J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
IMPLEMENTASI METODE GENETIC ALGORITHM DAN SIMULATED ANNEALING DALAM OPTIMASI SUSUNAN BAHAN BAKAR TERAS PWR MENGGUNAKAN CODE COREBN Petrus, Christina Novila Soewono, Alexander Agung, Sihana Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2, Yogyakarta, 55281 Diterima editor 21 September 2009 Disetujui untuk dipublikasi 05 Oktober 2009 ABSTRAK IMPLEMENTASI METODE GENETIC ALGORITHM DAN SIMULATED ANNEALING DALAM OPTIMASI SUSUNAN BAHAN BAKAR TERAS PWR MENGGUNAKAN CODE COREBN. Banyaknya kombinasi peletakan susunan perangkat bahan bakar di dalam teras diawal operasi reaktor, mendorong perlunya optimasi pada konfigurasi teras. Kondisi optimum didefinisikan sebagai kondisi teras yang memberikan nilai keff akhir siklus yang maksimum dan nilai faktor daya puncak (PPF) yang minimum. Terdapat dua metode yang digunakan dalam optimasi ini yaitu multiobjective genetic algorithm dan multiobjective simulated annealing. Optimasi dilakukan pada model ¼ simetri teras (52 posisi perangkat bahan bakar) dengan 3 tipe perangkat bahan bakar tanpa racun dapat bakar, yaitu: perangkat dengan pengkayaan U-235 sebesar 1,5% sebanyak 13 buah, 2,5% sebanyak 15 buah dan 3% sebanyak 24 buah. Perhitungan neutronik tingkat perangkat bahan bakar menggunakan kode PIJburn, sedangkan tingkat teras menggunakan kode COREBN. Optimasi dengan metode multiobjective genetic algorithm mendapatkan pareto front akhir sebanyak 47 solusi tidak terdominasi. Dengan metode standard deviation didapatkan solusi tunggal yang memberi penambahan panjang siklus sebesar 10,45% (70 hari) dan penurunan PPF sebesar 27,7% terhadap susunan perangkat bahan bakar model standar. Susunan perangkat bahan bakar hasil optimasi dengan metode multiobjective simulated annealing memberikan peningkatan keff sebesar 1,491% dan penurunan PPF sebesar 19,261% terhadap susunan perangkat model standar . Peningkatan nilai keff berefek pada penambahan panjang siklus sebesar 8,108% (2 bulan). Kedua metode optimasi berhasil mendapatkan solusi optimum dan memenuhi standar keselamatan. Kata kunci: optimasi, susunan perangkat bahan bakar, keff, PPF, multiobjective genetic algorithm¸ multiobjective simulated annealing, cycle length. ABSTRACT IMPLEMENTATION OF GENETIC ALGORITHM AND SIMULATED ANNEALING METHODS FOR PWR FUEL LOADING PATTERN OPTIMIZATION USING COREBN CODE. Since there are large numbers of possible combinations for the fuel assembly loading in the core at the beginning of reactor operation, the core configuration needs to be optimized. Optimized conition was defined as core which achieves maximum keff at end of cycle and minimum power peaking factor (PPF). This optimization had been done in 2 methods, the first method uses multiobjective genetic algorithm and the second method uses multiobjective simulated annealing. The optimization uses ¼ symmetry reactor core model (52 fuel assemblies position), with 3 types of fuel assemblies without burnable poisson consists 13 assemblies of 1,5%, 15 assemblies of 2,5% and 24 assemblies of 3% U-235 enrichment. Neutronic calculation for fuel assembly was done using PIJBurn code while for core calculation using COREBN code. From multiobjective genetic algorithm obtained a set pareto front containing 47 non-dominated solutions. By using standard deviation method, a single final solution is obtained. The solution gives 10,45% (70 days) cycle length extension and 27,7 % decrease in PPF compared to standard model. While optimization using multiobjective simulated annealing results in fuel loading pattern which improve multiplication factor by 1.491% while decrease the power peaking factor by 19.261%. The higher value of multiplication factor improves
116
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
reactor’s cycle length by 8.108%, lasting 2 month longer than the standard model. Both optimization methods succeed in obtaining optimum solution and fulfill the safety standard. Keywords: optimization, fuel loading pattern, keff, PPF, multiobjective genetic algorithm, multiobjective simulated annealing, cycle length.
