DINAMIKA KELOMPOK PENERIMA PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (TSP) PLN TARAHAN LAMPUNG SELATAN
DEDEH KURNIASIH KUSNANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Kelompok Penerima Program TSP PLN Tarahan Lampung Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015
Dedeh Kurniasih Kusnani NRP I351130051
RINGKASAN DEDEH KURNIASIH KUSNANI. Dinamika Kelompok Penerima Program TSP PLN Tarahan Lampung Selatan. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan PUDJI MULJONO. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Tarahan Lampung Selatan memberikan Tanggung jawab Sosial Perusahaan (TSP) kepada masyarakat dan lingkungan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perekonomian masyarakat sekitar perusahaan. Oleh sebab itu, keberlanjutan kelompok menjadi sangat penting agar terjadi perubahan perilaku masyarakat. Penelitian bertujuan untuk: (1) menganalisis tingkat dinamika dan efektivitas kelompok; (2) menganalisis hubungan karakteristik anggota dengan dinamika kelompok; dan (3) menganalisis hubungan dinamika kelompok dengan efektivitas kelompok. Desain penelitian ini adalah penelitian survei dan bersifat explanatory research yang dilakukan di Desa Rangai Tritunggal Kecamatan Katibung Lampung Selatan. Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2015 dengan jumlah responden 50 orang. Analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisis korelasi rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tingkat dinamika kelompok penerima TSP PLN Tarahan tergolong dalam kategori rendah, hal ini disebabkan belum spesifiknya tujuan kelompok, tidak jelasnya struktur kelompok, belum berjalannya fungsi dan tugas kelompok, rendahnya pembinaan dan pengembangan kelompok, dan kurang adanya tekanan yang positif di dalam kelompok. Tingkat efektivitas kelompok tergolong kategori rendah karena rendahnya partisipasi anggota, kelompok belum melakukan pergantian pengurus, tidak adanya perencanaan kegiatan kelompok, dan belum maksimalnya kegiatan kelompok, (2) rendahnya dinamika kelompok berhubungan signifikan dengan rendahnya motivasi kerja, intensitas penyuluhan, pendampingan, dan interaksi sosial kelompok dan (3) dinamika kelompok berhubungan positif dan sangat signifikan dengan efektivitas kelompok, dengan demikian kelompok harus memperhatikan partisipasi anggota, adaptasi kerja, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan kepuasan yang dirasakan oleh anggota agar kelompok memiliki dinamika yang tinggi. Kata kunci: efektivitas kelompok, intensitas penyuluhan, karakteristik anggota kelompok,
SUMMARY DEDEH KURNIASIH KUSNANI. Group Dynamics of TSP Program PLN Tarahan South Lampung Recipient. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and PUDJI MULJONO. National Electricity Company Tarahan South Lampung gave corporate social responsibility for community and environment by group approach. The efforts were made to increase knowledge, skill and the economy of community in around the company. Therefore, sustainability of the group is so important in order to occur behavior change of community. The aims of this study were: (1) analyze level of group dynamics and group efectivity; (2) analyze correlation between member characteristics and group dynamics; (3) analyze correlation between group dynamics and group efectivity. The design of this research is survey focusing on explanatory research and was conducted in Rangai Tritunggal Village, Katibung District, South Lampung. The field study was conducted from January until March 2015 and the numbers of respondents are 50 peoples. Descriptive and correlational rank Spearman analysis were used to explain this research. The results of this research showed that: (1) the level of group dynamics was low because the group goals are not specific, the structure is not clear, group role and function is not implemented optimally, coaching and development of group is not adequate, and there is not positive pressure. The level of group effectivity was low because members participation is low, the group do not make turn the board, the group has not planning activity and group activity is not implemented maximally, (2) low group dynamics correlated positively and significantly with low working motivation, intensity of extension, mentoring, and social interaction of the group and (3) group dynamics correlated positively and significantly with group effectivity, so the group must pay attention members participation, working adaptation, planning activity, implementation activity, and members satisfaction so that the group has high dynamics level. Keywords: group effectivity, intensity of extension, member characteristics
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DINAMIKA KELOMPOK PENERIMA PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (TSP) PLN TARAHAN LAMPUNG SELATAN
DEDEH KURNIASIH KUSNANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar pada Ujian Tesis
: Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari-Maret 2015 ini ialah kelompok, dengan judul Dinamika Kelompok Penerima TSP Tarahan Lampung Selatan. Terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh MS dan Bapak Dr Ir Pudji Muljono MSi selaku komisi pembimbing atas arahan, dukungan, nasihat, dan semangat yang diberikan kepada penulis saat penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan staf kependidikan Program Studi Ilmu penyuluhan Pembangunan, yang telah mendidik dan mambantu penulis selama penyelesaian studi di IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus dan anggota Kelompok Penerima TSP PLN Tarahan Lampung Selatan yang telah memberikan informasi dan menyediakan waktu dan pikirannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Staf PLN Tarahan, penyuluh, pendamping yang telah memberikan informasi dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada orang tua tercinta Ayahanda Nani Kusnani dan Ibunda Husnahwati atas kasih sayang, doa, nasihat, dan dukungan moril dan materil yang diberikan kepada penulis sampai saat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta Rohayani, Triyono, Supriyadi AMd, Brigadir Bebi Susanto, Anggi, Asep Prayitno, Ryan Pratiko, Nina Wulan Meylani, dan Akbar Khotama, Cahaya Wulan Idahdadari atas kasih sayang dan semangat yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Delki Utama Asta SP MSi atas kasih sayang, motivasi dan kesabaran yang diberikan kepada penulis sampai saat ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi di Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih juga disampakian untuk Dosen Universitas Lampung yang telah memberikan rekomendasi, arahan, dan semangat kepada penulis untuk melanjutkan studi di Pascasarjana IPB. Kepada seluruh sahabat PPN: Cici, Heri, Kesa, Ike, Shinta, Siti, Nila, Mba Tintin, Kak Shanti, Kak Nia, Tiara, Riana, Aira, Inong, Pak Erix, Darma, Mba Vera, Enik, Azwar, Isni, dan Bang Muhib atas kasih sayang, kebersamaan, diskusi, dukungan, nasihat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membaca umumnya dan penulis khususnya. Bogor, Juni 2015 Dedeh Kurniasih Kusnani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelompok Dinamika Kelompok Efektivitas Kelompok Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian 3 METODE Desain Penelitian Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Data dan Instrumen Penelitian Definisi dan Batasan Operasional Uji Validitas dan Reliabilitas Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Deskripsi Kelompok Penerima Program TSP PLN Tarahan Karakteristik Internal dan Eksternal Anggota Kelompok Dinamika Kelompok Penerima Program TSP PLN Tarahan Efektivitas Kelompok Penerima TSP PLN Tarahan Hubungan Karakteristik Anggota dengan Dinamika Kelompok Hubungan Dinamika Kelompok dengan Efektivitas Kelompok 5 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 2 3 3 5 5 5 14 19 20 26 30 31 31 31 31 32 33 39 41 41 43 43 44 46 53 57 59 62 65 67 71 83
DAFTAR TABEL 1 Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian 2 Sub variabel, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, katagori pengukuran karakteristik internal anggota 3 Sub variabel, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, katagori pengukuran karakteristik eksternal anggota 4 Sub variabel, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, katagori pengukuran dinamika kelompok 5 Sub variabel, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, katagori pengukuran efektivitas kelompok 6 Sebaran karakteristik anggota kelompok penerima TSP PLN Tarahan Tahun 2015 7 Rataan skor tingkat dinamika kelompok penerima TSP PLN Tarahan Tahun 2015 8 Rataan skor tingkat efektivitas kelompok penerima TSP PLN Tarahan Tahun 2015 9 Koefisien korelasi antara karakteristik internal dan eksternal anggota dengan dinamika kelompok penerima TSP PLN Tarahan Tahun 2015 10 Koefisien korelasi antara diamika dengan efektivitas kelompok penerima TSP PLN Tarahan Tahun 2015
32 33 34 36 38 47 53 58 60 63
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka berpikir operasional dinamika kelompok penerima program TSP PLN Tarahan 2 Interaksi sosial kelompok penerima program TSP PLN Tarahan
30 52
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Kuesioner penelitian Jadwal penelitian Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioer penelitian Foto kegiatan
69 75 77 79
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Prinsip dari pembangunan berkelanjutan adalah mengedepankan kualitas hidup dan pertumbuhan, terutama pada masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya, dan kemampuan dalam memadukan antara strategi ekonomi dan ekologi dengan memasukkan unsur sosial dan budaya. Berhasil tidaknya pembangunan berkelanjutan tidak hanya ditentukan oleh peran pemerintah dan industri, tetapi peran seluruh masyarakat. Stakeholder inti yang diharapkan mampu menunjang keberhasilan pembangunan berkelanjutan adalah pemerintah, masyarakat dan perusahaan. Perusahaan sebagai salah satu stakeholder inti tidak hanya berperan dalam pembangunan berkelanjutan, tetapi ikut berperan dalam pembangunan perekonomian. Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 pasal 74 menyatakan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan Tanggung jawab Sosial Perusahaan (TSP) dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Hal ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Perusahaan PLN Tarahan Lampung Selatan merupakan salah satu pemasok listrik utama di daerah Sumatera bagian selatan, terutama Lampung yang beroperasi menggunakan tenaga dari uap yang dihasilkan dari pembakaran batu bara. Visi dari perusahaan ini adalah menjadi perusahaan pembangkit terkemuka dan unggul di Indonesia dengan kinerja kelas dunia yang bertumpu pada potensi insani. Perusahaan tidak hanya memiliki tujuan komersil, juga berperan memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat dan juga melakukan binaan lingkungan. Sebagai stakeholder inti, perusahaan ini bertanggung jawab kepada pemerintah untuk menjalankan kewajibannya dengan cara memberikan TSP kepada masyarakat dan lingkungan. Pada tahun 2012 perusahaan memberikan TSP kepada empat dusun yang berada di sekitar perusahaan (daerah ring 1). Beberapa bentuk TSP yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan di antaranya yaitu perbaikan jalan, pembuatan saluran air, pemasangan lampu jalan, pemberian bantuan kesehatan, pembentukan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), pemberian bibit, pemberian mesin jahit, dan pembuatan sumur air bersih. Bentuk TSP yang diberikan kepada masyarakat ini merupakan hasil analisis kebutuhan masyarakat, sehingga TSP ini dirasakan masyarakat sudah cukup sesuai. Perusahaan ini memberikan TSP menggunakan pendekatan kelompok. Jenis kelompok yang dibina adalah kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola air bersih yang tersebar di empat wilayah operasional sekitar perusahaan. Kelompok memiliki fungsi sebagai wadah kegiatan pendidikan, sosial, dan ekonomi masyarakat. Keberadaan kelompok ini dirasa memberikan manfaat bagi anggota dan masyarakat sekitar di antaranya pengetahuan mereka menjadi bertambah, dan terpenuhinya kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat.
2 Melalui kelompok perusahaan dapat mudah mengetahui kondisi masyarakat yang terjadi di lingkungan perusahaan, perusahaan dapat berkomunikasi langsung dengan masyarakat secara efisen, dan kebutuhan masyarakat dapat dinaungi oleh kelompok, terjadi perubahan perilaku dalam masyarakat ke arah yang lebih baik, dari sisi sosial, ekonomi dan budaya. Hal ini dipertegas oleh pendapat Slamet (2001) bahwa pendekatan kelompok dipandang lebih efisien dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan berinteraksi dari para sasaran, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku sasaran ke arah yang lebih baik dan berkualitas. Keberadaan kelompok dapat lebih mendayagunakan petani atau peternak yang sedang mengalami permasalahan dan elompok dapat memiliki peran sebagai media transformatif bagi peningkatan kualitas anggota-anggotanya (Chu 1976; Yunasaf et al. 2008). Kelompok dapat mempertahankan kedudukan dan fungsinya apabila memiliki dinamika yang tinggi di setiap proses kegiatan. Kelompok yang dinamis ditentukan dari kedinamisan anggota kelompok dalam melakukan interaksi guna mencapai tujuan kelompok yang dirumuskan. Dinamika kelompok adalah kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam suatu kelompok yang menentukan perilaku anggota kelompok guna untuk mencapai tujuan kelompok (Levis 1996). Kelompok yang dinamis akan selalu ditandai dengan adanya interaksi, baik di dalam maupun di luar kelompok, agar dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif (Santosa 2009). Hidayat (2003) mendefinisikan efektivitas kelompok merupakan sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai oleh kelompok. Semakin tinggi tingkat presentase yang telah dicapai, maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Dinamika kelompok dapat dianalisis melalui unsur-unsur kedinamikaan kelompok melalui proses interaksi anggota kelompok dan efektivitas kelompok dapat dianalisis melalui karakteristik anggota kelompok dan situasional kelompok itu sendiri, dan untuk mengetahui tingkat. Kelompok ini diharapkan terus dapat berkelanjutan sehingga dapat menaungi kebutuhan anggota dan masyarakat sekitar. Dengan demikian menjadi suatu keharusan bahwa kelompok yang ada harus memiliki gerak atau kekuatan yang dapat menentukan dan mempengaruhi perilaku kelompok dan perilaku anggota-anggotanya dalam mencapai tujuantujuan yang disepakati secara efektif.
Perumusan Masalah Kondisi perekonomian dan pendidikan masyarakat di sekitar perusahaan tergolong kategori rendah, hal ini tergambar dari sebagian besar masyarakat di bekerja buruh dan hanya menempuh pendidikan sampai sekolah dasar. Pada periode sebelumnya perusahaan telah memberikan TSP kepada masyarakat dan lingkungan dengan menggunakan pendekatan individu. Pendekatan ini dirasa tidak efektif karena belum dapat meningkatkan sisi perekonomian dan pendidikan serta perbaikan lingkungan yang begitu nyata. Menggunakan pendekatan kelompok ini diharapkan pemberian TSP lebih efektif dan kualitas hidup masyarakat berubah ke arah yang lebih baik.
3 Rendahnya kepercayaan anggota mengenai pentingnya keberadaan sebuah kelompok dalam masyarakat menjadi masalah utama di dalam kelompok penerima TSP PLN ini. Kelompok ini termasuk ke dalam kelompok pemula yang masih memerlukan perhatian, pemberdayaan dan pembinaan lebih lanjut baik dari perusahaan, pemerintah, pendamping dan penyuluh. Perusahaan, pemerintah, dan masyarakat berharap kelompok yang dibentuk ini terus dapat berdiri sehingga dapat menaungi kebutuhan anggota dan masyarakat sekitar. Dengan demikian kelompok ini harus memiliki tingkat dinamika dan efektivitas yang tinggi agar tujuan kelompok yang dibuat bersama dapat tercapai, kelompok tetap berfungsi dengan baik dan dapat menaungi kebutuhan anggota dan masyarakat, sehingga terjadi perubahan perilaku anggota ke arah yang lebih baik salah satunya adalah meningkatnya kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu menganalisis tingkat dinamika dan efektivitas kelompok dirasa perlu agar sisi lemah dari kelompok dapat diketahui, dan memberikan kesempatan kepada anggota dan pengurus untuk dapat memperbaiki kekurangan tersebut, sehingga tujuan didirikannya kelompok dapat terwujud dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat dinamika dan tingkat efektivitas kelompok penerima TSP perusahaan? 2. Sejauh mana hubungan hubungan karakteristik internal dan eksternal anggota dengan dinamika kelompok penerima TSP perusahaan? 3. Sejauh mana hubungan antara dinamika kelompok dengan efektivitas kelompok penerima TSP perusahaan?
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi tingkat dinamika dan efektivitas kelompok penerima TSP perusahaan. 2. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal anggota dengan dinamika kelompok pada kelompok penerima TSP perusahaan. 3. Menganalisis hubungan antara dinamika kelompok dengan efektivitas kelompok penerima TSP perusahaan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Bidang keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang terkait dinamika kelompok dan efektivitas kelompok dan dapat digunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan.
4 2. Bidang praktisi, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi kelompok masyarakat dalam hal pengembangan dan pembinaan kelompok sebagai upaya menyejahterakan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar perusahaan. Menjadi tambahan informasi untuk dapat memperbaiki dan mempertahankan kedudukan kelompok agar tetap berfungsi dengan baik sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih nbaik pada masyarakat.
2
TINJAUAN PUSTAKA Dinamika Kelompok
Pengertian Kelompok Kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh dan mempengaruhi kesadaran untuk saling tolong menolong (Mardikanto 1993). Kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang di antara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan (Abdulsyani 2012). Kelompok dibentuk karena suatu tujuan yang mana orang yang membentuk kelompok karena tidak dapat mencapai tujuan secara sendiri atau individu (Jhonson & Jhonson 2012). Komponen terpenting dalam kelompok yaitu tujuan yang sama, karena kesamaan tujuan akan mempengaruhi interaksi sosial para anggota, dan tujuan yang sama akan menghasilkan sebuah komitmen dalam kelompok. Menurut Slamet (2002) ciri-ciri kelompok yaitu terdiri atas individu, rasanya saling ketergantungan, partisipasi yang terus menerus dari anggota, mandiri, adanya keragaan yang terbatas. Nuryanti dan Swastika (2011) berpendapat bahwa berdasarkan tujuannya kelompok dibedakan menjadi dua, yaitu kelompok sosial dan kelompok tugas. Kelompok tugas adalah kelompok yang dibentuk terfokus pada pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan dengan baik, sedangkan kelompok sosial adalah kelompok yang lebih menekankan kepada tujuan pemenuhan fungsifungsi sosial seperti mencapai kesenangan atau kesehatan rohani. Ciri lain yang membedakan kelompok tugas dan kelompok sosial adalah kelompok sosial akan tetap bertahan keberadaannya, meskipun ada salah satu tugas yang lebih terselesaikan, sedangkan kelompok tugas akan segera selesai atau tidak berfungsi lagi jika tugas tunggal yang dibebankan telah terselesaikan. Keterkaitan anggota dalam kelompok tugas hanya terbatas pada adanya tugas khusus yang harus diselesaikan, sedang pada kelompok sosial keterkaitan kelompok berlangsung seumur hidup (Mardikanto 2009). Yunasaf et al. (2008) pada penelitiannya yang berjudul “Peran Kelompok Peternak dalam mengembangkan Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung” menunjukkan bahwa keberadaan kelompok peternak dapat lebih mendayagunakan peternak sapi yang sedang mengalami permasalahan, karena selama ini koperasi pertanian dalam pergerakannya tidak dapat lepas dari pengembangan kelompok tani. Kelompok dapat memiliki peran sebagai media transformatif bagi peningkatan kualitas anggota-anggotanya (Chu 1976; Yunasaf et al. 2008). Keberadaan kelompok-kelompok saat ini lebih dominan sebagai wadah yang fungsi utamanya untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugastugas yang diberikan oleh koperasi, khususnya untuk mempermudah penyampaian sarana produksi, dan penampungan susu dari peternak. Berdasarkan pendapat para ahli dapat dijelaskan bahwa kelompok adalah kumpulan yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang terjadi interaksi sosial di dalamnya, yang dilakukan secara langsung dan intensif, memiliki norma dan aturan yang mengikat, memiliki tujuan yang sama, yang mempunyai persepsi
6 yang sama, memiliki peran dan fungsi dalam kesatuan, saling bergantung dan memotivasi antara satu dengan lainnya untuk membina hubungan yang saling menguntungkan demi tercapainya tujuan bersama, dan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Pengertian Dinamika kelompok Santosa (2009) mengungkapkan bahwa dinamika kelompok adalah interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan. Dinamika kelompok adalah kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam suatu kelompok yang menentukan perilaku anggota kelompok guna untuk mencapai tujuan kelompok (Levis 1996). Kelompok yang dinamis akan selalu ditandai dengan adanya interaksi, baik di dalam maupun luar kelompok, agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Santosa 2009). Cartwright dan Zander (1968) mengemukakan dinamika kelompok merupakan suatu pengetahuan yang mengkaji kehidupan kelompok, yaitu menganalisis cara-cara mengorganisir, mengelola serta pengambilan keputusan dalam kelompok. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok adalah gerak atau kekuatan yang terdapat di dalam kelompok yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dinamika kelompok juga dapat digunakan sebagai metode dan proses dalam mengorganisir, mengelola mengambil keputusan dalam kelompok, dan meningkatkan nilai kerja sama dalam kelompok. Kedinamisan suatu kelompok dapat ditentukan dari interaksi anggota kelompok di dalamnya dalam mencapai tujuan bersama. Analisis dinamika kelompok dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan psikososial dan sosiologis. Pendekatan psikososial adalah analisis dinamika kelompok yang dilakukan terhadap segala sesuatu yang akan berpengaruh terhadap perilaku anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok, sedangkan pendekatan sosiologis adalah analisis terhadap proses sistem sosial kelompok (Mardikanto 1993). Unsur-Unsur Dinamika Kelompok Slamet (2001) mengungkapkan untuk mengetahui tingkat kedinamisan suatu kelompok,analisis yang digunakan adalah pendekatan psikososial, dimana dalam hal ini unsur-unsur yang mempengaruhi adalah tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan pada kelompok, keefektifan kelompok dan maksud terselubung. 1.
Tujuan kelompok Tujuan kelompok merupakan gambaran tentang sesuatu hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh kelompok. Tujuan kelompok yang jelas sangat diperlukan agar anggota dapat berbuat sesuatu sesuai dengan kebutuhan kelompok. Kelompok yang memiliki dinamika yang kuat adalah apabila tujuan kelompok mendukung tujuan anggotanya (Cartwright & Zander 1968). Tujuan kelompok ini akan menjadi suatu motivasi bagi anggota untuk melakukan kegiatan kelompok sehingga pencapaian tujuan tersebut akan lebih efektif.
7 Leliani dan Hasan (2006) dalam penelitiannya menggunakan beberapa indikator untk mengukur tujuan suatu kelompok di antaranya adalah keformalan tujuan, tingkat keterukuran tujuan, keterkaitan tujuan dengan dimensi waktu, dan kaitan tujuan sebagai kerangka pengambilan suatu keputusan. 2.
Struktur kelompok Cartwright dan Zander (1968) menyatakan bahwa struktur kelompok adalah bentuk hubungan antara individu di dalam kelompok, yang disesuaikan dengan posisi dan peranan masing-masing individu. Struktur kelompok di dalam kelompok dapat dibentuk baik secara formal maupun non formal. Pada kelompok formal, pembagian tugas, norma-norma diracancang secara tegas, tertulis dan terstruktur. Kedinamisan suatu kelompok yang tidak memiliki struktur secara formal dan tertulis dengan catatan seluruh anggota kelompok memahami peranan dan tugasnya masing-masing. Beberapa aspek penting yang menyangkut struktur kelompok, antara lain yaitu: (1) struktur kekuasaan atau pengambilan keputusan;(2) struktur tugas atau pembagian kerja; (3) struktur komunikasi atau bagaimana aliran-aliran komunikasi yang terjadi dalam kelompok dan (4) wahana bagi kelompok untuk berinteraksi. 3.
Fungsi Tugas Slamet (2002) menjelaskan maksud dari fungsi tugas adalah untuk memfasilitasi dan mengkoordinasi usaha-usaha kelompok yang menyangkut masalah-masalah bersama dan dalam rangka memecahkan masalah-masalah tersebut. Fungsi tugas itu meliputi: (1) fungsi memberi informasi; (2) fungsi menyelenggarakan koordinasi; (3) fungsi menghasilkan inisiatif; (4) fungsi mengajak untuk berpartisipasi dan (5) fungsi menjelaskan sesuatu kepada kelompok. 4.
Pembinaan dan pengembangan kelompok Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah segala macam usaha yang dilakukan kelompok dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan dirinya (Soedarsono 2005). Usaha-usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok dapat dilakukan dengan adanya(1) partisipasi dari semua anggota dalam kegiatankegiatan kelompok; (2) fasilitas untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelompok; (3) kegiatan-kegiatan yang memungkinkan setiap anggota untuk berpartisipasi; (4) pengawasan (kontrol) terhadap norma yang berlaku dalam kelompok; (5) sosialisasi, yaitu proses pendidikan bagian anggota baru agar mereka bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kelompok; dan (6) usaha-usaha untuk mendapat anggota baru demi kelangsungan hidup kelompok.
5. Kekompakan Kelompok (Group Cohesiveness) Slamet (2002) menyatakan bahwa kekompakan kelompok adalah perasaan ketertarikan anggota terhadap kelompok atau rasa memiliki kelompok. Kelompok yang anggota-anggotanya kompak akan meningkatkan gairah bekerja sehingga para anggota lebih aktif dan termotivasi untuk tetap berinteraksi satu sama lain. Kekompakan kelompok dipengaruhi oleh besarnya komitmen para anggota. Komitmen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : (1) kepemimpinan kelompok; (2) keanggotaan kelompok; (3) homogenitas
8 kelompok; (4) tujuan kelompok; (5) keterpaduan atau integrasi; (6) kerjasama atau kegiatan kooperatif dan (7) besarnya kelompok (Sudjati 1981). Kohesivitas pada umumnya dikaitkan dengan dorongan untuk tetap bersama berada di dalam kelompoknya (Gibson et al. 2003). Pada kelompok dengan kohesivitas tinggi yang disertai dengan adanya penyesuaian yang tinggi dengan tujuan individu, maka kelompok tersebut akan berorientasi ke arah pencapaian tujuan. Selain itu juga dicirikan dengan adanya keinginan untuk menetapkan tujuan kelompok dan cara pencapaian dengan baik (Trihapsari & Nashori 2011). Kohesivitas suatu kelompok sosial juga dapat diukur melalui komitmen yang tinggi, daya tarik tertentu, ukuran kelompok, dan kesempatan berinteraksi (Jewell 1998).
