Dokumen Pembelajaran Pendampingan Pencari Suaka Jesuit Refugee Service Indonesia
Dokumen Pembelajaran Pendampingan Pencari Suaka
Jesuit Refugee Service Indonesia
1
Informasi Penerbitan Diterbitkan Januari 2016 Oleh JRS Indonesia Gang Cabe DP III No.9 Puren, Pringwulung, Condong Catur Depok, Sleman, Yogyakarta 55283 Telp/Fax. +62 274 517405 email:
[email protected] website: www.jrs.or.id
2
Daftar Isi Kata Pengantar ............................................................................................
5
Bab 1 Pencari Suaka dan Pengungsi Urban di Bogor .................... 9 Bab 2 Lini Masa Proyek "Befriend Urban Asylum Seekers" .........
15
Bab 3 Penemanan ......................................................................................
25
Bab 4 Pelayanan .........................................................................................
35
Jajak Kebutuhan ............................................................. Pencari Suaka Dampingan JRS Bogor .................... Pendampingan Kesehatan ......................................... Dukungan Keuangan ................................................... Perjumpaan dengan Budaya Baru ........................... Permohonan Bantuan .................................................. JRS Learning Centre ...................................................... Kegiatan Olah Raga ....................................................... Pengembangan Kapasitas .......................................... Relawan Penerjemah ....................................................
36 38 40 42 45 45 46 48 49 50
Bab 5 Pembelaan .......................................................................................
55
Legal Service ................................................................... Koordinasi dengan Lembaga Pemerintah Bogor Advokasi di tengah Masyarakat Setempat ........... Suaka...................................................................................
57 58 60 61
KESIMPULAN ................................................................................................
64
3
4
Kata Pengantar Th. A. Maswan Susinto, SJ Direktur Nasional JRS Indonesia
Sejarah JRS adalah sejarah para pengungsi. Hingga tak ada satu pun pengungsi, belum ada akhir yang melegakan bagi kisah perjalanan JRS A. Hamilton SJ Lanskap pegunungan berhawa sejuk yang terhampar di sekeliling Cisarua, Kabupaten Bogor, mengingatkan sebagian pencari suaka dan pengungsi yang bertahan di sana pada suasana kampung halaman mereka. Dalam nuansa yang senada, Khaled Hosseini, penulis kelahiran Kabul-Afghanistan, UNHCR Goodwill Ambassador, menggambarkan nostalgia akan bentang alam Afghanistan dalam novel “And the Mountains Echoed”. Kenangan akan panorama tersebut melukiskan kerinduan haƟ keluargakeluarga di Afghanistan yang tercerai-berai karena mengungsi. Walau terpisah, ikatan cinta antaranggota keluarga itu tak akan putus dan bahkan terus kembali bertaut, ibarat gema teriak ceria anak-anak yang terus bersambung dan dipantulkan oleh tebing-tebing pegunungan Afghanistan. Lima tahun lebih kehadiran intensif JRS (Jesuit Refugee Service) di Cisarua menjadi saat yang tepat untuk menarik pembelajaran, terutama dari ketangguhan pencari suaka dan pengungsi dalam meniƟ masa depan yang damai dan lebih baik, di tengah pelbagai keƟdakpasƟan. Selama kurun waktu tersebut, JRS telah mendapatkan limpahan kekuatan dari kisah-kisah mereka yang seƟap saat berbagi suka, harapan, dan ingatan akan tragedi yang membuat mereka tercerabut dari negeri asal. Kekuatan juga diƟmba dari kehangatan dan hospitalitas masyarakat Cisarua dan sekitarnya yang berjiwa besar untuk menerima para peziarah hidup yang terhempas akibat ancaman dan penganiayaan di tengah situasi perang, konflik, dan diskriminasi. 5
Cisarua dan Bogor sebagai locus bertahan hidup bagi pencari suaka dan pengungsi mengutuhkan cakrawala geografis dari penemanan, pelayanan, dan pembelaan JRS. Dari sanalah, JRS mulai merunut salah satu lintasan perpindahan paksa (forced migra on) mereka di Indonesia yang dipengaruhi pula oleh kebijakan-kebijakan rezim imigrasi kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, khususnya Australia. Di Cisarua, banyak dari antara mereka Ɵnggal untuk pertama kalinya di Indonesia. KeƟka situasi Ɵdak lagi memungkinkan untuk bertahan hidup di sana, ada kalanya mereka terpaksa menyerahkan diri ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). JRS yang hadir di Rudenim Pasuruan dan Manado pun menjumpai beberapa yang pernah Ɵnggal di Cisarua. Setelah mendapatkan status refugee, mereka dikeluarkan dari Rudenim dan ditempatkan di rumah komunitas (community housing). JRS pun menjumpai sebagian dari mereka di salah satu rumah komunitas yang ada di Yogyakarta. Atas segala pembelajaran yang JRS dapatkan dari Saudara-Saudari pencari suaka dan pengungsi, warga masyarakat setempat, pemerintah setempat, dan rekanrekan lembaga penyedia layanan, kami mengucapkan banyak terima kasih. Semoga pembelajaran ini berguna untuk memperdalam wawasan tentang kehadiran pencari suaka dan pengungsi di tengah kita, serta menumbuhkan inisiaƟf dan kolaborasi untuk meningkatkan perlindungan bagi mereka.
6
menemani, melayani, dan membela
7
8
Bab 1 PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI URBAN DI BOGOR
Kondisi di satu rumah yang disewa oleh pencari suaka dan pengungsi di Jawa Barat 9
PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI URBAN DI BOGOR Total jumlah pencari suaka dan pengungsi (refugee) yang ada di Indonesia kurang lebih 13.600 orang. Mereka tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan Ɵnggal di Ɵga situasi lingkungan yang berbeda, yaitu di rumah komunitas (community house/shelter), Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim/Immigra on Deten on Centre), atau Ɵnggal secara mandiri di tengah masyarakat lokal (urban). Dari 13.600 orang tersebut, sekitar 5.600 pencari suaka dan pengungsi bermukim di Jakarta dan sekitarnya, termasuk Bogor. Sejak 2010, JRS hadir di Bogor. Subjek pelayanan JRS Bogor adalah para pencari suaka dan pengungsi yang Ɵnggal membaur di tengah masyarakat lokal di Kabupaten Bogor atau Kota Bogor, Jawa Barat, yang sebagian besar penduduknya adalah orang Sunda dan Jawa. Mereka Ɵnggal di daerah kota Bogor, kawasan Megamendung, dan Cisarua. Dengan bekal yang masih ada, mereka mengontrak rumah atau kamar milik penduduk setempat yang tersebar mulai dari Jl. Raya Tajur, Gadog, Kampung Muara, Megamendung, Citeko, Cidokom, Cibeureum, Ciburial, bahkan sampai Tugu. Dari amatan data dan pengalaman jumpa di lapangan, mayoritas pencari suaka dan pengungsi tersebut berasal dari Afghanistan. Selain itu, terdapat pula pencari suaka dan pengungsi dari Pakistan, Iran, Irak, Sri Lanka, Somalia, Sudan, Ethiopia, dan Eritrea di sana. Secara nasional, orang Afghanistan mencapai hampir 50% dari total pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Urutan persentase selanjutnya adalah pengungsi Somalia, Myanmar, Irak, Iran, Pakistan, Sri Lanka, PalesƟna, Sudan, dan berbagai kewarganegaraan lainnya.
Pencari suaka adalah orang yang sedang mencari perlindungan untuk mendapatkan status sebagai pengungsi lintas batas (refugee). Mereka sedang menunggu proses pengakuan akan klaimnya. Pengungsi (refugee) adalah setiap orang yang memiliki ketakutan mendasar akan penganiayaan karena alasan-alasan: ras, agama, kebangsaan, pandangan politik atau keanggotaan pada kelompok sosial tertentu yang berada di luar negara asal kewarganegaraannya dan tidak dapat – atau karena ketakutannya tersebut – tidak mau memanfaatkan perlindungan dari negara asalnya. Pencari suaka dan pengungsi urban yang dimaksud di sini adalah para pencari suaka dan pengungsi yang bertempat tinggal di suatu kota atau kabupaten tertentu dan hidup membaur bersama dengan masyarakat setempat. 10
Berdasarkan pengalaman kunjungan selama ini, JRS Bogor menemukan aneka bentuk komunitas pencari suaka dan pengungsi, yaitu keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, dan anak-anak; single mother, yaitu ibu dengan anak, tanpa dampingan suami; serta komunitas single female (perempuan lajang) atau single male (laki-laki lajang). Para single female dan single male ini sebagian besar Ɵnggal berkelompok dalam satu rumah kontrakan atau kamar yang mereka sewa di kawasan Cipayung dan Cisarua. Di samping itu, masih terdapat pengungsi lanjut usia yang Ɵnggal sendirian, bersama keluarga, atau bergabung dengan komunitas single. Ada pula unaccompanied minors (UAM), yaitu anak-anak di bawah umur yang mengungsi tanpa dampingan orangtua mereka atau orang dewasa, yang Ɵnggal mengelompok atau bersama para single yang sudah dewasa. Di sela-sela masa tunggu proses dan hasil dari Penentuan Status Pengungsi (RSD/Refugee Status Determina on) atau kepasƟan akan rese lement (pemukiman ke negara keƟga) yang dikelola oleh UNHCR, mereka menjalani ruƟnitas harian seperƟ berbelanja kebutuhan bahan pangan di pasar-pasar tradisional, memasak, berolah raga, mengikuƟ kelas bahasa Inggris, saling berkunjung, atau pergi ke kantor UNHCR di Jakarta untuk mengurus perpanjangan kartu pencari suaka atau pengungsi. Sebagian dari mereka masih mendapatkan dukungan finansial dari keluarga yang berada di negara asal atau negara keƟga. Sebagian yang lain misalnya berusaha memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan mengolah roƟ serta yoghurt yang mereka perjualbelikan dalam komunitas mereka. Satu atau dua pencari suaka dan pengungsi mampu menyewa warung untuk berdagang bahan-bahan pokok yang biasa dibutuhkan sesama pencari suaka dan pengungsi. Para pekerja di warung ini biasanya juga berasal dari kalangan pencari suaka dan pengungsi. Tidak luput pula, para pencari suaka dan pengungsi yang sama sekali Ɵdak mendapatkan dukungan keuangan dari siapa pun. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mendesak, mereka berhutang kepada sesama pencari suaka dan pengungsi dengan kesepakatan untuk mengembalikannya setelah mereka mendapat pemukiman di negara keƟga. Kenyataan lain yang akhir-akhir ini terjadi adalah bahwa mereka yang telah kehabisan bekal kemudian terpaksa menyerahkan diri ke Rumah Detensi Imigrasi karena di dalam tahanan tersebut mereka seƟdaknya mendapatkan makan-minum dan penampungan. Seandainya masih memiliki cukup bekal, mereka lebih memilih untuk Ɵnggal secara mandiri di tengah masyarakat lokal sembari menunggu proses di UNHCR.
11
12
Pencari suaka anak-anak mengiku pelajaran di JRS Learning Centre
Para pencari suaka dan pengungsi ini duduk satu angkutan kota dengan warga setempat, saling sapa dengan warga setempat keƟka berpapasan di jalan dan gang-gang pemukiman di Cipayung atau Cisarua, dan belajar berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Banyak dari antara mereka yang telah fasih berbahasa Indonesia. Anak-anak mereka pun bermain bersama dengan anak-anak setempat. Beberapa malahan bisa berbahasa Sunda. Atmosfer yang akrab ini dipelihara dari waktu ke waktu lewat saling pengerƟan, pertukaran budaya, dan keramahtamahan masing-masing pihak. Dalam nuansa semacam inilah, JRS Bogor menempatkan diri dalam penemanan, pelayanan, dan pembelaan bagi para pencari suaka dan pengungsi.
