Download Gratis: MUSHAF MADINAH DALAM BENTUK PDF Alhamdulillah, Kesempatan kali ini kami akan membagikan hadiah menarik di tengah-tengah bulan Ramadhan. Mushaf Madinah dalam Format PDF, barangkali ada di antara teman-teman yang membutuhkannya untuk referensi bisa langsung di download melalui link di bawah ini:
ALQURAN MADINAH Quran_Madinah.rar Version: Mushaf Madinah 134.4 MiB 5248 Downloads Details
KISAH MUALLAF TERASING LAUJE
SUKU
Bismillahirrahmanirrohim KABAR TENTANG PARA MUALLAF Pada akhir bulan Muharram 1435 H yang lalu, ada seorang teman dari Poso mengabarkan tentang masuk islamnya beberapa orang suku terasing di Desa Dongkalan Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong (PARIMO) Sulawesi Tengah. Mereka adalah suku terasing Lauje atau yang lebih dikenal oleh warga setempat dengan sebutan “Orang Bela”. Walaupun Bapak Bupati PARIMO lebih menganjurkan untuk memanggil mereka dengan sebutan “Orang La Uje Asli”, agar lebih menghargai mereka. Karena kegiatan misionaris Canada (Amerika),
mayoritas mereka sudah di kristenkan. Mereka mendiami pegunungan Pantai Timur (istilah untuk wilayah pesisir timur provinsi Sulawesi Tengah). Alhamdullillah ada beberapa orang dari mereka yang tersentuh hidayah untuk memeluk Islam, sehingga mereka pun menjadi muallaf. Para muallaf ini sangat membutuhkan bimbingan demi memperkuat keimanan mereka. “ Kami tidak ingin berislam sekedar islam KTP”, kata salah satu muallaf. Akan tetapi sayang, mereka belum mendapatkan penanganan serius. Kondisi ini sangat di khawatirkan membuat mereka akan kembali lagi kepada kekafiran. Karena sudah banyak warga muallaf yang tidak terbina, akhirnya mereka pun murtad kembali.
PERJALANAN MENUJU KAMPUNG MUALLAF Mendengar berita masuk Islamnya beberapa orang suku terasing tersebut, sejumlah da’i Ahlus Sunnah di Poso dan Palu, merasa terpanggil untuk berangkat menemui para muallaf tersebut. Jarak dari Poso menuju menuju kecamatan Palasa itu sekitar 300 km, kalau dari palu sekitar 200 km. Rombongan Poso sepakat untuk bertemu dengan rombongan Palu di kota Parigi, lalu mereka bersama-sama menuju kecamatan Palasa. Dengan bermodalkan nomor HP, pada pukul 14.30 WITA rombongan pun meluncur dari Parigi menuju tempat tinggal para muallaf tersebut. Pada pukul 18.30 WITA rombongan sudah tiba di desa Dongkalan. Kemudian rombongan langsung di sambut ramah oleh Pak Arsyad (yang lebih akrab disapa Pak Acat). Seorang warga desa Dongkalan yang sering berinteraksi dengan orang-orang Bela. Dari Pak Acat inilah informasi awal tentang para muallaf ini didapat.
BEBERAPA ORANG BELA MENJADI MUALLAF
Setiap hari sabtu (hari pasaran Dongkalan) beberapa Orang Bela selalu turun membawa barang dagangan dari gunung, seperti kayu manis, rotan, bawang merah dan hasil bumi lainnya untuk di jual di pasar. Uang yang didapat, mereka pakai untuk membeli ikan asin, garam, minyak goreng dan keperluan lainnya. Sehari sebelum hari pasar, banyak orang bela yang turun dan berinteraksi dengan kaum muslimin, termasuk pak Arsyad. Dengan sebab interaksi tersebut, sebagian mereka akhirnya masuk islam. Mereka memilih masuk Islam tanpa paksaan. Mereka pun masuk Islam dengan dibimbing Pak Imam Masjid setempat mengucapkan dua kalimat syahadat lalu dimandikan oleh Pak Imam Masjid. Sebagian mereka juga masuk Islam lantaran pernikahan mereka dengan beberapa warga muslim di sekitar desa Dongkalan. Akan tetapi setelah keislaman tersebut, mereka tidak mendapatkan pembinaan lanjutan dari tokoh setempat, sehingga keadaan mereka sangat memprihatinkan. Kebanyakan mereka belum mengerti sholat, puasa dan amal ibadah lainnya. Ada yang sudah masuk Islam sejak satu atau dua tahun lalu, akan tetapi masih belum mengerti shalat, puasa dan dasar-dasar Islam lainnya. Bahkan penulis menemui, ada seorang yang masih terbata-bata dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. “Kami baru bersyahadat satu kali saja pak“ ujar salah satu muallaf. Jumlah para muallaf desa Dongkalan hingga sekarang ada 18 keluarga atau sekitar 60 jiwa, yang semuanya membutuhkan bimbingan. Kehidupan mereka yang di bawah garis kemiskinan membuat mereka sangat rawan untuk kembali murtad keajaran agama nasrani.
SEORANG MANTAN PENGINJIL YANG MENJADI MUALLAF
Setibanya rombongan di rumah pak Acat, beliau langsung menelepon salah satu muallaf untuk turun kerumah beliau. Sepulang dari Sholat Isya, rombongan sudah mendapati dua orang duduk di teras rumah pak Acat. Mereka langsung menyalami keduanya, Pak Andi dan Pak Asmin namanya. Pak Andi adalah seorang mantan Penginjil yang baru satu pekan masuk islam. Beliau sempat mengenyam pelatihan Penginjil di Manado selama sebulan. Dahulu pak Andi berganti-gantian memimpin kebaktian jemaat Solongan bersama pendeta. Karena beliau lancar berbahasa Indonesia, juga pandai baca tulis, maka beliau sering mendampingi para tamu dari kalangan pendeta dan tokoh nasrani yang datang ke dusun Solongan. Adapun pak Asmin, beliau sudah berislam sejak lahir, hanya saja isteri beliau adalah seorang muallaf. Dalam kesempatan berjumpa dengan muallaf itu salah seorang rombongan menawarkan untuk menyampaikan beberapa ajaran Islam. Keduanyapun mengiyakan. Maka sambil berbincang santai, salah seorang diantara mereka menyampaikan makna dua kalimat syahadat secara ringkas, juga rukun islam lainnya, tata cara bersuci dan beberapa adab Islam lainnya. Dua orang tersebut mendengarkan dengan seksama. Bahkan pak Andi sempat merekam beberapa penjelasan tersebut dengan HP-nya. Dengan harapan bisa didengar ulang nanti di rumahnya. Kemudian mereka menyampaikan kepada pak Andi, rencana akan naik ke gunung besok pagi Insya Allah. Rencana tersebut di sambut baik Pak Andi, bahkan beliau meminta diadakan pengajaran Islam di gunung untuk warga muallaf lainnya. Tidak beberapa lama, datanglah Pak Sekdes dan Pak Ketua P2N, maka pembicaraan beralih ke topik kondisi orang-orang Bela. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul; 22.30 Wita, maka kedua orang bela tersebut berpamitan untuk pulang kerumahnya di gunung.
SEMANGAT BELAJAR SEORANG MUALLAF Walaupun malam mulai larut, pak Andi dan pak Asmin tetap berangkat pulang ke gunung. Dengan menaiki sebuah motor bebek, keduanya menaiki jalan terjal di kegelapan malam sejauh 8 km untuk sampai di rumahnya. Setibanya di rumah, pak Andi bukannya langsung tidur, akan tetapi malah membangunkan
keluarganya yang sudah tertidur. “Bangun-bangun, ini ada rekaman pelajaran agama islam dari Pak Ustad. Mari kita dengarkan!” Akhirnya mereka pun bangun dan mendengarkan rekaman tersebut. Pak Andi mengatakan. “Kami mengulangulang mendengarkan rekaman tersebut hingga jam 2 malam, baru kami tidur.“ (Waktu itu isteri pak Andi masih Nasrani, dengan ijin Allah beberapa pekan kemudian masuk islam walhamdulillah). Masya Allah, demikianlah semangat seorang muallaf yang ingin mengetahui ajaran islam. Semoga Allah mengokohkan iman pak Andi sekeluarga. Besok harinya, masih pagi-pagi sekali, Pak Andi dan Pak Asmin berjalan naik turun bukit untuk menyampaikan undangan ta’lim kepada para muallaf lainnya yang akan dilaksanakan di Ruang Kelas SD terpencil Punsung Lemo.
