DINAMIKA WERENG COKLAT TANAMAN PADI DI WILAYAH INDONESIA Sri Hartati Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. A. Yani Km. 34 Banjarbaru, Kalimantan Selatan e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Keberadaan wereng coklat di pertanaman padi merupakan ancaman bagi petani karena akibat yang ditimbulkan sangat merugikan secara ekonomi. Wereng coklat mengisap cairan yang ada di tanaman padi pada semua stadia dan yang lebih berbahaya lagi selain sebagai hama dia juga sebagai vektor dari penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa yang berakibat gagal panen. Keberadaan wereng coklat di pertanaman padi perlu dipantau terus agar akibat yang ditimbulkan tidak sampai merugikan. Makalah ini dibuat bertujuan untuk menggambarkan dinamika (populasi dan intensitas serangan) wereng coklat pada MT I 2010/11 dan MT II 2011 di wilayah Indonesia. Data/Informasi diperoleh dari laporan rutin POPT-PHP yang ada di wilayah Indonesia. Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa 70 % dari wilayah Indonesia ditemukan wereng coklat dengan populasi dan intensitas serangan yang beragam. Kata kunci : wereng coklat, hama/vektor, gagal panen padi
Pendahuluan Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal) adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh saat dewasa hanya sekitar 3 milimeter, namun, kemampuan berkembang biak, daya sebar, daya serang, dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya luar biasa. Karakteristik ini yang menempatkannya sebagai hama utama tanaman padi. Hiroichi Sawada, Gaib Subroto, Wahyudin, dan Toto Hendarto,1992 menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan seekor wereng coklat betina selama hidupnya ada 1.474 butir. Semua stadia wereng coklat dari nimfa sampai imago menghisap cairan jaringan tanaman padi. Namun yang sangat berbahaya adalah nimfa instar 1-3. Gagal panen (puso) dapat terjadi bila jumlah serangga lebih dari 20 ekor/rumpun. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu segera dilakukan jika wereng coklat telah mencapai ampang ekonomi (4 ekor/rumpun pada fase vegetatif dan 7 ekor/rumpun pada fase generatif). Peningkatan populasi wereng coklat didorong oleh : (1) penanaman varietas padi rentan, (2) penanaman padi tidak serempak, (3) penggunaan insektisida tidak tepat (jenis, dosis, waktu, dan cara), dan (4) pemupukan tidak sesuai kebutuhan tanaman. Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 203
Akibat yang lebih berbahaya ditimbulkan dari keberadaan wereng coklat adalah karena dia juga berperan sebagai vektor (pembawa pathogen/virus) yang menyebabkan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa yang sampai saat ini jika terjadi serangan belum ditemukan cara pengendaliannya selain eradikasi, Hal ini selaras dengan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2010, yang berpendapat bahwa eradikasi dilakukan pada tanaman padi atau ratun yang tertular virus, dan tidak menanam padi untuk beberapa saat (1-2 bulan) adalah cara-cara paling penting untuk mengendalikan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput, selain itu sampai saat ini belum ada varietas padi tahan kedua penyakit ini. Luas serangan wereng coklat periode Januari-April 2010 adalah 23.402 hektar (Puso 69 hektar). Sementara luas serangan wereng coklat periode Januari-April 2009 adalah 12.852 hektar (Puso 542 hektar). Adapun rerata lima tahun pada periode yang sama adalah 11.822 hektare (Puso 179 hektare), kondisi ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari serangan wereng coklat2. BBPOPT memperkirakan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) menyerang 47.005 hektar hingga 81.686 hektar padi di Indonesia MT 2010/2011. Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat dari keberadaan serangga yang berperan ganda (hama/vektor) dalam menurunkan bahkan menggagalkan produksi padi di indonesia maka perlu ditingkatkan Early warning system dan pemantapan penerapan konsep PHT secara benar. Wilayah Indonesia terdiri dari beberapa pulau dan empat pulau tergolong sentra produksi padi nasional yang tentunya berperan penting dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional 10 juta ton pada tahun 2014, yakni Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Selama delapan tahun terakhir (2004-2011) persentase pangsa masing-masing pulau tersebut terhadap produksi padi nasional, produktivitas padi nasional dan luas panen padi nasional terlihat pada gambar 1,2 dan 3 berikut (data diolah dari BPS Indonesia Tahun 2011)
Gambar 1. Rata-rata pangsa pulau terhadap produksi padi sawah di indonesia
Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia | 204
Gambar 2. Rata-rata pangsa pulau terhadap produktivitas padi sawah di indonesia
Gambar 3. Rata-rata pangsa pulau terhadap luas panen padi sawah di indonesia Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menggambarkan dinamika (populasi dan intensitas serangan) wereng coklat tanaman padi pada MT I 2010/11 dan MT II 2011 di wilayah Indonesia.