6. Suasana Kelompok (Group Atmosphere) Slamet (1978) mengatakan bahwa suasana kelompok menyangkut keadaan moral, sikap, dan perasaan-perasaan yang umum terdapat dalam kelompok. Sebagai indikatornya dapat dilihat pada sikap anggota, mereka bersemangat atau sebaliknya apatis terhadap kegiatan dan kehidupan kelompok. Kelompok menjadi semakin dinamis jika anggota kelompok semakin bersemangat dalam kegiatan dan kehidupan kelompok. Suasana kelompok dipengaruhi oleh berbagai hal di antaranya adalah hubungan antara para anggota kelompok, kebebasan berpartisipasi dan lingkungan fisik. Leilani dan Hasan (2006) pada penelitiannya mengenai dinamika kelompok tani menerangkan bahwa suasana kelompok meliputi sikap mental dan perasaan yang terdapat di dalam kelompok. Dalam menciptakan suasana kelompok yang baik, perlu diciptakan moral yang penuh dengan semangat. Beberapa indikator yang digunakan untuk menilai suasana kelompok antara lain ketegangan yang terjadi di dalam kelompok, keramahan dan kekerabatan, lingkungan fisik, dan demokratis.
7. Tekanan Kelompok (Group Pressure) Tekanan pada kelompok adalah tekanan-tekanan dalam kelompok yang menimbulkan ketegangan pada kelompok untuk menimbulkan dorongan ataupun motivasi dalam mencapai tujuan kelompok. Fungsi tekanan pada kelompok (group pressure) adalah membantu kelompok mencapai tujuan, mempertahankan dirinya sebagai kelompok, membantu anggota kelompok memperkuat pendapatnya serta memantapkan hubungan dengan lingkungan sosialnya. Cartwright dan Zander (1968) menyatakan bahwa kelompok dapat memberikan tekanan kepada para anggotanya melalui nilai-nilai tertentu yang mengikat perilaku anggota dalam kehidupan berkelompok. Tekanan akan mendorong bertindak untuk mencapai tujuan kelompok, sedangkan tekanan yang berasal dari luar dapat muncul sendiri atau dicari dalam bentuk tantangan untuk peningkatan prestasi atau kritik dari luar kelompok.
8. Maksud Terselubung (Hidden Agenda) Mardikanto (1993) menyatakan bahwa maksud tersembunyi adalah emosional berupa perasaan, konflik, motif, harapan, aspirasi dan pandangan yang tidak terungkap yang dimiliki oleh anggota kelompok. Terpenuhinya maksud terselubung anggota akan mendorong semakin aktifnya anggota kelompok dalam
9 melaksanakan tugas dan kegiatan kelompok yang akan mendorong semakin dinamisnya suatu kelompok. Karakteristik Internal dan Eksternal Anggota yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok Kedinamisan suatu kelompok dapat dicapai dari kedimisan anggota melalui interaksi yang dibangun dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu untuk mengetahui dinamis tidaknya suatu kelompok dan untuk mengetahui baik tidaknya kelompok tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis karakteristik dan perilaku anggota kelompok. Mengacu pada penelitian yang dilakukan Nuryanti dan Swastika (2011), Khairullah (2003), Mulyandari (2001) bahwa terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dinamika kelompok. Menurut Nuryanti dan Swastika (2011) terdapat faktor internal dan eksternal anggota kelompok yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok tani, yaitu lamanya berusaha tani, ketersediaan bantuan modal, intensitas penyuluhan, dan pendampingan. Penelitian yang dilakukan Khairullah (2003) menunjukkan hasil bahwa faktor internal anggota yang mempengaruhi dinamika kelompok yaitu tingkat kekosmopolitan anggota, sedangkan faktor eksternal anggota yang mempengaruhi dinamika kelompok yaitu pelatihan yang pernah diikuti anggota. Selanjutnya Mulyandari (2001) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor internal anggota yang mempengaruhi dinamika kelompok yaitu tingkat kekosmpolitan, dan pendidikan formal, sedangkan faktor eksternal anggota yang mempengaruhi dinamika kelompok yaitu dukungan kelembagaan, dan interaksi yang dilakukan kelompok. Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok meliputi faktor internal anggota dan faktor eksternal anggota. Faktor internal yang mempengaruhi dinamika kelompok meliputi pendidikan formal, pelatihan yang diikuti, dan motivasi kerja anggota. Faktor eksternal yang mempengaruhi dinamika kelompok meliputi intensitas penyuluhan, pendampingan, interaksi kelompok, dan ketersediaan sarana dan prasarana. 1. Karakteristik Internal Pada dasarnya perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik di dalam dirinya. Mardikanto (1993) mengungkapkan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, misalnya umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Dengan demikian karakteristik internal anggota kelompok adalah sifatsifat yang melekat pada diri anggota kelompok yang diwujudkan dalam pola pikir, dan tindakan di dalam kelompok yang akan mempengaruhi aktivitas di dalam kelompok. Faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendidikan formal, pelatihan yang diikuti, dan motivasi kerja anggota. a. Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan merupakan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan diterima oleh masyarakat (Padmowihardjo 1994). Slamet (2002) mengungkapkan bahwa pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku individu baik dari segi
10 pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Pendidikan petani dapat mempengaruhi pola pikir dalam mengelola usaha taninya (Mardikanto 1993). Selain itu juga proses pengambilan keputusan yang dilakukan sesorang biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin efisien bekerja di dalam kelompok dan semakin banyak pengetahuan dalam menjalankan aktivitas kelompok. Tingkat pendidikan formal dalam penelitian ini yaitu usaha-usaha yang ditempuh oleh seseorang untuk menghasilkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik yang diukur melalui jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh responden. b. Pelatihan yang Diikuti Simamora (1999) menjelaskan bahwa pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman atau perubahan sikap seseorang. Mangkuprawira (2004) berpendapat bahwa pelatihan bagi anggota kelompok adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar anggota semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Hamalik (2001) mengatakan bahwa fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Aflatin et al. (2000) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pelatihan memberikan manfaaat bagi para guru, pelatihan dapat meningkatkan keterampilan guru konseling dalam menjalankan aktivitasnya, selanjutnya terjadi perbedaan tingkat keterampilan antara guru yang sering mengikuti keterampilan dengan guru yang jarang mengikuti pelatihan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin sering seseorang mengikuti pelatihan, maka semakin banyak pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimiliki. Pelatihan yang diikuti dalam penelitian memiliki arti aktivitas pelatihan keterampilan yang diikuti anggota kelompok baik yang diselenggarakan yang berkaitan dengan eksistensi program kelompok maupun tidak berkaitan dengan eksistensi program kelompok yang diukur berdasarkan frekuensi pelatihan yang pernah diikuti anggota kelompok. c. Motivasi Kerja Anggota Kelompok Motivasi adalah kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengarahkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberikan kepuasan (Wursanoto 2003). Terdapat beberapa teori motivasi yang memberikan penjelasan mengenai motivasi kerja anggota organisasi, antara lain teori X dan Y dari Gregor, teori motivasi Hygiene dari Herzberg, teori Existence, Relatedness dan Growth (ERG) dari Aldefer, dan teori kebutuhan dari McClelland (Siagian 2002; Sukadi 2007). Pada dasarnya individu memiliki motivasi kerja dikarenakan adanya kebutuhan. Wursanoto (2003) mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi anggota untuk bekerja di dalam kelompok, yaitu faktor dari dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Faktor dari dalam individu meliputi sikap, pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan cita-cita, sedangkan faktor dari luar individu meliputi gaya kepemimpan, dorongan atau bimbingan seseorang, dan perkembangan situasi.
11 Manalu et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa motivasi anggota kelompok yang rendah akan merugikan produktivitas kelompok, perilaku anggota yang hanya ingin memenuhi kebutuhan atau kepentingan sendiri akan mengurangi rasa kepuasan anggota lainnya, hal ini akan menimbulkan konflik di dalam kelompok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara produktivitas kelompok dengan keinginan mementingkan diri sendiri di dalam kelompok. Penelitian ini memberikan hasil bahwa motivasi kerja anggota memiliki korelasi yang sangat besar terhadap produktivitas kerja di Dinas Kehutanan. Hal ini berarti apabila motivasi diri dari masing-masing pejabat struktural ditingkatkan, maka produktivitas kerja juga akan meningkatkan. Motivasi ini dapat ditingkatkan dengan cara bertanggung jawab atas tugas yang dimiliki, mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh, mendahulukan dan kepentingan kelompok. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah sikap dan kondisi psikologis seseorang yang dapat memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan dalam mencapai kebutuhannya. Motivasi kerja seseorang anggota di dalam kelompok dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Motivasi yang dimiliki anggota kelompok dapat mempengaruhi hasil kerja kelompok dan rasa kepuasan anggota kelompok lainnya. Motivasi kerja dalam penelitian ini adalah alasan atau dorongan yang berasal dari dalam dan luar diri anggota kelompok untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan untuk meningkatkan produktivitas kelompok. 2. Karakteristik Eksternal Dinamika kelompok tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik internal anggota, tetapi juga dipengaruhi faktor eksternal anggota kelompok. Karakteristik eksternal adalah ciri-ciri yang berasal dari luar diri individu yang menjadi salah satu faktor penting dalam rangka upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Karakteristik eksternal anggota kelompok yang digunakan dalam penelitian ini meliputi intensitas penyuluhan, pendampingan, interaksi kelompok, dan ketersediaan sarana dan prasarana. a. Intensitas Penyuluhan Mardikanto (1993) menjelaskan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan usaha untuk memberikan keterangan, petunjuk, bimbingan, bantuan pemecahan masalah dan arah yang harus ditempuh oleh setiap orang yang berusaha sampai dapat meningkatkan pendapatannya, mutu dan nilai produksi usaha taninya sehingga lebih bermanfaat bagi kehidupan sendiri dan keluarganya yang dilakukan penyuluh pertanian. Dalam kegiatan penyuluhan, informasi yang dibutuhkan masyarakat adalah informasi yang bermanfaat, menguntungkan secara ekonomis, secara teknis memungkinkan untuk dilaksanakan, secara sosialpsikologis dapat diterima secara norma, dan sejalan atau sesuai dengan kebutuhan pemerintah (Asngari 2001; Akhdiyat & Riyani 2005). Unsur-unsur penyuluhan merupakan semua faktor yang menyebabkan terjadinya atau berlangsungnya kegiatan penyuluhan pertanian dan unsur-unsur tersebut antara lain penyuluh pertanian, sasaran, metode, materi, media, tempat dan waktu pelaksanaan penyuluhan (van Den Ban & Hawkins 1999). Dengan demikian intensitas penyuluhan dalam penelitian ini diartikan sebagai kegiatan penyuluhan
12 yang dilakukan oleh penyuluh sebagai upaya usaha mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) anggota kelompok ke arah lebih baik. Oleh karena itu, indikator yang digunakan untuk menilai intensitas penyuluhan meliputi frekuensi penyuluhan yang pernah diikuti, manfaat penyuluhan untuk anggota,dan kesesuaian materi atau informasi dengan kebutuhan anggota. b. Pendampingan Pendampingan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh petugas lapangan atau fasilitator atau pendamping masyarakat dalam berbagai kegiatan program (Raningsih 2010). Kinasih (2012) mendefinisikan pendampingan sebagai proses pembimbingan atau memberi kesempatan pada masyarakat yang dilakukan oleh para pendamping atau fasilitator melalui serangkaian aktivitas yang memungkinkan komunitas tersebut memiliki kemampuan dan kepercayaan diri dalam menghadapi permasalahan seputar kehidupannya. Selanjutnya Suharto (2006) merumuskan kegiatan serta proses pendampingan sosial berpusat pada empat bidang tugas atau fungsi di antaranya adalah : 1. Fasilitasi, yaitu fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas pekerja sosial yang berkaitan dengan fungsi ini antara lain menjadi model (contoh), melakukan mediasi dan negosiasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan manajemen sumber. 2. Penguatan (empowering), yaitu fungsi yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building). Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. 3. Perlindungan (protecting), yaitu fungsi yang berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja. 4. Pendukungan (supporting), yaitu fungsi yang menyangkut tugas pekerja sosial sebagai konsultan. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana. Pada dasarnya pendampingan yang dilaksanakan oleh petugas lapangan meliputi banyak jenis kegiatan, misalnya kegiatan teknis program di bidang pertanian mulai dari perencanaan sampai monev, pengembangan organisasi masyarakat baik berupa kelompok tani, KSM, sampai ke pengembangan jaringan seperti forum petani atau jaringan pemasaran, yang disertai juga dengan pelatihan kepemimpinan lokal agar mereka bisa mengelola organisasi-organisasi tersebut dengan baik. Salah satu tolok ukur keberhasilan program adalah adanya keberlanjutan setelah lembaga tidak bekerja di suatu masyarakat, artinya masyarakat mampu melanjutkan kegiatan setelah lembaga tidak mendampingi. Tujuan pendampingan yang dilakukan pada masyarakat adalah pengembangan
13 partisipasi dan mobilisasi masyarakat agar menjadi pelaksana pembangunan di dalam komunitasnya. Berdasarkan penjelasan di atas maka pendampingan dalam penelitian ini merupakan suatu proses pembinaan melalui seorang pendamping yang bertugas memfasilitasi dan membantu memperlancar keberhasilan pengembangan usaha kelompok. Pendampingan di dalam penelitian ini diukur berdasarkan peran pendamping sebagai fasilitator, penguat, pelindung, dan pendukung, tingkat keefektifan dan komitmen pendamping dalam menjalankan tugasnya. c. Interaksi Sosial Kelompok Abdulsyani (2012) menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan proses melalui timbal balik dari tiap-tiap kelompok yang menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok lain. Interaksi sosial juga dapat diartikan sebagai proses timbal balik yang menandakan satu kelompok dipengaruhi oleh tingkah laku reaktif pihak lain, sehingga kelompok mempengaruhi tingkah laku orang lain. Selanjutnya Gillin dan Gillin (1954), Rakhmat (2001a) menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan cara berhubungan yang dapat dilihat apabila seseorang dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau hal yang terjadi apabila terdapat perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya permasalahan yang ada. Interaksi sosial dapat terjadi apabila terdapat kontak sosial dan komunikasi. Interaksi sosial yang terjadi antar kelompok memiliki dua bentuk, yaitu asosiatif dan disasosiatif (Muslim 2013). Bentuk asosiatif lebih mengarah pada proses penyatuan yang dapat dilakukan melalui kerjasama, akomodasi, asimilisi, dan akulturasi. Bentuk disasosiatif dalam interaksi sosial lebih mengarah pada pemisahan yang dapat terjadi karena persaingan, kontroversi dan konflik. Lestari (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat interaksi yang terjadi pada komunitas Samin meliputi interaksi antar individu, interaksi antara individu dengan kelompok, dan interaksi antar kelompok. Interaksi antar kelompok terjadi pada kelompok sebagai suatu kesatuan bukan pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Interaksi jenis ini dapat dicontohkan adanya kerjasama antara komunitas Samin dengan kelompok masyarakat dalam kegiatan kerja bakti desa, serta gotong royong mengerjakan sawah. Selain itu komunitas Samin juga membangun interaksi dengan aparat pemerintah setempat, tokoh masyarakat yang bertujuan untuk membangun tali silaturahmi dan mendapat dorongan positif untuk kelangsungan komunitas Samin ini. Bentuk interaksi yang dibangun di komunitas Samin adalah kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Interaksi antara komunitas Samin dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor situasi sosial, norma masyarakat, tujuan pribadi, kedudukan, dan kondisi individu. Hidayat (2013) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa kegiatan rutin yang dibangun antar kelompok yang satu dengan yang lain dapat membangun interaksi sosial yang baik. Hal ini terjadi pada dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat Etnis Madura dan Banjar. Kegiatan rutin yang dibangun seperti gotong royong, kerja bakti, arisan kumpulan ramah tamah dapat membangun interaksi yang positif dan mengurangi permasalahan yang terjadi di antara dua kelompok ini. Selain itu interkasi sosial yang positif juga diperoleh dari adanya pemberian penghargaan satu sama lain, saling menghormati dan saling mendukung tujuan kelompok masing-masing.
14 Berdasarkan penjelasan mengenai interaksi sosial di atas maka dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah proses hubungan timbal balik karena adanya komunikasi dan kontak sosial yang dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi sosial dapat terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial memiliki dua bentuk, interaksi sosial yang dibangun untuk penyatuan yang dapat dibangun melalui kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi, dan interaksi sosial yang dibangun untuk pemisahan yang tejadi karena konflik, kontroversi dan persaingan. Interaksi sosial kelompok dalam penelitian ini mengandung arti proses sosial yang dibangun kelompok dengan kelompok lain, warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh adat, penyuluh, dan dinas pertanian setempat. d. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Sudjati 1981). Mosher (1987) menjelaskan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana produksi mutlak diperlukan agar dapat menjadi pendukung dalam peningkatan produksi. Apriani (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ketersediaan fasilitas belajar di sekolah mempengaruhi kompetensi efektivitas kerja. Dalam suatu kegiatan tertentu di dalam kelompok, penyediaan peralatan dibutuhkan salam suatu proses belajar ke arah perubahan perubahan perilaku disamping pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan. Demikian juga dengan sarana dan prasarana di dalam kelompok merupakan alat-alat dan tempat yang diperlukan dalam kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ketersediaan sarana dan prasarana dalam penelitian ini adalah keberadaan sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh anggota kelompok yang dinilai melalui kecukupan jumlah sarana dan prasarana, tingkat kemudahan anggota kelompok untuk memperoleh sarana dan parasarana, dan tingkat manfaat dari sarana dan prasarana yang ada.
Efektivitas Kelompok Pengertian Efektivitas Kelompok Efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan (Martoyo 1992). Hidayat (2003) mendefinisikan efektivitas sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Semakin tinggi tingkat persentasi yang telah dicapai, maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu (Komarudin 1994). Efektivitas kelompok adalah tercapainya tujuan yang didasarkan tindakan kooperatif (Rakhmat 2001a). Efektivitas kelompok adalah keberhasilan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan cepat dan berhasil baik serta memuaskan bagi setiap anggota kelompok dalam rangka mencapai tujuan berikutnya (Soedarsono 2005).
15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kelompok Faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilihat dari karakteristik kelompok (faktor situasional) dan karakteristik anggotanya (faktor personal). Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan kelompok (Rakhmat 2001a). 1. Faktor Situasional a.
Jumlah Kelompok Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan kelompok. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan prestasi kerja dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Apabila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen, maka hanya diperlukan kelompok kecil agar sangat produktif, sedangkan apabila tujuan kelompok divergen, diperlukan jumlah angota kelompok yang lebih besar. Berdasarkan segi komunikasi, makin besar kelompok, makin besar kemungkinan sebagian besar anggota tidak mendapat kesempatan berpartisipasi. Dalam kelompok yang besar, partisipasi akan makin memusat pada orang yang memberikan kontribusi terbanyak. Komunikasi akan lebih tersentralkan pada orang-orang tertentu. Pada kelompok besar ada beberapa orang yang dominan, sebagian besar pasif. Pada kelompok kecil, tingkat partisipasi setiap anggota relatif sama (Rakhmat 2001a). b.
Jaringan Komunikasi Rakhmat (2001a) mengungkapkan bahwa kelompok roda, yaitu kelompok yang biasanya pemimpin menjadi fokus perhatian, hanya afektif pada saat memecahkan permasalahan yang mudah dan memberikan tingkat kepuasan yang rendah kepada kelompok. Pada kelompok tipe lingkaran, dapat mampu menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks. Penelitian lain menunjukkan bahwa pola semua saluran (bintang) adalah pola komunikasi yang paling efektif, karena tidak terpusat pada satu orang pemimpin, dan pola ini dapat memberikan kepuasan bagi para anggota-anggota, dan yang paling cepat menyelesaikan tugas. c.
Kohesi Kelompok Kohesi kelompok yang didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Rakhmat 2001a). Kohesi kelompok dapat diukur dari (1) ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, (2) ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan (3) sejauh mana anggota tertarik pada kelompok untuk memuaskan kebutuhan personalnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kohesi kelompok berkaitan erat dengan produktivitas, moral, dan efisiensi komunikasi. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman, dan terlindung. Oleh karena itu komunikasi menjadi lebih bebas, lebih terbuka dan lebih sering. Kelompok yang sangat kohesif memiliki suasana yang mempertinggi umpan balik, dan karena itu mendorong komunikasi lebih efektif.
16 d.
Kepemimpinan Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok (Cragan & Wright 1980; Rakhmat 2001a). Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan komunikasi. Kepemimpinan dapat diukur melalui suasana yang terjadi di dalam kelompok akibat komunikasi yang terjadi. Tiga gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960); Rakhmat (2001a) terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan laissez faire. 2. Faktor Personal Cragan dan Wright (1980), Rakhmat (2001a) berpendapat bahwa terdapat dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan kelompok, yaitu kebutuhan interpersonal dan proses internasional. Faktor personal yang mempengaruhi keefektifan kelompok yaitu usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, pendapatan, kepribadian, dan homogenitas, dan heterogenitas kelompok. Proses personal meliputi keterbukaan (disclusure), percaya, dan empati. Beberapa ilustrasi suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kelompok yang efektif, adalah sebagai berikut (Jhonson & Jhonson 2012): a. Tujuan dijelaskan dan disesuaikan sehingga sesuai tujuan perorangan dan tujuan kelompok. Tujuan dibuat secara bersama-sama sehingga semua anggota dapat menjalankannya dan dapat mencapai tujuan tersebut. b. Komunikasi dua arah, dan penegasannya pada ide-ide perasaan yang terbuka dan jelas. c. Keikutsertaan dan kepemimpinan antar anggotanya, pencapaian tujuan, pemeliharaan hubungan antar anggotanya, dan perubahan pengembangan digaris bawahi. d. Kemampuan dan informasi yang dimiliki menentukan pengaruh dan kekuasaan, perjanjian dibuat untuk meyakinkan bahwa tujuan dan kebutuhan perorangan terpenuhi, kekuasaan sama rata. e. Perbedaan timbul ketika anggota kelompok menyampaikan pandangan mereka, saling berdebat dan menyampaikan alasan dilihat sebagai kunci dalam mengambil keputusan yang berbobot dan kreatif dan pemecahan masalah. f. Konflik kepentingan dihadapi dengan menggunakan negosiasi yang menyatukan dan jalan tengah sehingga persetujuan dapat tercapai yang merupakan hasil bersama dan memuaskan semua anggotanya. Keterampilan perorangan, kelompok, dan antar anggota kelompok ditekankan, kesatuan meningkat karena tingkat kepuasan yang tinggi, perhatian, penerimaan, dukungan, dan kepercayaan, setiap anggotanya mendapat dukungan. Ukuran Efektivitas Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan atau sasaran yang diharapkan, maka hal tersebut dikatakan tidak efektif. Pencapaian tujuan yang efektif atau tidak efektif dalam suatu organisasi dapat dilihat dari (Siagian 2008; Sukadi 2007): a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
17 b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional. d. Perencanaan yang matang. e. Penyusunan program yang terorganisir. f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi. g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, apabila program tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya. Pelaksanaan program dalam organisasi ditandai dengan adanya kegiatan individu anggota atau kegiatan bersama. Terdapat 6 (enam) proses atau pelaksanaan yang perlu ada dalam organisasi, yaitu: 1) Hubungan antar peranan: menggambarkan saling pengertian atau tidak di antara orang-orang yang memainkan peranan dalam organisasi. Apakah hubungan itu baik atau tidak, apakah ada saling pengertian atau tidak. 2) Proses komunikasi: menggambarkan bagaimana semua orang yang ada dalam organisasi berkomunikasi dan seberapa akurat dan tepatnya waktu dalam berkomunikasi. Komunikasi yang efektif menghasilkan interaksi yang positif. 3) Pengendalian (control), proses pengendalian perilaku anggota dikendalikan supaya organisasi tetap berada pada jalur yang aman dan pengendalian menunjukkan hubungan pemimpin dengan anggota. 4) Koordinasi: menunjukkan perhatian yang diberikan pada berbagai kegiatan yang diarahkan pada tujuan. Koordinasi bertujuan memastikan kegiatan organisasi bergerak kearah tujuan yang sama. 5) Sosialisasi: proses bagaimana anggota baru diperkenalkan pada sistem yang hidup dalam organisasi. Tanpa sosialisasi yang cukup, anggota baru akan lama menyesuaikan diri dengan organisasi. 6) Supervisi: kombinasi antara pengawasan dan pembinaan. Supervisi berorientasi pada pendidikan bukan pemberian sanksi hukuman. Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan (Sukadi 2007), yakni: a. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. b. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Proses suatu organisasi akan sesuai mekanisme apabila organisasi memiliki kinerja yang baik sehingga anggota merasakan kepuasan kerja di dalam organisasi. Terdapat beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi (Dwiyanto 1995) yaitu sebagai berikut :
18 1) Produktivitas, konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. 2) Kualitas Layanan, kepuasan anggota menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi. 3) Responsivitas, adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan anggota sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi anggota. 4) Responsibilitas, menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit . 5) Akuntabilitas, menunjukkan pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi patuh kepada ketua. c. Pendekatan sasaran (goals approach) merupakan ukuran efektivitas yang mengarah pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Sukadi (2007) mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: 1) produktivitas, 2) kemampuan adaptasi kerja, 3) kepuasan kerja, 4) kemampuan berlaba, 5) pencarian sumber daya. Duncan (2005), Sukadi (2007) berpendapat bahwa efektivitas dapat diukur melalui: a. Pencapaian Tujuan Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkrit. b. Integrasi Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi. c. Adaptasi Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolok ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja. Berdasarkan penjelasan mengenai efektivitas kelompok maka dapat penulis simpulkan bahwa efektivitas kelompok adalah keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuannya dengan menggunakan cara yang tepat sehingga menimbulkan kepuasan bagi kelompok maupun anggota kelompok. Efektivitas suatu kelompok dapat dinilai melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan sumber yang digunakan, proses yang dijalankan dan hasil yang diperoleh. Efektivitas dalam penelitian ini merupakan suatu kondisi saat kelompok berhasil mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia dengan tepat. Penilaian efektivitas kelompok pada penelitian ini dibatasi dengan efektivitas terhadap proses yang dijalankan di dalam kelompok yang dinilai melalui tingkat partisipasi anggota kelompok, kemampuan adaptasi kerja kelompok, perencanaan kegiatan kelompok, tingkat kepuasan anggota kelompok, dan pelaksanaan kegiatan kelompok.
