711
Dinamika populasi bakteri pada budidaya udang ... (Nurhidayah)
DINAMIKA POPULASI BAKTERI PADA BUDIDAYA UDANG WINDU MELALUI PENGGUNAANPROBIOTIK, BAKTERIN DAN IMUNOSTIMULAN HERBAL Nurhidayah dan Endang Susianingsih Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan dinamika populasi bakteri pada sedimen dan media air budidaya udang windu yang menggunakan probiotik, bakterin, dan imunostimulan herbal di Instalasi Tambak Marana Maros, Sulawesi Selatan. Penelitian menggunakan 12 petak tambak berukuran 500 m2 dengan padat tebar 2 ekor/m2, dengan 4 perlakuan masing-masing 3 ulangan yaitu perlakuan A (bakterin), B (probiotik), C (imunostimulan herbal), dan D (Kontrol). Hewan uji berupa tokolan udang windu PL-42 dengan bobot awal rata-rata 0,017 g/ekor. Pengamatan populasi bakteri pada sedimen dan media air budidaya dilakukan setiap dua minggu sekali berdasarkan Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menunjukkan populasi bakteri air tambak selama penelitian tertinggi pada perlakuan D pengamatan ke-VII dengan total bakteri 4,13 x 108 cfu/mL dan terendah pada perlakuan A yaitu1,42 x 104 cfu/mL, sedangkan total Vibrio sp. tertinggi pada perlakuan B yaitu 1,77 x 103 cfu/mL dan terendah pada perlakuan C yaitu 8,76 x 101 cfu/mL. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan C aplikasi herbal telah mampu menekan total bakteri Vibrio sp. jauh lebih baik dibanding dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Total populasi bakteri sedimen tambak pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C yaitu 1,42 x 106 cfu/mL dan terendah pada perlakuan D yaitu 3,27 x 105 cfu/mL. Sedangkan total Vibrio sp. tertinggi pada perlakuan A yaitu 1,99 x104 cfu/mL dan terendah pada perlakuan D yaitu 1,85 x 103 cfu/mL. Populasi bakteri pada sedimen belum membahayakan bagi sintasan organisme yang dibudidayakan. KATA KUNCI:
dinamika, populasi bakteri, sedimen, media air budidaya, probiotik, bakterin, imunostimulan herbal dan tambak
PENDAHULUAN Penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. masih menjadi kendala pada usaha budidaya udang windu di tambak. Bakteri vibrio berpendar adalah salah satu penyebab penyakit yang cukup banyak menyerang hewan budidaya seperti udang (Baticados et al., 1990; Karunasagar et al., 1994; Moriarty, 1998; Zhang & Austin, 2000), beberapa spesies ikan dan kekerangan (Austin & Zhang, 2006) bahkan juga karang (Ben-Haim et al., 2003) di seluruh dunia, dapat menjadi penyebab penyakit yang utama dan pertama ditandai meningkatnya populasi bakteri Vibrio pada air tambak(Vandenbergghe et al., 1998; Saulnier et al., 2000a), namun sering kali juga bertindak sebagai agen oportunistik pada infeksi sekunder. Salah satu alternatif dalam upaya penanggulangan penyakit pada komoditas perikanan adalah pemanfaatan bakteri probiotik yang bersifat non patogen dan memiliki kemampuan mengurangi koloni bakteri patogen, menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghambat komunikasi antara sel-sel bakteri sehingga tidak terjadi kuorum sensing yang dapat menyebabkan timbulnya sifat patogen, membunuh bakteri patogen, dapat berfungsi sebagai bakteri pengurai dan menetralisir kualitas air, serta memungkinkan sebagai makanan di dalam perairan (Suwanto, 2003). Menurut Verschuere et al. (2000), bahwa salah satu cara untuk menanggulangi penyakit pada budidaya udang adalah menggunakan probiotik yang dapat berfungsi sebagai biokontrol dan antimikroba. Penggunaan probiotik pada budidaya udang semakin meluas, baik probitik lokal maupun impor. Selain digunakan pada budidaya udang vaname, udang windu dan udang galah (Meunpol et al., 2003; Vaseeharan et al., 2004; Lio-Po et al., 2005; Mulianiet al., 2006; Gunarto et al., 2006a; Li et al., 2006; Nejad et al., 2006; Castex et al., 2008; Decamp et al., 2008; juga berkembang pada beberapa
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
712
