Komposisi dan Keanekaragaman Tumbuhan Bawah pada Tegakan Akasia di Taman Nasional Baluran JawaTimur (Composition and Diversity of Undergrowth Plant on Acacia Stand in Baluran National Park, East Java) Djufri Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh E-mail:
[email protected] Abstract The research was done in Baluran National Park, Banyuwangi East Java in April to June 2004. The objectives of this research are to determine species composition, importance value of species, diversity index and evenness index, similarity index, distribution pattern of species, and species association. This research used quadratic method. The determination of the species distribution was calculated using Poisson distribution formula. The determination of association was calculated using contingency table and classification of community using similarity index formula and cluster analysis. The results of this research indicated that, there were 63 species of plants including 18 family. The importance value was between 0, 97-42,58 and species with high and medium importance value are Brachiaria reptans, Tespesisa lanpas, Oplismenus burmanii, Dichantium coricosum, Axonopus compressus, and Synedrella nudiflora. The diversity index was between 1, 1504-2, 7556 and evenness index was between 1, 1067-1, 7854. The distribution pattern of species indicated that 16 species were distributed in a clumped, 5 species were in a reguler, and 4 species were at random distribution pattern. The grass-group tend to have a clumped distribution pattern, and non-grass-group tend to have a reguler or random distribution pattern. The determine association indicated that 6 species had very high association index :: Brachiaria reptans, Dichantium coricosum, Tespesia lanpas, Achyrantes aspera, Stachytarpeta indica, Axonopus compressus and Oplismenus burmanii. The result of classification community indicated that savanna Baluran National Park can be devided three group (a). Open savanna no A. nilotica stand, (b). Savanna with density of A. nilotica stand 1500-3000 individuals/ha, and (c). savanna with dense A. nilotica stand > 3000 individuals/ha. Key words: Acacia nilotica, Species Composition, Importance Value, Diversity Index, Similarity Index, Evenness Index, Distribution Pattern, Life Form, Association, Cluster Analysis, Savanna, Baluran National Park PENDAHULUAN
juga tumbuh di Ethiopia, Somalia, Yaman,
Akasia berduri (Acacia nilotica) (L.)
Oman, Pakistan, India, dan Birma. Kemudian
Willd. ex. Del. diperkirakan berasal dari
juga berhasil di tanam di Iran, Vietnam (Ho
India, Pakistan, dan juga banyak ditemukan
Chi Min City), Australia (Sydney dan
di Afrika. Sekarang ini telah dikenal beberapa
Queensland) dan di Carribean (Brenan,
spesiesnya seperti A. nilotica sub spesies
1983). Sub spesies ini umum dijumpai pada
indica, A. leucophloea Willd., A. farnesiana
tanah dengan kandungan liat yang tinggi,
Willd., A. ferruginea DC., A. catechu Willd.,
tetapi dapat juga tumbuh pada tanah lempung
A. horrida (l.f) Willd., A. sinuata (Lour.)
berpasir yang dalam dan di area dengan curah
Merr., A. pennata Willd., dan A. senegal
hujan yang tinggi. Umumnya tumbuh di
Willd. (Brenan, 1983). Akasia tersebar luas
dekat jalur air terutama di daerah yang sering
di Afrika tropika dan subtropika dari Mesir
mengalami banjir dan sangat toleran terhadap
dan Mauritania
sampai Afrika Selatan.
kondisi salin. Tumbuhan ini dapat tumbuh
Beberapa spesies tersebar luas di Asia Timur
pada area yang menerima curah hujan kurang
seperti Birma. A. nilotica sub spesies indica
dari 350-1500 mm per tahun. Spesies ini
dilaporkan
sangat
sensitif
terhadap
Savana di daerah ini sering terbakar,
kebekuan/dingin, namun dapat tumbuh pada
dan berbatasan dengan hutan semusim. Untuk
area dimana rata-rata temperatur bulanan
mencegah meluasnya kebakaran tersebut
0
sangat dingin yaitu 16 C (Gupta, 1970).
ditanamnlah A. nilotica di bagian selatan
Menurut Duke (1983) A. nilotica berasal dari
kawasan savana Bekol sepanjang 1,2 km dan
Mesir Selatan lalu tersebar ke Mozambique
lebar 8 m. Namun perkembangan selanjutnya
dan Natal, kemudian di introduksi ke
A. nilotica justru menyebar hampir keseluruh
Zanzibar, Pemba, India dan Arab. Saat ini A.
savana Bekol, sehingga luas savana semakin
nilotica
yang
menyempit. Penyebarannya bukan saja dari
menimbulkan masalah serius di Afrika
biji yang jatuh dan tumbuh dari batang tetapi
Selatan. Hal yang sama terjadi di Taman
juga oleh kerbau liar dan herbivora lainnya
Nasional Baluran Banyuwangi Jawa Timur.
yang memakan buah A. nilotica, tetapi tidak
merupakan
Di
Taman
gulma
Nasional
Baluran
mencerna bijinya. Biji yang keluar bersama
dijumpai beberapa spesies flora eksotik, yang
dengan kotoran akan menjadi titik invasi baru
keberadaannya cukup mengganggu keutuhan
dari A. nilotica. Walaupun sekarang populasi
ekosistem asli kawasan tersebut. Salah satu
kerbau
spesies flora eksotik yang cukup mengganggu
(Tjitrosemito, 2002).
keseimbangan ekosistem Baluran adalah A.
liar
sudah
banyak
dikurangi
Invasi A. nilotica menyebabkan
nilotica. Spesies yang di introduksi ke
pertumbuhan
Indonesia merupakan sub spesies indica.
dipandang dari aspek ketersediaan makanan
Introduksi
1850,
bagi herbivora sudah tidak memadai, oleh
melalui Kebun Botani di Calcuta (India)
karenanya satwa mencari pakan alternatif
untuk menjadikan tumbuhan ini sebagai salah
yang lain, salah satunya adalah daun dan biji
satu tumbuhan yang memiliki nilai komersial
Acacia nilotica. Namun sebagai sumber
yaitu sebagai penghasil getah (gum) yang
makanan utama, rumput tetap tidak dapat
berkualitas tinggi. Namun setelah tumbuhan
tergantikan (Sabarno, 2002). Fenomena ini
ini di tanam di Kebun Raya Bogor, ternyata
tentunya dapat mengakibatkan terganggunya
produksi getahnya sangat rendah sehingga
keseimbangan ekosistem Taman Nasional
pohon-pohon tersebut ditebang 40 tahun
Baluran,
kemudian. Introduksi tumbuhan ini ke Taman
menyusutnya makanan utama bagi herbivora.
Nasional Baluran di Banyuwangi Jawa Timur
Kondisi ini pada gilirannya dapat mengancam
pada tahun 1969 bertujuan sebagai sekat
keberadaan satwa herbivora di kawasan ini.
bakar untuk menghindari menjalarnya api
Kondisi savana Bekol, Kramat dan Balanan
dari savana ke kawasan hutan jati (Anonim,
di Baluran saat ini sedang mengalami proses
1999). Namun invasi A. nilotica di Taman
perubahan dari ekosistem terbuka yang
Nasional
menyebabkan
didominasi suku Poaceae (rumput-rumputan)
terdesaknya berbagai spesies rumput sebagai
menjadi areal yang ditumbuhi A. nilotica.
komponen utama penyusun savana Baluran.
Pada tempat-tempat tertentu pertumbuhannya
dilakukan
Baluran
pada
telah
tahun
rumput
misalnya
terdesak,
sehingga
berkurang
dan
sangat rapat sehingga membentuk kanopi
tertutup, akibatnya beberapa
rumput tidak
mampu hidup, dan kerapatannya sangat
mampu hidup di bawahnya. Kejadian ini
rendah. Misalnya gletengan (Syenedrella
kemungkinan disebabkan karena kompetisi
nudiflora),
kebutuhan
bayapan
cahaya
atau
adanya
faktor
kapasan
(Thespesia
(Brachiaria
lanpas),
reptans),
alelopati. Untuk memperoleh jawaban atas
(Stachytarpeta
penomena tersebut perlu dilakukan kajian
(Themeda
mendalam mengenai autekologi A. nilotica
dijumpai di savana Kramat dan Balanan
tersebut (Djufri, 2004).
(Djufri, 2004, Pengamatan pribadi).
Pada saat ini kondisi savana Bekol
indica)
jarong
arguens),
Sejauh
gejala
ini
merakan yang
sama
belum
diperoleh
pengaruh
kerapatan
seluas 420 ha memperlihatkan karakter
informasi
sebagai berikut : (a). Sekitar 150 ha berupa
tegakan A. nilotica terhadap komposisi dan
savana terbuka yang tidak dijumpai adanya
keanekaragaman
pohon A. nilotica, tetapi hanya ditumbuhi
karenanya perlu dilakukan suatu penelitian.
oleh anakan A. nilotica yang berukuran rata-
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
rata sekitar 25-50 cm, dengan tingkat
(a) komposisi spesies yang mampu hidup di
kerapatan berkisar 1000-2500 individu/ha.
bawah tegakan A. nilotica, (b). Nilai Penting
Komposisi spesies penyusun daerah ini
(NP), Indeks Keanekaragaman Spesies (H’),
mencapai
spesies,
tumbuhan
bawah,
oleh
rumput
bayapan
Indeks Similaritas (IS), Indeks Kemerataan
menguasai
suluruh
(e), (c) Pola distribusi spesies dan asosiasi di
tempat dengan penutupan area mencapai 75
antara spesies yang hidup di bawah tegakan
%. (b). Sekitar 200 ha berupa savana yang
hutan akasia, dan (d). Pola komunitas
tertutupi oleh pohon A. nilotica berumur 2-3
tumbuhan
tahun, tinggi pohon berkisar 2.5-3.5 m,
tegakan
dengan kerapatan pohon rata-rata sekitar
kelompok (cluster analysis). Kesemuanya
2500-4000 pohon/ha. Komposisi spesies di
dibandingkan dengan kontrol (savana yang
daerah ini sangat terbatas karena telah
tidak dijumpai pohon A. nilotica).