19 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tanggung jawab sosial perusahaan adalah bentuk tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Wibisono 2007). Nursahid (2006) menjelaskan TSP adalah tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis kepada suatu kelompok yang menjadi stakeholder yang terkena pangaruh langsung maupun tidak langsung dari aktivitas perusahaan. Perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada stakeholder tetapi pada cakupan yang lebih luas yaitu tenaga kerja (workplace), konsumen dan pemasok (marketplace), lingkungan hidup, masyarakat, etika bisnis, dan hak asasi manusia. Terdapat dua alasan mengapa perusahaan melakukan TSP, yaitu alasan ekonomi dan alasan moral. Alasan ekonomi mengacu pada bagaimana perusahaan mendapatkan citra dan kredibilitas produk melalui aktivitas TSP. Membangun citra melalui TSP, masyarakat akan lebih percaya dan merasa diuntungkan dengan keberadaan perusahaan di sekitarnya. Alasan moral bermula dari inisiatif perusahaan untuk menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholder. Terdapat enam hal pokok yang terdapat pada Corporate Social Responsibility (CSR) (Wibisono 2007), yaitu: a. Community support, antara lain dukungan pada program-program pendidikan, kesehatan, kesenian, dan sebagainya. b. Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak membedakan konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik, atau ke dalam ras-ras tertentu. c. Employee support, perlindungan tenaga kerja, insentif, dan penghargaan serta jaminan keselamatan kerja. d. Environment, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan. e. Nonoperation, perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak yang sama bagi masyarakat dunia untuk mendapatkan kesempatan bekerja antara lain dengan membuka pabrik di luar negeri (abroad operation). f. Product, perusahaan berkewajiban untuk membuat produk-produk yang aman bagi kesehatan, tidak menipu, melakukan riset dan pengembangan produk secara continue dan menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang. Wibisono (2007) mengungkapkan bahwa dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya perusahaan memfokuskan perhatian pada tiga hal yang dikenal dengan 3P, yaitu people, profit, dan planet. Dapat diuraikan bahwa dengan masyarakat (people) perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai bentuk perhatian kepada masyarakat, perusahaan dapat membuat aktivitas-aktivitas maupun kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan dan kompetensi masyarakat di berbagai bidang. Profit adalah perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas yang memadai agar perusahaan dapat berkembang dan terjaga eksistensinya. Selanjutnya arti planet yang dimaksud yaitu dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat
20 berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan agar tetap terpelihara kualitas hidup manusia dalam jangka panjang. Terdapat tiga manfaat dari aktivitas TSP bagi perusahaan (Wibisono 2007). Pertama, mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan yang tidak pantas diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan aktivitas TSP merasa mendapat dukungan yang berasal dari komunitas yang merasakan manfaat aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan. Kedua, TSP dapat menjadi pelindung dan membentuk perusahaan dalam meminimalkan dampak buruk dari adanya krisis ekonomi. Ketiga, karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup manusia, dan kualitas lingkungan. Wibisono (2007) berpendapat bahwa terdapat tiga manfaat dari penerapan program TSP. Ketiga manfaat tersebut yaitu manfaat bagi individu karyawan, bagi penerima program, dan manfaat bagi perusahaan. Adapun penjelasan manfaat tersebut secara rinci dapat dijelaskan berikut ini: a. Manfaat bagi indvidu karyawan, yaitu individu dapat belajar metode alternatif dalam berbisnis, menghadapi tantangan pengembangan dan bisa berprestasi dalam lingkungan baru, mengembangkan keterampilan yang ada dan keterampilan baru, memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas lokal dan memberi kontribusi bagi komunitas lokal, mendapatkan persepsi lokal, dan mendapatkan persepsi baru atas bisnis. b. Manfaat bagi penerima program, yaitu mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tidak dimiliki organisasi atau tidak memiliki dana untuk mengadakannya, mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang segar dan kreatif dalam menyelesaikan masalah, dan memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan pengelolaan organisasi seperti menjalankan bisnis. c. Manfaat bagi perusahaan, yaitu memperkaya kapabilitas karyawan yang telah menyelesaikan tugas kerjasama komunitas, peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas, meningkatkan pengetahuan tentang komunitas lokal, meningkatkan citra dan profit perusahaan karena para karyawan menjadi duta besar bagi perusahaan.
Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Yunasaf et al. (2008) pada penelitiannya yang berjudul “Peran Kelompok Peternak dalam mengembangkan Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung” menunjukkan bahwa dinamika kelompok peternak sapi perah adalah gerak dari kelompok peternak tersebut yang disebabkan oleh segala kekuatan yang terdapat dalam kelompok yang menentukan atau mempengaruhi perilaku kelompok dan anggota-anggotanya dalam rangka pencapaian tujuan secara efektif. Dalam menganalisis dinamika kelompok ini, penulis menggunakan sembilan unsur dinamika kelompok, di antaranya adalah kepemimpinan ketua kelompok, tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi tugas kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan kelompok dan efektivitas kelompok. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu
21 dinamika kelompok peternak sapi perah ini tergolong kategori lemah, hal ini tercermin dari masih rendahnya tingkat kepemimpinan ketua kelompok, tidak adanya tujuan kelompok secara spesifik, terbatasnya struktur kekuasaan atau wewenang, jarangnya pelaksanaan fungsi dan tugas kelompok, belum adanya usaha-usaha yang spesifik dari kelompok, keterbatasan rasa keterikatan anggota kelompok, interaksi antar anggota belum merupakan bagian dari interaksi yang bersifat substantif, kurangnya tuntutan anggota terhadap kelompok agar kelompok dapat dikelola dengan baik. Leliani dan Hasan (2006) pada penelitiannya yang berjudul “Analisis Dinamika Kelompok pada Kelompok Tani Mekar Sari Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor” menunjukkan bahwa tingkat dinamika kelompok tani menghasilkan hasil yang baik apabila elemen-elemen yang ada dalam kelompok tersebut baik. Elemen-elemen yang dapat digunakan untuk mengukur dinamika kelompok yaitu tujuan kelompok yang sesuai dengan tujuan individu, kewenangan, aktivitas koordinasi kepemimpinan, keterpaduan, lingkungan fisik, demokrasi, tingkat kepuasan anggota dan adanya tingkat pengaruh maksud terselubung. Selanjutnya Bowo et al. (2011) pada penelitiannya yang berjudul “Dinamika Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat Lahan Kering di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo” memberikan hasil Kelompok tani akan memiliki dinamika yang baik apabila tujuan dibentuknya kelompok tani lebih terukur dan realistis, keterlibatan anggota secara demokratis dalam penetapan tujuan kelompok lebih baik. Kondisi ini memberikan dampak pemahaman anggota terhadap tujuan lebih baik, terdapat kepentingan yang sinergis antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok. Tidak hanya dari tujuan, kedinamisan kelompok juga ditandai dari unsur dinamika lainnya seperti struktur, fungsi tugas, pengembangan dan pemeliharaan kelompok, suasana kelompok, efektivitas kelompok, tekanan kelompok. Nuryanti dan Swastika (2011) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa terdapat faktor internal dan eksternal anggota kelompok yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok tani, yaitu lamanya berusahatani, ketersediaan bantuan modal, intensitas penyuluhan, dan pendampingan. Selanjutnya Khairullah (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Dinamika Kelompok dan Kemandirian Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (Kasus Kelompok P2KP di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor)” menunjukkan hasil bahwa terdapat faktor internal dan eksternal anggota kelompok yang mempengaruhi dinamika kelompok dalam upaya mewujudkan kemandirian anggota yaitu kekosmopolitan dan pelatihan yang pernah diikuti anggota. Usman (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Kemitraan antara Koperasi dengan Kelompok Tani Penyuling Minyak Kayu Putih” menjelaskan bahwa permasalahan kelompok tani penyuling minyak kayu putih di Kabupaten Buru yang adalah rendahnya tenaga profesional (keterampilan) dan pengelolaan (kemampuan manajemen) dalam usaha penyulingan minyak kayu putih, keterbatasan permodalan, kurangnya akses terhadap perbankan dan pemasaran hasil produksi, produktivitas masih rendah, serta penguasaan teknologi yang masih kurang memadai. Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut tentu akan mempengaruhi efektivitas kemitraan yang dibangun, oleh sebab itu pola kemitraan yang dibangun harus efektif. Penilaian yang digunakan untuk
22 melihat efektivitas kemitraan antara koperasi dan kelompok ini antara lain peningkatan sisa hasil usaha dan adanya kelangsungan usaha untuk koperasi tersebut, dan adanya peningkatan pendapatan kelompok tani, tersedianya fasilitas modal usaha bagi kelompok tani, dan terjaminnya pemasaran hasil untuk kelompok tani penyuling minyak kayu putih. Apriani (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kompetensi, Motivasi, dan Kepemimpinan terhadap Efektivitas Kerja” menjelaskan bahwa motivasi memiliki makna faktor- faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu demi memuaskan kebutuhan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Aspek-aspek eksternal pada lingkungan kerja yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi oleh dosen Universitas Mulawarman adalah kompensasi, fasilitas, dan kepemimpinan. Motivasi dosen Universitas Mulawarman perlu ditingkatkan melalui penyediaan ruang dosen, penambahan dan pemeliharaan fasilitas belajar mengajar yang baik, pemberian penghargaan dan peningkatan kompensasi atas prestasi kerja dan masa kerja dosen, yang dimulai dari lingkup fakultas atau unit pelaksana teknis masing-masing. Ramayah et al. (2003) melakukan penelitian mengenai dinamika kelompok, karakteristik kelompok dan efektivitas kelompok yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi atau menghambat keberhasilan kelompok yang di dalamnya melibatkan dinamika kelompok, desain proses, dan mekanisme dukungan eksternal. Kerangka konseptual penelitian ini menerangkan bahwa terdapat beberapa dimensi penting dari dinamika kelompok yang dipertimbangkan dan diduga mempengaruhi efektivitas kelompok. Karakteristik tim memiliki peranan dalam menentukan dinamika kelompok, sehingga dalam penelitian ini menambahkan komponen ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional kelompok yang berpengaruh pada dinamika kelompok. Beberapa penelitian lain yang menjadi dasar penelitian ini bahwa karakteristik tim mempengaruhi efektivitas kelompok, sehingga karakteristik kelompok, dinamika kelompok dan efektivitas diduga memiliki pengaruh dan hubungan satu sama lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional tidak mempengaruhi dinamika kelompok. Hal ini dikarenakan tidak layak untuk membatasi ukuran kelompok karena kelompok harus memiliki ukuran yang cukup agar tugas dapat diselesaikan. Selain itu juga hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ukuran dan keanekaragaman kelompok tidak berpengaruh signifikan pada efektivitas kelompok. Ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional diduga memiliki pengaruh efektivitas yang berbeda pada kelompok yang berbeda. Namun, kelompok pada penelitian ini memiliki jumlah anggota kurang dari 15 orang, keragaman fungsional tidak terlalu tinggi, sehingga ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional tidak berpengaruh dengan efektivitas kelompok. Hatu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial dalam Masyarakat” menjelaskan bahwa pendampingan sosial merupakan suatu strategi karena yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat, karena dalam pendampingan sosial memiliki prinsip pekerjaan sosial yaitu membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan sosial seringkali
23 dilakukan atau melibatkan dua strategi utama, yakni pelatihan dan advokasi atau pembelaan masyarakat. Pelatihan dilakukan terutama untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan masyarakat mengenai hak dan kewajibannya serta meningkatkan keterampilan keluarga dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan advokasi adalah bentuk keberpihakan pekerja sosial terhadap kehidupan masyarakat yang diekspresikan melalui serangkaian tindakan. Siregar (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi TSP Pada Masyarakat Indonesia” menunjukkan bahwa TSP merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang baru. Program TSP yang dilaksanakan oleh perusahaan ini diharapkan berkelanjutan sehingga perusahaan akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, program TSP lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategis bisnis dari suatu perusahaan. Saat ini masih banyak permasalahan program TSP, di antaranya yaitu belum tersosialisasikan dengan baik, masih terdapat perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan depertemen perindustrian mengenai TSP di kalangan perusahaan dan industri, dan belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan TSP di kalangan perusahaan. Hal yang terpenting dari program TSP adalah aturan yang mewajibkan programnya harus berkelanjutan. Melakukan program TSP yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar baik kepada perusahaan itu sendiri dan para stakeholder yang terkait. Program TSP yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu menciptakan kehidupan di masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan TSP sebaiknya melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus-menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian. Restuti dan Nathaniel (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap Earning Response Coefficient” menunjukkan bahwa saat ini banyak perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial atau TSP dalam laporan tahunan perusahaan yang masih bersifat sukarela sebagai salah satu strategi bisnis untuk menaati peraturan yang telah ditetapkan. Tanggung jawab Sosial Perusahaan (TSP) memiliki dua karakteristik, yaitu menggambarkan hubungan antara bisnis dan lingkungan yang luas, dan sama dengan aktivitas perusahaan di area lingkungan sosialnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC. TSP lebih berpengaruh terhadap orientasi perusahaan jangka menengah dan jangka panjang, isu tentang TSP di Indonesia adalah hal yang relatif baru, selain itu juga banyak investor yang memiliki persepsi rendah tentang TSP. Handjaja (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penerapan CSR di Perusahaan Multilevel Marketing PT Harmoni Dinamik Indonesia” menunjukkan bahwa TSP merupakan sebuah komitmen dari suatu perusahaan untuk memberikan kontribusi yang lebih pada masyarakat, baik melalui tindakan sosial maupun tanggung jawab lingkungan. Pelaksanaan TSP di Indonesia bergantung pada pemimpin puncak perusahaan, artinya kebijakan TSP selalu dijamin selaras dengan visi dan misi perusahaan. Tanggung jawab sosial badan usaha bersifat wajib bagi kriteria badan usaha tertentu. Hal ini disebutkan dalam
24 UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Apabila perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku. Penerapan TSP untuk perusahaan di bidang manufaktur, TSP digunakan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merk produk atau citra perusahaan. Penerapan TSP pada perusahaan di bidang jasa dilakukan dengan cara pengelolaan lingkungan, pemberian bantuan sosial, peningkatan kesehatan masyarakat, peningkatan pendidikan dan pelatihan. Perusahaan HDI melakukan TSP dengan orientasi eksternal perusahaan karena TSP yang dilakukan mengarah pada tipe ideal berupa nilai dalam korporat yang dipakai untuk menerapkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya. Dalam penerapannya perusahaan tidak hanya berperan sebagai komunikator, tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari komunitas. Kegiatan TSP yang dilakukan bersifat continuity dan sustainability, yaitu secara terus menerus dan berkesinambungan. Implementasi TSP oleh PT HDI termasuk dalam kelompok hijau. Kelompok hijau merupakan badan usaha yang sudah menetapkan TSP sebagai strategi inti dan jantung bisnisnya. Suriany (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan CSR dengan Konsep Community Based Tourism” menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat dan pelestarian alam merupakan suatu proses dalam pembangunan berkelanjutan. Hal ini selaras dengan konsep dasar dari TSP yaitu pembangunan yang berkelanjutan guna menciptakan generasi mendatang yang mandiri. Dalam konsep TSP maka bisnis tidak sekedar memiliki motivasi untuk mendapatkan keuntungan ataupun reputasi baik dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Aktivitas TSP diharapkan bukan hanya suatu kekuatan terhadap hukum yang berlaku karena tidak ada unsur paksaan dalam pelaksanaannya, melainkan suatu bentuk kesukarelaan. TSP merupakan tindakan tanpa pamrih yang berarti bukan suap terselubung untuk keamanan berjalannya bisnis. TSP dalam program-programnya harus melihat ke depan dengan melihat kesempatan hidup generasi mendatang. Program-program TSP yang dilakukan akan menciptakan kemandirian masyarakat lokal sehingga masyarakat mampu berpartisipasi aktif dalam pengelolaan pariwisata. Hasan et al. (2013) melakukan penelitian mengenai TSP di Malaysia yang bertujuan untuk melihat hubungan antara penerapan TSP dengan kepuasan pelanggan dan retensi pelanggan. Penelitian ini menggunakan empat dimensi TSP, yaitu TSP di bidang ekonomi, legal, etika dan pilantropi. TSP di bidang ekonomi diukur dalam hal maksimalisasi kekayaan pemegang saham, menghasilkan keuntungan, keuntungan kompetitif, efisiensi operasional, dan profitabilitas yang berkelanjutan. Selain itu juga faktor penentu TSP di bidang ekonomi adalah pekerjaan dan produk yang dibutuhkan oleh pelanggan. TSP dalam dimensi legal artinya sejauh mana kegiatan organisasi konsisten dengan hukum dan peraturan, memenuhi kewajiban hukum, dan barang dan jasa yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan hukum yang berlaku. TSP dalam dimensi etika diukur dari segi adat istiadat sosial dan norma-norma etika, sejauhmana organisasi menyesuaikan diri dengan norma dan moral yang muncul, perilaku TSP diterima di masyarakat, dan sejauhmana organisasi melampaui prasyarat hukum untuk menjaga integritas organisasi.
25 Tanggung jawab sosial perusahaan dalam dimensi pilantropis diukur dari segi harapan kemanusiaan dan amal masyarakat, bantuan yang diberikan, keterlibatan manajer dan karyawan organisasi pada kegiatan sosial dan amal yang diselenggarakan masyarakat, dan bantuan organisasi yang diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kegiatan TSP yang paling banyak dilakukan perusahaan asing di Malaysia adalah TSP pada dimensi etika dan TSP pada dimensi hukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan praktek TSP khususnya pada dimensi TSP etika dan pilantropi akan meningkatkan kepuasan pelanggan, dan meningkatnya TSP pada dimensi hukum, etika dan pilantropi akan meningkatkan retensi pelanggan. Peningkatan ini juga menyebabkan terjadinya peningkatan kepuasan pelanggan untuk bertahan dalam bisnis. Namun penelitian ini menemukan bahwa peningkatan TSP pada dimensi hukum memiliki hubungan negatif dengan kepuasan pelanggan dan berpengaruh positif dengan retensi pelanggan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa kelompok adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang di dalamnya terjadi interaksi secara terus-menerus, dibentuk karena tujuan bersama, di dalamnya terdapat pembagian tugas, norma-norma yang mengatur. Pendekatan kelompok digunakan baik dalam pembangunan maupun penyuluhan karena dinilai lebih efektif dan efisien, terutama dalam proses adopsi inovasi. Kelompok dapat berfungsi sebagai media pembelajaran anggota melalui pengalaman satu sama lain lewat interaksi yang dibangun, dan sebagai media informasi dan pelayanan. Kelompok yang baik akan membawa perubahan perilaku anggota maupun pengurusnya. Pendekatan kelompok seringkali digunakan dalam penyaluran bantuan ataupun program dari pihak pemerintah atau swasta, karena pendekatan kelompok dirasa lebih efisien dan efektif. Salah satu pelaksanaan program yang menggunakan pendekatan kelompok adalah TSP. Program TSP adalah program yang dilaksanakan oleh pihak perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya kepada pemerintah yang diberikan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Hal terpenting dari pelaksanaan program TSP adalah melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus-menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian. Kelompok sebagai sasaran program dapat terus mempertahankan kedudukannya apabila kelompok tersebut bersifat dinamis dalam mencapai tujuannya. Dinamika kelompok adalah kekuatan atau gerakan yang berada di dalam kelompok, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan kelompok. Dinamika kelompok juga dapat diartikan sebagai kelompok yang teratur yang mempunyai hubungan psikologi yang berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama-sama secara jelas antara anggota satu dengan yang lain. Beberapa unsur dari dinamika kelompok antara lain: tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi dan tugas kelompok, pembinaan dan pengembangan kelompok, kekompakan kelompok, efektivitas kelompok, tekanan kelompok, dan maksud terselubung. Kedinamisan suatu kelompok dapat ditentukan dari kedinamisan anggota kelompok dalam melakukan interaksi satu sama lain dan tinggi rendahnya kerjasama antar anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Dinamika kelompok dapat dianalisis melalui perilaku anggota kelompok. Dengan kata lain dinamika kelompok dipengaruhi oleh karakteristik internal dan eksternal anggota.
26 Penulis menggunakan faktor internal dan ekternal yang memiliki pengaruh dengan dinamika kelompok. Berdasarkan beberapa literatur, karakteristik internal yang akan digunakan yaitu pendidikan formal anggota kelompok, motivasi kerja anggota kelompok, dan pelatihan yang pernah diikuti anggota kelompok. Faktor internal ini digunakan atas dasar bahwa semakin baik karakteristik tingkat faktor internal yang dimiliki anggota, maka interaksi di dalam kelompok akan semakin baik, tujuan akan mudah tercapai dan kelompok akan dinamis. Selain faktor internal anggota, dinamika suatu kelompok juga dipengaruhi dengan faktor eksternal anggota, faktor ini dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat mendukung aktivitas dan pengembangan kemampuan kerja anggota kelompok. Faktor eksternal anggota kelompok yang digunakan untuk melihat pengaruhnya dengan dinamika kelompok dalam penelitian ini adalah intensitas penyuluhan, pendampingan, interaksi sosial kelompok dengan kelompok lain, dan ketersediaan sarana dan prasarana. Kelompok yang dinamis akan menggambarkan bahwa kelompok tersebut efektif dalam mencapai tujuannya. Berdasarkan pendapat mengenai efektivitas kelompok dapat disimpulkan bahwa efektivitas kelompok adalah kondisi dimana kelompok berhasil mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan menggunakan sarana yang tersedia dengan tepat. Kelompok yang dibentuk untuk berbagi informasi, keefektifan kelompok dapat dilihat dari berapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauhmana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kelompok yaitu faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional meliputi jumlah kelompok, jaringan komunikasi, kekohesivan, dan kepemimpinan, sedangkan faktor personal meliputi usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepribadian, dan homogenitas, dan heterogenitas kelompok. Dinamika kelompok memiliki hubungan timbal balik dengan efektivitas kelompok. Penilaian efektivitas kelompok penerima TSP ini menggunakan pendekatan proses karena apabila kelompok tersebut bergerak dinamis dalam menjalankan aktivitasnya tentu kelompok ini juga efektif dalam proses kegiatannya. Indikator yang digunakan untuk menilai efektivitas kelompok dalam penelitian ini adalah tingkat parsitipasi anggota, kemampuan adaptasi kerja, perencanaan kegiatan kelompok, tingkat kepuasan anggota, dan pelaksanaan kegiatan kelompok.
