FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRAKTIK MUCIKARI DALAM UPAYA PENGGUNAAN KONDOM Tanjung Anitasari I.K*), Zahroh Shaluhiyah**), Antono Suryoputro**) *)
Program Studi Kesehatan Masyarakat, FIKUniversitas Muhammadiyah Surakarta **) Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang Email :
[email protected] Diterima : 16 Februari 2016 Disetujui : 23 Februari 2016 ABSTRACT Predisposition Factors and Pimp’s Practice of 100% Condom Use By The Female Sex Workers (FSW) at Argorejo Resocialization Complex, Semarang; Argorejo resocialization was the biggest resocialization in Semarang and as a model resocialization in Indonesia. Programme of 100% condom is being used to prevent HIV by means of the unsafe sexual transaction, and it considered of condom use by female sex workers in Semarang was only 55 %. Pimps have a strong influence to consistent in using condoms by FSW. This studi aims to determine the relationship between predisposition factors and pimps practice of 100% condom use by the FSW at Argorejo resocialization. Quantitative method with cross sectional approach was used in this study. Pimps in this research as many as 144 pimps, and have been become the sample of the research with total sampling technique. Data has been analyzed by univariate, and chi-square (bivariate).The result showed that 50,7% pimps practices were good. Variables which correlated toward pimps practice were knowledge, attitudes, and perceptions.
Keywords :Predisposition factor, pimps, 100% condom ABSTRAK Resosialisasi Argorejo merupakan resosialisasi terbesar di Kota Semarang, dan menjadi Resosialisasi percontohan di Indonesia. Terdapat program kondom 100% pada WPS di Resosialisasi Argorejo untuk mengendalikan penularan HIV melalui hubungan seksual tidak aman mengingat konsistensi penggunaan kondom 1 minggu terakhir pada WPS di Kota Semarang pada tahun 2013 adalah sebesar 55%. Mucikari memiliki pengaruh cukup kuat agar WPS konsisten dala menggunakan kondom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubunganantara faktor predisposisi dengan praktik mucikari dalam upaya penggunaan kondom 100% pada WPS di Resosialisasi Argorejo Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Besar sampel adalah 144 orang yang diambil menggunakan total sampling. Analisa data secara univariat, dan bivariat dengan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 50,7% mucikari melakukan praktik baik dalam mengupayakan penggunaan kondom 100% pada WPS. Faktor yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan praktik mucikari adalah pengetahuan, sikap, dan persepsi. Dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan dari pihak LSM dapat meningkatkan praktik mucikari dalam upaya penggunaan kondom 100% pada WPS selain faktor tingkat pendidikan, dan masa kerja mucikari.
Kata Kunci : Faktor predisposisi, mucikari, kondom 100% 11
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT – VOL. 09 NO. 01/ MARET/ 2016
tersebut maka program kondom 100%
PENDAHULUAN Lokalisasi
merupakan
bentuk
juga harus diterapkan di resosialisasi. Resosialisasi
prostitusi terorganisir yang di dalamnya
Argorejo
merupaka
terdapat WPS (Wanita Pekerja Seks) yang
nresosialisasi terbesar di Kota Semarang
diasuh oleh mucikari dan dibentuk untuk
dan menjadi resosialisasi percontohan di
memudahkan pengawasan WPS dalam
Indonesia
upaya preventif dan kuratif terhadap
diberlakukan
penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual)
program penggunaan kondom 100% pada
maupun HIV (Human Immunodeficiency
WPS (Suwandi, 2013).
