ISBN : 978-602-72574-5-0 Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT DAN BEBERAPA FAKTOR FISIKA DAN KIMIA PERAIRAN PENTING DI DANAU LINDU SULAWESI TENGAH 1 Vipen Adiansyah2 & Samuel2 ABSTRAK Air berfungsi sebagai habitat tempat berlangsungnya kehidupan biota air seperti ikan, plankton, benthos dan organisme air lainnya. Pemanfaatan sumberdaya air dan kegiatan pemanfaatan lingkungan sekitar yang tidak memperhatikan kaidah dan aturan lambat laun dapat mengakibatkan turunnya kualitas air suatu perairan dan berbahaya untuk keberlangsungan sumber daya air dan ekosistem di dalamnya. Oksigen terlarut dan beberapa faktor fisika dan kimia seperti temperature, pH, kecerahan perairan, ammonia, dan nitrit dapat menggambarkan kondisi kualitas perairan di Danau Lindu Sulawesi Tengah. Kegiatan penelitian telah dilakukan pada bulan Februari, Mei, dan Oktober 2012 pada 5 stasiun pengamatan berdasarkan fungsi dan tata guna lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut, temperatur, pH, kecerahan, ammonia, dan nitrit, pada permukaan badan o air secara berurut adalah 4,51 – 8,12 mg/L; 20,0 – 28,3 C; 6,56 – 7,96; 0,9 – 2,3 m; 0,002 – 0,496 mg/L N-NH3; 0,001 – 0,003 mg/L N-NO2. Kata kunci: Danau Lindu, oksigen terlarut, faktor fisika, faktor kimia
PENDAHULUAN Air sebagai habitat adalah tempat berlangsungnya kehidupan biota air seperti ikan, plankton, benthos dan organisme air lainnya. Guna mendukung keberlanjutan ekosistem air, sumber daya air harus dijaga agar tetap dapat menunjang keberlanjutan kehidupan biota air di dalamnya. Pemanfaatan yang tidak memperhatikan kaidah lingkungan lambat laun dapat mengakibatkan turunnya kualitas suatu perairan. Kondisi ini dapat menngangu dan menimbulkan bahaya bagi keberlangsungan ekosistem air. Salah satu cara untuk menjaga keberlangsungan sumber daya air adalah dengan melakukan pemantauan kualitas air. Tujuan utama pemantauan kualitas air yakni untuk mengetahui gambaran kualitas air pada suatu tempat secara umum (Mason, 1993) dan membandingkan nilai kualitas air tersebut dengan baku mutu sesuai peruntukkannya (PP No.82, 2001). Mengetahui kondisi kualitas perairan secara cepat dapat membantu untuk penanggulangan dan pencegahan rusaknya ekosistem air. Kondisi suatu perairan dapat dikatakan baik apabila kondisi oksigen terlarut dan beberapa faktor fisika dan kimia pendukung kelangsungan biota air berada pada rentang atau batasan baku mutu yang telah ditentukan. Salah satu ekosistem air yang terdapat di Sulawesi Tengah adalah ekosistem danau lindu. Secara administratif Danau Lindu berada di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah. Wilayah disekitar Danau Lindu merupakan kawasan yang sejak lama telah dimanfaatkan sebagai tempat pertanian sayuran maupun wisata karena terletak pada ketinggian diatas 1000 m diatas permukaan laut (dpl). Seperti kawasan wisata dan sumberdaya perairan yang lain pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan perairan danau untuk kegiatan perikanan akan mempengaruhi kelangsungan dan kelestarian perairan danau. Perairan Danau Lindu telah lama dijadikan lahan penangkapan ikan, sehingga sebagian penduduk memiliki matapencaharian sebagai nelayan (Lukman, 2005). Berdasarkan informasi yang dikemukakan oleh Sarnita (1973) jenis-jenis ikan yang pernah ditebar antara tahun 1950-1956 adalah jenis ikan mas (Cyprinus carpio), 1 Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, 19-20 November 2015 2 Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang.