PENDAHULUAN Manajemen bahan bakar di dalam teras menjadi salah satu proses yang perlu diperhatikan, karena ketersediaan U-235 di alam cukup terbatas sehingga perlu dilakukan optimalisasi dalam penggunaannya. Manajemen bahan bakar di dalam teras bisa dilakukan dengan mengoptimasi susunan bahan bakar di dalam teras agar dapat diperoleh kinerja reaktor yang optimum. Kinerja reaktor ini digambarkan melalui panjang siklus dan distribusi daya reaktor. Panjang siklus dikatakan optimum apabila siklus secara relatif lebih panjang/lama dari siklus Pressurized Water Reactor (PWR) konvensional (± 18 bulan) sedangkan distribusi daya reaktor dikatakan optimum apabila secara relatif rata sepanjang siklus. Dalam penelitian ini, jenis reaktor yang digunakan adalah reactor Korean Standard Nuclear Power (PWR KSNP-1000). Penelitian ini dilakukan dengan 2 metode optimasi, yaitu multiobjective genetic algorithm dan multiobjective simulated annealing. Kedua metode multiobjective ini menjadikan nilai keff pada akhir siklus (EOC) dan PPF maksimum sepanjang siklus sebagai fungsi objektif yang ingin dicapai. Dari seluruh pareto front yang diperoleh akan dipilih solusi yang memenuhi batas standar keselamatan (kurang dari 2). Untuk pemilihan solusi akhir tunggal pada genetic algorithm dilakukan dengan metode standard deviation of the crowding distances. Sedangkan pemilihan solusi akhir tunggal pada metode simulated annealing dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan ekonomi.
TEORI Zonal Loading (In-Out Cycling) Pada skema ini, bahan bakar yang belum teriradiasi ditempatkan di daerah keliling teras. Bahan bakar yang telah teriradiasi di acak di daerah yang lebih dalam, sedang bahan bakar pada daerah tengah diambil dari teras. Tujuan dari pola ini adalah memanfaatkan pengurangan reaktivitas yang menyertai deplesi bahan bakar sebagai mekanisme pemerataan daya. Sebagai contoh, pola siklus dengan tiga daerah zona ditunjukan pada Gambar 1. Pola tersebut dapat juga diimplementasikan pada awal pemuatan teras dengan menggunakan fuel assembly dengan pengkayaan yang beragam. Bagaimanapun juga, zonal loading juga punya kekurangan. Kekurangan zonal loading adalah timbulnya distorsi distribusi fluks yang dapat mengarah pada tingginya PPF pada teras besar dengan fraksi bakar yang tinggi.
117
J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Gambar 1. Skema pengisian teras [1] Scatter (Roundelay) Loading Skema lain pengisian bahan bakar adalah pola terhambur atau acak, untuk mencapai distribusi bahan bakar yang lebih seragam. Pada skema ini didapat pemerataan daya yang disebabkan fraksi bakar rerata pada daerah tengah dari teras lebih nampak dari yang dikeliling teras. Distribusi daya sebagai karakterisasi scatter-loaded core memiliki bentuk yang rata dari distribusi sebagai karaktersasi pemuatan teras seragam. Bagaimanapun juga tetap terdapat kerutan yang jelas terlihat pada densitas daya lokal. Scatter-loading juga punya keuntungan tambahan yaitu tidak diperlukannya pengaturan ulang bahan bakar teriradiasi. Pada prakteknya, kebanyakan skema pengisian ulang bahan bakar mengkombinasikan teknik zonal dan scatter. Sebagai contoh, banyak PWR diisi dengan cara bahan bakar segar diisi pada daerah luar, sedang bahan bakar teriradiasi dihambur pada daerah tengah. Metode Genetic Algorithm (GA) Berdasarkan teori evolusi spesies yang menyertakan proses seleksi alam seperti reproduksi, persilangan, mutasi dan lainnya, GA memanipulasi populasi struktur simbolis, yang mewakili solusi, agar mendapatkan adaptasi yang terbaik yang menghasilkan solusi yang terbaik untuk suatu permasalahan. Sebuah solusi yang dibangkitkan dalam genetic algorithm disebut sebagai