TA’LIM BERSAMA PARA MUALLAF Pagi harinya, sekitar jam 08.00 Wita, rombongan naik ke SD Punsung Lemo guna bertemu langsung dengan para muallaf. Perjalanan ke sana dengan menggunakan motor ojek. Mengingat medan yang terjal, dengan tinggi gunung sekitar 1500 meter di atas permukaan laut dan jarak yang lumayan jauh, yaitu 8 km, maka tarifnya pun menyesuaikan. Untuk pulang pergi tukang ojek memasang tarif Rp. 70.000-, untuk sekali antar Rp. 40.000-. Setelah menaiki banyak tanjakan, tak terlihat perkumpulan rumah layaknya perkampungan. Akan tetapi yang terlihat rumahrumah yang terpencar diantara kebun yang terjal. Jarang sekali didapati tanah yang rata. Itulah tempat tinggal mereka, layaknya gubuk-gubuk tempat
beristirahat dikebun. Hanya saja mereka telah mendapatkan bantuan dari pemerintah, sehingga atapnya sudah terbuat dari seng dan dindingnya papan. Adapun rumah mereka yang masih asli berdindingkan kulit kayu dan beratapkan daun rotan, dalam keadaan tidak menggunakan paku tapi diikat dengan rotan. Akhirnya rombongan tiba di SD Terpencil Punsung Lemo. Terlihat sekumpulan warga yang berjalan menaiki bukit. Merekalah para muallaf yang hendak menghadiri ta’lim di SD Punsung Lemo. Diantara mereka juga ada warga Bela yang memang sudah muslim sejak lahir. Tidak lama merekapun masuk ke ruangan kelas untuk mendengarkan ta’lim. Disampaikan saran, agar jama’ah wanita dipisah di ruang sebelahnya, dan merekapun memahaminya. Sementara anak-anak mereka bermain di halaman sekolah. Kemudian ta’limpun di mulai, salah satu dari rombongan menyampaikan beberapa materi kajian islam : Makna dan Keutamaan dua kalimat syahadat, rukun islam, tata cara thaharah, berwudhu, tata cara sholat dan beberapa adab islam lainnya. Setiap 4 atau 5 menit penyampaian materi, Pak Andi menerjemahkannya ke bahasa Lauje, karena memang kebanyakan mereka belum paham Bahasa Indonesia. Alhamdulillah mereka mendengarkan dengan seksama. Seusai ta’lim, salah satu dari rombongan membagi-bagi mie instan kepada muallaf.
KRISTENISASI DI KEC. TINOMBO, KEC PALASA DAN SEKITARNYA Menurut warga, misionaris dari Canada Amerika sudah melakukan misi kristenisasi di Pantai Timur sejak sekitar tahun 40-an. Awal mulanya ada beberapa penginjil bule yang datang ke kecamatan Tinombo (sebelah kec. Palasa). Mereka meminta salah seorang guru bahasa inggris di sebuah sekolah setempat untuk menuliskan kamus Inggris-Lauje. Akhirnya mereka menguasai bahasa Lauje. Mereka kemudian menerjemahkan injil ke dalam bahasa lauje. Para penginjil Canada tersebut tinggal bertahun-tahun di pegunungan suku terasing La uje. Dahulu mereka sempat menggunakan helikopter untuk menjangkau daerahdaerah terpencil dalam menjalankan misi kristenisasi. (Alhamdulillah, sekarang helikopter tersebut sudah tidak terlihat lagi, wallahu a’lam apa sebabnya). Setelah itu mereka mulai mendekati beberapa tokoh dan kepala suku orang Bela. Dengan diiming-imingi pakaian dan makanan mereka berhasil mengkristenkan tokoh-tokoh orang Bela tersebut. Ketika kepala sukunya sudah masuk Kristen, maka dengan mudah masyarakatnya pun ikut masuk Kristen. Lebih-lebih mereka
juga membagi-bagikan beras dan pakaian kepada masyarakat gunung tersebut. Beberapa kepala suku yang berhasil mereka rekrut ada yang dikirim ke Canada, Amerika. Akhirnya kepala suku tersebut menjadi pendeta dan penginjil di gunung. Beberapa Pemuda/pemudi orang Bela juga mereka kirim ke Perguruan Theology, seperti ke Manado, Tentena (Poso) atau tempat lainnya, yang akhirnya mereka pulang menjadi pendeta di gunung.
PEMBANGUNAN GEREJA ILEGAL Sekitar 3 tahun lalu, masyarakat Desa Dongkalan sedang disibukkan dengan kerja bakti membangun pasar Dongkalan. Mereka hampir tidak pernah naik ke kebun di gunung. Ternyata secara diam-diam, para penginjil Pantekosta di dusun Pungsu membangun sebuah gereja, tanpa seijin pemerintah dan warga setempat. Warga dikagetkan dengan adanya undangan kebaktian dari seorang pendeta perempuan bernama Selvi. Warga bertambah kaget lagi ketika jemaat gereja yang datang itu ternyata dari luar daerah, seperti dari tentena (Poso), Bondoyong (Tinombo), dan Manado. Warga sangat tersinggung dengan perbuatan para penginjil tersebut. Spontan warga langsung naik ke gunung dan merobohkan gereja illegal tersebut. Konon kabarnya, gereja tersebut adalah gereja terbesar di kecamatan tersebut. Tidak lama kemudian Pak Danramil, Pak Camat dan Pak Kades naik ke lokasi. Mereka juga menyalahkan tindakan para penginjil tersebut yang membangun gereja tanpa izin Pemerintah dan warga setempat.
AKHIRNYA PENDETA MUDA ITU MASUK ISLAM Para penginjil itu ternyata sudah menyiapkan seorang pendeta muda perempuan untuk memimpin jemaat gereja pantekosta di dusun Pungsu. Adalah Arina, seorang gadis belia suku Bela yang telah mereka kirim ke sebuah sekolah Theology di Manado. Dia mengenyam pendidikan Pendeta sekitar 3 Tahun di Manado. Mereka harap-harap Arina bisa melanjutkan misi di dusun Pungsu, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala musnahkan impian mereka. Walaupun Gereja illegal tersebut sudah dirobohkan warga, Pendeta Selvi masih
ngotot terus melakukan kebaktian di rumah seorang warga. Hanya saja Pendeta Arina sudah tidak begitu aktif memimpin jemaat lagi. Entah apa yang menyebabkan pendeta Arina tidak aktif memimpin jemaat. Karena kevakumannya, Pendeta Selvi sempat memukul Pendeta Arina. Kurang lebih dua bulan yang lalu, kaum muslimin Dongkalan mendapat kabar gembira dengan masuk islamnya Pendeta muda Arina, menyusul dua kakaknya yang terlebih dahulu masuk islam. Ada seorang pria muslim dari dusun Tingkulang yang mempersunting mantan Pendeta Arina. Akhirnya mereka berdua dinikahkan oleh Pak Imam Masjid setempat. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah keimanan beliau. Hanya saja mantan pendeta Arina sekarang berpindah ikut suaminya tinggal di Tingkulang.
KEINGINAN MEMBANGUN MASJID Para muallaf sangat mendambakan berdirinya sebuah masjid di Dusun Pungsu-Solongan. Mereka sangat menginginkan bisa belajar islam bersama anak-anak dan istri mereka di mesjid tersebut, akan tetapi karena kurang mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait, keinginan mulia ini belum tercapai.
Sepulangnya rombongan para da’i Ahlus Sunnah tersebut dari kampung muallaf itu, mereka terus menyampaikan kabar tentang kondisi para muallaf tersebut kepada kaum muslimin di Poso, Parigi dan Palu. Alhamdulillah Allah gerakkan hati kaum muslimin untuk membantu para muallaf dalam meraih cita-cita mulia tersebut. Tidak lama, terkumpullah belasan karung pakaian pantas pakai serta sejumlah dana dakwah dan pembangunan Masjid. Sekarang program pembangunan masjid kayu dengan ukuran 8 x 8 m masih berlangsung. Kerangka bangunan dan atap seng sudah terpasang. Karena keterbatasan tenaga tukang, pembangunan belum berlanjut. Tahap selanjutnya adalah pemasangan lantai kayu dan dinding kayu.
