Widyariset | Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96 - 105
Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei Hibrid Baru untuk Meningkatkan Produktivitas Persutraan Alam Adaptation Test of Mulberry’s Five New Hybrids to Improve Natural Silk Productivity Lincah Andadari,1 Rosita Dewi,2 dan Sugeng Pudjiono3 1-2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Jl. Gunung Batu 5 Bogor. 3 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. 1 e-mail:
[email protected] ARTICLE INFO
abstract
Article history Received date: 12 November 2015 Received in revised form date: 25 Agustus 2016 Accepted date: 22 September 2016 Available online date: 30 November 2016
One of the problems faced by silk production in Indonesia is low productivity of mulberry that is currently planted by the farmers. Therefore, it is necessary to develop new hybrid of mulberries that have a higher leaves production. Before the new hybrid of mulberry can be cultivated by farmers, the new hybrid plant should be tested first. Adaptation test is required to view genetic response of the plant with the environment in which mulberry grows. The purpose of this study is conducting adaptation test of mulberry’s five types new hybrid to measure the growth and the productivity of plants. Adaptation test research of mulberry’s five new hybrids has been conducted from 2012 until 2014 in Cipeuteuy Village, Sub District Kabandungan, District of Sukabumi. This research used randomized block design method with six treatments and three replications. The results showed that two types of hybrid mulberry showed high percentage growth on average 99%. The use of hybrid mulberry Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 in natural silk production can increase 59,60 % of productivity, while Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 can increase 47,83% of productivity. Two types of hybrid mulberry, Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 and Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 have excellent potential in silkworm feed productivity development. Keywords: Adaptation test, Hybrid mulberry, Leaves production, Productivity
Kata kunci:
abstrak
Uji adaptasi Murbei hibrid Produksi daun Produktivitas
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh produksi sutra di Indonesia adalah masih rendahnya produktivitas tanaman murbei yang saat ini ditanam oleh petani. Oleh karena itu perlu dikembangkan tanaman murbei unggulan yang memiliki produksi daun yang tinggi. Sebelum tanaman murbei unggulan dapat dibudidayakan oleh petani, tanaman murbei hibrid baru harus diuji adaptasi terlebih dahulu. Uji adaptasi diperlukan untuk melihat respon genetik tanaman terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Tujuan penelitian uji adaptasi ini adalah melakukan pengujian di lapangan terhadap lima jenis tanaman hibrid murbei baru untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tanamannya. Pada penelitian ini, dilakukan uji adaptasi terhadap lima jenis tanaman murbei hibrid baru dari tahun 2012 sampai tahun 2014. Penelitian ini berlokasi di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan enam perlakuan dan masing-masing perlakuan mempunyai tiga ulangan. Hasil pengamatan pertumbuhan menunjukkan dua jenis murbei hibrid menunjukkan persentase tumbuh yang tinggi, yaitu rata-rata 99%. Pemanfaatan tanaman hibrid Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 dapat meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 59,60% dan Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 dapat meningkatkan produktivitas sebesar 47,83%. Kedua jenis murbei hibrid, Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 dan Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 memiliki potensi yang sangat baik untuk pengembangan produktivitas pakan ulat sutra. © 2016 Widyariset. All rights reserved
DOI
Lincah Andadari, dkk. | Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei...