Kerangka Berpikir Kelompok penerima TSP PLN Tarahan adalah kelompok yang dibentuk dengan tujuan sebagai wadah kegiatan pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi masyarakat. Kelompok ini diharapkan terus dapat berkelanjutan sehingga kelompok ini harus bersifat dinamis. Kedinamisan suatu kelompok dapat ditentukan dari interaksi anggota kelompok di dalamnya dalam mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai kedinamisan kelompok, karakteristik internal dan eksternal anggota kelompok diduga berhubungan dengan dinamika kelompok. Karakteristik internal anggota adalah ciri-ciri yang berasal dari dalam diri seseorang yang akan mempengaruhi aktivitas yang dikerjakan. Karakteristik internal anggota yang berhubungan dinamika kelompok yaitu 1) pendidikan
27 formal, pendidikan formal dapat diartikan sebagai usaha-usaha yang ditempuh oleh seseorang untuk menghasilkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pendidikan formal diduga berhubungan dengan dinamika kelompok karena anggota kelompok yang memiliki tingkat pendidikan formal lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak menjalankan aktivitas kelompok, aktif untuk berpartisipasi di dalam kelompok, memiliki kemampuan untuk tetap menjaga keutuhan kelompok, sehingga tujuan kelompok akan tercapai dan tercipta kelompok yang dinamis, 2) pelatihan yang diikuti, pelatihan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kursus keterampilan yang pernah diikuti oleh anggota kelompok yang bertujuan untuk mengasah keterampilannya. Pelatihan diduga memiliki hubungan dengan dinamika kelompok, karena semakin sering anggota kelompok mengikuti pelatihan, keterampilan yang dimiliki anggota akan terus meningkat, sehingga tujuan-tujuan yang telah dirumuskan bersama dapat tercapai secara efektif dan efisien, kegiatan kelompok terus berjalan secara aktif dan akan tercipta kelompok yang dinamis, 3) motivasi anggota untuk bekerja, adalah dorongan atau semangat yang berasal dari dalam atau luar diri anggota untuk terus melakukan aktivitas di dalam kelompok. Motivasi yang dinilai dalam penelitian ini antara lain motivasi ekonomi, motivasi sosial, motivasi untuk memperoleh pengetahuan lebih, dan motivasi lainnya yang positif. Motivasi diduga memiliki hubungan dengan dinamika kelompok karena apabila di dalam diri anggota-anggota kelompok telah tertanam semangat kerja yang tinggi, maka tugas dan tanggung jawab yang akan terselesaikan dengan maksimal, tujuan yang dirumuskan bersama akan dapat dicapai secara efektif dan efisien, dengan demikian kelompok tersebut akan dinamis. Selain karakteristik internal, karakteristik eksternal anggota juga diduga berhubungan dengan dinamika kelompok. Karakteristik eksternal adalah ciri-ciri yang berasal dari luar diri anggota kelompok yang akan berpengaruh pada aktivitas yang dilakukan. Karakteristik eksternal yang diduga berhubungan dengan dinamika kelompok adalah 1) intensitas penyuluhan, penyuluhan dapat diartikan sebagai pendidikan non formal yang memiliki tujuan mengubah perilaku, keterampilan dan sikap sasaran agar dapat meningkatkan kesejahteraan. Intensitas penyuluhan dalam penelitian ini artinya adalah kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh sebagai upaya usaha mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) anggota kelompok ke arah lebih baik Intensitas penyuluhan diduga berhubungan dengan dinamika kelompok, karena semakin sering kegiatan penyuluhan diadakan dan diikuti oleh anggota, maka pengetahuan dan keterampilan anggota akan meningkat yang kemungkinan akan terjadi perubahan perilaku ke arah lebih baik dalam menjalankan kegiatan di dalam kelompok, sehingga kelompok tetap bertahan dan dinamis, 2) pendampingan, yaitu proses pembinaan melalui seorang pendamping yang bertugas memfasilitasi dan membantu, memperlancar keberhasilan pengembangan usaha kelompok untuk jangka waktu tertentu. Pendampingan dalam penelitian ini diukur melalui peran pendamping, keaktifan pendamping dan komitmen pendamping. Pendampingan diduga berhubungan dengan dinamika kelompok, karena dengan adanya pendampingan, anggota kelompok merasa difasilitasi, dimotivasi, dan terdapat tempat untuk bertanya jika mereka merasa kesulitan. Dengan demikian anggota kelompok lebih percaya diri dalam mencapai tujuan kelompok dan kelompok akan tetap dinamis, 3) interaksi sosial kelompok, yaitu
28 proses sosial yang dibangun kelompok dengan kelompok lain, warga masyarakat, tokoh masyarakat, penyuluh, dan dinas pertanian setempat. Interaksi sosial kelompok diduga berhubungan dengan dinamika kelompok, karena semakin sering kelompok melakukan interaksi, maka akan semakin banyak kelompok mendapatkan informasi positif dan kelompok terus aktif, sehingga tujuan akan mudah tercapai dan kelompok tetap bergerak dinamis, dan 4) ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan sarana dan prasarana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberadaan sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh anggota dalam melaksanakan kegiatan kelompok. Ketersediaan sarana dan prasarana diduga berhubungan dengan dinamika kelompok, karena semakin tersedianya sarana dan prasarana di dalam kelompok, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, maka anggota akan dengan mudah dalam mencapai tujuan kelompok, sehingga kelompok akan terus dinamis. Dinamika kelompok dapat diukur melalui unsur-unsur dinamika di dalamnya, yaitu 1) tujuan kelompok, tujuan kelompok dalam penelitian ini diukur melalui kejelasan tujuan yang dirumuskan, pemahaman anggota terhadap tujuan tersebut, keresmian tujuan yang dibuat, dan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, 2) struktur kelompok, struktur kelompok dalam penelitian ini diartikan sebagai hubungan antara individu-individu di dalam kelompok yang ditandai dengan posisi dan perannya masing-masing. Struktur kelompok dalam penelitian ini akan dinilai melalui pemerataan dalam pembagian tugas, hubungan struktural yang dibangun dalam kelompok, dan pemahaman anggota terhadap struktur tersebut, 3) fungsi tugas, fungsi tugas dapat diartikan sebagai fungsi dan tugas yang harus dijalankan oleh kelompok agar kelompok dapat mencapai tujuannya. Fungsi dan tugas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain fungsi dalam memberikan informasi, menyelenggarakan koordinasi dalam setiap kegiatan, fungsi menghasilkan inisiatif atau ide-ide baru, fungsi untuk mengajak anggota untuk berpartisipasi, dan fungsi menjelaskan rangkaian kegiatan yang ada dalam kelompok, 4) pembinaan dan pengembangan kelompok, yaitu upaya yang dilakukan kelompok untuk memelihara dan mengembangkan kehidupan kelompok. Indikator yang digunakan untuk menilai pembinaan dan pengembangan kelompok ini antara lain keterlibatan anggota dalam setiap kegiatan, fasilitas yang tersedia, hubungan antar anggota dan pengurus yang terbangun, dan penyelenggaraan aktivitas di dalam kelompok, 5) kekompakan kelompok, kekompakan kelompok dalam penelitian ini dinilai dari kerjasama yang dibangun di antara anggota dan pengurus, tingkat homogenitas anggota, dan keharmonisan yang terjalin, 6) suasana kelompok, suasana kelompok yang dinilai dalam penelitian ini antatra lain ketegangan yang terjadi di dalam kelompok, suasana keramahan yang dibangun, dan suasana demokratis yang tercipta di dalam kelompok, dan 7) tekanan pada kelompok, yaitu tekanan-tekanan yang dirasakan kelompok baik dari dalam maupun dari luar yang menyebabkan kelompok bertahan dalam mencapai tujuannya. Tekanan kelompok dalam penelitian ini dinilai melalui tekanan internal, ekternal, dan konflik yang terjadi di dalam kelompok. Dinamika kelompok diduga memiliki hubungan dengan efektivitas kelompok, karena berdasarkan beberapa literatur menyebutkan bahwa kelompok yang efektif mempunyai tingkat dinamika yang tinggi, dan sebaliknya kelompok yang dinamis akan efektif mencapai tujuan-tujuannya. Efektivitas kelompok
29 sendiri dapat diartikan sebagai suatu kondisi saat kelompok berhasil mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan menggunakan sarana yang tersedia dengan tepat. Dalam menilai suatu kelompok apakah efektivitas atau tidak dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan proses yang dilakukan, hasil yang diperoleh, dan sumber daya yang digunakan. Penilaian efektivitas dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan proses yang terjadi di dalam kelompok, karena kelompok yang dinamis tentuk akan efektif dalam melaksanakan kegiatankegiatan di dalamnya. Unsur-unsur yang digunakan untuk menilai efektivitas kelompok pada penelitian yaitu tingkat partisipasi anggota, kemampuan adaptasi kerja, tingkat kepuasan anggota, produktivitas, dan pelaksanaan kegiatan kelompok. Tingkat dinamika dan efektivitas kelompok penerima TSP PLN Tarahan dapat menentukan pencapaian tujuan kelompok yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta memenuhi kebutuhan anggota, pengurus dan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, secara sistematis kerangka berfikir pada penelitian ini dilihat pada Gambar 1. Karakteristik Internal Anggota (X1): (X1.1) Pendidikan formal (X1.2) Pelatihan yang diikuti (X1.3) Motivasi kerja anggota
Karakteristik Eksternal Anggota (X2): (X2.1) Intensitas penyuluhan (X2.2) Pendampingan (X2.3) Interaksi sosial kelompok (X2.4) Ketersediaan sarana dan prasarana
Keterangan:
Dinamika Kelompok (Y1) (Y1.1) Tujuan Kelompok (Y1.2) Struktur Kelompok (Y1.3) Fungsi tugas (Y1.4) Pembinaan dan pengembangan kelompok (Y1.5) Kekompakan kelompok (Y1.6) Suasana kelompok (Y1.7) Tekanan Kelompok
Efektivitas Kelompok (Y2) (Y2.1) Tingkat partisipasi anggota (Y2.2) Kemampuan adaptasi kerja (Y2.3) Perencanaan kegiatan kelompok (Y2.4) Tingkat kepuasan anggota (Y2.5) Pelaksanaan kegiatan kelompok
Pencapaian tujuan kelompok: 1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan 2. Memenuhi kebutuhan
: tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka berpikir operasional dinamika kelompok penerima program TSP PT PLN Tarahan Lampung Selatan
30
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik internal anggota berhubungan signifikan dengan dinamika kelompok 2. Karakteristik eksternal anggota berhubungan signifikan dengan dinamika kelompok 3. Dinamika kelompok berhubungan signifikan dengan efektivitas kelompok
3 METODE Desain Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian adalah metode survei. Survei dalam penelitian diartikan sebagai proses pengumpulan data dari berbagai jenis informasi baik yang menyangkut fakta maupun opini, dari berbagai sumber seperti catatan lembaga, survei, laporan data ekonomi dan demografis, tes, studi kasus, dan angket (Muljono 2012). Desain penelitian yang digunakan adalah: 1. Analisis statistik deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggali, mengungkapkan, dan menggambarkan, secara analitis, faktual, dan akurat berbagai hal atau aspek yang berkaitan dengan peubah-peubah yang ada di dalam penelitian. 2. Analisis statistik inferensial (korelasional), yaitu metode yang digunakan untuk mencari, menggali, dan mengungkapkan secara faktual dan akurat mengenai hubungan yang terjadi di antara peubah-peubah penelitian.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam kelompok yang tersebar di empat dusun, yaitu Dusun Sukamaju, Dusun Mataram, Dusun Gotong Royong, dan Dusun Kampung Baru Desa Rangai Tri Tunggal Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa keempat dusun tersebut tempat terbentuknya kelompok yang dibina oleh PLN Tarahan dan wilayah yang paling besar menerima dampak dari kegiatan operasional perusahaan. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari Bulan Januari sampai Maret 2015.
Populasi dan Sampel Penelitian Jumlah kelompok penerima TSP ini sebanyak enam kelompok yaitu kelompok penjahit mataram indah di Dusun Mataram, kelompok penjahit wanita cahaya di Dusun Sukamaju, kelompok pengguna air bersih dan pembibitan di Dusun Kampung Baru dan Dusun Gotong Royong. Jumlah seluruh anggota kelompok ini yaitu 92 anggota. Perhitungan jumlah sampel responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Yamane (1967) dalam Rakhmat (2001b) sebagai berikut:
Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%)
32
Menggunakan rumus perhitungan sampel di atas, maka dapat diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:
n = 50 Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 50 responden. Penelitian ini dilakukan di enam kelompok masyarakat yang tertera dalam Tabel 1. Pengambilan sampel masing-masing kelompok ditentukan menggunakan teknik secara proportional simple random sampling yang mengacu pada pada rumus (Nasir 1988):
Keterangan: ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel seluruhnya Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi seluruhnya
Dengan menggunakan penentuan sampel menurut startum di atas, berikut adalah rincian jumlah populasi dan sampel dalam penelitian ini: Tabel 1 Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian Jumlah Lokasi Penelitian Nama kelompok populasi (orang) Dusun Mataram Kelompok Penjahit 18 Wanita Mataram Indah Dusun Sukamaju Kelompok Penjahit 18 Wanita Cahaya Dusun Kampung Baru Kelompok Pengguna 18 Air Bersih Kelompok Pembibitan 10 Dusun Gotong Royong Kelompok Pengguna 18 Air Bersih Kelompok Pembibitan 10 Jumlah (orang) 92
Jumlah sampel (orang) 10 10 10 5 10 5 50
Sumber: Tim penyusun TSP PT.PLN 2014
Data dan Instrumentasi Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat secara langsung oleh
33 pengumpul data dan diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden. Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung oleh pengumpul data, melainkan data yang berasal dari lembaga maupun pustaka. Untuk keperluan data primer dalam penelitian ini dipergunakan kuesioner yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian, dan memperoleh informasi yang memiliki validitas dan reliabilitas tinggi. Pertanyaan yang disajikan di dalam kuesioner adalah pertanyaan yang terkait langsung dengan tujuan dan hipotesis penelitian. Kuesioner dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Bagian pertama adalah karakteristik internal dan eksternal responden atau anggota kelompok yang diduga berhubungan dengan dinamika kelompok, yang terdiri dari pendidikan formal, pelatihan yang telah diikuti, motivasi anggota bergabung dalam kelompok, pendampingan kelompok, interaksi kelompok, dan ketersediaan sarana dan prasarana. 2. Bagian kedua adalah unsur-unsur dinamika kelompok yang terdiri dari tujuan kelompok, struktur kelompok, kekompakan kelompok, kepemimpinan, fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, tekanan kelompok. 3. Bagian ketiga adalah unsur-unsur efektivitas kelompok yang terdiri dari tingkat partisipasi anggota, kemampuan adaptasi kerja, perencanaan kegiatan kelompok, tingkat kepuasan anggota, dan pelaksanaan kegiatan kelompok. Definisi dan Batasan Operasional Definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini digunakan agar pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur sesuai dengan konsep yang telah dibuat. Definisi dan operasional dalam penelitian ini meliputi: Karakteristik Internal Anggota (X1) Karakteristik internal anggota kelompok yaitu ciri-ciri yang berasal dari dalam pribadi anggota kelompok yang diduga berhubungan dinamika kelompok. Karakteristik internal anggota kelompok dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sub peubah, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, kategori pengukuran, skala data karakteristik internal anggota Definisi Operasional
Indikator
Parameter Pengukuran
Kategori Pengukuran
No
Sub peubah
1
Tingkat pendidikan formal (X1.1).
Lamanya tahun pendidikan formal yang pernah diikuti responden.
Jumlah tahun mengikuti pendidikan formal.
Diukur dari jumlah tahun pendidikan formal yang diikuti responden sampai dengan penelitian ini dilakukan.
Rendah; sedang; tinggi.
2
Pelatihan yang pernah
Pelatihan keterampilan yang
Frekuensi dan manfaat
Diukur berdasarkan
Rendah; sedang;
34
3
Lanjutan Tabel 2 diikuti (X1.2).
diikuti anggota kelompok baik yang diselenggarakan berkaitan dengan program kelompok maupun tidak berkaitan dengan program kelompok.
pelatihan yang diikuti.
Motivasi kerja anggota (X1.3).
Alasan atau dorongan yang berasal dari dalam diri anggota kelompok untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan agar dapat meingkatkan produktivitas kelompok.
Alasan internal dan eksternal untuk bekerja di dalam kelompok.
jumlah pelatihan yang pernah diikuti oleh anggota kelompok pada dua tahun terakhir, dan tingkat kebermanfaatan pelatihan yang diikuti. Diukur berdasarkan tingkat alasan yang berasal dari dalam dan luar diri anggota kelompok dalam bekerja di dalam kelompok dan diklasifikasikan menjadi 3 kategori.
tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
Karakteristik Eksternal A n g g o t a (X2) Karakteristik eksternal anggota yaitu ciri-ciri yang berasal dari luar pribadi anggota kelompok yang diduga berhubungan dinamika kelompok. Karakteristik eksternal anggota kelompok dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sub peubah, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, kategori pengukuran, skala data karakteristik eksternal anggota No
Sub peubah
Definisi Operasional
Indikator
1
Intensitas penyuluhan (X2.1).
Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh sebagai upaya usaha mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) anggota kelompok ke arah lebih baik.
Frekuensi kegiatan penyuluhan yang diikuti anggota, manfaat penyuluhan untuk anggota,dan kesesuaian materi atau informasi dengan kebutuhan anggota.
2
Pendampingan (X2.2).
Proses pembinaan melalui seorang pendamping yang bertugas
Peran pendamping dalam menjalankan tugasnya sebagai
Parameter Pengukuran Diukur berdasarkan banyaknya jumlah kegiatan penyuluhan pada dua tahun terakir, tingkat kebermanfaatan penyuluhan bagi anggota, dan tingkat kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan anggota. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai
Kategori Pengukuran Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
35
Lanjutan Tabel 3
3
Interaksi sosial kelompok (X2.3).
4
Ketersediaan sarana dan pasarana (X2.4).
memfasilitasi dan membantu, memperlancar keberhasilan pengembangan usaha kelompok untuk jangka waktu tertentu.
fasilitator, penguat, pelindung dan konslutan, keaktifan pendamping dalam melaksanakan pendampingan dan komitmen pendamping dalam menjalankan perannya.
Proses sosial yang dibangun kelompok dengan kelompok lain, warga masyarakat, tokoh masyarakat, penyuluh, dan dinas pertanian setempat.. Keberadaan sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh anggota kelompok.
Frekuensi interaksi kelompok dengan dengan kelompok lain di desa dan kecamatan, tokoh masyarakat, penyuluh, perusahaan, dan dinas pertanian.
Kecukupan jumlah sarana dan prasarana, tingkat kemudahan anggota kelompok untuk memperoleh sarana dan parasarana, dan tingkat manfaat dari sarana dan prasarana yang ada.
tingkatan peran pendamping sebagai fasilitator, penguat, pelindung, dan konsultan, tingkat keaktifan pendamping dalam melaksanakan pendampingan, dan tingkat komitmen pendamping dalam menjalankan perannya. Diukur dengan intensitas interaksi kelompok dengan kelompok antar desa, kelompok antar kecamatan, tokoh masyarakat, penyuluh, perusahaan, dan dinas pertanian. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai tingkat kecukupan jumlah sarana dan prasarana ,tingkat kemudahan untuk memperoleh sarana dan prasarana,tingkat kebermanfaatan sarana dan prasarana, dan tingkat kualitas sarana dan prasarana.
Rendah; sedang; tinggi
Rendah; sedang; tinggi.
Dinamika Kelompok (Y1) Dinamika kelompok adalah gerakan yang terdapat di dalam kelompok yang ditandai dengan interaksi anggota yang satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan bersama yang dapat dianalisis melalui unsur-unsur dinamika kelompok. Unsur-unsur dinamika kelompok disajikan pada Tabel 4.
36 Tabel 4 Sub peubah, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, kategori pengukuran, skala data dinamika No
Sub peubah
Definisi Operasional
Indikator
1
Tujuan Kelompok (Y1.1).
Gambaran tentang hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh kelompok.
Kejelasan tujuan kelompok, pemahaman tujuan kelompok, formalitas tujuan kelompok, kesesuaian tujuan kelompok dengan tujuan anggota, pencapaian tujuan kelompok, dan kegiatan musyawarah dalam upaya pencapaian tujuan .
2
Struktur kelompok (Y1.2).
Pembagian tugas, hubungan struktual di dalam kelompok, pemahaman struktur kelompok.
3
Fungsi tugas (Y1.3).
Hubungan antara individuindividu dalam kelompok yang disesuaikan dengan posisi dan peranan masingmasing. Segala sesuatu yang harus dilakukan oleh kelompok agar kelompok dapat menjalankan fungsinya sehingga tujuan kelompok dapat tercapai.
Fungsi memberi informasi, fungsi menyelenggarakan koordinasi, fungsi menghasilkan inisiatif, fungsi mengajak untuk berpartisipasi, fungsi menjelaskan.
Parameter pengukuran Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai tingkat : 1) kejelasan tujuan kelompok, 2)tingkat pemahaman tujuan, 3) kesesuaian tujuan kelompok dengan tujuan anggota, 4) keformilan tujuan kelompok, 5) tingkat pencapaian tujuan kelompok,6) musyawarah dalam upaya pencapaian tujuan kelompok. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai tingkat 1) pembagian tugas di antara anggota, 2) hubungan struktural yang terjadi, 3) pemahaman anggota terhadap struktur yang ada. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai 1) fungsi memberi informasi di dalam kelompok, 2) fungsi menyelenggarakan koordinasi di dalam kelompok, 3) fungsi menghasilkan inisiatif di dalam kelompok, 4) fungsi mengajak untuk berpartisipasi di dalam kelompok, 5) fungsi menjelaskan atau
Kategori Pengukuran Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
37 Lanjutan Tabel 4
4
Pembinaan dan pengemba ngan kelompok (Y1.4).
Upaya kelompok untuk tetap memelihara dan mengembangk an kehidupan kelompok.
Keterlibatan anggota dalam kelompok, fasilitas kelompok, penciptaan tata tertib di dalam kelompok, penyelenggaraan aktivitas kelompok.
5
Kekompak an (Y1.5).
Rasa keterkaitan anggota kelompok terhadap kelompoknya
Rasa kerjasama , homogenitas, dan keharmonisan di dalam kelompok.
6
Suasana kelompok (Y1.6).
Suasana ketegangan, keramahan, demokratis di dalam kelompok.
7
Tekanan kelompok (Y1.7)
Lingkungan fisik dan nonfisik (emosional) yang akan mempengaruhi perasaan setiap anggota kelompok terhadap kelompoknya. Tekanantekanan atau ketegangan dalam kelompok yang menyebabkan kelompok tersebut berusaha keras untuk mencapai tujuan kelompok
Tekanan internal dan eksternal, konflik, dan penerapan sanksi
mensosialisasikan kegiatan baru di dalam kelompok. Diukur berdasarkan penilaian responden berdasarkan tingkat1) keterlibatan anggota dalam kegiatan kelompok, 2) fasilitas yang terdapat di dalam kelompok, 3) penciptaan tata tertib di antara anggota kelompok, 4) penyelenggaraan berbagai aktivitas di dalam kelompok. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai tingkat:1) kerjasama anggota, 2) homogenitas anggota kelompok, 3) keharmonisan hubungan di dalam kelompok. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai tingkat 1) ketegangan di dalam kelompok, 2) keramahan di dalam kelompok, 3) demokratis dalam suasana kelompok. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai tingkat 1) tekanan internal dan eksternal yang masuk ke dalam kelompok, 2) konflik yang sering terjadi di dalam kelompok, 3) penerapan sanksi apabila terdapat pelanggaran di dalam kelompok.
Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi
38
Efektivitas Kelompok (Y2) Efektivitas kelompok adalah kondisi dimana kelompok berhasil mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan menggunakan sarana yang tersedia dengan tepat. Unsur-unsur efektivitas kelompok disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sub peubah, definisi operasional, indikator, parameter pengukuran, kategori pengukuran, skala data efektivitas kelompok Sub Peubah
Definisi Operasional
1
Tingkat partisipasi anggota (Y2.1).
Keikutsertaan anggota melalui usahausaha bersama yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas yang ada.
Koordinasi kegiatan yang dilakukan anggota, frekuensi kehadiran dalam kegiatan kelompok, dan keterlibatan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok.
2
Kemampua n adaptasi kerja (Y2.2).
Pengadaan tenaga kerja.
3
Perencanaa n kegiatan kelompok (Y2.3).
Kemampuan kelompok untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Kegiatan awal yang dilakukan kelompok dalam menyusun rencana kerja kelompok.
4
Tingkat kepuasan anggota (Y2.4).
Perasaan senang atau kecewa anggota kelompok sebagai hasil perbandingan antara kinerja yang dirasakan
Kualitas pelayanan, responsivitas, dan responsibilitas.
No
Indikator
Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan, menganalisis masalah dan kebutuhan, dan merencanakan pemanfaatan sumberdaya.
Parameter Pengukuran
Kategori Pengukuran
Penilaian responden mengenai tingkat: 1) koordinasi yang dilakukan anggota setiap kegiatan kelompok, 2) kehadiran anggota kelompok dalam pertemuan kelompok, 3) keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan kegiatan kelompok. Diukur berdasarkan tingkat kemampuan pengisian dan pengadaan tenaga kerja oleh kelompok.
Rendah; sedang; tinggi.
Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai kemampuan kelompok dalam 1) mengidentifikasi kebutuhan anggota dan kelompok, 2) menganalisis masalah dan kebutuhan, 3) dan merencanakan pemanfaat sumber daya. Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai kepuasan yang dirasakan dari 1)kualitas pelayanan , 2) responsivitas kelompok terhadap kebutuhan anggota, 3) responsibilitas kelompok mengenai
Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
Rendah; sedang; tinggi.
39 Lanjutan Tabel 5
5
dengan hasil yang diharapkan. Pelaksanaan Aktivitas yang kegiatan dilaksanakan kelompok untuk (Y2.5). melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dibuat.
pelaksanaan kegiatan.
Hubungan antar peranan, keharmonisan antar anggota, proses komunikasi, pengendalian, sosialisasi, supervisi.
Diukur berdasarkan penilaian responden mengenai pelaksanaan kegiatan kelompok yang dinilai berdasarkan 1)tingkat hubungan antar peranan, 2) tingkat keharmoniasan antar anggota, 3)tingkat proses komunikasi yang dibangun, 4)tingkat proses pengendalian kegiatan, 5) tingkat proses supervisi kegiatan.