komoditas budidaya lainnya seperti pada budidaya abalon (Mercy & Coney, 2005) dan lobster (Daniels et al., 2010). Penggunaan probiotik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana bakteri tersebut diisolasi dan sangat mempengaruhi kemampuan untuk tumbuh dan berkembang maupun untuk melaksanakan fungsinya. Menurut Wang et al. (1999), fungsi paling penting probiotik adalah mempertahankan kestabilan parameter kualitas air tambak dengan menurunkan bahan organik seperti amoniak, gas hidrogen sulfida, dan gas beracun lainnya. Telah diisolasi dan dilakukan kajian bakteri yang yang potensial sebagai probiotik yang berasal dari alam baik dari air laut (sumber air tambak), daun mangrove maupun dari tambak itu sendiri (Muliani et al., 2004; 2006). Selain probiotik, penggunaan imunostimulan saat ini dilakukan sebagai alternatif pencegahan penyakit pada budidaya udang windu. Hal ini dimungkinkan karena sistem kekebalan tubuh krustase kurang berkembang dengan baik dibandingkan vertebrata namun udang mempunyai sistem kekebalan non spesifik. Oleh karena itu, alternatif imunostimulan perlu dikaji sehingga didapatkan imunostimulan yang efektif, efisien, dan ekonomis. Salah satu alternatif pencegahan penyakit pada udang windu adalah merangsang kekebalan non spesifik udang melalui penggunaan bakterin. Penggunaan bakterin dengan penambahan binder sebelum dan setelah pelleting telah dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros sejak tahun 2005 sampai dengan 2009. Penambahan binder sebelum pelleting dengan frekuensi pemberian 2 kali sebulan masing-masing 3 hari pemberian, memberikan hasil yang terbaik terhadap pencegahan penyakit pada budidaya udang windu, di tambak dengan pola tradisional plus kepadatan 4 ekor/m2. Sintasan yang diperoleh sebesar 91,5% dengan produksi 420 kg/ha (Tompo et al., 2007). Selain bakterin, imunostimulan lain yang telah digunakan di bidang perikanan adalah glukan, peptidoglikan, levamisol, khitin, chitosan, dan hormon pertumbuhan. Akan tetapi beberapa imunostimulan tidak dapat diaplikasikan secara komersial di antaranya adalah karena harga yang tinggi dan efektivitasnya terbatas. Oleh karena itu, diperlukan eksplorasi dan pengujian berbagai sumber imunostimulan yang efektif dan lebih ekonomis. Dari berbagai hasil penelitian, banyak tumbuhan yang secara tradisional digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh yang juga mengandung senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas antibakterial, antifungal, antiviral, dan antioksidan yang tinggi, misalnya jahe, temulawak, kencur, dan kunyit putih (Sakai et al., 1999). Berdasarkan hal tersebut maka dicoba mengaplikasikan probiotik, tanaman herbal, dan bakterin untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan populasi bakteri sebagai usaha pencegahan penyakit pada budidaya udang yang lebih efektif dan ekonomis. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2011 di Instalasi Tambak Percobaan Maranak, menggunakan 12 petak tambak berukuran 500 m2 yang dilengkapi dengan sumur bor dan petak tandon, dengan 4 perlakuan masing-masing 3 ulangan: aplikasi bakterin produksi BRPBAP (A), aplikasi probiotik jenis BL542, BT951, dan MY1112 (B), imunostimulan herbal jahe, temulawak, dan kencur) (C), dan kontrol (D). Padat penebaran hewan uji yang dicobakan adalah 20.000 ekor/ha dengan bobot awal 0,017 g/ ekor. Pemberian probiotik dilakukan pada hari ke-10 sebanyak 250 mL/petak dengan selang waktu 10 hari hingga akhir penelitian dengan metode tebar langsung secara bergiliran itu: probiotik BT 951 pada bulan I, bulan II MY 112, bulan ke-III BL 542, dan pada bulan ke-IV kembali ke probiotik BT 951. Pemberian pakan pertama dilakukan pada hari ke-10 setelah penebaran yaitu hari ke-10 sampai hari ke-12 diberi pakan biasa tanpa bakterin, hari ke-13 sampai ke-15 diberi pakan yang mengandung bakterin setiap 2 minggu sekali. Aplikasi bakterin pada pakan dilakukan dengan cara mencampur 2,4 mL bakterin/kg pakan,0,05 mg/L vitamin C komersial dari golongan polifosfat, dan binder progold 5 g/ kg pakan.
