Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
PENANAMAN POHON DAN KELESTARIAN AIR: KESUKSESAN UPAYA MASYARAKAT LOKAL (Trees Planting and Water Sustainability: A Success Story of Local Community)*) Oleh/By: I Wayan Susi Dharmawan, Enny Widyati, A. Ng. Gintings, Syafruddin Hk., dan/and Haddy Sudiana Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor *) Diterima : 03 Juni 2008; Disetujui : 28 Agustus 2008
ABSTRACT At present, our country faces many problems either natural disaster or environmental problems that it takes our energy for tackling it. Many activities were done by government to tackle the problems of natural disaster or environmental problem. Flood and landslide are natural disaster with high frequency in the late decade. Trees planting with multi layer and much coverage on land and forest area will reduce impacting the natural disaster, such as flood and landslide. Beside that, trees planting will increase water capacity in soil, so that it is less drought in the dry season and no flood in the rainy season. Activities of trees planting by local community gave good results, such as: guarantee of water sustainability and increasing soil productivity. That activities done by local community give a success example and educate people. Field survey and direct interview with related stakeholders in the field, show the positive effects of tree planting on hydrology and soil productivity. This article will describe the success practices of trees planting by community and its merit to the water sustainability. Keywords: Trees planting, water sustainability, local community ABSTRAK Saat ini, negara kita banyak menghadapi permasalahan bencana alam maupun permasalahan lingkungan yang sangat memeras energi kita untuk mengatasinya. Sudah banyak kegiatan maupun aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi bencana alam maupun permasalahan lingkungan. Banjir dan tanah longsor merupakan kejadian bencana alam yang sering terjadi akhir-akhir ini. Untuk mengurangi dampak atau akibat bencana alam banjir dan tanah longsor, maka dapat dilakukan dengan penanaman kembali lahanhutan dengan tajuk berlapis dan tutupan (coverage) sebanyak mungkin. Dengan adanya kegiatan penanaman pohon, cadangan air di dalam tanah akan semakin meningkat, sehingga pada saat musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan pada saat musim hujan tidak terjadi banjir. Usaha-usaha penanaman pohon oleh masyarakat lokal telah membuahkan hasil yang menggembirakan, antara lain kelestarian air terjamin dan produktivitas tanah meningkat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut dapat dijadikan sebagai contoh keberhasilan dan pembelajaran bagi semua pihak. Hasil survei lapangan dan wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait di lapangan memperlihatkan adanya pengaruh positif kegiatan penanaman hutan terhadap keadaan tata air dan produktivitas lahan. Tulisan ini akan mengupas praktek-praktek keberhasilan penanaman pohon oleh masyarakat dan manfaatnya terhadap kelestarian air. Kata kunci : Penanaman pohon, kelestarian air, masyarakat lokal
I. PENDAHULUAN Sesuai dengan Undang-Undang No 41/1999 tentang Kehutanan, hutan mempunyai beberapa fungsi antara lain menghasilkan kayu, menjaga kesuburan tanah, melindungi tata air, menjaga keanekaragaman hayati, menjaga iklim mikro, dan
mencegah perubahan iklim global. Bukti-bukti keberadaan hutan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu disampaikan kepada para pejabat dan masyarakat luas. Bila mereka telah yakin akan manfaat positif hutan tersebut maka kepedulian dan usaha pembangunan hutan akan berlangsung secara cepat. 199