kromosom, sedangkan kumpulan kromosom-kromosom tersebut disebut sebagai populasi. Kromosom dibentuk dari komponen-komponen penyusun yang disebut sebagai gen dan nilainya dapat berupa bilangan numerik, biner, simbol ataupun karakter tergantung dari permasalahan yang ingin diselesaikan. Kromosom-kromosom tersebut akan berevolusi secara berkelanjutan yang disebut dengan generasi. Dalam tiap generasi kromosomkromosom tersebut dievaluasi tingkat keberhasilan nilai solusinya terhadap masalah yang ingin diselesaikan (fungsi objektif) menggunakan ukuran yang disebut dengan fitness. Untuk memilih kromosom yang tetap dipertahankan untuk generasi selanjutnya dilakukan proses yang disebut dengan seleksi. Proses seleksi kromosom menggunakan konsep aturan evolusi Darwin yang telah disebutkan sebelumnya yaitu kromosom yang mempunyai nilai fitness tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk terpilih lagi pada generasi selanjutnya [2]. Kromosom-kromosom baru yang disebut dengan offspring, dibentuk dengan cara melakukan perkawinan antar kromosom-kromosom dalam satu generasi yang disebut sebagai proses tukar silang (crossover). Gambar 2 menunjukkan proses tukar silang pada dua buah kromosom induk yang menghasilkan dua buah kromosom anak. Jumlah kromosom dalam populasi yang mengalami tukar silang ditentukan oleh paramater yang disebut dengan laju tukar silang. 118
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
Mekanisme perubahan susunan unsur penyusun mahkluk hidup akibat adanya faktor alam yang disebut dengan mutasi direpresentasikan sebagai proses berubahnya satu atau lebih nilai gen dalam kromosom dengan suatu nilai acak. Gambar 3 menampilkan proses 119
J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
mutasi satu titik pada sebuah kromosom. Jumlah gen dalam populasi yang mengalami mutasi ditentukan oleh parameter yang dinamakan mutation rate. Setelah beberapa generasi akan dihasilkan kromosom-kromosom yang nilai gen-gennya konvergen ke suatu nilai tertentu yang merupakan solusi terbaik yang dihasilkan oleh genetic algorithm terhadap permasalahan yang ingin diselesaikan. Pada sistem alamiah, keseluruhan paket genetik disebut genotip. Pada sistem genetik buatan, keseluruhan paket strings disebut sebuah struktur. Pada sistem alamiah, organisme dibentuk oleh interaksi dari keseluruhan paket genetik dengan lingkungannya yang disebut fenotip. Pada sistem genetik buatan, struktur di-decode untuk membentuk paket parameter, alternatif solusi, atau titik pada ruang solusi. Pada sistem alamiah, kromosom terdiri dari gengen, yang terdiri dari sejumlah nilai yang disebut alela. Pada genetik, posisi (locus) dari sebuah gen diidentifikasi secara terpisah dari fungsi gen [2]. Metode Multiobjective Simulated Annealing Simulated annealing merupakan teknik optimasi pencarian langsung yang terinspirasi oleh fenomena pendinginan logam cair yang biasa disebut dengan proses penganilan [4]. Lelehan logam pada suhu tinggi memiliki struktur molekul yang tidak beraturan. Apabila lelehan logam tersebut didinginkan secara perlahan, struktur molekul yang semula tidak beraturan akan memiliki cukup waktu untuk membentuk struktur yang lebih teratur dengan tingkat energi yang lebih rendah, hingga logam membeku dengan struktur kristal tanpa cacat dengan energi rendah (stabil). Pada keadaan ini, sistem dikatakan berada pada konfigurasi dengan energi minimum global. Pendinginan secara cepat (biasa disebut dengan quenching), sebaliknya, menyebabkan molekul tidak memiliki cukup waktu untuk memposisikan diri sehingga terdapat cacat pada struktur kristal dan sistem berada pada konfigurasi dengan energi minimum lokal. Penurunan suhu terjadi ketika telah tercapai kesetimbangan termodinamika termal pada logam. Berdasarkan termodinamika statistik, probabilitas suatu sistem berada pada tingkat energi tertentu diberikan oleh persamaan (1) tingkat energi suatu sistem ditentukan oleh konfigurasi atomik sistem tersebut. P(r ) =
