Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi... Sarwani
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN STRATEGI KOMUNIKASI SEKDA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN THE INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND COMMUNICATION STRATEGY OF REGIONAL SECRETARY LEADER TO THE EMPLYEE’S PERFORMANCE AT THE REGIONAL SECRETARY OFFICE OF SOUTH KALIMANTAN PROVINCE
Sarwani Ilmu Komunikasi Universitas Lambung Mangkurat Jl. Brigjen H. Hasan Basri, Gedung Fisip, Banjarmasin. Telp./Fax.0511-3304595 Email:
[email protected] diterima: 8 Mei 2015 | direvisi: 18 Mei 2015 | disetujui: 30 Mei 2015
ABSRACT This study is aimed to examine the influence of leadership style and their communication strategy to the employee’s performance at the regional secretary office, south Kalimantan province. To analyze the leadership style researcher use two factors leadership theory by Fleishman and his colleague in Ohio State University. To analyze the communication strategy researcher uses Smeltzer theory. Base on the research by Indonesian Government Index (IGI) in 2013, the low level of employee’s performance is the main problem in regional secretary office of south Kalimantan province. This circumstance is caused by several factors such like leadership style and communication strategy. This study uses survey method and double regression test. The result simultaneously shows that leadership style and communication strategy have significant influence to the level of employee’s performance in south Kalimantan province, that is 74,8%. Key word: Leadership Style, Communication Strategy, Employee’s performance.
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menjelaskan pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi Komunikasi Pimpinan terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan terhadap Kinerja pegawai. Untuk menganalisa gaya kepemimpinan, peneliti menggunakan teori kepemimpian dua faktor oleh Fleishmann dan rekan-rekannya di Ohio State University kemudian untuk menganalisa strategi komunikasi peneliti menggunakan teori Smeltzer. Masalah yang ada pada saat ini adalah masih belum optimalnya tingkat kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan hasil riset dari Indonesian Government Index IGI tahun 2013. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya seperti gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi. Dengan menggunakan metode penelitian survei dan uji regresi berganda. Hasil penelitian itu secara simultan (bersama-sama) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi mempengaruhi secara signifikan kinerja pegawai di sekretariat daerah Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 74,8 %. Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Strategi Komunikasi, Kinerja Pegawai
I.
Kinerja birokrasi (Pemerintah) di Indonesia sudah lama menjadi bahan kajian dan sorotan berbagai kalangan. Pada masa Orde Baru sampai sekarang, birokrasi di Indonesia dinilai mengalami banyak masalah seperti kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan
PENDAHULUAN
Penelitian ini menguji pengaruh gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi Sekda terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
35
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
nepotisme. Birokrasi sebagai aktor public services dalam beberapa kasus disoroti karena justru menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program, dan dana Negara (Siagian 1997). Publik yang pernah berhubungan dengan birokrasi selama ini banyak yang kecewa atas keadaan yang terjadi di dalam birokrasi. Publik sering mengeluhkan tentang lambatnya pengurusan di kantor-kantor kalau tidak menggunakan koneksi dan biaya tambahan tertentu. Publik juga pesimis melihat bagaimana kinerja aparat yang sering tidak menggunakan waktu kerja dengan baik, seperti tidak disiplin, beraktivitas di luar kantor, main kartu dan main game di kantor. Bahkan sering dijumpai pegawai yang tertidur di kursinya karena tidak tahu apa yang seharusnya dikerjakan. Buruknya kinerja birokrasi di Indonesia selama ini tidak hanya menjadi sorotan di dalam negeri, tetapi juga berasal dari luar negeri. Di antaranya berasal dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong yang meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats). Hasil penelitian mereka menilai birokrasi Indonesia termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti hingga saat ini. PERC menilai birokrasi Indonesia pada tahun 2013 dengan skor 8,83 atau tak bergerak dari skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,83 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden. Merujuk pada kondisi birokrasi tersebut, David Osborn dan Ted Gaebler menyarankan agar model birokrasi di Indonesia yang mengadopsi paradigma birokrasi modern Weber yang hirarkis, diubah menjadi birokrasi yang memperhatikan partisipasi, kerja tim dan kontrol rekan kerja (peer group), bukan lagi dominasi atau kontrol atasan. Model paradigma baru birokrasi adalah menempatkan pemerintah seperti yang disarankan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yaitu: Catalytic government: steering rather than rowing. Pemerintah sebagai katalis, lebih baik menyetir dari pada mendayung. Pemerintah dan birokrasinya disarankan untuk melepaskan bidang-
bidang atau pekerjaan yang sekiranya sudah dapat dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Communityowned government: empowering rather than serving. Pemerintah adalah milik masyarakat: lebih baik memberdayakan daripada melayani. Pemerintah dipilih oleh wakil masyarakat, karenanya menjadi milik masyarakat. Pemerintah akan bertindak lebih utama jika memberikan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mengurus masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan masyarakat tergantung terhadap pemerintah.Competitive government: injecting competition into service delivery. Pemerintahan yang kompetitif adalah pemerintahan yang memasukan semangat kompetisi di dalam birokrasinya. Pemerintah perlu menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik. Kondisi yang terjadi di dalam birokrasi itu sangat ditentukan oleh suasana yang diciptakan oleh kepemimpinan. Dimensi yang sangat terpenting dari kepemimpinan itu adalah faktor komunikasi. Komunikasi bagi pemimpin suatu organisasi merupakan salah-satu penentu keberhasilan dalam menjalankan misi kepemimpinannya. Pemimpin sebagai dinamisator bagi sebuah organisasi yang dipimpinnya senantiasa menjalin hubungan (komunikasi) dengan semua pihak, baik melalui hubungan formal maupun informal (Hawkins 1981). Komunikasi dalam suatu organisasi birokrasi bermanfaat untuk menghubungkan semua unsur yang melakukan interelasi pada semua lapisan, sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan, loyalitas, saling pengertian dan saling menghargai. Komunikasi bagi pimpinan bermanfaat untuk dapat mengetahui keadaan bawahannya sehingga dapat melakukan pengendalian (Smeltzer 1991). Rogers (1976) mengatakan bahwa “Kegiatan komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia dalam mempengaruhi setiap tingkah-laku manusia suatu organisasi, seperti yang dikatakan banyak orang bahwa komunikasi memberikan kehidupan pada struktur organisasi”. Pimpinan dalam suatu organisasi harus memiliki kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan bawahannya. Oleh karena 36
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi... Sarwani
itu, seorang pemimpin perlu mengetahui unsurunsur penting dari komunikasi seorang pimpinan seperti kredibilitas dan daya tarik komunikator, daya tarik pesan serta proses, strategi dan gaya berkomunikasi. Komunikasi dengan bawahan bagi seorang pemimpin menjadi sarana untuk mensosialisasikan pelaksanaan suatu program organisasi. Myers dan Myers (1973) menjelaskan bahwa “Perencanaan kerja yang dibuat oleh pimpinan dengan hasil yang sebaik apapun, apabila tidak dikomunikasikan kepada bawahan yang dipimpinnya menjadi tidak berguna” Berhasil-tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan. Strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan, tetapi juga menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Pengertian strategi komunikasi dikemukakan Effendy (2000) yaitu bahwa: Strategi komunikasi adalah perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi komunikasi perlu disusun secara luwes sehingga taktik operasional komunikasi dapat segera disesuaikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Myers dan Myers (1983) mengatakan: “Keberhasilan kinerja suatu organisasi adalah cermin keberhasilan kepemimpinan seorang pemimpin. Kinerja kerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh kinerja pegawai yang menjalankan tugas keorganisasian. Sementara itu, kinerja organisasi ditentukan oleh sumber daya manusia, sarana-prasarana dan manajemen kepemimpinan. Manajemen kepemimpinan sangat ditentukan oleh karakter dan performance pemimpin. Komunikasi menjadi sangat berguna bagi pimpinan dalam menjalankan manajemen kepemimpinannya”. Selanjutnya, Rivanto (1985) mengatakan, “Proses komunikasi yang terjadi dalam lingkungan organisasi pemerintah harus berlangsung kondusif. Hal itu penting agar tercipta lingkungan kerja yang memungkinkan terjadinya pegawai dapat bekerja efektif. Gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi Pimpinan berperan penting dalam menciptakan lingkungan kerja pegawai yang
