DISUSUN OLEH : TIM AKU PEDULI CAK ! Di tulis Adhitya Kurniawan Pasca H. Winanda Gemelfour A S
1. kekuatan politik suatu negera sangat ditentukan oleh penguasaannya atas minyak. Negara yang menguasai minyak bisa di pastikan akan menguasai dunia. seperti kata David Harvey dalam bukunya “Imperialisme Baru”, yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Resist Book. “Siapa yang mengontrol minyak Timur Tengah, maka dia telah mengontrol keran minyak dunia. Dan siapapun yang sudah mengontrol keran minyak dunia, maka dia sudah mengontrol ekonomi global,”. 2. Kedua, besaran konsumsi minyak berhubungan signifikan dengan besaran ekonomi suatu negera. Semakin besar ekonomi suatu Negara maka konsumsi minyak akan semakin besar. Untuk itulah negera-negara maju berupaya memiliki control penuh atas sumber daya minyak dunia. 3. Ketiga naik-turunnya harga minyak dunia ikut mempengaruhi panas dinginnya situasi politik internasional
INTENSITAS ENERGI Menurut definisi yang diberikan oleh PBB, Departemen Ekonomi dan Sosial, INTENSITAS ENERGI menunjukkan jumlah energi yang digunakan untuk memproduksi satu unit output ekonomi, biasanya dinyatakan dalam rasio energi yang digunakan dengan PDB. Dalam hal ini, bisa juga disebut "intensitas energi agregat. intensitas energi (primer) merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah pemanfaatan energi di suatu negara sudah cukup produktif atau belum (boros)
Nilai intensitas energi yang ditampilkan pada Gambar 2.10 dihitung engan menggunakan data makroekonomi yang diterbitkan oleh BPS dan data energi yang disediakan oleh Pusdatin, ESDM
Data diatas menunjukkan bahwa volume konsumsi energi (dalam SBM) yang dibutuhkan untuk menghasilkan senilai 1 milyar rupiah PDB dipertahankan pada tingkat kisaran 480 – 500 SBM selama periode tahun 2000 hingga 2010. Meskipun demikian pada 3 tahun terakhir terlihat adanya tren kenaikan dari 417 menjadi 485 SBM/milyar rupiah. Hingga saat ini, konsumsi energi primer per kapita di Indonesia sebenarnya masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya khususnya negara maju dan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Meskipun demikian, pertumbuhannya menunjukkan tren meningkat, dari 3,25 SBM/kapita pada tahun 2000 menjadi 4,73 pada tahun 2010 (tanpa biomasa)
Bila dibandingkan dengan beberapa negara maju yang konsumsi energi per kapitanya lebih tinggi, intensitas energi mereka lebih rendah dari Indonesia (lihat Gambar 2.11). Pada tahun 2009, intensitas energi Indonesia berkisar 0,24 KTOE/USD Konstan 2005. Sedangkan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun yang sama berturut-turut adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan 2005 (IEA, 2010)
Intensitas Energi Primer Beberapa Negara Maju dan ASEAN
ELASTISITAS ENERGI elastisitas energi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan tahap industrialisasi suatu negara. Umumnya, semakin tinggi elastisitas energi menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin besar, sebalikya, semakin rendah elastisitas energi menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin kecil. Dengan perkataan lain, semakin besar elastisitas energi menunjukkan bahwa negara tersebut boros dalam penggunaan energi, dan semakin kecil elastisitas energi berarti negara tersebut semakin efisien memanfaatkan energinya. Elastisitas energi merupakan rasio antara laju pertumbuhan konsumsi energi (final atau primer, tanpa biomasa) dan laju pertumbuhan ekonomi (PDB).
elastisitas energi primer Indonesia berfluktuasi dari kurang dari satu (kadang minus) hingga lebih dari satu. Tentu saja, nilai lebih dari satu berarti laju pertumbuhan energi lebih cepat daripada laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2009 dan 2010, nilai elastisitas energi Indonesia jauh diatas angka satu dengan tren meningkat
Bila melihat perkembangan cadangan minyak bumi yang ada di Indonesia, maka dapat dilihat ada penurunan cadangan. Mengingat sifat daripada industri migas yang tergolong high investment dan high risk, maka iklim investasi juga mempengaruhi investor yang masuk untuk melakukan eksplorasi yang akhirnya jumlah temuan cadangan minyak minyak bumi tidak banyak berkembang.