( ) ⎞⎟
⎛ E rr 1 exp⎜ − ⎜ kB ⋅T Z (T ) ⎝
(1)
⎟ ⎠
Persamaan (1) dikenal sebagai distribusi probabilitas Boltzmann. Dengan adanya probabilitas ini, konfigurasi dengan tingkat energi yang lebih tinggi masih dapat diterima secara probabilistik. Saat T bernilai tak hingga, sistem bebas bertransisi dari satu konfigurasi ke konfigurasi lain, namun saat T=0 sistem tidak lagi bisa bertransisi. Hubungan probabilistik inilah yang menjadi basis pencarian solusi optimum simulated annealing. Pada dasarnya, algoritma multiobjective simulated annealing sama dengan algoritma simulated annealing standar. Perbedaan kedua metode adalah penggunaan konsep dominasi yang dikenal dengan pareto front dan rumus probabilitas penerimaan yang digunakan. Solusi pareto front adalah himpunan solusi yang tidak terdominasi oleh solusi lain. Dalam suatu permasalahan minimasi, solusi x dikatakan terdominasi oleh solusi y [5] apabila f i (y
)≤
f i ( x )∀ i ∈ {1 ,..., N
}dan
f i (y
)<
f i ( x )∃ i ∈ {1 ,..., N
}
(2)
Setiap kali optimasi membangkitkan solusi, solusi tersebut akan diarsipkan menurut kedudukannya terhadap solusi lain. Skema pengarsipan ditunjukkan dalam Gambar 4, yang digunakan sebagai, 120
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
− −
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
Semua solusi yang dibangkitkan merupakan solusi baru yang akan diarsip Jika solusi baru mendominasi solusi lain dalam arsip, solusi yang terdominasi akan digantikan oleh solusi baru (kasus 1).
−
Jika solusi baru didominasi oleh solusi lain dalam arsip, maka solusi tersebut tidak dimasukkan dalam arsip (kasus 2).
−
Jika solusi baru tidak mendominasi maupun terdominasi oleh solusi dalam arsip, maka solusi baru ditambahkan ke dalam arsip (kasus 3).
Gambar 4. Pengarsipan pada optimasi multiobjective [5] Multiobjective simulated annealing menggunakan persamaan (3) untuk mendapatkan probabilitas penerimaan [5]: (3) M ⎛ [ f i (x n + 1 ) − f i (x n )] ⎞ P = ∏ exp ⎜⎜ − i =1 ⎝
Ti
⎟ ⎟ ⎠
METODOLOGI Pemodelan Teras Penyederhanaan yang dilakukan saat pemodelan teras adalah sebagai berikut: 1. Optimasi dilakukan pada siklus pertama dengan teras segar tanpa burnable poison. 2. Perhitungan dilakukan pada teras 2 dimensi radial (x-y) dengan asumsi fluks aksial konstan. 3. Terdapat 3 perangkat bahan bakar yang berbeda menurut tingkat pengkayaan 235U namun dengan desain kisi yang sama. Tipe A adalah perangkat bahan bakar dengan tingkat pengkayaan 1,5%, tipe B adalah perangkat bahan bakar dengan tingkat pengkayaan 2,5% sedangkan tipe C adalah perangkat bahan bakar dengan tingkat pengkayaan 235U 3,0%. 4. Jumlah perangkat yang digunakan selama proses optimasi tetap dimana tipe A berjumlah 13 buah, tipe B berjumlah 15 buah, dan tipe C berjumlah 24 buah. 5. Variasi peletakan perangkat bahan bakar dilakukan dalam simetri ¼ teras. 6. Perhitungan fraksi bakar dilakukan sebanyak 9 langkah, dengan tiap langkah memiliki interval 60 hari (EOC sama dengan 1,5 tahun). 121
J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