713
Dinamika populasi bakteri pada budidaya udang ... (Nurhidayah)
Pemberian imunostimulan (jahe, temulawak, dan kencur) dilakukan dengan menambahkan 10 g masing-masing bahan yang telah dicuci bersih menggunakan air panas untuk menghilangkan senyawasenyawa lilinnya. Setelah itu, dihaluskan dengan menggunakan blender, hasil homogenisasi disaring menggunakan kain kasa dan diambil sebanyak 10 mL untuk dicampurkan ke dalam 1 kg pakan. Aspek yang diamati pada penelitian ini yaitu dinamika perkembangan populasi bakteri Vibrio sp. dari air dan sedimen tambak setiap 2 minggu sekali selama penelitian. HASIL DAN BAHASAN Total Bakteri dan Total Vibrio sp. pada Air Tambak Dinamika populasi bakteri dan total Vibrio sp. dalam media air selama pemeliharaan disajikan pada Gambar 1A dan1B. Dari gambar terlihat bahwa total populasi bakteri pada media pemeliharaan udang windu berkisar 10 4-108 cfu/mL, di mana pada awal penelitian cenderung menurun hingga pengamatan III kecuali pada perlakuan B terjadi peningkatan populasi bakteri pada pengamatan II; setelah itu, menurun kembali sedangkan pada perlakuan C terjadi peningkatan pada minggu III, dan memasuki minggu IV populasi bakteri kembali mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan C, memasuki pengamatan ke-V populasi bakteri mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan A hingga akhir penelitian. Kepadatan bakteri Vibrio sp. pada setiap petak perlakuan relatif rendah (101–104 cfu/mL) untuk semua perlakuan kemungkinan disebabkan karena kepadatan bakteri di saluran pemasukan air cukup rendah yaitu berkisar 100–102 cfu/mL. Hal ini karena tandon air mempunyai saringan yang bertingkat seperti pasir, kapur bakar, dan arang sehingga air yang keluar tersaring dengan baik hingga masuk ke saluran pemasukan pada setiap petakan. Populasi bakteri dalam air selama penelitian tertinggi pada perlakuan D pengamatan ke-VII dengan total bakteri 4,13 x 108 cfu/mL dan terendah pada perlakuan A yaitu 1,42 x 10 4 cfu/mL; sedangkan total Vibrio sp. tertinggi pada perlakuan B yaitu 1,77 x 103 cfu/mL dan terendah pada perlakuan C yaitu 8,76 x101 cfu/mL. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan C aplikasi herbal telah mampu menekan total bakteri Vibrio sp. jauh lebih baik dibanding dengan kontrol dan perlakuan lainnya.
9,0 8,0
Perlakuan A (aplikasi bakterin) Perlakuan B (probiotik BRPBAP) Perlakuan C (aplikasi herbal) Perlakuan D (kontrol)
3,5000
Vibrio sp. (log cfu/mL)
Populasi bakteri (log cfu/mL)
4,0000
Perlakuan A (aplikasi bakterin) Perlakuan B (probiotik BRPBAP) Perlakuan C (aplikasi herbal) Perlakuan D (kontrol)
10,0
7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0
3,0000 2,5000 2,0000 1,5000 1,0000 0,5000
1,0
0,0000
0,0 Awal
I
II
III
IV
V
Pengamatan
VI
VII
VIII
Awal
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Pengamatan
Gambar 1. Total bakteri (A) total Vibrio sp. (B) dalam air selama penelitian Total Populasi Bakteri dan Total Bakteri Vibrio sp. pada Sedimen Tambak Total populasi bakteri pada sedimen tambak selama penelitian dari awal hingga minggu ke-I mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan C terjadi penurunan, memasuki pengamatan ke-II terjadi penurunan populasi hingga pengamatan ke-III kecuali perlakuan D (Gambar 2). Pada pengamatan IV terjadi peningkatan populasi bakteri pada semua perlakuan dan turun kembali setelah pengamatan V, dan memasuki pengamatan VI populasi bakteri kembali meningkat pada semua perlakuan. Adapun total populasi bakteriVibrio sp. dalam sedimen dari awal penelitian hingga pengamatan II mengalami penurunan kecuali perlakuan B, memasuki pengamatan III hingga IV kembali mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan A pengamatan III mengalami penurunan. Memasuki pengamatan
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
714
ke-V perlakuan A populasi bakterinya menurun dan kembali meningkat pada pengamatan ke-VI pada semua perlakuan (Gambar 2).