[email protected]
ISBN : 978-602-72574-5-0 Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA
mujaer (Oreochromis mossambicus), Nila (Oreochromis niloticus), tawes (Puntius javanicus), gurame (Osphronemus goramy) dan jenis sepat siam (Trichogaster pectoralis) Sebagai ekosistem perairan tergenang, danau lindu juga memiliki permasalahan yang sama sepertii danau-danau lainnya di Indonesia. Belum adanya tata ruang lahan sempadan danau dan maraknya pembukaan lahan perkebunan pada areal lahan di sekitar danau lindu dapat mengakibatkan naiknya tingkat kesuburan perairan danau dan terjadinya proses pendangkalan dan penyempitan danau seperti pada danau Limboto, Tempe, Sentani dan Rawa Pening. Selain itu juga dapat mengubah kondisi kualitas perairan Danau Lindu sebagai penunjang hidup ikan dan biota air lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data konsentrasi oksigen terlarut, dan beberapa faktor fisika dan kimia seperti temperatur, pH, kecerahan perairan, ammonia, dan nitrit sebagai acuan untuk menentukan kondisi dan kualitas perairan Danau Lindu yang merupakan kebutuhan keberlangsungan hidup ikan dan biota air di dalamnya. BAHAN DAN METODA Pengambilan contoh air danau Lindu dilakukan sebanyak tiga kali pengamatan yang dilakukan pada bulan Februari, Mei,dan Oktober 2012 pada 5 stasiun pengamatan. Penentuan Lokasi berdasarkan factor fungsi dan guna lahan, meliputi areal pertanian, pemukiman, air masuk, air keluar, hutan dan bagian tengah danau (Gambar 1). Pengambilan sample pengujian menggunakan Kemmerer water sampler pada bagian permukaan, batas kecerahan secchi dan dasar danau dan untuk menentukan profil kondisi Oxygen terlarut secara vertical, sampel diambil pada bagian terdalam danau. Pengukuran parameter-parameter uji yang meliputi temperature air dan udara, oksigen terlarut, CO2 terlarut, pH, kecerahan, dan daya hantar listrik dilakukan secara insitu, sedangkan untuk parameter uji lainnya dilakukan di laboratorium. Metode uji yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada APHA dan SNI yang dirinci pada Tabel 1.
Gambar 1. Lokasi pengamatan dan pengambilan contoh air
ISBN : 978-602-72574-5-0 Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA
Keterangan : Stasiun Lokasi 1 Daerah Inlet 2 Tengah Danau 3 Daerah Outlet 4 Desa Anca 5 Pulau
Deskripsi Merupakan inlet (air masuk) danau. Bagian tengah danau. Merupakan outlet (air keluar) danau. Daerah dekat pemukiman. Daerah hutan dan pada bagian rivariannya merupakan daera perlindungan bagi anak-anak ikan.
Tabel 1. Parameter uji dan metode pengukuran Parameter Satuan o Temperatur air C pH air Dissolved Oxygen mg/L Kecerahan m Ammonia (N-NH3) mg/L Nitrit (N-NO2) mg/L
Metode DO meter YSI 556 MPS DO meter YSI 556 MPS DO meter YSI 556 MPS Secchi Disk Spektrofotometer secara fenat Spektrofotometer
HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Oksigen terlarut Berdasarkan hasil pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut secara umum mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kedalaman (Gambar 2). Kurangnya penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Effendi, 2003) dan juga konsumsi oksigen pada proses dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik yang terjadi bagian dasar perairan (Boyd, 1988) menyebabkan hal tersebut.Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis algae yang banyak terdapat pada mintakan epilimnion (Effendi, 2003). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2, konsentrasi oksigen relatif lebih tinggi berada pada bagian permukaan sampai bagian batas kecerahan yaitu 5,47 – 7,14 mg/L, kemudian menurun secara drastis hingga mendekati 0 mg/L pada bagian dasar danau. Pengaruh musim juga sangat berpengaruh pada kadar oksigen terlarut danau Lindu. Pada Gambar 3 terlihat bahwa konsentrasi oksigen pada bulan februari cenderung lebih tinggi dibandingkan dibandingkan bulan yang lainnya yaitu berkisar 7,05 – 8,12 dengan rata-rata 7,38 mg/L pada permukaan dan 4,63 – 7,00 dengan ratarata 5,91 mg/L pada batas kecerahan (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena badan air pada bulan itu tercatat lebih tinggi 56 cm dibandingkan 2 bulan lainnya (musim hujan). Sedangkan nilai terendah terjadi pada bulan februari, dimana kelarutan oksigen hanya berkisar 5,09 – 5,76 pada permukaan (kemarau).