7. Data-data termohidrolik hanya dibatasi pada kondisi operasi normal. Untuk menghemat waktu dalam menjalankan program optimasi, tampang lintang makroskopik berbagai tipe perangkat bahan bakar diperhitungkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan perhitungan tingkat perangkat yang tidak perlu dihitung kembali ketika optimasi susunan teras dilakukan. Perhitungan tingkat perangkat untuk masing-masing pengkayaan dilakukan dengan menggunakan modul PIJBurn. Kemudian berkas PDS dari hasil perhitungan tingkat perangkat dikonversi menjadi berkas PS. Informasi mengenai geometri teras, elemen bahan bakar dan non bahan bakar di dalam teras dimasukan dalam berkas history yang diedit pada modul HIST [6]. Sedangkan informasi yang berhubungan dengan kondisi operasi seperti daya termal, periode operasi, dan susunan elemen bahan bakar di dalam teras diedit pada modul COREBN yang dijalankan bersamaan dengan program optimasi. Untuk langkah fraksi bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 langkah farksi bakar masingmasing 60 hari (total 540 hari). Adaptasi Problem Optimasi Dengan Genetic Algorithm Dalam penelitian ini digunakan kombinasi penempatan posisi perangkat bahan bakar pada 1/4 teras (52 posisi perangkat bahan bakar) dengan 3 jenis perangkat dengan pengkayaan masing-masing 1,5 %, 2,5 % dan 3 %. Kemudian konfigurasi ini dikodekan pada genetic algorithm ke dalam susunan kromosom dengan panjang kromosom 52. Tiap kromosom mewakili 1 posisi (x-y) perangkat didalam teras dengan indeks 1 sampai 13 menunjukan perangkat berpengkayaan 1,5 %, indeks 14 sampai 28 menunjukan perangkat berpengkayaan 2,5 % dan indeks 29 sampai 52 menunjukan perangkat berpengkayaan 3%. Gambar 5 berikut menunjukan proses pembentukan kromosom dari susunan perangkat di dalam teras.
Gambar 5. Pembentukan kromosom Penulisan Program Program algoritma dalam optimasi ini ditulis menggunakan bahasa pascal. Program optimasi ini bekerja dengan mengkopel algoritma optimasi dengan modul COREBN yang didalamnya terdapat susunan perangkat di dalam teras. Pada tahap awal, program optimasi 122
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
akan membuat susunan perangkat awal (kromosom) yang diperoleh secara acak sebanyak jumlah populasi yang dimasukan sebagai parameter awal. Dari susunan perangkat yang diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan keff pada 540 hari (9 x 60 hari) dan PPF maksimum yang terjadi pada BOC dengan menggunakan modul COREBN. Dari modul tersebut diperoleh keluaran berupa berkas CFT99 dari masing-masing variasi susunan perangkat. Oleh program optimasi, berkas ini dibaca pada nilai keff dan distribusi daya. Optimasi multiobjective menjadikan nilai keff dan PPF sebagai fungsi objektif. Selanjutnya program melakukan proses seleksi. Pada penelitian ini digunakan seleksi jenis turnamen eliminasi, dimana pemilihan induk akan dilakukan menggunakan sistem pertandingan. Setiap turnamen akan mempertandingkan 2 individu yang dipilih secara acak dari seluruh anggota populasi. Pemenang pada seleksi ini masuk dalam ruang pembiakan untuk menjadi induk pada generasi berikutnya. Selanjutnya dua individu baru dipilih dari anggota populasi yang tersisa untuk dipertandingkan kembali hingga seluruh anggota populasi mendapat giliran. Solusi dikatakan sebagai pemenang apabila : 1. Mampu mendominasi individu lawan, dilihat dari kedua nilai fungsi objektif (dalam hal ini nilai keff EOC dan PPF maksimum pada BOC), yaitu nilai keff yang lebih besar dan nilai PPF yang lebih kecil. 2. Individu yang memiliki jarak terjauh dengan anggota populasi lain pada generasi tersebut dilihat dari nilai kedua fungsi objektif[5]. Pada setiap generasi dengan populasi yang beranggotakan sejumlah n-individu, akan dilakukan seleksi sebanyak n-turnamen dengan peserta sebanyak 2n-individu. Dengan begitu, jumlah populasi yang dihasilkan untuk tiap generasi berikutnya akan tetap berjumlah n-individu.Untuk operator tukar silang, digunakan partially mapped crossover dan operator mutasi yang akan mengubah posisi susunan perangkat bahan bakar di dalam teras. Besarnya laju tukar silang