(Brachiria
60
tentang
dan
reptans)
pada
masing-masing
menggunakan
teknik
karakter analisis
dipengaruhi kerapatan pohon A. nilotica yamg terkait dengan intensitas sinar dan
METODE PENELITIAN
kemungkinan adanya pengaruh zat alelopati yang diproduksi oleh A. nilotica atau karena
Sebelum
dilakukan
pengambilan
adanya kompetisi antar spesies. Spesies yang
sampel, terlebih dahulu dilakukan observasi
dijumpai di daerah ini sebanyak 15 spesies
dan
(c). Sekitar 70 ha berupa savana yang sudah
(segmentasi). Luas seluruh kawasan savana
berubah fungsi menjadi hutan A. nilotica
Bekol 420 ha, dari luas keseluruhan tersebut
berumur 3-4 tahun, tinggi pohon berkisar 5-
diambil
6,5 m, dengan kerapatan pohon A. nilotica
berdasarkan pertimbangan bahwa masing-
mencapai > 4000-5500 pohon/ha. Di lantai
masing stasiun pengamatan adalah homogen.
hutan A. nilotica ini
relatif bersih karena
Dengan demikian, unit sampel penelitian ini
hanya di jumpai beberapa spesies saja yang
adalah 42 ha. Dari 42 ha dibedakan atas 3
pembuatan
sampel
stasiun
10%,
pengamatan
penetapan
ini
stasiun pengamatan berdasarkan karakter
diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium
kerapatan tegakan Acacia nilotica yaitu (a).
Bogoriense Bogor.
Savana Bekol tanpa tegakan pohon A.
Untuk menghitung Nilai Penting
nilotica selanjutnya disebut SBK0 (kontrol),
(NP) setiap spesies digunakan rumus menurut
(b). Savana Bekol dengan tingkat kerapatan
Cox (1978); Shukla & Chandell (1982)
tegakan
1500-3000
sebagai berikut : NP = Frekuensi Relatif (FR)
pohon/ha selanjutnya disebut SBK1, dan
+ Kerapatan Relatif (KR) + Dominansi
Savana Bekol dengan kerapatan tegakan
Relatif (DR). Hasil perhitungan nilai penting
pohon
pohon/ha
selanjutnya
selanjutnya disebut SBK2. Penelitian ini
mengetahui
menggunakan metode kuadrat, pada unit
Keanekaragaman Spesies (H’) pada suatu
sampel yang luasnya 42 ha ditetapkan
komunitas
sebanyak 10 stasiun pengamatan dengan
berikut : (Barbour et al., 1987). Data diolah
luas setiap stasiun 1,4 ha. Selanjutnya pada
menggunakan
setiap stasiun pengamatan dicuplik sampel
Methodology 2nd edition (Krebs, 2000).
sebanyak 5 kuadrat sampel dengan demikian
H' ( pi ) (ln pi )
pohon
A.
A.
nilotica
nilotica
>
3000
diperoleh kuadrat sampel (ulangan) sebanyak 50 kuadrat. Hal yang sama dilakukan pada savana
Kramat
yang
luasnya
600
ha
diklasifikasikan atas SKR0, SKR1, SKR2 dan
sehingga jumlah total kuadrat sampel 150. Penentuan jumlah kuadrat dengan teknik seri tiga (Syafei, 1994), dan penentuan luas kuadrat sampel berdasarkan teknik kurva minimum area (Barbour et al., 1987; Setiadi, 2001) dan penentuan jumlah kuadrat sampel menggunakan teknik seri tiga (Syafei, 1994). Variabel yang diamati mencakup jumlah spesies, nilai Kerapatan Mutlak (KM), Frekuensi Mutlak (FM), dan Dominansi Mutlak (DM).
Pengenalan spesies di
lapangan mengacu pada buku Backer & Bakhuizen (1963, 1965, 1968); Steenis (1978); dan Soerjani, dkk. (1987). Bila dengan menggunakan buku tersebut masih ada spesies yang belum teridentifikasi, maka dibuat
spesimen
herbarium
untuk
besarnya
dengan
Indeks
menggunakan
Program
rumus
Ecological
s
i 1
dimana : pi = ni/N ni = Jumlah nilai penting satu spesies N = Jumlah nilai penting seluruh spesies ln = Logaritme natural (bilangan alami)
savana Balanan yang luasnya 1250 ha diklasifikasikan atas SBL0, SBL1, dan SBL2,
digunakan sebagai nilai untuk
Agar nilai Indeks Keanekaragaman Spesies
(H’)
ditafsirkan
Shanon-Wiever
maknanya
maka
dapat
digunakan
kriteria sebagai berikut : (Barbour et al., 1987; Djufri, 2003). Nilai H’ biasanya berkisar dari 0-7. Jika H’ = < 1 kategori sangat rendah, Jika H’ = > 1-2 kategori rendah, Jika H’ = > 2-3 kategori sedang (medium), Jika H’ = > 3-4 kategori tinggi, dan jika H’ = > 4 kategori sangat tinggi. Untuk
mengetahui
Indeks
Kemerataan
spesies (e) pada seluruh stasiun pengamatan digunakan rumus menurut Barbour et al. (1987).
E = H’/Hmax atau E = H’/Log2 S
kontingensi 2 X 2. Asosiasi negatif bila
Hmax = Log2 S H’ = Indeks Keanekaragaman Spesies S = Jumlah spesies
terdapat lebih banyak kuadrat yang hanya berisi spesies A atau B dari pada yang diharapkan menurut kesempatan, dan terdapat
Penentuan pola penyebaran spesies menggunakan
model
distribusi
Poisson,
kuadrat yang berisi kedua spesies yang teramati (ta) lebih sedikit dari pada yang
dengan menghitung nilai Chi-Kuadrat (2) .
diharapkan (ad) menurut kesempatan. Bila
Bila nilai
terjadi sebaliknya, maka asosiasi positif.
2
hitung
< dari pada t
2
tabel,
maka
pola distribusi adalah acak (random). Jika
Selanjutnya
terjadi sebaliknya maka pola distribusi adalah
perhitungan indeks asosiasi yaitu Indeks
non
dua
Ochiai (IO), dengan ketentuan jika nilai
kemungkinan pola distribusi spesies yaitu
indeks mendekati 1 maka asosiasi semakin
teratur
mengelompok
maksimum. Rumusnya adalah sebagai berikut
(clumped). Langkah yang ditempuh adalah
; (Barbour et al., 1987; Ludwig & Reynold,
dengan menghitung nilai varian (V). Jika V =
1988), dengan rumus berikut :
acak.
Untuk
(reguler)
kasus
dan
ini
ada
hasil tersebut diuji dengan
> 1 maka pola distribusi mengelompok, dan jika V = < 1 maka pola distribusi teratur (Barbour et al. 1987 dan Goldsmith et al. 1986).
Tabel penentuan dua spesies berasosiasi atau tidak menggunakan tabel kontingensi 2 x 2, selanjutnya diuji dengan Chi-Square (2)
Untuk mengetahui tingkat keyakinan pola distribusi yang dihasilkan setiap bentuk hidup
(life
form)
diuji
dengan
nilai
probabilitas dengan rumus sebagai berikut : (Steel & Torrie, 1980; Supranto, 1987).
Spesies A Ada Tidak ada Jumlah
P (A) = X/n P = Probabilitas A = Kejadian (event) X = Jumlah spesies tumbuhan dengan pola distribusi Mengelompok, teratur, dan acak Untuk
menentukan
asosiasi
di
antara spesies tumbuhan, menggunakan tabel
Keterangan spesies hadir
Spesies B Ada Tidak ada A b C d a+c
Jumlah a+b c+d
b+d
A+b+c+ d=n : a = Jumlah sampling kedua b = Spesies A hadir dan B
absen c = Spesies A absen dan B hadir d = Spesies A dan B absen n = Jumlah total sampling
[a - E(a)]2
[b - E(b)]2 [c - E(c)]2 [d - E(d)]2 + + ____________ + _____________ E(a) E(b) E(c) E(d)
Uji = 2
_____________
___________
(a + b) x (a + c) (a + b) x (b + d) …. E(b) = ____________________ n n (a + c) x (c + d) (b + d) x (c + d) E(c) = __________________ ….. E(d) = ____________________ n n ___________________
E(a) =
a
IO
ab
ac
IO = Indeks Ochiai a = Spesies A dan B hadir b = Spesies A hadir dan B absen c = Spesies B hadir dan A absen
Untuk mengetahui tingkat kesamaan vegetasi
mengetahui
kesamaan
pada seluruh unit sampel, maka dihitung nilai
dilanjutkan
dengan
Indeks Similaritas (IS) (Mueller-Dombois &
(cluster
Ellenberg, 1974; Krebs, 1978; Ludwig &
gambar dendrogram, menggunakan program
Reynolds, 1988) sebagai berikut :
Statistica for Windows 5.0. Pengelompokkan
IS
menggunakan
2c x 100% ( a b)
antar
stasiun
digunakan
kriteria
pengamatan
dengan
Unweighted
kelompok membangun
Pair-Group
Komposisi Spesies Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dikemukakan bahwa komposisi spesies yang hidup di savana Bekol, Kramat dan Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur berjumlah 63 spesies, mencakup 18
Kemiripan sangat tinggi bila IS > 75%,
familia baik yang dijumpai di daerah tanpa
Kemiripan tinggi bila IS > 50%-75%,
tegakan Acacia nilotica maupun di daerah
Kemiripan
25-50%,
yang dijumpai tegakan Acacia nilotica.
Kemiripan sangat rendah bila IS < 25%.
Jumlah rata-rata spesies yang dijumpai di
(Krebs,
Hasil
daerah terbuka lebih banyak dibandingkan
stasiun
dengan daerah ternaungi oleh tegakan Acacia
pengamatan disusun dalam bentuk matriks IS
nilotica (Tabel 2). Pada daerah savana Bekol
dan
terbuka dijumpai 60 spesies, sedangkan di
1978;
perhitungan
ID
IS
bila
Djufri, untuk
(100-IS).
IS
berikut
HASIL DAN PEMBAHASAN
:
rendah
sebagai
analisis
maka
Average (UPGMA) dan jarak Euclidean.