Dengan jumlah temuan cadangan yang semakin menurun, semakin susah untuk produksi dimana sebagian sumur sudah mulai tua dan butuh upaya lebih seperti EOR, dan tentunya butuh biaya lebih...disisi lain cost recovery semakin diperketat. berdasarkan data yang ada, memang produksi minyak bumi semakin menurun.
Tingginya konsumsi minyak bumi tidak sebanding dengan peningkatan produksi atau lifting minyak dalam negeri.
indonesia juga pengekspor minyak
Mengapa minyak bumi yang sudah diproduksi dari sumur-sumur minyak kita sendiri malah di ekspor, katanya konsumsi kita lebih besar dari produksi. Hal ini ada kaitannya dengan spesifikasi kilang.. Tidak semua jenis minyak kita cocok untuk kilang dalam negeri, sehingga mau ga mau minyak tersebut di ekspor dan selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maka dilakukan impor minyak bumi
Sedangkan impor minyak bumi bergerak fluktuatif. Dikarenakan kilang kita bertambah dan sebagian besar adalah kilang tua dimana kapasitas produksi tidak dapat mengimbangi konsumsi bbm (makanya impor BBM semakin meningkat. pada 2011 lalu kita paling banyak impor dari negara saudi arabia, nigeria dan azerbaijan.
Harga minyak indonesia cendrung di pengaruhi oleh harga minyak dunia.
Dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6%, maka sebagian masyarakat mulai masuk ke kelas ekonomi menengah, selain itu kredit yang mudah mengakibatkan masyarakat dapat dengan mudah memiliki kendaraan bermotor..bahkan dalam satu keluarga punya lebih dari satu kendaraan bermotor. Selain itu, industri-industri juga UKM yang membutuhkan BBM untuk menunjang kegiatan usahanya semakin banyak. Dengan meningkatnya konsumsi harus diimbangi dengan produksi yang meningkat untuk mengimbanginya, salah satunya adalah ADO (Solar), dan juga Gasoline (baik premium RON 88, ROn 91 dan RON 95). untuk kerosene (minyak tanah) cenderung menurun karena ada konversi m.tanah ke LPG 3kg
Apa itu subsidi BBM gambaran umum Subsidi menurut UU APBN 2015 : 1. Program Pengelolaan Subsidi adalah pemberian dukungan dalam bentuk pengalokasian anggaran kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyediakan barang atau jasa yang bersifat strategis atau menguasai hajat hidup orang banyak sesuai kemampuan keuangan negara. 2. Pertama adalah memberikan subsidi kepada BBM (komoditinya) atau yang kedua memberikan subsidi langsung kepada kepada masyarakat yg kurang mampu (targeted subsidy)
TINGKAT KONSUMSI SUBSIDI BBM
Sumber : BEM ITS
Sumber : BEM ITS
Sumber : BEM ITS
1. Untuk moda transportasi darat (89%), rumah tangga (6%), perikanan (3%), transportasi air (1%), dan usaha kecil (1%). 2. Konsumsi premium 53% diserap mobil pribadi, 40% motor, 4% kendaraan usaha, dan hanya 3% angkutan umum. 3. Solar dikonsumsi 43% mobil barang, 40% bus, 16% mobil pribadi, dan 1% kendaraan umum. 4. Tinjauan dari segi wilayah, konsumsi BBM bersubsidi diserap 59% di Jawa-Bali, 22% di Sumatra, 7% di Kalimantan, 2% di NTB-NTT, dan 10% di kawasan barat dan timur Indonesia Sumber : BEM ITS 2013/2014
Berdasarkan kamus Oxford tahun 2007 disebutkan apabila subsidi merupakan money granted atau semacam pemberian uang tunai oleh negara atau swasta ke atas harga komoditi. Definisi tersebut mirip dengan definisi subsidi dari The Economist yang lebih menitikberatkan pada pengertian kebijakan publik. Definisi berbeda pula diterapkan berdasarkan pendekatan lingkungan sebagai bentuk kerusakan yang tidak dikompensasikan atas adanya insentif terhadap komoditi yang tidak ramah lingkungan. Dari sudut pandangan perdagangan internasional atau ekonomi internasional, subsidi diartikan sebagai bentuk insentif harga atas barang-barang maupun jasa di dalam negeri yang bertujuan untuk menaikkan tingkat persaingannya terhadap barang-barang impor.