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
Terwujudnya kelestarian air tidak terlepas dari usaha-usaha konservasi air itu sendiri. Atau dengan kata lain, konservasi air merupakan upaya yang diperlukan untuk melestarikan sumberdaya air. Menurut Subagyono (2007), strategi konservasi air diarahkan untuk meningkatkan cadangan air pada wilayah perakaran tanaman dengan upaya-upaya pengendalian aliran permukaan, peningkatan infiltrasi, pengurangan evaporasi, dan introduksi tanaman yang hemat air. Kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat dapat dikatakan sebagai upaya konservasi air karena di dalamnya terdapat tindakan untuk mengendalikan aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi air hujan. Dengan adanya pohon-pohon di atas permukaan tanah, diharapkan akan tersimpan “persediaan air yang cukup banyak di dalam tanah” sehingga masyarakat tidak akan kekurangan air. Telah banyak program-program penanaman pohon yang dilakukan oleh pemerintah seperti reboisasi dan rehabilitasi lahan serta GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan). Pada prinsipnya kegiatan penanaman pohon ini merupakan bagian dari program pembangunan lingkungan hidup secara luas. Program pembangunan lingkungan hidup ini akan berhasil hanya jika masyarakat termotivasi untuk ikut serta dalam program pembangunan tersebut. Dalam tulisan ini dipaparkan juga bagaimana motivasi masyarakat untuk menanam pohon, apakah motivasi tersebut muncul dari diri sendiri ataukah motivasi muncul setelah pemerintah menginisiasi program tertentu ke masyarakat? Menurut Koesnadi Hardjasoemantri dalam Laporan Pemerintah Kabupaten Madiun (2006), disebutkan beberapa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi motivasi masyarakat untuk ikut melaksanakan kegiatan konservasi lingkungan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan tentang konservasi, dan luas lahan yang dimiliki.
200
Pengelolaan hutan yang tepat, pemanfaatan hutan yang sesuai, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam yang serasi akan mendatangkan manfaat langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat. Kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat akan mendatangkan manfaat tidak langsung seperti ketersediaan air terjaga dan produktivitas tanah meningkat. Kegiatan penanaman pohon oleh masyarakat lokal yang dapat menjamin kelestarian air merupakan contoh cerita keberhasilan (success story) yang dapat dijadikan teladan dan pembelajaran bagi masyarakat luas. Success story di bidang kehutanan diartikan sebagai kegiatan-kegiatan di bidang kehutanan yang memberikan manfaat/keuntungan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.
II. METODOLOGI A. Lokasi Survei Survei lapangan dilakukan di empat provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogyakarta), dan Jawa Timur. Penentuan lokasi didasarkan atas diskusi dengan pejabat/petugas Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogyakarta), dan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur. Lokasi yang dipilih untuk dikunjungi dan dikaji aspek kegiatan penanaman pohon yang berhubungan dengan kelestarian air, yaitu : 1. Di Provinsi Jawa Barat: Kelompok Tani Hutan Baru Rangga (Kabupaten Garut), Kelompok Tani Hutan Hegar Sari 2 (Kabupaten Ciamis). 2. Di Provinsi Jawa Tengah: Kelompok Tani Hutan di Desa Bumi Sari (Kabupaten Purbalingga), Kelompok Tani Hutan Sidomakmur di Desa Jonggol Sari (Kabupaten Wonosobo). 3. Di Provinsi DI Yogyakarta: Kelompok Tani Hutan Rakyat Margomulyo
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
