DOKTER PRAKTIK TANPA HUKUM? ... By Sutara
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Dokter dan dokter gigi adalah profesi yang melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Dokter adalah sebuah profesi yang dalam menjalankan profesinya berinteraksi dengan pasien di bidang yang secara material tidak ada definisi yang jelas. Karena bila berorientasi pada jasa, maka dokter tidak bisa disamakan walaupun dengan tukang cukur presiden sekalipun. Tapi yang lebih mendasari interaksi sosial keharmonisan antara dokter dan pasien hanyalah kepercayaan. Walaupun oleh kalangan di luar profesi kedokteran masih ada anggapan bahwa profesi kedokteran masih bersifat tertutup (conspiracy silence). Aspek hukum yang berlakupun sehingga bersifat eksklusif dikalangan profesi kedokteran sendiri, begitu pula interaksi komunikasi verbal banyak sekali kosa kata yang tidak bisa difahami oleh masyarakat secara umum dan ini bila untuk bisa difahami harus ada penjelasan yang cukup. Masih ada rasa enggan dari para dokter untuk mengungkapkan secara objektif jika terdapat kesalahan yang dilakukan oleh teman sejawatnya. Apalagi kalau sudah terjadi justification and rationalization dari kosa kata atau istilah-istilah yang dipakai sehingga pengertian yang tadinya sudah jelas sekarang menjadi kabur dan samar tidak sesuai dengan tindakannya. Menjadi pengertian yang dengan mudah bisa ditarik-tarik (rekbare begrippen) dan dibuat multitafsir tergantung dari orientasi tafsirannya sehingga artinya menjadi semakin tidak jelas lagi (Abortus menjadi menstrual regulation atau yang lebih dikenal dengan “MR”) Tindakan malpraktek (kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama); tentunya tidak boleh kita segera mengadakan generalisasi terhadap tindakan beberapa oknum saja. Lagi pula apabila suatu tindakan medik tidak berhasil, atau bahkan berakibat fatal, maka tidaklah berarti bahwa dokter itu telah berbuat lalai atau salah. Masih harus diteliti dahulu secara kasuistis. Harus diteliti apakah memang terdapat hubungan kausal antara tindakan atau non tindakan dengan kerugian yang diderita pasien. Apakah memang benar terdapat kelalaian pada pihak dokternya. Apakah pasien itu sendiri tidak turut bersalah (contributory negligence), misalnya tidak mentaati instruksi atau larangan dokternya sehingga bertambah buruk keadaan penyakitnya.
Terdapatnya kelalaian tidak dengan begitu saja dapat disimpulkan berdasarkan berdasarkan kondisi pasien yang bertambah buruk atau bahkan juga sampai meninggal. Karena seorang dokter hanya berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasiennya (inspanningsverntenis). Dokter sama sekali tidak bisa menjamin akan diperoleh hasil atau kesembuhan pasien (resultaat) sebagaimana apa yang diharapkan. Asalkan tentunya dokter itu sudah bekerja secara lege artis, menurut cara dan kebiasaan yang wajar dan lazim dilakukan di dalam dunia medik. Hubungan antara pasien dan dokter merupakan suatu perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medik atau upaya penyembuhan, yang dikenal dengan transaksi inspnningverbintenis, yaitu suatu perikatan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan usaha keras (met zorg en inspanning). Pada dasarnya transaksi terapeutik ini bertumpu pada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar manusia, yaitu hak untuk menentukan nasibnya sendiri (the right to self determination) dan hak atas informasi (the right of information) Penyelenggaraan praktik kedokteraan yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktrik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat. Tujuan dari hukum yaitu untuk mengatur tata tertib dan tentramnya pergaulan hidup dalam masyarakat. Subyek hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dimana didalamnya terdiri dari manusia dan badan hukum atau institusi. Kasus yang sempat terjadi di salah satu Rumah sakit swasta di Jawa Tengah dimana keluarga pasien sedang menunggu familinya dirawat di salah satu ruang perawatan, secara tidak sengaja keluarga pasien ini kejatuhan tabung oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya luka, maka subeyek hukum yang menjadi tuntutan adalah rumah sakit secara kelembagaan. Sedangkan obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum. Dimana dalam perkembangannnya penafsiaran subyek hukum terhadap obyek hukum sangat di pengaruhi oleh aspek-aspek kebutuhan penguasa, kekuatan dalam legislatif, dan lemahnya control dari masyarakat terhadap berlakunya hukum itu sendiri. Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman budaya, wilayah yang luas serta tersekat oleh laut dan hutan yang mungkin tidak mendapat porsi serta sebaran yang sama dalam kontek definisi tentang subyek dan obyek hukum, maka walaupun secara sistem hukum