Instrumen Hukum Nasional tentang Perlindungan bagi Pencari Suaka t 6OEBOH6OEBOH%BTBS/FHBSB3FQVCMJL*OEPOFTJB5BIVO#BC9" 1BTBM( CVUJSi4FUJBQPSBOHCFSIBLVOUVLCFCBTEBSJQFOZJLTBBOBUBVQFSMBLVBOZBOH merendahkan martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.” t ,FUFUBQBO.13/P97**.13UFOUBOH)BL"TBTJ.BOVTJB QBTBMi4FUJBQ orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.” t 6OEBOH6OEBOH/P5BIVOUFOUBOH)VCVOHBO-VBS/FHFSJ #BC7* QBTBM t 6OEBOH6OEBOH/P5BIVOUFOUBOH)BL"TBTJ.BOVTJB QBTBMi4FUJBQ orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain. t 66/P5BIVOUFOUBOH1FOHFTBIBO,POWFOTJ.FOFOUBOH1FOZJLTBBO EBO1FSMBLVBOBUBV1FOHIVLVNBO-BJOZBOH,FKBN UJEBL.BOVTJBXJBUBV Merendahkan Martabat Manusia. t 66/PUBIVOUFOUBOH1FOHFTBIBO,POWFOTJ*OUFSOBTJPOBM)BL)BL4JQJMEBO 1PMJUJL
13
14
Bab 2 LINI MASA PROYEK “BEFRIEND URBAN ASYLUM SEEKERS”
Suasana sesi informasi dari JRS untuk pencari suaka
15
LINI MASA PROYEK “BEFRIEND URBAN ASYLUM SEEKERS” Sejenak menatap jauh ke belakang, pada 14 November 1980, Pedro Arrupe SJ berinisiaƟf untuk mendirikan JRS (Jesuit Refugee Service). InisiaƟf ini merupakan respons terhadap krisis kemanusiaan yang dialami oleh manusia perahu (boat people) dari Vietnam dan para pengungsi di Afrika saat itu. Semenjak itu, respons JRS berkembang bagi orang-orang yang terpaksa berpindah (forced migrants) karena berbagai sebab, baik itu pengungsi dalam negeri (Internally Displaced Persons) maupun pengungsi lintas batas negara (refugee). Di Indonesia, JRS kembali berjumpa dengan manusia perahu pada 2006 di Sumatra. Penemanan dan pelayanan yang dilakukan JRS Indonesia untuk pencari suaka dan pengungsi dimulai di Aceh pada 2006 seusai kedatangan orang Rohingya di Aceh. Mereka dipindahkan oleh pemerintah dari Aceh ke Medan. Pada saat itulah, JRS mulai kegiatan awal untuk menyediakan bantuan makanan dan penemanan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Penemanan tetap berlanjut setelah para pencari suaka dipindahkan ke komunitas-komunitas di luar Rudenim. Langkah awal JRS membuka proyek untuk para pencari suaka urban berkaitan erat dengan momen perjumpaan dengan manusia perahu di Sumatra tersebut. Pada 2009, Kahulurathan (bukan nama sebenarnya), seorang pengungsi asal Sri Lanka memutuskan untuk pergi dari Medan dengan perahu menuju ke Jawa. Ia pernah menjadi dampingan JRS di Rumah Detensi Imigrasi Medan. SeƟba di Bogor, ia mengalami banyak kesulitan dan mencoba menghubungi JRS Indonesia. Dia meminta agar JRS mengunjunginya di Bogor untuk melihat kondisinya. JRS Indonesia pun memutuskan untuk datang ke Bogor dan menjumpainya. Perjumpaan ini menjadi benih awal perjalanan panjang JRS di Bogor hingga sekarang. Pertemuan dengan Kahulurathan membuka mata JRS bahwa ternyata ada sedemikian banyak pencari suaka dan pengungsi yang Ɵnggal tersebar di antara penduduk setempat di Bogor. Dalam perkiraan, ada 5.000 pencari suaka dan pengungsi yang Ɵnggal di Bogor, Jawa Barat dan Jakarta keƟka itu. Dibandingkan dengan yang ditahan di Rumah Detensi Imigrasi, di Bogor mereka relaƟf bebas. Meskipun demikian, sementara menunggu proses panjang Penentuan Status Pengungsi (Refugee Status Determina on/ RSD) dan rese lement dengan UNHCR, mereka Ɵdak memiliki akses pada pendidikan, layanan kesehatan, dan lapangan pekerjaan. Dalam keterbatasan, para pencari suaka dan pengungsi ini berusaha mengelola hidup sehari-hari dan keuangan mereka. 16
Pencari suaka saat dikunjungi oleh staf JRS
17
Kenyataan tersebut mendorong JRS Indonesia untuk memulai kunjungan ruƟn kepada para pencari suaka dan pengungsi di Bogor dan Jakarta. Kunjungan ini bertujuan untuk memantau dan membantu memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi, dengan dukungan finansial dan pemberian informasi tentang proses mereka di UNHCR. Keputusan untuk bergerak ke Bogor merupakan buah-buah penemanan. JRS belajar dari pengalaman mendengarkan kisah para pencari suaka dan pengungsi terlebih dulu. Lewat mendengarkan tersebut, JRS makin memahami peta persebaran pengungsi di Bogor dan Jakarta. Di sisi lain, JRS menemukan pula kehadiran lembaga lain yang telah lebih dulu berkanjang dalam karya untuk para pencari suaka dan pengungsi di Bogor. Berefleksi dan berevaluasi dari pengalaman kunjungan ruƟn dari Yogyakarta ke Bogor, bentuk tanggapan ini dirasa belum cukup untuk mengakomodasi kebutuhan pencari suaka dan pengungsi. Melalui perƟmbangan dan discernment bersama dalam Ɵm JRS Indonesia, diputuskan untuk memulai JRS di Bogor pada 2010. Karya JRS di Bogor pada 2010 diawali dengan sedemikian sederhana. Pertama-tama adalah hadir dan mendengarkan para pencari suaka dan pengungsi yang Ɵnggal tersebar di Cipayung dan Cisarua. Dari kehadiran ini, JRS mendapatkan gambaran situasi dan kebutuhan mereka di Bogor. Tercatat sejumlah kebutuhan dasar seperƟ makan-minum, biaya sewa rumah atau kamar, akses pada layanan kesehatan, dan biaya transportasi. Pengalaman awal ini juga membuka wawasan JRS bahwa para pencari suaka memerlukan informasi dan persiapan yang memadai mengenai proses RSD dengan UNHCR. Banyak dari mereka yang Ɵdak tahu bagaimana mempersiapkan wawancara di UNHCR. JRS mengerƟ pula bahwa para pencari suaka Ɵdak memiliki kegiatan selama mereka menunggu proses RSD. Indonesia, sebagai negara yang belum meraƟfikasi Konvensi 1951 dan
Staf JRS, Oni, berdiskusi dengan para pencari suaka perempuan pada pela han interpreter
18
Staf JRS, Lolita, mengunjungi satu keluarga pencari suaka
Protokol 1967, belum memiliki perangkat hukum yang memperbolehkan para pencari suaka dan pengungsi untuk mengakses pendidikan formal dan lapangan pekerjaan. KeƟka itu, selain JRS, Church World Service (CWS), InternaƟonal OrganizaƟon for MigraƟon (IOM), dan World Relief (WR) sudah hadir terlebih dahulu di Bogor. Dalam semangat kolaborasi JRS membangun kerjasama dan koordinasi dengan mereka. JRS kemudian melakukan kunjungan ruƟn ke rumah-rumah para pencari suaka dan pengungsi, mengambil bagian dalam pengajaran di kelas bahasa Inggris yang dikelola World Relief, dan menemani pencari suaka yang sakit ke rumah sakit. Dalam perjalanan waktu, JRS menemukan adanya kebutuhan besar untuk membantu para pencari suaka dalam mempersiapkan wawancara RSD dengan UNHCR. Pada 2012, JRS memfasilitasi pelaƟhan mengenai proses RSD bagi para pengacara pro bono yang berminat melakukan pendampingan legal bagi para pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. JRS dan beberapa rekan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Human Rights Working Group mendalami perihal proses RSD, Konvensi Jenewa 1951, Protokol 1967, hukum kepengungsian, dan seluk beluk wawancara RSD dengan UNHCR. Kesempatan pelaƟhan ini mempertemukan JRS dan pribadipribadi yang memiliki perhaƟan pada isu pengungsi lintas batas, khususnya mengenai legalitas dan hak-hak mereka selama di Indonesia. 19
PelaƟhan ini melahirkan inspirasi untuk membentuk jaringan bernama “Suaka” di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. JRS mencatat demikian: “Seusai pelaƟhan RSD yang pertama, kami bersepakat untuk membawa jaringan ini ke Ɵngkat yang lebih Ɵnggi. Kami menyebut jaringan ini dengan Suaka, sebuah Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Pengungsi. Setelah pelaƟhan yang kedua, kami setuju untuk menjadikan Suaka sebagai suatu lembaga bantuan hukum yang nyata dan jaringan advokasi untuk para pencari suaka dan pengungsi.” Lembaga ini didirikan untuk memenuhi kekosongan bentuk bantuan hukum yang bisa diberikan kepada para pencari suaka dan pengungsi sewaktu mereka berada di Indonesia, khususnya saat para pencari suaka dan pengungsi berhadapan dengan hukum domesƟk, isu perlindungan, dan mengalami Ɵndak kekerasan. Mereka membutuhkan pendampingan karena mereka bisa jadi rentan terhadap keƟdakadilan di Indonesia. JRS turut melalui saat kriƟs pada tahun 2012-2013 saat terjadi penolakan terhadap keberadaan para pencari suaka dan pengungsi di Cisarua oleh sejumlah organisasi masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Muncul selebaran seperƟ ini: “Mari kita bersama-sama turun ke jalan pada 14 Desember 2012 pukul 09.00 di Kecamatan Cisarua; menolak imigran gelap yang meresahkan warga dan mengotori wilayah Cisarua.” Ujaran ini mengisyaratkan minimnya pemahaman sejumlah kelompok masyarakat tentang penƟngnya perlindungan bagi “orang-orang yang memiliki ketakutan yang mendasar akan penganiayaan karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, pandangan poliƟk atau keanggotaan pada kelompok sosial tertentu yang berada di luar negara asal kewarganegaraannya dan Ɵdak dapat – atau karena ketakutannya tersebut – Ɵdak mau memanfaatkan perlindungan dari negara asalnya.” Sebagai dampak dari cetusan penolakan tersebut, lembaga-lembaga yang mendampingi pencari suaka dan pengungsi seperƟ CWS, IOM, dan WR memutuskan untuk beranjak dari Bogor ke Jakarta. Berpindah pula para pencari suaka dan pengungsi yang mereka dampingi. Dengan perƟmbangan mengenai besarnya kebutuhan para pencari suaka dan pengungsi serta penƟngnya perlindungan terhadap risiko yang mungkin terjadi, JRS mengambil keputusan untuk tetap ada di Bogor. Semangat ini mengikuƟ kriteria yang tersurat dalam Garis Pedoman JRS: “JRS memilih bekerja dalam situasi dengan kebutuhan yang mendesak, di tempat-tempat yang memungkinkan tercapainya kebaikan universal yang lebih besar, di mana kebutuhan pengungsi Ɵdak dipenuhi oleh pihak lain, dan di tempat yang memungkinkan JRS memberikan andil yang khas. JRS bekerja dengan karya yang kemungkinan besar dapat berjalan efekƟf karena pengalaman sebelumnya, atau karena JRS, Jesuit, atau lembaga mitra telah hadir di tempat tersebut; atau karena inisiaƟf JRS dapat membantu menggerakkan 20
Perjalanan pencari suaka di Jawa Barat 21
pihak lain.” JRS berusaha mengisi kekosongan yang ada dengan menyediakan pelayanan bagi para pengungsi, seperƟ pengadaan kelas bahasa Inggris, kerajinan tangan (handicra s), kegiatan psikososial, bantuan kebutuhan hidup dasar, dan pelayanan konsultasi RSD. Tahun penolakan itu kemudian berlalu. Suara-suara penolakan Ɵdak terdengar lagi. Para pencari suaka dan pengungsi hidup tenang berdampingan dengan masyarakat Bogor. JRS berupaya untuk membangun relasi yang baik dengan masyarakat setempat, pemerintahan setempat, serta para pemilik rumah kontrakan. Keterbukaan dan komunikasi menjadi kunci utama keberadaan JRS di Bogor. SeƟap bulan, JRS tetap memberikan laporan kepada lembaga pemerintahan seperƟ Kantor Imigrasi Bogor, Kantor Kesatuan Bangsa dan PoliƟk (Kesbangpol) Bogor, dan Pengawasan Orang Asing (POA) Polres Bogor. Instansi-instansi tersebut menyambut baik laporan ruƟn JRS Bogor. Komunikasi yang baik ini menciptakan atmosfer rasa aman, terutama bagi para pencari suaka dan pengungsi. Perjumpaan informal dengan Ketua RT atau RW, pemilik kos atau rumah yang disewa pengungsi, dan penduduk Kampung Muara, Megamendung, Kampung Citeko, Cisarua, Babakan, Cibeureum, Ciburial, dan masih banyak tempat lainnya, menjadi sarana efekƟf untuk membuka jalan perlindungan bagi pencari suaka dan pengungsi. JRS Bogor sadar dan percaya bahwa masyarakat dan lembaga pemerintah setempat adalah pilar penƟng dalam perlindungan hak-hak dasar dan keamanan para pencari suaka dan pengungsi. Saat ini, lebih dari separuh jumlah pengungsi di dunia ini Ɵnggal di kawasan urban (entah itu kota besar maupun kota kecil), yang dibedakan dengan pengungsi yang Ɵnggal di kamp. Gerak JRS Bogor menjadi cerminan respons atas dinamika pengungsian di abad ke-21 ini. Pada awalnya, program JRS Bogor bernama “Asylum Seeker”. Selanjutnya, pada tahun 2012, nama berubah menjadi “Outreach to Urban Asylum Seekers”. Semenjak 2014 sampai saat ini, program akhirnya berjudul “Befriend Urban Asylum Seekers”. Semuanya menunjuk pada komitmen penemanan JRS yang bersifat langsung dan personal kepada pencari suaka dan pengungsi yang bertahan hidup di kawasan urban, khususnya bila Ɵdak ada lembaga lain yang hadir di sana.