(Kabupaten Gunung Kidul), Hutan Rakyat Gerhan Desa Selopamioro (Kabupaten Bantul). 4. Di Provinsi Jawa Timur: Kelompok Tani Sidomulyo (Kabupaten Lumajang). B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan kajian adalah data sekunder (profil Gerhan kabupaten, monografi desa atau kelompok tani) dan data primer yang didapat dari wawancara dengan masyarakat serta melihat penampilan tegakan. Alatalat yang dipergunakan adalah kuesioner, alat tulis, dan kamera. C. Prosedur Kerja Kegiatan ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Penentuan lokasi survei. Tahapan ini dilakukan dengan melakukan diskusi dan wawancara dengan instansi terkait seperti Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, dan UPT-UPT Departemen Kehutanan. 2. Pengumpulan data sekunder seperti profil Gerhan kabupaten, monografi desa, dan monografi kelompok tani. 3. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung di lapangan dengan kelompok-kelompok tani maupun pihak-pihak terkait lainnya. 4. Tabulasi data dan melakukan desk discussion. 5. Hasil dari desk discussion dibuat tulisan secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Setiap kegiatan kehutanan yang dilakukan akan memberikan manfaat, baik yang dirasakan langsung oleh masyarakat maupun yang tidak langsung dirasakan oleh masyarakat. Manfaat langsung adalah hasil yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat misalnya hutan sebagai penghasil kayu (pertukangan, kayu
bakar, kayu untuk patung, dan lain-lain), penghasil buah (durian, saninten, tengkawang, dan lain-lain), hutan sebagai peneduh sehingga udara tidak panas, hutan sebagai penahan angin sehingga kecepatan angin dapat dikurangi, hutan (bakau, cemara pantai) sebagai penahan tsunami, binatang buruan meningkat, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung adalah hasil yang secara tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat misalnya hutan di pegunungan dapat meningkatkan jumlah curah hujan, hutan mengakibatkan air dalam tanah tersedia secara lebih stabil, hutan dapat mempengaruhi keberhasilan tanaman pangan di sekitarnya khususnya di bagian yang lebih rendah dari lokasi tanaman hutan, kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan lebih baik, dan lain-lain (Ilyas et al., 1996; Bruijnzeel, 2006). Seperti dilaporkan oleh Gintings et al. (1992), beberapa contoh manfaat tidak langsung dari kegiatan kehutanan dapat ditemukan seperti berikut: 1. Penanaman tanah kosong di Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten. Pada saat daerah pegunungan di Desa Cawas masih gundul maka pada musim kemarau sumur-sumur di perkampungan akan kering dan masyarakat Desa Cawas harus mencari air kurang lebih tiga km dari perkampungan. Selanjutnya setelah pegunungan ditanamai tanaman tahunan antara lain eukaliptus dan jambu biji, maka mulai tahun ketiga air sumur tetap tersedia walaupun di musim kemarau. Dengan hasil seperti itu maka masyarakat telah meyakini bahwa tanaman tahunan yang ditanam di pegunungan dapat meningkatkan ketersediaan air di musim kemarau. 2. Penanaman tanaman tahunan di Gunung Haledong Haruman, Kabupaten Garut. Sama halnya dengan keadaan di Desa Cawas, pada saat Gunung Haledong Haruman masih gundul maka masyarakat yang tinggal di kaki gunung akan kesulitan air setiap musim kemarau tiba. Sebaliknya dua 201
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