IS = Indeks similaritas c = Jumlah spesies yang sama terdapat pada stand I a = Jumlah spesies yang hanya ditemukan pada stand I b = Jumlah spesies yang hanya ditemukan pada stand II Untuk menentukan tingkat kemiripan
analysis)
komunitas
>
2003). seluruh
Selanjutnya
untuk
daerah ternaungi sebanyak 22 spesies, pada
spesies. Dengan demikian, fakta ini tentunya
savana Kramat terbuka dijumpai 25 spesies,
mengindikasikan bahwa ada pengaruh tingkat
sedangkan di daerah yang ternanungi hanya
kerapatan tegakan Acacia nilotica terhadap
dijumpai 11 spesies, pada savana Balanan
kehadiran tumbuhan bawah. Dalam hal ini
terbuka dijumpai 21 spesies, sedangkan di
sangat
daerah yang ternaungi hanya dijumpai 14
sinar matahari
terkait dengan perbedaan penetrasi
Tabel 1. Komposisi spesies yang dijumpai di savana Bekol, Kramat, dan Balanan Taman Nasional Baluran, baik di daerah terbuka maupun pada daerah yang di naungi tegakan pohon Acacia nilotica (pengamatan dilakukan April-Juni 2004) Nama Nama HabiBentuk Kode No. Daerah Ilmiah Familia tus Hidup Famili a 1. Widoro bekol Zyzipus rotundifolia Rhamnaceae Anakan Non Rumput 1 2. Akasia berduri Acacia nilotica Mimosaceae Anakan Non Rumput 2 3. Pilang Acacia leprosula Mimosaceae Anakan Non Rumput 2 4. Nimba Azadirachta indica Meliaceae Anakan Non Rumput 3 5. Gegajahan Echinocloa colonum Poaceae Herba Rumput 4 6. Petai cina Leucaena leucocepala Mimosaceae Anakan Non Rumput 2 7. Nyawon Vernonia cinerea Asteraceae Semak Non Rumput 5 8. Kapasan Tespesia lanpas Malvaceae Semak Non Rumput 6 9. Temblek ayam Lantana camara Verbenaceae Semak Non Rumput 7 10. Biduri Calotropis gigantea Asclepiadacea Semak Non Rumput 8 e 11. Rimbang Solanum torvum Solanaceae Semak Non Rumput 9 12. Kemangi Ocimum basilicum Lamiaceae Herba Non Rumput 10 13. Pegagan Centela asiatica Apiaceae Herba Non Rumput 11 14. Putri malu Mimosa invisa Mimosaceae Herba Non Rumput 2 15. Putri malu Mimosa pudica Mimosaceae Herba Non Rumput 2 16. Kekosongan Moghania macrophylla Fabaceae Herba Non Rumput 12 17. Tarum Indigofera sumatrana Fabaceae Herba Non Rumput 12 18. Sidagori Sida rhombifolia Malvaceae Herba Non Rumput 6 19. Jarong lelaki Stachytarpeta indica Lamiaceae Herba Non Rumput 10 20. Jarong Achyrantes aspera Amaranthacea Herba Non Rumput 13 e 21. Pedangan Cleome rutudisperma Capparidaceae Herba Non Rumput 14 22. Bayapan Brachiaria reptans Poacaeae Herba Rumput 4 23. Susukan Desmodium Fabaceae Herba Non Rumput 12 heterophylla 24. Ceplukan Physalis angulata Solanaceae Herba Non Rumput 9 25. Rumput kawat Cynodon dactylon Poaceae Herba Rumput 4 26. Patikan kebo Euphorbia hirta Euphorbiaceae Herba Non Rumput 15 27. Nyawon ungu Eupatorium suaveolens Astercaeae Herba Non Rumput 5 28. Babadotan Ageratum conyzoides Asteraceae Herba Non Rumput 5 29. Belulang Eleusine indica Poaceae Herba Rumput 4 30. Tempuyung Emelia sonchifolia Asteraceae Herba Non Rumput 5 31. Kacangan Flemengia lineata Fabaceae Herba Non Rumput 12 32. Kacangan Cayanus cayan Fabaceae Herba Non Rumput 12 33. Pulutan Triumfetta bartramia Malvaceae Herba Non Rumput 6 34. Lamuran merah Dichantium coricosum Poaceae Herba Rumput 4 35. Kacangan Casia seamea Fabaceae Herba Non Rumput 12 36. Lamuran kecil Politrias amaura Poaceae Herba Rumput 4 37. Merakan Themeda arguens Poaceae Herba Rumput 4 38. Buah perahu Salvinea pubescens Salvinaceae Herba Non Rumput 16 39. Kacangan Polygonum mucronata Fabaceae Herba Non Rumput 12
40. 41. 42. 43. 44.
Jajagoan Lamuran putih Ketulan Orok-orok Tuton
45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56.
Mericaan Kembang telang Orok-orok Meniran Meniran Paci Teki payung Gletengan Kacangan Rumput gunung Teki Sintrong
57. 58. 59. 60. 61. 62. 63.
Rumpu pait Rumput jarum Emprit-empritan Alang-alang Nyawon Daun bolong Kapasan hutan
Panicum repens Dichantium sp. Bidens pilosa Crotalaria setriata Dactyloctenium aegyptium Hedyotis corymbosa Clitoria ternatea Crotalaria anagyroides Phyllanthus debilis Phyllanthus urinaria Leucas lavandulaefolia Cyperus pygmaeus Synedrela nudiflora Clidemia hirta Oplismenus burmanii Cyperus rotundus Crassocephalum crepidiodes Axonopus compressus Digitaria ciliaris Eragrotis tenella Imperata cylindrica Eupatorium odoratum Acalypha indica Malvaviscus arboreus
Poaceae Poaceae Asteraceae Fabaceae Poaceae
Herba Herba Herba Herba Herba
Rumput Rumput Non Rumput Non Rumput Rumput
4 4 5 12 4
Rubiaceae Fabaceae Fabaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Lamiaceae Cyperaceae Asteraceae Fabaceae Poaceae Cyperaceae Astercaeae
Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba Herba
Non Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput Rumput Non Rumput Non Rumput
17 12 12 15 15 10 18 5 12 4 18 5
Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Asteraceae Euphorbiacea Malvaceae
Herba Herba Herba Herba Perdu Herba Perdu
Rumput Rumput Rumput Rumput Non Rumput Non Rumput Non Rumput
4 4 4 4 5 15 6
pada ketiga karakter lokasi yang diamati,
atas 18 familia mencakup 63 spesies. Familia
radiasi matahari merupakan faktor penting
Poaceae diwakili 15 spesies (23,81 %),
bagi tumbuhan. Energi matahari mempunyai
Fabaceae 11 spesies (17,46 %), Asteraceae 8
tiga efek penting dalam proses fisiologi
spesies (12,70 %), Mimosaceae 5 spesies
tumbuhan yaitu ; (a). Efek panas yang
(7,94 %), Malvaceae 4 spesies (6,34 %),
mempengaruhi pertukaran panas jaringan
Euphorbiaceae 4 spesies (6,34 %), Lamiaceae
tumbuhan dan lingkungan, proses transpirasi,
3 spesies (4,76 %), Cyperaceae 2 spesies
respirasi, reaksi biokimia dalam fotosintesis
(3,17 %), Solanaceae 2 spesies (3,17 %), dan
dan metabolisme lainnya, (b). Efek fotokimia
Rhamnaceae, Verbenaceae, Asclepiadaceae,
yaitu fotosintesis, dan (c). Efek morfogenik
Apiaceae, Amaranthaceae, Capparidaceae,
yang berperan dalam regulasi dan stimulan
Salvinaceae, dan Rubiaceae, masing-masing
dalam berbagai proses pertumbuhan dan
1 spesies (12,72 %). Berdasarkan atas
perkembangan.
prosentase kekayaan spesies tersebut maka
penyinaran
Pengaruh terhadap
intensitas
perkecambahan
savana
yang diteliti dapat digolongkan
tumbuhan lebih besar dibandingkan pengaruh
sebagai savana alami berdasarkan kriteria
perubahan mutu penyinaran (Pitono et al.,
yang diajukan oleh Speeding dalam Djufri
1996; Januwati dan Muhammad, 1997).
(1993) bahwa rumput harus mencapai jumlah
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat ditunjukkan
bahwa
komposisi
prosentase > 20 % dari jumlah keseluruhan
penyusun
spesies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
savana Bekol, Kramat dan Balanan terdiri
jumlah spesies rumput (Poaceae) mencapai
23,81 % sebagai spesies yang mendominasi
Hasil pengamatan lapangan selama April-
daerah
Juni
savana.
Demikian
juga
bila
2004
menunjukkan
bahwa
hanya
dihubungkan dengan persyaratan curah hujan
beberapa spesies rumput saja yang dapat
yang rendah di daerah ini yaitu 900-1600
hidup di bawah tegakan Acacia nilotica yaitu
mm/tahun, dan temperatur relatif tinggi yaitu
; bayapan (Brachiaria reptans), rumput
320-370C, terutama pada musim kemarau
gunung (Oplismenus burmanii), merakan
pada bulan April-Oktober setiap tahunnya.
(Themeda arguens), rumput pait (Axonopus
Bila
dikaitkan
dengan
sejarah
compressus), lamuran merah (Dichantium
(waktu) pembentukan savana di kawasan ini
coricosum),
juga dapat digolongkan sebagai savana alami,
aegyptium). Namun pertumbuhan rumput
karena sejak dahulu komunitas savana sudah
tersebut sangat terbatas, sehingga kerapatan,
ada di kawasan ini, jadi bukan merupakan
frekuensi, dan dominansi sangat rendah.
savana yang terbentuk dari peristiwa suksesi
Dengan demikian, jika dikaitkan dengan
sekunder. Savana yang diteliti juga tidak
ketersedian makanan bagi herbivora maka
dapat dikelompokkan sebagai savana yang
savana Bekol, Kramat dan Balanan sudah
berasal dari hutan yang mengalami kerusakan
sangat tidak layak sebagai sumber makanan
(deforestasi), lalu tidak dapat lagi menjadi
(feeding
ground)
hutan
kawasan
ini,
kembali
sebagaimana
lazimnya
dan
tuton
bagi
(Dactyloctenium
herbivora
pada
spesies
yang
mengingat
peristiwa suksesi sekunder. Savana yang
dominan di bawah tegakan Acacia nilotica
diteliti juga tidak termasuk sebagai savana
adalah
yang dibudidayakan, sebab tidak pernah
jarong
ditanam secara sengaja spesies yang hidup
(Tespesia lanpas) dan daun bolong (Acalypha
saat ini pada savana tersebut.
indica), spesies ini tidak disukai oleh
Bila
dikaitakan
dengan
gletengan
(Synedrella
(Achyrantes
nudiflora),
aspera),
kapasan
herbivora seperti banteng (Bos javanicus),
penampakan luar (fisiognomi) vegetasi di
rusa
(Cervus
timorensis),
kerbau
liar
savana Bekol, Kramat dan Balanan, maka
(Bubalus bubalis), dan kijang (Muntiacus
secara teori sudah tidak layak dikategorikan
muntjak), dan herbivora lainnya.