Dari keseluruhan definisi tersebut, kita batasi pada aspek konsumsi, yaitu subsidi merupakan bentuk insentif yang ditujukan pada aktivitas konsumsi masyarakat. Dengan demikian, subsidi dalam konteks ilmu ekonomi dan produksi ditujukan sasarannya pada aktivitas ekonomi, yaitu konsumsi dan produksi. Konotasi ‘salah sasaran’ pada pengertian subsidi berupa individu atau kelompok adalah tidak tepat. Seharusnya sasaran yang dimaksudkan dalam subsidi terletak pada aktivitas ekonominya, bukan status sosial dari pelaku ekonomi.
Jika saja hendak dibentuk pendapat berupa subsidi BBM salah sasaran, maka seharusnya tidak menitikberatkan pada status ekonomi individu maupun kelompok individu. Misalnya yang disebut bentuk subsidi salah sasaran seperti pemberian subsidi untuk kondominium. Disebut salah sasaran, karena hanya segelintir orang tertentu mau membeli ataupun menyewa kondominium. Ekses dari transaksi kondominium pun sangat sempit atau tidak banyak menciptakan manfaat positif bagi perekonomian. Lagipula, tanpa harus diberikan subsidi pun tidak akan merubah ketertarikan segmen tertentu yang umumnya golongan sangat mampu. Contoh lain bentuk subsidi salah sasaran seperti subsidi untuk roti. Tidak semua orang di negeri ini yang terbiasa makan roti sebagai makanan pokok. Ada cukup banyak alternatif konsumsi karbohidrat yang jauh lebih murah ketimbang roti, serta memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi.
Berikut ini parameter yang dipertimbangkan dalam penerapan subsidi yang saya sadurkan ringkasannya dari pendapat Mankew (2004). Kapasitas Pengguna Barang/Jasa Subsidi diterapkan berdasarkan pertimbangan banyaknya pengguna barang maupun sa yang dikonsumsi. Semakin tinggi penggunanya, maka akan semakin tinggi pula dampak maupun eksternalitas ekonomi yang diciptakan dari aktivitas konsumsi tersebut. Dampak Ekonomi dan Eksternalitas Pemberian subsidi hendaknya pula mempertimbangkan besarnya dampak ekonomi Maupun eksternalitasnya. Aktivitas konsumsi yang disubsidi tersebut hendaknya pula harus mampu menciptakan munculnya aktivitas perekonomian lainnya yang mendukung atau masih berkaitan dengan aktivitas ekonomi yang disubsidi. Pandangan kriteria subsidi dari Mankew (2004) cukup sejalan dengan pendekatan yang digunakan oleh Shin dan Kim (2010) yang menitikberatkan dampak subsidi tersebut terhadap kinerja perekonomian. Selain harus bisa menciptakan dampak ekonomi maupun eksternalitas yang positif, kebijakan subsidi pula harus dapat memberikan manfaat perekonomian berupa kemampuan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi
ISU BBM MERUUPAKAN ISU LAMA YANG DIANGKAT KEMBALI.
BAGAIMANA KABAR KEBIJAKAN ?
Dimana salah satu sasarannya ialah mewujudkan bauran energi primer: minyak bumi 19,65%, gas bumi 25,58 %, batubara 33,81%, Tenaga Air 2,02%, Panas Bumi 5,15%, uklir 1,72%, Biofuel 5,13%. Energi baru dan terbarukan lainnya 0,54%. Hingga tahun 2013, bauran energi nasional pada tahun 2013 ialah minyak bumi 44 persen, gas bumi 21 persen, batubara 32 persen, dan energi baru dan terbarukan 3 persen. Mengingat tahun 2025 adalah sekitar 10 tahun mendatang,
mampukah Indonesia menggapai visi energi mix tersebut?