tahun setelah Gunung Haledong Haruman dihijaukan dengan tanaman tahunan seperti kaliandra, nangka, sengon, dan lain-lain, maka captering air yang dibangun Perum Perhutani di kaki Gunung Haledong Haruman tetap berair walaupun di musim kemarau. Dari hasil survei di lapangan, telah ditemukan contoh-contoh keberhasilan penanaman dapat menjamin kelestarian air bagi masyarakat. Praktek-praktek keberhasilan penanaman pohon oleh masyarakat dan manfaatnya terhadap kelestarian air dideskripsikan sebagai berikut : A. Kelompok Tani Hutan Baru Rangga Kelompok Tani Hutan Baru Rangga diketuai oleh Udin dan didirikan pada tahun 1997 serta baru diformalkan pada tahun 2002. Kelompok tani ini berlokasi di Desa Rancasalak, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut dan memiliki anggota sebanyak 37 orang yang terdiri dari para petani sayuran. Untuk kegiatan penilaian Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) tahun 2003, Kelompok Tani Hutan Baru Rangga mendapatkan Peringkat I Tingkat Provinsi Jawa Barat dan Peringkat III Tingkat Nasional. Pada awal pembentukannya, Kelompok Tani Hutan Baru Rangga didirikan dengan motivasi untuk lebih meningkatkan kekuatan sesama petani sayuran. Seiring dengan perkembangan bahwa di sekitar lokasi mereka terdapat lahan kritis yang luas, maka mereka bertekad untuk lebih meningkatkan peran mereka dalam merehabilitasi lahan kritis tersebut. Untuk itu, mereka bersepakat membentuk kelompok tani supaya dapat menghijaukan kembali lahan kritis di desa mereka dan dapat meningkatkan hasil penjualan sayurannya. Kegiatan penanaman lahan kritis dilakukan di lahan milik sebagai hutan rakyat dan didanai oleh anggaran Gerhan sebesar Rp 2.450.000,-/ha pada luasan 25 ha. Untuk proporsi luasan masing-masing 202
anggota bervariasi antara 0,2 ha sampai dengan 1,0 ha. Jenis-jenis tanaman yang ditanam meliputi suren, mahoni, alpukat, nangka, durian, mangga, dan waru gunung. Waru gunung ditanam atas inisiatif masyarakat dan bukan jenis yang direkomendasikan dalam Gerhan. Namun demikian, jenis ini memiliki pertumbuhan yang sangat bagus dan pada umur enam tahun sudah bisa ditebang karena diameternya sudah mencapai 20 cm, sehingga jenis ini merupakan jenis yang ekonomis dan dapat cepat dipanen. Pada tahun 2007 beberapa jenis tanaman buah-buahan sudah berbuah dan hal ini memberikan keuntungan tambahan bagi kelompok tani, baik itu buahnya dijual ataupun dikonsumsi sendiri. Kegiatan Gerhan telah memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat antara lain kondisi tanah lebih subur, kekeringan air sudah dapat dikurangi, air tidak keruh lagi, dan tidak adanya longsoran dari tempat-tempat yang berlereng curam karena tanahnya sudah terikat oleh akar tanaman tahunan. Pada waktu sebelum Gerhan, kawasan di sekitar kelompok tani merupakan lahan yang gundul/ kritis dan hanya ditanami sayur-sayuran saja tanpa ada tanaman tahunan (buahbuahan atau jenis tanaman hutan) sehingga secara keseluruhan hasilnya tidak maksimal. Gambaran lahan kritis yang telah ditanami dengan program Gerhan dan ketersediaan air di Desa Kadungora ditampilkan secara berturut-turut pada Gambar 1 dan Gambar 2. B. Kelompok Tani Hutan Hegar Sari 2 Kelompok Tani Hutan Hegar Sari 2 diketuai oleh Sarnyu Sunarya dan berlokasi di Dusun Sapuangin, Desa Karangsari, Kabupaten Ciamis. Kelompok tani ini dibentuk berdasarkan inisiatif sendiri. Inisiatif ini muncul karena kepedulian mereka terhadap kondisi lahan yang sangat kritis dan memiliki topografi berat/ berlereng. Untuk itu, mereka berkeinginan menghijaukan kembali lahan kritis menjadi
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
ditanami. Usaha penanaman baru dilakukan sebatas pada jenis gliricidia. Manfaat yang telah diperoleh dengan adanya penghijauan ini adalah sumber air di desa sudah terisi kembali dan apabila kemarau masih terdapat sumber air serta iklim di desa makin sejuk.