sebagai savana karena pada seluruh kawasan
Ciri lainnya pada savana yang
(> 70 %) sudah didominasi oleh pohon
diteliti dijumpai beberapa spesies pohon yang
Acacia nilotica, bahkan telah membentuk
tersebar di hampir semua kawasan, di
hutan Acacia nilotica. Akibat naungan dari
antaranya pilang (Acacia leprusola), Nimba
tegakan Acacia nilotica
dengan diameter
(Azadirachta indica), widoro bekol (Zyziphus
batang mencapai 25-50 cm, dan tinggi rata-
rotundifolia), dan petai cina (Leucaena
rata 7 m dengan kerapatan pohon berkisar 15-
leucocepala). Namun dominasi spesies ini
20 pohon/400 m2, menyebabkan intensitas
sangat rendah, sehingga tidak berpengaruh
sinar yang masuk ke lantai hutan sangat
terhadap tumbuhan bawah, tidak demikian
terbatas,
menghambat
halnya dengan tegakan pohon Acacia nilotica
pertumbuhan tumbuhan bawah termasuk
yang sangat menekan pertumbuhan tumbuhan
rumput terutama di daerah savana Balanan.
bawah.
hal
ini
tentunya
Disamping berpengaruh
faktor
terhadap
cahaya
rendahnya
yang jumlah
nilotica, sehingga berhasil bertahan hidup (survive) di tempat tersebut.
spesies yang hidup di bawah tegakan Acacia
Berdasarkan data pada Tabel 2
nilotica dibandingkan dengan daerah terbuka
dapat dikemukan bahwa jumlah spesies yang
(tanpa
nilotica)
hidup di savana Balanan yang terbuka jauh
kemungkinan disebabkan adanya pengaruh
lebih banyak dibandingkan dengan savana
zat alelopati yang dikeluarkan oleh Acacia
yang ditumbuhi oleh pohon Acacia nilotica
nilotica
lingkungan
dengan kerapatan 1500-3000/ha, dan jauh
sekitarnya mengalami perubahan dan bersifat
lebih sedikit lagi spesies yang mampu hidup
racun bagi tumbuhan lainnya. Senyawa
pada savana yang telah berubah menjadi
tersebut dapat dilepaskan dari akar yang
hutan Acacia nilotica. Bila gejala ini terus
masih hidup atau organ-organ tumbuhan
berlangsung pada seluruh savana yang ada di
lainnya, seperti bunga, daun, buah, dan biji.
Taman
Produksi senyawa yang bersifat
racun
mustahil komunitas savana akan hilang.
penting,
Konsekuensinya adalah hilangnya spesies
menekan
rumput yang menjadi makanan utama bagi
pertumbuhan spesies yang lainnya. Menurut
herbivora yang hidup di kawasan ini.
Eussen; Patrick dalam Djufri
(1999)
Disamping itu, savana yang menjadi salah
menyatakan bahwa senyawa alelopati pada
satu keunikan dan andalan kawasan ini akan
konsentrasi
menjadi
tersebut
tegakan
yang
pohon
menyebabkan
merupakan
sehingga
suatu
Acacia
mekanisme
spesies
tertentu
dapat
dapat
menurunkan
Nasional
Baluran,
terancam.
maka
Oleh
tidak
karenanya,
kemampuan pertumbuhan tumbuhan, karena
diharapkan adanya upaya yang serius dari
transportasi asam amino dan pembentukan
semua pihak terutama pihak pengelola di
protein terhambat. Selain itu, alelopati juga
bawah naungan Departemen Kehutanan dan
sangat menghambat pertumbuhan akar semai,
Perkebunan (Dephutbun) sehingga kerusakan
perkecambahan biji, pertumbuhan, sistem
yang meluas akibat invasi Acacia nilotica
perakaran, dan tumbuhan menjadi layu
dapat
bahkan dapat menyebabkan kematian. Rice
program yang kongkrit dan komprehensif
(1974) memberi penjelasan lebih rinci bahwa
meskipun membutuhkan tenaga dan dana
alelopati dapat menghambat proses berikut
yang tidak sedikit, bila kita memang sepakat
perbanyakan dan perpanjangan sel, aktivitas
bahwa kelestarian savana di kawasan ini
GA dan IAA, penyerapan hara mineral, laju
harus tetap dilestarikan atau ada pemikiran
fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata,
lain
sintesis protein dan aktivitas enzimatis.
penanggulangan cukup seperti dilakukan
Dengan demikian, spesies yang mampu hidup
selama
di bawah tegakan Acacia nilotica merupakan
temuan baru bahwa Acacia nilotica akan
spesies yang telah mampu mengembangkan
dapat
mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap
(sustainable).
alelopati yang dikeluarkan oleh Acacia
dicegah
yang
ini,
sedini
mungkin
beranggapan
sembari
dimanfaatkan
bahwa
menunggu
secara
melalui
upaya
adanya
lestari
Tabel 2. Rata-rata Nilai Penting (NP) spesies dalam % pada seluruh stasiun pengamatan (savana Bekol, Kramat dan Balanan)
Spesies Brachiaria reptans Dichantium coricosum Politrias amaura Tespesia lanpas Centela asiatica Dactyloctenium aegyptium Vernonia cinerea Ocimum basilicum Achyrantes aspera Moghania macrophylla Crotalaria anagyroides Crotalaria setriata Triumfetta bartramia Desmodium heterophylla Stachytarpeta indica Flamengia lineata Eupatorium suaveolens Panicum repens Themeda arguens Euphorbia hirta Dichantium sp
SB K0 35,6 0 30.5 3 23.9 4 16,3 7 15,9 8 14,1 3 12,3 1 10,8 4 10,1 2 9,54
SB K1 43,3 5 47,6 5 23,1 9 46,3 5 -
SB K2 88,0 0 39,3 0 -
14,2 2 2,87
1,24
5,46
64,5 3 -
Lokasi Sampling SK SK SK R0 R1 R2 40,3 84,2 91,7 5 5 1 26,6 22,9 34,3 0 3 0 24,1 22,4 2 4 32,6 48,7 64,3 5 0 3 3,32 -
SB L0 -
SB L1 -
SB L2 -
17,2 0 -
11,6 2 -
2,76
10,0 0 -
5,20
7,76
-
-
5,59
7,34
7,84
Jlh
RataRata
383,2 6 232,8 9 93,69
42,58
295,8 9 15,98
32,88
11,74
-
105,6 6 76,87
-
-
25,67
2,85
13,8 6 -
102,9 7 20,37
11,44
-
25,88 10,41
1,78
16,5 5 -
5,20
5,00
19,6 7 11,4 5 1,05
-
-
21,7 2 42,4 0 3,32
11,8 7 7,43
11,6 5 -
15,1 5 3,40
16,2 2 -
2,50
8,77
-
-
12,8 3 -
9,23
-
-
-
-
-
-
-
-
9,23
1,03
7,25
5,76
-
2,46
6,34
-
-
-
-
21,81
2,42
6,12
-
-
-
-
-
-
-
-
6,12
0,68
5,36
-
-
7,95
-
-
-
-
-
13,31
1,48
5,12
7,53
7,40
6,72
8,51
3,21
9,40
3,34
64,44
7,16
4,34
-
-
-
-
-
-
13,2 1 -
-
4,34
0,48
4,21
-
-
-
-
-
-
-
-
4,21
0,47
4,03
-
-
-
-
-
-
-
-
4,03
0,45
3,67
-
-
-
-
-
-
-
17,17
1,91
3,31
3,49
-
-
-
-
13,5 0 5,37
6,21
-
18,38
2,04
2,98
-
-
-
-
-
-
-
-
2,98
0,33
Hedyotis corymbosa Synedrella nudiflora Clidemia hirta
2,87
-
-
-
-
-
-
-
-
2,87
0,32
2,76
5,47
2,60
4,82
-
-
-
18,4 4 -
11,0 5 -
82,7 5 -
81,4 7 -
229,5 2 2,67
25,50
2,67
20,1 6 -
Digitaria ciliaris Eragrostis tenella
2,60
-
-
-
-
-
-
-
-
2,60
0,29
2,29
-
-
-
-
-
-
-
-
2,29
0,25
-
-
8,54
2,26
0,30
Ket. Tingg i Sedan g Rend ah Tingg i Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Sedan g Rend ah Rend ah Rend ah
Distribusi Terbatas Luas Terbatas Luas Terbatas Luas Terbatas Terbatas Luas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Luas Terbatas Luas Luas Luas Terbatas Terbatas Terbatas Luas Terbatas Terbatas Terbatas
Zyzipus rotundifolia Acacia nilotica
2,22
-
-
7,04
-
-
-
-
-
9,26
1,03
2,18
3,78
-
3,32
-
-
1,27
9,21
-
19,76
2,20
Mimosa invisa
2,10
-
-
-
-
-
-
-
-
2,10
0,23
Mimosa pudica
2,07
-
-
-
-
4,41
-
-
6,48
0,72
Indigofera sumatrana Clitoria ternatea Phyllantus debils Phyllantus urinaria Acacia leprosula Leucaena leucocepala Lantana camara Solanum torvum Sida rhombifolia Cleome rutidosperma Physalis angulata Cynodon dactylon Ageratum conyzoides Eleusine indica
2,04
5,80
7,71
-
-
-
-
29,63
3,29
1,84
-
10,7 6 -
13,1 0 3,32 -
-
-
-
-
-
1,84
0,20
1,82
-
-
6,46
-
8,76
-
-
-
17,04
1,89
1,76
-
-
-
-
-
-
-
-
1,76
0,20
1,68
2,95
-
1,08
-
-
1,27
-
-
6,98
0,78
1,64
-
-
3,24
-
-
-
-
-
4,88
0,54
1,59
-
-
-
-
-
-
-
36,29
4,03
1,52
-
-
-
-
-
34,7 0 -
-
-
1,52
0,17
1,50
9,56
-
-
45,46
5,05
-
12,5 6 -
-
-
10,7 6 4,73
-
1,49
11,0 8 -
-
-
-
6,22
0,69
1,47
-
-
-
-
-
-
-
-
1,47
0,16
1,47
-
-
-
-
-
-
-
-
1,47
0,16
1,46
3,69
3,00
-
-
-
6,78
5,47
-
-
-
-
-
-
19,8 9 -
49,25
1,46
14,4 3 -
1,46
0,16
Emilia sonchifolia Cayanus cayan
1,44
-
-
-
-
-
-
-
-
1,44
0,16
1,44
-
-
-
-
-
-
-
-
1,44
0,16
Casia siamea
1,37
-
-
-
-
-
-
-
-
1,37
0,15
Salvinea pubescens Polygonum mucronata Bidens pilosa
1,37
-
-
-
-
-
-
-
-
1,37
0,15
1,35
-
-
-
-
-
-
-
-
1,35
0,15
1,35