22
Kelas bahasa Inggris untuk pengungsi dan pencari suaka
23
24
Bab 3 PENEMANAN
Staf JRS, Pius, bersama pencari suaka 25
PENEMANAN Kita ingin agar kehadiran kita di tengah para pengungsi menjadi cara kita berbagi bersama mereka dan berjalan bersama di sepanjang jalan setapak yang sama. Sedapat mungkin, kita ingin merasakan apa yang mereka rasakan, turut menderita bersama mereka, berbagi harapan dan cita-cita yang sama, serta memandang dunia melalui mata mereka. Daniella Vella PenanƟan adalah saat yang mendebarkan, sekaligus menjemukan. Apalagi, bila yang dinanƟ adalah kepasƟan akan masa depan. Muncul aneka pikiran dan perasaan. Belum lagi, bila di tengah penanƟan tersebut, berbagai perisƟwa muncul silih berganƟ, disertai dengan tekanan baƟn, kekhawaƟran, dan kebosanan yang bercampur aduk. Inilah suasana haƟ dan pikiran yang JRS temukan sewaktu bersama-sama dengan para pencari suaka dan pengungsi di Bogor. “Uang saya di saku tersisa Rp 4.000,00. Kemarin, saya hanya makan roƟ, sedikit nasi, dan teh,” ujar Haminuddin, salah seorang pencari suaka anak-anak asal Afghanistan yang baru saja menjalani operasi usus buntu di Rumah Sakit Ciawi. “Ibu saya di Sri Lanka sedang sakit. Saya sering memikirkan keadaannya sekarang di sana,” kisah Balanathan, pencari suaka Sri Lanka tentang ibunya di Sri Lanka. Ungkapan-ungkapan ini mewakili sekian banyak nuansa kelabu yang terasa dari cerita para pencari suaka di Bogor. Seorang pencari suaka dapat menunggu waktu untuk melakukan wawancara RSD (Refugee Status Determina on/Penentuan Status Pengungsi) dengan UNHCR di Jakarta selama 6-20 bulan. Setelahnya, ia perlu menunggu hasil RSD tersebut dalam masa tunggu selama 8-20 bulan. Bila ia diakui sebagai refugee, ia harus menunggu proses rese lement sampai ada negara keƟga yang mau menerimanya. Masa tunggu yang panjang ini dapat mempengaruhi kesehatan jasmani dan rohani mereka. Dalam kondisi ini, Ɵdak jarang beberapa mengalami depresi, stres, atau bahkan putus asa. JRS Bogor pernah menjumpai pencari suaka Pakistan yang awalnya sehat, namun kemudian menjadi linglung karena kehabisan bekal. Bahkan, sewaktu dikunjungi, pencari suaka ini Ɵdak bisa diajak berkomunikasi; hanya melihat JRS dengan tatapan kosong. Ia Ɵdak punya pendapatan karena Ɵdak bisa bekerja. Sementara itu, kakaknya di Pakistan Ɵdak mampu mengirim uang lagi. Dia pun masih memiliki istri dan 3 anak yang membutuhkan biaya hidup di Pakistan. “Saya sudah coba bertanya pada sebuah studio foto tetapi mereka Ɵdak ada lowongan. Saya pun mencari 26
Staf JRS, Melani, memberi informasi kepada pencari suaka
kerja di warung fotokopi; Ɵdak ada pekerjaan. Saya tahu tentang program Photoshop. Saya bisa mengoperasikan mesin fotokopi.” Dia begitu sedih karena Ɵdak memiliki akƟvitas dan pekerjaan sama sekali, meski berlatar belakang fotografer dan memiliki studio foto di Pakistan. Status pencari suaka dan pengungsi di Indonesia menempatkan mereka sebagai pribadi yang Ɵdak bisa mengakses layanan kesehatan, pekerjaan formal, maupun pendidikan formal. Akses-akses tersebut terhalang bagi mereka karena Indonesia belum meraƟfikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi yang memuat imperaƟf moral untuk bertanggung jawab atas kehidupan para pencari suaka dan pengungsi yang sedang memohon suaka. Di tengah tegangan hidup tersebut, JRS hadir sebagai teman yang mendampingi dan menyediakan diri untuk mendengarkan segala kisah dan keluh kesah mereka. Kekaguman JRS pada mereka adalah bahwa dalam situasi pelik menanƟ yang serba Ɵdak pasƟ, mereka senanƟasa menjalani hari-hari di Bogor dalam pengharapan akan masa depan yang lebih baik. Nyala harapan inilah yang ingin selalu dijaga dan dirawat lewat penemanan supaya Ɵdak padam dan kelak menjadi kenyataan bagi mereka. Penemanan merupakan salah satu dari 3 pilar misi JRS. Refleksi besar yang bergaung dalam sanubari seƟap pribadi di JRS adalah bahwa JRS Ɵdak bekerja bagi para pengungsi (works for), melainkan ada bersama mereka (being with). Yang ada adalah kesetaraan dan bukannya superioritas pemberi bantuan atas penerima bantuan. 27
i1FOFNBOBOEBOQFMBZBOBO+34LFQBEBQBSBQFOHVOHTJ memberikan kesempatan kepada saya untuk bertumbuh di dalam kekayaan dan keanekaragaman cerita, latar CFMBLBOH EBOFNPTJ)BMUFSTFCVUNFOKBEJTFNBDBN DFSNJOCBHJTBZBBHBSEBQBUNFNBIBNJBQBZBOHUFSKBEJ di dunia ini dan apa yang dialami umat manusia. Saya bersyukur bisa terlibat dalam pelayanan ini.” Pius Marmanta Sebenarnya, seperƟ apa penemanan JRS Bogor terhadap para pencari suaka dan pengungsi? Seorang rekan JRS Bogor menyampaikan pengalaman dan refleksinya tentang penemanan demikian: Penemanan JRS mewujud dalam pendekatan langsung kepada pencari suaka dan pengungsi. Cara berƟndak dan kesadaran ini membantu JRS mengenal pengungsi lebih dekat secara pribadi. Tentang pendekatan tersebut, Qoni Khoiriyah, staf JRS Bogor mengungkapkan: “Pendekatan personal melalui kehadiran langsung, baik dengan kunjungan ke rumah maupun menemani ke rumah sakit, adalah kekhasan JRS. Dengan hadir langsung dan menemui para pengungsi di rumah mereka, terjadi hubungan yang lebih cair dan dapat melihat secara dekat potret keadaan mereka di rumah.” SeƟap akhir bulan, sewaktu menyampaikan bantuan keuangan untuk kebutuhan hidup mereka, JRS sekaligus melakukan kunjungan reguler. Pada kesempatan inilah, JRS hadir, duduk, dan mendengarkan kisah-kisah para pengungsi. Aneka pengalaman didengarkan JRS, baik kesedihan maupun kegembiraan, masa lalu atau impian, keluh kesah ataupun rencana-rencana di masa datang, seperƟ tertulis dalam kisah-kisah pendek berikut ini. Khajafari, seorang pencari suaka di Cisarua berbagi kisah demikian, “Saya yakin, apabila saya kembali, saya akan maƟ. Saya bertanya kepada ayah saya, ia mengatakan bahwa Ɵdaklah aman bagi saya untuk pulang kembali. Saya bertanya pada Anda, seandainya saya pulang dan terbunuh, apakah istri dan anak-anak saya akan mendapatkan status sebagai pengungsi? Saya akan melakukannya, tetapi saya ingin agar keluarga saya aman.” JRS juga pernah mendengarkan cerita kegigihan seorang pengungsi asal Sri Lanka yang mengusahakan sekolah bagi kedua orang anaknya. Cerita lain, JRS mendengarkan kegembiraan kelahiran anggota baru dalam salah satu keluarga Pakistan. Kisah mengharukan pun menyentuh staf JRS sewaktu mendengarkan seorang pengungsi Kurdistan yang akhirnya dapat 28
berkabar kepada orangtuanya di Iran lewat telepon. Di lain kesempatan, JRS turut merasakan kebahagiaan seorang pengungsi asal Pakistan yang mendapatkan pekerjaan di toko Afghanistan, Pasar Cisarua. Kesedihan pun Ɵdak luput dari momen penemanan sewaktu JRS berjumpa pengungsi Afghanistan yang kakak lelakinya baru saja mengalami penganiayaan oleh Taliban hingga tewas. Muamar yang ditemani JRS untuk cek kesehatan di RS Marzuki Mahdi berkisah, “Saya sangat sedih. Saya baru saja mendapatkan kabar dari Afghanistan bahwa kakak laki-laki saya dibunuh Taliban. Taliban mencari dan menanyakan keberadaan saya, tetapi Ɵdak mendapatkan apapun karena saya berada di Indonesia. Karena itu, mereka marah pada keluarga saya.” Pada suatu kesempatan, JRS makan malam bersama pasangan pengungsi asal Pakistan yang sedang mengalami persoalan kesehatan akibat rasa takut yang sedemikian besar karena dikejar-kejar orang yang menginginkan hidup mereka. Makan malam dengan menu Pakistan plus tawa lepas bersama menjadi bentuk penemanan yang dapat JRS berikan di tengah tekanan hidup yang mereka alami. Bapak dan Ibu Hanafiz ini mengungkapkan, “Saya Ɵdak akan pernah melupakan perisƟwa makan malam bersama ini. Saya merasa mendapatkan keluarga yang baru di Indonesia.” Kisah hidup mereka menjadi bagian pengalaman hidup JRS. Kegembiraan dan kesedihan para pencari suaka dan pengungsi saling berkelindan dengan penemanan JRS. Berada bersama pengungsi adalah momen yang penuh kelimpahan. Mendengarkan pengungsi berbicara dalam bahasa Farsi Iran, Farsi Dari, Hazaragi, Tamil, Urdu, Oromo, atau Arab selalu menghadirkan kekayaan tentang kemajemukan. Bertatapan dengan budaya, cara berƟndak, alam pikir, sudut pandang, dan sejarah hidup yang serba asing, selalu menantang untuk belajar.
i4BZBNFMJIBUQFOFNBOBOTFCBHBJEBTBSLVBUZBOH EJNJMJLJ+34VOUVLCFLFSKBCFSTBNBQFOHVOHTJ+34CVLBO pemberi atau penyalur bantuan tanpa mengenal pribadi ZBOHTFEBOHEJCBOUV+34JOHJONFOKBEJUFNBOVOUVL QBSBQFOHVOHTJ NFOHFOBMNFSFLB EBOCFMBKBSEBSJNF reka yang kaya akan pengalaman, sekaligus saksi nyata LFUJEBLBEJMBOZBOHUFSKBEJEBMBNLFIJEVQBONBOVTJBw Fransiskus Pieter Dolle 29
Sewaktu perayaan World Refugee Day yang diperingaƟ seƟap 20 Juni, JRS mengadakan kegiatan Fun Day untuk para pencari suaka dan pengungsi. Baik JRS maupun pengungsi bergembira bersama lewat perlombaan dan permainan serta saling mengenal. Di tengah-tengah kegeƟran masa lalu dan keƟdakpasƟan hari depan, JRS belajar bersyukur dan mencoba menghadirkan kegembiraan untuk saat ini bagi para pencari suaka dan pengungsi. Bentuk penemanan sekaligus pelayanan lain yang dilakukan JRS adalah mendampingi pencari suaka atau pengungsi ke rumah sakit. Kerap kali, sewaktu sakit, mereka Ɵdak tahu harus pergi ke rumah sakit mana. KeƟka di rumah sakit pun, mereka seringkali kebingungan berkomunikasi dengan dokter maupun perawat. JRS berusaha membantu untuk menjembatani komunikasi, baik secara langsung maupun lewat bantuan penerjemah. Penemanan menempatkan staf JRS dalam perjumpaan antarmanusia. Karena itu, JRS bisa mengenal teman-teman pengungsi secara personal. JRS Ɵdak menyebut mereka dengan nomor-nomor yang tertera pada lembar atau kartu idenƟtas mereka. JRS pun Ɵdak membeda-bedakan mereka atas dasar ras, bangsa, atau fisik mereka. Yang dialami semata-mata adalah memandang mereka sebagai sesama manusia yang mengungsi dan mencari naungan aman bagi hidup mereka. Salah seorang pengungsi dari Sudan mengatakan, “KeƟka JRS mengunjungi saya, betapa gembira saya. JRS memperlakukan saya seperƟ seorang teman baik. Saya Ɵdak merasa sendirian karenanya. Sekarang saya jadi berani keluar rumah dan berjumpa dengan orang. Saya sangat percaya pada JRS. Saya ungkapkan apapun kepada JRS, khususnya mengenai alasan yang membuat saya mengungsi.
i3FMBTJ+34#PHPSEFOHBOQFOHVOHTJUJEBLTFCBUBT AQFPQMFXFXPSLGPSOBNVOUFMBINFOKBEJAQFPQMFXF XPSLXJUI+34#PHPSCFSTBNBQBSBQFOHVOHTJ TFDBSB lirih memutuskan untuk turut serta berkecimpung EFOHBOUBOUBOHBOZBOHBEB%BOBLIJSOZB NFMBMVJ karya-karya pelayanan dan pembelaannya, mengambil bagian dalam solidaritas untuk mencapai keadaan sosial ZBOHMFCJIBEJM TPDJBMKVTUJDF EBOLFTFKBIUFSBBOMBIJS CBUJO XFMMCFJOH QBSBQFOHVOHTJEJ#PHPSw Gading Gumilang Putra
30
i4BZBNFOKBEJMFCJIUFSCVLBVOUVLNFOFSJNB pendapat teman dan bermusyawarah untuk sepaLBUEBMBNCFSLFSKBCFSTBNBUJN*OJTFKBMBOEFOHBO øFLTJCJMJUBTZBOHEJNJMJLJ+34EBMBNNFNCFSJLBOQFlayanan. Secara langsung ataupun tidak langsung, saya bisa mengambil bagian positif dari proses yang EJMBLVLBO+34EBONFOHFUBIVJCBHBJNBOBTFIBSVTOZBCFLFSKBCFSTBNBEJEBMBNUJNw Roswita Mathilda Kristy Pemberdayaan Penemanan Ɵdak bermaksud untuk menciptakan ketergantungan pengungsi terhadap JRS. Yang diharapkan, penemanan menjadi jalan pemberdayaan, yaitu wahana tumbuhnya inisiaƟf untuk mengupayakan pemenuhan hak-hak dasar dan parƟsipasi untuk menghidupi komunitas mereka. Sejumlah pencari suaka dan pengungsi turut serta menjadi guru bagi sesama mereka di JRS Learning Centre, menjadi instruktur kegiatan olahraga futsal, serta menjadi penerjemah saat menemani pengungsi ke rumah sakit, saat kunjungan, maupun saat melakukan konsultasi tentang proses RSD. Tercatat dalam data 2015, ada 12 relawan guru bahasa Inggris, 2 relawan fasilitator kelas kerajinan tangan, dan 1 instruktur kegiatan futsal. Melalui keterlibatan tersebut, pencari suaka dan pengungsi tumbuh dalam kepercayaan bahwa mereka pun sanggup menyumbangkan talenta mereka bagi komunitas. Tidak sedikit pengungsi yang memiliki latar belakang pendidikan Ɵnggi. Beberapa dari mereka mempunyai pengalaman mengajar di sekolah. Disposisi baƟn yang dibangun seƟap anggota Ɵm JRS adalah menempatkan diri sebagai teman bagi para pencari suaka dan pengungsi. ArƟnya, JRS melangkah bersama para pencari suaka dan pengungsi di tengah persoalan, keƟdakpasƟan, dan kisah hidup mereka. Kehadiran JRS Indonesia di antara pengungsi bercorak langsung dan personal, serta memperhaƟkan kekhasan budaya setempat. Pengungsi dari kalangan mana pun di mata JRS Indonesia adalah teman yang membutuhkan pendampingan. Dalam penemanan yang intensif, JRS Indonesia menangkap fenomena utuh pengungsi sebagai manusia yang tersingkir, terlupakan, terasing, tanpa harapan, putus asa, kehilangan daya hidup, tercerabut dari akar budayanya, dan dirampas hak-hak asasinya.
31
Rekreasi sebagai bentuk penemanan dalam m JRS Cisarua
Penemanan dalam Tim JRS Bogor JRS Bogor dimulai dengan Ɵm yang terdiri dari 3 staf pada 2010 sampai menjadi Ɵm dengan 6 staf pada 2015. Merefleksikan penemanan bagi pencari suaka dan pengungsi Ɵdak bisa dilepaskan dari semangat untuk saling menemani antaranggota Ɵm. SeƟap pribadi dalam Ɵm mendapatkan kesempatan untuk mengambil masa rehat sejenak dari akƟvitas, kegiatan retret bersama, pelaƟhan-pelaƟhan, dan orientasi untuk menyegarkan kembali semangat, nilai dasar, serta komitmen akan misi JRS. AkƟvitas semacam ini menjadi oasis untuk kembali menimba semangat, energi, sekaligus bersyukur atas limpahan kekayaan pengalaman yang telah dilalui. Kehadiran di lapangan, laporan, evaluasi, refleksi, dan perencanaan adalah siklus gerak JRS Bogor. Bagaimana JRS Bogor menjaga dinamika tersebut? JRS Bogor memiliki mekanisme pertemuan mingguan seƟap akhir pekan. Pertemuan mingguan ini berfungsi untuk melihat kembali pengalaman satu minggu dari seƟap staf JRS Bogor. SeƟap anggota berbagi 32
informasi, amatan, perasaan, dan refleksi yang kemudian akan berujung pada kesepakatan dan keputusan bagi langkah yang akan diambil untuk minggu selanjutnya. Ruang temu ini menyediakan kesempatan bagi masingmasing staf untuk saling mengenal lebih dalam, lewat saling mendengarkan, meneguhkan, dan memberikan masukan berharga untuk langkah-langkah ke depan. Benih-benih kekompakan dan kerjasama Ɵm tumbuh subur lewat model pertemuan semacam ini. SeƟap staf memiliki keterlibatan utuh dalam kolaborasi Ɵm. Penemanan dalam Ɵm juga menyala lewat retret maupun rekreasi bersama. Sejenak mengambil jeda dari keseharian untuk duduk bersama, berbagi canda dan cerita, minum kopi dan santap gorengan, menonton film bersama, atau bermain ra ing di Sungai Citarik, Sukabumi menjadi cara JRS Bogor membangun relasi antarpribadi. Mengapa kegiatan ini penƟng bagi JRS Bogor? Pertemuan mingguan, retret, dan rekreasi menjadi waktu yang tepat untuk meletakkan perca-perca cerita tragis dan traumaƟs, ungkapan kesedihan dan kegembiraan, maupun cetusan harapan para pengungsi di meja pemaknaan – tentu dalam koridor konfidensialitas –, agar dapat direfleksikan, dimaknai, dan ditanggapi secara posiƟf. SeƟap staf mendapatkan kesempatan tersebut, sehingga cerita-cerita pengungsi Ɵdak menjadi beban pribadi. Selain saling menemani dalam Ɵm, JRS Bogor juga mendapatkan dukungan dan pendampingan dari rekan-rekan Kantor Nasional JRS. Mereka secara berkala berkunjung, khususnya pada kesempatan laporan 6 bulanan dan tahunan. Di luar dua kegiatan laporan itu, rekan-rekan Kantor Nasional beberapa kali menyempatkan datang untuk berkoordinasi, melihat langsung kondisi lapangan, mendengarkan aspirasi Ɵm Bogor, dan menjadi fasilitator untuk acara retret atau pelaƟhan.