PROGRAM DAKWAH YANG LAINNYA A. Rencana pengadaan sarana MCK dan tempat wudhu dan pengadaan air bersih. Mengingat langkanya sumber air, pengadaan air bersih rencana diambil dari sebuah mata air di bukit yang berjarak sekitar 600 m. Sehingga dibutuhkan slang air sebanyak 12 rol dan dua buah tandon penampungan air. B. Program pemberangkatan 5 guru ngaji setiap pekan sekali bergiliran. Mengingat jarak Poso-Palasa sekitar 300km, maka dibutuhkan biaya akomodasi para ikhwah pengajar mengaji. Demikian pula ikhwah Palu dan Parigi juga akan bergiliran mengajar mengaji insya Allah. C. Program pembagian santunan rutin (bulanan) kepada 18 keluarga Muallaf. Mengingat banyaknya isu fitnah yang ditebarkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Beberapa keluarga muallaf ada yang terhasut dan tidak mau menghadiri ta’lim lagi. Maka dakwah kepada mereka dilanjutkan dalam bentuk bantuan santunan rutin, atau pembagian sembako dalam rangka melembutkan hati-hati mereka. Tatkala penulis menyerahkan santunan sejumlah uang kepada seorang muallaf terlihat matanya berkaca-kaca. Mengingat sampai sekarang, belum ada santunan rutin yang diberikan kepada tiap-tiap keluarga muallaf, selain pembagian pakaian pantas pakai, sabun dan garam dapur, itupun baru terlaksana satu kali. Dan juga demi meredam berbagai isu fitnah, program santunan juga ditujukan kepada beberapa tokoh adat, kepala dusun (orang bela yang sudah muslim sejak lahir), akan tetapi hidup mereka juga dibawah garis kemiskinan. D. Program biaya belajar santri Lauje. Alhamdulillah ada dua santri muallaf yang sudah dikirim ke Poso untuk belajar di ma’had Al-Manshuroh dan Pra Tahfizh Poso. Insya Allah ada beberapa anak muallaf lainnya yang ingin menyusul mereka untuk belajar Islam di Poso. E. Diantara program dakwah juga adalah pembebasan tanah dan pembangunan beberapa unit rumah kayu untuk beberapa orang bela yang ingin belajar Islam ke dekat masjid. Adalah Aji, seorang muallaf yang tinggal di dusun Silongkohung. Kalau mau ke lokasi masjid, dia mesti berjalan kaki sekitar empat puluh menit. Dia sangat menginginkan berpindah ke dekat masjid agar lebih intensif belajar Islam. Hanya saja karena terkendala biaya, Aji masih belum bisa membangun
rumah dekat masjid. Selain Aji, masih ada beberapa warga Bela yang menginginkan mendekat ke lokasi Masjid. F. Program pembinaan pertanian untuk peningkatan taraf hidup masyarakat Bela.
PERIJINAN DAKWAH KEPADA PARA MUALLAF Sudah menjadi prinsip dakwah Ahlussunnah, bahwasanya setiap langkah dakwahnya selalu berkoordinasi dengan pemerintah, sebagai bentuk ketaatan kepada Pemerintah dalam hal ma’ruf. Para da’i yang hendak berdakwah kepada para muallaf ini menemui kepala desa Dongkalan, pak Camat dan Kapolsek Palasa. Para pejabat tersebut secara umum mendukung program mulia ini. Proses perijinan pun dilanjutkan ke tingkat atasnya dengan menghadap ke Kapolres Parimo, Sekretaris Daerah Kab. Parimo dan kepala Departemen Agama Parimo. Dengan kemudahan dari Allah surat ijin kegiatan Dakwah dari Polres dan Depag Kab. Parimo telah keluar. Para da’i pun senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah setempat dalam menjalankan dakwahnya. Demikian gambaran singkat agenda dakwah kepada para muallaf suku terasing Lauje. Tentunya program ini membutuhkan uluran tangan dari kaum mukminin. Bagi kaum mukminin yang ingin berinfaq demi kelanjutan dakwah kepada para muallaf, infaq dapat disalurkan melalui : Bank BRI Poso No Rek : 0072-01-006008-53-0 a.n Sarmin Paroso. Atau Bank Syariah Mandiri Poso No Rek : 70-699-3950-8 a.n Atjo Ishak Andi Mapatoba. Contact Person : HP 0852-41098-250, 0852-41480-960. Untuk bantuan pakaian pantas pakai, bisa dikirim ke Masjid Babul Iman Jl. KH. Abdul Wahab lorong Srigading Kel. Sayo. Poso. Kepada para muhsinin, kami ucapkan Jazaakumullah khairan.
======================== SEKILAS TENTANG KAMPUNG MUALLAF Dusun Solongan dan Pungsu, adalah dua dusun yang bersebelahan, keduanya masih dibawah pemerintahan Desa Dongkalan. Solongan berjarak sekitar 8 km dari jalan poros, sementara Pungsu terletak dibawah solongan. Mayoritas warga Solongan beragama Nasrani, sementara Pungsu lebih banyak kaum musliminnya. Di kedua dusun inilah para Muallaf itu tinggal. Warga Bela di sana hidup dari sektor pertanian. Secara geografis kedua dusun tersebut terletak diatas perbukitan terjal dan berbatu. Lereng-lereng gunung yang sangat terjal mereka olah menjadi kebun-kebun. Mereka bercocok tanam ubi, singkong, padi ladang, bawang, cabai, coklat atau cengkih. Pengetahuan mereka tentang pertanian sangat minim, sehingga hasil panennya pun sangat terbatas. Hal inilah yang melatar belakangi program pembinaan pertanian kepada mereka demi lebih menambah produktivitas hasil pertanian. Makanan pokok mereka adalah talas, ubi, singkong kadang nasi. Ubi atau singkong terkadang dibakar, atau direbus. Lauk yang paling mereka sukai adalah ikan asin, kalau tidak ada ikan asin mereka makan dengan lauk garam dicampur cabai.
SEKILAS TENTANG DUSUN SALAMAYANG
Salamayang adalah dusun yang sangat terpencil, hanya bisa di tempuh dengan berjalan kaki selama setengah hari bagi Orang Bela yang sudah biasa. Adalah pak Nani Hati, beliau adalah warga Salamayang yang sudah masuk Islam dua tahun lalu. Hanya saja, beliau masih belum mengenal islam. Anak-anak dan isterinya masih belum dibimbing bersyahadat oleh pak Imam Dongkalan. Beliau adalah satu-satunya guru Sekolah di sana. Sekolah yang beliau kelola hanya beratap terpal, berlantai papan, tanpa ada dindingnya. Jumlah siswanya 120 orang. Di sana ada 400 KK atau sekitar 3000 jiwa yang mayoritasnya masih beragama Nasrani. Hanya saja kegiatan gereja sekarang sudah tidak aktif lagi. Dahulu pernah ada pendeta bule Canada yang tinggal menetap disana. Akan tetapi karena suatu kasus akhirnya dia diusir dari Salamayang. Pak Nani Hati menjelaskan, kalau warga Salamayang disentuh dengan bantuan-bantuan insya Allah mereka bisa diajak masuk Islam. Beliau siap menjembatani untuk sampainya program dakwah kepada suku terasing disana. Dari sisi mata pencaharian, mayoritas warga Salamayang bercocok tanam bawang merah. Bagi yang pernah berkunjung ke Palu, mungkin sudah mengenal oleh-oleh Bawang Goreng renyah. Dari Salamayanglah asalnya bawang goreng tersebut di tanam. Mereka berjalan selama setengah hari memikul hasil panennya dari Salamayang menuju pasar. Terkadang bawang hasil panen mereka muat dengan rakit menyusuri sungai Palasa menuju jalan raya. Keadaan Salamayang yang sangat terpencil tersebut membuat petugas pemerintah merasa kesulitan dalam membina mereka. Pembinaan dari para misionaris kristen yang sempat menyentuh mereka sehingga mereka sekarang memeluk agama kriaten.