PENDAHULUAN Persutraan alam merupakan kegiatan agroindustri dengan rangkaian kegiatan yang meliputi penanaman murbei, pembibitan ulat sutra, pemeliharaan ulat sutra, pengolahan kokon, pemintalan, dan pertenunan. Sutra alam merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu dan menjadi unggulan dalam program perhutanan sosial. Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu lokasi eks-sentra persutraan alam nasional yang pada tahun 1989 memiliki kebun murbei dan usaha persutraan alam seluas 200 hektar. Usaha persutraan alam pada tahun 1989-1991 mampu memproduksi kokon sutra berkualitas baik dan dapat diekspor ke Korea Selatan serta berhasil menarik investor untuk membangun pabrik pemintalan sutra alam modern di Indonesia (Atmosoedarjo et al. 2000). Akan tetapi, saat ini kegiatan persutraan alam di Kabupaten Sukabumi sudah berkurang. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh petani adalah berkurangnya produktivitas daun murbei. Padahal kualitas daun murbei sebagai pakan ulat sutra sangat menentukan produksi kokon dan benang sutra. Keberhasilan usaha persutraan alam, utamanya sangat ditentukan oleh usaha penyediaan daun murbei (Morus sp.) sebagai pakan ulat sutra (Bombyx mori L.) dalam jumlah dengan mutu yang baik (Shimizu and Tajima 1972). Kualitas dan kuantitas daun murbei berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kesehatan ulat sebesar 38%, sehingga sangat menentukan kualitas dan kuantitas kokon dan benang sutra yang dihasilkan (Kaomini 2003; Andadari et al. 2013). Usaha untuk meningkatkan produksi benang sutra dimungkinkan dapat tercapai apabila menggunakan jenis murbei unggul (Nurhaedah and Bisjoe 2013). Untuk mendapatkan hasil sutra alam yang optimal diperlukan jenis tanaman
murbei yang mempunyai daya bertahan hidup tinggi, mudah diperbanyak, tumbuh cepat, dan produksi daun tinggi dengan kualitas yang kaya nutrisi (Dandin and Bongale 1995). Salah satu cara mendapatkan tanaman murbei unggulan adalah dengan penyilangan tanaman murbei (Hibridisasi). Hibridisasi dilakukan melalui silangan antara dua induk yang diharapkan dapat menghasilkan varietas baru hasil persilangan yang memiliki sifat unggul (Nursyamsi 2012; Pudjiono and Septina 2008). Pada umumnya diketahui bahwa hibridisasi pada tanaman murbei (Morus sp.) memberikan dampak yang meningkat pada produktivitas daun (Pudjiono and Na’iem 2007). Umumnya produktivitas daun tanaman murbei yang ditanam oleh petani di Indonesia sangat rendah, seperti untuk tanaman murbei jenis Morus nigra produktivitas tanamannya hanya sebanyak delapan ton/ha/th (Sulthoni 1991; Sudomo, Pudjiono, and Na’iem 2007), tetapi memberikan hasil yang berbeda ketika dilakukan pemuliaan tanaman dengan menyilangkan tanaman murbei jenis Morus nigra dengan tanaman murbei jenis Morus indica, dimana menjadi tanaman murbei hibrid Morus nigra x Morus indica produktivitasnya naik menjadi 23 ton/ha/th (Santoso and Budisantoso 1999). Persilangan tanaman murbei telah banyak dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta yang dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah menghasilkan 50 jenis murbei yang terdiri 16 spesies dan 34 hibrid tanaman murbei (Pudjiono and Na’iem 2005). Pada tahun 2000-2004 (Pudjiono and Na’iem 2005) Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta melakukan uji klon 34 murbei hibrid tersebut di Kabupaten Gunung Kidul dan menghasilkan lima hibrid murbei unggul. 97
Widyariset | Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96 - 105
ini dilaksanakan selama dua tahun, yaitu pada tahun 2012-2014.
