open untuk membuka file yang ada, klik Export to Gallery untuk menyimpan pada galeri handphone, klik publish untuk menggunggah, klik delete untuk menghapus, klik contest untuk mengikuti perlombaan komik.
GAMBAR 11. Tampilan setelah menyelesaikan komik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari perancangan Komik Tokoh menggunakan aplikasi Comicker merupakan sebuah Komik yang berjudul CoeG (Comic of Galileo Galilei). Komik ini menceritakan perjalanan hidup tokoh Galileo Galilei pada saat menemukan konsep Gerak Harmonik Sederhana yang dipelajari pada mata pelajaran Fisika di sekolah. Berikut kami sajikan hasil perancangan Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
(a)
(b)
(c)
(d)
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 109
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
(k)
(i)
JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika p-ISSN: 2461-0933 | e-ISSN: 2461-1433
(m)
Volume 2 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 110
(n)
GAMBAR 12. (a) Halaman judul Komik Tokoh (b) Halaman ke-1 komik tokoh (c) Halaman ke-2 komik tokoh (d) Halaman ke-3 komik tokoh (e) Halaman ke-4 komik tokoh (f) Halaman ke-5 komik tokoh (g) Halaman ke-6 komik tokoh (h) Halaman ke-7 komik tokoh (i) Halaman ke-8 komik tokoh (j) Halaman ke-9 komik tokoh (k) Halaman ke-10 komik tokoh (l) Halaman ke-11 komik tokoh (m) Halaman ke-12 komik tokoh (n) Halaman ke-13 komik tokoh.
SARAN Pada proses perancangan Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker perlu dikembangkan dengan lebih baik lagi. Buku-buku referensi untuk menggambarkan cerita dalam komik perlu diperbanyak sehingga komik yang dihasilkan sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Karakter-karakter dalam komik perlu dikembangkan sehingga mendekati gambaran kejadian yang sebenarnya.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada rekan – rekan mahasiswa mata kuliah Pengembangan Bahan Ajar berbasis ICT (Information Communication and Technology) yang telah memberikan kritik maupun saran pada proses perancangan Komik Tokoh dengan menggunakan aplikasi Comicker.
REFERENSI Arsyad, A 2011, Media Pembelajaran, Rajawali Pers, Jakarta. Jonathan, Prayanto & Hen Dian Yudani, L 2015, ‘Perancangan Board Game Mengenai Bahaya Radiasi Gadged terhadap Anak, Unversitas Kristen Petra Surabaya, p.1. LLC Comicker, About LLC Comicker 2016, LLC Comicker, hhh, viewed 29 Oktober 2016, http://comickerdigital.com. Sobel, J 2004, Galileo’s Daughter : A Drama of Science, Faith, and Love, trans. Eni Purwaningsih dan Anton Kurnia, Mizan Media Utama, Bandung, original work published 1999. White, J 1992, Galileo Galilei, trans. Alex Tri Kantjono Widodo, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, original work published 1991.
e-Jurnal: http://doi.org/10.21009/1