Gambar (Figure) 1. Kondisi lahan di Desa Kadungora, Garut yang telah ditanami program Gerhan (Land condition at Kadungora Village, Garut with Gerhan programme)
Gambar (Figure) 2. Ketersediaan air di musim kemarau tetap terjaga di Desa Kadungora, Garut (The availability of water in dry season at Kadungora Village, Garut)
lahan yang produktif. Usaha kelompok tani ini tidak sia-sia karena telah berhasil menghijaukan kembali lahan kritis seluas 230 ha menjadi lahan yang benar-benar produktif dan pada tahun 2006 meraih Juara I Lomba GRLK (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis) Tingkat Provinsi Jawa Barat. Lahan di desa ini bertopografi berat dengan tingkat kelerengan 45% dan pada awalnya hanya berhamparkan tanaman pisang. Pada tahun 2007 sudah terdapat 60 ribu pohon antara lain jati, mahoni, waru gunung, durian, kopi, cengkeh, dan nilam. Kendala dalam penghijauan yang masih dihadapi saat ini adalah terdapatnya lahan seluas 25 ha yang belum tertanami karena kondisi tanahnya yang berbatu dan curam sehingga sulit untuk
C. Kelompok Tani Hutan di Desa Bumisari, Kabupaten Purbalingga Di desa Bumisari terdapat tiga kelompok tani hutan rakyat swadaya, yaitu Subur Makmur (Ketua: Usman), Karya Tani (Ketua: Nahwani), dan Sidomakmur (Ketua: Suryanto) dengan anggota 25-38 orang per kelompok. Masing-masing kelompok mengelola lahan seluas 25 hektar yang merupakan lahan milik. Kepala Desa Bumisari (Bapak Suwignyo) memenangkan Juara III Tingkat Nasional pada tahun 2006 sebagai Kepala Desa Peduli Kehutanan. Hal ini karena beliau memelopori penanaman sengon pada tahun 1996, tanpa mengajak masyarakat beliau memberi contoh menanam sengon. Hal ini karena memang Pak Kades (Kepala Desa) memiliki prinsip sedikit bicara tetapi berkarya nyata. Menurut keterangan Bapak Usman (Ketua Kelompok Tani Subur Makmur) sebelum Pak Kades memelopori penanaman kayu, kalau musim kemarau susah air, tapi sekarang air tersedia sepanjang tahun. Tegakan tanaman sengon yang ditanam pada tahun 1997 ditampilkan pada Gambar 3. Desa Bumisari merupakan daerah hulu (wilayahnya sampai ke puncak Gunung
Gambar (Figure) 3. Tanaman sengon tahun tanam 1997 di Blok Larang (Sengon plantation planted in 1997 at Larang Block) 203
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
Slamet) dari Obyek Wisata Air Bojongsari (OWABONG) yang merupakan salah satu penopang sumber air dari obyek wisata tersebut. Oleh karena itu, Bupati Purbalingga sangat peduli pada kelestarian hutan di daerah hulu. Dengan kegiatan tersebut Bupati Purbalingga menjadi Juara I Tingkat Nasional sebagai Bupati Peduli Kehutanan. Dengan adanya aktivitas masyarakat Desa Bumisari yang telah menanam sengon, maka hal itu telah memberikan sumbangan/pasokan air yang berarti bagi kawasan wisata OWABONG (Gambar 4). Hal ini membuktikan bahwa penanaman pohon sengon di hulu (Desa Bumisari) telah menjamin kelestarian pasokan air ke OWABONG.
Gambar (Figure) 4. Pemanfaatan air untuk kawasan wisata OWABONG (Water utilization for OWABONG tourism)
D. Kelompok Tani Hutan Sidomakmur Kelompok Tani Hutan Sidomakmur berlokasi di Desa Jonggol Sari, Kelurahan Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo dan diketuai oleh Rohmadi. Kelompok tani ini telah mengembangkan hutan rakyat sengon seluas 297 ha dengan anggota kelompok 500 orang. Mereka menanam sengon dengan jarak tanam 5 m x 4 m. Di bawah tegakan sengon ditanami dengan salak pondoh dengan populasi 2.000 batang per hektar. Untuk menyiapkan bibit sengon, mereka membuat bibit cangkokan yang sudah memiliki tinggi minimal tiga meter sehingga bibit siap berkompetisi dengan tanaman salak untuk mendapatkan cahaya. 204
Kelompok Tani Hutan Sidomakmur juga telah melaksanakan PHBM (Pembangunan Hutan Bersama Masyarakat) pada lahan hutan seluas 19 hektar, yang pada awalnya direncanakan seluas 69 hektar. Pada kegiatan ini, masyarakat diberi kesempatan menanam salak di bawah tegakan pinus yang sudah berumur 5-6 tahun. Dengan adanya kegiatan hutan rakyat sengon dan PHBM oleh Kelompok Tani Hutan Sidomakmur, maka hal tersebut telah memberikan dampak positif terhadap kualitas lingkungan di desanya terutama ketersediaan air dan produktivitas lahan meningkat. Dengan campuran tanaman (Program PHBM di Desa Kalimendong) yang hampir seluruh lahannya tertutup tanaman tahunan dan tanaman bawah membuat air mengalir sepanjang tahun. Aliran air selokan yang mengalir melalui Desa Kalimendong pada saat musim kemarau ditampilkan pada Gambar 5. Wilayah perbatasan Kecamatan Leksono yang ditanami Pinus merkusii dan di bawahnya ditanami salak membuat mata air masih terus mengalir walaupun pada musim kemarau. Pancuran air yang terus mengalir yang arahnya menghadap ke Sungai Songoluang (perbatasan Kecamatan Leksono dan Kecamatan Sukoharjo), merupakan bukti bahwa penanaman pohon akan menjamin kelestarian air (Gambar 6).