Kedalaman (m)
0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
1
2
Oksigen terlarut (mg/L) 3 4 5 6
7
8
Februari Mei
Gambar 2. Profil sebaran vertikal kadar oksigen terlarut Danau Lindu
ISBN : 978-602-72574-5-0 Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA
Oksigen Terlarut (mg/L)
Profil sebaran vertikal oksigen terlarut pada kolom air dapat menggambarkan tingkat kesuburan perairan (Effendi, 2003). Profil sebaran vertikal oksigen terlarut Danau Lindu berbentuk clinograde yang menggambarkan bahwa perairan Danau Lindu tergolong eutrofik karena terjadi konsumsi oksigen secara intensif pada lapisan (zona) eufotik. Tipe clinograde terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organic yang tinggi (Cole, 1983). Pada Gambar 3 dapat terlihat distribusi kadar oksigen pada stasiun pengamatan, dimana pada bulan Februari kadar oksigen tertinggi di permukaan terdapat di tengah danau sedangkan kadar terendah berada pada bagian outlet danau, pada Mei kadar oksigen tertinggi di permukaan berada pada bagian outlet dan inlet terendah pada stasiun pulau, pada Oktober kadar oksigen tertinggi di permukaan berada di Desa Anca dan terendah pada inlet danau. Fluktuasi kadar oksigen di Danau Lindu selama pengamatan pada umumnya masih > 5,0 mg/L dan dalam batas yang diinginkan untuk produksi ikan. Hal ini mengacu pada Swingle (1969) dalam Boyd (1988), bahwa batas yang disukai oleh organisme akuatik adalah > 5,0. Nilai tersebut juga masih dalam batas yang baik mengacu pada pp N0.82 tahun 2001 yaitu 3 mg/L untuk kategori 3 (perikanan) 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0
Februari
permukaan Batas kecerahan Inlet Tengah Outlet Desa Anca
Pulau
Oksigen Terlarut (mg/L)
Stasiun 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0
Mei
permukaan Batas kecerahan Inlet Tengah Outlet Desa Anca Stasiun
Pulau
ISBN : 978-602-72574-5-0
Oksigen Terlarut (mg/L)
Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0
Oktober
permukaan Batas kecerahan Inlet Tengah Outlet Desa Anca
Pulau
Stasiun
Gambar 3. DIstribusi kadar oksigen terlarut di setiap stasiun Ketersediaan oksigen harian tertinggi di Danau Lindu terukur pada rentang waktu 14.00 – 16.00 waktu setempat, sedangkan ketersediaan minimum 02.00 – 04.00 WITA (Gambar 4). Pengaruh pencampuran massa air pada permukaan yang disebabkan oleh ombak mengakibatkan pengukuran bersifat fluktuatif, tetapi mulai jam 16.00 ketersediaan oksigen cenderung menurun hingga batas minimum. Walaupun terjadi penurunan, nilai oksigen terlarut minimum harian Danau Lindu masih dalam kategori yang aman untuk ikan dan biota air lainnya mengacu pada Swingle (1969) dan PP No.82 (2001). 7,00
Oksigen
5,00
Februari
3,00
Mei
1,00
Oktober
Waktu (WITA)
Gambar 4. Distribusi kadar oksigen terlarut selama 24 jam Danau Lindu Kecerahan, Suhu, dan pH Kecerahan air Danau Lindu pada Februari, Mei, dan Oktober secara berurut berkisar antara 1,6-2,3 m dengan rata-rata 1,93 m, 0,9 - 2,3 m, rata-rata 1,93 m. dan 1 - 2,3 m rata-rata 1,66 m. Nilai tersebut tidak berselisih jauh dengan data yang dihasilkan oleh Anzdec, 1997 dan Lukman, 2002 yaitu 1,1 – 1,7 m dan 2,0 – 2,2 m (Lukman, 2007). Daerah inlet danau merupakan daerah yang memiliki kecerahan yang terendah, sedangkan stasiun 4 (Desa Anca), memiliki kecerahan air yang lebih tinggi (2,3 m) dibandingkan daerah lainnya. hal ini disebabkan karena stasiun 4 merupakan area yang paling dalam dan tidak ada aliran air yang masuk, sedangkan daerah inlet merupakan derah masuknya air dan di pengaruhi oleh kekeruhan air yang mengandung komponen-komponen terlarut dan tersuspensi baik itu bersumber dari hasil erosi maupun fraksi-fraksi perombakan tumbuhan (Lukman,2002). Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Novotny dan Olem (1994) dalam Effendi (2003), Danau Lindu dengan nilai kecerahan air 0,9 - 2,3 m selama pengamatan, mengklasifikaskan tingkat kesuburan air danau dalam katagori mesotrofik.
