PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMETAAN BAHAYA BANJIR MENGGUNAKAN PENDEKATAN MULTI DISIPLIN DI DESA RENGED, KECAMATAN BINUANG, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Siti Dahlia1, Wira Fazri Rosyidin2, dan Ahmad Dika Nurbudiansyah3 1,2 Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA, Jakarta, Indonesia 3 Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP UHAMKA, Jakarta, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Desa Renged Kecamatan Binuang Kabupaten Serang, Banten merupakan daerah yang secara geografi terletak di daerah dataran rendah dan berasosiasi dengan DAS Cidurian. Kondisi tersebut menyebabkan wilayah penelitian rawan terhadap banjir luapan DAS Cidurian. Kejadian banjir terbesar diwilayah penelitian terjadi tahun 1994, 2001, dan 2013. Tujuan penelitian ini yaitu 1). Pemetaan daerah rawan banjir wilayah penelitian, menggunakan pendekatan natural science dan social science dan (2). Menganalisis hasil peta bahaya banjir berdasarkan pendekatan natural science dan social science. Analisis penelitian menggunakan metode kualitatif dan kuantutatif, dengan pendekatan natural science dan social science. Metode analisis data yang digunakan yaitu interpretasi secara kualitatif citra satelit, interpolasi, dan skoring. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan survei. Hasil penelitian berdasarkan pendekatan natural science dan social science menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah penelitian terletak pada bahaya banjir sedang. Berdasarkan pola spasial, hasil terdapat kesamaan diantara dua pendekatan yaitu bahaya banjir tinggi terletak di satuan bentuklahan dataran banjir yang berasosiasi dengan DAS Cidurian, aliran sungai mati, dan dataran aluvial yang berasosiasi dengan saluran irigasi. Daerah dengan bahaya banjir sedang terletak disatuan bentuklahan dataran banjir yang berasosiasi dengan aliran sungai mati dan dataran aluvial. Daerah dengan tingkat bahaya banjir rendah terletak di satuan
bentuklahan dataran aluvial antropogenik, tanggul alam, dan sebagian dataran aluvial. Kata Kunci: Bahaya Banjir, DAS Cidurian, dan Pendekatan Natural dan Social Science. ABSTRACT Renged Village, Binuang District, Serang Regency, Banten Province is geographically located in lowland area and associated with Cidurian Watershed. It caused research area have flood prone area. The major floods event in the last 21 years occurred in 1994, 2001, and 2013. The aims of research: (1) Mapping of flood pronea area, using natural and social science approach, and (2). Analysis of flood hazard map, based on natural and social science approach. Research conducted using qualitative and quantitative methods, with natural and social science approach. The data analysis are qualitative interpretation of satellite imagery, interpolation, and scoring. Tthe cholleting data method using interview and survey. The result of the research based on natural and social science approach shows that most of research area located in medium level of flood hazard. Based on spatial pattern there are similarities between the result of natural and social science approach. It is the high level of flood hazard is located in landform units: flood plain associated with Cidurian River, abandoned river channels, and aluvial plain that associated with irrigation drainage. Medium level of flood hazard is located in landform units: flood plain associated with abandoned river channels, and alluvial plain. Low level of flood hazard is located in landform units: antropogenic alluvial plain, natural levee, and part of alluvial plain. Keywords: Flood Hazard, Cidurian Watershed, and Natural and Social Science Approach. 48
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54