kondusif melalui kebijakan, perintah dan instruksi kepada pegawai. Melalui Gaya kepemimpinan dan Strategi komunikasi tersebut, seorang pemimpin dapat mempengaruhi Kinerja pegawai yang ada dalam lingkungan kerjanya. Komunikasi antara pimpinan dan pegawai yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja birokrasi yang efektif”. Udai (1994) menjelaskan berbagai bentuk perilaku pegawai yang justru bertentangan dengan harapan yang ingin diciptakan dari proses komunikasi pimpinan, seperti; kurang disiplin; kerja sama yang kurang harmonis, penggunaan fasilitas kerja yang kurang optimal, tidak adanya perbaikan kerja. Hal ini berimplikasi pada produktivitas kerja atau kinerja lembaga secara keseluruhan. Selanjutnya Hicks (1996) menjelaskan Penerapan disiplin pegawai adalah dasar tertib organisasi dan dasar dalam meningkatkan kinerja pegawai. Faktor disiplin yang mudah diamati seperti datang tepat waktu di kantor, tidak terlambat mengisi absensi pegawai, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tidak meninggalkan tempat kerja untuk urusan di luar jam kantor, dan lain-lain. Rendahnya motivasi pegawai dalam proses pelaksanaan tugas terlihat dari sikap yang kurang inisiatif, cenderung apatis, menerima begitu saja tugas atau perintah pimpinan walaupun kurang dipahaminya. Menciptakan komunikasi yang baik dalam lingkungan pekerjaan yang diharapkan dapat mendukung kinerja lembaga harus diupayakan oleh seorang pimpinan. Conrad (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa “Hubungan dalam pekerjaan (komunikasi) mempengaruhi kinerja pekerjaan (job performance)”. Ini berarti bahwa komunikasi pimpinan yang efektif mempengaruhi persepsi pegawai terhadap pekerjaannya. Dari sini dapat diketahui bahwa faktor komunikasi pimpinan begitu berperan dan turut menentukan dalam menciptakan kinerja pegawai yang optimal. Gaya komunikasi dan strategi komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah komunikasi antara Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dengan pegawai yang ada di dalam lingkup organisasi Sekretariat Daerah sebagai bawahannya. Komunikasi yang terjadi 37
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
berkaitan dengan kewenangannya sebagai pembantu pimpinan provinsi (Gubernur) yang melaksanakan tugas pemerintahan di daerah. Dalam hal ini, seorang Sekretarias Daerah Provinsi menyelenggarakan fungsi pemerintahan yaitu mengkoordinasikan perumusan kebijakan Pemerintah Provinsi; menyelenggarakan administrasi pemerintahan; pengelolaan sumber daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana pemerintahan provinsi; dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya. Peneliti melihat bahwa kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan belum optimal. Berdasarkan hasil riset dari Indonesia Govermance Index (IGI) tahun 2013, Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini pengukuran dilakukan pada level provinsi. Angka indeks keseluruhan merupakan komposit dari empat arena tata kelola pemerintahan, yaitu: 1) Pemerintah, 2) Birokrasi, 3) Masyarakat sipil, dan 4) Masyarakat ekonomi. Keempat arena diukur berdasarkan sejauh mana fungsi-fungsi pentingnya dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu partisipasi, akuntabilitas, keadilan, transparansi, efisiensi dan efektivitas. Kinerja yang diperoleh Kalimantan Selatan berada di nilai 6,19 atau masih berada di kecendurungan baik di antara empat arena yang diukur, kinerja masyarakat sipil (6,40) dan arena birokrasi (6,32) masuk kategori cenderung baik, sementara arena masyarakat ekonomi (6,02) dan arena pemerintah (5,99) termasuk dalam kategori Sedang. Secara berturut-turut, prinsip-prinsip yang termasuk dalam kategori “cenderung baik” diantaranya adalah efisiensi (7,66) di Arena Pemerintah, efisiensi (7,39) di Arena Birokrasi, dan Transparansi (6,84) di Arena Birokrasi. Sementara itu, prinsip-prinsip yang masuk dalam kategori Cenderung Buruk adalah Prinsip Partisipasi (3,74) di Arena Birokrasi dan Efektifitas (4,73) di Arena Pemerintah, sementara Prinsip Transparansi (4,92) di Arena Pemerintah Masuk kategori Sedang. Hal itu disebabkan karena