dan mutation rate yang digunakan pada penelitian ini masing-masing sebesar 0,9 dan 0,08. Proses optimasi ini berulang sebanyak jumlah generasi, dimana pada penelitian ini sebanyak 20 generasi dengan 50 anggota populasi ditambah dengan populasi awal. Sehingga total sebanyak 1050 konfigurasi teras yang akan dilakukan dalam satu kali proses optimasi. Adaptasi Problem Optimasi Dengan Simulated Annealing Seperti halnya dalam genetic algorithm, tiap perangkat bahan bakar diberikan kode yang menunjukkan posisi perangkat tersebut dalam susunan ¼ teras (absis dan ordinat). Dalam pemodelan problem optimasi ini tidak dilakukan pemberian indeks maupun pengelompokan berdasarkan tipe pengkayaan. Penulisan Program Algoritma optimasi SA multiobjective dibuat dalam sebuah program antarmuka. Program tersebut pada tahap awal secara acak menghasilkan konfigurasi bahan bakar sebanyak jumlah populasi yang dimasukkan sebagai parameter awal. Pengacakan dilakukan dengan saling mempertukarkan posisi beberapa perangkat yang telah dibangkitkan secara random terlebih dahulu. Setiap kali konfigurasi didapatkan, dilakukan perhitungan keff dan distribusi daya dengan COREBN. Hasil keluaran COREBN merupakan nilai fungsi obyektif dari tiap konfigurasi. Fungsi obyektif algoritma optimasi adalah maksimasi nilai keff dan minimasi nilai faktor pemuncakan. Kedua nilai fungsi obyektif ini keff dan PPF kemudian dibandingkan dengan nilai fungsi obyektif konfigurasi lain yang telah diarsip. Apabila nilai fungsi yang baru tidak saling mendominasi dengan nilai fungsi obyektif yang lain, maka nilai tersebut diterima dan diarsip. Jika ternyata salah satu atau kedua nilai obyektif yang baru mendominasi maupun terdominasi oleh yang lain, maka nilai tersebut dapat diterima sesuai dengan probabilitas penerimaan. Langkah 123
J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
ini dilakukan kembali sampai tercapai kesetimbangan termal, lalu turunkan suhu agar probabilitas penerimaan semakin mengecil. Lakukan langkah-langkah di atas hingga dirasa suhu sudah cukup kecil dan sistem dianggap telah membeku. Pada penelitian ini, konfigurasi yang diacak pada tahap awal sejumlah 100 konfigurasi. Pada penelitian ini, keadaan “membeku” terjadi ketika sistem telah mengalami penurunan suhu sebanyak 20 kali. Pada setiap suhu dibangkitkan 50 solusi konfigurasi, sehingga total keseluruhan solusi yang dibangkitkan adalah 1100 solusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Multiobjective Genetic Algorithm Proses seleksi dan tukar silang pada optimasi multiobjektif ini menggunakan seleksi turnamen dan double point partially mapped crossover. Pareto front pada akhir proses optimasi multiobjektif menggunakan genetic algorithm ditunjukkan pada Gambar 6. Banyaknya anggota pareto front akhir adalah 47 solusi yang tidak terdominasi. Dikatakan tidak terdominasi karena solusi yang diperoleh memiliki nilai keff kecil dan PPF maksimum kecil atau nilai keff tinggi dan PPF maksimum juga tinggi. Terdapat 6 solusi yang memenuhi batas standar keselamatan yaitu nilai PPF maksimum lebih kecil dari 2. Dalam pemilihan solusi tunggal terbaik, dipilih satu solusi dari 6 solusi pareto front akhir yang memenuhi batas standar keselamatan. Selanjutnya 6 solusi tersebut dibandingkan dengan konfigurasi teras KSNP-1000 model standar. Solusi yang mampu mendominasi konfigurasi standar dilihat dari nila keff dan PPF maksimum dipilih sebagai solusi akhir dari optimasi multiobjektif menggunakan genetic algorithm.
Gambar 6. Pareto front akhir optimasi Dari 6 solusi tersebut, semuanya mampu mendominasi konfigurasi standar. Jadi proses optimasi dari penelitian ini diperoleh satu set solusi yang ditunjukkan pada Tabel 1.