Gambar (Figure) 5. Air selokan yang mengalir melalui Desa Kalimendong pada saat musim kemarau (Drain water flows through Kalimendong Village in dry season)
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
Gambar (Figure) 6. Pancuran air di Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono (The waterspout at Kalimendong Village, Leksono Sub-district)
m. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan dilakukan penjarangan dua kali, yaitu pada umur lima tahun dan sembilan tahun. Tanaman jati umur 10 tahun ditampilkan pada Gambar 7. Tanaman jati ini, selain mendapatkan keuntungan secara ekonomi, secara ekologi masyarakat juga merasakan munculnya sumber mata air pada tahun 2001 setelah mereka menanam tanaman jati. Sungai masih tetap berair walaupun pada musim kemarau panjang (Gambar 8).
E. Kelompok Tani Hutan Rakyat Margomulyo Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Margomulyo diketuai oleh Suradal dan berlokasi di Dusun Pringsurat, Desa Kedungkeris, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul. Keinginan membentuk paguyuban tersebut dilandasi oleh semangat dan keinginan warga untuk memperoleh kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik. Menurut Bapak Suradal, pada tahun 1987 rata-rata keluarga di Pringsurat termasuk keluarga pra sejahtera. Hal ini ditandai dengan kemampuan keluarga untuk menyekolahkan anaknya paling tinggi sampai tingkat SLTP. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dapat ditandai dengan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam menyekolahkan anaknya. Pada saat ini sudah banyak keluarga yang memiliki anak yang duduk di perguruan tinggi. Komoditas kayu yang menjadi andalan masyarakat daerah ini adalah jati, mahoni, dan Acacia auriculiformis. Masyarakat banyak menanam jati di lahan-lahan mereka dalam bentuk hutan-hutan rakyat. Jati dapat dipanen paling cepat umur 15 tahun dengan harga rata-rata Rp 600.000,- per batang. Untuk menjaga kelestarian maka disepakati tebang satu tanam 10 dan sudah dituangkan dalam bentuk peraturan KTHR secara tertulis. Kelompok Tani tersebut mempunyai lahan seluas 186 ha dengan jarak tanam 3 m x 4
Gambar (Figure) 7. Tanaman jati umur 10 tahun (10-year old jati plantation)
Gambar (Figure) 8. Sungai masih tetap berair walaupun pada musim kemarau panjang (Water availability at river although in long dry season)
F. Hutan Rakyat Gerhan Desa Selopamioro Desa Selopamioro, Kabupaten Bantul terletak 23 km arah tenggara Kota Yogyakarta dan berjarak 13 km dari kota kabupaten serta 5 km dari kota kecamatan. Masyarakat Desa Selopamioro sudah menanam jati sejak tahun 1970-an, sehingga kegiatan pembangunan hutan oleh masyarakat sudah berlangsung lebih dari 30 tahun. Adanya gerakan Gerhan dapat memperkuat dan memacu semangat masyarakat 205
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