Virus) (Kartono, 2013).
dengan
terbanyak
dari
di
dalamnya
regulasi
lokal
telah tentang
Regulasi lokal tersebut merupakan
Kota Semarang adalah kota di Jawa Tengah
yang
kasus Januari
HIV/AIDS sampai
31
upaya yang penting dalam pengendalian kasus
HIV/AIDS,
penurunan
mengingat
konsistensi
terdapat
penggunaan
Desember tahun 2013 yaitu 119 kasus
kondom pada 1 minggu terakhir sebesar
HIV, dan 86 kasus AIDS (KPAP Jateng,
17 % yaitu dari 72% pada tahun 2012
2013). Heteroseksual merupakan faktor
menjadi 55% pada tahun 2013 (KPA
risiko HIV terbesar di Kota Semarang
Semarang,
pada tahun 2010 sampai Agustus 2013
diperkuat dengan dataIMS yang diperoleh
yaitu sebesar 48,2% (DKK Semarang,
dari
2013).Berdasarkan
menyatakan bahwa terdapat 90 kasus IMS
hal
tersebut
maka
2013).
Puskesmas
tersebut
Lebdosari
yang
yang rentan terhadap HIV dengan risiko
kunjungan pada bulanJuli, 99 kasus IMS
penularan heteroseksual.
yang
diobatipada
WPS
WPS
dengan
yang
pekerja seks adalah salah satu kelompok
Program pemakaian kondom 100%
diobatipada
Kondisi
dengan
246
217
kunjungan pada bulan Agustus, dan 171
memberikan
kasus IMS yang diobatipada WPS dengan
penekanan padapendidikan danp romosi
442 kunjungan pada bulan September
pemakaian
upaya
tahun 2013 (Puskesmas Lebdosari, 2013).
menekan meluasnya penularan infeksi
Dengan adanya IMS, maka HIV akan
menular seksual termasuk HIV/AIDS,
lebih mudah menular karena adanya
terutama
cairan tubuh atau darah pada
adalah
memiliki (KPAN,
kegiatan
yang
kondom
sebagai
di kalangan banyak 2012).
populasi
yang
luka IMS
pasangan
seksual
yang menjadi pintu masuk penularan HIV
Berdasarkan
definisi
(Kemenkes, 2008).
22
Faktor Predisposisi dan Praktik Mucikari dalam Upaya Penggunaan Kondom
Tidak digunakannya kondom secara konsisten pada WPS menandakan bahwa program kondom 100% belum optimal. WHO
menyatakan
kondom (KPAN, 2010). Dukungan
mucikari
terhadap
kolaborasi
program kondom 100 % pada tiap
dengan mucikari merupakan langkah yang
hubungan seksual berisiko mempengaruhi
penting
penggunaan
untuk
bahwa
pelanggan yang tidak mau memakai
keberhasilan
program
kondom 100% (WHO, 2000). Mucikari merupakan
kondom
pada
WPS
(p=0,032)(Budiono, 2012; Hadi, 2004). figur
yang
Faktor
predisposisi
merupakan
memiliki pengaruh cukup kuat dalam
faktor
perilaku WPS agar menggunakan kondom
mempredisposisi
secara konsisten pada setiap hubungan
seseorang
seksual berisiko (Hull; Sulistyaningsih;
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
Jones, 1999). Mucikari juga merupakan
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
para penguasa di masing-masing rumah
antara faktor predisposisi dengan praktik
prostitusi mereka sendiri, serta merupakan
mucikari dalam upayapenggunaankondom
masyarakat lokasi yang relative tetap dan
100% pada WPS di ResosialisasiArgorejo
memiliki potensi untuk mempengaruhi
Kota Semarang.
yang
mempermudah terjadinya
atau perilaku
(Notoatmojo,
2007).
WPS dan pelanggan (Sianturi, 2013). Upaya
untuk
mengurangi
HIV/AIDS pada WPS dapat dilakukan
METODE Penelitian
ini
adalah
penelitian
dengan menekankan tanggung jawab pada
survei dengan pendekatan cross sectional.
mucikari,
aturan
Penelitian dilaksanakantahun 2013-2014
pemberian sanksi terhadap mucikari yang
pada mucikari di Resosialisasi Argorejo
menyediakan jasa pelacuran (Indahri,
Semarang yang berjumlah 144 orang, dan
2011). Dalam program pencegahan HIV
diambil dengan total sampling.
melalui transmisi seksual juga disebutkan
penelitian
bahwa mucikari dapat bertindak sebagai
kuesioner, pengumpulan data dilakukan
pengelola dan outlet kondom, serta harus
dengan
menyediakan
penelitian dianalisis secara univariat, dan
serta
menerapkan
kondom
dalam
wisma
bahkan dalam kamar, memasang poster yang berisi ajakan memakai kondom, serta mendukung
WPS
untuk
menolak
33
yang
metode
digunakan
wawancara.