Murbei unggul adalah murbei yang memiliki kemampuan produksi daun tinggi sebesar 40-80 ton/ha/th dan resisten terhadap kekeringan, hama penyakit serta mudah untuk dibudidayakan (Atmosoedarjo et al. 2000; Pudjiono 2015). Kelima tanaman murbei unggul tersebut adalah 1) Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.2; 2) Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10; 3) Morus shiwasuguwa x Morus tsukasuguwa X.1; 4) Morus australis x Morus indica; dan 5) Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1. Murbei hibrid tersebut hasil persilangan antara murbei lokal dengan jenis eksotik dari Jepang. Penggunaan Morus cathayana sebagai kontrol (F) yang digunakan pada penelitian ini merupakan kontrol positif. Tanaman murbei jenis Morus cathayana ini ditingkatan petani telah terbukti menghasilkan daun dengan produktivitas tinggi, ukuran daunnya lebar, daunnya tidak mudah layu, dan memiliki kandungan protein yang tinggi (Andadari et al. 2013; Hartati and Umar 2012) sehingga diharapkan hasil uji coba pada skala lapangan dengan penggunaan tanaman murbei hibrid ini mampu memberikan hasil adaptasi yang sama atau lebih tinggi dari kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengujian di lapangan terhadap lima jenis tanaman hibrid murbei baru untuk mengetahui pertumbuhan dan produktivitas tanamannya.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima jenis tanaman murbei hibrid hasil persilangan, yaitu: Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12, Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10, Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1, Morus australis x Morus indica, dan Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1. Penelitian ini juga menggunakan satu jenis tanaman murbei lokal, yaitu Morus cathayana yang digunakan sebagai kontrol (F). Stek diambil dari Kebun Penelitian Persutraan Alam di Dramaga, Bogor. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang, NPK, label tanaman, serta insektisida dan herbisida sebagai bagian dari pemeliharaan tanaman murbei. Adapun dosis yang digunakan untuk insektisida dan herbisida sebanyak 20-30 cc/10 l. Penyemprotan tidak boleh terlalu dekat dengan masa penggunaan daun untuk makanan ulat sutra, paling kurang dilakukan 20 hari sebelum pelaksanaan pemeliharaan ulat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gunting stek, parang, meteran, timbangan, kamera, kertas, dan alat tulis. Metode dan Analisis Data Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan enam jenis murbei dengan tiga kali ulangan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 270 tanaman. Jumlah tanaman murbei setiap ulangan adalah sebanyak 540 tanaman, sehingga jumlah total tanaman murbei dalam penelitian adalah 1620 tanaman. Pada bulan November 2012 dilakukan kegiatan penanaman stek murbei hibrid dengan panjang stek 20-25 cm dan diameter
METODE Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat 700 m dpl yang merupakan kondisi optimum untuk kegiatan usaha persutraan alam. Penelitian 98
Lincah Andadari, dkk. | Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei...
waktu musim hujan pemangkasan dilakukan sebanyak tiga kali dan musim kemarau sebanyak dua kali. Bobot ranting perlu diukur untuk mengetahui perbandingan bobot ranting dan bobot daun per jenis hibrid tanaman. Pengamatan produksi daun dilakukan sebanyak lima kali, yaitu tiga kali pada saat pemangkasan di musim hujan dan dua kali pada saat pemangkasan di musim kemarau.
2-2,5 cm yang terdiri dari 3-4 mata tunas, ditanam dengan jarak tanam 1,2 x 0,8 meter. Kemudian, tanaman diberikan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan dosis pupuk kandang sebanyak 1,5 kg/tanaman (Allo, Anwar, and Sampe 1992). Pertumbuhan Tanaman Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur enam bulan. Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan menggunakan parameter pertumbuhan meliputi persentase tumbuh, tinggi, dan jumlah daun pada tanaman. Pengukuran produktivitas daun dilakukan pada tiga kali pemangkasan saat musim hujan dan dua kali pemangkasan saat musim kemarau.
Produktivitas Tanaman Produktivitas masing-masing tanaman murbei hibrid diukur melalui perhitungan jumlah bobot daun per tanaman per pangkas selama satu tahun (lima kali pangkas) dikalikan dengan jumlah tanaman per hektar. Asumsi yang digunakan adalah jumlah tanaman murbei per hektar sebanyak 10.000 tanaman sehingga diperoleh nilai produktivitas dari masing-masing tanaman murbei hibrid (ton/ha/th). Data parameter penelitian seperti persentase tumbuh, jumlah daun, bobot daun, bobot ranting, dan bobot daun dengan ranting kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan perangkat lunak SAS versi 9.3.