dalam membangun hutan. Untuk mensukseskan Gerhan, mereka mamperkuat Kelompok Tani Sapuangin yang sudah terbentuk menjadi Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktan) Sapuangin yang beranggotakan 932 orang dari 18 dusun yang ada di Desa Selopamioro. Gapoktan Sapuangin menanam jati dan melinjo (terutama jati) pada lahan seluas 350 ha yang tersebar di 11 dusun. Di samping itu terdapat lahan hutan konservasi seluas 336 ha dan hutan pelestarian seluas satu ha di mana lahan tersebut milik Keraton Yogyakarta yang dikenal sebagai lahan SG (Sultan Ground). Pada lahan SG masyarakat diijinkan mengelola tanpa membayar apapun. Tanah di Dusun Jetis, Desa Selopamioro mempunyai solum sangat tipis (berbatu-batu) sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 9. Namun setelah adanya kegiatan penanaman jati secara swadaya selama 30 tahun dan adanya program Gerhan, maka air tersedia sepanjang tahun (Gambar 10). Menurut Bapak Sudiyono (Ketua Kelompok Tani Hutan Dusun Jetis), sebelum adanya penanaman jati secara swadaya dan program Gerhan, warga Dusun Jetis hanya mempunyai ketersediaan air sampai bulan Agustus-September dan ha-
nya cukup untuk 30 KK saja. Setelah bulan September, warga kekurangan air dan harus mengambil air dari Kali Oyo. Setelah menanam jati secara swadaya selama 30 tahun ditambah dengan program Gerhan, ketersediaan air cukup untuk kebutuhan 90 KK warga, bahkan masih cukup untuk irigasi sawah dan air melimpah sepanjang tahun. Adanya gerakan penanaman jati dan program Gerhan di Desa Selopamioro tersebut telah membuat tanah memiliki daya serap air yang tinggi sehingga ketersediaan air juga meningkat.
Gambar (Figure) 9. Kondisi tanah di Dusun Jetis, Desa Selopamioro: berbatu-batu dengan solum sangat dangkal (Soil condition at Jetis, Selopamioro Village: stony with very shallow solum)
Gambar (Figure) 10. Kali Oyo berair sepanjang tahun (kiri) sejak masyarakat menanam jati, bahkan air keluar dari celah-celah batu sepanjang tahun (kanan) (Water availabiity of Oyo River along year (left) since community planted jati, even water raise from stone gap along year (right)) 206
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
Tabel (Table) 1. Nilai koefisien aliran permukaan (C) pada beberapa penggunaan lahan (Value of run off coefficient (C) at several land use) Tataguna lahan (Land use) Tanah kosong (Bare land) Ladang garapan (Cultivation land)
Padang Rrmput (Grass land) Hutan/bervegetasi (Forest/vegetation)
Kondisi tanah (Soil condition) Rata (Flat) Bergelombang (Undulate) Tanah berat, tanpa vegetasi (Clay soil, no vegetation) Tanah berat, dengan vegetasi (Clay soil, vegetation) Berpasir, tanpa vegetasi (Sandy, no vegetation) Berpasir, dengan vegetasi (Sandy, vegetation) Tanah berat (Clay soil) Berpasir (Sandy) -
Dengan adanya penanaman jati dan program Gerhan, maka selain ketersediaan air tetap terjaga, keuntungan lain adalah tanah di Desa Selopamioro terlindung dari bahaya erosi. Terkait dengan erosi, pada beberapa macam penggunaan lahan terlihat bahwa nilai koefisien aliran permukaan (C) berbeda-beda (US Forest
Nilai C (C value) 0,30-0,60 0,20-0,50 0,30-0,60 0,20-0,50 0,20-0,25 0,10-0,25 0,15-0,45 0,05-0,25 0,05-0,25
terdapat 44 buah mata air yang dapat memenuhi kebutuhan air bagi warga di tiga kecamatan yaitu Kedojajang, Padang, dan Gucialit. Dengan meningkatnya jumlah mata air maka hal ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sumber air sebagaimana disajikan pada Gambar 11.