Alat adalah
Hasil
bivariat dengan menggunakan chi-square.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT – VOL. 09 NO. 01/ MARET/ 2016
pembuangan kondom yang telah dipakai
HASIL DAN PEMBAHASAN Total sampel dalam penelitian ini
telah diperhatikan oleh mucikari, dan
berjumlah 144 mucikari dengan umur
51,7%
berkisar antara 23-67 tahun. Rata-rata
pengertian kondom dari mucikari (Hadi,
umur mucikari dalam penelitian ini 43
2004).
tahun. 68,8% mucikari berjenis kelamin perempuan. 65,3% mucikari memiliki
WPS
kurang
mendapatkan
Masih adanya mucikari yang kurang mendukung
jumlah WPS yang banyak yaitu ≥ 4 WPS. sesuai
program
dengan
hasil
kondom
100%
penelitian
yang
Rata-rata masa kerja mucikari adalah 12
dilakukan oleh Budiono yang menyatakan
tahun.
bahwa
Tingkat pendidikan mucikari dapat dikatakan
tergolong
mucikari
dalam
mendukung program kondom 100% di
rendah.
Resosialisasi Argorejo cenderung kurang
Mayoritas tingkat pendidikan responden
baik (Budiono, 2012; Budiono, 2011).
adalah tidak sekolah dan pendidikan dasar
Dalam hal pemberian sanksi kepada WPS
yaitu
yang tidak menggunakan kondom terlihat
81,3%,
dan
cukup
praktik
sebanyak
18,8%
responden adalah pendidikan lanjutan.
bahwa sebanyak 45,8% mucikari tidak memberikan sanksi kepada WPS yang
Praktik
mucikari
dalam
upaya
tidak menggunakan kondom. Kondisi ini sesuai
penggunaan kondom 100% pada WPS
dengan
hasil
penelitian
yang
penelitian
dilakukan oleh Tri Susilo Hadi yang
mucikari
mengungkapkan bahwa hanya 35% WPS
berpraktik baik, dan 49,3% mucikari
yang sudah pernah diberi sanksi oleh
berpraktik kurang baik. Mucikari yang
mucikari (Hadi, 2004).
kurang mendukung program kondom
Pengetahuan Mucikari atau Pengasuh
100% yaitu mucikari tidak mengingatkan
tentang IMS, HIV, Kondom, Program
WPS untuk menggunakan kondom, tidak
Kondom 100%, dan Peran Mucikari
menyediakan
dalam Program Kondom 100%
Berdasarkan menunjukkan
terpakai,
hasil
bahwa
tempat
bekas
Analisis univariat pada penelitian ini
kondom pada WPS. Hal tersebut sesuai
menunjukkan bahwa terdapat sebagian
dengan hasil penelitian yang dilakukan
besar
oleh Tri Susilo Hadi yang menyatakan
pengetahuan yang baik, dan sebagian kecil
hanya
memberi
kondom informasi
bahwa
tidak
50,7%
10%
WPS
yang
44
mucikari
(54,9%)
memiliki
Faktor Predisposisi dan Praktik Mucikari dalam Upaya Penggunaan Kondom
mucikari
(45,1%)
mucikari
memiliki
pengetahuan yang kurang. Mucikari
kurang
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan
mengetahui
chi-square
p=0,046,
sehingga
diperoleh dapat
nilai
dinyatakan
tentang tugas-tugasnya dalam program
bahwa ada hubungan yang signifikan
kondom
antara
100%
karena
mereka
tidak
pengetahuan
dengan
praktik
mendapat informasi yang lengkap terkait
mucikari. Hal ini menunjukkan bahwa
tugas dan peran apa saja yang harus
mucikari yang memiliki pengetahuan baik
mereka lakukan dalam program kondom
cenderung melakukan praktik yang baik
100%. Mucikari juga menyatakan bahwa
dari pada mucikari dengan pengetahuan
mereka terkadang tidak memahami akan
kurang. Hal tersebut sesuai dengan teori