Produksi Daun Ulat sutra (Bombyx mori) hanya memakan daun murbei (Morus sp.) sebagai pakannya. Agar usaha budidaya ulat sutra berjalan lancar, maka harus disediakan daun murbei secara kontinyu (Hartati and Umar 2012). Pada fase ulat kecil, ulat sutra diberikan pakan daun murbei muda yang diambil dengan cara dipipil (daun tanpa ranting). Pada fase ulat besar, ulat sutra diberi pakan daun murbei yang dipangkas dengan cabangnya (daun dan ranting). Panen daun murbei dilakukan dengan cara pemangkasan cabang-cabangnya yang memungkinkan tanaman tumbuh sepanjang tahun. (Setiadi, Kasno, and Haneda 2011). Pengamatan produksi daun murbei dilakukan ketika tanaman murbei berumur sembilan bulan, pengamatan produksi daun dilakukan selama setahun dengan interval 70 hari. Parameter pengukuran produksi tanaman murbei hibrid dilihat dari bobot daun per tanaman, bobot ranting, dan bobot daun dengan ranting. Pengamatan produksi daun murbei dilakukan pada waktu pemangkasan di musim hujan dan musim kemarau. Pada
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi tanah di lokasi penelitian menunjukkan tekstur liat dengan kandungan bahan organik rendah dan kandungan N total yang rendah. Dengan demikian tanah tempat percobaan memerlukan bahanbahan organik seperti pupuk kandang atau pupuk buatan untuk memperbaiki tanah sehingga tanah akan lebih banyak zat-zat makanan dari dalam tanah yang dapat terserap oleh tanaman. Kegiatan pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali setahun, yaitu pemberian pupuk kandang pada saat penanaman dengan dosis 1,5 kg/tanaman, pemberian pupuk NPK dengan dosis setiap pemupuk99
Widyariset | Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96 - 105
an adalah Urea (7,6 gr/tanaman), TSP (3,5 gr/tanaman), dan KCl (3,5 gr/tanaman) Pemberian pupuk NPK dilakukan sebanyak tiga kali setahun, yaitu pada waktu setelah pemangkasan di musim hujan. Pemberian pupuk kandang rutin diberikan satu tahun sekali untuk menggantikan unsur hara esensial yang hilang dari tanah akibat diserap oleh tanaman, mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman, dan memperbaiki kondisi tanah sehingga perakaran tanaman dapat mudah menyerap unsur hara dengan jumlah yang cukup (Andadari et al. 2013). Tanaman murbei yang baru ditanam tidak akan tahan terhadap kekeringan, sehingga sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Penanaman murbei baru dapat dilakukan pada awal musim penghujan, yaitu di bulan November, karena pada tahun 2012 terdapat musim kemarau yang panjang.
*Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 (A), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 (B), Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1 (C), Morus australis x Morus indica (D), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1 (E), dan Morus cathayana (F) **Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan
Berdasarkan data hasil pertumbuhan tanaman murbei pada Tabel 1, dua jenis tanaman murbei hibrid baru, yaitu jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) dan jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10) menunjukkan persentase tumbuh yang tinggi, yaitu 99%. Nilai persentase tumbuh rata-rata kedua jenis ini sama dengan nilai persentase tumbuh jenis F (Morus cathayana) sebagai kontrol, yaitu sebesar 99%. Nilai persentase tumbuh ini mengindikasikan bahwa sebanyak 99% tanaman jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) dan jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10) memiliki pertumbuhan yang baik dan mampu beradaptasi dengan baik di lokasi penelitian. Tanaman murbei jenis D (Morus shiwasuguwa x Morus tsukasuguwa X.1) dan jenis E (Morus australis x Morus indica) memiliki persentase tumbuh yang sedang dengan nilai rata-rata 95%, sedangkan jenis E (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.I) menunjukkan persentase tumbuh yang paling rendah, yaitu dengan nilai rata-rata 80%. (Tabel 1). Jika dilihat dari parameter jumlah daun serta tinggi tanamannya terdapat dua jenis tanaman murbei hibrid, yaitu jenis C (Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1) dan jenis D (Morus australis x Morus indica) yang memiliki jumlah daun dan tinggi tanaman yang lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis yang lain (Tabel 1).