Rendah; sedang; tinggi.
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk menguji alat pengumpul data (kuesioner). Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen pengumpul data perlu dilakukan agar instrumen dalam penelitian ini bisa digunakan sebagai alat pengukur dari faktor-faktor yang berhubungan antara dinamika dengan efektivitas kelompok. Untuk menguji validitas dan reliabilitas digunakan alat bantu program SPSS versi 20.0. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di kelompok masyarakat penerima program TSP PT Akzo Nobel yang berada di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Jumlah sampel yang digunakan untuk uji validitas dan reliabilitas yaitu sebanyak 30 responden. Pemilihan tempat uji validitas kuesioner ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kelompok ini memiliki kesamaan dalam aktivitas dan kegiatannya dengan kelompok penerima TSP PLN Tarahan. Uji Validitas Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product Moment, yaitu sebagai berikut (Singarimbun & Effendi, 2013):
Keterangan: r hitung
n
= koefisien validitas = jumlah skor pada peubah X = jumlah skor total peubah Y = jumlah responden
40
Untuk mengukur valid tidaknya alat ukur maka dibandingkan antara rhitung dan rtabel dengan kaidah keputusan sebagai berikut: 1. Jika rhitung> rtabel berarti instrumen penelitian valid. 2. Jika rhitung< rtabel berarti instrumen penelitian tidak valid. Sebagian besar butir pernyataan dalam instrumen penelitian tergolong valid (Lampiran 3). Hal ini terlihat dari nilai r hitung yang berkisar dari 0,364 sampai dengan 0,938, nilai ini lebih besar daripada nilai r tabel yaitu 0,361 pada taraf nyata lima persen. Namun, hasil analisis juga menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa butir pernyataan yang tidak valid dikarenakan nilai r hitung lebih kecil daripada nilai r tabel. Untuk mengatasi ketidakvalidan tersebut maka butir pernyataan yang tidak valid diubah bentuk pernyataannya menjadi lebih baik dan pernyataan tersebut diuraikan menjadi beberapa bentuk pernyataan yang masih berhubungan. Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan pengujian alat pengumpul data yang bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah koefisien alfa cronbach yaitu:
dimana:
Keterangan: r11 = koefisien alfa cronbach k = banyaknya bulir soal = jumlah varians bulir
n
= varians total = jumlah responden
Menurut Babbie (1992) suatu instrumen keseluruhan indikator dianggap reliabel jika . Dari hasil perhitungan reliabilitas, dapat diklasifikasikan tingkat reliablitas instrumen penelitian dengan melihat indeks korelasi sebagai berikut: 1. Antara 0,800-1,000 = sangat reliabel 2. Antara 0,600-0,799 = reliabel 3. Antara 0,400-0,599 = cukup reliabel 4. Antara 0,200-0,399 = agak reliabel 5. Antara 0,199-0,000 = kurang reliebel Nilai koefisien reliabilitas alpha cronbach pada faktor internal termasuk ke dalam kategori reliabel, faktor eksternal termasuk ke dalam kategori reliabel, dinamika kelompok termasuk ke dalam kategori sangat reliabel, dan efektivitas
41 kelompok termasuk ke dalam kategori reliabel. Kisaran nilai keofisien reliabilitas alpha cronbach yang diperoleh yaitu 0,604 sampai dengan 0,801 (Lampiran 3).
Teknik Pengumpulan Data Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan mendatangi dan melakukan wawancara dengan responden menggunakan kuesioner penelitian. Selain itu pengumpulan data yang bersifat kualitatif dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan responden. Hal ini bertujuan untuk memberikan makna atau penjelasan dari data kuantitatif. Selain melakukan tanya jawab dengan responden, juga dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yaitu tokoh masyarakat, perangkat desa, pendamping, penyuluh, dan perusahaan. Data sekunder penelitian ini diperoleh dari dokumen yang diterbitkan instansi yaitu Kantor Kepala Desa Rangai Tri Tunggal, PT PLN Lampung Selatan, dan Lembaga Penelitian di Universitas Lampung.
Teknik Analisis Data Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat dinamika dan tingkat efektivitas kelompok serta karakteristik internal dan eksternal anggota kelompok penerima TSP perusahaan. Data pada penelitian ini meliputi karakteristik internal anggota (X1), karakteristik eksternal anggota (X2), dinamika kelompok (Y1) dan efektivitas kelompok (Y2) ditabulasi dan dikelompokkan berdasarkan kriteria.
a. b.
Analisis statistik deskriptif dilaksanakan melalui beberapa tahapan: Penyajian data peubah X dan Y dengan metode tabulasi. Penentuan kecenderungan nilai responden untuk masing-masing peubah yang dikelompokkan ke dalam t i g a kelas kriteria masing-masing adalah: (1) rendah (2) sedang dan (3) tinggi. Interval kelas ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Analisis Korelasional Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan uji statistik nonparametrik, yakni korelasi rank Spearman dengan menggunakan software SPSS. Uji korelasi rank Spearman dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa kedua peubah penelitan tingkat pengukurannya adalah ordinal. Rumus korelasi
42 rank Spearman yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai berikut (Siegel 1994) : .
Keterangan : rs = Penduga koefisien korelasi. di = Perbedaan setiap pasangan rank n = Jumlah responden
Hipotesis penelitian yang diuji dirumuskan menjadi hipotesis statisitik: H1 : ρyxi> 0; H0 : ρyxi = 0 Hipotesis dalam bentuk kalimat: 1. H1 : karakteristik internal anggota berhubungan signifikan dengan dinamika kelompok. karakteristik eksternal anggota berhubungan signifikan dengan dinamika kelompok. dinamika kelompok berhubungan nyata dengan efektivitas kelompok. : karakteristik internal anggota tidak berhubungan signifikan dengan 2. H0 dinamika kelompok. karakteristik eksternal anggota tidak berhubungan signifikan dengan dinamika kelompok. dinamika kelompok tidak berhubungan signifikan dengan efektivitas kelompok. Diterima atau tidaknya hipotesis di atas juga dapat dilihat dari nilai signifikansi. Taraf signifikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (p)= 0,05 atau 0,01, dengan pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dengan nilai probabilitas 0,05 dan 0,01, maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat hubungan signifikan antara: karakteristik internal anggota dengan dinamika kelompok, karakteristik eksternal anggota dengan dinamika kelompok, dan antara dinamika kelompok dengan efektivitas kelompok. 2. Jika nilai signifikansi lebih besar dengan nilai probabilitas 0,05 dan 0,1, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara: karakteristik internal anggota dengan dinamika kelompok, karakteristik eksternal anggota dengan dinamika kelompok, dan antara dinamika kelompok dengan efektivitas kelompok.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Desa Rangai Tri Tunggal Kecamatan Katibung merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki luas wilayah ± 2341 Ha. Secara administratif Desa Rangai Tri Tunggal memiliki 13 dusun. Secara geografis, Desa Rangai Tri Tunggal berjarak ± 9 km dari pusat pemerintahan Kecamatan Katibung, ± 38 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan, dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Serengsem, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tarahan, sebelah barat berbatasan dengan Teluk Lampung, sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang Raja. Jumlah penduduk di Desa Rangai Tri Tunggal berjumlah 9.113 jiwa dengan 1397 KK yang terdiri dari 4.860 jiwa (53,3%) laki-laki dan 4253 jiwa (46,7%) perempuan. Desa rangai Tri Tunggal memliki kondisi tanah berbukit dengan ketinggian 1 m dari permukaan laut. Tipe iklim di desa ini yaitu tipe iklim B (yang dicirikan oleh enam bulan basah atau rendeng dan enam bulan kering atau gadu). Suhu udara harian rata-rata 20oC dengan curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun. Persentase tertinggi mata pencaharian penduduk Desa Rangai Tri Tungal adalah sebagai petani yaitu 30,73% atau sebanyak 500 jiwa. Selain sebagai petani, penduduk Desa Rangai Tri Tunggal juga banyak berprofesi sebagai buruh swasta dengan persentase mata pencaharian sebesar 24,59% atau sekitar 400 jiwa, dan berprofesi sebagai buruh tani dengan persentase mata pencaharian sebesar 18,44% atau sekitar 300 jiwa. Dengan demikian tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani menunjukkan bahwa potensi pertanian di Desa Rangai Tri Tunggal harus terus dikembangkan. Sarana sosial yang ada di Desa Rangai Tri Tunggal meliputi kantor pemerintahaan desa (balai desa), rumah RT, rumah RW, mushola atau masjid, gapoktan (gabungan kelompok tani) yang ada di setiap di desa ini, rumah makan, pertokoan, pemakaman, poskamling dan lain-lain. Sarana pendidikan desa tentunya sangat menunjang kebutuhan masyarakat, akan tetapi sarana pendidikan di desa hanya terdapat Sekolah Dasar (SD), Taman Kanak-Kanak (TK), dan Taman Pendidikan Alquran (TPA), sedangan untuk SMP dan SMA belum terdapat di desa ini, sehingga anak-anak yang berada di bangku SMP dan SMA harus mencari sekolah di luar desa bahkan di luar kecamatan ataupun kabupaten agar mereka dapat sekolah. Desa Rangai Tri Tunggal memiliki letak lokasi yang berdekatan dengan tempat rekreasi taman hiburan seperti pasir putih, pulau pasir dan pantai selaki. Banyak pengunjung yang datang baik dari dalam daerah maupun luar daerah ke tempat ini. Adanya tempat hiburan di daerah ini tentu menjadi peluang perekonomian masyarakat desa. Banyak masyarakat yang memanfaatkan lokasi ini untuk berjualan kerajinan laut, makanan, oleh-oleh lampung dan berprofesi sebagai nelayan, dan jasa motor boat. Selain menjadi peluang perekonomian bagi masyarakat, hal ini juga dapat menambah pendapatan daerah.
42 Deskripsi Kelompok Penerima Program TSP PLN Tarahan Perseroan PLN Sektor Pembangkitan Tarahan adalah salah satu dari Sektor Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dengan unit operasi tiga dan empat yang berkapasitas 2x100MW. Perusahaan ini berlokasi di Desa Rangai Tri Tunggal, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan terletak di tepi Teluk Lampung yang berjarak ±15 km dari Pusat Bandar Lampung ke arah timur dengan lahan ±62,84 Ha yang digunakan untuk power plant, intake, discharge dan base camp. Perusahaan ini dimulai sejak tahun 2001 ( Lot I: Site Preparation ), kemudian diteruskan pada tahapan pembangunan sipil yang resmi mulai dilakukan pada tanggal 15 September 2004. Berdasarkan UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa selain mencari keuntungan finansial, perusahaan juga harus memberikan pembinaan kepada koperasi, perusahaan golongan menengah, masyarakat dan lingkungan. Perusahaan ini menerapkan tanggung jawab sosial yang diberikan kepada masyarakat dan lingkungan di sekitar perusahaan dengan harapan dapat mewujudkan keharmonisan hubungan yang terjalin dengan masyarakat di sekitar perusahaan. Tahun 2012 perusahaan ini menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan yang diberikan kepada empat dusun yang berada di sekitar perusahaan. Pemberian TSP kepada empat dusun ini karena keempat dusun ini adalah daerah yang paling dekat dengan perusahaan dan paling banyak menerima dampak dari kegiatan perusahaan. Beberapa bentuk TSP yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan di antaranya yaitu perbaikan jalan, pembuatan saluran air, pemasangan lampu jalan, pemberian bantuan kesehatan, pembentukan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), pemberian bibit, pemberian mesin jahit, dan pembuatan sumur air bersih. Bentuk TSP yang diberikan kepada masyarakat ini merupakan hasil analisis kebutuhan masyarakat, sehingga TSP ini dirasakan masyarakat sudah cukup sesuai. Pemberian TSP dari perusahaan ini melalui pendekatan kelompok, sehingga saat ini hasil dari kegiatan TSP tersebut terdapat enam kelompok di empat dusun. Adapun kelompok tersebut yaitu kelompok penjahit, kelompok pembibitan, dan kelompok pengelola air bersih. Kelompok penjahit yang dibentuk sebagai implementasi kegiatan TSP PLN berada di Dusun Sukamaju dan Dusun Mataram. Kelompok penjahit di Dusun Sukamju diketuai oleh Ibu Yun (Cek Yun), dan kelompok penjahit yang berada di Dusun Mataram diketuai oleh Ibu Rohila. Kelompok penjahit di Dusun Sukamaju diberi nama Kelompok Penjahit Wanita Cahaya, sedangkan kelompok penjahit di Dusun Mataram diberi nama Kelompok Penjahit wanita Indah. Menurut pendapat anggota kelompok pemberian nama ini atas ide anggota dan pendamping. Jumlah anggota kelompok di masing-masing dusun sebanyak 18 orang dan seluruhnya adalah ibu-ibu. Aktivitas yang dilakukan oleh anggota kelompok penjahit penerima program TSP adalah membuat baju yang dipesan oleh perusahaan di sekitar wilayah Pasir Putih, mengikuti pelatihan menjahit, dan menerima pesanan jasa menjahit dari masyarakat sekitar. Keberadaan kelompok penjahit ini membawa dampak positif untuk anggota dan masyarakat. Sebelum adanya kelompok penjahit, ibu-ibu di daerah ini tidak memiliki kegiatan atau hanya menjadi ibu rumah tangga. Setelah adanya kelompok penjahit, ibu-ibu memiliki pekerjaan sampingan yang dapat menambah pendapatan dan pengetahuan mereka.
43 Perusahaan PLN memfasilitasi mesin jahit sebanyak sembilan mesin untuk masing-masing kelompok, sedangkan untuk bahan menjahit lainnya seperti benang, dasar, gunting, meteran baju dan sebagainya dipenuhi sendiri oleh kelompok. Anggota kelompok mengikuti kegiatan pelatihan menjahit setiap minggunya. Pelatihan ini difasilitasi perusahaan bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan anggota karena sebelumnya anggota belum memiliki kemampuan menjahit. Materi yang diberikan di pelatiahn meliputi cara memotong, teknik persiapan menggunakan mesin jahit, cara menjahit, cara mengobras dan lain sebaginya. Selain menjahit, kelompok penjahit ini terkadang memiliki aktivitas lainnya untuk mempererat tali silaturahi antar anggota. Mereka sering berdiskusi dan berkumpul bersama untuk membuat makanan ringan seperti kripik untuk dipasarkan agar menambah pendapatan mereka. Dusun Gotong Royong dan Kampung Baru adalah kedua dusun yang termasuk menjadi sasaran pemberian program TSP PT PLN. Kelompok yang terdapat di kedua dusun ini adalah kelompok pengelola sumur bersih dan kelompok pembibitan. Kelompok pengelola air bersih di masing-masing dusun ini memiliki jumlah anggota sebanyak 18 orang yang diketuai oleh Bapak Udin untuk kelompok di Dusun Gotong Royong, dan Bapak Asep untuk kelompok di Dusun Kampung Baru. Tujuan dibuat kelompok ini adalah menyediakan pasokan air bersih untuk di masing-masing dusun. Masyarakat merasakan kesulitan mendapatkan air bersih sebelum dibuatkan dumur bersih ini. Mereka harus mengambil air bersih di pegunungan yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Setelah adanya kelompok pengelola air bersih, masyarakat mudah mendapatkan air untuk kebutuhan sehari hari. Setiap dusun memiliki dua bak penampung air bersih dan pipa paralon digunakan untuk menyalurkan air bersih dari bak penampung ke rumah warga. Jarak antara sumber air ke bak penampungan warga sekitar lima km.Sumber air bersih di wilayah ini berasal dari pegunungan wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Masyarakat dan anggota dikenakan iuran Rp 50.000,- per bulan yang digunakan untuk perawatan sumur bersih dan paralon yang tidak layak pakai. Masyarakat sekitar tidak merasa keberatan dengan iuaran ini karena iuran tidak terlalu besar jika dibandingkan mereka mengambil sendiri air ke pegunungan. Anggota kelompok pembibitan berjumlah 10 orang yang diketuai oleh Bapak Madarjo untuk kelompok di Dusun Gotong Royong dan Ibu Lisna untuk kelompok di Dusun Kampung Baru. Masyarakat melakukan pembibitan tanaman cepat penen seperti cabai, tomat, sawi, kacang panjang, petai, terong dan jenis sayuran lainnya. Lahan pekarangan PT PLN digunakan sebagai tempat pembibitan masyarakat. Saat penelitian dilakukan pembibitan telah selesai dan anggota menanam tanaman tersebut di lahan sekitar rumah mereka. Keberadaan kelompok pembibitan cukup bermanfaat bagi anggota dan masyarakat karena dapat memenuhi kebutuhan sayuran dan bumbu dapur lainnya untuk dijual dan dikonsumsi. Pengetahuan dan keterampilan anggota dan masyarakat mengenai pembibitan masih terbatas, hal ini disebabkan meraka jarang memperoleh penyuluhan terkait usaha pembibitan ini. Dengan demikian, mereka masih sangat memerlukan pendampingan dan penyuluhan agar kelompok pembibitan terus berjalan dan dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat dan anggota. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah ini bersuku Palembang dan Lahat, hanya sedikit
44 masyarakat yang bersuku Jawa. Terdapat perbedaan sikap antara masyarakat Sumatera dan Jawa dalam merespon pemberian dan pelaksanaan TSP yang diberikan perusahaan. Masyarakat Sumatera lebih kritis dalam mengungkapkan masalah yang mereka hadapi dari kegiatan perusahaan, contohnya masalah saluran air yang belum selesai dibangun, dan bangunan rumah warga yang retak akibat getaran mesin perusahaan. Hal ini juga terjadi saat mereka menerima dan menanggapi hasil TSP yang diberikan perusahaan, sedangkan masyarakat Jawa lebih menerima dan menjadi followers rekan-rekan lainnya. Masyarakat Sumatera lebih kritis dibandingkan Jawa juga terjadi dalam penyampaian protes terhadap hasil TSP yang diberikan perusahaan, sebagian dari mereka menjadi ketua untuk hal ini. Protes ini mereka sampaikan dengan cara membuat surat yang ditujukan kepada perusahaan agar perusahaan lebih responsif terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Meskipun kedua kelompok masyarakat ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam menerima dan menanggapi hasil TSP perusahaan, akan tetapi mereka saling berdiskusi, bekerja sama, dan kompak dalam menjalankan hasil TSP yang diberikan perusahaan.
Karakteristik Internal dan Eksternal Anggota Kelompok Karakterstik individu dapat diartikan sebagai kondisi atau gambaran biografikal individu yang dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja (Siagian 2008). Karakteristik dapat membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Karakteristik individu dalam ilmu penyuluhan merupakan bagian dari ranah perilaku yang dapat membawa individu ke dalam kelompok masyarakat. Dengan kata lain, karakteristik dan perilaku anggota di dalam kelompok dapat menentukan pergerakan yang terjadi di dalam kelompok. Siagian (2008) mengungkapkan bahwa komitmen dalam kelompok/organisasi dipengaruhi oleh karakter personal (individu) yang mencakup usia, masa kerja, pendidikan, dan jenis kelamin. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa karakteristik internal dan eksternal anggota kelompok yang berpengaruh terhadap aktivitas di dalam kelompok antara lain pendidikan formal, tingkat kekosmopolitan, pelatihan yang pernah diikuti, lama menjadi anggota, dukungan kelembagaan, pendampingan, ketersediaan sarana dan prasarana, interaksi sosial kelompok, dan intensitas penyuluhan (Nuryanti & Swastika 2011; Khairullah 2003; Mulyandari 2001). Karakteristik Anggota Kelompok Karakteristik internal pada penelitian ini meliputi (1) tingkat pendidikan formal, (2) pelatihan yang diikuti, dan (3) motivasi kerja anggota, sedangkan karakteristik eksternal meliputi: (1) intensitas penyuluhan, (2) pendampingan, (3) interaksi sosial kelompok, dan (4) ketersediaan sarana dan prasarana. Adapun deskripsi dari masing-masing karakteristik anggota dijelaskan sebagai berikut.
45 Tabel 6 Sebaran karakteristik anggota kelompok penerima TSP PLN Tarahan 2015 Kelompok Kelompok Kelompok Total Karakteristik anggota penjahit pembibitan pengolah sumur bersih n % n % n % n % Pendidikan formal Rendah (≤ 6 tahun) 11 55,0 6 60,0 16 80,0 33 66,0 Sedang (7 – 9 tahun) 3 15,0 4 40,0 4 20,0 4 8,0 Tinggi (12 – 16 tahun) 6 30,0 0 0 0 0 13 26,0 Pelatihan yang diikuti Rendah (0 – 1 kali) Sedang (2 – 3 kali) Tinggi (4 – 12 kali)
0 7 13
0 35,0 65,0
5 5 0
50,0 50,0 0
16 4 0
80,0 20,0 0
21 16 13
42,0 32,0 26,0
Motivasi kerja anggota Rendah (skor15,0 – 18,7) Sedang (skor 18,8 – 22,5) Tinggi (skor 22,5 – 26,0)
2 13 5
10,0 65,0 25,0
3 6 1
30,0 60,0 10,0
6 10 4
30,0 50,0 20,0
11 29 10
22,0 58,0 20,0
Intensitas penyuluhan Rendah (0 – 1 kali) Sedang (2 – 3 kali) Tinggi (4 – 6 kali)
0 16 4
0 80,0 20,0
4 5 1
40,0 50,0 10,0
12 8 0
60,0 40,0 0
16 29 5
32,0 58,0 10,0
Pendampingan Rendah (skor 13,0 – 16,0) Sedang (skor 16,1 – 19,1) Tinggi (skor 19,2 – 22,0)
10 2 8
10,0 65,0 25,0
8 0 2
80,0 20,0 0
17 1 2
70,0 30,0 0
35 3 12
70,0 6,0 24,0
Interaksi sosial kelompok Rendah (9,0 – 11 kali) Sedang (12 – 16 kali) Tinggi (≥ 17 kali)
2 17 1
30,0 70,0 0
8 2 0
80,0 20,0 0
7 12 1
45,0 55,0 0
17 34,0 31 62,0 2 4,0
Ketersediaan sarana dan prasarana Rendah (skor 8,0 – 10,3) Sedang (skor 10,4 – 12,7) Tinggi (skor 12,8 – 15,0)
3 12 5
15,0 60,0 25,0
8 2 0
80,0 20,0 0
0 12 8
0 60,0 40,0
4 8,0 29 58,0 17 34,0
Keterangan
: n = 50
Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan dapat diartikan sebagai modal dasar untuk mengadakan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Slamet (2002) mengatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi perilaku individu baik dari segi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Perbedaan kualitas pendidikan formal antara
46 individu yang satu dengan yang lain mempengaruhi pola pikir dan kualitas kerja yang dihasilkan di dalam kelompok dan masyarakat. Tingkat pendidikan formal individu biasanya menunjukkan kemampuan individu dalam melakukan aktivitas di dalam kelompok, mencari dan menerima informasi, menyerap inovasi yang bermanfaat bagi kehidupan di dalam kelompok. Tingkat pendidikan formal responden dalam penelitian ini sangat bervariasi, pendidikan terendah responden berada pada tingkat SD (6 tahun) dan tertinggi berada pada tingkat perguruan tinggi (16 tahun). Sebesar 66 persen responden menempuh jenjang pendidikan tamat SD (6 tahun), sedangkan sisanya adalah responden yang menempuh jenjang pendidikan mulai dari tidak tamat SMP sampai dengan tamat perguruan tinggi (Tabel 6). Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal pada anggota kelompok penerima program TSP PLN ini berada dalam kategori sangat rendah. Kondisi perekonomian responden dapat dikatakan masih lemah. Hal ini yang menjadi salah satu alasan mereka untuk tidak menempuh pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Alasan lainnya yaitu lokasi tempat tinggal responden yang berdekatan dengan perusahaan mempengaruhi motivasi mereka untuk bersekolah. Mereka lebih memilih untuk bekerja sebagai buruh di perusahaan dibandingkan untuk bersekolah. Pilihan ini mereka ambil karena mereka berpandangan bekerja sebagai buruh lebih bermanfaat (mendapatkan pendapatan) dibandingkan sekolah (harus mengeluarkan biaya). Responden yang memiliki pendidikan rendah berbeda dengan responden yang memiliki pendidikan tinggi. Sejalan dengan pendapat Mardikanto (2009) bahwa tingkat pendidikan dan pengatahuan akan mempengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Anggota kelompok penjahit memiliki tingkat pendidikan formal lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok pembibitan dan pengelola sumur bersih (Tabel 6). Hasil pengamatan di lapangan diperoleh Responden pendidikan rendah lebih pasif di setiap kegiatan kelompok, jarang mengikuti kegiatan pelatihan, dan kurang aktif dalam menyampaikan pendapat. Selain itu mereka kurang mampu mengeluarkan pendapat saat diminta pendapatnya tentang kegiatan di dalam kelompok. Responden pendidikan tinggi lebih mampu menyampaikan kelemahan, kelebihan kelompok, dan harapan mereka terhadap kelompok ke depannya. Namun, mereka belum mampu untuk mengakses layanan penyuluhan dan pelatihan, memotivasi dan mendamping anggota yang berpendidikan rendah untuk bersama-sama aktif mempertahankan kedudukan kelompok. Kondisi ini bertentangan dengan pendapat Julius (2013) bahwa anggota yang berpendidikan tinggi seharusnya memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengakses layanan penyuluhan daripada petani yang berpendidikan rendah. Pelatihan yang Diikuti Selain pendidikan formal, pendidikan non formal juga dapat mempengaruhi perilaku individu di dalam kelompok. Salah satu pendidikan non formal untuk mengasah pengetahuan dan keterampilan individu adalah pelatihan. Mangkuprawira (2004) berpendapat bahwa pelatihan bagi anggota kelompok adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar anggota semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Sebesar 42 persen anggota
47 kelompok penerima program TSP perusahaan masih rendah (tidak pernah sampai satu kali) dalam mengikuti kegiatan pelatihan (Tabel 6). Sebesar 80 persen angota peneglola sumur bersih tidak pernah dan hanya satu kali mengikuti kegiatan pelatihan. Lain halnya dengan kelompok penjahit bahwa hampir sebagian kelompok pernah mengikuti kegiatan pelatihan smpai 13 kali. Pelatihan yang diadakan untuk kelompok penjahit diadakan setiap tiga kali dalam satu minggu. Pelatihan yang diperoleh respoden berasal dari Balai Pelatihan Kerja (BLK) daerah setempat, dan lembaga pendidikan setempat. Materi yang diberikan dalam pelatihan meliputi materi seputar mengelas, reparasi mesin, membuat pola, memotong, menjahit dan mengobras. Materi pelatihan dirasa sangat bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Beberapa responden mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana untuk kegiatan pelatihan masih kurang. Anggota kelompok harus menyiapkan alat dan bahan masing-masing untuk dapat mengikuti pelatihan, serta tempat dilaksanakan pelatihan belum tersedia dengan baik. Pelatih mengungkapkan terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggota sebelum dan sesudah diadakannya pelatihan. Saat ini anggota kelompok sudah bisa menjahit dan anggota juga pernah menerima order dari perusahaan untuk membuat baju kerja. Masalah terbesar yang terjadi dalam proses pelatihan adalah motivasi anggota yang semakin menurun dan banyak anggota yang absen setiap kegiatan pelatihan. Motivasi Kerja Anggota Motivasi kerja anggota adalah kondisi psikologis anggota yang dapat memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan dalam mencapai kebutuhan. Motivasi kerja anggota kelompok dapat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh kelompok dan rasa kepuasan anggota lainnya. Sebesar 58 persen anggota kelompok penerima TSP PLN memiliki motivasi kerja yang tergolong kategori sedang (skor 18,5-22,5), anggota kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih memiliki motivasi kerja aggota lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok pembibitan (Tabel 6). Motivasi kerja anggota kelompok ini berasal dari dalam dan luar diri anggota kelompok. Motivasi intrinsik berasal dari keinginan mereka sendiri seperti meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam mejahit, menjaga tali silaturahmi, meningkatkan komunikasi sesama masyarakat, dan menjaga kebutuhan air bagi masyarakat. Motivasi intrinsik anggota kelompok untuk bekerja di dalam kelompok adalah memenuhi kebutuhan (Gomez 2003). Responden memiliki motivasi kerja di dalam kelompok agar kebutuhan air, bibit dan pengetahuan dan keterampilan mereka tentang menjahit dapat terpenuhi. Dengan demikian, mereka berpandangan apabila hal tersebut dapat terpenuhi, maka kebutuhan mereka dan keluarga juga akan terpenuhi. Motivasi ekstrinsik responden berasal dari dukungan keluarga dan juga teman-teman untuk dapat memanfaatkan waktu luang dan mematuhi peraturan yang telah dibuat bersama-sama. Anggota kelompok saling memberikan semangat satu sama lain untuk aktif di dalam kelompok. Saling memotivasi sesama anggota sangat penting untuk kehidupan kelompok kedepannya. Gomez (2003) mengungkapkan bahwa rekan kerja yang mendukung dapat meningkatkan motivasi kerja di dalam organisasi yang dapat mempercepat pencapaian tujuan kelompok.