informasi yang diberikan. Hal ini dapat
L.Green
terjadi karena tingkat pendidikan mucikari
pengetahuan
yang berbeda-beda sehingga diperlukan
predisposisi yang mempengaruhi perilaku
bahasa
yang
yang merupakan hasil dari tahu, dan hal
HIV,
ini
penyampaian
sederhana
baik
informasi
tentang
maupun program dalam
IMS,
Resosialisasi
terjadi
mengatakan
bahwa
merupakan
setelah
orang
faktor
melakukan
penginderaan terhadap suatu objek yang mana
Argorejo.
yang
sebagian
besar
pengetahuan
Hasil penelitian yang menyatakan
manusia diperoleh melalui mata dan
bahwa terdapat sebagian besar mucikari
telinga, dan pengetahuan merupakan hal
(54,9%) memiliki pengetahuan yang baik
yang sangat penting dalam membentuk
sesuai dengan Isfandari, Sedyaningsih,
tindakan
dan IAKMI tentang hasil kajian penelitian
(Notoatmojo, 2007; Notoatmojo, 2005).
seseorang
(overt
behavior)
sosial dan perilaku yang berkaitan dengan IMS di Indonesia yang menyatakan bahwa
Sikap tentang Peran Mucikari dalam
WPS,
Program Kondom 100%
pelanggan,
dan
mucikari
di
Indonesia secara umum telah memiliki
Sikap mucikari adalah reaksi atau
pengetahuan IMS, dan HIV/AIDS yang
respons yang masih tertutup terhadap
baik, serta kondom sebagai saran efektif
peran mucikari dalam program kondom
tindakan
100%.
pencegahan
(Isfandari;
Menurut
Newcomb,
sikap
Sedyaningsih, 2005; IAKMI Pengurus
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
Daerah Bali, 2010).
bertindak,
55
dan
bukan
merupakan
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT – VOL. 09 NO. 01/ MARET/ 2016
pelaksanaan motif tertentu (Notoatmojo,
memberikan informasi dan edukasi untuk
2007).
mendorong
Berdasarkan didapatkan
analisis
hasil
bahwa
univariat lebih
perubahan
perilaku
pada
mucikari (KPAN, 2010).
dari
Penelitian ini juga sesuai dengan
setengah mucikari (54,2%) memiliki sikap
Basuki yang menyatakan bahwa mucikari
positif terhadap peran mucikari dalam
kurang mendukung program kondom
program kondom 100%, dan sebesar
100%, dan mereka memiliki keyakinan
45,8% memiliki sikap negatif terhadap
yang negatif bahwa program kondom
peran mucikari dalam program kondom
100% akan membuat mucikari sulit untuk
100%.
mendapatkan uang (Basuki; Wolffers,
Hasil penelitian yang menyatakan lebih dari setengah mucikari (54,2%)
2002). Analisis
bivariat
pada
mucikari
memiliki sikap positif terhadap peran
berdasarkan tabulasi silang menurut sikap
mucikari dalam program kondom 100%
mucikari diketahui bahwa mucikari yang
sesuai dengan hasil penelitian Mence yang
memiliki sikap negatif memiliki praktik
menyatakan bahwa mucikari memiliki
kurang baik sebesar 60,6% lebih banyak
sikap positif terhadap upaya penurunan
dibandingkan
kasus IMS dan setuju dengan program
memiliki sikap positif (39,7%) dengan
kondom 100% (Mence, 2012).
nilai p=0,013, sehingga terdapat hubungan
Mucikari pada dasarnya memang setuju terhadap program kondom 100% namun belum pada peran-perannya dalam program
kondom
mucikari
yang
yang signifikan antara sikap mucikari dengan praktik mucikari. Hal tersebut sesuai dengan teori L.