KEINGINAN MASUK ISLAM YANG TIDAK TERSAMPAI Ada seorang warga Solongan, pak Tahar namanya, beliau pernah bertemu dengan sepuluh laki-laki warga Salamayang yang baru pulang dari kampung di bawah. Ketika ditanya apa hajat mereka dari kampung di bawah, mereka menjawab, “Kami ada 10 keluarga ingin masuk Islam, akan tetapi tidak ada tanggapan dari pak Imam.” Sehingga 10 keluarga ini dengan penuh kesedihan pulang ke Salamayang tidak jadi masuk Islam. Sungguh ironis, sepuluh keluarga tersebut tidak tersalurkan hajatnya untuk memeluk islam. Semoga Allah mempertemukan mereka dengan hidayah.
Demikianlah gambaran singkat kisah muallaf suku terasing Lauje. Semoga Allah memberikan keteguhan Iman dan keistiqomahan kepada mereka semua. Amiin.
http://salafy.or.id/blog/2014/04/26/kisah-muallaf-suku-terasing-lauje/
Ebook Gratis: Sungai Di Dalam Surga, Tafsir Surat Al-Kautsar (AlUstadz Ayip Syafruddin) PDF Sungai di Dalam Surga, inilah judul menarik yang dikupas oleh Al-Ustadz Ayip Syafruddin dalam ebook gratis kali ini. Pembahasan ini adalah tafsir dari Surat AlKautsar yang asalnya beliau tulis di Majalah Asy-Syari’ah Edisi 091. bagi ikhwah yang penasaran dengan isinya silakan di download di bawah ini:
Tafsir-kautsar tafsir-kautsar.pdf 677.4 KiB 796 Downloads Details
Kitab Gratis: Syarah Fadhul Islam (Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhahullah) PDF Alhamdulillah, sangat bangga di hari yang sejuk ini Allah masih memudahkan kita untuk saling berbagi. Kali ini kitab yang akan kami bagikan secara gratis adalah Syarah Fadhlul Islam. Kitab ini yang ditulis oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan di syarah oleh Asy-Syaikh Shalih Alu Syaikh merupakan kitab yang sangat menakjubkan, penting untuk dipelajari, dan tidak ada seorang pun yang tidak butuh kepada kitab ini. Judul: Syarah Fadhlul Islam Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Penulis: Ma’ali Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh Pentahqiq: ‘Adil Mursi Ar-Rifa’i Penerbit: Maktabah Darul Hijaz Cetakan: Pertama tahun 1433 H Halaman: 416 Halaman Size: 10 MB Syarah Fadhlul Islam (Syaikh Shalih Alu Syaikh) (10.1 MiB, 711 downloads) ﺷﺮح ﻓﻀﻞ اﻹﺳﻼم ﻟﺸﻴﺦ اﻹﺳﻼم ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻮﻫﺎب اﻟﺘﻤﻴﻤ:اﻟﻌﻨﻮان – اﻟﺸﻴﺦ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ آل اﻟﺸﻴﺦ ﻣﻌﺎﻟ:اﻟﻤﺼﻨﻒ .
Kitab Gratis: Rof’ul Isytibah ‘an Makna Al-Ibadah wa Al-Ilah (Syaikh Abdurrahman AlMu’allimi) PDF SESUAI CETAKAN Bismillah. Bagi teman-teman yang ingin mendalami makna la ilaha illallah dan makna ibadah, juga aplikasi dari makna tersebut. dan ingin mengetahui bagaimana syubuhatnya orang-orang yang menyimpang dalam perkara ini, Silakan donlot kitab ini. Dibaca, dipelajari, dan dipahami. Bagi yang belum bisa barangkali bisa mengusulkan kepada ustadz setempat untuk membahasnya. Judul: ROF’UL ISYTIBAH ‘AN MA’NA AL-IBADAH WA AL-ILAH Penulis: al-‘Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’allimi Al-Yamani Cetakan: Pertama Tahun 2003 M Penerbit: Maktabah Al-Ashriyyah / Syarikatu Abnai Syarif Al-Anshar Halaman: 182 Halaman Size: 3 MB Rof'ul Isytibah 'an Makna AlIbadah wa Al-Ilah (3.2 MiB, 262 downloads) .
Sudahkah Anda Shalat Dhuha Hari Ini? Download Ebooknya PEMBAHASAN TENTANG SHALAT DHUHA (882.0 KiB, 837 downloads) *** ﻪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢﺑﺴﻢ اﻟ Para pembaca rahimakumullah, Ketahuilah bahwasanya Shalat Dhuha memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Shalat Dhuha termasuk dari sekian ibadah yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar tidak ditinggalkan. Abu Hurairah berkata, وأن أوﺗﺮ ﻗﺒﻞ أن أﻧﺎم، اﻟﻀﺤ ورﻛﻌﺘ، ﺻﻴﺎم ﺛﻼﺛﺔ أﻳﺎم ﻣﻦ ﻛﻞ ﺷﻬﺮ:ﻪ ﺑﺜﻼث رﺳﻮل اﻟ ﺧﻠﻴﻠأوﺻﺎﻧ “Kekasihku Rasulullah telah memberiku wasiat dengan tiga perkara: berpuasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dua raka’at Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Abu Darda’ juga berkata, “Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberiku wasiat dengan tiga perkara yang aku tidak akan pernah meninggalkannya selama aku hidup, yaitu puasa tiga hari di setiap bulan, shalat Dhuha, dan melaksanakan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Muslim no.722)
WAKTUNYA Adapun waktunya adalah sebagaimana yang diterangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, “Dan waktunya sejak berlalunya waktu larangan hingga mendekati zawal (tergelincirnya matahari ke arah barat).” (Lihat Kitab Adabul Masyi ila Ash-Sholah) Waktu larangan yang dimaksud ialah sejak terbitnya matahari hingga meninggi
sekitar satu tombak (kurang lebih 15 menit setelah terbit, penjelasan Ibnu Utsaimin). Sebagian ulama’ berpendapat bahwa melakukan shalat dhuha ketika matahari telah terik lebih utama. Mereka berdalil dengan hadits Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘anhu, ﺻﻼة اﻷواﺑﻴﻦ ﺣﻴﻦ ﺗﺮﻣﺾ اﻟﻔﺼﺎل “Shalatnya orang-orang yang kembali (awwabin) ialah jika telah terik matahari.” (HR. Muslim no. 748) Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah berkata, “dan (waktunya) yang afdhal adalah apabila waktu dhuha telah panas.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 30/56) Dan berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, “… dikarenakan shalat dhuha dimulai sejak naiknya matahari sekira satu tombak hingga mendekati waktu zawal (zhuhur), dan (melaksanakan) shalat dhuha di akhir waktu lebih afdhal daripada di awal waktu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 14/305) JUMLAH RAKA’ATNYA Dari wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan Abu Darda’ di atas dapat kita pahami bahwasanya minimal bilangan raka’at shalat dhuha adalah dua raka’at. Sedangkan jumlah terbanyak yang pernah dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah delapan raka’at. Diriwayatkan dari Ummu Hani’ Radhiallahu ‘anha ةً ﻗَﻂﱡﻼ ﺻر ا ﻓَﻠَﻢ،ٍﺎتﻌﻛ رﺎﻧ ﺛَﻤﻠﱠﺻ وﻞ ﻓَﺎﻏْﺘَﺴ،َﺔ ﻣ ﻓَﺘْﺢمﻮﺎ ﻳﺘَﻬﻴ ﺑﺧَﻞ دﻠﱠﻢﺳ وﻪﻠَﻴ ﻋﻪ اﻟﻠﱠ ﺻِنﱠ اﻟﻨﱠﺒا ﻮدﺠاﻟﺴﻮعَ وﻛ اﻟﺮﻢﺘ ﻳﻧﱠﻪ اﺮ ﻏَﻴ،ﺎﻨْﻬ ﻣﺧَﻒا “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masuk ke rumahnya pada waktu Fathu Makkah, maka beliau mandi dan melakukan shalat sebanyak delapan raka’at. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringkas darinya, hanyasaja beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1176) Dalam Shahih Muslim dari Aisyah Radhiallahu ‘anha ia berkata, “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha sebanyak empat raka’at
dan menambah sekehendak beliau” (Shahih Muslim no.1175) Dari hadits Aisyah ini sebagian ulama’ berpendapat bolehnya melaksanakan shalat Dhuha lebih dari delapan raka’at. Asy-Syaikh Ibnu Baaz berkata, “Jumlah paling sedikitnya adalah dua raka’at. Apabila engkau selalu melakukan dua raka’at maka engkau telah menunaikan dhuha. Apabila engkau shalat empat atau enam atau delapan atau lebih banyak lagi maka tidak mengapa, disesuaikan yang mudah. Tidak ada padanya batasan tertentu. Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam shalat dua raka’at, shalat empat raka’at. Dan pada waktu Fathu Makkah beliau shalat delapan raka’at. Maka perkaranya dalam permasalahan ini luas.” Beliau juga berkata, “Barangsiapa shalat delapan raka’at, sepuluh, dua belas, atau lebih banyak dari itu atau lebih sedikit maka tidak mengapa.” (http://www.ibn-baz.org/mat/1086) Tetapi yang afdhal adalah tidak lebih dari delapan raka’at, karena jumlah ini yang secara tegas pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di dalam fatwanya, Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsi wal Ifta (6/145) menyatakan, “Shalat dhuha adalah sunnah, bilangan sedikitnya adalah dua raka’at dan tidak ada batasan untuk jumlah banyaknya. Yang afdhal untuk tidak melebihi delapan raka’at. Melakukan salam pada tiap dua raka’at, dan tidak sepantasnya digabung dalam satu salam, (hal ini) berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “(pelaksanaan) shalat malam dan (shalat) siang adalah dua dua.” (Fatwa ini dikeluarkan dengan diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan beranggotakan Asy-Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Shalih Al-Fauzan, dan Bakr Abu Zaid) TATA CARA PELAKSANAANNYA Apabila shalat dhuha lebih dari dua raka’at maka cara pelaksanaanya adalah dengan cara salam pada setiap dua raka’at. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, ﻣﺜﻨﺻﻼة اﻟﻠﻴﻞ واﻟﻨﻬﺎر ﻣﺜﻨ “(pelaksanaan) Shalat malam dan (shalat) siang adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi) Di dalam fatwa yang dikeluarkan Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah
wal Ifta (6/145) yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyebutkan bahswasanya tidak sepantasnya melakukan shalat dhuha lebih dari dua raka’at dengan satu salam. Hanyasaja sebagian ulama seperti Al-Imam An-Nawawi membolehkannya, beliau berkata, “Hadits ini dimaknakan untuk menjelaskan (tatacaranya) yang afdhal, yaitu melakukan salam pada setiap dua raka’at. Baik shalat nafilah malam hari atau siang hari. Disukai untuk melakukan salam setiap dua raka’at. Seandainya menggabung semua raka’at dalam satu salam atau shalat sunnah satu raka’at maka diperbolehkan menurut madzhab kami.” (AlMinhajSyarah Shahih Muslim ) Dari penjelasan Al-Imam An-Nawawi di atas dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaannya yang afdhal adalah berhenti pada setiap dua raka’at dan tidak mengapa untuk diselesaikan semuanya dalam satu salam. MELAKUKANNYA TERUS MENERUS Dalam permasalahan ini terjadi silang pendapat di antara ulama’. Sebagian mereka berpendapat bahwasanya shalat dhuha tidak dilakukan terus menerus setiap hari. Shalat dhuha hanya dilakukan ketika baru tiba dari safar. Mereka berdalil dengan hadits ‘Aisyah Radhiallau ‘anha, ketika beliau ditanya oleh Abdullah bin Syaqiq rahimahullah, “Apakah dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan shalat dhuha?” Aisyah menjawab, “Tidak, kecuali jika baru datang dari safar.” (HR. Muslim) sisi pendalilannya adalah, seandainya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukannya secara rutin tentu akan diketahui oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha. Akan tetapi berdalil dengan hadits ini tidaklah tepat ditinjau dari dua sisi: Pertama: Aisyah menafikan hal tersebut berdasarkan ilmu yang beliau ketahui. Sementara dalam beberapa riwayat terdapat penetapan bahwasanya shalat dhuha disunnahkan untuk dilakukan setiap hari dan tidak hanya berlaku bagi musafir yang baru tiba dari bepergian saja. Di antara riwayat tersebut adalah wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Abu Hurairah dan Abu Darda di awal pembahasan. Di dalam kaedah ushul disebutkan bahwasanya riwayat yang menetapkan lebih didahulukan daripada riwayat yang meniadakan, karena riwayat yang menetapkan mengandung tambahan faedah yang tidak terdapat pada riwayat yang meniadakan. Kedua: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak setiap saat bersama Aisyah
Radhiallahu ‘anha. Di dalam kesempatan beliau bersama Aisyah dan dalam kesempatan lain beliau tidak bersamanya. Beliau terkadang menjadi musafir dan terkadang tidak menjadi musafir. Dalam keadaan tidak safar beliau terkadang duduk di masjid dan tempat lainnya. Beliau juga memiliki sembilan orang isteri yang semuanya mendapat giliran hari yang sama rata. Ini menunjukkan bahwa kebersamaan beliau bersama Aisyah pada waktu dhuha tidak setiap hari dan tidak setiap kesempatan. Bisa jadi beliau shalat dhuha di rumah isteri-isterinya yang lain, atau ketika di masjid, di rumah shahabatnya, ketika safar, atau di tempattempat lainnya yang tidak dilihat oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha. (Lihat Al-Hawi lil Fatawi Li As-Suyuthi 1/45) Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya, “Apa pendapat yang shahih dan rojih tentang shalat dhuha. Apakah boleh dilakukan setiap hari, selang-selang hari, atau bagaimana?” beliau menjawab, “(Pendapat) yang rojih tentangnya dan yang sunnah adalah (dikerjakan) setiap hari. Shalat dhuha (dilakukan) setiap hari. Telah diriwayatkan di dalam Ash-Shahihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau memberikan wasiat kepada Abu Hurairah dengan tiga perkara, “Shalat dhuha, shalat witir sebelum tidur, dan berpuasa tiga hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan di dalam Shahih Muslim juga bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mewasiatkan Abu Darda, “Agar (mengerjakan) shalat dhuha setiap hari, shalat witir sebelum tidur, dan berpuasa tiga hari pada setiap bulan.” Dan diriwayatkan juga di dalam AshShahih bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Abu Dzar ketika menyebutkan persendian tulang dapat melakukan sedekah, beliau berkata, “Setiap tasbih adalah sedekah, tahmid adalah sedekah, tahlil adalah sedekah, dan takbir adalah sedekah,” – sampai akhir hadits beliau bersabda, “dan tercukupi dari itu semua dengan dua raka’at yang engkau kerjakan ketika dhuha.” (Majmu Fatawa Ibnu Baaz 30/60) KEUTAMAAN SHALAT DHUHA DIBARENGI SHALAT SHUBUH Seseorang yang melakukan shalat shubuh berjama’ah kemudian duduk berdzikir hingga matahari terbit dan diakhiri dengan shalat dhuha dua raka’at, maka ia akan memperoleh keutamaan pahala haji dan umrah secara sempurna. Hal ini dijelaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, رﻛﻌﺘﻴﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﻛﺄﺟﺮ ﺗﻄﻠﻊ اﻟﺸﻤﺲ ﺛﻢ ﺻﻠ ﺣﺘﻪ ﺗﻌﺎﻟ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺛﻢ ﺟﻠﺲ ﻳﺬﻛﺮ اﻟ اﻟﺼﺒﺢ ﻓﻣﻦ ﺻﻠ ﺣﺠﺔ وﻋﻤﺮة ﺗﺎﻣﺔ ﺗﺎﻣﺔ ﺗﺎﻣﺔ
“Barangsiapa melaksanakan shalat shubuh berjama’ah kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua raka’at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah sempurna sempurna sempurna.” (HR. At-Tirmidzi) SHALAT DHUHA BERJAMA’AH Permasalahannya adalah kembali kepada hukum shalat sunnah secara berjama’ah. Al-Imam Ibnu Qudamah Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Bolehnya shalat sunnah secara berjama’ah dan sendirian. Dikarenakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah melakukan kedua-duanya, hanyasaja yang sering beliau lakukan adalah shalat sendirian (tidak berjama’ah,pen). Beliau pernah shalat sekali dengan Hudzaifah, sekali dengan Ibnu ‘Abbas, dengan Anas dan ibunya dan seorang anak yatim sekali. Beliau juga pernah mengimami shahabatnya di rumah ‘Itban sekali, dan mengimami mereka tiga malam pada bulan ramadhan. Dan kami akan menyebutkan lebih banyak lagi riwayat-riwayat pada tempatnya insya Allah Ta’ala. Semuanya adalah riwayat yang shahih dan baik.” (Al-Mughni 1/442) Namun, perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam beberapa riwayat di atas hanya menunjukkan bolehnya melakukan shalat sunnah secara berjama’ah, tidak sampai kepada sunnah. Diingatkan oleh para ulama’ agar melakukannya dengan berjama’ah tidak dijadikan kebiasaan, karena hal itu menyelisi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “dan hasilnya, bahwasanya tidak mengapa melakukan sebagian shalat sunnah secara berjama’ah, tetapi jangan menjadikannya sebagai kebiasaan terus menerus, setiap kali mereka shalat sunnah mereka melakukkanya berjama’ah, karena ini tidak disyari’atkan.”(Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 14/334) Wallahu ‘alam… Dikumpulkan oleh: Abu Rufaidah Abdurrahman Almaidany Stabat 11 Mei 2014