adanya masalah yang dialami oleh para pegawai tersebut. Salah satu masalah yang menjadi fokus penelitian ini berkaitan dengan gaya kepemimpinan komunikator. Selain itu, berdasarkan artikel dari harian Banjarmasinpost edisi Jumat, 27 Juni 2014, tentang “Gaya pimpinan Sekda Kalsel dan Predikat WTP”, dimana ditulis bahwa dalam organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa dan gaya kepemimpinan sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar bekerja bersama sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, selain itu seorang pemimpin harus bisa membedakan antara otoritas (suatu wewenang yang didelegasikan dari atas melalui rantai perintah) dan kepemimpinan (suatu wewenang yang didapat seseorang dari rekan maupun bawahannya). Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan, seorang pemimpin harus memahami benar bahwa individu merupakan komponen penting dalam organisasi sehingga harus dilibatkan dalam pendelegasian tanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi dengan tanpa mengabaikan aspek budaya dan lingkungan organisasi, serta adanya iklim organisasi yang kondusif. Untuk menunjang fungsi inilah dibutuhkan adanya komunikasi (gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi) yang berkualitas yaitu dengan sikap antusias terhadap semua kegiatan organisasi, Keterbukaan, akuntabilitas, komunikasi dua arah antara pemimpin dengan pegawai, dan perhatian yang cukup dalam hubungan dengan bawahan, dengan gaya kepemimpinan inilah yang mendasari Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan mendapat predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) yang selama ini belum pernah diterima predikat tersebut sebelumnya dari BPKP. Selain itu juga, artikel dari harian Banjarmasin Post edisi Kamis, 5 Desember 2014 mengangkat judul “ Kinerja Pemprov Kalsel dinilai tertinggi di tingkat nasional”, berdasarkan Laporan Hasil Evaluasi (LHE) Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) tahun 2013, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendapat predikat tertinggi bersama enam Provinsi Lainnya yaitu: Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, 38
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi... Sarwani
Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Laporan Hasil Evaluasi (LHE) Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) bertujuan untuk menilai implementasi dan perkembangan akuntabilitas kinerja di lingkungan pemerintah Provinsi seluruh Indonesia. Berdasarkan surat nomor B/3845/M/PANRB/2013 tanggal 22 November 2013, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendapat nilai 66,18 atau dengan kategori penilaian “B” intepretasi Baik. Adapun Rincian yang dinilai yaitu: Perencanaan kinerja 23,46, Pengukuran Kinerja 12,29, Pelaporan Kinerja 10,39, Evaluasi Kinerja 6,28, selain itu pencapaian kinerja 13, 76 sehingga total mencapai 66,18 atau masuk kategori Baik. Beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh Menteri PAN-RB Republik Indonesia kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, diantaranya yaitu meningkatkan kualitas evaluasi kinerja internal dan meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja. Berdasarkan uraian tersebut, penulis melihat bahwa gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam meningkatkan kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Menciptakan komunikasi yang baik dalam lingkungan pekerjaan yang diharapkan dapat mendukung kinerja lembaga harus diupayakan oleh seorang pimpinan. Conrad (dalam Tubbs, 1997) menyatakan bahwa “Hubungan dalam pekerjaan (komunikasi) mempengaruhi kinerja pekerjaan (job performance)”. Ini berarti bahwa gaya dan strategi pimpinan yang efektif mempengaruhi persepsi pegawai terhadap pekerjaannya. Dari sini dapat diketahui bahwa faktor komunikasi yang dilakukan pimpinan turut menentukan dalam menciptakan kinerja pegawai yang optimal. Permasalah pada penelitian ini adalah, apakah ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi Sekda terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan?
Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi sekda terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk pengembangan studi ilmu komunikasi, khususnya dimensi komunikasi pimpinan dalam organisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan sumbangan pemikiran di dalam memberikan alternatif pemecahan masalah yang muncul dalam birokrasi, khususnya yang berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience), terutama dalam menganalisis suatu fenomena komunikasi organisasi dan kelompok. Hasil penelitian yang dilakukan di Kalimantan Selatan ini diharapkan dapat menjadi contoh dan rujukan dalam hal gaya kepemimpinan strategi komunikasi yang efektif. A.