48
Intensitas Penyuluhan Salah satu aspek penting untuk menciptakan kedinamisan di dalam suatu kelompok adalah kegiatan penyuluhan, karena kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota kelompok. Penilaian intensitas penyuluhan dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan penyuluhan yang pernah diikuti, manfaat yang dirasakan, kesesuaian materi, dan kualitas alat dan tempat penyuluhan. Intensitas penyuluhan yang diikuti anggota kelompok penerima TSP PLN termasuk ke dalam kategori sedang (2-3 kali). Anggota kelompok pembibitan merupakan kelompok yang paling rendah mengikuti kegiatan penyuluhan dibandingkan anggota kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih (Tabel 6). Penyuluhan yang pernah diadakan di keempat dusun ini berasal dari balai penyuluhan dan lembaga pendidikan setempat. Kegiatan penyuluhan dirasakan memberikan manfaat bagi responden yaitu menambah pengetahuan. Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan yaitu sekitar dua sampai tiga jam setiap kali pertemuan, dan biasanya penyuluhan diberikan di balai desa. Berdasarkan konsep penyuluhan yang tertuang dalam UU No 16 tahun 2006 bahwa penyuluhan memiliki tujuan untuk mengubah perilaku individu ke arah yang lebih baik (meningkatkan kesejahteraan). Kegiatan penyuluhan yang dilakukan pada kelompok ini masih sebatas penyampaian informasi kepada responden. Selain itu juga kegiatan penyuluhan yang pernah diikuti responden belum sesuai dengan kebutuhan kelompok. Informasi yang dibutuhkan masyarakat dalam kegiatan penyuluhan adalah informasi yang bermanfaat, menguntungkan secara ekonomis, secara teknis memungkinkan untuk dilaksanakan, secara sosial-psikologis dapat diterima secara norma, dan sejalan atau sesuai dengan kebutuhan pemerintah (Asngari 2001; Akhdiyat & Riyani 2005). Mereka merasa masih sangat memerlukan penyuluhan yang berhubungan atau sesuai dengan aktivitas di dalam kelompok. Kurangnya penyuluhan tentang cara mengelola kelompok menyebabkan dinamika yang dihasilkan di dalam kelompok masih rendah. Pendampingan Pendampingan merupakan proses pembimbingan atau memberi kesempatan pada masyarakat yang dilakukan oleh para pendamping atau fasilitator melalui serangkaian aktivitas. Pendampingan sosial merupakan suatu strategi karena yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat (Hatu 2010). Sebesar 70 persen anggota kelompok penerima TSP PLN mengatakan pendampingan kelompok tergolong kategori rendah (Tabel 6). Rendahnya aspek pendampingan dalam penelitian ini terletak pada tugas pendamping untuk membantu anggota berkomunikasi dengan pihak luar, misalnya komunikasi antar kelompok sejenis, dinas setempat, dan lembaga lainnya. Pendamping dirasa belum maksimal dalam membantu menyelesaikan tugas di dalam kelompok. Langkah yang diambil pendamping tersebut bukan berarti pendamping tidak ingin membantu anggota, akan tetapi pendamping menginginkan anggota kelompok tersebut mandiri, dan tidak bergantung dengan pendamping. Tindakan seperti ini belum terjadi di dalam kelompok penjahit dan pembibitan, kegiatan menjahit dan pembibitan di dalam kelompok jarang
49 dilakukan setelah tidak dilakukannya pendampingan. Pada kelompok pengguna sumur bersih, meskipun tidak lagi ada pendampingan kelompok ini tetap berjalan meskipun belum efektif. Meskipun tugas pendamping masih rendah dalam membantu menyelesaikan tugas dan menghubungkan dengan pihak lain, akan tetapi pendamping dirasa sudah baik dalam memberikan motivasi, bimbingan, menciptakan keaktifan kerja anggota dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Interaksi Sosial Kelompok Interaksi sosial merupakan proses melalui timbal balik dari tiap-tiap kelompok yang menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok lain (Abdulsyani 2012). Interaksi sosial kelompok dalam penelitian ini diukur melalui keseringan kelompok melakukan interaksi dengan kelompok lain di satu desa, kecamatan, tokoh masyarakat, adat, dan agama, interaksi dengan penyuluh, aparat pemerintah, perusahaan, dan lembaga pendidikan setempat. Muslim (2013) mengungkapkan interaksi sosial di dalam kelompok akan terjadi apabila terdapat kontak sosial dan komunikasi. Sebesar 62 persen interaksi sosial yang dilakukan kelompok penerima TSP PLN tergolong dalam kategori sedang dan kelompok pembibitan adalah kelompok yang paling rendah melakukan interaksi sosial dibandingkan kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih (Tabel 6). Bentuk interaksi sosial kelompok yaitu gotong royong, kerja sama, kerja bakti, penyampaian informasi hasil penyuluhan dan manfaat pelatihan, hal ini bertujuan masyarakat yang tidak bergabung di dalam kelompok ikut mendapatkan informasi tersebut. Interaksi sosial antara kelompok dengan tokoh masyarakat, adat, dan aparat pemerintah tergolong dalam kategori jarang. Interaksi yang dilakukan hanya sebatas bentuk komunikasi sehari-hari yang bertujuan menjaga tali silaturahmi. Bentuk interaksi sosial antara penyuluh dan universitas hanya berlangsung pada saat kegiatan penyuluhan dan pelatihan. Interaksi sosial memberikan manfaat bagi anggota kelompok, karena mereka mendapatkan tambahan informasi baru. Interaksi yang dilakukan antara kelompok dan perusahaan setempat termasuk jarang. Interkasi antara perusahaan dengan kelompok penjahit hanya satu sampai dua kali melakukan interaksi sosial, yaitu pada saat memberikan proyek pembuatan baju kerja, begitu juga pada kelompok pembibitan. Interaksi antara perusahaan dengan kedua kelompok ini adalah interaksi tidak langsung, pendamping dan penyuluh menjadi perantara interaksi antara kelompok penjahit dan kelompok pembibitan. Interaksi sosial kelompok juga berlangsung antara kelompok pengelola air bersih dan perusahaan. Kelompok ini ikut menjadi bagian dalam penyediaan pasokan air di dalam perusahaan sekitar. Hal ini bermanfaat bagi kelompok karena kelompok mendapatkan pendapatan dari hasil hubungan yang dibangun ini. Sejalan dengan pendapat Wahid (2008) bahwa hubungan antara pengurus kelompok dengan instansi-instansi terkait dalam hal pelaksanaan kegiatan oleh anggotanya sangat berpengaruh terhadap dinamika kelompok. Bentuk interaksi sosial yang pernah dilakukan oleh kelompok penerima TSP dapat digambarkan sebagai berikut:
50
Masyarakat Tokoh adat dan agama Pemerintah setempat (Kades, sekdes, dll) Kelompok penerima TSP PLN Tarahan
Penyuluh dan pendamping Kelompok satu desa Perusahaan Universitas
Gambar 2 Interaksi sosial kelompok penerima TSP PLN Tarahan Ketersediaan Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana dalam kelompok penerima program TSP PLN termasuk ke dalam kategori sedang dan kelompok pengelola sumur bersih adalah kelompok yang memiliki ketersediaan sarana dan prasarana lebih tinggi dibanding kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih (Tabel 6). Sarana dan prasarana sangat penting dalam kehidupan kelompok, karena adanya sarana dan prasarana yang cukup dapat mempermudah anggota kelompok untuk melakukan aktivitas di dalam kelompok. Sebesar 58 persen responden mengatakan bahwa sarana dan prasarana di dalam kelompok cukup mudah untuk diperoleh. Mereka mudah untuk memperoleh bibit, mesin jahit, bahan-bahan, pipa paralon, dan bahan bangunan lainnya. Kemudahan dan kecukupan sarana dan prasarana di dalam kelompok ini seharusnya dapat meningkatkan semangat kerja anggota di dalam kelompok, seperti yang diungkapkan oleh van den Ban dan Hawkins (1999) bahwa sarana produksi merupakan sumber daya bagi petani yang mengatasi hambatan dalam melaksanakan kegiatannya. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah perlu adanya hal-hal yang ditingkatkan agar aktivitas di dalam kelompok dapat berkelanjutan, memiliki dinamika yang tinggi, sehingga tercapai tujuan yang telah disepakati bersama. Kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan yang berkelanjutan merupakan sarana informasi yang dapat mendidik anggota dalam melaksanakan kegiatan di dalam kelompok. Kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan dapat dilakukan dengan metode diskusi, mengunjungi kelompok-kelompok sejenis yang lebih maju, sehingga anggota kelompok lebih termotivasi dalam melakukan aktivitas di dalam kelompok.
51 Dinamika Kelompok Penerima TSP PLN Tarahan Dinamika kelompok dapat diartikan sebagai gerakan yang ditunjukkan dari suatu kelompok yang disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam kelompok yang dapat menentukan dan mempengaruhi perilaku kelompok dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Tinggi rendahnya dinamika suatu kelompok dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan yang telah dibuat. Dinamika kelompok yang tinggi diharapkan terdapat pada kelompok penerima TSP PLN Tarahan, sehingga kelompok ini terus dapat berdiri dan berfungsi dengan baik, dengan demikian dapat terjadi perubahan perilaku dari anggota kelompok ke arah yang lebih baik. Penelitian ini menganalisis dinamika kelompok penerima program TSP PLN dengan menggunakan unsur-unsur dinamika kelompok yang terdiri dari tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, dan tekanan kelompok. Dinamika kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih tergolong dalam kategori rendah (Tabel 7). Hal ini berarti kelompok penerima program TSP dirasa belum berfungsi dengan maksimal bagi anggota kelompok. Rendahnya dinamika kelompok penerima TSP ini mencerminkan bahwa tujuan, struktur, fungsi dan tugas, pembinaan dan pengembangan, kekompakan, suasana, dan tekanan kelompok belum tercapai secara maksimal. Sejalan dengan penelitian Yunasaf et al. (2008) bahwa tidak adanya tujuan yang secara spesifik, terbatasnya struktur kekuasaan atau wewenang, jarangnya pelaksanaan fungsi dan tugas kelompok, belum adanya usaha-usaha yang spesifik dari kelompok, dan keterbatasan rasa keterkaitan antar anggota kelompok. Tabel 7 Rataan skor tingkat dinamika kelompok penerima TSP PLN Taharan 2015 Rataan skor* Sub peubah Tujuan kelompok Struktur kelompok Fungsi tugas kelompok Pembinaan dan pengembangan kelompok Kekompakan kelompok Suasana kelompok Tekanan kelompok Dinamika kelompok
Kelompok penjahit
Kelompok pembibitan
2,2 2,4 2,3 2,3
2,2 2,3 2,2 2,2
2,5 2,6 2,6 2,4
2,6 2,6 2,2 2,3
Kelompok pengelola sumur bersih 2,1 2,3 2,3 2,2 2,6 2,6 2,4 2,4
Total
2,2 2,3 2,3 2,2 2,5 2,6 2,4 2,4
*interval skor: 2,1 - 2,4 = rendah, 2,5 - 2,7 = sedang , 2,8 – 3,0 = tinggi
Komponen terpenting di dalam kelompok yaitu tujuan yang sama, karena tujuan yang sama akan menghasilkan sebuah komitmen dalam kelompok (Slamet 2001). Tujuan kelompok dalam penelitian ini diukur berdasarkan kejelasan tujuan, pemahaman tujuan, kesesuaian tujuan, keformilan tujuan, pencapaian tujuan, dan musyawarah dalam mencapai tujuan kelompok. Tujuan kelompok penerima TSP
52 PLN memiliki rataan skor 2,2 sehingga tergolong kategori rendah (Tabel 7). Hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengella sumur bersih memiliki tujuan kelompok tergolong kategori rendah. Tujuan yang dibuat oleh masing-masing kelompok sudah cukup jelas dan cukup sesuai dengan tujuan anggota. Sebagai contoh, pada kelompok pengguna air bersih memiliki tujuan menyediakan pasokan air bersih untuk anggota dan masyarakat sekitar. Tujuan ini dirasa sudah sesuai dengan tujuan anggota karena sebelum dibuatnya kelompok ini masyarakat dan anggota kelompok masih merasakan kekurangan pasokan air bersih. Kelompok pembibitan dibentuk sebagai wadah kegiatan menanam tanaman sayuran dan musiman yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari anggota. Tujuan dibentuknya kelompok penjahit yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam menjahit, serta memberikan pekerjaan sampingan kepada ibu-ibu. Rendahnya unsur tujuan pada masing-masing kelompok penerima program TSP PLN ini dikarenakan tujuan belum bersifat formal, belum dibuat secara tertulis dan spesifik, sehingga tidak adanya keharusan dan aturan untuk dapat mencapai tujuan tersebut, serta jarangnya diadakan kegiatan perkumpulan untuk menilai keberhasilan dan kekurangan pelaksanaan kegiatan. Penelitian yang dilakukan oleh Yunasaf et al. (2008) juga menunjukkan hal yang sama bahwa rendahnya dinamika kelompok peternak sapi perah di bandung disebabkan tidak spesifiknya tujuan kelompok. Struktur kelompok penerima program TSP PLN memiliki rataan skor 2,3 sehingga tergolong kategori rendah (Tabel 7). Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur kelompok dari kelompok penjahit, pembibitan dan pengelola sumur bersih menunjukkan hasil yang sama yaitu tergolong kategori rendah. Pembagian kerja pada masing-masing kelompok dilakukan oleh ketua kelompok yang dibantu oleh pendamping dan dilakukan cukup merata, contohnya setiap kelompok memiliki ketua, sekretaris, dan bendahara. Anggota yang mendapatkan tugas kelompok merasa belum terlalu jelas dengan tugasnya masing-masing. Hal ini disebabkan struktur kelompok belum dibuat secara formal dan tertulis, sehingga tugas kelompok sulit dikomunkasikan kepada anggota kelompok lainnya. Hal ini membuat anggota kelompok memiliki komitmen kerja yang rendah dan anggota sering meninggalkan pekerjaannya di dalam kelompok. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Trihapsari & Nashori 2011) bahwa karakteristik personal dan struktur di dalam kelompok mempengaruhi tingginya komitmen kerja anggota di dalam kelompok/organisasi. Kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih memiliki fungsi tugas kelompok yang tergolong kategori rendah (Tabel 7). Penilaian fungsi dan tugas kelompok pada masing-masing kelompok didasarkan pada fungsi dalam memberikan informasi, koordinasi, inisiatif, mengajak berpartisipasi, dan menjelaskan kegiatan baru di dalam kelompok. Fungsi menyelenggarakan koordinasi sudah dijalankan dengan baik di dalam kelompok. Hal ini mencerminkan bahwa kerja sama antar anggota telah terbangun di dalam kelompok. Bentuk korrdinasi yang dilakukan di masing-masing kelompok misalnya pada kelompok pengguna air bersih dilakukan koordinasi saat terjadi kerusakan alat penyaluran air, anggota kelompok pembibitan berkorrdinasi pada
53 saat melakukan perawatan tanaman dan lahan, dan anggota kelompok penjahit berkorrdinasi saat mendapatkan proyek pembuatan baju kerja dari perusahaan. Rendahnya fungsi tugas pada masing-masing ditandai dengan kurang mampunyai kelompok dalam menghasilkan inisiatif yang bersumber dari dalam kelompok. Hal ini disebabkan ketiga kelompok tersebut jarang berinteraksi sosial kelompok ini dengan kelompok lain, lembaga desa, universitas, sehingga kelompok kurang memperoleh pengetahuan dan informasi baru. Selain itu juga disebabkan masih rendahnya tingkat pendidikan formal dan non formal anggota kelompok, sehingga kelompok belum mampu mencari inisiatif sendiri dan masih bersifat reaktif atau hanya menunggu informasi baru yang akan diberikan dari penyuluh/pendamping. Alfando (2013) mengungkapkan bahwa cara mengatasi belum maksimalnya fungsi tugas di dalam kelompok adalah dilakukannya rapat yang rutin, mengadakan evaluasi anggota, serta mengevaluasi struktur kelompok. Pembinaan dan pengembangan kelompok penjahit, pembibitan dan pengella sumur bersih berada dalam ketegori rendah (Tabel 7). Pembinaan dan pengembangan kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya kelompok untuk tetap memelihara dan mengembangkan kehidupan kelompok. Pembinaan dan pengembangan yang rendah pada masing-masing kelompok ditandai dengan masih rendahnya tingkat keikutsertaan anggota di setiap kegiatan kelompok dan rendahnya pelaksanaan peraturan di dalam kelompok. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunasaf et al. (2008) bahwa rendahnya unsur pembinaan dan pengembangan kelompok dikarena belum ada usaha yang spesifik di dalam kelompok untuk mempertahankan kehidupan di dalam kelompok. Keikutsertaan anggota kelompok yang masih rendah disebabkan motivasi kerja mereka di dalam kelompok rendah, anggota memiliki kegiatan lain, seperti bekerja, mengasuh anak dan berjualan. Hasil wawancara yang diungkapkan oleh salah satu ketua kelompok penjahit yang menandakan rendahnya keikutsertaan dalam kegiatan kelompok adalah sebagai berikut: “saya sudah mengajak anggota kelompok lainnya untuk ikut pelatiham, tetapi karena ada yang ingin mengantar anaknya sekolah, berjualan, dan bekerja jadinya mereka tidak bisa ikut pelatihan, jadi yang ikut pelatihan hanya beberapa orang, dan semakin lama yang ikut pelatihan semakin sedikit”. Pernyataan responden tersebut menggambarkan masih rendahnya kesadaran anggota kelompok untuk menciptakan upaya-upaya mempertahankan kedudukan kelompok. Penyebab lain dari rendahnya pembinaan dan pengembangan kelompok adalah kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana. Tempat pelatihan belum tersedia secara optimal dan anggota harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke tempat pelatihan tersebut, hal ini mempengaruhi semangat mereka untuk mengikuti kegiatan pelatihan. Kekompakan pada kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pngelola sumur bersih tergolong dalam kategori sedang, hal ini berarti kekompakan di masing-masing kelompok sudah terbangun cukup baik. Indikator yang digunakan untuk menilai kekompakan di dalam kelompok yaitu kerjasama anggota, homogenitas anggota dan keharmonisan peserta. Ketiga kelompok ini belum tergolong dalam kelompok yang bersifat homogen dalam hal pekerjaan, umur, dan pendidikan. Meskipun pekerjaan, umur, dan pendidikan responden ini
54 beragam, akan tetapi keragaman ini tidak menyebabkan kekompakan mereka berkurang karena kondisi ini dapat melengkapi kelemahan satu sama lain. Dian dan Safitri (2011) berpendapat bahwa adanya kelompok kerja yang kohesif akan membangkitkan motivasi kerja anggota. Kerjasama dan keharmonisan membangun kekompakan di dalam kelompok. Hasil wawancara yang diungkapkan oleh salah satu ketua kelompok pengelola sumur bersih bahwa sumber air untuk sumur bersih ini sangat jauh, untuk bisa sampai ke sumber air tersebut butuh usaha bersama, dan jika hanya ketua yang mengerjakan maka ketua tidak akan sanggup sehingga pekerjaan tersebut tidak akan selesai, maka pengurus dan anggota bergotong royong bersama-sama yang dibantu oleh petugas untuk mengerjakan ini (pembuatan saluran), begitu juga jika ada pipa yang rusak, anggota dan pengurus saling memberi tahu dan menyelesaikan bersama-sama. Hal ini menggambarkan bahwa kekompakan di dalam kelompok telah terjadi saat pemenuhan kebutuhan dan juga pemecahan masalah di dalam kelompok. Kekompakan ini tidak hanya terjadi pada kelompok pengelola sumur bersih, akan tetapi terjadi juga di kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih. Anggota kelompok penjahit bekerja sama untuk menyelesaikan proyek pembuatan baju dengan jangka waktu yang ditentukan. Selain itu apabila terjadi kerusakan pada salah satu mesin jahit, mereka bekerja sama untuk membenarkannya dan bergantian untuk memberikan kesempatan menjahit kepada anggota lainnya. Anggota kelompok pembibitan saling bekerja sama jika ada bibit yang rusak dan tanaman yang mati. Mereka berpendapat bahwa bibit dan tanaman ini merupakan tanggung jawab bersama, jadi mereka tidak berat tangan apabila harus merawat bibit yang bukan bagian atau punya mereka. Suasana kelompok adalah lingkungan fisik dan non fisik yang akan mempengaruhi perasaan anggota kelompok. Suasana yang terdapat di dalam kelompok penjahit, pembibitan dan pengelola sumur bersih termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini berarti suasana yang tercipta di dalam kelompok dirasakan sudah baik oleh anggota kelompok. Baiknya suasana yang terdapat di di masing-masing kelompok ditandai dengan adanya hubungan harmonis antar anggota, hubungan baik antar anggota dan pengurus, dan kedekatan anggota di setiap kegiatan. Selain itu hubungan yang baik ini tidak hanya tercipta di dalam kelompok, tetapi juga tercipta saat di luar kelompok. Kondisi ini dikarenakan tempat tinggal anggota satu sama lain tidak berjauhan sehingga selalu terjalin hubungan dan komunikasi yang baik. Suasana kelompok yang dirasa baik oleh anggota tentu akan menciptkan emosional yang positif di diri anggota dalam melakukan aktivitas di dalam kelompok. Sejalan dengan pendapat Nurnaningsih (2011) yang menyatakan bahwa suasana lingkungan fisik dan non fisik di dalam kelompok berpengaruh terhadap kecerdasan dan emosional peserta di dalam kelompok. Lingkungan fisik dan non fisik di dalam kelompok yang baik dapat meningkatkan emosional positif dan kecerdasan peserta didik di dalam kelompok. Tekanan kelompok pada kelompok penjahit tergolong kategori sedang, sedangkan tekanan kelompok pada kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih tergolong dalam kategori rendah. Tekanan kelompok dapat diartikan sebagai tekanan yang berasal dari dalam maupun luar kelompok agar kelompok terus berusaha keras untuk mempertahankan kedudukannya. Tekanan
55 yang masih rendah dan belum maksimal pada masing-masing kelompok ini tercermin dari tidak diterapkannya hukuman atau sanksi apabila terdapat anggota kelompok yang melanggar aturan. Apabila terdapat anggota yang sudah lama tidak membayar iuran kelompok, maka anggota tersebut masih diperbolehkan menjadi anggota kelompok dan peringatan yang diberikan hanya bersifat teguran. Rendahnya penerapan aturan di dalam kelompok berpengaruh dengan tercapainya tujuan kelompok. Sesuai dengan pendapat Andrawati et al. (2012) bahwa pembinaan pada kelompok perlu memberikan penekanan pada aspek untuk peningkatan tekanan kelompok sehingga dinamika kelompok dapat ditingkatkan.