Hukum Membaca Buku Tafsir AlQur’an Bagi Seorang yang Berhadats Besar (Asy-Syaikh Ibnu Baaz) Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz ditanya, ” Sesungguhnya aku sering membaca kitab tafsir Al-Qur’an, seperti kitab Shofwatut Tafasir dalam keadaan aku tidak suci, pada saat datang bulan, contohnya. Apakah perbuatanku ini keliru? Dan apakah aku berdosa? Beliau Rahimahullah menjawab, “Tidak mengapa bagi wanita yang sedang haid dan nifas untuk membaca buku-buku tafsir. Tidak mengapa pula membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh Mushaf secara langsung, ini menurut pendapat yang kuat dari dua pendapat ulama’. Adapun orang yang junub, maka tidak boleh membaca Al-Qur’an secara mutlak sampai ia mandi. Tapi dia boleh membaca buku-buku tafsir, hadits, dan selainnya tanpa membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang tercantum di buku tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “bahwasanya tidak ada sesuatu apapun yang dapat mencegah seseorang dari membaca Al-Qur’an kecuali junub.” Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda yang terkandung dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dengan sanad yang bagus, dari Ali Radhiallahu ‘anhu , “Adapun orang yang junub tidak boleh (membaca Al-Qur’an) walaupun hanya satu ayat.” Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/2346
Hadits Lemah dan Palsu yang Bertebaran Tentang Bulan Ramadhan Hadits-hadits Palsu dan Lemah yang Sering Disebut di Bulan Ramadhan Sesungguhnya segala pujian hanya bagi Allah, kami menyanjung-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan kami juga berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari kejelekan amalanamalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka sungguh dia termasuk orang yang mendapatkan hidayah, dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Adapun setelah itu, bahwasanya sebaik-baik perkataan adalah Kalamullah, dan sebaikbaik petunjuk adalah petunjuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa’ala alihi wasallam, dan bahwasanya sejelek-jelek perkara adalah segala sesuatu yang diadakan-adakan, dan segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. Kemudian setelah itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit diobati yang telah menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya api pada tumbuhan yang kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke dalam kebid’ahan, kesesatan, khurafat, menentang dalil, serta menyimpang dari jalan yang lurus dan jalan kaum mu’minin. Berdusta atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebabkan pelakunya pantas untuk mendapatkan ancaman berupa tempat duduk dari neraka.[1] Saudara pembaca sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits yang dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits dha’if (lemah) yang sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan harapan agar anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-haq dengan
al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu. HADITS PERTAMA
ﻨَﺔنَ اﻟﺴﻮنْ ﻳ اﺘﻣ اﻨﱠﺖﺎنَ ﻟَﺘَﻤﻀﻣ رﺎ ﻓ ﻣﺎدﺒ اﻟْﻌﻠَﻢﻌ ﻳﻟَﻮ ﺎﻠّﻬﻛ “Kalau seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan (keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.” Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya: Abu Nu’aim Al-Fadhl bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits. Al-Bukhari, Abu Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah Munkarul Hadits. Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2] Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam AlFawa’id Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah perawi yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-. Lihat Lisanul Mizan [II/302] karya Ibnu Hajar.
HADITS KEDUA
ﺘ أﻣﺮﺎنُ ﺷَﻬﻀﻣر وﺮِيﺎنُ ﺷَﻬﺒﺷَﻌ وﻪ اﻟﺮ ﺷَﻬﺐﺟر “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam (palsu). Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Bakr An-Naqqasy. Tentang rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya: Thalhah bin Muhammad Asy-Syahid mengatakan bahwa Abu Bakr An-Naqqasy suka memalsukan hadits, dan kebanyakannya tentang kisah-kisah. Abul Qasim Al-Lalika’i mengatakan bahwa tafsir dari Abu Bakr An-Naqqasy justru akan mencelakakan hati, tidak menjadi obat bagi hati-hati ini. Dan di dalamnya juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak dikenal). Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari AlHasan Al-Bashri secara mursal. Al-Hafizh Al-‘Iraqi mengatakan dalam Syarh AtTirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah), dan dia termasuk haditshadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri), kami meriwayatkannya dari Kitab At-Targhib Wat Tarhib karya Al-Ashfahani, haditshadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri) tidak bernilai (shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab.” Ibnul Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/117], Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam [I/2990], dan Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 95] menghukumi bahwa hadits ini adalah hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lihat Lisanul Mizan [VI/202] karya Ibnu Hajar.
HADITS KETIGA
ﻢ ﺷﻬﺮ ﻋﻈﻴﻢ ﺷﻬﺮ ﻣﺒﺎرك ﻓﻴﻪ ﻟﻴﻠﺔﻳﺎ أﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎس اﻧﻪ ﻗﺪ أﻇﻠ ﻪ ﺻﻴﺎﻣﻪ وﺟﻌﻞ ﻗﻴﺎم ﻟﻴﻠﻪ ﺗﻄﻮﻋﺎﺧﻴﺮ ﻣﻦ أﻟﻒ ﺷﻬﺮ ﻓﺮض اﻟ ى ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻓﻤﺎﻓﻤﻦ ﺗﻄﻮع ﻓﻴﻪ ﺑﺨﺼﻠﺔ ﻣﻦ اﻟﺨﻴﺮ ﻛﺎن ﻛﻤﻦ أد
ﺳﻮاه … وﻫﻮ ﺷﻬﺮ أوﻟﻪ رﺣﻤﺔ وأوﺳﻄﻪ ﻣﻐﻔﺮة وآﺧﺮه ﻋﺘﻖ ﻣﻦ اﻟﻨﺎر “Wahai sekalian manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh barakah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, Allah wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan Allah jadikan shalat pada malam harinya sebagai amalan yang sunnah, barangsiapa yang dengan rela melakukan kebajikan pada bulan itu, maka dia seperti menunaikan kewajiban pada selain bulan tersebut …, dan dia merupakan bulan yang awalnya adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.” Hadits ini adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.” Maksud ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak memastikan) penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah (tidak sampai derajat shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira bahwa hadits ini shahih menurut Ibnu Khuzaimah. Lihat Tadribur Rawi [I/89] karya As-Suyuthi. Hadits ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305], AlHarits bin Usamah dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya: Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa dia tidak bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan dia. Al-Bukhari mengatakan bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah. Di dalam sanadnya juga terdapat rawi yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya: AdzDzahabi mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal. Al-‘Uqaili mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil). Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadits Munkar.” (Al-‘Ilal karya Ibnu Abi Hatim [I/249]). Lihat Lisanul Mizan [II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya Adz-Dzahabi, dan As-Silsilah AdhDha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh Al-Albani.