4,98
7,20
-
-
-
55,00
6,11
1,34
-
-
-
-
-
10,0 1 -
-
Leucas lavandulaefolia Oplismenus burmanii Axonopus compressus Cyperus pygmaeus Cyperus rotundus
31,4 6 -
-
1,34
0,19
1,34
49,7 6 -
30,6 0 -
5,30 -
58,9 6 -
1,33
-
-
-
-
-
22,0 7 22,2 1 -
40,2 0 59,9 6 -
70,5 3 59,9 6 -
311,5 1 148,2 2 1,33
34,61
1,33
32,7 5 4,76
1,32
-
-
-
-
-
-
-
-
1,32
0,15
16,47 0,15
Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Tingg i Sedan g Rend ah Rend ah
Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Luas Terbatas Terbatas Terbatas
Imperata cylindrica Crassocepalum crepidiodes Echinocloa colonum Calotropis gigantea Azadirachta indica Eupatorium odoratum Acalypa indica Malvaviscus arboreus Jumlah
1,31
-
-
-
-
-
-
-
-
1,31
0,15
1,30
-
-
-
-
-
-
-
-
1,30
0,14
0,98
-
-
-
-
-
-
-
-
0,98
0,10
0,98
-
-
2,30
-
-
-
-
-
3,28
0,36
0,97
-
-
-
-
-
-
-
-
0,97
0,11
-
-
-
-
-
-
-
-
20,55
2,28
-
3,57
-
-
-
-
20,5 5 5,45
7,03
-
-
-
-
-
7,10
33,3 0 -
63,26
-
20,9 4 -
7,10
0,79
300
300
300
300
300
300
300
300
300
2700
300
Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah Rend ah -
Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas Terbatas -
Keterangan : SBK0 = Savana Bekol tanpa tegakan pohon Acacia nilotica, SBK1 = Savana Bekol dengan kerapatan tegakan pohon A. nilotica 1500-3000 individu/ha, dan SBK2 = Savana Bekol dengan kerapatan tegakan pohon A. nilotica > 3000 individu/ha. SKR0 = Savana Kramat tanpa tegakan pohon A. nilotica, SKR1 = Savana Kramat dengan kerapatan tegakan pohon A. nilotica 1500-3000 individu/ha, dan SKR2 = Savana Kramat dengan kerapatan tegakan pohon A. nilotica > 3000 individu/ha. SBL0 = Savana Balanan tanpa tegakan pohon A. nilotica, SBL1 = Savana Balanan dengan kerapatan tegakan pohon A. nilotica 1500-3000 individu/ha, dan SBL2 = Savana Balanan dengan kerapatan tegakan pohon A. nilotica > 3000 individu/ha. Kategori spesies dengan NP tinggi bila : NP > 28,38, sedang 14,19-28,38, dan rendah < 14,19. Distribusi luas bila spesies dapat dijumpai pada seluruh lokasi pengamatan. lainnya, baik dihubungkan dengan pengaruh
Nilai Penting (NP) Berdasarkan data pada Tabel 2, dan
tegakan A. nilotica, pengaruh iklim yang
mengacu pada kriteria yang telah ditentukan,
ekstrem, maupun dalam kaitannya dengan
maka
kompetisi dengan spesies yang lainnya,
hanya 3 spesies yang masuk dalam
kategori yang mempunyai NP tinggi > 28,38
sehingga
yaitu Brachiaria reptans (42,58 %), Tespesia
kawasan savana Bekol, Kramat dan Balanan
lanpas (25,88 %), dan Oplismenus burmanii
Taman Nasional Baluran Jawa Timur.
(34,61 %). Kemudian 3 spesies yang masuk
spesies
Spesies
tersebut
yang
mendominasi
mempunyai
NP
dalam kategori yang mempunyai NP sedang
tinggi dan sedang tersebut di atas dalam
> 14,19-28,38 yaitu Dichantium coricosum
ekologi tumbuhan dikenal sebagai spesies
(25,88 %), Synedrella nudiflora (25,50 %),
istimewa
dan
%).
kuantitatif baik frekuensi, kerapatan, dan
lainnya
dominansi. Di samping itu, spesies tersebut
mempunyai NP dalam kategori rendah <
dapat digunakan sebagai spesies indikator
14,19 % (Tabel 2). Dengan demikian, dapat
pada komunitas tegakan Acacia nilotica pada
dikemukakan
yang
basis yang setara, baik topografi maupun
mempunyai NP tinggi tersebut di atas
kondisi habitat dan lingkungan mikronya.
merupakan
mempunyai
Sedangkan spesies yang lainnya memiliki NP
kemampuan adaptasi dan toleransi yang lebih
yang rendah (< 14,19%). Gejala demikian
baik dibandingkan dengan spesies yang
umum dijumpai pada tipe vegetasi yang
Axonopus
Sedangkan
47
compressus spesies
bahwa
spesies
(16,47
yang
spesies
yang
(exclusive)
dalam
hal
nilai
mengarah kepada kondisi klimaks dan stabil.
kondisi demikian jumlahnya terbatas. Hal ini
Hal
dengan
kemungkinan besar erat kaitannya dengan
kesimpulan Mueller-Dombois & Ellenberg
keterbatasan intensitas sinar matahari akibat
(1974) bahwa komposisi komunitas yang
naungan, atau karena ada pengaruh alelopati
terinvasi terbentuk untuk jangka waktu yang
dan kompetisi dari Acacia nilotica terhadap
lama
tumbuhan yang hidup di bawahnya.
tersebut
akan
sangat
relevan
memperlihatkan
fisiognomi,
fenologi, daya regenerasi yang relatif lambat
Secara
teori
untuk
dan mantap, sehingga dinamika floristik
mempertahankan keanekaragaman spesies
komunitas yang terinvasi tidak terlalu nyata
yang
dan mencolok, sehingga pergantian dan
memerlukan gangguan secara teratur dan
regenerasi spesies seolah-olah tidak tanpak
periodik. Komunitas yang sangat
nyata.
meluas
Sebagai
konsekuensinya
jarang
tinggi
pada
secara
suatu
regional
komunitas
stabil,
dan
homogen
dijumpai spesies tertentu yang mendominasi
memperlihatkan
komunitas yang bersangkutan.
lebih rendah dibandingkan dengan hutan
Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks
berbentuk
Kemerataan (e)
diganggu pada waktu tertentu baik dengan
Indeks Keanekaragaman spesies
api,
keanekaragaman
mosaik
angin,
atau
kompetisi,
secara
regional
penyakit,
intervensi
pada daerah savana yang terbuka cenderung
gangguan
lebih tinggi dibandingkan dengan savama
peningkatan spesies sampai pada suatu titik
daerah yang ternaungi. Pada daerah terbuka
dimana dominasi sedikit spesies yang hidup
Indeks
lama dan berukuran besar, sehingga dapat
Spesias
(H’)
berlalu,
Biasanya
dan
pada seluruh stasiun pengamatan berbeda,
Keanekaragaman
manusia.
spesies
maka
setelah
akan
terjadi
berkisar dari 1,3472 (SBL0) kategori rendah
membalikkan
sampai 2,7556 (SBK0) kategori sedang. Pada
keanekaragaman menjadi menurun. Fakta ini
savana yang ternaungi tegakan A. nilotica H’
sangat relevan dengan kondisi savana yang
berkisar dari 1,1504 (SBK2) kategori rendah
diteliti bahwa di daerah terbuka sering
sampai 2,4315 (SBK1) kategori sedang.
mengalami gangguan baik karena dibakar,
Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut dapat
dibuldoser,
ditunjukkan bahwa tingkat kerapatan tegakan
herbisida secara sengaja oleh pihak pengelola
pohon A. nilotica berpengaruh langsung
dalam rangka mengendalikan invasi A.
terhadap nilai H’ di tempat tersebut. Misalnya
nilotica maupun adanya pengembalaan yang
stasiun pengamatan SBK2, SKR2, dan SBL2
berlebihan
< dari pada SBK1, SKR1,dan SBL1, dan <
seperti banteng, rusa, kerbau liar, kijang, dan
dari pada SBK0, SKR0, dan SBL0. Dengan
herbivora lainnya. Akibatnya dinamika dan
demikian, tingkat kerapatan tegakan Acacia
pergantian spesies di savana yang terbuka
nilotica telah menyebabkan gangguan pada
lebih bervariasi dibandingkan dengan daerah
lingkungan
di
yang ternaungi oleh tegakan A. nilotica. Oleh
bawahnya, sehingga jumlah spesies yang
karenanya, sangatlah logis bahwa nilai H’
dapat
lebih besar di daerah savana yang terbuka.
tumbuhan
beradaptasi
dan
yang
toleran
hidup
terhadap
kecenderungan
dan
diperlakukan
(overgrazing)
oleh
dengan
herbivora
Tabel 3 Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) pada seluruh stasiun pengamatan di savana Bekol, Kramat, Balanan dengan menggunakan parameter Nilai Penting (NP) Jumlah Keteranga H’ e Spesies n 1. SBK0 48 2,7556 Sedang 1,7854 2. SBK1 17 2,4315 Sedang 1,7330 3. SBK2 7 1,1504 Rendah 1,0952 4. SKR0 21 2,5317 Sedang 1,5476 5. SKR1 11 1,2670 Rendah 1,1207 6. SKR2 7 1,1509 Rendah 1,0869 7. SBL0 13 1,3472 Rendah 1,1369 8. SBL1 11 1,2076 Rendah 1,1067 9. SBL2 7 1,1506 Rendah 1,0947 Keterangan : Indeks Keanekaragaman Shonnon-Wiever (H’) kategori tinggi bila : H’ > 3, kategori sedang bila H’ 2-3, dan kategori rendah bila H’ < 2. e = Indeks Kemerataan Spesies. No.