33
34
Staf JRS, Lolita, mengunjungi pencari suaka anak-anak
Bab 4 PELAYANAN
35
PELAYANAN Pencari suaka dan pengungsi dalam kondisi rentan perlu mendapatkan pelayanan yang layak dan bermartabat supaya mereka memperoleh akses pada kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sebagai manusia. Kebutuhan dasar mereka mencakup makan-minum sehari-hari, pendidikan, perawatan kesehatan, tempat Ɵnggal, perlindungan, dan informasi perihal proses RSD di UNHCR. JRS menemani mereka agar dapat mengakses layanan kesehatan di rumah sakit, memfasilitasi pendidikan informal (kelas bahasa Inggris, bahasa Indonesia, kelas kerajinan tangan, kelas pengelolaan keuangan rumah tangga), mengorganisasi kegiatan psikososial (olahraga dan perayaan khusus seperƟ Hari Pengungsi Sedunia), maupun mengadakan pelaƟhanpelaƟhan. Pengenalan mendalam JRS akan citra pengungsi sebagai teman, menjadi panggilan kemanusiaan bagi JRS untuk melayani pengungsi. Buah dari penemanan yang intensif terhadap pengungsi serta pendalaman mulƟdisipliner akan fenomena pengungsi melahirkan pemahaman akan kebutuhan yang benar-benar perlu untuk dipenuhi oleh pengungsi. Dalam seƟap bentuk pelayanan dan kegiatan yang diadakan, JRS senanƟasa melibatkan dan mengundang para pencari suaka untuk berparƟsipasi akƟf di dalamnya. Jajak Kebutuhan Diskusi dan perƟmbangan bersama untuk membuat suatu keputusan berkaitan erat dengan pemahaman pada peta kondisi, informasi, dan situasi riil para pencari suaka dan pengungsi. Sebelum sampai pada keputusan untuk suatu pelayanan, dibutuhkan informasi yang jelas dan tepat. Karena itu, JRS memiliki sistem jajak kebutuhan pencari suaka dan pengungsi. Jajak kebutuhan atau Needs Assessment (NA) dilaksanakan dalam dua konteks. Pertama, NA yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai kondisi dan kebutuhan pencari suaka. Informasi yang didapat dalam NA akan digunakan sebagai dasar untuk memulai program. Sejumlah pertanyaan mendasar berikut ini digali dalam NA: Apakah intervensi JRS masih diperlukan dan relevan? Intervensi, keterlibatan, dan program seperƟ apa yang bisa dilakukan JRS supaya tepat sasaran dan sesuai kebutuhan? Apa prioritas rancangan program tersebut? Apa bentuk sekaligus karakterisƟk program yang akan dilaksanakan kelak? Pertanyaanpertanyaan ini membantu JRS untuk melihat peta situasi secara utuh, mulai dari kebutuhan pencari suaka sampai risiko yang potensial terjadi dalam pelaksanaan program kelak. Kedua, NA dilakukan untuk menentukan siapa pencari suaka yang perlu dibantu, informasi kerentanan dan kebutuhan pencari suaka, serta 36
bentuk bantuan yang bisa diberikan. NA dalam konteks ini merupakan sistem yang dimiliki JRS Bogor sebelum memutuskan bentuk pelayanan yang tepat. NA ini merupakan tahap awal sebagai tanggapan atas permohonan bantuan yang diajukan oleh para pencari suaka. Proses NA ini pun mengalami perkembangan dalam perjalanan waktu. Mulanya di 20102013, JRS melakukan NA secara bertahap sebanyak dua kali kunjungan kepada pencari suaka yang mengajukan permohonan bantuan. Pada 2014, dengan perƟmbangan efisiensi waktu, JRS memutuskan untuk melakukannya dalam satu kali kunjungan oleh dua orang staf JRS. Pada kesempatan pertemuan mingguan, hasil NA sudah bisa dibicarakan segera dan keputusan dibuat bersama dalam Ɵm. NA dalam konteks kedua tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui cerita dan kondisi para pencari suaka secara menyeluruh. Pada saat yang sama, NA menjadi salah satu bentuk penemanan dengan mendengarkan kisah hidup para pencari suaka. Tidak jarang, selama NA, Pencari suaka yang mendapat banyak pencari suaka yang mengalami perawatan karena cedera di kaki luapan emosi karena mengingat kembali perjalanan mereka yang penuh dengan pergolakan, duka, dan keƟdakadilan. Karena itu, NA bukanlah prosedur administraƟf semata. Model NA ternyata juga dirasakan sebagai kehadiran seorang teman baru yang mengunjungi orang yang sedang mengalami kesulitan dan ingin berbagi rasa. Seringkali NA awal memakan waktu yang cukup lama karena menjadi tahap untuk memulai komunikasi, membangun kepercayaan, dan mendengarkan kisah pencari suaka. Barangkali terkesan Ɵdak efisien dari segi waktu. Namun pada ƟƟk inilah, spirit penemanan yang mendasari pelayanan, sedang dibagikan. JRS belajar untuk sabar mendengarkan dan Ɵdak memburu mereka dengan sejumlah pertanyaan yang bertubi-tubi. Informasi tetap dibutuhkan sesuai porsinya. Proses NA dapat dipahami sebagai kesempatan bagi pencari suaka untuk memberdayakan dirinya. Mereka memiliki kesempatan untuk 37
mengungkapkan prioritas bantuan apa yang sedang mereka butuhkan. Meski pada akhirnya JRS belum dapat membantu karena NA menunjukkan bahwa pencari suaka tersebut belum masuk kriteria penerima bantuan, tetap tersedia ruang luas bagi mereka untuk didengarkan dan kebutuhan mereka dapat disuarakan kepada lembaga lain yang menyediakan layanan bagi pencari suaka. Pencari Suaka Dampingan JRS Bogor JRS Bogor memiliki keterbatasan sumber daya, baik personalia maupun finansial. Terutama sejak 2014, JRS merupakan satu-satunya organisasi kemanusiaan yang menyediakan pelayanan bagi pencari suaka di wilayah Bogor. Kondisi ini menyebabkan JRS Bogor mesƟ memutuskan dengan cermat, mana pencari suaka yang layak mendapatkan akses bantuan. Tidak jarang, proses pengambilan keputusan ini cukup sulit dilakukan. Dalam pengambilan keputusan, dasar perƟmbangan JRS pertama-tama adalah bahwa penerima bantuan berstatus pencari suaka. Pencari suaka yang dimaksud adalah mereka yang rentan, yaitu yang Ɵdak memiliki akses pada bantuan mana pun, dan khususnya adalah perempuan dan anak. JRS telah merumuskan kriteria intervensi (interven on criteria) yang digunakan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan. Yang menarik adalah bahwa kriteria tersebut berkembang mengikuƟ kondisi sekaligus konteks pengungsian di Ɵngkat lokal, nasional, dan internasional. Pada tahun 2010, JRS Bogor masih begitu muda dan sedang mencari bentuk parƟsipasi dan bantuan untuk memenuhi kebutuhan para pencari suaka dan pengungsi di Bogor. Saat itu CWS, IOM, dan WR sudah lebih dahulu mendampingi para pencari suaka dan pengungsi di wilayah Bogor. JRS pun mengawali pelayanan di Bogor lewat kolaborasi dengan mereka. JRS bekerja berdampingan dengan CWS, IOM, dan WR untuk memasƟkan pemerataan bantuan. Yang dihindari adalah tumpang Ɵndih bantuan bagi pencari suaka atau pengungsi tertentu. Situasi berubah drasƟs pada pertengahan 2013 sewaktu CWS, IOM, dan WR memutuskan untuk berpindah ke Jakarta. Penyebab utama adalah penolakan yang diajukan beberapa organisasi masyarakat dan pemerintah setempat terhadap pencari suaka dan pengungsi, sekaligus lembaga yang menyediakan layanan bagi mereka. Situasi lain yang juga terjadi pada 2013 adalah perubahan kebijakan Australia yang mulai menolak para pencari suaka dan pengungsi yang mencoba masuk ke Australia tanpa mengikuƟ prosedur UNHCR. Dalam situasi genƟng semacam ini, JRS memutuskan untuk tetap hadir di Bogor. JRS melihat bahwa masih banyak pencari suaka dan pengungsi yang Ɵnggal di Bogor, rentan, dan butuh dukungan dari lembaga non-pemerintah. Karena itu, JRS pun mengubah kriteria penerima 38
Staf JRS, Lolita, menemani pencari suaka ke rumah sakit
bantuan supaya kategori yang tersedia sesuai dengan kapasitas dan sumber daya JRS. Prioritas JRS Bogor kemudian diletakkan pada kelompok-kelompok rentan seperƟ keluarga dengan anak, kalangan lanjut usia (elderly), ibu bersama anak-anaknya, tanpa suami (single parent), anak di bawah umur yang mengungsi tanpa dampingan orangtua dan orang dewasa (unaccompanied minors), anak yang terpisah dari orangtuanya keƟka mengungsi (separated children), penyandang difabilitas, korban kekerasan seksual dan berbasis gender (SGBV-sexual and gender based violence), perempuan lajang, dan ibu hamil. Bila pencari suaka memenuhi kriteria penerima bantuan, JRS akan memberikan akses terhadap bantuan finansial seƟap bulannya, kunjungan ruƟn, bantuan kesehatan, informasi mengenai proses RSD, dan konsultasi persiapan wawancara dengan UNHCR. Tiga bulan setelah pencari suaka menerima status refugee dari UNCHR, JRS Bogor akan menghenƟkan bantuan. JRS sudah menjelaskan hal ini sejak awal sewaktu pencari suaka menjadi penerima bantuan reguler dan pada waktu mereka memperoleh status refugee. Sela waktu 3 bulan tersebut diharapkan menjadi masa persiapan bagi pengungsi untuk mengakses bantuan dari lembaga yang menyediakan layanan khusus untuk pengungsi. JRS memberikan informasi mengenai lembaga-lembaga yang memiliki mandat tersebut. JRS Bogor belajar dari pengalaman bahwa perubahan status dari pencari suaka menjadi refugee Ɵdak serta merta mengurangi kerentanan mereka. Para pengungsi, meski sudah mengantongi status, tetap Ɵdak dapat bekerja 39
dan Ɵdak memiliki akses pemenuhan hak dasar mereka. Saat awal berkarya di Bogor, JRS masih dapat menggunakan jalur komunikasi referral kepada CWS (implemen ng partner UNHCR) dan IOM karena bekerja dalam wilayah yang sama. Setelah CWS dan IOM Ɵdak lagi berada di Bogor, JRS harus melakukan penyesuaian dalam menjalankan kebijakan pemberhenƟan bantuan untuk dampingan reguler. Situasi yang seringkali terjadi adalah dampingan reguler yang sudah menerima status pengungsi (refugee) membutuhkan waktu lebih dari Ɵga bulan untuk bisa mendapatkan bantuan dari lembaga lain. Sebagai contoh, Guhaneslingan dan keluarganya baru saja menerima status refugee namun masih kesulitan mendapatkan bantuan dari lembaga lain hingga akhir 2015. Dia tetap meminta kepada JRS Bogor supaya masih meneruskan bantuan dan Ɵdak meninggalkan keluarganya. JRS Bogor memutuskan untuk memberikan perhaƟan pada keluarga Guhaneslingan lewat komunikasi intensif dan kunjungan. Dalam kesempatan komunikasi tersebut, JRS menanyakan usaha-usaha Guhaneslingan untuk mendapatkan bantuan dari lembaga lain. Pada akhirnya, JRS Bogor sepakat tetap memberikan bantuan finansial sesuai dengan skema bantuan darurat yang bisa diberikan pada dampingan non-reguler. PerƟmbangan utamanya adalah Ɵngkat kerentanan keluarga ini dan nihilnya bantuan yang bisa diakses dari lembaga lain. Guhaneslingan mempunyai riwayat sakit liver, istrinya sakit usus buntu, dan memiliki dua anak yang masih kecil.
Pencari suaka mempersiapkan diri untuk kelahiran anaknya
Pendampingan Kesehatan (Health Assistance) Salah satu bentuk pelayanan yang banyak dibutuhkan para pencari suaka adalah pendampingan di bidang kesehatan. Masa tunggu yang cenderung lama, persinggungan dengan budaya dan bahasa yang baru, iklim dan kondisi cuaca yang berbeda, dan pikiran tentang keluarga di negara asal membuat kesehatan para pencari suaka sedemikian rentan, baik fisik maupun psikis. Apabila mereka terserang penyakit, mereka membutuhkan layanan kesehatan klinik atau rumah sakit. Sementara itu, mereka terbatas untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Tidak hanya bahasa, beberapa pencari suaka memiliki keterbatasan finansial untuk membayar biaya layanan kesehatan di rumah sakit atau klinik umum. Tidak sedikit pula pencari suaka yang telah memiliki riwayat sakit sebelum sampai ke Indonesia. 40
Untuk mengakomodasi kebutuhan akses pada layanan kesehatan, JRS Bogor menawarkan bantuan dengan cara menemani mereka ke rumah sakit atau klinik yang dituju, antara lain Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi atau Rumah Sakit PMI di Bogor. Pencari suaka Ɵdak perlu mengisi formulir khusus keƟka meminta bantuan penemanan kesehatan ke JRS Bogor. Mereka bisa mengajukan permohonan pendampingan kesehatan secara lisan keƟka bertemu dengan salah seorang staf JRS di JRS Learning Centre. Proses penentuan bantuan kesehatan ini kurang lebih berjalan sama seperƟ proses perƟmbangan bantuan keuangan. Permintaan tersebut akan ditanggapi dengan kunjungan JRS Bogor ke rumah pencari suaka terlebih dahulu. Pada kesempatan tersebut, pencari suaka bisa menceritakan kondisi, keluhan, dan riwayat kesehatannya. Tim akan mendiskusikan hasil kunjungan dan pertemuan dengan pencari suaka ini untuk menentukan Ɵndakan selanjutnya. Layanan kesehatan JRS Ɵdak melupakan semangat penemanan. KeƟka memeriksakan diri ke rumah sakit atau bertemu dengan dokter, JRS mendampingi pencari suaka. Usaha ini dilakukan untuk memasƟkan pencari suaka mendapatkan informasi yang memadai tentang kesehatannya dari dokter yang memeriksa. Dengan demikian, seƟap Ɵndakan medis yang perlu akan dilakukan atas persetujuan pencari suaka. JRS menemani pencari suaka dalam berkomunikasi dengan dokter dan perawat di rumah sakit. Bila pencari suaka kesulitan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, JRS mengajak relawan penerjemah untuk membantu komunikasi. Saat mendapatkan akses kesehatan, pencari suaka juga berhak atas segala informasi yang diberikan pihak rumah sakit. Karena itu, pencari suaka mesƟ mengetahui dengan jelas komunikasi sewaktu pemeriksaan berlangsung. Sebuah kisah dialami JRS bersama seorang pencari suaka anak-anak. Syahadna adalah dampingan reguler JRS berusia 16 tahun dan baru saja menerima status refugee bersama keluarganya. Dia mengatakan biasanya takut bertemu dokter dan jarum sunƟk. Suatu kesempatan, kaki kanan Syahadna membengkak karena infeksi dalam. Sakit ini mengharuskan dia untuk melakukan pemeriksaan darah. Mukanya sempat pucat pasi keƟka dokter mengeluarkan jarum sunƟk untuk mengambil darah. Setelah pemeriksaan selesai dan menjalani perawatan, Syahadna mengatakan dia menjadi sedikit lebih berani bertemu dokter dan jarum sunƟk karena selalu ditemani JRS Bogor selama masa perawatan. Pengalaman ini mengajak JRS untuk merefleksikan, betapa berharga penemanan bagi pencari suaka dalam pelayanan di bidang kesehatan. Syahadna merasa menemukan seorang teman baru yang mendampinginya sehingga menjadi lebih berani mengatasi rasa takutnya.