1. PENDAHULUAN Secara geografis Indonesia merupakan negara yang terletak diantara dua benua dan samudra, yaitu Benua AsiaAustralia, dan Samudra Hindia-Pasifik. Kondisi tersebut selain memberikan keuntungan bagi negara Indonesia yaitu berupa kekayaan sumber daya alam yang melimpah, tetapi mengakibatkan negara Indonesia berpotensi terhadap multi bencana, seperti letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, penurunan daratan, dan lain-lain. Berdasarkan data UNISDR (United Nations Office Disaster Risk Reduction) tahun 2015, menunjukkan bahwa negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki frekuensi tinggi terhadap bencana setelah negara Cina, Amerika, India, dan Filipina. Data kejadian bencana Indonesia pada periode Bulan Januari tahun 2017 menunjukkan bencana banjir terjadi 103 kali, banjir dan tanah langsor 4 kali, gelombang pasang 1 kali, gempa bumi 1 kali, kecelakaan transport 1 kali, puting beliung 114 kali, dan tanah longsor 80 kali (BNPB, 2017). Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar frekuensi kejadian bencana tertinggi di Indonesia merupakan jenis bencana hidrologis dan klimatologis. Kondisi ini termasuk terjadi di wilayah penelitian yaitu Desa Renged Kecamatan Binuang, Serang Banten, yang rawan terhadap banjir luapan DAS Cidurian. Menurut informasi dari masyarakat, banjir yang terjadi diwilayah penelitian terjadi setiap tahun khususnya pada Bulan Januari dan Februari. Kejadian banjir terbesar tercatat pada tahun 1994, 2001, dan 2013. Wilayah penelitian rawan terhadap banjir, yang berpotensi dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat wilayah penelitian. Berdasarkan hal tersebut menjadi penting untuk melakukan pemetaan daerah rawan banjir, sebagai
bentuk salah satu upaya mitigasi bencana banjir untuk menurunkan tingkat risiko banjir. Pemetaan bahaya merupakan tahapan penting dalam proses identifikasi dan analisis risiko bencana (Andradel dan Szlafsztein, 2015). Pemetaan daerah rawan banjir dapat menggunakan berbagai metode atau pendekatan. Pendekatan yang dapat digunakan untuk penilaian atau pemetaan bahaya banjir yaitu pendekatan geomorfologi, penginderaan jauh, Software, statistik, dan participatory GIS (van Westen et al., 2011; Dao dan Liou, 2015). Pemetaan bahaya banjir untuk menghasilkan peta yang akurat berdasarkan kondisi di lapangan dibutuhkan pendekatan secara multidisiplin, sehingga informasi dapat saling melengkapi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan geomorfologi (natural science) dan partisipasi masyarakat (social science). Kondisi in didasarkan atas kondisi geomorfologi suatu wilayah dapat dijadikan sebagai salah satu dasar kunci untuk memahami, menganalisis, dan memprediksi bahaya banjir (Dibyosaputro, 1997; Alca´ntara-Ayala dan Irasema, 2002; dan Verstappen, 2014). Pendekatan partisipasi masyarakat digunakan dalam pemetaan bahaya banjir, karena Informasi masyarakat lokal terkait bahaya merupakan penting, karena penduduk setempat memiliki pengetahuan tentang peristiwa bahaya yang mereka alami. Pengetahuan masyarakat lokal tersebut terdiri atas beberapa komponen yaitu: pengetahuan terkait sejarah terjadinya bencana dan kerusakannya, pengetahuan terkait elemen berisiko dan nilainya, faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kerentanan, dan coping strategis dan kapasitas (van Westen et al, 2011; dan Tran, et al., 2009). 49
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yaitu: (1). Pemetaan daerah rawan banjir Desa Renged, Kecamatan Binuang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten menggunakan pendekatan multi disiplin yaitu natural science dan social science dan (2). Menganalisis hasil peta bahaya banjir berdasarkan pendekatan natural science dan social science. 