Pertumbuhan Tanaman Keberhasilan penanaman murbei ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor dari tanaman itu sendiri (genetik) dan faktor dari luar berupa lingkungan yang mendukungnya. Pengukuran pertumbuhan tanaman murbei menjadi sangat penting karena menjadi indikator untuk melihat apakah tanaman mampu hidup pada kondisi lapang (biofisik) yang berbeda. Pengamatan pertumbuhan murbei yang dilakukan pada saat tanaman berumur enam bulan ditampilkan pada Tabel 1. Tabel
1.
Pertumbuhan
enam
jenis
murbei
Kode Jenis Murbei*
Persentase Tumbuh (%)
Tinggi Tanaman (cm)
A
99,00a**
32.28b
14b
B
99,00a
29,27c
15b
C
95,00a
59,70a
19a
D
95,00
a
57,00
18a
E
80,00b
34,71b
11b
F
99,00a
23,83c
13b
a
Jumlah Daun
100
Lincah Andadari, dkk. | Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei...
nya menyebar, dan produktif. Tanaman murbei dipangkas pertama ketika berumur sembilan bulan setelah penanaman dan dipangkas pada ketinggian 50 cm di atas permukaan tanah. Pengamatan produksi daun memperlihatkan bahwa bobot daun per tanaman tertinggi terjadi pada musim hujan (Tabel 2.) yaitu pada jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 12) nilai bobot daun, sebesar 1.076,68 gr, dan tidak berbeda nyata dengan jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 10) dengan bobot daun 1.045,85 gr. Nilai bobot daun pada jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 12) dan jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 10) berbeda nyata dengan jenis C (Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1), jenis D (Morus australis x Morus indica), jenis E (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1), dan jenis F (Morus cathayana).
Pembentukan daun yang cukup baik menyebabkan proses fotosintesa dan lain-lain menjadi lebih baik, sehingga karbohidrat yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Karbohidrat tersebut sebagian dipergunakan untuk pembentukan akar. Pembentukan akar yang baik akan memengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Selain faktor genetik dari tanaman murbei itu sendiri, produksi daun murbei juga dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh (Kaomini 2002) sehingga produksi daun murbei pada musim kemarau dan musim hujan sangat berbeda. Tanaman murbei membutuhkan banyak air dalam proses pertumbuhannya. Pada musim hujan umumnya tanaman murbei lebih cepat tumbuh dan daun yang diproduksinya juga lebih banyak. Produksi Daun Pemangkasan pada tanaman murbei berguna untuk merangsang munculnya tunas baru dan kandungan gizi daun sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan ulat. Ulat kecil memerlukan daun yang lunak yang tumbuh di ujung cabang, sedangkan untuk ulat besar dapat diberikan semua daun murbei (Andadari et al. 2014). Apabila tanaman murbei dibiarkan, pertumbuhannya akan tinggi dengan percabangan yang tidak teratur. Akibatnya, tanaman tidak banyak menghasilkan daun dan sulit untuk dipanen. Pemangkasan sebaiknya segera dilakukan untuk menjaga agar tanaman murbei tidak tumbuh terlalu tinggi. Pemangkasan akan merangsang keluarnya tunas-tunas baru dan produksi daun setiap pohon akan lebih banyak, sehingga ketersediaan daun sebagai pakan ulat sutra akan terjamin (Andadari et al. 2013). Pangkasan pertama bertujuan untuk pembentukan kerangka pohon, sehingga tanaman tidak terlalu tinggi, menghasilkan cabang yang kuat, letaknya teratur, arah-
Tabel 2. Produksi daun enam jenis murbei perpangkas pada musim hujan (umur 9-15 bulan) Kode Jenis Murbei*
Bobot Daun (g/pohon/ pangkas)