41
Dukungan Keuangan (Financial Support) Selain menyediakan pendampingan kesehatan, JRS Bogor juga menyediakan bantuan finansial untuk membiayai kebutuhan harian seperƟ makan-minum, sewa rumah atau kamar, dan dana transportasi. Jenis bantuan yang diberikan akan disesuaikan dengan permintaan pencari suaka serta hasil NA yang dilakukan Ɵm JRS Bogor. Pengalaman JRS Bogor menemukan bahwa para pencari suaka Ɵdak selalu membutuhkan seluruh paket bantuan yang tersedia. Khunislingam, seorang pencari suaka Sri Lanka, mengatakan dia Ɵdak membutuhkan bantuan untuk membeli makanan. Alasannya, seƟap hari Khunislingam mendapatkan Ɵga kali makan dari kuil Hindu di daerah Cisarua. Dia lebih membutuhkan dana transportasi dan sewa rumah bulanan yang dia Ɵnggali bersama dua pencari suaka lain. Sebaliknya, Hasinullah yang Ɵnggal dengan karibnya, hanya butuh dukungan finansial untuk makanan saja. Jumlah seƟap bantuan pun mengikuƟ situasi masing-masing pencari suaka. Di sisi lain, jumlah ini disesuaikan dengan kapasitas JRS Bogor dan memperƟmbangkan standar hidup layak di Bogor. JRS juga perlu melihat kebiasaan pencari suaka dalam mengelola keuangan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dalam seƟap pemeriksaan kebutuhan, JRS Bogor selalu menanyakan: “Apa prioritas bantuan dari JRS yang Anda ajukan? Kira-kira berapa jumlah dana yang Anda butuhkan dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan harian?” Atau: “Adakah alternaƟf lembaga atau pihak selain JRS Bogor yang dapat memberikan bantuan finansial?” Pertanyaanpertanyaan ini disampaikan untuk mengetahui jalan yang ditempuh pencari suaka untuk mendapatkan bantuan. JRS Bogor Ɵdak bisa ‘saklek’ menjalankan mandat demi pencari suaka semata. Dalam kondisi riil di lapangan, para pengungsi yang masih rentan pun memerlukan bantuan. Karena itu, JRS Ɵdak menutup mata untuk mengalokasikan bantuan dan pelayanan bagi para pengungsi. Dalam situasi genƟng dan mendesak, JRS Bogor menggunakan skema bantuan darurat (emergency support). Prosedur ini digunakan untuk memberikan bantuan, baik kepada pengungsi maupun pencari suaka. Biasanya keputusan perlu segera dibuat dalam situasi hidup-maƟ seseorang. Pada pertengahan Oktober 2015, JRS Bogor menerima telepon tengah malam dari pencari suaka di daerah Batu Kasur, Cisarua. Pencari suaka ini fasih berbahasa Indonesia. Dalam panggilan tersebut dia mengatakan, “Sister, saya Jaifullah. Teman saya seorang pengungsi baru saja meninggal. Kami butuh bantuan JRS. Bisa datang kapan ke rumah?” Keesokan hari, JRS Bogor datang ke rumah Akhamudin, pengungsi asal Pakistan yang baru saja meninggal. Segera dilakukan NA kepada keluarga pengungsi tersebut untuk 42
Suasana fasilitas sederhana yang disewa pencari suaka
mengidenƟfikasi bantuan yang dibutuhkan dari JRS. Keluarga ini meminta JRS bisa membantu proses penguburan ayah mereka di Cisarua. Selain itu, mereka pun mengharapkan bantuan dana untuk biaya penguburan di pemakaman umum daerah Batu Kasur. JRS Bogor mengusahakan komunikasi dengan masyarakat setempat mengenai situasi pengungsi ini. JRS bersyukur karena mendapatkan bantuan dari pemilik kontrakan tempat keluarga pengungsi itu Ɵnggal. Komunikasi dengan warga untuk mendapatkan sebidang tanah sebagai tempat perisƟrahatan terakhir pun berlangsung. Keterbukaan dan kemurahan haƟ warga Batu Kasur sungguh membesarkan haƟ. Masyarakat setempat ini memberikan izin untuk mengubur pengungsi tersebut di daerah mereka. Lantas, perbincangan perihal biaya pun terjadi antara JRS, keluarga Akhamudin, dan warga setempat. JRS memutuskan menanggung setengah biaya penguburan dan setengah yang lain diperoleh dari sumbangan belasungkawa komunitas pencari suaka dan pengungsi. Pada kesempatan lain, emergency support menjadi mekanisme pemberian bantuan untuk pencari suaka yang kehabisan bekal dan Ɵdak punya akses pada bantuan sama sekali. Situasi ini kerap ditemukan pada pencari suaka, khususnya para single female. Kelompok single ini memiliki Ɵngkat kerentanan yang sama dengan pencari suaka lainnya. Mereka pun mengalami masa tunggu proses wawancara RSD dan perolehan hasil yang cenderung lebih panjang akhir-akhir ini.
43
Kondisi di Bogor mengundang JRS mengenali pola sekaligus membaca situasi para pencari suaka dan pengungsi yang dinamis dan beranekaragam. Antara satu pencari suaka dan lainnya, Ɵdak bisa disamaratakan begitu saja. Bantuan-bantuan JRS Bogor pun diberikan dalam beberapa mekanisme. Untuk bantuan finansial, khususnya keperluan biaya sewa rumah dan kebutuhan harian, JRS memberikannya seƟap akhir bulan. Dampingan reguler JRS Ɵdak perlu mengajukan permohonan bantuan seƟap bulan karena JRS sudah pasƟ akan berkunjung ke rumah mereka untuk memberikan bantuan finansial. Sementara itu, dampingan nonreguler yang dibantu lewat skema bantuan darurat perlu mengajukan permintaan terlebih dulu untuk diperƟmbangkan JRS. Mekanisme semacam ini dilakukan sebagai bentuk perhaƟan ruƟn sekaligus menjadi rekam jejak untuk menentukan prioritas pemberian bantuan. Berdasarkan pengalaman saat memberikan bantuan, terutama bantuan finansial, ada fakta menarik yang menggugah refleksi. Para pencari suaka kerap kali adalah orang-orang yang memiliki keahlian, kepandaian, dan keterampilan untuk bekerja. Namun, sayang sekali di Indonesia mereka Ɵdak bisa mendapatkan pekerjaan formal layaknya warga negara Indonesia. Dengan demikian, mereka Ɵdak bisa menyalurkan kapabilitas mereka untuk memberdayakan diri sesuai dengan bakat, kemampuan, atau latar belakang pendidikan. Saat meminta bantuan, pencari suaka menelan bulat-bulat rasa malu mereka sebab sudah Ɵdak ada pilihan lain. Bekal mereka sudah habis setelah menunggu satu-dua tahun di Indonesia. Ada dampingan reguler JRS yang hanya meminta bantuan finansial untuk kebutuhan harian makanminum, sebesar Rp 850.000,00 per bulan. Selebihnya, untuk tempat Ɵnggal, dia sudah berbagi kamar kecil dengan seorang teman. Seorang pencari suaka asal Pakistan pernah mengatakan, “Kelak, saya akan mengganƟ uang yang kamu berikan pada saya. Saya Ɵdak melakukan pekerjaan apapun. Saya Ɵdak pantas untuk menerima uang ini. Tetapi, berhubung saya Ɵdak punya uang lagi, saya akan menggunakannya.” JRS senanƟasa menghargai semangat dan harga diri para pencari suaka dan pengungsi. Mereka pun memiliki martabat sebagai manusia dan harga diri sebagai orang-orang yang sungguh mau berjuang demi kehidupan yang lebih baik. Bantuan yang diberikan JRS kepada pencari suaka dan pengungsi merupakan hak dasar mereka: hak untuk mendapatkan makanan dan tempat Ɵnggal yang layak, serta hak untuk mendapatkan rasa aman. Pendekatan berbasis hak (right based approach) adalah dasar dari solidaritas JRS dalam melayani para pencari suaka dan pengungsi. Karyakarya JRS ditujukan untuk mempermudah akses para pencari suaka kepada hak-hak dasar yang dimiliki oleh seƟap insan, terlepas dari latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, kelompok sosial, ataupun pandangan yang dimilikinya. 44
Perjumpaan dengan Budaya Baru Pencari suaka dan pengungsi berasal dari negara yang berbeda-beda. Tidak jarang, pencari suaka dan pengungsi yang Ɵba di Indonesia adalah mereka yang baru pertama kali berpergian keluar dari tanah air mereka. ArƟnya, Indonesia adalah dunia yang sama sekali baru bagi mereka: iklim, bahasa, cara hidup, dan eƟketnya berbeda. Pencari suaka dan pengungsi mau Ɵdak mau menempatkan diri untuk belajar beradaptasi dengan situasi baru. Mereka perlu menyesuaikan diri untuk diterima dalam lingkungan baru dan bertahan hidup di Indonesia. Kebingungan, kekhawaƟran, dan ketakutan tentu menjadi perasaan dominan sewaktu berjumpa dengan lingkungan yang berbeda sama sekali. Karena itu, pencari suaka dan pengungsi pun butuh mengenal Indonesia. Secara khusus, dalam konteks JRS Bogor, pencari suaka dan pengungsi perlu mendapatkan informasi tentang kehidupan masyarakat Bogor, Jawa Barat. Menjelaskan perihal hidup di negara dengan budaya yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah. Kadang penjelasan tersebut Ɵdak langsung dapat diterima. Komunikasi dan pendekatan khusus diperlukan supaya seseorang mau membuka diri dan belajar bersama. Tidak mudah bagi pencari suaka dan pengungsi untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup orang Indonesia. Rasa rindu kepada keluarga, sanak saudara, dan kampung halaman Ɵdak dapat ditepiskan. Maka wajar jika mereka mencoba menciptakan suasana yang menghidupkan memori mereka pada tanah kelahiran, misalnya dengan pilihan makanan yang mereka konsumsi seharihari. Permohonan Bantuan Telah diungkapkan sebelumnya bahwa JRS Bogor memprioritaskan bantuan bagi pencari suaka. Pengalaman di 2015 memberikan pembelajaran berharga. Asumsi bahwa refugee memiliki kesempatan lebih lebar untuk mengakses bantuan dari lembaga lain yang memiliki mandat khusus untuk refugee, masih belum tepat. Banyak ditemukan pengungsi yang memilih Ɵnggal di Bogor karena biaya hidup di Jakarta yang sangat Ɵnggi. Pemilihan tempat Ɵnggal ini membuat para pengungsi Ɵdak diprioritaskan untuk menerima bantuan dari lembaga penyedia layanan yang berdomisili di Jakarta. JRS kembali memperƟmbangkan kriteria yang sudah ada supaya dapat mengakomodasi permohonan bantuan dari para pengungsi, tanpa mengesampingkan prioritas bantuan bagi para pencari suaka. Proses penerimaan permohonan bantuan juga merupakan dinamika yang unik dan sarat dengan cerita menarik. Proses berawal dari mencatat permintaan yang datang dari pencari suaka, baik melalui telepon atau tatap 45
muka langsung. Kemudian, permintaan itu didiskusikan dalam pertemuan mingguan internal Ɵm JRS Bogor. Dalam pertemuan tersebut, Ɵm JRS memutuskan Ɵndakan selanjutnya, seperƟ kunjungan untuk NA atau menunda NA. Bila permohonan bantuan datang dari pencari suaka yang sudah Ɵnggal selama minimal 6 bulan di Bogor dan masuk dalam kategori kelompok rentan, NA akan dijadwalkan dalam prioritas segera. Informasi awal ini penƟng untuk diketahui agar JRS bisa menentukan prioritas agenda seƟap minggu. JRS Learning Centre Semangat dan keinginan belajar para pencari suaka dan pengungsi sangat Ɵnggi. “Saya khawaƟr akan masa depan pendidikan saya karena saya ingin menjadi ilmuwan.” kata Raizan dalam bahasa Inggris yang sangat fasih. Raizan adalah salah satu dari ratusan pencari suaka anak-anak yang seƟa datang ke kelas bahasa Inggris di JRS Learning Centre di Cisarua. Usia Raizan baru memasuki 11 tahun keƟka datang ke Indonesia bersama keluarganya dari Afghanistan, setahun yang lalu. Saat ini Raizan dan keluarga masih menunggu keputusan UNHCR mengenai status mereka. Raizan, seperƟ layaknya 300 murid lain di JRS Learning Centre, hanya bisa mengandalkan kelas bahasa Inggris sebagai satu-satunya sarana pendidikan yang dapat diakses oleh pencari suaka dan pengungsi di Cisarua. Mengapa hanya tersedia kelas bahasa Inggris? Jawabannya sederhana, mereka ingin mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk masa depan mereka setelah menjalani proses rese lement di negara keƟga, seperƟ Australia atau Amerika Serikat. Tidak jarang para staf JRS terkagum-kagum pada semangat belajar pencari suaka dan pengungsi. SeƟap hari mereka harus berjalan kaki 30 menit sampai 1 jam untuk sampai di lokasi JRS Learning Centre. “Kalau Ɵdak ada kelas bahasa Inggris, kami Ɵdak ada kegiatan lain. Ini hiburan kami,” kata salah seorang pengungsi saat dijumpai di JRS Learning Centre saat sedang mendiskusikan hasil ujian bahasa Inggris dengan teman sekelasnya. JRS Learning Centre juga menjadi wadah bagi para relawan JRS dari komunitas pengungsi dan pencari suaka. Mereka mengabdikan diri dan membagikan talenta mereka kepada pencari suaka dan pengungsi yang lain. “Kami memang sama seperƟ saudara-saudara kami. Sama-sama mencari suaka dan memiliki kerentanan yang sama. Tapi paling Ɵdak saya memiliki pengetahuan bahasa Inggris yang cukup dan saya ingin membantu mengurangi beban mental mereka dengan berbagi. Harus ada seseorang yang melakukan sesuatu untuk membantu mengurangi beban itu walaupun hanya sedikit,” ucap Mustaful, relawan guru semenjak 2014, saat ditemui di rumahnya. 46
Pencari suaka perempuan memasuki JRS Learning Centre