Lokasi
Hasil perhitungan Indeks Kemerataan spesies
adaptasi dan toleransi serta pola sejarah hidup
menunjukkan nilai relatif homogen berkisar
yang berbeda terhadap kondisi habitat yang
dari 1,1067-1,7854 (Tabel 3). Perbedaan pada
ada. Demikian juga bila dikaitkan dengan
setiap stasiun pengamatan terlalu kecil.
stadia perkembangan mulai dari berkecambah
Mengacu pada Tabel 3, dapat dikemukakan
sampai mati. Selain itu kondisi lingkungan di
bahwa Indeks Keanekaragaman dan Indeks
alam sangat kompleks dan bervariasi. Pada
Kemerataan
yang
lingkungan level makro mungkin bersifat
antara
homogen, tetapi pada lingkungan level mikro
keanekaragaman
dapat teridiri dari mikrositus-mikrositus yang
spesies. Menurut Barbour et al. (1987)
sangat heterogen. Mikrositus yang relatif
adakalanya kekayaan spesies berkorelasi
sama akan ditempati oleh individu yang
positif
tetapi
sama, kondisi demikian akan mempengaruhi
kondisi lingkungan di sepanjang areal kajian
pola distribusi di alam secara alami (Djufri,
sangat
merupakan
berbeda,
demikian
kekayaan
spesies
dengan
dua
juga dan
hal
halnya
keanekaragaman,
heterogen,
sehingga
dapat
1995). Pernyataan ini sangat relevan dengan
spesies
disertai
data yang dihasilkan dalam penelitian ini
dengan peningkatan keanekaragaman spesies.
bahwa pada seluruh stasiun pengamatan nilai
Hal tersebut dapat terjadi karena setiap
kemerataannya relatif homogen. Dengan
stasiun
jumlah
demikian, fakta ini memberi indikasi bahwa
individu yang sangat bervariasi. Kemerataan
kondisi lingkungan pada seluruh kawasan
akan menjadi maksimum dan homogen, jika
relatif homogen. Menurut Clement dalam
semua spesies mempunyai jumlah individu
Weaver (1978) bahwa tumbuhan dapat
yang sama pada setiap unit sampel. Gejala
digunakan
demikian sangat jarang terjadi di alam,
lingkungan.
menurunkan
karena
kekayaan
pengamatan
setiap
mempunyai
spesies
mempunyai daya
sebagai
indikator
suatu
penyusun savana yang diteliti cenderung
Pola Distribusi Spesies Melalui
pendekatan
distribusi
mempunyai pola distribusi mengelompok.
Poisson dapat diketahui bahwa dari 63
Terlepas dari pengaruh faktor lingkungan dan
spesies yang ditemukan di wilayah penelitian
kompetisi, hasil tersebut relevan dengan
hanya 25 spesies yang dapat ditentukan pola
kesimpulan Barbour et al. (1987) bahwa pola
distribusinya yaitu spesies yang mempunyai
distribusi
nilai frekuensi > 25 % dari jumlah kuadrat
mengelompok (clumped), sebab tumbuhan
sampel. 16 spesies di antaranya (64 %) pola
bereproduksi dengan biji yang jatuh dekat
distribusi mengelompok, 5 spesies (20 %)
induknya
pola distribusi teratur, dan 4 spesies (16 %)
menghasilkan anakan vegetatif masih dekat
pola distribusi acak (Tabel 4). Dengan
dengan induknya.
spesies
atau
di
dengan
alam
cenderung
rimpang
yang
demikian, dapat dikemukakan bahwa spesies
Tabel 4 Pola distribusi spesies tumbuhan bawah pada tegakan Acacia nilotica di savana Bekol, Kramat dan Balanan
No. 1. 2. 3.
Spesies
X2-htg
V
Pola Distribusi Mengelompok Mengelompok Mengelompok
Brachiria reptans 315,71 3,05 Tespesia lanpas 314,69 3,05 Dactyloctenium 313,27 3,04 aegyptium 4. Achyrantes aspera 309,77 2,98 Mengelompok 5. Synedrella nudiflora 306,21 2,87 Mengelompok 6. Oplismenus 302,05 2,83 Mengelompok burmanii 7. Dichantium 298,47 2,76 Mengelompok coricosum 8. Politrias amaura 289,86 2,65 Mengelompok 9. Vernonia cinerea 279,11 2,58 Mengelompok 10. Panicum repens 217,99 2,06 Mengelompok 11. Temeda arguens 196,54 1,87 Mengelompok 12. Cynodon dactylon 172,37 1,68 Mengelompok 13. Bidens pilosa 136,89 1,30 Mengelompok 14. Axonopus 121,65 1,20 Mengelompok compressus 15. Eupatorium 115,69 1,17 Mengelompok odoratum 16. Echinocloa colonum 110,91 1,07 Mengelompok 17. Stachytarpeta indica 81,24 0,73 Teratur 18. Ocimum basilicum 73,88 0,65 Teratur 19. Moghania 68,67 0,57 Teratur macrophylla 20. Hedyotis corymbosa 59,89 0,48 Teratur 21. Phyllantus debilis 44,67 0,39 Teratur 22. Crotalaria setriata 9,12 Acak 23. Sida rhombifolia 8,76 Acak 24. Ageratum conyzoides 7,81 Acak 25. Calotropis gigantea 6,32 Acak Keterangan : 2 tabel = 11,35 dengan db = 3, dan taraf
kepercayaan 99 %. Pola distribusi mengelompok bila V > 1, teratur bila V < 1 dan acak bila 2 hitung > 2 tabel. Pola distribusi spesies dapat dihitung bila memiliki frekuensi pada sampling > 25 kuadrat sampel, dan syarat perhitungan pola distribusi minimal menggunakan 100 kuadrat sampel (Kershaw, 1973; Djufri, 1993).
Pola distribusi spesies tumbuhan dipengaruhi
coricosum),
tuton
oleh perbedaan kondisi tanah, sumberdaya,
aegyptium),
jajagoan
dan kompetisi. Hasil pengukuran sampel
gegajahan (Echinocloa colonum), merakan
tanah
pH dan
(Themeda arguens), bayapan (Brachiaria
kelengasan tanah menunjukkan perbedaan
reptans), lamuran kecil (Politrias amaura),
relatif kecil, pH berkisar 6,924-7,223 dan
rumput kawat (Cynodon dactylon) dan
kelengasan berkisar 14,08-16,36. Keadaan
rumput pait (Axonopus compressus). Spesies
yang
tidak
ini secara fisiognomi mendominasi seluruh
berpengaruh terhadap pola distribusi spesies,
kawasan dengan areal penutupan (cover
demikian juga terhadap kehadiran spesies
ground) mencapai 70 %. Dengan demikian,
pada seluruh sampling yang diamati. Bila
jika dikaitkan dengan fungsi savana di
faktor yang mempengaruhi kehadiran spesies
kawasan
pada suatu tempat relatif kecil, maka ini
(feeding ground) bagi herbivora berupa
merupakan kesempatan semata dan biasanya
mamalia
menghasilkan pola distribusi spesies secara
javanicus), rusa (Cervus timorensis), kerbau
acak (Greig-smith dalam Djufri 2002). Hasil
liar (Bubalus bubalis), dan kijang (Muntiacus
perhitungan pola distribusi spesies di wilayah
muntjak) masih dapat diharapkan terutama
penelitian
yang
pada musim hujan yaitu Nopember-Maret.
berbeda, karena sebagian besar spesies (64%)
Sementara pada musim kemarau April-
menunjukkan pola distribusi mengelompok.
Oktober kondisi savana di kawasan ini kering
Dengan demikian, tentu ada faktor lain yang
kerontang, dan puncaknya pada bulan Juli-
lebih berpengaruh terhadap pola distribusi di
Oktober. Sehingga bila ditinjau dari aspek
wilayah penelitian, tetapi bukan faktor pH
ketersedian makanan bagi herbivora sudah
dan kelengasan tanah yang diukur dalam
tidak memadai. Dalam kondisi demikian,
penelitian
ini.
dapat
biasanya herbivora mencari makanan di
diungkap
dengan
variabel
tempat lain, misalnya di kawasan hutan yang
di lapangan
relatif
lingkungan pengaruh
khususnya
homogen
menunjukkan
Gejala
lainnya, kompetisi
tersebut
kenyataan
demikian
mengukur serta terhadap
mempelajari kehadiran
spesies.
selalu
ini
sebagai
besar,
hijau
berbatasan
(Dactyloctenium (Panicum
sumber
misalnya
(evergreen dengan
repens),
makanan
banteng
forest)
komunitas
(Bos
yang savana,
meskipun makanan yang tersedia tidak Gejala yang menarik lainnya bahwa
sebanyak di savana.
spesies dengan pola distribusi mengelompok umumnya dari bentuk hidup (life form)
Hubungan antara Life Form dengan Pola
rumput yaitu rumput gunung (Oplismenus
Distribusi
burmanii),
lamuran
merah
(Dichantium
Setelah diketahui pola distribusi
setiap spesies, maka selanjutnya melihat
Fenomena
ini
dapat
dijelaskan
kecenderungan yang diperlihatkan oleh life
kelompok
non-rumput
form yang berbeda. Life form yang dimaksud
mempunyai nilai frekuensi sangat tinggi,
terbatas pada spesies tumbuhan kelompok
namun tidak didukung oleh jumlah individu
rumput (grass-group) dan kelompok bukan-
yang banyak pada setiap kuadrat pengamatan.
rumput. Besarnya rasio yang dieperoleh dari
Selain itu, propagul yang dihasilkan tidak
kedua kelompok tersebut disajikan pada
harus jatuh dan tumbuh dekat induknya,
Tabel 5.
karena
penyebarannya
pada
karena
umumnya
dipengaruhi
oleh
faktor luar, misalnya angin atau dibawa oleh Tabel 5. Rasio pola distribusi spesies kelompok rumput dan non-rumput di savana Balanan
hewan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah terjadi kompetisi dengan kelompok rumput, sehingga pertumbuhannya terhambat pada
No. 1. 2. 3.