8,00
Perlakuan A (aplikasi bakterin) Perlakuan C (aplikasi herbal)
5,5000
Perlakuan B (probiotik BRPBAP) Perlakuan D (kontrol)
4,5000
7,00
Vibrio sp. (log cfu/mL)
Populasi bakteri umum (log cfu/mL)
9,00
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00
Perlakuan A (aplikasi bakterin) Perlakuan B (probiotik BRPBAP) Perlakuan C (aplikasi herbal) Perlakuan D (kontrol)
3,5000 2,5000 1,5000 0,5000
0,00 Awal
I
II
III
IV
Pengamatan
V
VI
VII
VIII
-0,5000
Awal
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Pengamatan
Gambar 2. Total bakteri (A) total Vibrio sp. (B) dalam sedimen selama penelitian Total populasi bakteri pada sedimen tambak pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan C yaitu 1,42 x 106 cfu/mL dan terendah pada perlakuan D yaitu 3,27 x 105 cfu/mL. Sedangkan total Vibrio sp. tertinggi pada perlakuan A yaitu 1,99 x 104 cfu/mL dan terendah pada perlakuan D yaitu 1,85 x 103 cfu/mL. Data yang ada menunjukkan bahwa aplikasi penggunaan probiotik, bakterin dan Imunostimulan herbal terhadap populasi bakteri pada sedimen tambak belum memperlihatkan adanya kecenderungan yang dapat dijadikan sebagai acuan dari masing-masing perlakuan. Populasi bakteri Vibrio sp. (TBV) yang diisolasi dari sedimen tambak berada pada kisaran 101–104 cfu/g. Tingginya populasi bakteri Vibrio sp. pada petakan perlakuan disebabkan sisa-sisa pakan yang menumpuk pada sedimen tambak hingga populasi bakterinya mencapai 10 4 cfu/mL. Karena tandon air memiliki saringan yang bertingkat maka air yang masuk ke saluran pemasukan pada setiap petakan tambak tersaring dengan baik, sehingga populasi bakterinya lebih rendah pada media air dan tidak berbahaya bagi sintasan udang yang dipelihara. KESIMPULAN DAN SARAN -
Penggunaan herbal telah mampu menekan pertumbuhan bakteri Vibrio sp. pada media air pemeliharaan udang windu Populasi bakteri pada sedimen belum membahayakan sintasan organisme yang dibudidayakan.
Disarankan pada pembudidaya udang dapat menggunakan probiotik tebar langsung, sedangkan herbal dan bakterin dapat dijadikan protap sebelum penebaran dalam rangka tindakan pencegahan penyakit udang. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada para peneliti dan teknisi Litkayasa Patologi yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR ACUAN Austin, B. & Zhang, X.-H. 2006. Vibrio harveyi a significant pathogen of marine vertebrates and invertebrates. Lett. Appl. Microbiol., 43: 119–124. Baticados, M.C.L., Lavilla-Pitogo, C.R., Cruz-Lacierda, E.R., de la Pena, L.D., & Sunaz, N.A. 1990. studies on the chemical control of luminous bacteria Vibrio Harveyi and V. Splendidusisolated from diseases Penaeus monodon larvae and rearing water. Diseases of Aquatic Organism, 9: 133-139. Ben Haim, Y., Thompson, F.L., Thompson, C.C., Cnockaert, M.C., Hoste B., Swings, J., & Rosenberg, E. 2003. Vibrio Corallitycus sp. Nov., a temperature-dependent pathogen of the coral Pocillopora damicornis. Int. J. Syst. Evol. Microbiol., 53: 309-315.