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (Davis 1985). Yuki (1998), menyebutkan, kepemimpinan merupakan proses untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untukmencapai tujuan bersama. Kemampuan pegawai mencapai tingkat kinerja yang tinggi penting untuk peningkatan kinerja organisasi yang efisien, efektif dan produktif. Upaya peningkatan kinerja pegawai menuntut peran manajemen dalam melakukan pendekatan kepemimpinan efektif. Robbins (2003) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan sekelompok orang bukan dengan paksa untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Rivai (2004) Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi sebagai kombinasi dari falsafah, keterampilan,sikap yang sering diterapkan 39
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
seorang pemimpin ketika sedang mempengaruhi bawahannya. Sedangkan menurut Davis (1985) gaya kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang di persepsikan oleh pegawainya Pimpinan dengan kemampuan yang dimilikinya dapat mempengaruhi dan mendorong pegawainya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan diarahkannya dan diinginkannya agar dapat mencapai tingkat kinerja yang diharapkannya sehingga tujuan dan keberhasilan organisasi dapat dicapai. Perilaku kepemimpinan manajer/sekda akan tercermin dari gaya kepemimpinannya yang muncul pada saat memimpin bawahannya. Menurut Meredith (1984) dan Praningrum (1998) pada dasarnya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas cenderung menetapkan sasaran dan rencana, mengarahkan dan mengawasi pegawai secara tertutup, serta lebih menekankan pada pelaksanaan pekerjaan daripada perkembangan dan pertumbuhan pegawai. Sementara itu, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan cenderung memotivasi dan membina hubungan dengan bawahan/pegawai/anggota kelompoknya untuk melaksanakan tugas dengan memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, serta menciptakan hubungan saling percaya dan menghormati/menghargai. Berdasarkan hasil studi dari Universitas Ohio, Yuki (1994) dan Thoha (1996) telah mengidentifikasi adanya dua dimensi/ kelompok perilaku yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan yaitu: (1) perilaku yang menerangkan pada Inisiatif Struktur (Initiative Structure) dan (2) perilaku yang menekankan pada pertimbangan (Consideration). Sedangkan Lebih lanjut dijelaskan Thoha (1996), bahwa Memprakarsai Struktur menggambarkan perilkau seorang pemimpin yang mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, serta prosedur kerja yang jelas dalam pencapain tujuan organisasi, sedangkan perilaku Konsiderasi/Pertimbangan menggambarkan perilaku seorang pimpinan yang berusaha menciptakan hubungan hangat antara pemimpin
dengan bawahan, saling percaya, kekeluargaan, dan kesetiakawanan, serta memberikan penghargaan terhadap gagasan-gagasan bawahan. B.
Strategi Komunikasi
Disamping Faktor kepemimpinan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dalam mencapai keberhasilan organisasi, strategi komunikasi juga di perlukan dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Beberapa ahli mendefinisikan strategi komunikasi sebagai berikut: Menurut Effendy (2006) strategi komunikasi adalah metode atau langkah yang diambil untuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat dan perilaku baik secara langsung (lisan) maupun tidak langsung melalui media. Masih menurut effendy, strategi memiliki fungsi ganda, yaitu pertama menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematiskepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Kedua menjembatani kesenjangan budaya (Culture gap). Sedangkan menurut Arifin (1994) dalam buku Strategi komunikasi menyatakan bahwa “sesungguhnya suatu strategi komunikasi adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan”, jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang akan dihadapi dan yang mungkin akan dihadapi dimasa depan, guna mencapai efektivitas Berhasil-tidaknya kegiatan dalam suatu organisasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi. Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan. Strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan, tetapi juga menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Pengertian strategi komunikasi dikemukakan Effendy (2000) yaitu bahwa: Strategi komunikasi adalah perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi komunikasi perlu disusun secara luwes sehingga taktik operasional komunikasi dapat segera 40
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi... Sarwani
disesuaikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Selanjutnya Pace, Peterson dan Burnett (dalam Effendy 1989) menyatakan bahwa tujuan dari strategi komunikasi adalah sebagai berikut: to secure understanding, to establish motive action, and to motive action. (”Untuk mencapai pemahaman, memunculkan tindakan motif dan mendorong tindakan”). Dengan strategi komunikasi ini, berarti dapat ditempuh beberapa cara memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri organisasi dengan mudah dan cepat. Dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi adalah metode atau langkah-langkah yang diambil utuk keberhasilan proses penyampaian pesan oleh orang lain/komunikator/pimpinan kepada orang lain untuk memberitahu atau merubah sikap, pendapat dan perilkau baik secara lisan maupun tidak langsung melalui media untuk mencapai suatu tujuan. Smeltzer et al. (1991), Smelzer menetapkan empat komponen yang dapat menentukan keberhasilan strategi komunikasi, yaitu terdiri dari:1 The Specific content of the message, 2 The message's channel, 3. The time the communication takes place dan 4. The environment in which it occurs C.