Life Form Rum Nonput Rumput (%) (%) 62,5 37,50 0 100 100
Pola Distribusi Mengelomp ok Teratur Acak
Jumlah (%) 100 100 100
kisaran luas habitat tertentu. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat keyakinan rasio yang ditunjukkan pada Tabel 5, dapat diuji dengan menghitung besarnya nilai probabilitas setiap life form
Berdasarkan data pada Tabel 5
(Tabel 6). Berdasarkan data pada Tabel 6
diperoleh fakta bahwa spesies kelompok
dapat ditunjukkan bahwa hubungan life form
rumput
pola
dengan pola distribusi spesies sangat nyata.
distribusi mengelompok. Dengan demikian,
Besarnya probabilitas untuk memperoleh
dapat dikemukakan bahwa kelompok rumput
pola
memiliki pola distribusi khas mengelompok.
kelompok rumput lebih besar dari pada
Fenomena
ini
karena
kelompok non-rumput, namun berbanding
kelompok
rumput
jumlah
terbalik untuk pola distribusi teratur dan acak.
individu relatif banyak pada setiap kuadrat
Dengan demikian, data pada Tabel 6 sangat
pengamatan,
perkembangbiakannya
relevan dengan hasil uji probabilitas. Dengan
atau
kata
secara
mempunyai
kecenderungan
dapat
dan
rimpang
dijelaskan mempunyai
stolon
yang
distribusi
lain,
mengelompok
peningkatan
jumlah
untuk
spesies
menghasilkan anakan vegetatif masih dekat
kelompok rumput sebagai unit sampel diikuti
dengan
dengan
induknya.
Spesies
non-rumput
peningkatan
probabilitas
pola
mempunyai kecenderungan pola distribusi
distribusi mengelompok dan memperkecil
acak sama dengan pola distribusi teratur.
pola distribusi teratur dan acak. Untuk spesies
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa
non-rumput
kelompok non-rumput cenderung mempunyai
meskipun
pola distribusi khas teratur atau acak.
ditunjukkan tidak terlalu mencolok, hal ini
akan nilai
terjadi
sebaliknya,
probababilitas
yang
disebabkan karena terbatasnya unit sampel.
Tabel 6. Probabilitas pola distribusi spesies
lain, dan dua spesies tersebut tersebar secara
kelompok rumput dan non-rumput di savana
acak. Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat
Balanan
dikemukan bahwa ada 5 spesies yang
No.
1. 2. 3.
Pola Distribusi
Rumput (%)
Mengelompok Teratur Acak Jumlah
100 0 0 100
Nonrumput (%) 53,42 29,14 17,44 100
mempunyai nilai tingkat asosiasi sangat tinggi
yaitu Brachiaria reptans, Tespesia
lanpas,
Ageratum
cnyzoides,
Synedrella
nudiflora dan Dichantium coricosum dengan nilai
tingkat
asosiasi
>
0,75.
Dengan
demikian dapat dikemukan bahwa ke lima spesies ini yang mempunyai peluang lebih
Asosiasi Spesies Hasil perhitungan seluruh pola
baik untuk hidup di bawah tegakan A.
asosiasi tegakan pohon Acacia nilotica
nilotica dibandingkan dengan spesies yang
terhadap tumbuhan bawah disajikan pada
lainnya.
Tabel 7. Berdasarkan data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa 16 spesies (76,19 %)
Indeks Similaritas (IS) Perhitungan
berasosiasi positif dengan tegakan Acacia
Indeks
Similaritas
nilotica dan 5 spesies (23,81 %) berasosiasi
bertujuan untuk membandingkan komposisi
negatif. Fakta lapangan ini mengindikasikan
dan variasi nilai kuantitatif spesies pada
bahwa ada 5 spesies yang berasosiasi negatif
seluruh
dengan Acacia nilotica artinya tidak dapat
selanjutnya akan mengindikasikan bahwa
beradaptasi dan toleran terhadap tegakan
unit sampling yang diperbandingkan jika
Acacia nilotica, spesies yang dimaksud
mempunyai nilai Indeks Similaritas yang
adalah Politrias amaura, Ocimum basilicum,
besar
Crotalaria setriata, Euphorbia hirta, dan
komposisi dan nilai kuantitatif spesies yang
Acacia leprosula.
sama, demikian juga sebaliknya. Dalam
Menurut Barbour et al. (1987) bila spesies
berasosiasi
menghasilkan terhadap didapatkan
positif
hubungan
patnernya. dalam
maka
spasial
Kalau
satu
sampling,
akan
stasiun
pengamatan.
berarti
Nilai
mempunyai
ini
kemiripan
ekologi tumbuhan teknik ini dapat dipakai untuk mengklasifikasikan berbagai vegetasi
positif
berdasarkan
patner
perhitungan Indeks Similaritas pada seluruh
maka
nilai
kuantitatifnya.
Hasil
stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 8. Hasil
kemungkinan besar akan ditemukan patner
perhitungan
menunjukkan
Indeks
lainnya tumbuh di dekatnya. Dua spesies
Similaritas
saling beradaptasi satu sama lain dan hadir
pengamatan
dalam pola mengelompok. Hal yang berbeda
Similaritas kategori sangat tinggi (IS = >
pada spesies yang berasosiasi negatif, mereka
75%)
saling mengusir (menjauh) satu sama lain dan
pengamatan 1-2; 1-3, 1-4, 2-3, 2-4, 2-5, 2-6,
hadir dalam pola teratur. Jika tidak ada
3,5, 3-6, 4-6, 6-7, 6-8, 6-9, 6-10, 7-8, 7-9, 10-
interaksi di antara spesies, lokasi satu spesies
11,
tidak berpengaruh terhadap lokasi spesies
kombinasi yang lainnya IS kategori sedang,
adalah
10-12,
yang
bahwa
stasiun
mempunyai
Indeks
kombinasi
10-13,
antara
10-14.
stasiun
Sedangkan
rendah, dan sangat rendah. Mengacu pada
compressus, dan Synedrella nudiflora. (c).
Tabel 8 maka komunitas savana yang diteliti
Savana ternaungi dengan tegakan A. nilotica
dapat dikelompokkan atas 3 komunitas yang
dengan kerapatan pohon > 3000 individu/ha
berbeda berdasarkan kecenderungan nilai IS
(SBK2, SKR2 dan SBL2) dengan spesies
yang berbeda yaitu (a). Savana terbuka
penciri dengan NP tinggi yaitu Oplismenus
(SBK0, SKR0 dan SBL0) dengan spesies
burmanii, Synedrella nudiflora, Ageratum
penciri dengan NP tinggi yaitu Brachiaria
conyzoides,
reptans, Dichantium coricosum dan Tespesia
Achyrantes
lanpas. (b). Savana ternaungi dengan tegakan
pengelompokan
A. nilotica dengan kerapatan pohon 1500-
diteliti, selanjutnya perlu dilakukan analisis
3000 individu/ha (SBK1, SKR1 dan SBL1)
kelompok
dengan spesies penciri dengan NP tinggi
membangun gambar dendrogram (Gambar 1).
yaitu
Oplismenus
burmanii,
Stachytarpeta aspera.
Untuk
komunitas
(cluster
indica
dan
memperjelas savana
analysis)
yang
untuk
Axonopus
Tabel 7 Asosiasi Acacia nilotica terhadap tumbuhan bawah di savana Bekol, Kramat dan Balanan
Spesies
Paasangan Spesies
ChiSquare 37,41 25,14 5,60
Tipe Asosiasi + + +
Tingkat Asosiasi 0,84 0,76 0,43
Brachiria reptans Tespesia lanpas Dactyloctenium aegyptium Achyrantes aspera 26,43 + 0,79 Synedrella nudiflora 21,79 + 0,82 Oplismenus burmanii 24,78 + 0,78 Dichantium coricosum 25,14 + 0,76 Politrias amaura 10,54 0,24 Vernonia cinerea 4,76 + 0,40 Panicum repens 6,43 + 0,27 Temeda arguens 7,23 + 0,45 Acacia Cynodon dactylon 12,56 + 0,37 nilotica Bidens pilosa 4,30 + 0,35 Axonopus compressus 24,76 + 0,84 Eupatorium odoratum 5,78 + 0,32 Echinocloa colonum 9,67 + 0,37 Stachytarpeta indica 31,49 + 0,89 Ocimum basilicum 11,27 0,30 Moghania macrophylla 9,26 0,27 Hedyotis corymbosa 8,76 + 0,19 Phyllantus debilis 7,65 + 0,25 Crotalaria setriata 8,54 0,43 Sida rhombifolia 7,90 0,17 Ageratum conyzoides 14,23 + 0,31 Calotropis gigantea 13,45 + 0,19 Keterangan : Spesies yang dihitung asosiasinya adalah spesies yang hidup di savana yang dinaungi oleh tegakan A. nilotica. Tingkat asosiasi semakin baik (sempurna) bila nilainya mendekati 1.
Tabel 8 Hasil perhitungan Indeks Similaritas (IS) dan Indeks Desimilaritas (ID) pada seluruh stasiun pengamatan di savana Bekol, Kramat dan Balanan
St asi un 1 2 3 4 5
1
23, 75 17, 36 21, 37 30, 36 47, 33 50, 35 51, 03 60, 35 56, 90 60, 36 66, 70 65, 60 63, 33 61, 80
2
3
4
76, 25
82, 64 82, 64
78, 63 76, 50 40, 64
17, 36 23, 50 17, 10 15, 38 42, 33 45, 00 62, 33 51, 35 33, 00 50, 07 62, 31 62, 10 63, 07
I NDEKS 5 6
59, 36 11, 10 18, 36 27, 78 52, 86 59, 60 62, 98 55, 33 59, 09 55, 74 66, 38 57, 35
69, 64 82, 90 88, 90 71, 67
52, 67 84, 62 81, 64 76, 89 51, 92
S I M I L A R I T A S (IS) 7 8 9 10 11 12
49, 65 57, 67 72, 22 73, 89 48, 99 87, 18
48, 97 55, 00 47, 14 57, 47 47, 16 87, 89 82, 94
39, 65 37, 67 40, 40 46, 90 47, 89 76, 22 77, 18 73, 87
43, 10 48, 65 37, 02 51, 52 43, 87 77, 16 71, 67 73, 68 57, 48
39, 64 57, 00 44, 67 53, 27 37, 29 74, 29 43, 87 47, 29 37, 69 82, 59
33, 30 49, 43 40, 91 49, 54 43, 88 46, 86 37, 65 40, 91 40, 15 84, 90 72, 51
13
14
15
34, 40 37, 69 44, 26 51, 16 47, 29 44, 89 37, 87 36, 45 38, 49 82, 94 70, 87 68, 94
36, 67 37, 90 33, 62 37, 66 43, 89 37, 29 42, 88 43, 91 37, 61 75, 89 85, 87 65, 88 72, 99
38, 20 36, 93 42, 65 37, 89 37, 25 41, 92 34, 15 37, 59 39, 51 67, 37 82, 88 69, 25 65, 92 62, 17
28, 33 6 23, 48, 11 08 7 26, 51, 12, 11 01 82 8 42, 52, 12, 17, 53 84 11 06 9 53, 52, 23, 22, 26, 10 11 78 82 13 10 48, 56, 22, 28, 26, 42, 48 13 84 33 32 52 11 46, 62, 25, 56, 52, 62, 17, 73 71 71 13 71 31 41 12 50, 56, 53, 62, 59, 59, 15, 27, 46 12 14 35 09 85 10 49 13 48, 52, 55, 62, 63, 61, 17, 29, 31, 84 71 11 13 55 51 06 13 06 14 62, 56, 62, 57, 56, 62, 24, 14, 34, 27, 34 11 71 12 09 39 11 13 12 01 15 62, 62, 58, 65, 62, 60, 32, 17, 30, 34, 37, 11 75 08 85 41 49 63 12 75 08 83 I N D E K S D E S I M I L A R I T A S (ID) Keterangan : Stasiun pengamatan 1,2,3,4,5 mewakili SBK0, SKR0 dan SBL0, dan 6,7,8,9,10 mewakili SBK1, SKR1 dan SBL1, serta 11,12,13,14,15 mewakili SBK2, SKR2 dan SBL2.