Metodologi Data diperoleh dengan cara mengambil dan merekapitulasi semua laporan rutin mingguan petugas POPT-PHP kecamatan yang mewakili setiap kabupaten pada 30 Propinsi Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 205
di wilayah Indonesia (468 wilayah pengamatan) selama dua musim tanam yakni MT I 2010 (April 2010 sampai September 2010) dan MT II (Oktober 2010 sampai Maret 2011) serta studi pustaka. Cara pengambilan data oleh masing-masing petugas POPT-PHP melalui pengamat an rutin di masing-masing petak contoh pengamatan tetap di satu wilayah pengamatan POPTPHP setiap kecamatan. Dalam tiap petak contoh pengamatan tetap diambil 3 unit contoh, masing-masing terletak di perpotongan garis diagonal (A) dan di pertengahan potonganpotongan garis diagonal terpanjang (B dan C) (Gambar 4). Tiap unit contoh diambil 10 rumpun contoh secara sistematik. Pengamatan rumpun contoh dimulai pada rumpun ke-5 dengan interval 5 langkah.
Gambar 4. Penyebaran unit contoh dalam petak contoh
Hasil dan Pembahasan Dinamika Wereng Coklat Populasi dan intensitas serangan hama Wereng Coklat (WC) berbeda pada empat pulau sentra produksi padi nasional. Hal ini menunjukkankan bahwa terjadinya dinamika keberadaan wereng coklat di wilayah Indonesia tepatnya pulau sumatera, pulau jawa, pulau kalimantan dan pulau sulawesi. Gambaran ini terlihat dari populasi dan Intensitas Serangan (IS) wereng coklat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa keberadaan WC berpotensi menjadi sumber serangan pada musim tanam berikutnya jika tidak diperhatikan. Keadaan ini menuntut kita untuk melakukan pemantauan secara rutin agar tidak terjadi peningkatan populasi yang tidak dikehendaki dikarenakan sifat dan peran gandanya yang berakibat sangat merugikan petani. Menurut Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BB POPT) Gaib Subroto, di Karawang, Jawa Barat, Rabu (19/1/2011) bahwa, sekecil apapun populasi wereng coklat yang ditemukan pada MT 2010/2011 berpotensi menjadi sumber serangan Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia | 206
pada musim tanam mendatang karena wereng coklat terus berpindah mencari sumber pakan baru dan berkembang biak dengan pesat di lingkungan yang mendukung. Tabel 1. Rata-rata populasi dan IS Wereng Coklat padi sawah di wilayah Indonesia Pulau
Provinsi
Sumatera
1. NAD 2. Sumut 3. Sumbar 4. Riau 5. Jambi 6. Sumsel 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Babel 10. Jabar 11. Jateng 12. DIY 13. Jatim 14. Banten 15. Bali
16 22 7 7 6 12 9 12 4 17 21 5 29 5 9
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
9 14 7 10 11 13 7 16 15 10 6 5 4 4 6
Jawa
Bali, NTT, NTB
Kalimantan
Sulawesi
Maluku Papua
NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra orontalo Sulbar Maluku Utara Papua Barat Papua
Jlh Kab.