Kenaikan Harga BBM Dari Tahun Ke Tahun Soeharto : 1991: Rp 150 naik jadi Rp 550 1993: Rp 550 naik jadi Rp 700 BJ Habibie : 1998: Rp 700 naik jadi Rp 1.200 Abdurrahman Wahid : 1998: Rp 1.200 turun ke Rp 1.000 1999: Rp 1.000 turun jadi Rp 600 2000: Rp 600 naik ke Rp 1.150 Megawati Soekarnoputri : 2001: Rp 1.150 naik ke Rp 1.450 2002: Rp 1.450 naik jadi Rp 1.550 Susilo Bambang Yudhoyono : 2004: Rp 1.500 naik jadi Rp 1.810 2005: Rp 1.810 naik jadi Rp 2.400 2005: Rp 2.400 naik jadi Rp 4.500 2008: Rp 4.500 naik jadi Rp 6.000 2008: Rp 6.000 turun ke Rp 5.500 2008: Rp 5.500 turun ke Rp 5.000 2009: Rp 5.000 turun ke Rp 4.500 2013: Rp.4.500 naik jadi Rp.6.500
KEMANA DANA APBN apa pengaruhnya dengan ekonomi
APBN 2015 • Anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2015 direncanakan sebesar Rp1.793.588.917.577.000,00 • Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 direncanakan sebesar Rp2.039.483.607.639.000,00 • Berarti Perkiraan defisit APBN 2015 berkisar 245 T 38
APBN 2015 • pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2015 • diperkirakan mencapai sekitar 5,8% • Nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp11.900,00/Dollar Amerika • laju inflasi diperkirakan dapat dikendalikan pada tingkat 4,4% • rata-rata hargaminyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar internasional dalam tahun 2015 diperkirakan akan berada pada kisaran • US$105,0 per barel 39
Alokasi Subsidi Dalam APBN • Program Pengelolaan Subsidi dalam Tahun Anggaran 2015 direncanakan sebesar Rp414.680.552.641.000,00 • Yang dialihkan untuk Subsidi BBM sebesar Rp 291,111 T dengan kuota 46 juta Kilo Liter
40
• Dilihat dari pos anggaran tersebut, cara termudah agar terhindar dari defisit adalah mencabut subsidi BBM. • Tapi, yang menjadi pertanyaan adalah. Apakah itu cara terbaik?
41
PENGALOKASIAN APBN 2009 - 2014
November 15, 2014
42
Pengalokasian Dana APBN tahun-tahun kemarin
43
Pengalokasian Dana APBN tahun-tahun kemarin
44
Pengalokasian Dana APBN tahun-tahun kemarin
45
Pengalokasian Dana APBN tahun-tahun kemarin
46
Pengalokasian Dana APBN tahun-tahun kemarin
47
Pengalokasian Dana APBN tahun-tahun kemarin • Dari data-data di atas dapat kita lihat bahwasannya tidak ada peningkatan signifikan dari tahun – ke tahun. Walaupun BBM di naikkan beberapa kali dalam periode tersebut. Bahkan dalam APBN 2015 pun pengalokasian danapun tidak terjadi kenaikan signifikan. Seperti contoh : Pendidikan masih tetap berkisar di angka 20%. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi pupuk sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi Rp14,7 triliun bila dibandingkan pagunya dalam APBNP tahun 2014 sebesar Rp21,0 triliun. 48
TINGKAT INFLASI
November 15, 2014
49
Kenaikan BBM tahun-tahun sebelumnya Harga BBM No. Tahun/bulan sebelumnya Harga BBM Baru inflasi (%) inflasi/tahun (%) 12001/6 1.67 12.55 Rp1.150 Rp1.450 22002/2 Rp1.550 1.50 10.03 Rp1.450 32003/3 Rp1.500 0.15 5.06 Rp1.810 4 2005/5 0.5 17.11 Rp1.810 Rp2.400 5 2005/10 8.70 17.11 Rp2.400 Rp4.500 6 2008/5 2.46 11.06 Rp4.500 Rp6.000 7 2008/12 11.07 Rp6.000 Rp5.500 -0.04 8 2008/12 11.08 Rp5.500 Rp5.000 -0.04 9 2009/1 2.78 Rp5.000 Rp4.500 -0.07 10 2013/7 3.29 8.38 Rp.4.500 Rp.6.500 50
Kenaikan BBM tahun-tahun sebelumnya • Dari data diatas dapat kita ketahui bahwasannya tiap kenaikan harga BBM meningkatkan inflasi/ tahun menembus 5 %. Padahal target pemerintah pada APBN 2015 4.4%.