Service, 1980 dalam Asdak, 2002) (Tabel 1).
G. Kelompok Tani Sidomulyo Kelompok Tani Sidomulyo berlokasi di Desa Kertowono, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang. Kelompok tani ini diketuai oleh Djarot S. Effendi. Desa Kertowono terletak 50 km dari Kota Lumajang dan 5 km dari ibukota Kecamatan Gucialit. Berdasarkan letaknya Desa Kertowono merupakan desa penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS). Kelompok Tani ini pada tahun 2004 dan 2006 menjadi Juara I Nasional Lomba Gerhan. Kelompok Tani Sidomulyo mempunyai anggota 87 orang yang berasal dari empat dusun, yaitu Sidomulyo, Karanganyar, Sidodadi, dan Sidomakmur yang mengelola lahan milik seluas 75 ha pada saat dibentuk. Saat ini sudah berkembang seluas 395,7 ha dengan anggota kelompok 345 orang. Pada awalnya, mata air di daerah ini hanya 10 buah, tetapi sejak berkembangnya hutan rakyat sengon yang dimulai pada tahun 1996, saat ini (setelah 12 tahun)
Gambar (Figure) 11. Pembangunan kehutanan memudahkan masyarakat mendapatkan sumber air (Forestry development make easy to the local community for getting of water source)
IV. KESIMPULAN Teknik penanaman pohon yang berhasil harus memperhatikan keadaan biofisik dan sosial ekonomi masyarakat setempat. Dalam tulisan ini, teknik penanaman pohon yang sukses didukung oleh: 1) kombinasi penanaman pohon rehabilitasi
dengan tanaman semusim seperti sayursayuran dan palawija; 2) kombinasi penanaman pohon rehabilitasi dengan 207
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
jenis tanaman lokal setempat yang memiliki nilai ekonomis; 3) mengurangi penanaman tanaman semusim pada daerah berlereng dan menggantinya dengan tanaman jenis kayu-kayuan/pohon; 4) penguatan motivasi dan kelembagaan masyarakat dalam merehabilitasi lahan kritis. Dengan adanya kegiatan penanaman pohon, cadangan air di dalam tanah akan semakin meningkat, sehingga pada saat musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan pada saat musim hujan tidak terjadi banjir. Usaha-usaha penanaman pohon oleh masyarakat lokal telah memberikan hasil yang menggembirakan, antara lain kelestarian air terjamin dan produktivitas tanah meningkat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut dapat dijadikan sebagai contoh keberhasilan dan pembelajaran bagi umat manusia. Dari contoh-contoh keberhasilan masyarakat di atas, dapat disimpulkan pula bahwa dengan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan yang rendah merupakan suatu tantangan bagi mereka untuk lebih sejahtera dan membuat lingkungan sekitar lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Asdakh, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
208
Bruijnzeel, L.A.S. 2006. To Plant or Not to Plant? Hydrological Benefits of Tropical Forestation Programs Under Scrutiny. Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian Barat. Surakarta. Gintings, A.Ng., S. Manan, Z. Hamzah, R. Soerjono, A. Pudjiharta, M. A. Ilyas, D. Murdiyarso dan Marwiji. 1992. Pengaruh Hutan terhadap Tanah dan Tata Air. Kerjasama Badan Litbang Kehutanan dengan Perum Perhutani. Perum Perhutani, Jakarta. Ilyas, M.A., A. Ng. Gintings, F. Agus dan I.B. Pramono. 1996. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan terhadap Banjir, Erosi dan Sedimentasi pada Sub-DAS Cigulung Maribaya. Sekretariat Tim Pengendali Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Laporan Pemerintah Kabupaten Madiun. 2006. Gegap Gempita GNRHL Kabupaten Madiun. Madiun. Subagyono, K. 2007. Konservasi Air untuk Adaptasi Pertanian terhadap Perubahan Iklim. Bunga Rampai Konservasi Tanah dan Air. PPMKTI. Jakarta. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.