Menurut Mathias dan Jackson (2002) kinerja pegawai adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Kuantitas Output mengacu pada sejumlah hasil yang dicapai. Kualitas output mengacu pada akurasi dan margin kesalahan. Jangka waktu output mengacu pada penyelesaian tugas dalam waktu yang diperkenankan. Kehadiran di tempat kerja mengacu pada ketaatan pada jadwal kerja sebagaimana ditugaskan, dan sikap kooperatif mengacu pada kerja sama dan komunikasi dengan pnyelia dan rekan kerja. Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat disusun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho: tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Ha: ada pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Kinerja Pegawai
II. METODOLOGI
Pada saat ini pentingnya peranan sumber daya manusia tercermin dari kebutuhan organisasi untuk membuat strategi sumber daya manusia nya sendiri. Sumber daya manusia merupakan tulang punggung kehidupan organisasi. Keberhasilan organisasi sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang bersangkutan, sehingga perlu memiliki karyawan yang berkemampuan tinggi dan berkembang baik untuk meningkatkan kinerja yang tinggi (Achmad 2004). Gibson, dkk (1997) menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya Alwi (2001) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Tipe penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei yaitu mengambil sejumlah responden sebagai sampel, dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun 2012), Dalam penentuan jumlah sampel Arikunto (2002) mengatakan apabila subyeknya kurang dari 100 maka sampel yang digunakan adalah seluruhnya. Apabila subyeknya lebih dari 100 maka sampel yang diambil adalah 10-15 persen atau 20-25 persen atau lebih dari populasi yang digunakan. Untuk menentukan jumlah sampel total yang akan di ambil dalam penelitian ini sebesar 25 % dari masing –masing unit kerja dari jumlah populasi. jumlah populasi sebanyak 488 orang dan teknik Pengambilan Sampel yaitu : Proposional
41
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
Tabel 1. Hasil Uji F (Anovab) Table 1. Result of F Test (Anovab) Model 1
Sum of Squares
Regression
Mean Square
1021,936
2
510,968
335,984
109
3,082
1357,920
111
Residual Total
Df
Keterangan: - Prediktor: (Konstant) Gaya Kepemimpinan Strategi Komunikasi - Variabel Tidak Bebas: Kinerja Pegawai
F
Sig.
165,768
,000a
Remarks: - Predictors: (Constant): Leadership Style Communication Strategy - Dependent Variable: Employee Performance
Sratified Random sampling sehingga didapat sampel sebanyak 112 orang pegawai . Teknik pengujian Instrumen yaitu : uji Validitas (teknik Korelasi Product moment) dari Karl Pearson dan Uji reliabilitas adalah yaitu teknik Alpha Cronbach. Teknik Analisis data: tabel Frekuensi, Uji hipotesis: Uji F dan Uji R². Uji asumsi Klasik yaitu :Uji multi Kulinearitas, Uji Heteroskedesitas dan uji Normalitas.
Pada Tabe 2 yang menunjukan Coefficients (α), kolom Unstandardized Coefficents dengan subkolom B merupakan koefisien yang menunjukkan harga Constan b0, harga b1 dan b2. Dari ketiga koefisien ini kemudian dimasukkan kedalam persamaan :
𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2 sehingga persamaan regresi menjadi:
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hipotesis / Uji F
𝑌̂ = 3,218 + 0,374𝑋1 + 0,266𝑋2
Pada hasil perhitungan F diperoleh koefisien sebesar 165,769. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 165,769 lebih besar dari nilai F tabel sebesar 3,08. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai signifikansi (p) yaitu sebesar 0,000 lebih kecil dar 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa secara bersama-sama gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel Tabel ANOVA (b) di Tabel 1.
Sehingga dapat diartikan bahwa kenaikan skor rata-rata gaya kepemimpinan sebesar 1 kali, akan meningkatkan skor rata-rata kinerja pegawai sebesar 0,734 dan peningkatan skor rata-rata Strategi Komunikasi maka akan meningkatkan Kinerja Pegawai sebesar 0,266 pada konstanta 3.128.
Tabel 2. Koofesien Table 2. Coofecients Model 1
Koofesien Tidak Standar (Unstandardized Coofecient) B Std. Error
Konstanta (Constant) Gaya Kepemimpinan Strategi Komunikasi
Keterangan: - Variabel Tidak Bebas: Kinerja Pegawai
3,218
2,224
0.374 0,266
0,033 0,096
Koofesien Standard (Standardized Coofecient) Beta t
0,735 0,180
1,447
0,151
11,331 2,775
,000 0,007
Remarks: - Dependent Variable: Employee Performance
42
Sig.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi... Sarwani
Tabel 3. Hasil Uji Determinasi Table 3. Result of Determination Test (R2) Model 1
B.
R 0.868a
R Square
Penyesuaian R Square (Adjusted R Square)
0,753
Estimasi Standar Error (Std. Error of the Estimate)
0,748
Uji Determinasi (R2)
1,75568
mendekati 1 (Santoso 2002). Perhitungan multikolinearitas lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.