Bagi pengungsi seperƟ Mustaful, yakni orang-orang pintar dan cerdas yang terjebak dalam ‘limbo’ Indonesia, Learning Centre merupakan tempat mereka untuk menjadi ‘berguna’ dan ‘berbagi’. Lebih dari itu, bagi mereka Learning Centre bukan sekadar tempat belajar atau menghabiskan waktu, melainkan juga tempat bertemu, bertukar cerita, dan bersosialisasi. Selain kelas bahasa Inggris, tersedia pula kelas kerajinan tangan, yaitu merajut. Peserta kelas ini adalah para pencari suaka dan pengungsi perempuan. Mereka membuat aneka karya, seperƟ sweater, handphone case, ipad case, dan rompi dari benang wool. Dalam hitungan beberapa bulan, para guru sukarelawan sudah bisa mengumpulkan barang-barang hasil rajutan. Atas inisiaƟf mereka, barang-barang tersebut dipamerkan pada kesempatan bazaar atau penggalangan dana di Jakarta. “Kami menjadi terinspirasi untuk melakukan hal yang lebih. Ternyata kami bisa menghasilkan sesuatu, walaupun jumlahnya Ɵdak seberapa,” ujar Hanifaz, seorang pengungsi Pakistan yang menjadi salah satu relawan guru kelas bahasa Inggris dan kelas merajut. Pada September 2015, Hanifaz mengabarkan bahwa dia berhasil mendapatkan 8 mesin jahit untuk digunakan dalam kelas kerajinan tangan. KeƟka JRS Bogor menyampaikan bahwa hanya bisa membantu memberikan benang wol untuk kelas merajut, Hanifaz Ɵdak terlihat khawaƟr kalau mesin jahit menjadi Ɵdak berguna. “Walaupun JRS Ɵdak bisa memberikan kain, itu Ɵdak apa-apa. Kami akan menemukan cara untuk mendapatkan kain,” ucapnya dengan percaya diri. Tidak butuh waktu lama bagi Hanifaz 47
Suasana kelas bahasa Inggris di JRS Learning Centre Jawa Barat
dan murid-murid kelas kerajinan tangan untuk mendapatkan koran bekas dan kain perca dari baju-baju bekas. Mereka menggunakan bahanbahan tersebut sebagai materi praktek dalam kelas menjahit. JRS melihat semangat, ketekunan, dan kesungguhan haƟ para pencari suaka dan pengungsi untuk terus belajar. Mereka ingin mengisi waktu mereka dengan kegiatan yang bermanfaat. Syahadan, anak perempuan berumur 16 tahun, asal Afghanistan, bercerita: “Di negara asal, kami Ɵdak memiliki kesempatan belajar. Saya dan adik perempuan saya harus belajar dengan sembunyisembunyi agar rumah kami Ɵdak dibom. Di sini, kami senang bisa belajar apa saja dengan bebas, walaupun terbatas.” Kegiatan Olahraga Sejumlah pencari suaka dan pengungsi memilih olahraga untuk melepas kepenatan mereka. Membaca situasi ini, JRS menyediakan kesempatan bagi mereka untuk bermain futsal dengan membantu menyewa lapangan dan menyediakan konsumsi. Di bawah koordinasi salah seorang relawan instruktur dari JRS Learning Centre, futsal diadakan seminggu sekali. SeƟap Minggu siang, 22 orang pencari suaka akan berkumpul di lapangan futsal. Mereka terbagi menjadi dua Ɵm beranggotakan 10 orang pemain. Dua orang duduk di bangku cadangan dengan kesempatan pertukaran pemain seƟap 15-menit dalam durasi satu jam sewa lapangan. Di beberapa kesempatan, terlihat satu-dua orang pengungsi yang Ɵdak ikut bermain tapi tetap datang, duduk dan menonton pertandingan futsal itu sebagai suporter. “Mereka selalu bermain serius. Berulang kali saya katakan, 48
Kegiatan olahraga futsal untuk para pencari suaka
santai saja! Tapi mereka selalu bermain futsal dengan moƟvasi Ɵnggi,” kata Mustaful saat berisƟrahat sejenak setelah perganƟan pemain. Selain kegiatan olahraga futsal, JRS Bogor pun menyediakan kesempatan bagi para pencari suaka untuk mengikuƟ kegiatan berenang di kolam renang Megamendung. Anak-anak keluarga pencari suaka merasa senang dan gembira seƟap kali mengikuƟ kegiatan berenang. Mereka bisa bermain air sembari tertawa lepas, bercanda bersama teman-teman sebaya mereka. Pengembangan Kapasitas: PelaƟhan dan Workshop JRS berharap bahwa para pencari suaka dan pengungsi mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga dapat berbuat lebih banyak bagi komunitas mereka. Karena itu, JRS mendorong para pencari suaka dan pengungsi untuk terlibat akƟf dalam kegiatan JRS sebagai relawan. Mereka menyadari penƟngnya pendidikan bagi langkah hidup mereka ke depan. Banyak dari antara mereka adalah lulusan universitas terbaik di negeri asal. Namun, mereka terpaksa meninggalkan tanah air karena diancam atau menjadi target kelompok-kelompok yang melakukan penganiayaan. Adalah Mustaful, seorang pencari suaka sekaligus relawan pengajar yang terpaksa pergi dari Pakistan pada saat dia sedang menekuni studi pascasarjana jurusan ekonomi bisnis. “Kalau Ɵdak ada ancaman pembunuhan itu, mungkin saya masih bersekolah di Pakistan dan saat ini saya pasƟ sudah mendapatkan gelar S2,” ucap Ali kepada salah seorang staf JRS Bogor. Penguatan kapasitas pencari suaka dan pengungsi seperƟ Mustaful dilakukan JRS Bogor dengan melibatkan mereka dalam pelbagai pelaƟhan atau lokakarya. Pada 2014 dan 2015, JRS Bogor mengadakan lokakarya Living Values Educa on (LVE) dan pelaƟhan penerjemah (interpreter training). Fasilitator lokakarya LVE adalah Taka Nurdiana Gani. Secara khusus, pelaƟhan tentang penerjemah akan diurai dalam bagian berikut ini.
49
Relawan Penerjemah Para pencari suaka dan pengungsi yang menjadi relawan penerjemah memiliki kontribusi yang sangat berharga bagi jalannya pelayanan JRS Bogor. Disadari bahwa pelibatan relawan-relawan penerjemah dalam karya JRS membutuhkan sistem pendukung yang baik karena berkaitan dengan kapasitas, administrasi, bahkan standar eƟs. Semenjak awal kehadiran JRS di Bogor, selalu ada pencari suaka dan pengungsi sebagai relawan penerjemah yang merupakan teman atau keluarga dari orang yang dilayani JRS (PWS/ People We Serve). Ternyata Ɵdak semua penerjemah tersebut memiliki kemampuan bahasa yang memadai. Seiring berjalannya waktu, JRS mulai dapat mengenali beberapa relawan penerjemah yang dapat diandalkan dan memiliki kemampuan bahasa yang baik. Tidak sedikit pula yang menjadi focal point di komunitas mereka. JRS kadang juga mengandalkan para relawan ini di luar pelayanan penerjemahan, misalnya untuk menyampaikan informasi dari JRS kepada PWS dan sebaliknya, turut merancang kegiatan bersama JRS, atau bahkan turut memetakan situasi komunitas. Pada tahap ini JRS belum menyadari bahwa ada tantangan lebih besar yang menanƟ keƟka JRS mulai mengandalkan segelinƟr relawan ini melebihi perannya sebagai penerjemah. KeƟka pelayanan informasi mengenai RSD semakin dibutuhkan, JRS mulai dihadapkan pada tantangan baru: jumlah relawan penerjemah Ɵdak cukup dan mereka mulai merasa keberatan dengan beban kerja. Relawan yang diandalkan keƟka itu hanya beberapa saja, sementara aneka pelayanan menuntut jumlah penerjemah yang lebih banyak. Di luar hal itu, ternyata ada juga pandangan dari komunitas pengungsi dan pencari suaka bahwa JRS hanya melibatkan “orang-orang yang dekat” dalam merancang kegiatan, yaitu para relawan penerjemah. Apalagi, sebagian relawan penerjemah juga berperan sebagai guru bahasa Inggris di kelas-kelas yang dikelola JRS. Menanggapi tantangan-tantangan tersebut, JRS mencoba mulai mencari tokoh-tokoh lain di komunitas yang bisa dilibatkan. Namun lagi-lagi JRS dihadapkan oleh tantangan mengenai kapasitas para relawan penerjemah ini, yaitu (1) kemampuan bahasa yang terbatas, (2) kebiasaan untuk menyimpulkan kata-kata PWS dan Ɵdak menerjemahkan seutuhnya, dan (3) memberikan opini pribadi di tengah-tengah proses penerjemahan dan tak jarang melibatkan diri dalam pembicaraan. Untuk memenuhi kebutuhan akan penerjemah yang baik dan mewadahi kemauan untuk belajar mengenai teknik-teknik penerjemahan, JRS menghubungi Alice Johnson, pelaƟh dan direktur pada Cairo Community Interpreter Project (CCIP), Center for Migra on and Refugee Studies (CMRS) di The American University in Cairo (AUC), Mesir. Dengan banyaknya 50
Pela han interpreter untuk pencari suaka dan pengungsi
pengetahuan dan pengalaman serupa di negara-negara transit pengungsi, Alice menyediakan diri untuk menyelenggarakan pelaƟhan penerjemah di Indonesia, baik untuk relawan penerjemah maupun untuk staf organisasi penyedia layanan seperƟ JRS. PelaƟhan ini menjadi wahana bagi JRS untuk menimba banyak sekali pembelajaran. Sejak awal, JRS sudah menggunakan mekanisme seleksi bertahap dan pendaŌaran yang transparan dan akuntabel. JRS mendapatkan banyak peserta baru yang ingin mendaŌar. 16 dari 30 orang di Jakarta dan Bogor berhasil diterima. Setelah proses seleksi selama satu bulan, pelaƟhan pun diselenggarakan selama 45 jam (6 hari). Banyak hal yang sangat membuka perspekƟf dalam pelaƟhan ini. Para penerjemah belajar mengenai pemahaman dasar mengenai penerjemahan, teori dan keahlian kogniƟf, ragam-ragam jenis penerjemahan dan tekniknya, laƟhan peran, riset mengenai glosarium dan terminologi, hingga kode eƟk. Dalam pelaƟhan, para relawan belajar bahwa peran sebagai relawan Ɵdak menjadi alasan untuk Ɵdak memberikan pelayanan yang opƟmal dan profesional bagi sesama pencari suaka dan pengungsi, serta organisasi penyedia layanan. Disadari bahwa peran penerjemah sangat penƟng sebagai medium dalam menjaga hak kedua belah pihak dalam berkomunikasi yang bisa berdampak langsung pada hidup seseorang. Para relawan penerjemah mengalami antusiasme yang berlipat ganda setelah pelaƟhan. Mereka juga tetap ingin berkomunikasi dalam forum relawan penerjemah untuk berbagi pengalaman. Tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan penerjemahan dapat memberikan tekanan emosional yang cukup Ɵnggi bagi para relawan. PelaƟhan yang selanjutnya diberikan oleh Alice kepada staf JRS. Dalam sesi-sesi pelaƟhan tersebut, JRS belajar banyak hal. Pertama, ada perbedaan antara relawan penerjemah dan relawan yang membantu kita untuk menerjemahkan. Relawan penerjemah memiliki 51
Staf JRS, Mia, memberi informasi kepada satu orang pencari suaka dengan bantuan penerjemah,
pemahaman akan kode eƟk dan teknik yang didapatkan lewat pelaƟhan dan pengalaman. Sementara itu, relawan yang membantu menerjemahkan harus didampingi lebih ketat oleh JRS karena ada kemungkinan kelonggaran dalam prinsip-prinsip penerjemahan, sehingga informasi yang didapatkan bisa jadi Ɵdak utuh. Kedua, JRS juga harus mengambil peran lebih besar keƟka bekerja bersama relawan penerjemah, khususnya yang belum mendapatkan pelaƟhan. Peran tersebut antara lain adalah memberikan penjelasan awal mengenai prinsip-prinsip penerjemahan dasar, yaitu penerjemahan secara utuh di seƟap kata, menjaga prinsip kerahasiaan, dan Ɵdak membuat pembicaraan sendiri dengan salah satu pihak (no side conversa on). JRS juga belajar bahwa para relawan seharusnya diberi peran yang jelas keƟka berhubungan dengan JRS. KeƟka menjadi penerjemah, Ɵdak seharusnya JRS juga melibatkan mereka untuk menjadi guru bahasa Inggris atau tokoh yang mewakili komunitas (focal point), karena para relawan ini akan mengalami banyak kesulitan di wilayah eƟs maupun beban kerja. Jika Ɵdak haƟ-haƟ, JRS bisa menempatkan para relawan ini sebagai penyedia layanan. Beberapa contoh yang diberikan di antaranya adalah penerimaan permohonan bantuan. JRS diwanƟ-wanƟ untuk Ɵdak menggunakan relawan penerjemah dalam menghimpun permohonan, namun membatasi peran mereka sebagai penerjemah saja. Konsekuensinya JRS harus menyediakan mekanisme permohonan yang jelas dan terbuka, sehingga seƟap orang yang membutuhkan bantuan Ɵdak perlu mengejar para relawan penerjemah ini, kecuali hanya untuk meminta bantuan penerjemahan. Seusai pelaƟhan, relawan penerjemah membentuk kelompok relawan 52
penerjemah (pool). Bersama dengan pool ini, JRS berkolaborasi dalam komunikasi mengenai mekanisme biaya transpor, menyusun catatan akƟvitas penerjemahan, menyelenggarakan pertemuan, hingga menyusun sistem regenerasi. Di seƟap pertemuan mingguan, JRS mulai membiasakan diri untuk memetakan relawan penerjemah yang akan terlibat di minggu selanjutnya, sehingga para relawan Ɵdak akan terbebani akibat kurangnya waktu isƟrahat. Hingga saat ini hubungan JRS dan relawan penerjemah menjadi semakin produkƟf. JRS Ɵdak lagi mengambil inisiaƟf dan kehendak baik dari relawan begitu saja, tapi juga merumuskan kejelasan peran mereka dan memperhaƟkan hak-hak mereka. Para relawan pun semakin senang karena memiliki pengetahuan mengenai prakƟk-prakƟk penerjemahan yang baik serta memiliki jalur komunikasi yang baik kepada JRS maupun sesama relawan dalam pool. Hingga saat ini, pelaƟhan penerjemah sudah diselenggarakan sebanyak dua kali. 15 relawan baru dari Jakarta dan Bogor berparƟsipasi pada training yang kedua dan juga bergabung dalam pool. JRS juga diberi kesempatan untuk terlibat akƟf dalam dinamika pool. JRS kemudian mengambil peran yang lebih besar untuk menemani para relawan penerjemah ini. Di pelaƟhan kedua, Alice juga mendapatkan kesempatan untuk berbagi bersama organisasi penyedia layanan yang lain di Indonesia seperƟ CWS dan Suaka (Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Pengungsi). Tanpa dibayar, para relawan penerjemah bersedia menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan haƟ untuk menolong sesama pencari suaka dan pengungsi secara profesional. JRS bersyukur karena dapat menyaksikan proses-proses pembelajaran dalam berkarya bersama relawan penerjemah yang bertumbuh dengan cara-cara yang begitu organik dan mengakar. JRS memahami bahwa pencapaian yang diraih oleh relawan penerjemah dan JRS pada saat ini adalah buah dari pembelajaran yang bertahap. Hingga saat ini, JRS dan pool relawan penerjemah belum lepas dari tantangan seperƟ: beragamnya kemampuan penerjemah dalam pool dan menurunnya jumlah penerjemah dalam pool. Jumlah menurun karena beberapa relawan sudah mendapatkan rese lement. Namun, beberapa lainnya terpaksa menyerahkan diri kepada imigrasi karena keterbatasan kemampuan finansial untuk bertahan hidup. Bagaimanapun, para relawan penerjemah juga merupakan pencari suaka dan pengungsi yang rentan. Kondisi yang menyedihkan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dinamika penemanan JRS kepada relawan penerjemah. SeƟdaknya, JRS belajar bahwa dengan solidaritas dan kolaborasi, tantangan-tantangan yang ada justru menuntun JRS untuk membangun mekanisme pemberdayaan yang lebih kuat. 53