Efektivitas Kelompok Penerima TSP PLN Tarahan Efektivitas kelompok penerima TSP PLN Tarahan dapat diartikan sebagai kondisi dimana kelompok dapat berhasil mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan menggunakan sarana yang tersedia secara tepat dan cepat. Semakin tinggi tingkat persentase yang telah dicapai oleh suatu kelompok, maka semakin tinggi tingkat efektivitas kelompok tersebut. Banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan untuk menilai efektivitas suatu kelompok menggunakan pendekatan sumber, proses dan hasil. Penelitian ini menganalisis efektivitas kelompok melalui pendekatan proses dari beberapa kegiatan yang dilakukan di dalam kelompok dalam mencapai tujuan kelompok, di antaranya tingkat partisipasi anggota, kemampuan adaptasi kerja, perencanaan kegiatan kelompok, tingkat kepuasan anggota, dan pelaksanaan kegiatan kelompok. Hasil analisis menunjukkan efektivitas kelompok baik pada kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih tergolong kategori rendah (Tabel 8). Hal ini berarti kelompok belum mencapai tujuannya secara tepat dan cepat. Rendahnya efektivitas ini disebabkan jarangnya anggota yang hadir dalam kegiatan kelompok, tidak adanya pergantian kepengurusan di dalam kelompok, rendahnya kemampuan kelompok untuk mempertahankan kedudukan kelompok, tidak spesifiknya perencanaan kegiatan kelompok, dan belum maksimalnya pelaksanaan kegiatan di dalam kelompok. Partisipasi anggota kelompok baik pada kelompok penjahit, pembibitan dan pengelola sumur bersih tergolong dalam kategori rendah (Tabel 8). Rendahnya partisipasi anggota kelompok ini ditandai dengan jarangnya anggota yang hadir dalam kegiatan kelompok, sehingga kurang adanya masukan dari anggota di setiap kegiatan kelompok. Hasil wawancara dengan salah satu responden diperoleh sebagai berikut: “Awal-awal dibentuknya kelompok ini banyak anggota yang hadir di setiap kegiatan, tapi semakin lama anggota yang hadir ini semakin berkurang. Mereka aktifnya awa-awal saja karena ada kegiatan dari perusahaan, saat kegiatan itu berhenti anggota jadi kurang aktif sekarang”. Hasil wawancara dengan responden ini menunjukkan bahwa masalah partisipasi pada masing-masing kelompok ini dapat diatasi apabila terdapat kegiatan yang masuk ke dalam kelompok. Setiaji (2009) menyatakan bahwa partisipasi anggota kelompok merupakan keadaan anggota untuk memikul kewajiban dan menjalankan hak keanggotaannya secara bertanggung jawab.
56 Partisipasi anggota kelompok berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan kelompok. Adanya partisipasi yang baik dapat meningkatkan keberhasilan kelompok. Indikator lainnya untuk mengukur efektivitas kelompok dalam penelitian ini adalah kemampuan adaptasi kerja kelompok. Kemampuan adaptasi kerja pada ketiga kelompok penerima program TSP PLN tergolong kategori rendah (Tabel 8). Adaptasi kerja diukur melalui tingkat pergantian kepengurusan di dalam kelompok, dan kesempatan masyarakat untuk bergabung. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa ketiga kelompok penerima program TSP PLN belum melakukan pergantian kepengurusan di dalam kelompok. Sukadi (2008) berpendapat bahwa efektif atau tidaknya suatu organisasi kelompok dapat diukur melalui kemampuan kelompok untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, salah satunya dengan cara pengadaan dan pengisian tenaga kerja. Tidak adanya pergantian kepengurusan di dalam kelompok menutup kesempatan anggota lain untuk menjadi pengurus, dan mempengaruhi tercapainya tujuan kelompok. Hal ini menyebabkan anggota kelompok lainnya kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelompok, dan potensi baik dari anggota kelompok tidak dapat dimanfaatkan, serta perkembangan dan perubahan kelompok tidak dapat terlihat. Tabel 8 Rataan skor tingkat efektivitas kelompok penerima TSP PLN Tarahan 2015 Ratan skor* Sub peubah Tingkat partisipasi anggota Kemampuan adaptasi kerja Perencanaan kegiatan kelompok Tingkat kepuasan anggota Pelaksanaan kegiatan kelompok Efektivitas kelompok
Kelompok penjahit 2,0 2,1 2,1 3,0 2,1 2,3
Kelompok pembibitan 2,1 2,0 2,0 2,9 2,0 2,2
Kelompok pengelola sumur bersih 2,0 2,1 2,0 2,9 2,1 2,2
Total
2,0 2,1 2,0 3,0 2,1 2,2
Keterangan: *interval skor: 2,0 -2,3 = rendah; 2,4 – 2,7 = sedang; 2,8 – 3,0 = tinggi
Kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih memiliki perencanaan kegiatan di dalam kelompok yang tergolong dalam kategori rendah (Tabel 8). Sejauh ini kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok masih merupakan perencanaan yang telah dibuat oleh pendamping sebagai bentuk pembinaan dan pelayanan kepada kelompok. Kelompok belum mampu membuat perencanaan kegiatan. Hasil wawancara dengan salah satu responden diperoleh sebagai berikut: “Saai ini kelompok belum ada kegiatan lagi, dulu pernah mendapat proyek membuat baju dari perusahaan, tapi sekarang belum ada lagi, jadi sementara ini tidak aktif, tapi jika ada kegiatan dari perusahaan lagi kami ingin mengaktifkan kelompok lagi” Pernyataan responden tersebut menggambarkan bahwa masing-masing kelompok ini belum mampu menciptakan kegiatan sendiri yang dapat membangkitkan semangat dan partisipasi anggota.
57 Tingkat kepuasan anggota adalah perasaan senang atau kecewa anggota kelompok sebagai hasil perbandingan antara kinerja yang dirasakan dengan hasil yang diharapkan. Tingkat kepuasan anggota kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih termasuk ke dalam kategori tinggi (Tabel 8). Tingkat kepuasan anggota ini diukur berdasarkan pelayanan yang diperoleh anggota, kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan anggota, dan pelaksanaan yang sesuai aturan. Saat ini pelayanan yang diperoleh kelompok sudah sesuai, apabila ada keluhan dan masalah yang mereka rasakan di dalam kelompok, maka mereka saling berkomunikasi untuk melakukan perbaikan. Amir (2009) mengungkapkan kebersamaan dan keterbukaan di antara peserta harus dapat diungkapkan baik lewat tindakan maupun ucapan oleh karena itu keterampilan berkomunikasi sangat diperlukan dan harus menjadi pokok bahasan yang penting dalam pengembangan kelompok. Pelayanan tidak hanya mereka dapatkan dari dalam kelompok, akan tetapi berasal dari luar kelompok. Kelompok-kelompok ini memiliki pendamping yang dapat mendampingi mereka saat ada kegiatan kelompok. Anggota kelompok merasakan kegiatan yang mereka peroleh di dalam kelompok bermanfaat dan sudah sesuai dengan kebutuhan mereka. Pelaksanaan kegiatan kelompok baik pada kelompok penjahit, kelompok pembibitan dan kelompok pengelola sumur bersih termasuk ke dalam kategori rendah (Tabel 8). Belum maksimalnya pelaksanaan kegiatan kelompok ini terdapat dalam hal perhatian ketua kelompok, penyampaian informasi baru, dan pengawasan kepada anggota kelompok. Perhatian dan pengawasan oleh ketua kelompok masih dirasa rendah oleh anggota kelompok karena ketua kelompok memiliki pekerjaan dan kesibukan sehingga kurang memberikan perhatian dan melakukan pengawasan terhadap anggota kelompok. Meskipun demikian, apabila terjadi permasalahan di dalam kelompok dan ada hal yang ingin ditanyakan, anggota kelompok selalu berdiskusi dengan ketua kelompok. Indikator penilaian pelaksanaan kegiatan kelompok lainnya seperti hubungan antara pengurus dan anggota kelompok. Hubungan antara pengurus dengan anggota kelompok di masing-masing kelompok termasuk dalam kategori baik, contohnya tidak adanya perdebatan di setiap kegiatan kelompok dan adanya rasa saling memotivasi antar pengurus dan anggota kelompok. Hasil analisis ini memberikan implikasi bahwa untuk menciptakan efektivitas proses kegiatan di dalam kelompok perlu meningkatkan partisipasi anggota kelompok, harus melakukan pergantian kepengurusan di dalam kelompok, membuat perencanaan kegiatan kelompok, memaksimalkan pelaksanaan kegiata dan mempertahankan kepuasan anggota kelompok.
Hubungan Karakteristik Anggota dengan Dinamika Kelompok Tabel 9 menunjukka karakteristik internal dan eksternal anggota yang berhubungan nyata dan positif dengan dinamika kelompok adalah motivasi kerja anggota, intensitas penyuluhan, pendampingan, dan interaksi sosial kelompok. Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan dinamika kelompok. Hal ini berarti peningkatan pendidikan formal tidak menyebabkan meningkatnya dinamika di dalam kelompok. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Mulyandari (2001) yang menyebutkan bahwa pendidikan formal
58 berpengaruh terhadap dinamika kelompok, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki anggota kelompok maka semakin besar komitmen mereka dalam menjalan tugas dan mempertahankan kedudukan organisasi/kelompok. Kelompok ini memiliki anggota dan pengurus dengan pendidikan tinggi bahkan sampai menempuh jenjang sarjana, akan tetapi dinamika yang dihasilkan di dalam kelompok masih rendah. Dinamika kelompok yang rendah disebabkan karena pengurus dan anggota belum memiliki bekal dan pengalaman yang cukup untuk mengelola kelompok, dan masih bersifat reaktif dalam mencari informasi baru yang dibutuhkan kelompok. Kondisi ini terbukti bahwa sampai saat ini mereka belum mampu menciptakan kegiatan kelompok sendiri dan hanya menunggu diberikan kegiatan oleh penyuluh maupun pendamping. Tabel 9 Koefisien korelasi antara karakteristik internal dan eksternal anggota dengan dinamika kelompok penerima TSP PLN Tarahan 2015 Karakteristik anggota Pendidikan formal Pelatihan Motivasi kerja Intensitas penyuluhan Pendampingan Interaksi sosial
Unsur-unsur dinamika kelompok (rs) Tujuan kelompok
0,047
Struktur kelompok
Fungsi tugas kelompok
Pembinaan pembinaan kelompok
Kekompakan kelompok
Suasana kelompok
Tekanan kelom pok
-0,154
-0,139
-0,035
-0,301
-0,259
0,004 0,106 0,376**
0,000 0,221 0,189
-0,085 0,114 0,240
-0,007 0,303* 0,214
-0,277 0,249 0,170
0,088 0,205 0,222
0,319* 0,305* 0,507**
0,039 0,375** 0,466**
0,295* 0,296*
0,178 0,284*
0,326* 0,272
0,306* 0,357*
0,227 0,148
0,237 -0,085
0,339* 0,174
0,420** 0,356*
Keterangan :*nyata pada ρ <0,05
**sangat nyata pada ρ <0,01
-0,100
Total (rs)
-0,223
rs: koefisien rank Spearman
Pelatihan tidak berhubungan dengan dinamika kelompok, hal ini berarti seringnya mengikuti pelatihan belum dapat meningkatkan kedinamisan di dalam kelompok. Penyebabnya adalah seringnya responden mengikuti pelatihan tidak diimbangi dengan motivasi dan kemampuan anggota untuk mempertahankan kedudukan kelompok. Selain itu juga pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan dari pelatihan jarang dituangkan di dalam kelompok serta kesadaran anggota untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masih rendah. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Khairullah (2003) bahwa pelatihan yang pernah diikuti anggota berpengaruh terhadap dinamika kelompok, semakin sering anggota mengikuti kegiatan pelatihan maka semakin banyak pengetahuan dan keterampilan yang akan diperoleh, sehingga dinamika yang dihasilkan di dalam kelompok semakin tinggi. Hal ini dipertegas oleh pendapat Aflatin et al. (2000) bahwa pelatihan memberikan manfaaat positif bagi pesertanya dan dapat meningkatkan keterampilan dalam menjalankan aktivitasnya. Motivasi kerja anggota kelompok berhubungan sangat nyata dan positif dengan dinamika kelompok (Tabel 9), hal ini menandakan bahwa motivasi kerja anggota yang tinggi dapat menciptakan dinamika kelompok yang tinggi. Sejalan dengan penelitian Muniroh (2008) yang menyebutkan bahwa motivasi kerja juga berpengaruh positif dan nyata dengan pergerakan aktivitas di dalam kelompok. Semakin kohesif suatu kelompok, maka semakin tinggi motivasi kerja yang diciptakan oleh anggota, sehingga pergerakan yang tercipta di dalam kelompok kerja juga semakin baik atau dinamis.
59 Anggota memiliki motivasi yang tinggi dalam menerima informasi, saran, dorongan, dan menerima alat-alat penunjang kegiatan kelompok. Rendahnya dinamika kelompok disebabkan motivasi kerja yang tinggi terkadang terhalang dengan faktor lain seperti anggota harus bekerja, sehingga mereka akan mengikuti kegiatan di dalam kelompok apabila memiliki waktu kosong. Pekerjaan anggota kelompok yang sebagian besar buruh dan wiraswasta mempengaruhi intensitas mereka untuk melaksanakan kegiatan di dalam kelompok. Pada kenyataannya, mereka lebih memilih untuk bekerja dibandingkan melakukan aktivitas di dalam kelompok dikarenakan mereka memiliki tanggung jawab keluarga yang harus dipenuhi. Intensitas penyuluhan berhubungan sangat nyata dan positif dengan dinamika kelompok, semakin sering dilakukannya penyuluhan dalam kelompok, maka dinamika kelompok yang dihasilkan akan semakin tinggi. Anggota kelompok masih jarang mengikuti kegiatan penyuluhan, bahkan terdapat beberapa responden yang belum pernah mengikuti kegiatan penyuluhan. Pada kegiatan penyuluhan, anggota merasa materi penyuluhan yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan mereka, namun mereka menyarankan masih diperlukan materi terkait dengan upaya mengelola kelompok, sehingga kelompok tetap berjalan sesuai fungsinya dan tujuan yang telah dibuat dapat tercapai. Sejalan dengan pendapat Asngari (2008) bahwa kegiatan penyuluhan adalah kegiatan pendidikan dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan dan merupakan satu usaha memberdayakan potensi klien berdaya secara mandiri. Pendampingan berhubungan nyata dan positif dengan dinamika kelompok, semakin sering proses pendampingan terjadi di dalam kelompok, maka dinamika di dalam kelompok semakin tinggi. Sejalan dengan penelitian Nuryanti dan Swastika (2011) yang menyebutkan bahwa pendampingan berpengaruh positif dan sangat nyata terhadap dinamika kelompok, semakin sering dilakukannya proses pendampingan (belajar sambil praktek) di dalam kelompok, maka semakin tinggi pengetahuan dan keterampilan anggota, sehingga mereka dapat menjalankan tugas di dalam kelompok dan mampu mempertahankan kedudukan kelompok. Rendahnya dinamika kelompok disebabkan salah satunya yaitu berhentinya proses pendampingan yang diberikan kepada kelompok. Pendampingan yang dilakukan tersebut berhenti pelaksanaannya sebelum anggota merasa mampu mengelola kelompok secara mandiri sehingga kegiatan di dalam kelompok semakin berkurang. Hal ini disebabkan pengurus dan anggota belum memiliki pengalaman dan bekal yang cukup untuk mengelola kelompok, sehingga mereka masih memerlukan bimbingan untuk dapat mengelola kelompok. Sesuai dengan pendapat Hatu (2010) bahwa pendampingan sosial merupakan suatu strategi karena menjadi salah satu penentu keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Uji korelasi juga menunjukkan bahwa interaksi sosial kelompok berhubungan nyata dan positif dengan dinamika kelompok. Sejalan dengan hasil penelitian Nuryanti dan Swastika (2011) yang menyebutkan bahwa interaksi sosial kelompok berpengaruh terhadap aktivitas dan kelangsungan Komunitas Samin, bentuk interaksi yang dibangun di Komunitas Samin adalah kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa interaksi sosial anggota kelompok termasuk ke dalam kategori sedang. Hidayat (2013) mengungkapkan bahwa rutinnya interaksi sosial yang dibangun oleh kelompok
60 dapat membangun komunikasi dan interaksi yang baik. Belum maksimalnya interaksi yang dibangun oleh kelompok dengan elemen di dalam masyarakat menyebabkan komunikasi di dalam maupun luar kelompok belum berlangsung baik sehingga proses mendapatkan informasi yang dibutuhkan kelompok menjadi lambat. Sejauh ini kelompok mendapatkan informasi apabila ada kegiatan dari penyuluh dan pendamping. Hasil analisis korelasi diperoleh bahwa ketersediaan sarana dan prasarana tidak berhubungan dengan dinamika kelompok. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Apriani (2009) yang menyebutkan bahwa ketersediaan fasilitas belajar mempengaruhi kompetensi dan efektivitas kerja. Penyediaan peralatan kelompok dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perubahan perilaku disamping pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan. Penyebab rendahnya dinamika kelompok pada penelitian ini salah satunya adalah kemudahan memperoleh sarana yang tidak diimbangi dengan semangat kerja yang positif dan pemahaman dalam mengelola kelompok yang mengakibatkan sarana tidak dimanfaatkan secara optimal, contohnya alat-alat yang menunjang kegiatan kelompok seperti mesin jahit tidak dimanfaatkan lagi oleh anggota kelompok. Anggota dan pengurus menggunakan mesin jahit tersebut hanya pada waktu-waktu tertentu. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah untuk menciptakan dinamika kelompok yang tinggi dalam upaya mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati bersama perlu memperhatikan motivasi kerja anggota, intensitas penyuluhan, pendampingan, dan interaksi sosial kelompok. Selain itu perlu menumbuhkan rasa kepercayaan (trust) pada pengurus dan anggota mengenai pentingnya membangun kelompok di lingkungan mereka. Hal ini mendorong untuk meningkatkan produktivitas kerja anggota di dalam kelompok, sehingga kelompok yang dibentuk sebagai wadah kegiatan pendidikan, sosial, kesehatan, dan ekonomi masyarakat dapat berfungsi dengan baik, sehingga terjadi perubahan perilaku dan meningkatnya kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitar.
Hubungan Dinamika Kelompok dengan Efektivitas Kelompok Kelompok yang dinamis selalu ditandai dengan adanya interaksi baik di dalam maupun luar kelompok agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Unsur-unsur dinamika kelompok secara keseluruhan berhubungan sangat nyata dan positif dengan unsur-unsur efektivitas kelompok (Tabel 10). Semakin tinggi dinamika kelompok maka kelompok tersebut semakin efektif dalam mencapai tujuannya, begitu juga sebaliknya. Semakin efektif suatu kelompok dalam melakukan kegiatan di dalam kelompok, maka kelompok tersebut semakin dinamis. Dinamika kelompok penerima TSP tergolong kategori rendah, sehingga kelompok belum efektif dalam proses kegiatan. Selain itu juga masih terdapat proses-proses di dalam kelompok yang masih belum efektif menyebabkan dinamika kelompok yang dihasilkan tergolong dalam kategori rendah. Rendahnya dinamika dan efektivitas kelompok yang dihasilkan karena unsur-unsur atau peubah-peubah penentu dinamika dan efektivitas kelompok tersebut rendah. Unsur-unsur dinamika kelompok yang memiliki hubungan sangat nyata dan positif dengan efektivitas kelompok yaitu tujuan, struktur, fungsi
61 tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, kekompakan, suasana, dan tekanan kelompok. Semakin spesifiknya dan jelasnya tujuan, struktur, fungsi tugas, terciptanya kondisi yang kondusif, tingginya kekompakan, dan adanya tekanan yang positif ada di dalam kelompok dapat menyebabkan kelompok kegiatan di dalam kelompok semakin efektif. Tabel 10 Koefisien korelasi antara dinamika kelompok dengan efektivitas kelompok penerima TSP PLN Tarahan 2015 Efektivitas kelompok (rs) Dinamika Kelompok Partisipasi
Tujuan kelompok Struktur Fungsi tugas Pembinaan dan pengembangan kelompok Kekompakan Suasana Tekanan
Adaptasi kerja
**
0,418 0,401** 0,524** 0,331*
0,195 0,018 0,166 -0,024
0,445** 0,004 0,131
-0,046 0,176 0,063
Keterangan :*nyata pada ρ <0,05
Total (rs)
Perencanaan
Pelaksanaan
Kepuasan
0,222 0,356* 0,119 0,142*
0,232 0,348* 0,371** 0,159*
0,325* 0,284* 0,331* 0,188
0,473** 0,484** 0,550** 0,246*
0,323* 0,186 0,277
0,338* 0,526** 0,714**
0,514** 0,321* 0,463**
0,255 -0,144 0,048
**sangat nyata pada ρ <0,01
rs: koefisien rank Spearman
Tujuan yang terdapat di dalam kelompok ini belum spesifik dan resmi, struktur yang dibuat belum jelas dan belum tertulis, fungsi tugas di dalam kelompok belum berjalan secara maksimal, kekompakan di dalam kelompok yang masih perlu ditingkatkan, suasana kelompok yang belum dapat menghasilkan semangat kerja anggota, dan tekanan kelompok yang bersifat positif masih rendah menyebabkan proses pelaksanaan kegiatan di dalam kelompok belum efektif (efektivitas masih rendah). Dinamika kelompok yang masih rendah ini disebabkan rendahnya partisipasi anggota dalam setiap kegiatan kelompok, masih terdapat anggota yang belum merasakan manfaat dari keberadaan kelompok, dan pelaksanaan kelompok yang belum berjalan maksimal. Hal ini memberi implikasi bahwa untuk memperoleh dinamika yang tinggi dalam kelompok harus diperhatikan partisipasi anggota kelompok dalam kegiatan kelompok, kepuasan yang dirasakan oleh anggota, dan pelaksanaan kegiatan di dalam kelompok. Selain itu juga untuk menghasilkan kelompok yang efektif dalam proses kegiatannya, unsur-unsur dalam dinamika kelompok harus dibuat secara spesifik dan jelas. Dengan demikian kelompok terus aktif dalam setiap kegiatan dan tujuan yang dibuat bersama-sama dapat terwujud.