Uji determinasi dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu model regresi yang digunakan. Hasil uji determinasi dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil uji determinasi (R2) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square yang dihasilkan sebesar 0,748 setara dengan nilai 74,8%. Hal ini berarti bahwa variabel independen (X) yang terdiri dari gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi mampu menerangkan kejadian variabel independennya (Y) yaitu kinerja pegawai sebesar 74,8%, selebihnya sebesar 25,2% diterangkan variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Tabel 4. Uji Multikolinearitas Table 4. Multicoliniearity Test Variabel X1 X2
Tolerance 0,539 0,539
VIF 1,854 1,854
Keterangan Tidak Terjadi Multikolinieritas
Hasil analisis menunjukkan nilai VIF (Variance Inflation Factors) dari masing-masing variabel ada sekitar angka 1 demikian juga nilai toleransi dari seluruh variabel bebas <1,000. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian asumsi terbebasnya model regresi dari gejala multikolinearitas dapat terpenuhi.
C. Uji Multikolinearitas Asumsi klasik model regresi linear adalah tidak boleh terdapat miltikolinearitas. Diantara variabel-variabel bebas di dalam model. Deteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara melihat besarnya VIF (Variance Inflation Factors) dan toleransi. Kriteria suatu model regresi yang bebas dari multikolinaritas apabila mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factors) disekitar angka 1 dan besaran nilai toleransi
D. Uji Heteroskeditisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan grafik Scatter Plot. Untuk Lebih jelas hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Metode Scatter Plot Figure 1. Result Test of Heterosledastisitas woth Scatter Plot Method 43
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas metode Grafik Scatter Plot sebagaimana dalam Gambar 1 menunjukkan bahwa sebaran data memiliki kecenderungan menyebar tidak beraturan. Hal ini menurut Ghazali (2009) berpendapat bahwa jika pola sebaran data tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Dengan demikian asumsi terbebasnya model regresi dari gejala heteroskedastisitas dapat terpenuhi. E.
kecenderungan menyebar di sekitar garis diagonal. Hal ini menurut Ghazali (2009) berpendapat bahwa jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Dengan demikian asumsi normalitas data dari model regresi dapat terpenuhi. Pembahasan dalam lapoeran ini meyajikan hasil penelusuran peneliti dengan pendekatan penelitian kuantitatif dan menggunakan uji regresi berganda dalam pengujian hipotesis. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi Sekda terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelusuran dapat dijabarkan dalam beberapa paparan sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai berikut: Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis penelitian Ho (tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.) ditolak dan menerima Ha (ada pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.) diterima yaitu ada pengaruh gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi sekda terhadap kinerja pegawai disekretariat daerah Provinsi Kalimantan Selatan memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja pegawai di sekretraiat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh yang paling dominan diantara prediktor tersebut digunakan uji determinasi. Hasil uji kontribusi paling dominan diantara dua variabel terhadap variabel terikatnya didapat bahwa variabel gaya kepemimpinan adalah variabel paling dominan yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu sebesar 37,4% dari total pengaruh sebesar 74,8%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Nova (2008) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai walaupun hasilnya tidak secara bersama
Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dapat dilakukan dengan uji chi Square dengan metode grafik. Dalam penelitian ini uji normalitas di deteksi dengan menggunakan p-p plot diagram, jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Hasil analisis menunjukkan diagram p-p plot dari variabel-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Uji Normalitas Metode Grafik Normal P-P Plot Figure 2. Normality Test of Normal P-P Plot Graphic Method Berdasarkan uji normalitas metode grafik Normal P-P Plot sebagaimana dalam Gambar 2 menunjukkan bahwa sebaran data memiliki 44
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Strategi... Sarwani
konsisten, konsesus umum yang ditarik oleh peneliti adalah bahwa gaya kepemimpinan pada kenyataannya benar-benar memiliki beberapa faedah sebagai prediktor kinerja dari pekerjaan.