2. METODE 2.1 Lokasi Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Renged, Kecamatan Binuang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Secara administratif wilayah penelitian terbagi menjadi empat kampung, yaitu Renged, Rangkong, Jering, dan Pandawa. Secara astronomis wilayah penelitian terletak pada 6 ͦ 7’51,239’’ LS - 6 ͦ 9’16,698’’ LS, dan 106 ͦ 22’07,125’’ BT - 106 ͦ 23’25,505’’ BT (Gambar 1b). Selain itu, Wilayah penelitian terletak dibagian hilir DAS Cidurian, sehingga memiliki ancaman terhadap luapan Sungai Cidurian pada setiap tahunnya (Gambar 1a). Luas wilayah penelitian yaitu 474,76 ha. Penelitian ini dilakukan pada musim penghujan, yaitu pada Bulan Januari Tahun 2016. Kondisi tersebut sesuai dengan kajian penelitian, yaitu terkait banjir karena banjir wilayah penelitian pada umumnya terjadi pada musim penghujan khususnya Bulan Januari. 2.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini yaitu petani pemilik lahan sawah padi di Desa Renged, yang meliputi petani hak milik dan hak garap. Metode penentuan sampel responden yang digunakan yaitu purposive sampling, karena responden dipilih berdasarkan pertimbangan petani yang masih mengingat kejadian banjir tahun
1994, 2001, dan 2013. Jumlah total responden yang diperoleh yaitu 119 responden, dan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam, kuesioner, dan survei. 2.3 Metode Analisis Data Metode pemetaan bahaya banjir wilayah penelitian, berdasarkan integrasi pendekatan natural science dan social science, yang dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis pemetaan bahaya banjir berdasarkan pendekatan natural science, yaitu interpretasi secara kualitatif menggunakan kunci interpretasi Citra Googel Earth dan DEM Terra SAR untuk pemetaan geomorfologi dan elevasi. Selanjutnya, hasil peta geomorfologi dan elevasi dilakukan klasifikasi dan skoring, dan setiap variabel dilakukan overlay untuk menghasilkan peta bahaya banjir. Skor yang digunakan dengan skala 1-3, nilai 1 dengan keterangan potensi banjir rendah dan 3 potensi tinggi (Tabel 1). Tabel 1: Skor Variabel Satuan Tingkat Bahaya Gemorfologi Dataran aluvialRendah antropogenik, dan tanggul alam Dataran Aluvial Sedang Aliran Sungai Tinggi Mati, dan Dataran Banjir Elevasi 14-28 m dpal Rendah 8-14 m dpal Sedang 2-8 m dpal Tinggi Sumber: Andrade1 dan Szlafsztein., 2015 dengan modifikasi. Variabel
Analisis pemetaan bahaya banjir secara social science, yaitu identifikasi persepsi masyarakat pada satuan bentuklahan fluvial, terkait kejadian banjir tahun 1994, 2001, dan 50
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54
Skor 1
2 3
1 2 3
2013. Berdasarkan parameter kedalaman, durasi, dan frekuensi banjir, dengan analisis data menggunakan metode skoring dan interpolasi Natural Neighbour. Pendekatan persepsi masyarakat dalam konteks penelitian ini merupakan tidak murni secara
kualitatif, karena menggunakan pengetahuan dan pengalaman petani melalui wawancara terkait karakteristik banjir untuk kuantifikasi variabel bahaya banjir.
(a) (b)
Gambar 1: Lokasi Penelitian (a) DAS Cidurian, (b) Batas Administrasi Desa Renged 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Pemetaan Bahaya Banjir Wilayah Penelitian Berdasarkan Pendekatan Natural Science Pemetaan bahaya banjir wilayah penelitian menggunakan pendekatan natural science, dalam konteks penelitian ini dianalisis menggunakan kajian geomorfologi (bentuklahan) dan elevasi. 1. Peta Gemorfologi Wilayah penelitian merupakan daerah dataran rendah dan dilalui oleh aliran Sungai Cidurian, sehingga memiliki bentuklahan asal proses fluvial yang terdiri atas: aliran sungai mati (7,56 ha), dataran aluvial (351,83 ha), dataran banjir (66,12
ha), tanggul alam (21,97 ha), dan dataran aluvial antropogenik (27,29 ha) (Gambar 2). Satuan bentuklahan fluvial terluas wilayah penelitian yaitu dataran aluvial dengan luas 351,83 ha. Satuan bentuklahan fluvial wilayah penelitian di dominasi oleh dataran aluvial, yang merupakan hasil proses sedimentasi pada topografi datar dengan material aluvium. Kondisi tersebut dapat diidentifikasikan bahwa wilayah penelitian terpengaruh oleh aktivitas banjir dan penggenangan, karena material aluvium berasal dari hasil pengendapan ketika terjadi banjir dan penggenangan (Sunarto et al., 2014).