Bobot ranting (g/pohon /pangkas)
Bobot daun dan ranting (g/pohon /pangkas)
A
1076,68a**
877,05ab
1953,72a
B
1045,85a
720,01ab
1760,80ab
C
672,66b
630,74b
1314,33b
D
637,72
a
962,50
1600,02ab
E
784,87b
647,13b
1432,00b
F
707,36b
670,88 b
1393,07b
b
*Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 (A), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 (B), Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1 (C), Morus australis x Morus indica (D), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1 (E), Morus cathayana (F) ** Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan
Pengamatan produksi daun pada musim kemarau memperlihatkan bahwa bobot daun per tanaman tertinggi, yaitu 101
Widyariset | Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96 - 105
hibrid jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) dengan bobot daun 1.026,93 gram, nilai ini tidak berbeda nyata dengan jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 10) yang memiliki bobot daun 918,97 gram per tanaman. (Tabel 3.) Nilai bobot daun jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 12) dan B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 10) berbeda nyata dengan jenis C (Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1), jenis D (Morus australis x Morus indica), jenis E (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1), dan jenis F (Morus cathayana).
kemarau, sedangkan untuk jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 10) mengalami penurunan produksi daun sebesar 126,88 gr (12,13%). Nilai perbandingan produksi daun pada musim hujan dan musim kemarau yang tidak kecil terkait dengan kemampuan tanaman hibrid jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) untuk dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan kering /kurang air. Tanaman murbei yang memiliki produktivitas yang tinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau akan membantu petani sutra untuk dapat memberikan pakan ulat sutra sepanjang tahun.
Tabel 3. Produksi daun enam jenis murbei per pangkas pada musim kemarau (umur 18-21 bulan)
Produktivitas Tanaman
Kode Jenis Murbei*
Bobot Daun (g/pohon/ pangkas)
Bobot ranting (g/pohon /pangkas)
Bobot daun dan ranting (g/pohon /pangkas)
A
1026,93a**
726,20a
1764,56a
B
918,97
a
558,20
1530,67ab
C
731,68bc
554,76a
1229,78b
D
510,20d
730,56a
1288,22b
E
476,27
a
554,76
1229,78b
F
622,24cd
568,53a
1223,11b
ab
d
Pelaksanaan pemeliharaan ulat sutra dibagi menjadi dua, yaitu pemeliharaan ulat kecil dan pemeliharaan ulat besar. Pengurusan ulat yang baru menetas hingga pemberian makan pertama atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah hakitate (Andadari et al. 2013). Pemberian makan pertama (hakitate) adalah berupa rajangan halus daun murbei yang muda (pucuk). Penentuan umur ulat dalam pertumbuhannya tidak dihitung dengan bilangan hari, melainkan dengan istilah tingkat atau instar. Ulat kecil terdiri dari instar I, II, dan III (Andadari et al. 2014). Pada tahapan ulat kecil pemberian pakan dapat berupa daun tanpa ranting (daun yang dipipil). Sedangkan pada waktu ulat besar, yaitu saat ulat memasuki instar IV dan V pemberian pakan dapat diberikan daun dengan ranting (tanpa di pipil). Untuk memelihara satu boks (25.000 ekor ulat) diperlukan 900 kg daun tanpa ranting (Andadari et al. 2013). Berdasarkan hasil pada Tabel 2 dan 3, apabila dikonversi ke dalam 1 ha yang terdiri dari 10.000 tanaman (jarak tanam 1 x 1), maka akan dihasilkan murbei dan kokon sebagaimana tercantum pada Tabel 4.
*Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 (A), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 (B), Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1 (C), Morus australis x Morus indica (D), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1 (E), dan Morus cathayana (F) ** Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 produksi daun murbei hibrid jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) pada musim kemarau hanya mengalami penurunan sebesar 49,75 gr (4,62%) apabila dibandingkan dengan produksi daun pada musim hujan. Rendahnya penurunan tersebut menunjukkan bahwa jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) tahan terhadap kekeringan (kondisi kurangnya air) yang terjadi pada musim 102
Lincah Andadari, dkk. | Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei...
Peningkatan produktivitas tanaman murbei akan berdampak pada peningkatan produktivitas pemeliharaan ulat sutra sehingga pemanfaatan tanaman murbei hibrid dapat membantu meningkatkan usaha persutraan alam.
Tabel 4. Perkiraan produksi daun murbei dan produksi kokon dari 1 hektar tanaman per tahun Kode Jenis Murbei*
Produksi daun (ton/ha/th)
Ulat sutra yang dipelihara (boks)**
Produksi kokon (kg)
A
52,35*
58
1740 - 2320
B
48,49
54
1620 - 2160
C
35,42
39
1170 - 1560
D
29,56
33
990 - 1320
E
30,01
33
990 - 1320
F
32,80
36
1080 - 1560
KESIMPULAN Berdasarkan hasil uji adaptasi, empat jenis tanaman murbei hibrid, yaitu A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12), B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10), C (Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1), dan D (Morus australis x Morus indica) mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada lingkungan tempat tumbuhnya, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan awal tanaman dengan parameter persentase tumbuh, tinggi tanaman dan jumlah daunnya. Tanaman murbei hibrid jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) dan B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10) memiliki persentase tumbuh yang tinggi (99%), sedangkan tanaman murbei hibrid jenis C (Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1) dan jenis D (Morus australis x Morus indica) memiliki tinggi tanaman tertinggi dan jumlah daun terbanyak. Apabila dilihat dari produksi daunnya, tanaman murbei hibrid jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) memiliki bobot daun per tanaman tertinggi baik di musim hujan maupun di musim kemarau, dengan produktivitas tanaman sebesar 52,35 ton/ha/th. Jika dibandingkan tanaman kontrol (Morus cathayana) yang memiliki produktivitas tanaman sebesar 32,80 ton/ha/th, maka pemanfaatan tanaman murbei hibrid A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) telah meningkatkan produktivitas tanaman murbei sebesar 59,60%.
*Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12 (A), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.10 (B), Morus shiwasuguwa x Morus tsukasugawa X.1 (C), Morus australis x Morus indica (D), Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.1 (E), dan Morus cathayana (F) **Satu boks ulat sutra memerlukan pakan sebanyak 0,9 ton dan menghasilkan 30 – 40 kg kokon, produksi daun per pohon dalam lima kali pangkas (Andadari et al. 2013).
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan daun jenis A (jumlah tanaman murbei per hektar sebanyak 10.000 tanaman. Hasil perhitungan potensi produksi Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) dapat mencapai 52,35 ton/ha/th dan jenis B (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV. 10) mencapai 48,49 ton/ha/th, kedua jenis murbei hibrid ini memiliki produksi daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, yaitu produksi daun jenis F (Morus cathayana) sebagai kontrol yang memiliki produksi daun sebesar 32,80 ton/ha/th. Jika diproyeksikan di dalam pemeliharaan persutraan alam, penggunaan tanaman murbei jenis A (Morus cathayana x Morus amakusaguwa IV.12) yang memiliki produksi daun sebanyak 52,35 ton/ha/th dapat memberi makan 58 boks ulat sutra dan berpotensi menghasilkan produksi kokon sebesar 1740-2320 kg/ th dengan asumsi jumlah produksi kokon 30-40 kg/boks (Andadari et al. 2013).