Disarankan bagi instansi terkait agar dapat memberikan perhatian lebih terkait gaya kepemimpinan. Hal ini dikarenakan variabel gaya kepemimpinan merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini juga tidak kalah penting juga memperhatikan strategi komunikasi yang dilakukan pimpinan. Dengan demikian diharapkan kinerja pegawai dapat terwujud sesuai dengan tujuan organisasi yang ingin dicapai. Secara teoritis diharapkan adanya kontribusi dari masing-masing variabel yang diteliti hendaknya dapat dikembangkan lebih lanjut aspek-aspek gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi. Pada peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti pengaruh variabel lain yang mempengaruhi kinerja seperti pendidikan dan pelatihan, insentif dan iklim organisasi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
Bertitik-tolak dari uraian hasil penelitian, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tesis yang berjudul pengaruh gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi Sekda terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan uji hipotesis penelitian ini maka di tarik kesimpulan : menolak Ho: tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Dan menerima Ha: ada pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari para ahli yang menyatakan gaya dan strategi komunikasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan beberapa penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh antara gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap kinerja pegawai. Melalui penelitian ini terbukti dan semakin menguatkan bahwa terdapat pengaruh gaya kepemimpinan dan strategi komunikasi terhadap peningkatan kinerja dalam suatu organisasi. B.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Prof. Mustain Mashud dan Prof. Rachma Ida yang telah membantu banyak dalam menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A., 1994. Strategi Komunikasi, Bandung, CV Amrico Davis, K., & Newstrom, J., W., 1995. Perilaku Organisasi, Alih Bahasa: Agus Dharma, Jilid I dan II, Jakarta: Penerbit Erlangga. Davis, K., & Newstrom, J., W., 1996. Perilaku dalam organisasi, edisi ketujuh (terjemahan) Jakarta: Penerbit Erlangga
Saran
Berdasarkan simpulan dalam penelitian ini, maka penulis menyampaikan saran – saran sebagai berikut: Mengingat gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai , maka pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan perlu untuk meningkatkan efektifitas gaya kepemimpinan terutama pada aspek menekankan pegawai untuk bekerja secara maksimal, memperhatikan pada pegawai baru, menemukan keinginan karyawan dan memberikan informasi mengenai organisasi pada pegawai.
Effendy, O. C., 1986. Kepemimpinan dan Komunikasi, P.T. Remaja Rosda Karya, Bandung. Effendy, O. C., 2000, Dinamika Komunikasi. Alumni, Bandung. Effendy, O. C., 2006, Teori dan Praktek Ilmu komunikasi P.T. Remaja Rosda Karya, Bandung.
45
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 19 No.1 Juni 2015: 35-46
Ghozali, I., 2011. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 19 Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Santoso, S., 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Alex Media Komputindo. Santoso, S., 2002. StatistikMultivariat. Jakarta: PT Alex Komputindo
Hawkins, B. L., & Preston, P., 1981. Manajerial Communication. California: Goodyear Publishing Company. Inc.
Singarimbun, M, & Efendi, S., 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta, Rajawali Pers.
Mathias, L. R., & Jakson, H. J., 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Salemba Empat
Smeltzer, L., Waltman, J., Leonard, D., 1991. Manajerial Communication a Strategic Approach. USA: Ginn Press.
Merideth, G., 1984, Kewirausahaan, Teori dan Praktek, Jakarta, Pustaka Binawan Presindo Jakarta.
Suharsimi, A., 1994. Buku Pintar: Panduan Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Pioner Jaya
Myers M. T., Myers G. E., 1983. Teori-Teori Manajemen Komunikasi (terjemehan). Jakarta: Bahana Aksara
Suharsimi, A., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.
Nawawi, H., 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, edisi ketiga, Yogyakarta: GadjahMada University Press
Thoha, M., 2001. Dimensi-dimensi Prima Administrasi Negara, Jakarta, PT Prenada Media Group
Pace, R. W., & Faules, D. F., (Editor Deddy Mulyana), 2000. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Thoha, M, 2006. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: PT Raja Grafindo. Yukl, G., 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi (alih Bahasa Budi Supriyanto) Edisi keempat, Jakarta: Indeks.
Preningrum, 1998. Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Pada Usaha Kecil Batik, DIY, Tesis PPS UGM. Yogyakarta. Prihadi, S. F., 2004 Identifikasi, Pengukuran dan Penegembangan Kompetensi, Jakarta: UniversitasTerbuka Veithzal, R., 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Raja grafido persada. Robbins, S. P., 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Alih Bahasa Jusuf Udaya, Jakarta: Arcan. Robbins, S. P., 2001. Organizational Behavior, Prentice Hall International Inc. Robbins, S. P., 2003. Perilaku Organisasi, Jilid I (Alih Bahasa Tim Indeks) Jakarta: PT Indeks. Robbins, S. P., 2006. Perilaku Organisasi, (Alih Bahasa Benyamin Molan), Edisi Kesepuluh, Jakarta: PT Indeks. 46