memakai Sistim Kontinental (hukum yang berlaku terutama ditetapkan melalui peraturaan perundang-undangan yang tertulis, namun pada apilikasinya dengan alasan tersebut di atas, apilikasi tentang Sistem Anglo Saxon masih merupakan suatu solusi yang efektif di tengahtengah masyarakat. Penduduk Indonesia yang bermukim di daerah pedalaman dimana pengaksesan sebuah informasi menjadi suatu hambatan besar, biasanya cara penyelesaian kasus-kasus hukum diantara mereka lebih pada nilai-nilai daerah yang muncul yang menjadi tradisi sekaligus kebiasaan yang sudah menjadi kearifan daerah masyarakat itu berada (kearifan lokal). Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber – sumber hukum lainnya. Hukum kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan, yaitu, yang menyangkut asuhan atau pelayanan kedokteran (medical care/sevice) Jadi sangatlah tidak mungkin bila dokter sebagai profesi di dalam menjalankan kegiatan profesinya sebagai pemberi pelayanan kesehatan tidak dilandasi oleh norma-norma hukum. Karena profesi kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Dan karena hukum itu pulalah seorang dokter dalam menjalankan profesinya dapat memberikan perlindungan yang optimal kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, juga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Sistem Hukum Kontinental Hukum yang berlaku terutama ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan yang tertulis. Sistem hukum ini banyak dianut oleh negara Indonesia, Belanda, Prancis dan lainnya. Negara Indonesia adalah negara hukum, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 Bab 1 pasal 1. Oleh karena itu hubungan antara dokter dan pasien maupun hubungan dokter dengan negara diatur dengan kaidah-kaidah hukum. Perkembangan zaman yang menyebabkan hubungan antara dokter dan pasien semakin kompleks, sehingga hukum untuk menaunginya pun lebih kompleks. Tuntutan pasien terhadap dokter-nya tidak hanya sebatas pelayanan kesehatan yang pasien terima sebagai suatu bentuk ikhtiar optimal dari seorang dokter, namum lebih dari itu kemampuan serta tangan seorang dokter menjadi suatu taruhan seolah tangan dewa yang harus mampu mewujudkan impian pasien yang tidak mudah terujud dalam waktu sekejap. Kebutuhan pasien sangat maksimal dari dokter dan dokter gigi, ingin cantik dengan cara instan (operasi plastik), ingin gigi rapih (pasang bechel). Ini butuh cost yang sangat
mahal sudah barang tentu tuntutan akan keberhasilan suatu usaha menjadi jaminan karena juga sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga dalam perjalanannya untuk melindungi dokter atas ikhtiarnya dan perlindungan hukum terhadap pasien atas kekeliruan dari dokter; dibutuhkan banyak hukum yang mengatur dan menata. Kita kenal hukum kesehatan dan bagian-bagiannya yaitu seperti hukum kedokteran, hukum rumah sakit dan lainnya. Sebelum seorang dokter dan dokter gigi menjalankan tugas profesinya sudah berikrar bahwa jalan untuk menjalankan profesinya melalui landasan hukum, seperti yang tertera pada sumpah atau janji pada ayat (1) yang berbunyi “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia”, “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugs dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggungjawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara” Sistem Hukum Anglo Saxon Hukum yang terutama terbentuk dari kebiasaan (common law) yang berkembang dan menjadi luas pemakaiannya melalui keputusan Hakim (yurisprudensia). Sistem hukum ini banyak dianut di negara seperti Amerika, Inggris, Singapura dan lainnya. Sejarah perkembangan dunia medis atau kedokteran hampir seusia dengan perkembangan manusia itu sendiri. Dalam berbagai generasi dan eranya profesi ini sejalan dengan orientasi dan olah pikir manusia pada masanya, seperti kita kenal dengan etik kedokteran masa Hammurabi pada masa dunia kesehatan kuno. Pada saat ilmu kedokteran modern pun kita mencatat nama-nama besar dalam dunia medis, seperti Ibnu shina (Avicena), Aristoteles, Immanuel Kant dan lainnya. Pada eranya profesi yang semisal dokter, apakah thobib, dukun, ahlull hikmah dan sebagainya menjadi bagian dari solusi untuk menjawab permasalahan kesehatan atau penyakit yang diderita oleh masyarakatnya. Sudah barang pasti kejahatan, kesalahan, kelalaian sudah ada sejak manusia itu sendiri ada di muka bumi. Prilaku atau tindakan yang bersifat negatif yang didasari rasa emosi dari pelaku semisal dokter pun saat itu sudah pasti ada. Dan pertanyaannya apakah saat itu menjadi suatu yang halal bila profesi semisal dokter dengan seenaknya berbuat suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain bahkan sampai meninggal sekalipun. Tentu tidak karena kejahatan dan kebaikan ibarat dua sisi koin yang selalu bersebelahan tetapi tetap ada dalam satu kesatuan. Maka aturan, etika, traktak, atau hukum juga sudah barang tentu sudah ada saat itu. Hanya barangkali dalam perkembangannya pranata hukum berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tututan zaman. Dimasanya aturan atau hukum
cukuplah terbentuk dari wadah yang teraspirasi dari kearifan lokal, budaya, tradisi dan dogma-dogma ketua adat, suku, dan lainnya. Jadi sangatlah naif atau tidak mungkin dokter dan dokter gigi dalam menjalankan profesinya tidak memakai hukum, oleh karena sesuai dengan kemandiriannya sebagai profesi dia akan optimal dalam menjalankan tugas profesi, karena apa dilakukannya diatur oleh aturan atau hukum dan berjalan diatas aturan atau hukum itu sendiri, sehingga bila suatu ketika terjadi kasus yang mengandung unsur malpraktek sekalipun masih punya perlindungan terhadap hukum baik dilihat dari sisi dokter dan dokter gigi juga dari sisi pasien sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan penerima pelayanan kesehatan.