124
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
Tabel 1. Satu set solusi optimum keff
PPF
Jarak
Solusi 1
1,072
1,694
2,004
Solusi 2
1,073
1,701
2,011
Solusi 3
1,082
1,715
2,027
Solusi 4
1,082
1,875
2,165
Solusi 5
1,082
1,968
2,246
Solusi 6
1,087
1,972
2,251
Pemilihan solusi tunggal dilakukan dengan metode standard deviation of the crowding distances (SDC) [6]. Metode ini dilakukan dengan menghitung standar deviasi dari jarak masing-masing solusi. Perhitungan jarak tiap solusi diperoleh menggunakan rumus pythagoras dengan berdasarkan pada nilai keff dan PPF maksimum terhadap sumbu simetri. Jarak dari masing-masing solusi ditunjukkan pada Tabel 1. Persamaan yang digunakan untuk menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut: SDC =
1 N 2 ∑ (d i − d ) N i =1
(4)
dengan N adalah banyaknya solusi, di adalah jarak pada solusi i dan d adalah rata-rata jarak. Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata jarak 2,117 dengan standar deviasi sebesar 0,107, yang artinya sebaran solusi yang dihasilkan adalah kurang lebih 2,117 ± 0,107. Terdapat 2 solusi yang termasuk dalam rentang sebaran tersebut yaitu solusi 3 dan solusi 4. Kemudian dari kedua solusi tersebut dipilih solusi yang memiliki nilai PPF yang lebih kecil dengan pertimbangan aspek keselamatan. Jadi diperoleh solusi tunggal terbaik yaitu solusi 3 dengan nilai keff sebesar 1,08201 dan nilai PPF maksimum sebesar 1,715. Dari Gambar 7 diketahui bahwa panjang siklus untuk konfigurasi teras standar sebesar 670 hari, sedangkan untuk konfigurasi teras optimum sebesar 740 hari. Hal ini menunjukkan panjang siklus konfigurasi teras optimum lebih panjang 70 hari dari konfigurasi teras standar (peningkatan sekitar 10,45%).
Gambar 7. Perbandingan nilai keff hasil optimasi multiobjektif terhadap model standar KSNP-1000 125
J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Gambar 8. Perbandingan nilai PPF hasil optimasi multiobjektif terhadap model standar KSNP-1000 Dari Gambar 8 terlihat nilai PPF maksimum terletak pada awal langkah fraksi bakar (BOC). Untuk konfigurasi teras standar besarnya PPF maksimum adalah 2,372 sedangkan konfigurasi teras optimum memiliki PPF maksimum sebesar 1,715 (penurunan sekitar 27,7%) dan memenuhi batas keselamatan (kurang dari 2). Dengan melihat hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa optimasi menggunakan multiobjective genetic algorithm mampu menghasilkan solusi yang lebih baik dari konfigurasi teras standar, dengan panjang siklus yang lebih panjang dan PPF maksimum yang lebih rendah. Optimasi Multiobjective Simulated Annealing Dari 1100 solusi yang dibangkitkan, 60 diantaranya diterima sebagai solusi tidak terdominasi seperti ditunjukkan dalam Gambar 9. Seperti halnya pada optimasi multiobjective genetic algorithm, suatu solusi dikatakan tidak terdominasi karena solusi yang diperoleh memiliki nilai keff kecil dan PPF maksimum kecil atau nilai keff tinggi dan PPF maksimum juga tinggi. Adanya pengarsipan pada program optimasi membuat penerimaan solusi menjadi lebih sulit karena selain dibandingkan dengan solusi sebelumnya, solusi baru juga dibandingkan dengan solusi terbaik yang ditemukan dan disimpan sepanjang proses optimasi.