Mucikari
Green yang menyatakan bahwa praktik
memiliki sikap negatif terhadap peran-
dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang
perannya
dengan
mana sikap masuk ke dalam faktor
pelanggan. Pola pikir mucikari ini perlu
predisposisi tersebut dan sikap merupakan
dirubah melalui komunikasi perubahan
penilaian seseorang terhadap peran dalam
perilaku
yang
100%.
dengan
berhubungan
(KPP)
yang
juga
program kondom 100% yang secara nyata
mucikari
dalam
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
Petugas
reaksi terhadap stimulus yang dalam
penjangkau dan pendidik sebaya yang
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
berperan
yang bersifat emosional terhadap stimulus
mengikutsertakan perubahan
perilaku
sebaga
tersebut.
ifasilitator
dalam
66
Faktor Predisposisi dan Praktik Mucikari dalam Upaya Penggunaan Kondom
sosial sehingga mucikari yang memiliki
antara persepsi mucikari dengan praktik
sikap negatif akan membuat
mucikari.
mereka
berpraktik kurang baik terhadap program kondom 100%.
penelitian ini adalah 92,4% mucikari
Menurut Allport sikap memiliki 3 komponen
pokok
Hal yang menjadi perhatian dalam
yaitu
keyakinan,
menganggap bahwa program kondom 100% adalah program WPS, dan mucikari
kehidupan emosional, dan kecenderungan
tidak
untuk bertindak. Dalam penentuan sikap
kondom 100% tersebut. Hal ini terjadi
tersebut, pengetahuan, pikiran, keyakinan,
karena
dan emosi memegang peranan
manfaat dari program kondom 100%
yang
penting (Notoatmojo, 2007).
perlu
terlibat
mucikari
dalam
belum
program
merasakan
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan Basuki
Persepsi tentang Program Kondom
dan
100%
menyatakan bahwa mucikari memiliki
Hasil univariat didapatkan bahwa
KPA
Kota
Semarang
yang
persepsi yang negatif terhadap program
setengah dari mucikari atau sebesar 60,4%
kondom
mucikari
memiliki
persepsi
positif
program kondom 100% akan membuat
terhadap
program
kondom
100%,
mereka sulit mendapatkan pelanggan, dan
memiliki
mucikari masih berpikiran money oriented
persepsi yang negatif terhadap program
sehingga jika mereka memaksa WPS
kondom 100%.
untuk
sedangkan
Hasil persepsi
sebesar
39,6%
tabulasi mucikari
silang
menurut
diketahui
bahwa
100%,
mereka
menggunakan
mereka
akan
menganggap
kondom
kehilangan
maka
pelanggan
(Basuki; Wolffers, 2002).
mucikari yang memiliki persepsi negatif
Praktik kesehatan dipengaruhi oleh
memiliki praktik kurang baik sebesar
beberapa faktor yang sangat kompleks
66,7% lebih banyak dibandingkan dengan
yaitu faktor sosial, budaya, ekonomi, yang
mucikari yang memiliki persepsi positif
mana perilaku merupakan refleksi dari
(37,9%).
gejala
Berdasarkan
hasil
analisis
kejiwaan
seperti
statistik dengan chi-square diperoleh nilai
maupun
persepsi
p=0,001,
memiliki
hubungan
sehingga
dapat
dinyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan
sehingga untuk
persepsi terciptanya
suatu praktik dalam kehidupan sehari-hari (Azwar, 2007).