51
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54
Gambar 3: Peta Elevasi Wilayah Penelitian Gambar 2: Peta Satuan Bentuklahan Fluvial Wilayah Penelitian 2. Topografi Analisis elevasi wilayah penelitian berdasarkan data DEM Digital Surface Model (DSM) TerraSAR, dengan resolusi spasial 9 m. Hasil analisis menunjukkan bahwa elevasi terendah wilayah penelitian yaitu 2 m dpal dan tertinggi 28 m dpal (Gambar 3). Berdasarkan luasan, area yang terletak pada elevasi 2-8 m dpal (rendah) seluas 178,20 ha, elevasi 8-14 m dpal (sedang) seluas 242,55 ha, dan elevasi 14-28 m dpal (tinggi) yaitu seluas 54 ha. Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa wilayah penelitian sebagian besar memiliki elevasi 8-14 m dpal (sedang). Menurut van Zuidam (1985), daerah dengan kondisi elevasi < 50 m merupakan wilayah dataran rendah. Daerah dataran rendah pada umumnya merupakan daerah rawan banjir tahunan, dan merupakan langganan pada beberapa tempat (Sunarto et al., 2014). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara elevasi wilayah penelitian, rawan terhadap banjir.
3. Peta Bahaya Banjir Hasil Pendekatan Natural Science Hasil identifikasi daerah rawan banjir wilayah penelitian menggunakan pendekatan natural science dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4: Peta Bahaya Banjir Wilayah Penelitian Berdasarkan Pendekatan Natural Science
52
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54
Hasil analisis peta bahaya banjir wilayah penelitian secara natural science ditinjau berdasarkan luasan, daerah dengan kelas bahaya banjir tinggi seluas 39,07 ha, sedang seluas 369, 83 ha, dan rendah seluas 65,20 ha. Berdasarkan hal tersebut hasil identifikasi pemetaan daerah rawan banjir secara natural science, menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah penelitian terletak pada kelas bahaya banjir sedang. Kondisi ini dapat diidentifikasi pengaruh morfologi wilayah penelitian yang didominasi oleh dataran aluvial, dan bentuk topografi wilayah penelitian yang sebagian besar terletak pada ketinggian 8-14 m dpal. Pemetaan bahaya banjir wilayah penelitian secara natural science menghasilkan sebaran pola spasial dengan tingkat bahaya banjir tinggi (warna merah), berasosiasi dengan DAS Cidurian dan aliran sungai mati yang merupakan sumber air banjir. Daerah tingkat bahaya sedang (warna kuning), terdistribusi hampir setiap wilayah penelitian khususnya daerah dataran aluvial. Daerah dengan tingkat bahaya banjir rendah (warna hijau), terdistribusi pada satuan bentuklahan tanggul alam dan dataran aluvial antropogenik. Kondisi tersebut dapat diidentifikasi pengaruh kondisi topografi yang lebih tinggi, dibandingkan daerah sekitar. 3.2 Pemetaan Bahaya Banjir Wilayah Penelitian Berdasarkan Pendekatan Social Science Hasil pemetaan bahaya banjir wilayah penelitian berdasarkan social science, dalam konteks penelitian ini merupakan hasil persepsi masyarakat (Gambar 5). Ditinjau berdasarkan luasan, daerah dengan kelas bahaya banjir tinggi seluas 161,20 ha, sedang seluas 189,70 ha, dan rendah seluas 120,77 ha. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah penelitian termasuk pada kelas bahaya banjir sedang.