ISBN : 978-602-72574-5-0 Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA
Kedalaman (m)
Suhu air pada permukaan danau selama pengamatan berkisar 20,0 – 28,3 oC dimana suhu 20 oC hanya terdapat pada inlet Danau Lindu, sedangkan pada daerah lain cenderung lebih normal dengan rentang 24,8 – 28,3 oC. Rendahnya nilai suhu air pada daerah inlet disebabkan oleh aliran sungai yang masuk mempunyai suhu yang lebih rendah dari suhu danau pada umumnya. Pada profil vertikal suhu tidak ditemukan adanya lapisan termoklin atau metalimnion seperti pada Danau Matano, Toba, dan Batur, suhu turun dari permukaan sampai kedalaman 60 m hanya sebesar 1 – 2,6 oC. Suhu permukaan turun dengan rentang 0,5 – 1,5 oC terjadi pada permukaan – batas kecerahan (2 m) kemudian turun 0,009-0,02 oC per meter (Gambar 5). Stratifikasi vertikal kolom air dapat berlangsung secara beberapa bulan secara permanen dan jarang terjadi percampuran (oligomictic). Tingginya suhu pada permukaan merupakan perpindahan panas dari cahaya matahari yang terserap pada lapisan afotik. Menurut Effendi (2003) Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 oC – 30 oC, dengan mengacu pada pernyataan ini perairan Danau Lindu mendukung bagi pertumbuhan fitoplankton. 24,00 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Temperatur (oC) 26,00 28,00
30,00
Februari Mei
Gambar 5. Profil vertikal suhu Danau Lindu Selama pengamatan, derajat keasaman (pH) perairan Danau Lindu cenderung netral pada permukaan, batas kecerahan dan dasar perairan, secara berurut yaitu 6,56 – 7,96; 6,45 – 7,63; 6,27 – 7,32. Kondisi yang sama didapatkan pada penelitian Lukman (2002) yaitu 7,64 – 8,02 dan Anzdec (1997) 6,39 – 7,70 (Lukman, 2007). Menurut Novotny dan Olem (1994), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7 – 8,5. Mengacu pada pernyataan ini, pH Danau Lindu merupakan habitat yang ideal bagi biota perairan dan memenuhi kriteria mutu air golongan 3. Ammonia dan nitrit Ammonia yang tidak terionisasi (NH3) bersifat toksik karena ammonia lebih mudah terserap ke dalam tubuh dibandingkan dengan ammonium (NH 4+) (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003). Ammonia yang terukur di perairan berupa ammonia total (NH3 dan NH4 +). Ammonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen. Sebaliknya, pada wilayah anoksik yang biasanya terdapat pada dasar perairan, kadar ammonia relatif lebih tinggi. Begitu juga dengan nitrit, nitrit (NO 2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Kadar nitrit pada perairan alami berkisar sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (PP No.82 Tahun 2001). Kadar ammonia total pada permukaan, batas kecerahan, dan dasar danau secara berurutan berkisar antara 0,017 – 0,496; 0,003 – 0,235; 0,013 – 1,271 mg/L. Berdasarkan nilai pH Danau Lindu, kandungan ammonia (NH3) pada Danau Lindu
ISBN : 978-602-72574-5-0 Aplikasi Teknologi Sebagai Solusi Di Bidang Perikanan Secara Berkelanjutan Seminar Nasional Perikanan Indonesia 19-20 November 2015, STP JAKARTA berkisar 0 – 5 % dari ammonia total. Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan air tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/L, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1978 dalam Effendi, 2003). Berdasarkan pernyataan tersebut, kandungan ammonia di perairan Danau Lindu masih dalam batas yang baik untuk perikanan. Kandungan nitrit pada Danau Lindu selama pengamatan selalu lebih rendah dari 0,06 mg/L yaitu berada pada rentang 0,001 – 0,013 mg/L dengan nilai tertinggi hanya terdapat pada dasar perairan dengan kedalaman 60 m. Hal ini menyatakan bahwa kandungan Nitrit pada masih berada pada batas yang tidak toksik dan aman untuk ikan dan biota air lainnya. Kesimpulan Berdasarkan data-data yang dihasilkan,kondisi dan kualitas perairan Danau Lindu masih baik dan tidak bersifat toksik bagi ikan dan biota air lainnya. Berdasarkan pola distribusi vertikal oksigen terlarut, suhu dan nilai kecerahan (secchi) Danau Lindu tergolong eutrofik. DAFTAR PUSTAKA American Public Health Association (APHA). 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater, 21st edition. American Public Health Association, Washington, D. C. Anonimous. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn University AgriculturalExperiment Station, Alabama, USA. Cole, G.A. 1988. Textbook of Lymnology. Third Edition. Waveland Press, Inc., Illinois, USA. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Lukman, 2002. Karakteristik Kualitas Air Kawasan Danau Lindu, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Limnologi. Pusat Penelitian Limnologi. LIPI. Lukman, 2005. Kondisi Perikanan Danau Lindu, Sulawesi Tengah. Limnotek, Perairan Darat Tropis di Indonesia. Lukman, 2007. Danau Lindu Keteduhan yang Merindu. Pusat Penelitian Limnologi. LIPI Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Second Edition. Longman Scientific and Technical, New York. Sarnita, 1973. Laporan Survey Perikanan Danau Lindu dan Poso. Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Bogor.