X ± St.Dev (Populasi WC) 0,00 ± 0,00 0,25 ± 0,94 0,97 ± 1,01 1,31 ± 3,48 0,00 ± 0,00 0,70 ± 1,98 0,28 ± 0,83 2,75 ± 5,66 4,28 ± 3,07 1,53 ± 3,57 12,31± 21,65 1,60 ± 1,51 9,62 ± 24,10 32,39 ± 57,63 17,62 ± 36,18 3,79 0,65 0,00 0,00 1,50 0,00 0,00 0,68 0,30 0,00 0,00 0,13 0,00 2,56 4,63
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
6,09 2,42 0,00 0,00 3,14 0,00 0,00 1,86 0,81 0,00 0,00 0,28 0,00 4,19 4,55
X ± St.Dev (IS WC) 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,01 ± 0,04 1.30 ± 3,43 0,00 ± 0,00 0,49 ± 1,68 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,96 ± 1,38 0,20 ± 0,57 3,56 ± 6,78 0,00 ± 0,00 0,98 ± 2,60 7,47 ± 10,23 0,32 ± 0,96 0,20 0,14 0,00 0,00 0,79 0,10 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 2,15 2,35
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0,46 0,53 0,00 0,00 1,88 0,37 0,00 0,00 0,34 0,00 0,00 0,00 0,00 2,79 2,18
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa, populasi wereng coklat di pulau jawa terlihat cendrung lebih tinggi dibanding tiga pulau lainnya, oleh karena itu kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena mengingat pengalaman yang sudah terjadi dan telah dilaporkan Ditlintan tahun 2010 bahwa selama periode Januari-Desember 2010, serangan WC diduga mencapai 132.322 ha dan puso 4.586 ha. Serangan terluas terjadi di Jawa Barat (60.745 ha), Jawa Tengah (30.872 ha), Jawa Timur (27.066 ha), dan Banten (9.265 ha). Selama delapan tahun terakhir (2004-2011) Pulau Jawa rata-rata memberikan pangsa terhadap produksi padi nasional tertinggi yakni sebesar 51,9% dibanding Pulau Sumatera (22,9%), Pulau Sulawesi (10,3%) dan Pulau Kalimantan (6,9 %). Begitu juga dengan Luas panen yang mencapai 47,5% dibanding Pulau Sumatera (25,9%), Pulau Sulawesi (10,6%) dan Pulau Kalimantan (10%) (Diolah dari data BPS Indonesia, 2011). Padi di Pulau Jawa sangat menentukan produksi padi nasional, sehingga keberadaan wereng coklat merupakan /ancaman terhadap produksi padi di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 207
Dinamika Musuh Alami Penting Hama WC Lycosa (laba-laba) dan Paederus (tomcat atau cocopet atau kumbang kalajengking), tergolong Musuh Alami (MA) penting tanaman padi yang berfungsi untuk menekan populasi hama WC agar kehadirannya tidak merugikan secara ekonomi. Keberadaan dua musuh alami ini berbeda antar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi menunjukkan perbedaan. Keadaan ini tergambar pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-rata populasi MA padi sawah di wilayah Indonesia Pulau
Provinsi
Sumatera
1. NAD 2. Sumut 3. Sumbar 4. Riau 5. Jambi 6. Sumsel 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Babel 10. Jabar 11. Jateng 12. DIY 13. Jatim 14. Banten 15. Bali
16 22 7 7 6 12 9 12 4 17 21 5 29 5 9
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
9 14 7 10 11 13 7 16 15 10 6 5 4 4 6
Jawa
Bali, NTT, NTB
Kalimantan
Sulawesi
Maluku Papua
NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Utara Papua Barat Papua
Jlh Kab.
X ± St.Dev (Populasi Lycosa) 3,09 ± 7,14 2,14 ± 2,77 2,13 ± 2,42 1,68 ± 1,71 1,40 ± 1,97 3,34 ± 2,59 4,0 ± 4,39 5,70 ± 5,56 4,07 ± 4,80 1,72 ± 2,11 3,33 ± 2,77 2,64 ± 1,25 3,54 ± 5,60 7,15 ±14,23 4,78 ± 3,62 6,69 0,91 0,97 2,04 10,81 1,55 2,15 1,86 2,05 1,94 3,00 0,61 1,12 0,91 1,30
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
8,88 0,99 0,61 1,88 29,11 4,21 2,99 1,81 1,62 4,53 3,76 0,90 1,74 1,05 0,96
X ± St.Dev (Populasi Paederus) 2,13 ± 8,37 0,58 ± 1,55 0,83 ± 0,73 1,24 ± 1,36 1,00 ± 1,34 1,41 ± 1,69 2,90 ± 4,00 4,71 ± 6,28 0,00 ± 0,00 0,92 ± 1,14 2,27 ± 2,33 1,16 ± 1,07 1,37 ± 1,76 4,70 ± 8,93 1,37 ± 1,35 2,61 0,16 0,15 0,53 3,07 0,00 0,25 0,51 0,45 0,11 1,33 0,10 0,99 0,00 0,00
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
5,59 0,53 0,27 0,88 3,52 0,00 0,61 0,79 1,54 0,32 1,95 0,22 1,49 0,00 0,00
Dari Tabel 2 tersebut menujukkan bahwa populasi dua musuh alami penting tanaman padi ini cendrung lebih banyak di pulau sumatera kemudian pulau jawa, pulau kalimantan, pulau sulawesi dan yang terendah di pulau maluku. Grafik yang terlihat pada gambar 5 berikut ini menggambarkan keberadaan Lycosa dan Paederus serta wereng coklat di lahan pertanaman padi. Ternyata kecendrungan populasi musuh alami di pulau jawa, bali/ntt/ntb dan pulau papua lebih rendah dari populasi hama wereng coklat dibanding pulau lainnya, menurut penulis kondisi ini berpotensi untuk terjadinya peningkatan intensitas serangan hama WC jika tidak dilakukan tindakan pengendalian dan EWS sangat perlu dilakukan..
Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia | 208
Gambar 5. Grafik rata-rata populasi WC dan MA tanaman padi di Indonesia Grafik. menunjukkan bahwa populasi musuh alami (Lycosa dan Paederus) di pulau jawa lebih rendah dibanding populasi hama wc, kondisi ini berpotensi terhadap serangan hama wc. Diketahui pulau jawa mampu memberikan kontribusi teringgi terhadap padi nasional dalam hal produksi, produktivitas maupun luas panen, sehingga perlu mendapat perhatian serius karena dapat mengancam peningkatan produksi beras nasional. Hasil analisis regresi berganda antara hama wereng coklat dengan musuh alami (Lycosa dan Paederus) dengan menggunakan program SPSS20 terlihat dalam Tabel 3 berikut . Tabel 3. Hasil analisis regresi
Model
R
1
,987a
Model Summary Adjusted R R Square Square ,975 ,972
Std. Error of the Estimate ,28312
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta (Constant) ,026 ,078 Pop. WC ,206 ,007 1,029 1 Pop. Lycosa ,019 ,030 ,031 Pop. Paederus -,160 ,064 -,123 a. Dependent Variable: Intensitas Serangan 1
t ,338 28,531 ,636 -2,488
Sig. ,738 ,000 ,531 ,020
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 209
Populasi hama wereng coklat dengan populasi musuh alami (Lycosa dan Paederus) memiliki hubungan dan berpengaruh (97,2%) terhadap besarnya intensitas serangan hama wereng coklat padi lahan sawah di wilayah indonesia pada bulan april sampai dengan september 2010. Keberadaan Paederus sebagai musuh alami (98%) dapat menurunkan intensitas serangan hama wereng coklat.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1.
Dinamika hama wereng coklat di Indonesia terlihat dari beragamnya populasi dan intensitas serangan.
2.
Wereng coklat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia sehingga berpontesi mengancam produksi padi nasional
3.
Paederus mampu mengendalikan serangan wereng coklat.
Saran Disarankan agar petani menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), terutama pelestarian musuh alami dan penggunaan pestisida sebagai alternative terakhir dan dilakukan secara tepat dan benar.
Daftar Pustaka Arifin, M, I.B.G. Suryawan, B.H. Priyanto & A. Alwi. 1997. Diversitas artropoda pada berbagai teknik budidaya padi di Pemalang, Jawa Tengah. Penelitian Pertanian Puslitbangtan. 15 (2): 5-12. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta Ditlintan. 2010 dalam Workshop Monitoring dan Evaluasi OPT Padi 5-7 Nopember 2011. Cipayung-Bogor Hiroichi Sawada, Gaib Subroto, Wahyudin, Toto Hendarto. 1992 dalam http://saungurip.blogspot.com/search/label/KLIPING%20SEPUTAR%20HAMA% Laba, I W., Djatnika K., dan M. Arifin. 2001. Analisis keanekaragaman hayati musuh alami pada ekosistem padi sawah, p. 207-217. Dalam E. Soenarjo et al. (Eds.) Prosiding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung, 16-18 Oktober 2000. PEI – KEHATI. Supriyadi, S. Mangundihardjo & E. Mahrub. 1992. Kajian ekologi laba-laba srigala, Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. pada lahan padi. Kumpulan Abstrak Kongres Entomologi IV. Yogyakarta, 28-30 Januari. hlm 91. Sri Hartati : Dinamika wereng coklat tanaman padi di Indonesia | 210
Soenarjo, E. 2000. Analisis ledakan dan pengendalian hama wereng coklat di wilayah endemik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 60 hal. Untung, K. 1992. Konsep dan strategi pengendalian hama terpadu. Makalah Simposium Penerapan PHT. PEI Cabang Bandung. Sukamandi, 3-4 September 1992. 17 hlm.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 211