Berdasarkan pola spasial menunjukkan bahwa daerah penelitian dengan tingkat bahaya banjir tinggi (warna merah), terdistribusi dengan asosiasi DAS Cidurian, aliran sungai mati, dan aliran irigasi yang merupakan sumber banjir. Daerah dengan kelas bahaya banjir sedang (warna kuning), terdistribusi pada daerah dataran aluvial. Daerah dengan kelas bahaya banjir rendah (warna hijau), terdistribusi daerah tanggul alam dan dataran aluvial antropogenik yang mayoritas dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemukiman. Kondisi ini sebagai dasar argumen bahwa masyarakat setempat cendrung memilih tempat tingal pada daerah yang lebih tinggi, sebagai bentuk mitigasi bencana banjir berdasarkan kearifan lokal masyarakat.
Gambar 5: Peta Bahaya Banjir Wilayah Penelitian, Berdasarkan Pendekatan social science Berdasarkan hasil pemetaan bahaya banjir secara natural science dan social science, menunjukkan bahwa terdapat pola yang mendekati antara kedua pendekatan. Hal ini sebagai salah satu dasar argumen bahwa 53
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54
hasil pemetaan bahaya banjir wilayah penelitian akurat. Kondisi ini didasarkan atas karena dengan pendekatan yang berbeda dalam pemetaan bahaya banjir, tetapi menghasilkan pola yang mendekati. Selanjutnya, hasil pemetaan bahaya banjir dengan pola spasial yang lebih detail terdapat pada pendekatan social science. Kondisi ini disebabkan oleh masyarakat merupakan orang yang merasakan langsung terkait kejadian banjir yang mereka alami, sehingga hasil pemetaan sesuai dengan kondisi di lapangan. 4.
KESIMPULAN
Penelitian ini terkait pemetaan daerah rawan banjir di Desa Renged Kecamatan Binuang Serang, Banten, dengan menggunakan pendekatan secara natural dan social science. Hasil pemetaan dengan dua pendekatan yang berbeda, menunjukkan hasil terdapat kesamaan bahwa sebagian besar wilayah penelitian berada pada tingkat bahaya banjir sedang. Secara pola spasial terdapat kesamaan pola terkait daerah-daerah dengan tingkat bahaya banjir tinggi, sedang, dan rendah. Kondisi ini sebagai dasar argumen bahwa hasil pemetaan bahaya banjir wilayah penelitian merupakan akurat. Akan tetapi, pola spasial yang lebih mendetail terdapat pada peta bahaya banjir hasil pendekatan social science, yaitu hasil partisipasi masyarakat berdasarkan pengalaman banjir dikejadian banjir tahun 1994, 2001, dan 2013. DAFTAR PUSTAKA: Alca´ntara-Ayala, Irasema., 2002, Geomorphology, Natural Hazards, Vulnerability and Preventione of Natural Disasters in Developing Countries, Journal of Geomorphology, 47: 107–124. Andrade1 dan Szlafsztein., 2015, Community Participation in Flood Mapping in the
Amazon Through Interdisciplinary Methods, Journal of Natural Hazards, 78:1491–1500. BNPB, 2017, Informasi Kebencanaan Bulanan Teraktual,
. Dao, P.D dan Liou, Y.-A, 2015, Object-Based Flood Mapping and Affected Rice Field Estimation with Landsat 8 OLI and MODIS Data, Journal of Remote Sensing, 7, 5077-5097; doi:10.3390/rs70505077. Dibyosaputro, Suprapto, 1997, Catatan Kuliah Geomorfologi Dasar, Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Sunarto., Rahayu, E., dan Nugrahaeni, L., Deskripsi Lingkungan Wilayah Pesisir Jepara, dalam Sunarto., Marfai, M.A., dan Setiawan, M.A., 2014, Geomorfologi dan Dinamika Pesisir Jepara, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tran, P., Shaw, R, Chantry, G., dan Norton, J, 2009, GIS and local knowledge in disaster management: a case study of flood risk mapping in Viet Nam, Disasters 33(1): 152−169. UNISDR, 2015, 2015 Disaster Number,
Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1, No. 1, Juli 2017: 48-54