77
pengetahuan,
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT – VOL. 09 NO. 01/ MARET/ 2016
Keyakinan adalah bagian dari faktor
Keyakinan tentang Manfaat Program
predisposisi atau sering disebut sebagai
Kondom 100% bagi Mucikari Keyakinan adalah bagian dari faktor
faktor yang berkaitan dengan motivasi
predisposisi atau sering disebut sebagai
seseorang
faktor yang berkaitan dengan motivasi
melakukan segala tindakan (Green, 1991).
seseorang
untuk
Tidak terdapat hubungan yang signifikan
melakukan segala tindakan. Keyakinan
antara keyakinan mucikari dengan praktik
merupakan sebuah pendirian bahwa suatu
mucikari dapat dipengaruhi oleh rasa takut
fenomena atau obyek bernilai benar atau
jika mereka akan kehilanggan pelanggan
nyata (Green, 1991).
jika memaksa WPS untuk menggunakan
atau
kelompok
Berdasarkan didapatkan
hasil
analisis bahwa
univariat lebih
dari
atau
kelompok
kondom, sehingga keyakinan mucikari akan manfaat program kondom 100%
setengah mucikari atau 71,5% mucikari
untuk
memiliki
pelanggan menjadi berkurang.
keyakinan
positif
terhadap
untuk
meningkatkan
pendapatan
dan
Hal tersebut sesuai dengan Basuki
manfaat program kondom 100% bagi sebesar
28,5%
dan
keyakinan
negatif
menyatakan bahwa mucikari menganggap
terhadap manfaat program kondom 100%
program kondom 100% akan membuat
bagi mucikari.
mereka sulit mendapatkan pelanggan, dan
mucikari, mucikari
sedangkan memiliki
KPA
Kota
Semarang
yang
menurut
mucikari masih berpikiran money oriented
keyakinan menyatakan bahwa mucikari
sehingga jika mereka memaksa WPS
yang memiliki keyakinan negatif memiliki
untuk
praktik kurang baik sebesar 61% lebih
mereka
banyak dibandingkan dengan mucikari
(Basuki; Wolffers, 2002).
Hasil
tabulasi
silang
menggunakan akan
kondom
kehilangan
maka
pelanggan
yang memiliki keyakinan positif (44,7%). Berdasarkan hasil analisis statistik dengan chi-square
diperoleh
nilai
p=0,077,
SIMPULAN Mucikari
yang
berpraktik
baik
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak
dalam upaya penggunaan kondom 100%
terdapat hubungan yang signifikan antara
pada WPS adalah 50,7%, sedangkan
keyakinan
49,3% mucikari berpraktik kurang baik.
mucikari
dengan
praktik
Faktor-faktor yang berhubungan dengan
mucikari.
praktik mucikari yaitu pengetahuan, sikap,
88
Faktor Predisposisi dan Praktik Mucikari dalam Upaya Penggunaan Kondom
dan persepsi. Berdasarkan karakteristik
Budiono,
I.
2012,
„Konsistensi
mucikari yaitu sebagian besar mucikari
Penggunaan Kondom oleh Wanita
berusia tua, sudah lama bekerja sebagai
Pekerja
mucikari, memiliki tingkat pendidikan
Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.
yang rendah yaitu tidak sekolah dan
2, pp 89-84
pendidikan
dasar,
berjenis
kelamin
Seks/Pelanggannya‟,
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2013,
perempuan, dan memiliki WPS anggota
Situasi HIV-AIDS di Indonesia,
yang banyak.
Semarang Green, L. W. 1991, Health Promotion
DAFTAR PUSTAKA
Planning Azwar, S. 2007, Sikap Manusia: Teori dan
Pengukurannya,
An
Basuki, E., Wolffers, I., dkk. 2002,
Environmental
Approach,
Mayfield
Company,
Publishing
Hadi, T.S. 2004, „Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Negosiasi
„Reasons For Not Using Condoms
Penggunaan
Among Female Sex Workers in
Kelurahan Budiono, I. 2011, „Pengembangan Model
terhadap
Sadar
Semarang’,
Tingkat
Eksperimental
Kerangka di
Sinergi
Nasional 4
Kesehatan Upaya
Pilar
Percepatan
Kesehatan
Magister UNDIP,
Semarang Hull, T.H., Sulistyaningsih, E., & Jones, G.W.