715
Dinamika populasi bakteri pada budidaya udang ... (Nurhidayah)
Chanratchakool, P., Turnbull, J.F., Limsuwan, C., & Smith, S.F. 1995. Third Shrimp Health Management. Training Hand Book. The Aquatic Animal Health. Research Institute. Departement of Fisheries Kasetsart University Campus, Bangkok. Castex, M., Chim, L., Pham, D., Lemaire, P., Wabete, N., Nicolas, J.L., Schmidely, P., & Mariojouls, C. 2008. Probiotic P. acidilactici aplication in shrimp Litopenaeus stylirostris culture subject to vibriosis in New Caledonia. Aquaculture, 275: 182-193. Decamp, O., Moriaty, D.J.W., & Lavens, P. 2008. Probiotics for shrimp larvae culture: review of fileld data from Asia and Latin America. Aquaculture Research, 39: 334-338. Daniells, C.L., Merrifield, D.L., Boothroyd, D.P., Davies, S.J. Factor, J.R, & Arnold K.E. 2010. Effect of dietary Bacillus sp. and Mannan Oligosaccharides (MOS) on European lobster (Homarus gammarus L.) larvae growth performance, gut morphology and gut microbiota. Aquaculture, 304: 49-57. Gunarto, Tangko, A.M., Tampangallo, B.R., & Muliani. 2006a. Budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan penambahan probiotik. J. Ris. Akuakultur, 1: 303-313. Karunasagar, I., Pai, R ., Malathi, G.R., & Karunasagar, I. 1994. Mass mortality of Penaeus monodon larvae due to antibiotic-resistant Vibrio harveyi infection. Aquaculture, 128: 203–209. Lightner, D.V., Bell, T.A., Redman, R.M., Mohley, L.L., Natividad, J.M., Rukyani, A., & Poernomo, A. 1992. A review of some major diseases of economic significance in Penaeid prawns/shrimps of the Americas and Indopacific. p. 57-80. In Shariff, M., Subasinghe, R.P., & Arthur, J.R. (Eds.) Diseases in Asian Aquaculture I. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Lio-Po, G.D., Leoano, E.M., Penaranda, M.M.D., Villa-Franco, A.U., Sombito, C.D., & Guanson, N.G. 2005. Anti-luminous Vibrio factor assosiated with the green water’ grow-out culture of the tiger shrimp Penaeus monodon. Aquaculture, 250: 1-7. Li, J., Tan, B., Mai, K., Ai, Q., Zhang, W., Xu, W., Liufu, Z., & Ma, H. 2006. Evaluation on of Bacillus subtilis as a probiotic to Indian major carp Labeo rohita (Ham). Aquaculture Research, 37: 1,2151,221. Moriarty, D.J.W. 1998. Control of luminous Vibrio species in penaeid aquaculture ponds. Aquaculture, 168: 351-358. Meunpol, O., Lopinyosiri, K., & Menasveta, P. 2003. The efects of ozone and probiotics on the survival of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture, 220: 437-448. Muliani, Nurbaya, Atmomarsono, M., & Tompo, A. 2004. Eksplorasi bakteri tambak dari tanaman mangrove sebagai bakteri probiotik pada budidaya udang windu Penaeus monodon. Laporan Hasil Penelitian. Balai Riset perikanan Budidaya Air Payau, 18 hlm. Macey, B.M. & Coney, V.E. 2005. Improve growth rate and resistance in farmed Haliotis midae through probiotic treatment. Aquaculture, 245: 249-261. Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. 2006. Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udang sebagai kandidat probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon. J. Ris. Akuakultur, 1: 7385. Nejad, S.Z., Resaei, M.H., Takami, G.A., Lovett, D.L., Mirvaghefi, A.R., & Shakouri, M. 2006. The efect of Bacillus sp. bacterial used as probiotics on digestive enzyme activity, survival and growth in the Indian white shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquculture, 252: 516-524. Suwanto, A., Yogiara, Suryanto, D., Tan, I., & Puspitasari, E. 2003. Selected protocols. Training Course on Advances in Molecular Biology Techniques to Assess Microbial Diversity. Bogor, 28 pp. Saulnier, D., Avarre, J.C., Le Moullac, G., Ansquer, D., Levy, P., & Vonau, V. 2000a. Rapid and sensitive PCR detection of Vibrio penaeicida, the putative etiological agent of Syndrome 93 in New Caledonia. Dis. Aquat. Org., 40: 109–115. Tompo, A., Atmomarsono, M., Madeali, M.I., Muliani, Nurhidayah, Susianingsih, E., Nurbaya, & Kadriah, I.A.K. 2007. Laporan Teknis Hasil Penelitian Riset Budidaya Udang Windu Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros. Verschuere, L., Rombaut, G., Songeloos, P., & Verstraete, W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Mic. Mol. Biol. Re., 64(4): 655-671. Vandenberghe, J., Thompson, F.L., Gomez-Gil, B., & Swings, J. 2003. Phenotypic diversity among
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
716
Vibrio isolates from marine aquaculture systems. Aquaculture, 219: 9–20. Vaseeharan, B., Lin, J., & Ramasamy, P. 2004. Effect of probiotics, antibiotic sensitivity, patogenicity, and plasmid profiles of listonella anguillarum-like bacterial isolated from Penaeus monodon culture system. Aquaculture, 241: 77-91. Zhang, X.H. & Austin, B. 2000. Pathogenicity of Vibrio harveyi to salmonids. J. Fish Dis., 23: 93–10.