103
Widyariset | Vol. 2 No. 2 (2016) Hlm. 96 - 105
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Peneliti dan Teknisi di Laboratorium Persutraan Alam yang telah bekerja sama dalam penelitian ini. Terima kasih juga kami tujukan untuk Dr. Puspita Lisdiyanti, M. Agr. Chem. atas bimbingan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
Kaomini, M. 2002. “Pedoman Teknis Pemeliharaan Ulat Sutera.” Bandung. ———. 2003. “Pedoman Teknis Pemeliharaan Ulat Sutera.” Bandung. Nurhaedah, M, and Achmad Rizal H. Bisjoe. 2013. “Budidaya Ulat Sutera di Desa Sudu, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.” Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 10 (Desember 2013): 229–39.
DAFTAR ACUAN Allo, N, A. Anwar, and B. Sampe. 1992. “Pengaruh Jenis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Murbei (Morus sp.).” Jurnal Penelitian Kehutanan Volume VI, (Maret 1992): 15–21.
Nursyamsi. 2012. “Propagasi Tiga Varietas Murbei Melalui Teknik Kultur Jaringan.” Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Volume 9 (Juni 2012): 75–82. Pudjiono, S. 2015. “Topik 4. ULAT SUTERA.” In Buku Seri IPTEK V Kehutanan, Volume 1:42–59. Jakarta: Badan Litbang dan Inovasi.
Andadari, L, M. Nurhaedah, S. Pudjiono, R Dewi, and H Sari. 2014. Standar Operasional Prosedur Budidaya Tanaman Murbei (Morus sp.) dan Ulat Sutera (Bombyx mori L.). Bogor: FORDA Press.
Pudjiono, S, and M. Na’iem. 2005. “Heterosis pada Beberapa Tanaman Murbei Hibrid Hasil Persilangan Terkendali.” Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Volume 2 (April 2005): 33–41.
Andadari, L, S. Pudjiono, Suwandi, and T. Rahmawati. 2013. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera. Edited by M. Kaomini, NF Haneda, and T. Herawati. Bogor: FORDA Press.
———. 2007. “Pengaruh Pemberian Pakan Murbei Hibrid Terhadap Produktivitas dan Kualitas Kokon.” Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Volume 1 (September 2007): 1–5.
Atmosoedarjo, S, J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh, and W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Pudjiono, S, and S. Septina. 2008. “Morfologi Tanaman Hibrid Murbei di Purwobinangun Yogyakarta.” Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Volume 2 (Juli 2008): 163–71.
Dandin, SB, and UD Bongale. 1995. “Physiological and Biochemical Based Approach for Mulberry Improvement.” In The XIV International Sericultural Congress, Bandung, 5–12. Bandung.
Santoso, B, and H. Budisantoso. 1999. “Adaptasi Varietas Murbei Hasil Silangan.” In Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 27–37. Ujung Pandang.
Hartati, and Umar. 2012. “Pengaruh Pemberian Jenis Murbei Morus multicaulis dan Morus cathayana Terhadap Produksi Kokon Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Varietas Lokal, Jepang, Cina dan Rumania.” Jurnal Sainsmat Volume I (Maret 2012): 1–12.
Setiadi, Wiwit, Kasno, and NF Haneda. 2011. “Penggunaan Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Daun Murbei (Morus sp.) Sebagai Pakan Ulat Sutera.” Jurnal Silvikultur Tropika Volume 02 (Desember 2011): 165–70.
104
Lincah Andadari, dkk. | Uji Adaptasi Lima Tanaman Murbei...
Shimizu, M, and Y. Tajima. 1972. Handbook of Silkworm Rearing. First Edit. Tokyo, Japan: Fuji Publishing Co,. Ltd. Sudomo, A, S. Pudjiono, and M. Na’iem. 2007. “Pengaruh Mata Tunas terhadap Kemampuan Hidup dan Pertumbuhan Stek Empat Jenis Hibrid Murbei.” Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Volume 1 (Juli 2007): 29–42. Sulthoni, A. 1991. “Aspek Biologi Persuteraan Alam dalam Rangka Membina dan Mengembangkan Fungsi Hutan Serbaguna.” In Lokakarya Pembinaan dan Pengembangan Hutan Serbaguna, Yogyakarta, 11–19. Yogyakarta.
105