51
• Dari tinjauan asumsi ekonomi makro APBN harga minyak 105 USD/barrel. Padahan harga minyak tengah merosot 77 USD/barrel. • Target mempertahan inflasi berkisar 4.4%. Padahal setiap harga kenaikan BBM inflasi/ tahunnya menembus 5%. • APBN defisit sekitar 245 T, asumsi termudah untuk menutup defisit tersebut adalah dengan menarik subsidi BBM yang berkisar 291 T • Tapi, pengalokasian APBN pada bidang-bidang selain energi tidak ada perubahan signifikan, walaupun tahun-tahun sebelumnya BBM telah di naikkan 52
APBN Defisit • Defisit APBN adalah pengeluaran belanja pemerintah yang nominalnya lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh negara. • Pemerintah menggunakan kebijakan defisit anggaran, karena dengan kebijakan itu diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi negara
• Dari tinjauan asumsi ekonomi makro APBN harga minyak 105 USD/barrel. Padahan harga minyak tengah merosot 77 USD/barrel. • Target mempertahan inflasi berkisar 4.4%. Padahal setiap harga kenaikan BBM inflasi/ tahunnya menembus 5%. • APBN defisit sekitar 245 T, asumsi termudah untuk menutup defisit tersebut adalah dengan menarik subsidi BBM yang berkisar 291 T • Tapi, pengalokasian APBN pada bidang-bidang selain energi tidak ada perubahan signifikan, walaupun tahun-tahun sebelumnya BBM telah di naikkan 56
Mengapa Harga BBM Harus Naik? • APBN defisit • Ruang fiskal pemerintah terbatas • Konsumsi BBM yang tidak tepat sasaran
APBN Defisit • Defisitnya APBN bukan karena akibat besarnya subsidi APBN saja, melainkan itu merupakan bentuk strategi kebijakan keuangan pemerintah yang memang sengaja APBN dibuat defisit agar dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. • Jadi tidak sepenuhnya benar bahwa subsidi BBM mengakibatkan defisitnya APBN
• Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan porsi belanja pegawai daerah sejak 1994 hingga 2012 tercatat naik 36,5 kali menjadi Rp 255,83 triliun dari sebelumnya hanya Rp 7 triliun
Ruang Fiskal Terbatas • Pada RAPBN 2015 meski secara nominal anggaran untuk BBM bersubsidi naik yang awalnya pada 2014 sebesar 244,6 T menjadi 291,1 T pada 2015, namun secara persentase terhadap APBN turun. Dari awalnya 38,7% pada 2014 menjadi hanya 21% pada 2015
Mengapa harga BBM harus naik? • Dalam Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Economic Leaders' Meeting ke 22 yang diselenggarakan di Beijing, Tiongkok, Jokowi menyebutkan sebagian besar anggaran infrastruktur berasal dari pemotongan subsidi BBM • Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dedy S Priatna, anggaran infrastruktur yang tersedia saat ini sebesar Rp 169 triliun. Sementara kebutuhannya mencapai Rp 320 triliun pada tahun depan
Dampak Ekonomi • Menurut politisi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, jika BBM naik Rp1000/liter, akan tercipta inflasi 1,43%, kemiskinan naik 0,61%, yaitu sekitar 1.525.000 juta orang. Setiap kenaikan BBM senilai Rp500/liter diperlukan tambahan penghasilan baru setiap rumah tangga sebesar Rp100 ribu/bulan • Menurut pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy, kenaikan BBM sebesar Rp 2000,- akan menaikkan angka kemiskinan 1-2% atau sekita 4.900.000
Konsumsi BBM bersubsidi tiap tahunnya
Konsumsi BBM yang tidak tepat sasaran
Konsumsi BBM yang tidak tepat sasaran • Menurut Kementerian ESDM, 77% BBM bersubsidi justru dinikmati kalangan menegah ke atas
Namun, pemakai terbesar BBM bersubsidi saat ini masyarakat menengah ke bawah
Penjualan Sepeda Motor (dalam ribu) 8200 8000
7800 7600 Penjualan Sepeda Motor (dalam ribu)
7400 7200 7000 6800 6600
2010
2011
2012
2013
• Konsumsi BBM akan terus naik selama penjualan kendaraan bermotor terus naik • Sedangkan produksi minyak RI terus menurun tiap tahunnya, menyebabkan kita harus impor • Kebijakan konversi BBM ke BBG yang telah digaungkan sejak 2013 tidak berjalan. Menurut Dahlan Iskan, apabila konversi berjalan dapat menghemat anggaran subsidi 50 T • Program RFID yang dialokasikan ratusan miliar tahun 2013 tidak berjalan • Diverisfikasi energi dengan mencampurkan bahan nabati pada BBM terus menurun, dengan capaian 2014 hanya 2 juta KL, dari target 10% dari konsumsi BBM
Kesimpulan 1. Maksimalkan penerimaan pajak. Hanya pada tahun 2004 dan 2008 target penerimaan pajak tercapai 2. Maksimalkan potensi penerimaan pajak karena saat ini baru tergarap 30% dari 61 juta wajib pajak 3. Nasionalisasi perusahaan migas karena dari 45 perusahaan migas sekitar 70% milik asing 4. Perketat masalah regulasi pajak dan royalti karena ada sekitar Rp 7.200 T yang hilang akibat ketidaktegasan pemerintah dalam mengatur regulasi 5. Segera laksanakan konversi BBM ke BBG 6. Jalankan program RFID untuk mengontrol pembelian BBM bersubsidi 7. Efisiensikan belanja nonproduktif pemerintah