Berdasarkan dihasilkan
gambar dapat
pengelompokan
dendrogram
dikemukakan
berdasarkan
yang
sampling) SBK01, SBK02, SKR01, SKR02,
bahwa
SKR03, SBL01 dan SRL02. (b). Savana
matriks
IS
ternaungi
tegakan
A.
nilotica
dengan
sangat relevan dengan gambar dendrogram.
kerapatan pohon 1500-3000 individu/ha,
Dengan kata lain melalui pendekatan analisis
diwakili oleh unit sampling SBK11, SBK12,
kelompok
SBK13, SKR11, SKR12, SKR13, SBL11,
komunitas
juga
dihasilkan
savana
yang
3
kelompok
diteliti
dapat
SBL12, dan SBL13. (c). Savana ternaungi
dibedakan atas tiga tipe yang berbeda secara
tegakan A. nilotica dengan kerapatan pohon >
tegas sebagaimana yang ditunjukkan pada
3000 individu/ha, diwakili unit sampling
gambar dendrogram yaitu (a). Savana terbuka
SBK21, SBK22, SKR21 dan SBL21. Dengan
diwakili oleh stasiun pengamatan (unit
demikian melalui pendekatan matriks IS dan
gambar dendrogram maka komunitas savana
relevan dengan yang dikemukakan oleh
yang diteliti telah dapat dibedakan secara
Clement dalam Weaver dan Frederic (1978)
tegas satu tipe dengan tipe yang lainnya
bahwa spesies dapat digunakan sebagai
berdasarkan komposisi spesies penyusun
indikator
pada masing-masing tempat. Hal ini sangat
lingkungan.
dan
alat
analisis
kondisi
Kekayaan Spesies 160
Jarak Hubungan
140 120 100 80 60 40 20 0 SBK21SKR21SBK11SBK13SKR12SBL11SBL13SBK02SKR02SBL01 SBK22SBL21SBK12SKR11SKR13SBL12SBK01SKR01SKR03SBL02 Stasiun Pengamatan Gambar 1. Pengelompokan savana Bekol, Kramat dan Balanan dengan teknik analisis kelompok. (cluster analysis). SBK0 = Savana Bekol tanpa tegakan A. nilotica, SBK1 = Savana Bekol dengan kerapatan tegakan A. nilotica >1500-3000 pohon/ha, dan SBK2 = Savana Bekol dengan kerapatan tegakan A. nilotica > 3000 pohon/ha. SKR0 = Savana Kramat tanpa tegakan A. nilotica, SKR1 = Savana Kramat dengan kerapatan tegakan A. nilotica > 1500-3000 pohon/ha, dan SKR2 = Savana Kramat dengan kerapatan tegakan A. nilotica > 3000 pohon/ha. SBL0 = Savana Balanan tanpa tegakan A. nilotica, SBL1 = Savana Balanan dengan kerapatan tegakan A. nilotica > 1500-3000 pohon/ha, dan SBL2 = Savana Balanan dengan kerapatan tegakan A. nilotica > 3000 pohon/ha. Angka 1-3 merupakan ulangan.
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat dikemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut ; (i). Spesies yang dijumpai di savana Balanan Taman Nasional Baluran Jawa Timur sebanyak 63 spesies yang terdiri dari 18 familia. (ii). Spesies yang mendominasi dengan Nilai Penting (NP) tinggi adalah Brachiaria reptans, Tespesia lanpas, Oplismenus burmanii, dan yang
mempunyai NP kategori sedang adalah Dichantium coricosum, Synedrella nudiflora, dan Axonopus compressus. (iii). Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) di daerah terbuka lebih tinggi (1,3472-2,7556) dibandingkan dengan daerah yang ternaungi oleh tegakan Acacia nilotica (1,1504-2,413). (iv). Dari 63 spesies penyusun savana yang diteliti hanya 25 spesies yang dapat dihitung pola distribusinya, 16 di antaranya mempunyai pola distribusi mengelompok, 5
spesies dengan pola distribusi teratur, dan 4 spesies dengan pola distribusi acak. (v). Spesies rumput cenderung mempunyai pola distribusi mengelompok dan spesies nonrumput cenderung pola distribusi teratur dan acak. (vi). Pada umumnya spesies yang hidup di bawah tegakan Acacia nilotica berasosiasi positif dengan Acacia nilotica, kecuali 5 spesies yang menunjukkan asosiasi negatif yaitu ; Politrias amaura, Ocimum basilicum, Crotalaria setriata, Acacia leprosula, dan Euphorbia hirta. (vii). Pengelompokan komunitas yang diteliti menggunakan matriks IS dan analisis kelompok menghasilkan tipe komunitas yang sama. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1999). Rancangan Pencabutan Seedling/Anakan Hasil Pembongkaran secara Mekanis, 150 ha di Savana Bekol. Taman Nasional Baluran. Reboisasi Taman Nasional Baluran. Backer, A.C. and R.C. Bakhuizen van den Brink, Jr. (1963, 1965, 1968). Flora of Java (Spermatophyte only). I, II, III. The Netherlands : Groningen. Barbour , G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts. Terrestrial Plant Ecology. New York. : The Benyamin/Cummings Publishing Company. Brenan, J.P.M. (1983). Manual on taxonomy of Acacia species; present taxonomy of four species of Acacia (A. albida, A. senegal, A. nilotica, A. tortilis). FAO, Rome. pp. 20-24. Cox, G.W. (1978). Laboratory Manual of General Ecology. USA : WM.C. Brown Company Publisher. Djufri. (1993). Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi dan Interaksi Jenis Tumbuhan Khususnya Padang Rumput di Taman Nasional Baluran Banyuwangi Jawa Timur. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. ____. (1995). Inventarisasi Flora Sepanjang Proyek Krueng Aceh untuk Menunjang Perkuliahan Ekologi dan Taksonomi Tumbuhan. Banda Aceh : Puslit Unsyiah Darussalam. ____. (1999). Pengaruh Konsentrasi Alelopati Ekstrak Daun dan Akar Kayu Putih (Eucalyptus urophylla) Terhadap Viabilitas Perkecambahan Beberapa Jenis Suku Fabaceae.
Banda Aceh : Puslit Unsyiah Darussalam. ____. (2002). Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi, dan Interaksi Spesies Tumbuhan Khususnya Padang Rumput di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Biodiversitas. 3(1):181188. ____. (2003). Analisis Vegetasi Spermatophyta di Taman Hutan Raya (TAHURA) Seulawah Aceh Besar. Biodioversitas. 4(1):30-34. ____. (2004). REVIEW: Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del. dan Permasalahannya di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Biodiversitas. 5(2):96-104. Duke. 1983. Medicinal plants of the Bible. Trado-Medic Books, Owerri, New York. Gold-Smith. (1986). Discription and Analysis of Vegetation. In. Methods in Plant Ecology (eds. Champman, S.B. & P.D. Moore). London : Blacwell Scientific Publication, Oxford. Gupta, R.K. 1970. Resource survey of gummiferous acacias in Western Rajasthan. Tropical Ecology 11. 148-161. Junawati, M. dan H. Muhammad. (1997). Peranan Lingkungan Fisik Terhadap Produksi. Dalam D. Sitepu, Sudiarto, Nurliani Bermawie, Supriadi, Deciyanto Soetopo, Rosita S.M.D., Hernani dan Amrizal, M. Rivai (eds). Jahe. Monograf N0.3. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Kershaw, Kenneth A. (1973). Quantitative and Dynamic Plant Ecology. The English Linguange Book Society and Edward Arnold (Publisher) Ltd., London. Krebs, C.J. (1978). Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York, Hagerstown, San Fransisco, New York : Harper and Row, Publisher. Ludwig, J.A. and Reynolds, J.F. (1988). Statistical Ecology. United States of America. Mueller-Dombois, D. & H.H. Ellenberg. (1974). Aims and Methods of Vegetation Ecology. New York : Wiley and Sons. Mutaqin, Ikin Zainal. 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing
Invasif. Upaya Penanggulangan Tanaman Eksotik Acacia nilotica di Kawasan Taman Nasional Baluran. Jakarta : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Pitono, J. M. Januwati dan Ngadiman. (1996). Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Terna Tanaman Sambiloto. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. III (1):39-40. Rice, E.L. (1974). Allelopathy. New York : Academic Press. Sabarno, M. Y. 2002. Savana Taman Nasional Baluran. Biodiversitas. 3(1) : 207-212 Setiadi, D. Muhadiono, I. (2001). Penuntun Praktikum Ekologi. Bogor : Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Shukla, R.S. & P.S. Chandel. (1982). Plant Ecology. New Delhi : S. Chand & Company, Ltd. Ram Nagar. Soerjani, M. Kosterman, A.J.G.H. dan Tjitrosoepomo, G. (1987). Weeds of Rice in Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Supranto, J. (1987). Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga. Steel, R.C.D. and J.M. Torrie. (1980). Principles and Procedurs of Statistics; A Biometric Approach. Tokyo : McGraw-Hill. Syafei, E. (1994). Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Bandung : Laboratorium Ekologi Institut Teknologi Bandung. Weaver, J.E. and Frederic, E.C. 1978. Plant Ecology. Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.