62
5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan : 1. Dinamika kelompok penerima TSP PLN Tarahan tergolong dalam kategori rendah, hal ini disebabkan belum spesifiknya tujuan kelompok, tidak jelasnya struktur kelompok, belum berjalannya fungsi dan tugas kelompok, rendahnya pembinaan dan pengembangan kelompok, dan kurang adanya tekanan yang positif di dalam kelompok. Tingkat efektivitas kelompok penerima TSP PLN tergolong kategori rendah karena rendahnya partisipasi anggota, kelompok belum melakukan pergantian pengurus, tidak adanya perencanaan kegiatan kelompok, dan belum maksimalnya kegiatan kelompok. 2. Rendahnya dinamika kelompok berhubungan dengan rendahnya motivasi kerja, intensitas penyuluhan, pendampingan, dan interaksi sosial kelompok. 3. Dinamika kelompok berhubungan nyata dan sangat signifikan dengan efektivitas kelompok, dengan demikian kelompok harus memperhatikan partisipasi anggota, adaptasi kerja kelompok, perencanaan kelompok, pelaksanaan kegiatan dan kepuasan yang dirasakan oleh anggota agar kelompok memiliki dinamika yang tinggi. Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan maka saran yang diajukan sebagai berikut: 1. Pengurus dan anggota perlu (a) mengikuti penyuluhan terkait dengan usaha pengembangan kelompok, (b) memperoleh pelatihan sesuai dengan kebutuhan kelompok, (c) memperoleh pendampingan, dan (d) melakukan interaksi dan kunjungan ke kelompok sejenis yang berhasil. 2. Pihak perusahaan, penyuluh, dan pemerintah setempat perlu meningkatkan pendampingan dan interkasi sosial kepada kelompok, dengan demikian kelompok yang dibentuk tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota, akan tetapi bertujuan sebagai wadah berwirausaha masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani. 2012. Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Aflatin T, Subandi, Haryanto. 2000. Efektivitas pelatihan program kelompok “AJI” pada guru bimbingan konseling. Jurnal Psikologi. 1 (1): 23-36. Akhdiyat M, Riyani S. 2009. Tingkat kinerja dan permasalahan kelompok tani hutan rakyat program gerhan di Kecamatan Pangoran Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Jurnal Hutan Tropis Borneo. 27 (10). 211-221. http:// ejournal.unlam.ac.id [diunduh: 12 Mei 2015]. Amir AM. 2009. Penerapan dinamika kelompok. Jurnal Academica Fisip Untad. 10 (1): 120-130. http://portalgaruda.org/article [diunduh 22 Maret 2015]. Alfando J. 2013. Peran kelompok informasi masyarakat dalam mewujudkan desa mandiri di Desa Sidomulyo Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara. Ejournal Ilmu Komunikasi. 1 (2): 109-125. Andrawati S, Guntoro B, Haryadi T, Sulastri E. 2012. Dinamika kelompok peternak sapi potong binaan Universitas Gadjah Mada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sains Peternakan. 10 (1): 39-46. Apriani F. 2009. Pengaruh kompetensi, motivasi, dan kepemimpinan terhadap efektivitas kerja. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. 16 (1): 13-17. Asngari PS. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan IPB. (dibacakan pada Tanggal 15 September 2001). _________. 2008. Pentingnya Memahami Falsafah Penyuluhan Pembangunan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Bogor (ID) Sydex Plus. Babbie E. 1992. Practicing Social Research. 6th Ed. California (US): Wadsworth Publishing Company. Bowo C, Supriono A, Haryono K, Kosasih S. 2011. Dinamika kelembagaan kelompok tani hutan rakyat lahan kering di Desa Tambak Ukir Kendit Kabupaten Situbondo. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 5(3): 31-38. Cathwright D, Zander A. 1968. Group Dynamics: Research and Theory. 3rd Ed. New York, Evanston and London (US): Harper dan Row. Chu GD. 1976. Groups and Development: Communication for Group Transformation in Developmen. Hawaii (US): East West Center East West Communication Institut. Cragan JF, Wright DW. 1980. Teori-teori Komunikasi Kelompok (terjemahan). Jakarta (ID) : Nusa Husada. Dian A, Safitri RM. 2011. Hubungan antara kohesivitas kelompok dengan motivasi kerja pegawai kelurahan di Kabupaten Bantul. Jurnal Insight. 9 (1): 12-20. Duncan T. 2005. Principle of Advertising and IMC: International Edition (Edisi ke-2). New York (US): McGraw Hill. Dwiyanto A. 1995. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
68 Gibson JL, Ivancevich JM, Donnely JH. 2003. Struktur Organisasi dan Manajemen. Jakarta (ID): Erlangga. Gillin JL, Gillin JP. 1954. Cultural Sociology. New York (US): The McMillan Co. Gomez FC. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): CV Andi. Hamalik O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Handjaja G. 2013. Analisis penerapan CSR di perusahaan multilevel marketing PT Harmoni Dinamik Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2 (2): 1-17. Hasan Z, Pauline M, Nareeman A. 2013. Impact of CSR practices on customer satisfaction and retention: an empirical study on foreign mncs in Malaysia. International Journal of Acounting Business and Management (IJBM). 1 (1): 63-81. Hatu RA. 2010. Pemberdayaan dan pendampingan sosial dalam masyarakat. Jurnal Inovasi. 7(4). 240-254. Hidayat. 2003. Teori Kinerja dalam Efektivitas Karyawan. Yogyakarta (ID): UGM. Hidayat Y. 2013. hubungan sosial antara etnis banjar dan etnis madura di Kota Banjarmasin. Jurnal Psikologi. 5 (1): 87-92. Jewell LN. 1998. Psikologi Industri / Organisasi. Jakarta (ID): Arcan. Jhonson DW, Jhonson FP. 2012. Dinamika Kelompok: Teori dan Keterampilan. Jakarta (ID):Indeks. Julius A. 2013. Impact of gender and farmer: level of education on access to agricultural extension service in Abuja. Journal of Agricultural Economics and Extension. 1 (7): 55-60. http://www.sciencedirect.com. [diunduh15 Januari 2015]. Khairullah. 2003. Dinamika kelompok dan kemandirian anggota kelompok swadaya masyarakat di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor. [tesis]. Bogor (ID): IPB. Kinasih KD. 2012. Peran pendampigan dalam peningkatan motivasi kesembuhan pada pasien. Jurnal STIKES. 5 (1). 1-10. http:// www.portalgaruda.org. [diunduh 12 Mei 2015]. Komarudin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Leliani, Hasan S. 2006. Analisis dinamika kelompok pada kelompok tani mekar sari purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Jurnal Penyuluhan Pertanian. 1 (1): 18-27. Lestari IP. 2013. Interaksi sosial komunitas samin dengan masyarakat sekitar. Jurnal Komunitas. 5 (1): 74-86. Levis L. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Bandung (ID): Citra Adya Bakti. Manalu EA, Lumbanraja P, Agoes SR . 2014. Pengaruh motivasi, kepemimpinan dan kedisiplinan terhadap produktivitas kerja karyawan dinas kehutanan dan perkebunan Tapanuli Tengah. Jurnal Bisnis dan Manajemen Eksekutif. 1 (1): 25-33. Mangkuprawira S. 2004. Manajemen SDM-Strategik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Mardikanto T. 1993. Komunikasi Pembangunan. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
69 ___________.2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta (ID): Uiversitas Sebelas Maret. Martoyo KS. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): BPFE-Yogyakarta. Mosher AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. S.K. Krisnadhi dan Bahri Samad, Penerjemah. Jakarta (ID): CV. Yasaguna. Muljono P. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bogor (ID): IPB. Mulyandari RSH. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kemandirian Petani melalui Penyuluhan (Studi Kasus: Desa Ciherang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. [tesis]. Bogor (ID): IPB. Muniroh S. 2008. Hubungan antara kohesivitas kelmpok dengan motivasi kerja karyawan bank “XXX” cabang Malang. Jurnal Pendidikam Psikologi: 2 (1): 1-12. Muslim A. 2013. Interaksi sosial dalam masyarakat multietnis. Jurnal Psikologi. 1 (3): 484-494. Nasir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Nurnaningsih. 2011. Bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia. 1 (1): 268-278. Nursahid F. 2006. Tanggung Jawab Sosial BUMN. Depok (ID): Piramedia. Nuryanti S, Swastika DK. 2011. Peran kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian. Forum Penelitian Agroekonomi. 29 (2): 115-128. http:// http://pse.litbang.pertanian.go.id. [diunduh 12 Mei 2015]. Padmowihardjo S. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Rakhmat J. 2001a. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. ________ . 2001b. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Ramayah T, Jantan F, Nasrudin, Ling K H. 2003. Internal dynamic group, characteristic team, and effectiveness group. The International Journal of Knowledge, Culture and Change Management.3 (33): 415-435. Raningsih D. 2010. Pendampingan Masyarakat. Yogyakarta (ID): Pelangi Aksara. Restuti M, Nathaniel C. 2012. Pengaruh pengungkapan CSR terhadap earning response coefficient. Jurnal Dinamika Manajemen. 3 (1): 40-48. Santosa S. 2009. Dinamika Kelompok. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Setiaji K. 2009. Pengaruh partisipasi anggota dan lingkungan usaha terhadap keberhasilan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Kapas Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Jejak Universitas Negeri Semarang. 2 (1): 22-28. Siagian SP. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta (ID): Asdi Mahasatya _________. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Siegel S. 1994. Statistik Non Parametrik. Jakarta (ID): Pustaka Utama. Simamora H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): STIE. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. Siregar CN. 2007. Analisis sosiologis terhadap implementasi CSR pada masyarakat Indonesia. Jurnal Sosioteknologi. 12 (6): 285-288.
70 Slamet M. 1978. Kumpulan Bacaan Penyuluhan Pertanian Edisi ke-3. Bogor (ID): IPB. _________ 2001. Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah. [makalah pelatihan penyuluhan pertanian]. Padang (ID): Universitas Andalas. Soedarsono T. 2005. Dinamika Kelompok. Jakarta (ID) : Univeristas Terbuka. Sudjati SK. 1981. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung (ID): Amrico. Suharto E. 2006. Membangun Masyarakat Membangun Rakyat-Kajian Strategis Pembangunan Sosial dan Pekerja Sosial. Bandung (ID): Rafika Aditama. Sukadi. 2007. Kajian peran kelompok tani dalam mendapatkan modal usaha agribinis bawang merah di Desa Tritohargo, Kecamatan Kretetk, Kabupaten Bentuk, Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 3(2): 156-164. http:// http://stppyogyakarta.ac.id/ [diunduh 12 Mei 2015]. Suriany L. 2008. Penerapan CSR dengan konsep community based tourism. Jurnal Ilmu Komunikasi. 5 (1): 25-40. Tim Penyusun Laporan TSP. Pekerjaan Jasa Pendampingan Program TSP PT PLN (Persero) Sektor Tarahan. [dokumen]. Lampung (ID): Karsa Wahana Lestari. Trihapsari V, Nashori F. 2011. Kohesivitas kelompok dan komitmen organisasi pada financial advisor asuransi „X‟ Yogyakarta. Jurnal Psikologi dan Ilmu Sosial (Proyeksi). 6 (2): 12-20. Usman R. 2013. Efektivitas kemitraan antara koperasi dengan kelompok tani penyuling minyak kayu putih (studi kasus koperasi citra mandiri di Namlea Kabupaten Buru). Jurnal Agrilan (Agribisnis Kepulauan). 2 (2): 73-108. van den Ban AW, Hawkins HS. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius. Wahid Abd. 2008. Dinamika kelompok tani kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Bila Walanae Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 3 (2): 149-157. http://www.journal.unhas.ac.id. [diunduh 22 Maret 2015]. White RK, Lippit R. 1960. Autocracy and Democracy. New York (US): Harper and Bros. Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik (ID): Fascho Publising. Wursanoto IG. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Jakarta (ID): Andi. Yamane T. 1967. Elemtary Sampling Theory. United States (US): Prentice Hall. Yunasaf U, Ginting B, Slamet M dan Tjiptopranoto P. 2008. Peran kelompok peternak dalam mengembangkan keberdayaan peternak sapi perah di Kabupaten Bandung. Jurnal Penyuluhan. 4(2): 109-115.
71
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN Pengantar Perkenalkan, saya adalah mahasiswa pascasarjana Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembanguan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Saya sedang melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis dinamika kelompok dan efektivitas kelompok masyarakat di wilayah ini. Saya akan bertanya kepada Bapak/Ibu seputar kegiatan kelompok yang telah dilakukan selama ini dan hal-hal terkait lainnya. Data ini akan dipergunakan untuk kepentingan akademik dan memberikan rekomendasi kepada pihak/stakeholder untuk pengembangan kelompok di wilyah ini.
IDENTITAS RESPONDEN Nomor responden
:.......................................................................................
Nama responden
:.......................................................................................
Alamat
:.......................................................................................
No Hp/Telp
: ......................................................................................
Desa/kelurahan
:.......................................................................................
Tanggal wawancara :.......................................................................................
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
72
BAGIAN I KARAKTERISTIK RESPONDEN A. Karakteristik Internal AnggotaKelompok 1. Umur responden :
....................... Tahun
2. Pendidikan formal
TS / SD / SMP/ SMA/ PT (.......................Tahun)
3. Jumlah pelatihan yang pernah diikuti pada dua tahun terakhir
...........................kali
4. Tema pelatihan
...........................
5. Lokasi pelatihan
...........................
6. Penyelenggara pelatihan
...........................
7. Manfaat pelatihan
dalam
1. Sangat tidak bermanfaat 2. Tidak bermanfaat 3. Bermanfaat 4. Sangat bermanfaat STS TS S SS
8. Bekerja di dalam kelompok karena kemauan sendiri 9. Bekerja di dalam kelompok karena ingin membangun kerja sama 10. Bekerja di dalam kelompok karena kepentingan pribadi 11. Bekerja di dalam kelompok karena mematuhi peraturan kelompok 12. Bekerja di dalam kelompok karena takut dengan ketua 13. Bekerja di dalam kelompok agar kelompok tetap maju 14. Bekerja di dalam kelompok karena ingin menambah pengetahuan
Keterangan : STS : Sangat tidak setuju; TS :Tidak setuju; S: Setuju; SS:Sangat Setuju
Alasan bekerja kelompok:
di
73
B. Karakteristik EksternalAnggotaKelompok Intensitas penyuluhan 15. Jumlah kegiatan penyuluhan yang pernah
........................kali
diikuti pada dua tahun terakhir: 16. Materi penyuluhan
.........................
17. Lokasi Penyuluhan
.........................
18. Manfaat penyuluhan
1. Sangat tidak bermanfaat 2. Tidak bermanfaat 3. Bermanfaat 4. Sangat bermanfaat
19. Kesesuaian materi penyuluhan dengan kebutuhan anggota Pendampingan:
1. Sangat tidak sesuai 2. Tidak sesuai 3. Sesuai 4. Sangat sesuai 1
2
3
4
20. Tugas pendamping untuk memberikan semangat kepada anggota 21. Tugas pendamping untuk memberikan bimbingan kepada anggota 22. Tugas pendamping untuk membantu anggota saat berkomunikasi dengan pihak luar 23. Tugas pendamping untuk membantu menyelesaikan tugas anggota 24. Keaktifan pendamping saat bertugas 25. Rasa tanggung jawab pendamping saat bertugas Keterangan : 1=Sangat tidak baik; 2=Tidak baik; 3=Baik; 4=Sangat Baik
Seberapa sering kelompok berinteraksi dengan: 26. Kelompok satu desa 27. Kelompok satu kecamatan 28. Tokoh masyarakat, adat, dan agama 29. Penyuluh 30. Aparat pemerintah (Dinas) 31. Perusahaan: swasta/pemerintah
1
2
3
4
74 32. ...................................
Ketersediaan sarana dan prasarana 33. Kecukupan tempat dan alat-alat yang tersedia untuk melaksanakan kegiatan kelompok
34. Kemudahan untuk mendapatkan alat dan tempat tersebut
35. Manfaat tempat dan alat-alat yang tersedia
36. Kualitas tempat dan alat yang tersedia
Keterangan : 1=Tidak pernah; 2= beberapa bulan sekali; 3=beberapa kali dalam sebulan; 4=setiap hari-setiap minggu
1. Sangat tidak cukup 2. Tidak cukup 3. Cukup 4. Sangat cukup 1. Sangat sulit 2. Sulit 3. Mudah 4. Sangat mudah 1. Sangat tidak bermanfaat 2. Tidak bermanfaat 3. Bermanfaat 4. Sangat bermanfaat 1. Sangat tidak baik 2. Tidak baik 3. Baik 4. Sangat baik
75
BAGIAN II DINAMIKA KELOMPOK Petunjuk: berikan penilaian Bapak/Ibu terhadap pernyataan dibawah ini sesuai dengan kondisi dan pendapat Anda Keterangan : 1 (Sangat Rendah); 2 (Rendah); 3(Tinggi); 4 (Sangat tinggi)
Pernyataan 37. Kejelasan tujuan kelompok yang dibuat 38. Kemudahan tujuan kelompok untuk dipahami 39. Perbedaan tujuan kelompok dengan tujuan anggota 40. Keresemian tujuan kelompok 41. Keberhasilan kelompok mencapai tujuan 42. Kegiatan musyawarah yang dilakukan untuk mencapai tujuan kelompok 43. Tidak meratanya pembagian kerja dalam kelompok 44. Komunikasi yang terjalin antara anggota dengan pengurus 45. Ketidakjelasan anggota terhadap struktur kelompok 46. Peran kelompok dalam memberikan pengetahuan kepada anggota 47. Kerjasama dalam setiap kegiatan kelompok 48. Kesempatan anggota dalam menyampaikan pendapat 49. Peran kelompok untuk mengajak anggota untuk berpartisipasi 50. Peran kelompok untuk menjelaskan kegiatan di dalam kelompok 51. Keikutsertaan anggota disetiap kegiatan kelompok 52. Kesulitan anggota menggunakan peralatan kerja di dalam kelompok 53. Pelaksanaan peraturan di dalam kelompok 54. Penambahan anggota kelompok baru 55. Mendahuluan kepentingan pribadi di setiap kegiatan 56. Perbedaan pekerjaananggota Perbedaan umur anggota Perbedaan pendidikan anggota
1
Skor jawaban 2 3 4
76 57. Hubungan harmonis antar anggota Hubungan baik antar anggota dengan pengurus 58. Kedekatan anggota di setiap kegiatan 59. Rasa bebas mengemukakan pendapat dalam menyampaikan pendapat 60. Gangguan yang masuk ke dalam kelompok saat memutuskan hasil rapat 61. Perbedaan pendapat atau konflik di dalam kelompok 62. Pemberian hukuman kepada anggota yang bermasalah BAGIAN III EFEKTIVITAS KELOMPOK Petunjuk: berikan penilaian Bapak/Ibu terhadap pernyataan dibawah ini sesuai dengan kondisi dan pendapat Anda Keterangan : 1 (Sangat Rendah); 2 (Rendah); 3(Tinggi); 4 (Sangat tinggi)
Pernyataan 63. Komunikasi sesama anggota pada saat rapat kelompok 64. Kehadiran anggota di setiap kegiatan kelompok 65. Kesempatan menyampaikan masukan atau nasihat di setiap acara kelompok 66. Perubahankepengurusan di dalam kelompok 67. Kesempatan masyarakat untuk bergabung dengan kelompok 68. Kemampuan kelompok mengetahui kebutuhan anggota 69. Kemampuan kelompok mengetahui masalah anggota 70. Kemampuan kelompok merencanakan pemenuhan kebutuhan anggota 71. Pelayanan kelompok kepada anggota 72. Perbedaan antara kegiatan dengan kebutuhan anggota 73. Pelaksanaan kegiatan yang sesuai peraturan 74. Hubungan antara anggota dengan pengurus saat pelaksanaan kegiatan kelompok 75. Permusuhan antar anggota pada saat pelaksanaan kegiatan kelompok 76. Perhatian ketua kelompok kepada anggota 77. Penyampaian informasi kepada anggota baru 78. Pengawasan yang dilakukan kelompok kepada anggota
1
Skor jawaban 2 3 4
77 Lampiran 2 Jadwal penelitian
No I
Jenis Kegiatan atau Aktivitas
Juli 1 2
Waktu Pelaksanaan Agustus September 3 4 1 2 3 4 1 2 3
4
Oktober 1 2
Waktu Pelaksanaan November Desember 3 4 1 2 3 4 1 2 3
4
Persiapan 1. Studi pendahuluan 2. Penyusunan proposal tesis 3. Konsultasi ke pembimbing 4. Pembuatan instrumentasi penelitian
5. Studi pendahuluan 6. Penyusunan proposal tesis 7. Konsultasi ke pembimbing 8. Pembuatan instrumentasi penelitian 9. Sidang komisi proposal tesis 10. Perbaikan proposal dan konsultasi ke pembimbing 11. Uji validitas dan reliabilitas instrumentasi penelitian Januari 1 2
II
12. Kolokium 13. Perbaikan finalisasi proposal Pelaksanaan 1. Pengambilan dan pengumpulan data 2. Pengolahan data 3. Penyusunan hasil dan pembahasan tesis
Waktu Pelaksanaan Februari 3 4 1 2 3 4
Maret 1 2
3
4
78 4. Konsultasi ke pembimbing dan penulisan jurnal ilmiah 5. Sidang komisi persiapan seminar tesis April 1 2
Waktu Pelaksanaan Mei 3 4 1 2 3 4
April 1 2
Waktu Pelaksanaan Mei 3 4 1 2 3 4
Juni 1 2
3
4
6. Perbaikan proposal dan konsultasi ke pembimbing 7. Seminar hasil penelitian 8. Perbaikan tesis
III
Tahap Akhir 1. Sidang komisi persiapan ujian tesis 2. Ujian Tesis 3. Perbaikan finalisasi tesis
Juni 1 2
3
4
79 Lampiran 3 Hasil uji validitas dan reliabilitas No
Variabel
Sub Variabel
1
Faktor internal anggota kelompok (X1)
Motivasi kerja anggota (X1.3)
2
Faktor eksternal anggota kelompok (X2)
Intensitas penyuluhan (X2.1) Pendampingan (X2.2)
Interaksi kelompok (X2.3)
3
Dinamika Kelompok (Y1)
Ketersediaan sarana dan prasarana (X2.4) Tujuan kelompok (Y1.1)
Struktur kelompok (Y1.2) Fungsi tugas (Y1.3)
Pembinaan dan pengembangan kelompok (Y1.4) Kekompakan (Y1.5)
Item Pernyataan
Koefisien Korelasi
Keterangan
Item ke 8 Item ke 9 Item ke 10 Item ke 11 Item ke 12 Item ke 13 Item ke 14 Item ke 18 Item ke 19
0,691 0,691 0,333 0,742 0,661 0,562 0,562 0,938 0,896
Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Item ke 20 Item ke 21 Item ke 22 Item ke 23 Item ke 24 Item ke 25 Item ke 26 Item ke 27 Item ke 28 Item ke 29 Item ke 30 Item ke 31 Item ke 32 Item ke 33 Item ke 34 Item ke 35 Item ke 36 Item ke 37 Item ke 38 Item ke 39 Item ke 40 Item ke 41 Item ke 42 Item ke 43 Item ke 44 Item ke 45 Item ke 46 Item ke 47 Item ke 48 Item ke 49 Item ke 50
0,591 0,591 0,680 0,728 0,601 0,835 0,440 0,440 0,123 0,710 0,600 0,080 0,482 0,762 0,885 0,673 0,638 0,620 0,630 0,610 0,489 0,656 0,785 0,566 0,492 0,264 0,492 0,689 0,859 0,455 0,380
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Item ke 51 Item ke 52 Item ke 53 Item ke 54
0,558 -0,262 0,654 0,845
Valid Tidak Valid Valid Valid
Item ke 55 Item ke 56 Item ke 57
-0,024 0,113 0,335
Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid
Koefisen Alfa Cronbach 0,604 (Reliabel)
0,799 (Reliabel) 0,774 (Reliabel)
0,613 (Reliabel)
0,721 (Reliabel)
0,801 (Sagat Reliabel)
80
4 Efektivitas Kelompok (Y2)
Suasana Kelompok (Y1.6) Tekanan Kelompok (Y1.2) Tingkat partisipasi anggota (Y2.1) Kemampuan adaptasi kerja (Y2.2) Perencanaan kegiatan kelompok (Y2.3) Tingkat kepuasan anggota (Y2.4) Pelaksanaan kegiatan kelompok (Y2.5)
Item ke 58 Item ke 59 Item ke 60 Item ke 61 Item ke 62 Item ke 63 Item ke 64
0.492 0,563 0,624 0,534 0,364 0,429 0,788
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Item ke 65 Item ke 66 Item ke 67 Item ke 68
0,571 0,801 0,282 0,712
Valid Valid Tidak Valid Valid
Item ke 69 Item ke 70 Item ke 71
0,683 0,387 0,370
Valid Valid Valid
Item ke 72 Item ke 73 Item ke 74
0,632 0,062 0,046
Valid Valid Valid
Item ke 75 Item ke 76 Item ke 77
0,530 0,160 0,339
Valid Tidak Valid Tidak Valid
Item ke 78 Item ke 79
0,560 0,763
Valid Valid
0,721 (Reliabel)
81 Lampiran 4 Foto kegiatan
Gambar 3 Diskusi mingguan kelompok penerima program CSR PT Azko Nobel
Gambar 4 Anggota kelompok penjahit
Gambar 5 Pemanfaatan air oleh anggota kelompok pengolah sumur bersih
82
Gambar 6 Wawancara bersama anggota kelompok pembibitan
Gambar 7 Wawancara bersama pendamping dan penyuluh
Gambar 8 Wawancara bersama Kepala Desa
83
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 03 November 1990. Penulis merupakan anak keempat dari 4 bersaudara yang dilahirkan dari orang tua yang bernama Nani Kusnani dan Husnahwati. Penulis menyelesaikan studi menengah atas di SMA N 5 Bandar Lampung. Pada tahun 2009 penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama kuliah di Univeristas Lampung penulisp ernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Ekonomi Mikro dan Makro, Dasar-Dasar Penyuluhan dan Komunikasi, mengikuti kegiatan di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEPERTA) Fakultas Pertanian Unila dan menjabat sebagai ketua bidang pengembangan akademik dan profesi pada tahun 2011, pernah menjadi enumerator dalam penyusunan analisis kebutuhan masyarakat sekitar perusahaan, dan pernah menjadi surveyoranalisis inflasi pada Bank Indonesia Pada Tahun 2013 penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascarajana Dalam Negeri (BPPDN) dari Dirjen Kemenristek-Dikti RI untuk melanjutkan studi di Pascasarjana IPB. Selama kuliah di pascasarjana IPB penulis pernah mengikuti kegiatan organisasi Forum Mahasiswa Pascasarjana Lampung dan mengikuti kepanitiaan dalam Simposium dan Konvensi Nasioanal Penyuluhan Pembangunan Era Konektivitas Asia di IPB.