54
Bab 5 PEMBELAAN
Staf JRS, Pieter, bersama Marta Santos Pais, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak dalam rangka End Child Deten on Campaign 55
PEMBELAAN Penemanan dan pelayanan JRS terhadap pencari suaka dan pengungsi melahirkan kepekaan akan adanya perampasan hak-hak dasar dan kapabilitas pengungsi. Kondisi ini menjadi alasan adanya pembelaan terhadap hak-hak dasar pengungsi dan usaha peningkatan kesadaran publik akan hidup pengungsi. JRS Bogor menempuh misi pembelaan melalui penyadaran publik (public awareness) tentang masalah pengungsi yang diselenggarakan di sekolahsekolah, universitas, komunitas Gereja dan religius setempat, maupun pemilik rumah yang disewa pencari suaka dan pengungsi serta pemimpin masyarakat setempat. Kerap kali pemahaman yang serba Ɵdak lengkap mengenai pencari suaka dan pengungsi berakhir dengan sƟgma dan cara pandang yang keliru, seperƟ sƟgma pengungsi sebagai imigran gelap/ilegal dan teroris. Upaya pembelaan juga berlangsung lewat pelayanan informasi dan konsultasi bagi pencari suaka tentang proses Penentuan Status Pengungsi (RSD/Refugee Status Determina on) dengan UNHCR. Informasi yang dibagikan adalah introduksi umum tentang proses RSD, fasilitasi persiapan wawancara pertama dalam proses RSD bagi pencari suaka, dan layanan simulasi wawancara RSD. Dalam level jaringan, JRS menjadi bagian dari Suaka (Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Pengungsi), sebuah perkumpulan yang bergerak di bidang advokasi bagi para pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Legal Service Dari pengalaman berjumpa dengan pencari suaka, JRS mengetahui bahwa mereka membutuhkan persiapan untuk wawancara RSD di UNHCR. Bagi pencari suaka, khususnya mereka yang berasal dari daerah pedalaman, wawancara adalah pengalaman yang benar-benar baru. Mereka Ɵdak tahu sama sekali persiapan yang perlu dilakukan, baik tentang persiapan kronologi kasus mereka maupun kesiapan diri untuk wawancara. Karena itu, sejak 2013, JRS menyediakan layanan konsultasi untuk persiapan wawancara lewat simulasi wawancara di rumah-rumah pencari suaka. JRS bergerak berdasarkan permohonan bantuan konsultasi yang diajukan para pencari suaka. Selain itu, JRS juga menyediakan kegiatan sesi informasi di JRS Centre untuk memberikan wawasan dan pemahaman umum perihal kepengungsian. Mereka yang hadir dalam kegiatan ini adalah para pencari suaka yang sedang menanƟ wawancara di UNHCR. JRS berharap pemahaman mengenai hukum umum kepengungsian UNHCR dan prosedur di UNHCR bisa memberikan dukungan untuk wawancara mereka. 56
Training hak pengungsi untuk para staf LSM yang bergerak di bidang kepengungsian oleh Chris Eades dari JRS Thailand
Pendekatan yang dilakukan JRS di 2013 adalah mendatangi rumah pencari suaka dan membicarakan kasus mereka dalam koridor konfidensialitas. Pada inƟnya, JRS berharap para pencari suaka bisa menyiapkan diri dan kasus mereka untuk pengajuan klaim status refugee. Kemudian, di 2014, JRS mulai memiliki Legal Liaison Officer (LLO) yang bertanggungjawab untuk penyediaan sesi informasi RSD umum, konsultasi kasus, dan layanan simulasi wawancara. LLO juga berperan akƟf bila ada urusan-urusan perihal hukum yang berhubungan dengan para pencari suaka dampingan JRS Bogor. Berdasarkan pengalaman JRS, para pencari suaka merasa sungguh terbantu dengan simulasi wawancara yang disediakan JRS. Lewat persiapan itu, mereka bisa menyusun secara kronologis kejadian yang pernah mereka alami dan menyebabkan mereka harus pergi dari tanah air mereka. Prinsip JRS adalah kejujuran dan konfidensialitas. JRS sangat menghargai keterbukaan pencari suaka yang mau membagikan kisah mereka dan memegang tanggung jawab untuk menjaga kerahasiaannya. Pada pelayanan legal ini, informasi merupakan kunci advokasi. Para pencari suaka memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai proses dan prosedur yang perlu mereka jalani. Di sisi lain, informasi tentang prosedur ini menjadi sangat vital karena wawancara yang mereka jalani akan menentukan langkah hidup mereka selanjutnya. Tidak jarang bahwa selama masa tunggu wawancara dengan UNHCR, banyak isu yang tersebar. Kerapkali, isu tersebut membuat pencari suaka menjadi bingung, ragu, khawaƟr, dan takut. Informasi yang tepat dari layanan legal JRS memiliki kekuatan untuk menjawab berbagai keraguan dan kekhawaƟran tersebut. 57
Legal service untuk pencari suaka diberikan oleh staf JRS Bogor yang sudah mengikuƟ pelaƟhan mengenai RSD, hukum kepengungsian, pedoman pengurusan status refugee, dan informasi pendukung untuk kepenƟngan RSD tersebut. Penyebaran informasi RSD dibuat dalam dua skema. Pertama, JRS menyediakan sesi informasi umum untuk grup besar sebanyak 25-30 orang atau kelompok kecil 5-10 orang. Kegiatan ini diselenggarakan dengan bantuan interpreter sesuai dengan grup bahasa pencari suaka yang didampingi JRS Bogor. Kedua, JRS menyediakan konsultasi RSD individual. Pencari suaka bisa mendiskusikan kasusnya secara mendetail pada LLO JRS Bogor yang mendampingi. Pencari suaka juga diberi kesempatan melakukan simulasi wawancara yang akan dilakukan di UNHCR. Simulasi ini dapat memberikan gambaran model wawancara yang berlangsung sehingga dapat meningkatkan daya ingat dan rasa percaya diri pencari suaka. JRS belajar untuk menjadi teman diskusi bagi pencari suaka supaya ingatan akan alur kejadian yang memicu pengungsian di negara asal bisa lebih tertata. Kerapkali muncul aneka tantangan dalam proses ini, seperƟ kendala perbedaan sistem penanggalan sampai tantangan bahasa. JRS bersyukur atas bantuan relawan penerjemah yang memudahkan komunikasi kasus yang dialami pencari suaka. Peran penerjemah di sini amatlah besar karena mereka membantu JRS memahami jalinan kisah yang disampaikan oleh pencari suaka. Dalam memberikan pendampingan proses RSD, Ɵm JRS Bogor yang memberikan legal service mengikuƟ kode eƟk yang berlaku, yakni Nairobi Code. Kode eƟk yang ditaaƟ misalnya Ɵdak menerima bayaran, makanan, minuman, atau apapun dari pencari suaka yang sedang didampingi. Karena kode eƟk ini, banyak pengalaman menantang dan menarik terjadi. Para pencari suaka umumnya memiliki budaya hospitalitas yang sangat kental. Menjadi bagian dari budaya mereka bahwa tamu yang berkunjung akan disuguhi dengan dengan minuman dan makanan. Seringkali, LLO JRS Bogor harus menolak makanan dan minuman yang diberikan demi mengikuƟ kode eƟk dan menjaga objekƟvitas pelayanan. Koordinasi dengan Lembaga Pemerintah Bogor Selain memasƟkan distribusi informasi yang tepat dan akurat mengenai RSD, ada juga kebutuhan advokasi untuk meningkatkan perlindungan bagi pencari suaka dan pengungsi selama Ɵnggal di Indonesia. Topik ini masih belum terlalu akrab diperbincangkan di Indonesia dan di Bogor khususnya. Banyak yang masih menyangka bahwa para pencari suaka dan pengungsi Ɵdak jauh berbeda dengan para pelancong Arab di daerah Puncak. Lebih parah lagi, bila para pencari suaka dan pengungsi dianggap 58
sebagai teroris atau imigran gelap yang mengganggu keamanan negara. Lembaga pemerintahan di pelbagai Ɵngkat belum memiliki pengetahuan dan kesadaran yang sama perihal proteksi dan hak-hak dasar pencari suaka dan pengungsi. Menanggapi kebutuhan tentang penjelasan ini, JRS membangun hubungan koordinasi yang erat dengan beberapa lembaga pemerintah. Laporan bulanan mengenai pencari suaka dampingan JRS secara ruƟn disampaikan JRS ke lembaga-lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, seperƟ Pengawasan Orang Asing (POA) Polres Bogor, Kantor Kesatuan Bangsa dan PoliƟk (Kesbangpol), dan Kantor Imigrasi Bogor. Hubungan yang terjalin baik memudahkan JRS berkoordinasi dan berkonsultasi bila ada persoalan yang terjadi di Cipayung, Cisarua, dan sekitarnya. Lembagalembaga pemerintah pun berkenan untuk membagikan informasi bila akan melakukan pemeriksaan legalitas orang asing di Bogor. Sebagai gambaran hubungan tersebut, beberapa kali, keƟka pihak Imigrasi Bogor melakukan pemeriksaan surat-surat orang asing di wilayah Bogor, mereka telah memiliki informasi jelas tentang pencari suaka dampingan JRS Bogor. Pencari suaka dampingan JRS Ɵdak perlu lagi diperiksa karena seƟap bulan JRS sudah menyampaikan laporan ke pihak Imigrasi Bogor. Dari pengalaman koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, selain membangun relasi yang baik, JRS Bogor juga bisa mendapatkan informasi tentang isu penƟng berkaitan dengan keamanan para pencari suaka. Sebagai contoh, pihak kepolisian dan imigrasi memberikan informasi daerah-daerah di Jawa Barat yang rentan konflik sehingga kurang kondusif untuk menjadi tempat Ɵnggal para pencari suaka. Kantor Imigrasi Bogor pun beberapa kali berkontak dengan JRS tentang pencari suaka yang datang dan meminta bantuan. Pun sewaktu ada pencari suaka atau pengungsi dampingan JRS Bogor yang mendatangi pihak Imigrasi Bogor untuk menyerahkan diri ke Rumah Detensi Imigrasi, pihak imigrasi berkoordinasi dengan JRS Bogor lebih dulu. Sementara itu, Unit Pengawasan Orang Asing (POA) Polres Bogor mengharapkan bahwa koordinasi selalu terjalin. Mereka mengutamakan keamanan setempat yang tetap terjaga terkait dengan keberadaan pencari suaka dan pengungsi. Masalah keamanan merupakan tanggung jawab bersama sehingga penƟng untuk mengetahui kegiatan JRS di lapangan. Kantor Kesbangpol menyampaikan bahwa keberadaan JRS di Bogor dan ruƟnitas pengumpulan laporan membantu pengawasan terhadap pencari suaka dan pengungsi. JRS Bogor belajar bahwa kesempatan bertatap muka, bercakap-cakap, menyerahkan laporan, dan update informasi bulanan menjadi kesempatan penemanan pada lembaga pemerintahan. Perlahan, JRS berusaha membangun perhaƟan dan kesadaran akan isu perlindungan terhadap pengungsi di Bogor. 59
Advokasi di tengah Masyarakat Setempat Pencari suaka dan pengungsi urban Ɵnggal di tengah masyarakat setempat. Karena itu, selain komunikasi dengan lembaga pemerintah di Bogor, JRS membangun relasi yang baik pula dengan masyarakat setempat. Bentuk komunikasi yang diusahakan JRS adalah berkunjung ke rumah pemilik kontrakan pencari suaka dampingan JRS, berbincang bersama warga di warung kopi, memperkenalkan lembaga JRS pada masyarakat, dan berjumpa dengan Ketua RT atau pemuka masyarakat setempat. Merekalah yang seƟap hari berjumpa dan hidup berdampingan dalam keseharian dengan pencari suaka dan pengungsi. Lebih khusus lagi, para pemilik rumah kontrakan selalu berkomunikasi dengan pencari suaka dan pengungsi dalam urusan sewa dan pembayaran rumah seƟap bulannya. Jika terjadi sesuatu pada pencari suaka dampingan JRS, mereka pun dapat segera menghubungi JRS tanpa rasa segan. JRS memandang bahwa masyarakat setempat memiliki andil penƟng sebagai pemangku kepenƟngan yang berpotensi memberikan perlindungan pertama bagi pencari suaka dan pengungsi di sekitar mereka. Sebuah fenomena menarik ditemukan JRS di area Kampung Muara, Megamendung, mengenai hubungan antara seorang pencari suaka asal Somalia dan masyarakat lokal. Situasi ini menjadi contoh inisiaƟf kecil masyarakat setempat untuk mengurangi kerentanan pencari suaka dan meningkatkan kualitas perlindungan selama mereka berada di Indonesia. Nooremudin, pencari suaka asal Somalia ini sangat fasih berbahasa Indonesia. Sehari-hari Noorem Ɵdur di pos keamanan lingkungan desa setempat. Penduduk setempat mengenal Noorem sebagai pribadi yang baik, ramah, dan mudah bergaul. Terjalinlah relasi yang baik antara Noorem dan masyarakat Kampung Muara. Mereka bahkan memasƟkan Noorem bisa makan Ɵga kali sehari, membelikan kebutuhan harian, dan membawa dia ke puskesmas atau klinik jika sakit. Noorem pun senang Ɵnggal di Kampung Muara. Dia siap sedia menolong warga sekitar jika membutuhkan bantuan, seperƟ membantu sebagai pekerja bangunan, menjaga warung makan, atau mengatur lalu-lintas mobil dan motor yang melintasi jembatan kayu desa itu. Penduduk setempat pun perlahan paham situasi Noorem sebagai pencari suaka yang hidup dalam penanƟan beberapa tahun untuk menunggu kepasƟan wawancara dan hasilnya dari UNHCR. “Warga sekitar sini sudah seperƟ keluarga saya. Mereka baik semua kepada saya. Mereka beri makan, minum, dan kadang rokok atau pulsa,” jelas Noorem dalam raut wajah gembira. Daya dukung sederhana semacam inilah yang JRS harapkan dapat makin bertumbuh di kalangan masyarakat setempat di Bogor.