HADITS KEEMPAT
ﻪ ﺧﻠﻘﻪ إﻟل ﻟﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ رﻣﻀﺎن ﻧﻈﺮ اﻟإذا ﻛﺎن أو ﻞ وﺟﻪ ﻋﺰوﻟ، أﺑﺪًاﻪ ﻋﺒﺪٍ ﻟﻢ ﻳﻌﺬِّﺑﻪ إﻟﺎم ﻓﺈذا ﻧﻈﺮ اﻟاﻟﺼﻴ ﻣﻦ اﻟﻨﱠﺎر أﻟﻒ ﻋﺘﻴﻖ ﻳﻮمﻞ ﻛﻓ “Ketika malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya, dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang dibebaskan dari neraka.”[3] Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu). Di dalam sanadnya banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi yang dituduh berdusta yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-Umawi AsySyami yang dikatakan oleh para ulama di antaranya: Al-Juzajani menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), suka mencuri hadits. Abu Mas’ud As-Sijzi menyatakan dia adalah kadzdzab. Ibnul Jauzi di dalam Al-Maudhu’at [II/104], Ibnu ‘Arraq di dalam Tanzihusy Syari’ah [II/146], Asy-Syaukani di dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 85], dan yang lainnya menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lihat Lisanul Mizan [V/147] karya Ibnu Hajar.
HADITS KELIMA
ﻮاﺤﻮا ﺗَﺼﻣﻮﺻ “Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.“ Ini adalah hadits dha’if, dikeluarkan oleh Al-‘Uqaili dalam Adh-Dhu’afa’ [II/92], Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam AlKabir [1190], dan selain mereka. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Zuhair bin Muhammad At-Tamimi, riwayat penduduk negeri Syam dari dia adalah riwayat yang di dalamnya banyak riwayat munkar. Dalam sanadnya yang lain, terdapat rawi yang bernama Nahsyal bin Sa’id, dan dia adalah rawi
yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Ishaq bin Rahuyah dan Abu Dawud AthThayalisi menyatakan dia adalah rawi yang kadzdzab (pendusta). Di samping itu sanadnya juga terputus. Dalam sanadnya yang lain juga terdapat rawi yang bernama Husain bin ‘Abdillah bin Dhamirah Al-Himyari yang dikatakan oleh para ulama di antaranya: Al-Imam Malik menisbahkan dia sebagai rawi yang pendusta. Ibnu Ma’in menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), tidak ada nilainya sedikitpun. Al-Bukhari menyatakan bahwa dia adalah munkarul hadits (kebanyakan haditsnya munkar). Abu Zur’ah menyatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak ada nilainya sedikitpun, hinakan haditsnya (yakni yang dia riwayatkan).” Al-Hafizh Al-‘Iraqi melemahkan sanadnya, dan AsySyaikh Al-Albani melemahkan hadits ini. [As-Silsilah Adh-Dha’ifah (253)].
HADITS KEENAM
ٌﺔ أﻣ رﻣﻀﺎن ﻟﻢ ﺗُﻌﻄﻬﻦﺼﺎلٍ ﻓ ﺧﻤﺲ ﺧﺘﻴﺖ أﻣﻋﻄا ﻣﻦ رﻳﺢﻪ ﻋﻨﺪ اﻟ اﻟﺼﺎﺋﻢ أﻃﻴﺐ ﻓَﻢﺧﻠﻮف:ﻗﺒﻠﻬﻢ ﻔﻄﺮوا ﻳﻴﺘﺎن ﺣﺘ ﻟﻬﻢ اﻟﺤوﺗﺴﺘﻐﻔﺮ،ﺴﻚاﻟﻤ “Umatku ini pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka sampai berbuka …” Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah). Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya [II/292, 310], Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/410], dan selain keduanya. Di salam sanadnya terdapat rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad bin Abi Zaid yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai matrukul hadits (ditinggalkan haditnya). Asy-Syaikh AlAlbani menghukumi hadits ini sebagai hadits dha’if jiddan (sangat lemah), sebagaimana dalam Dha’if At-Targhib Wat Tarhib [586].
HADITS KETUJUH
ﻻ اﻓَﻊﺮ ﻳضِ ﻻراْﻻ وﺎءﻤ اﻟﺴﻦﻴ ﺑﻠﱠﻖﻌﺎنَ ﻣﻀﻣ رﺮنﱠ ﺷَﻬا ِﻄْﺮ اﻟْﻔﺎةﻛﺑِﺰ “Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.” Ini adalah hadits dha’if. Diriwayatkan oleh Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang, juga diriwayatkan oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah [II/499]. Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Muhammad bin ‘Ubaid yang dikatakan oleh Ibnul JAuzi bahwa dia adalah majhul (tidak dikenal). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah menyebutkan hadits ini di dalam Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi yang tidak ada satupun yang mengikutinya.” Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43). -Ditulis secara ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-. Dan diterjemahkan secara ringkas[4] pula dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588 ditambah sedikit catatan kaki dari penerjemah. Wallahu a’lam bish-shawab.
[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
اﻟﻨﱠﺎرﻦ ﻣﺪَهﻘْﻌ ﻣاﻮﺘَﺒﺪًا ﻓَﻠْﻴﻤﺘَﻌ ﻣَﻠ ﻋﺬَب ﻛﻦﻣ “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari shahabat Abu Hurairah, Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya] [2] Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa beliau tidak memastikan keshahihan hadits sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan hadits ketiga setelah ini. Wallahu a’lam. [3] Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di dalam sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan ada perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari neraka, di referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu a’lam. [4] Sengaja bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa istilah muhadditsin atau
istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah tidak akan mengubah isi dan substansi pembahasan. Wallahu a’lam.
Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=533
Asy-Syaikh Rabi’ Berbicara tentang Ali Hasan Al-Halabi Setelah sebelumnya kami suguhkan ke hadapan anda hidangan hangat dari para ulama’, seperti Syaikh Ahmad Bazmul, Syaikh Abu Umar Usamah Al-‘Utaibi, Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, dan Syaikh Ahmad An-Najmi…. Kini giliran selanjutnya…,
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkholi – Hafizhahullah Ta’ala – Pembawa bendera Jarh wa Ta’dil abad ini giliran beliau berbicara tentang Ali Al-Halabi hadahullah ————————————— Aku hadiahkan tulisan-tulisan tentang Ali Hasan Al-Halabi yang ada di
blog sederhana ini tuk saudaraku yang masih terkungkung dalam penjara kefanatikan, dan tuk saudaraku yang masih memiliki husnu dzan yang tinggi , yaitu husnu dzan yang tidak pada tempatnya… Saudaraku, siapa dan apalagi yang kita tunggu? Para ulama’ dan masyayikh sudah berbicara… Para ulama’ dan masyayikh sudah bersikap…. Mereka sudah menjelaskan dengan begitu gamblang dan jelas. Asy-Syaikh Ahmad Bazmul sudah berbicara panjang lebar dalam kitabnya “Shiyanatus Salafi…” dengan dalil-dalil yang bertebaran, demikian pula masyayikh lainnya…
————————————Asy-Syaikh DR. Ahmad Bazmul berkata: Dan kami para salafiyin walaupun sampai sekarang tidak mentabdi’ (memvonis mubtadi’) Al-Halabi, karena menunggu penjelasan para ulama’ kibar, hanyasaja kami mengatakan bahwa tidak boleh menimbah ilmu darinya sebagaimana ucapan Syaikh kami (Yahya) An-Najmi rahimahullahu ta’ala, dan disepakati oleh ahlul ilmi juga para penuntut ilmu. Dan Al-Halabi menjarh sendiri dirinya dengan manhaj barunya… Dan kami tidak mentabdi’ dia, tidak, karena dia masih ahlus sunnah dan dia memiliki kesalahan. Selamanya, ahlus sunnah berlepas diri dari manhaj barunya Al-Halabi. Namun kami tidak ingin mendahului para ulama’ kibar, sebagai adab kepada mereka. Tetapi jika Al-Halabi tidak rujuk dari petaka dan penyimpangannya, maka ia berhak digabungkan bersama orang-orang yang ia beri tazkiyah dan ia bela dari kalangan ahlul bidah, tidak ada kemuliaan, sebagaimana para salaf menghukumi seperti itu kepada orang-orang yang lebih berilmu darinya dan lebih selamat keadaannya.”