Gambar 9. Nilai fungsi obyektif untuk semua solusi tak terdominasi 126
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
Dari 61 anggota solusi tak terdominasi yang diterima, sebanyak 3 anggota merupakan himpunan pareto front akhir. Anggota dari pareto front akhir ditunjukkan pada Tabel 2 walaupun optimasi multiobjective menghasilkan himpunan pareto dengan banyak solusi tak terdominasi, namun pada umumnya hanya satu solusi saja yang diimplementasikan. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan solusi tunggal guna memilih solusi terbaik. Tabel 2. Nilai fungsi obyektif kandidat Kandidat 1 2 3
keff akhir siklus 1,07440 1,06390 1,06769
Faktor pemuncakan daya 2,179 1,759 1,909
Dalam konteks teknik nuklir, pertimbangan pertama yang diutamakan adalah aspek keselamatan. Aspek tersebut diwakili oleh nilai PPF maksimum sepanjang siklus dan didefinisikan untuk tidak lebih dari 2,0. Dengan demikian, secara otomatis kandidat pertama ditolak karena memiliki nilai PPF maksimum > 2,0. Selain keselamatan, ekonomi merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan. Kecenderungan terhadap aspek ini dapat ditunjukkan dengan pemilihan solusi dengan keff akhir siklus tertinggi yang memungkinkan perpanjangan umur reaktor paling lama. Keoptimalan solusi yang memiliki solusi seperti ini memiliki PPF yang tinggi pula. Kandidat 3 memiliki nilai keff lebih tinggi daripada kandidat 2, sehingga nilai PPFnya juga lebih tinggi. Namun, nilai PPF kandidat 3 masih di bawah standar keselamatan, yaitu 2,0. Dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan ekonomi, kandidat 3 dipilih sebagai solusi tunggal yang optimum. Model standar memiliki keff sebesar 1,01166 dan PPF sebesar 2,36. Bila dibandingkan dengan loading pattern hasil optimasi, terdapat peningkatan keff sebesar 1,491% seperti ditunjukkan dalam Gambar 10 dan penurunan PPF sebesar 19,261% seperti dalam Gambar 11. Peningkatan nilai keff berefek pada perpanjangan siklus selama 60 hari (2 bulan) bila dibandingkan dengan model standar.
Gambar 10. Perbandingan nilai keff hasil optimasi multiobjective simulated annealing terhadap modelstandar
127
J. Tek. Reaktor. Nukl. Vol. 11 No. 3 Oktober 2009, Hal. 116-129
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
Gambar 11. Perbandingan nilai PPF hasil optimasi multiobjective simulated annealing terhadap model standar
KESIMPULAN Kedua metode optimasi, multiobjective genetic algorithm maupun multiobjective simulated annealing, berhasil digunakan untuk optimasi susunan perangkat bahan bakar dilihat dari nilai keff pada akhir siklus dan PPF maksimum sepanjang siklus. Pada penelitian ini, metode multiobjective genetic algorithm mampu memberi penambahan panjang siklus sekitar 10,45% dan penurunan PPF sebesar 27,7%. Susunan perangkat bahan bakar hasil optimasi metode multiobjective simulated annealing memiliki nilai keff saat EOC sebesar 1,06769 dan nilai PPF maksimum sebesar 1,909. Bila dibandingkan dengan model standar, loading pattern hasil optimasi memberikan peningkatan keff sebesar 1,491% dan penurunan PPF sebesar 19,261%. Peningkatan keff berefek pada perpanjangan siklus sebesar 8,108% (2 bulan) terhadap model standar.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
5.
128
JAMES J. DUDERSTADT DAN LOUIS J. HAMILTON, Nuclear Reactor Analysis, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1976. THOMAS WEISE, Global Optimization Algorithms –Theory and Application, Thomas Weise licensed under GNU FDL, Kassel, 2007. JONATHAN N. CARTER, Genetic Algorithm for Incore Fuel Management and other Recent Developments in Optimisation, Advances in Nuclear Science and Technology, 25:113-154, 2002. NICHOLAS METROPOLIS, ARIANNA W. ROSENBLUTH, MARSHALL N. ROSEBLUTH, AUGUSTA H. TELLER DAN EDWARD TELLER, Equation of state calculations by fast computing machines, The Journal of Chemical Physics, 21(6):1087-1092, 1953. G.T. PARKS, Multiobjective Optimization. Diakses dari http://wwwdiva.eng.cam.uk/energy/parksteaching/stochastic/5r1multiobjectiveoptimization.pdf , 22 Mei 2009.
ISSN 1411–240X Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007
6. 7. 8.
Implementasi Metode Genetic....... (Petrus)
KEISUKE OKUMURA, COREBN : A Core Burn-up Calculation Module for SRAC2006, Dokumen teknis, Department of Nuclear Energy System, Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI), Japan, 2007. KALYANMOY DEB, SAMIR AGRAWAL, AMRIT PRATAP DAN T MEYARIVAN, A Fast Elitist Non-Dominated Sorting Genetic Algorithm for Multi-Objective : NSGAII, IEEE Transaction on Evolutionary Computation, 6:181-197, 2002. ALFREDO G. HERNANDEZ-DIAZ, LUIS V. SANTANA-QUINTERO, CARLOS A. COELLO COELLO DAN JULIAN MOLINA, Pareto-adaptive ε-dominance Evolutionary Computation, 15:493-517, 2007.
129