60
Tinjauan tengah tahun Suaka tahun 2013
Suaka JRS menyadari bahwa advokasi bagi pencari suaka dan pengungsi Ɵdak bisa dilakukan sendirian. Kolaborasi dalam jejaring untuk membangun upaya pembelaan yang kuat demi hak-hak dasar pencari suaka dan pengungsi mutlak dilakukan. JRS berperan akƟf dalam pertumbuhan sebuah Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Pengungsi bernama “Suaka”. KeƟka JRS mulai menjalin komunikasi dengan sejumlah organisasi yang memperjuangkan hak asasi manusia dan keadilan pada tahun 2009, disadari bahwa isu pencari suaka dan pengungsi masih merupakan hal baru bagi kebanyakan organisasi masyarakat sipil. Secara khusus, yang menjadi keprihaƟnan JRS adalah makin banyaknya pencari suaka dan pengungsi yang ditahan dalam jangka waktu yang panjang dalam kondisi yang memprihaƟnkan, tanpa ada cara untuk mencegah prakƟk pendetensian tersebut. Terdamparnya perahu pencari suaka di Aceh dan Pelabuhan Merak membuka mata kesadaran, melahirkan pertanyaan-pertanyaan reflekƟf, memberi tantangan, serta melahirkan kesediaan sejumlah lembaga untuk turut menjawab tantangan tersebut. Secara khusus pemberitaan media tentang pengungsi sebagai imigran gelap dengan menguƟp pernyataanpernyataan pejabat pemerintah menggarisbawahi kebutuhan akan suara alternaƟf bagi hak-hak pengungsi dan narasumber yang dapat menyuguhkan perspekƟf yang berlandaskan penghormatan akan hak asasi manusia. Kemudian, pertemuan-pertemuan awal melibatkan Human Rights Working Group (HRWG), YLBHI, dan LBH Jakarta, serta pribadi-pribadi seperƟ Eny Soeprapto dan organisasi seperƟ Yayasan Pulih. Pada pertemuan ini, menjadi jelas bahwa masalah hak para pencari suaka dan pengungsi belum menjadi agenda pemantauan lembaga-lembaga pembela hak asasi manusia. 61
Pertemuan pengembangan visi dan misi Suaka tahun 2013
Pertemuan tahunan APRRN (Asia Pacific Refugee Rights Network) menghimpun pula lembaga-lembaga kemanusiaan dari Indonesia dan menjadi ajang pembelajaran atas konteks dan upaya advokasi yang dikerjakan di negara lain. Pada Januari 2010, sejumlah pribadi bertemu di Jakarta untuk merancang rencana kerja yang melipuƟ: pertama, peningkatan kapasitas untuk melakukan liƟgasi bagi pencari suaka, termasuk memberikan nasihat hukum dan penemanan selama proses RSD, beserta upaya tanggap darurat dan topik-topik yang berkaitan dengan respon kemanusiaan dan akƟvitas psikososial. JRS menyelenggarakan lokakarya tentang hak pengungsi dalam liƟgasi pada tahun yang sama. Kedua, pendekatan terhadap UNHCR untuk mengadakan diskusi kelompok terfokus tentang situasi pengungsi dan strategi advokasi yang mungkin dilakukan. Ke ga, merancang seminar bagi para wartawan, walaupun belum terlaksana. Namun, anggota kelompok kerja telah membuat sejumlah pernyataan pers dan tulisan singkat untuk media. Keempat, memetakan langkah-langkah untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk meraƟfikasi Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, termasuk menyediakan tulisan akademis yang menganalisis dampak raƟfikasi tersebut dan menyusun draŌ Rancangan Undang-Undang sebagai implementasi dari Konvensi tersebut. JRS terus menyelenggarakan pelaƟhan tahunan mengenai hak-hak pengungsi dan bagaimana memberikan nasihat hukum kepada pencari 62
suaka selama proses RSD. Pada 2012, sejumlah pengacara dan paralegal kemudian memutuskan untuk membentuk sebuah jaringan bernama “Suaka” yang diharapkan membuat mereka mampu bersuara lebih kuat untuk membela pencari suaka dan pengungsi. Advokasi Ɵngkat Ɵnggi yang pertama kali dibuat adalah menyampaikan rancangan awal SOP mengenai pencari suaka dan pengungsi kepada Menteri Luar Negeri RI. Dalam kemitraan dengan Komnas HAM, diadakan diskusi meja bundar mengenai pencari suaka Rohingya. Komnas HAM juga memaparkan tulisan akademis dan draŌ Rancangan Undang-Undang untuk meraƟfikasi Konvensi tentang Status Pengungsi yang ditujukan kepada pemerintah. Sejak 2012, sejumlah pengacara dari LBH Jakarta dan HRWG mulai memberikan nasihat hukum kepada pencari suaka selama proses RSD dan berƟndak sebagai penasihat hukum atau mediator bagi pencari suaka dan pengungsi yang menjadi korban Ɵndak kejahatan atau yang menghadapi tuntutan hukum. Jaringan ini bertumbuh dari minat dan komitmen sukarela (pro bono) pribadi-pribadi terhadap isu pencari suaka dan pengungsi. Pada saat mengundang para diplomat untuk memberikan uraian tentang pencari usaka dan pengungsi di HRWG Jakarta, jaringan Suaka melakukan lobi untuk proses pemukiman pengungsi ke negara keƟga (rese lement). Pada tahuntahun berikutnya, dua negara mulai memukimkan pengungsi dari Indonesia. Suaka kemudian memutuskan untuk membuat jaringan tersebut menjadi lebih formal dengan membentuk sekretariat dan menata mekanisme kerja. Jaringan didukung oleh orang-orang yang melakukan magang dan relawan yang berpengalaman dalam bidang kemanusiaan dan pengembangan organisasi. Suaka telah mendapatkan badan hukum sebagai perkumpulan pada 2015 dan saat ini menghadapi tantangan untuk mencari dukungan pendanaan untuk meningkatkan profesionalitas kinerja. Semenjak dini, JRS berperan untuk mendukung jaringan Suaka dengan membagikan informasi dan pemetaan masalah dari lapangan, serta membantu mempersiapkan rancangan program yang realisƟs. Sebagai jaringan relawan yang cair, Suaka mengandalkan kelompok-kelompok kerja yang menjalankan rencana dan sasaran kerja tahunan. JRS membantu Suaka dalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan pokok seperƟ pertemuan untuk perencanaan strategis, pengembangan visi dan misi, serta Ɵnjauan 6 bulanan dan tahunan. Peran mengumpulkan, memberdayakan, dan mendampingi pribadi-pribadi yang memiliki minat dan komitmen pembelaan terhadap hak-hak pengungsi menjadi Ɵga unsur pokok yang menjamin keberhasilan bertumbuhnya jaringan Suaka.
63
KESIMPULAN Keputusan JRS untuk tetap hadir di Cisarua adalah sebentuk komitmen untuk turut menghidupi sejumlah tegangan yang bisa jadi kreaƟf (crea ve tensions). Sementara belum ada payung hukum dari pemerintah pusat dan daerah yang memberikan perlindungan terhadap pencari suaka dan pengungsi (refugee) di Indonesia, hak asasi, keamanan, serta akses mereka pada pemenuhan kebutuhan dasar tetap akan ada pada ranah survival. Masa tunggu yang semakin lama dalam proses RSD maupun rese lement dapat menambah Ɵngkat kerentanan mereka. KeƟka pencari suaka dan pengungsi Ɵdak memiliki hak untuk bekerja di Indonesia, dukungan tempat Ɵnggal, makan-minum sehari-hari, dan bantuan kesehatan amat mereka perlukan untuk bertahan hidup. Karena itu, saat-saat perjumpaan dengan pencari suaka dan rumusan kriteria tentang kerentanan membantu JRS untuk mengelola sumberdaya yang terbatas, khususnya bagi mereka yang paling rentan dan yang belum didukung oleh siapapun. Informasi dan masukan tentang hak dan kewajiban pencari suaka dan pengungsi, budaya lokal, dan proses yang perlu mereka tempuh dengan UNHCR merupakan bentuk pelayanan yang strategis. Dengan layanan tersebut, mereka Ɵdak hanya mendapatkan informasi yang memadai, namun juga mendapatkan dasar untuk hidup dalam pengharapan yang sesuai dengan kenyataan. Keputusan JRS untuk membentuk Ɵm pelayanan legal (legal service) yang dapat menyediakan sesi informasi dan konsultasi individual terhadap pencari suaka adalah hasil dari begitu banyak informasi yang ditanyakan oleh para pencari suaka dan pengungsi pada masa sebelumnya. Tim tersebut menjamin bahwa masukan yang disampaikan benar-benar bermutu dan standar eƟs dalam pelayanan sungguh diperhaƟkan. Komunitas pengungsi memiliki ketangguhan dan beragam potensi posiƟf. Meskipun dilarang bekerja dan Ɵdak memiliki akses pada pendidikan formal, mereka Ɵdak menyerah begitu saja. PelaƟhan bagi penerjemah dan pelaƟhan keterampilan mengajar ternyata makin menggerakkan inisiaƟf untuk menciptakan kelompok penerjemah dan mengelola akƟvitas di JRS Learning Centre. Dukungan pelaƟhan menjadi ruang belajar yang memberi daya dorong bagi pencari suaka dan pengungsi untuk berbagi dan memberdayakan komunitas mereka sendiri. Mereka bukan penerima pasif program pelaƟhan atau bantuan; mereka adalah pelaku akƟf pemberdayaan. Untuk meningkatkan kualitas semangat berbagi tersebut, JRS melakukan seleksi yang cermat atas talenta para pencari suaka dan 64
Lukisan hasil karya pengungsi anak-anak
pengungsi, mencari trainer yang berkualitas, dan memupuk semangat keterbukaan untuk saling belajar Ɵada henƟ. Suaka menjadi wadah bagi JRS untuk membangun kolaborasi dengan para pemerhaƟ pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Semenjak lahirnya Suaka, JRS dan teman-teman dalam Suaka menyadari bahwa jaringan relawan yang memberikan layanan pendampingan hukum bagi pencari suaka dan pengungsi merupakan wacana baru yang perlu dihidupi dengan segala keahlian dan sumberdaya yang dimiliki Ɵap anggota. Gerak tumbuh Suaka juga ditopang oleh peningkatan kapasitas dan pelaƟhan oleh para mentor yang memiliki komitmen Ɵnggi bagi tumbuhnya sebuah Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Pengungsi. Rencana kerja dengan sasaran, indikator, dan akƟvitas yang jelas, serta rasa memiliki anggota terhadap jaringan, memupuk perkembangan Suaka. Visi bersama dirumuskan agar jaringan dapat memusatkan prioritas perhaƟan secara realisƟs dan mampu mencapainya. JRS juga membangun kolaborasi dengan imigrasi, UNHCR, CWS, dan IOM untuk mengupayakan agar para pencari suaka dan pengungsi dapat memperoleh akses bantuan, selain yang dapat diberikan oleh JRS. Dalam keterbukaan untuk mendengarkan dan belajar dari perspekƟf serta tantangan yang dialami oleh lembaga-lembaga partner tersebut, JRS kemudian mendapatkan gambar yang lebih terang tentang prioritas seƟap lembaga. Atmosfer komunikasi yang terbuka tersebut juga memudahkan JRS untuk melakukan klarifikasi atas kesalahpahaman yang dapat muncul atau menyampaikan usulan solusi atas masalah bersama yang sedang dihadapi. Komunikasi dan kolaborasi juga dijalin dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat serta para tetangga para pencari suaka dan pengungsi. Mereka 65
inilah yang mengisi celah-celah keƟadaan payung perlindungan dengan kebijaksanaan lokal. Cisarua yang nota bene adalah locus turisme, membagikan hospitalitas yang memandang pencari suaka dan pengungsi sebagai sesama manusia yang berbeda dan sedang prihaƟn. Keramahan lokal tersebut menjadi garda depan perlindungan terhadap para pencari suaka dan pengungsi, terutama bila muncul perisƟwa penolakan dari sebagian unsur masyarakat, seperƟ yang pernah terjadi pada 2012. Hospitalitas tersebut sedikit demi sedikit membuka ruang-ruang perjumpaan dalam keseharian sehingga pencari suaka dan pengungsi Ɵdak lagi menjadi sekumpulan orang yang terasing di tengah masyarakat. Dalam perjumpaan, ada dorongan untuk belajar saling menerima dan berbagi kekayaan yang ada di balik perbedaan cara hidup. Sumbangan pencari suaka dan pengungsi terhadap ekonomi mikro Cisarua, dari akƟvitas belanja sampai menyewa rumah penduduk setempat, adalah salah satu langkah bagi perjumpaan-perjumpaan lanjut yang makin humanis. Buah penemanan, pelayanan, dan pembelaan JRS bagi pencari suaka dan pengungsi Ɵdak dapat dipeƟk dalam jangka pendek. “Keberhasilan” pengungsi untuk mendapatkan solusi berdaya tahan atas masalah pengungsiannya tergantung dari banyak faktor dan kebijakan para pemangku kepenƟngan di pelbagai Ɵngkat. Kehadiran yang bersifat langsung dan personal di antara mereka yang paling rentan seƟdaknya menjadi pernyataan solidaritas dan belarasa yang turut mengobarkan nyala harapan agar mereka tetap tangguh melanjutkan proses panjang menuju hidup yang lebih bebas dan bermartabat. Tentu saja, senanƟasa menjadi pertanyaan reflekƟf: bagaimana kehadiran dan bantuan JRS dapat makin memberdayakan komunitas pencari suaka dan pengungsi. JRS Bogor hadir di tengah tanda-tanda keprihaƟnan dan harapan yang dialami oleh lebih dari 2.000 pencari suaka dan pengungsi yang ada di Kabupaten Bogor. JRS menyaksikan bahwa secara sederhana, masyarakat setempat belajar banyak untuk mengenal fenomena global tentang perpindahan paksa saat ini dan mengambil keputusan untuk menerima pengungsi. Dalam apresiasi terhadap kearifan lokal dan daya resiliensi komunitas pengungsi, cara hidup mandiri para pencari suaka dan pengungsi urban Cisarua dapat dipromosikan sebagai salah satu model alternaƟf dari penahanan pengungsi di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Model Cisarua menyediakan wahana kebebasan hidup yang lebih luas bila dibandingkan dengan ruang terbatas Rudenim. Oleh karena itu, lembagalembaga penyedia layanan perlu kembali hadir bersama JRS di Cisarua untuk mendukung pemberdayaan komunitas pengungsi dan turut merawat koeksitensi antara komunitas pengungsi dan warga masyarakat nan budiman. 66
Jika Anda tergerak untuk mendukung pelayanan kami, Anda dapat memberikan donasi melalui: Nama Bank: BCA (Bank Central Asia) Alamat Bank: Jl. Jendral Sudirman Yogyakarta Indonesia Rekening Atas Nama: Yayasan JRS Indonesia Type Rekening: Tahapan Nomor Rekening: 037 333 2001 Kode Bank (Jika diperlukan): #CENAIDJA# Terima kasih atas dukungan Anda untuk membantu Pengungsi di Indonesia
Jesuit Refugee Service Indonesia accompany - serve - advocate