[ Selesai ucapan Syaikh Ahmad Bazmul ] Memang begitulah adab seorang ‘alim, tidak bertindak kecuali dengan bimbingan alim di atasnya. Ucapan ini keluar dari beliau sebelum muncul vonis dari Syaikh Rabi’ bin Hadi AlMadkhali Hafizhahullah Ta’ala. Alhamdulillah, Asy-Syaikh Rabi’ pun telah mengeluarkan sikapnya terhadap AlHalabi. Al-Halabi, orang yang selama ini di “eman” oleh Syaikh Rabi’ dan masyayikh lainnya, tapi begitulah orang yang tak tahu di sayang…. Kemudian, Asy-Syaikh Ahmad berkata: “Dan sekarang, akan aku nukilkan kepada anda dan saudaraku salafiyin: bahwa Syaikh pembawa bendera jarh wa ta’dil telah melontarkan ucapannya tentang Ali bin Hasan Al-Halabi dan Abu Manar Al-‘Iraqi, yaitu bahwa keduanya adalah mubtadi’. Dan beliau berkata kepada saudara-saudara dari Iraq: “Nukilkan (vonis) ini dari aku.” ————————————– Asy-Syaikh Abu Umar Usamah bin ‘Athoya Al-‘Utaibi Hafizhahullah berkata:
ﻪ أﻣﺎ ﺑﻌﺪ رﺳﻮل اﻟ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠ،ﻪاﻟﺤﻤﺪ ﻟ: Ketika aku berkunjung hari kemarin kepada Asy-Syaikh Rabi’ Hafizhahullah wa Ro’ahu, aku pun mendengar beliau mengucapkan hal itu…” Maksud beliau adalah bahwa beliau ketika berkunjung ke kediaman Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Ta’ala mendengar bahwa Syaikh memvonis Ali Hasan dan Abu Manar sebagai mubtadi’…. Wahai seandainya Ia mau rujuk dan mau mendengar nasehat dan bimbingan para ulama’ dan masyikhnya yang mulia, pasti Ia tidak akan
terjerembab ke dalam kesalahan yang begitu fatal . ———————FAEDAH DARI REALITA INI Dari realita yang kita saksikan ini dapat dipetik beberapa faedah ilmiyah, betapa pun seorang itu berilmu dan faqih dalam ilmu agama, pasti dia memiliki peluang tuk tergelincir dari jalan yang lurus….. Maka janganlah seorang tertipu dengan kefaqihan, kecerdasan, dan kemantapan ilmunya, Ingatlah bahwa hidayah itu di tangan Allah, Ia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki… Bahwa tidak boleh bagi seseorang tuk fanatik buta kepada seorang ‘alim yang terjatuh dalam kesalahan, walaupun ia seorang yang faqih. Ingat, selama koreksi yang ditujukan kepadanya itu berdasarkan dalil yang benar dan qo’idah yang disepakati, maka itulah yang harus kita pegang..
wallahu a’lam bish shawwab Sumber: http://www.sahab.net/forums/showthread.php?s=0a8d83ee3c8b033eb6cf8fb9987 b48a0&p=785764#post785764
Daftar Karya: Tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-
Najdi Kutub Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sudah tidak asing lagi di telinga kita. Semua kalangan –insya Allah– pernah mendengar namanya, atau mengenal nasabnya, atau merasakan manisnya dakwah beliau. Tapi, banyak dari kita yang belum mengenal karya tulisnya. Mungkin yang paling sering kita dengar atau pelajari adalah: Tsalatsatul Ushul, Qowa’id Arba’, Ushul Sittah, Kitabut Tauhid, dan Kasyfu Syubuhat. Jangan salah, beliau masih punya karya tulis dan kumpulan fatawa lainnya yang banyak. Nah berikut ini kami sajikan untuk anda….
اﻟﻔﺘﻦ واﻟﺤﻮادثأﺣﺎدﻳﺚ ﻓ – ﺎم اﻟﺼﻼةأﺣ – اﻟﺼﻼة إﻟآداب اﻟﻤﺸ – ﺎم ﻋﻠﻴﻬﺎأرﺑﻊ ﻗﻮاﻋﺪ ﺗﺪور اﻷﺣ – أﺻﻮل اﻹﻳﻤﺎن – ﻣﻨﺴﻚ اﻟﺤﺞ – اﻟﺠﻮاﻫﺮ اﻟﻤﻀﻴﺔ – اﻟﺨﻄﺐ اﻟﻤﻨﺒﺮﻳﺔ
اﻟﺮﺳﺎﺋﻞ اﻟﺸﺨﺼﻴﺔ – اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ اﻟﻤﻔﻴﺪة – اﻟﻄﻬﺎرة – اﻟﻘﻮاﻋﺪ اﻷرﺑﻌﺔ – اﻟﺒﺎﺋﺮ – ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ – ﺑﻌﺾ ﻓﻮاﺋﺪ ﺻﻠﺢ اﻟﺤﺪﻳﺒﻴﺔ – ﺗﻔﺴﻴﺮ آﻳﺎت ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن اﻟﺮﻳﻢ – ﺛﻼﺛﺔ أﺻﻮل – ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻠ أﺑﻮاب اﻟﻔﻘﻪ – رﺳﺎﻟﺔ ﻓ اﻟﺮد ﻋﻠ اﻟﺮاﻓﻀﺔ – ﺷﺮوط اﻟﺼﻼة وأرﻛﺎﻧﻬﺎ وواﺟﺒﺎﺗﻬﺎ – ﻓﺘﺎوى وﻣﺴﺎﺋﻞ –
ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻟﻘﺮآن – ﻓﻀﻞ اﻹﺳﻼم – ﻛﺘﺎب اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ – ﻛﺸﻒ اﻟﺸﺒﻬﺎت – ﻣﺒﺤﺚ اﻻﺟﺘﻬﺎد واﻟﺨﻼف – ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ رﺳﺎﺋﻞ ﻓ اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ واﻹﻳﻤﺎن – ﻣﺨﺘﺼﺮ اﻹﻧﺼﺎف واﻟﺸﺮح اﻟﺒﻴﺮ – ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺳﻮرة اﻷﻧﻔﺎل – ﻣﺨﺘﺼﺮ زاد اﻟﻤﻌﺎد ﻻﺑﻦ ﻗﻴﻢ اﻟﺠﻮزﻳﺔ – ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺳﻴﺮة اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠ اﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ – ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻟﺨﺼﻬﺎ اﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻮﻫﺎب ﻣﻦ ﻛﻼم اﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ – ﻣﻔﻴﺪ اﻟﻤﺴﺘﻔﻴﺪ ﻓ ﻛﻔﺮ ﺗﺎرك اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ –
1. Ahaditsu fil Fitani wal Hawadits 2. Ahkamush Sholah 3. Adabul Masy-yi Ilash Sholah 4. Arba’ul Qowa’id Taduurul Ahkam ‘alaiha
5. Ushulul Iman 6. Mansakul Hajj 7. Al-Jawahirul Mudhiyyah 8. Al-Khuthobul Minbariyah 9. Ar-Rosa-ilu Asy-Syakhshiyyah 10. Ar-Risalatul Mufidah 11. Ath-Thoharoh 12. Al-Qowa’idul Arba’ah 13. Al-Kabair 14. Masa-ilul Jahiliyyah 15. Ba’dhu Fawa-id Shulhil Hudaibiyah 16. Tafsiru Ayaatin Minal Qur’anil Karim 17. Tsalatsatul Ushul 18. Majmu’atul Hadits ‘ala Abwabil Fiqh 19. Risalah fir Raddi ‘alar Rafidhah 20. Syuruthush Sholah wa Arkanuha wa Wajibatuha 21. Fatawa wa Masa-il 22. Fadho-ilul Qur’an 23. Fadhlul Islam 24. Kitabut Tauhid 25. Kasyfus Syubuhat 26. Mabhatsul Ijtihad wal Khilaf 27. Majmu’atu Rosa-il fit Tauhidi wal Iman 28. Mukhtashorul Inshof wa Asy-Syarhul Kabir 29. Mukhtashor Tafsir Surat Al-Anfal 30. Mukhtashor Zadil Ma’ad li Ibnil Qayyim Al-Jauziyah 31. Mukhtashor Sirotir Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam 32. Masa-il, ringkasan dari penjelasan-penjelasan Ibnu Taimiyyah 33. Mufidul Mustafid fi Kufri Tarikit Tauhid Berkaitan dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi bisa anda lihat di sini: http://asysyariah.com/print.php?id_online=334 http://asysyariah.com/print.php?id_online=335