Resosialisasi
Pencapaian
Its
Prostitution History
and
Evolution, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Pembangunan sebagai
1999,
inIndonesia:
Kesehatan:
Masyarakat
Tesis,
Promosi
Argorejo Semarang‟, . Prosiding Seminar
Kulon
dalam
Penanggulangan
HIV/AIDS
Kalibanteng
Kecamatan Semarang Barat Kota
Penggunaan Kondom pada WPS (Studi
untuk
WPS di Resosialisasi Argorejo
Prevention. 14(2), pp 102-116
Germo
kondom
Mencegah IMS & HIV/AIDS pada
Indonesia‟, AIDS Education and
Kesehatan
and
Mountain View-Toronto-London
Liberty,Yogyakarta
Pembentukan
Educational
Ikatan
Ahli
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia Pengurus Daerah Bali. 2010, Pengembangan Pelayanan
MDGs, pp. 179 99
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT – VOL. 09 NO. 01/ MARET/ 2016
Kesehatan Komprehensif Berbasis
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi
Primary Health Care (PHC) bagi
Jawa Tengah. 2013, Kondisi HIV
Pekerja Seks Perempuan (PSP) di
dan AIDS di Jawa Tengah 1993
Bali-Penjajagan
sampai dengan 31 Desember 2013,
Pendekatan
Struktur Sosial Masyrakat dalam Penanggulangan
HIV-
Jawa Tengah Komisi Penanggulangan Kota Semarang.
AIDS,IAKMI Bali
2013, SCP WPS di Kota Semarang
Indahri, Y. 2011, „Peringatan Hari AIDS Sedunia dan Komitmen Indonesia‟,
Tahun 2013, Semarang Mence, C. 2012, „Sikap, Niat, dan Praktik
Info Singkat Kesejahteraan Sosial.
Mucikari dalam Upaya Penurunan
Vol. 23, no.3, pp.1-4
Kasus
Isfandari, S., & Sedyaningsih, E.R. Kajian
pada
Resosialisasi
Penelitian Sosial dan Perilaku yang Berkaitan dengan IMS dan
IMS
WPS
Sunan
di
Kuning
Semarang’(Skripsi) Notoatmojo, S. 2005, Promosi Kesehatan
HIV/AIDS di Indonesia 1997-2003.
Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Balitbang Depkes RI. Jakarta,
Jakarta
2005 Notoatmojo, S. 2007, Promosi Kesehatan Kartono,
K.
2013,
Patologi
Sosial,
dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2008, Anda
Puskesmas
dan HIV/AIDS. Jakarta
Pedoman
Pencegahan
Program
HIV
Sianturi, S.A. 2013, „Hubungan Faktor
melalui
Mengenal
Predisposisi, Penguat
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. dan
Pendukung, dengan
Infeksi
Jurnal Precure, pp.1-7
dan
Narkoba, Jakarta
101 0
Tindakan
untuk Pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten
Seksual,
dan
Penggunaan Kondom pada WPS
Menanggulangi HIV dan AIDS, Menular
Laporan
Semarang
Transmisi Seksual, Jakarta
2012,
2013,
Bulanan Infeksi Menular Seksual,
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010,
Lebdosari.
Serdang
Bedagai’,
Faktor Predisposisi dan Praktik Mucikari dalam Upaya Penggunaan Kondom
Suwandi. 2013, Penggunaan Kondom dan Peraturan Lokal SK 9 November 2010,
Resosialisasi
Argorejo,
Semarang WHO. 2000, STI-HIV, 100% Condom Use Programme in Entartainment Establishments.
World
Health
Organization
111 1
121