DIAFRAGMA SENSOR AKUSTIK SERAT OPTIK BERBASIS KOMPOSIT CHITOSAN-POLIVINIL ALKOHOL
MAYDARIANA AYUNINGTYAS
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Diafragma Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-Polivinil Alkohol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015
Maydariana Ayuningtyas NIM C34100027
ABSTRAK MAYDARIANA AYUNINGTYAS. Diafragma Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-Polivinil Alkohol. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan AKHIRUDDIN MADDU. Diafragma dengan material komposit chitosan merupakan inspirasi baru dalam pengembangan sensor akustik serat optik. Karakteristik unik yang dimiliki film berbasis komposit chitosan, seperti modulus elastisitas, respon dinamik dan sensitivitas terhadap gelombang akustik merupakan potensi besar material sensor akustik serat optik berbasis bahan organik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan diafragma dengan material komposit chitosan dan polivinil alkohol untuk aplikasi pada sensor akustik serat optik. Formulasi komposisi larutan material dasar meliputi masing-masing larutan PVA 5% dengan chitosan konsentrasi 0%, 1%, dan 2% proporsi 1:1. Pengujian yang dilakukan untuk memprediksi sensitivitas sensor akustik serat optik, meliputi karakterisasi morfologi dan mekanik diafragma. Performa optimum diperoleh pada komposit dengan chitosan 2%, dengan ketebalan 242,55 μm, kelembapan relatif 67,9%, serta dapat mentransmisikan cahaya sebanyak 29-76%. Diafragma komposit dengan konsentrasi chitosan 2% memiliki modulus Young 4,89×104 N/m2, respon dinamik terhadap gelombang akustik dengan amplitudo 0,013 V, serta sensitivitas sebesar 3,28 mV/Pa pada frekuensi 1 kHz. Kata kunci: chitosan, diafragma, komposit, sensor akustik, serat optik
ABSTRACT MAYDARIANA AYUNINGTYAS. Chitosan-Polyvinyl Alcohol Compositebased Fiber Optic Acoustic Sensor Diaphragm. Supervised by BAMBANG RIYANTO and AKHIRUDDIN MADDU. A chitosan composite-based diaphragm is a new inspiration in fiber optic acoustic sensor development. Elastic modulus, dynamic response, and sensitivity to acoustic wave of chitosan-based composite film contribute great potential of organic-based fiber optic acoustic sensor material. The objective of this research was to develop chitosan diaphragm application in fiber optic acoustic sensor system. The formulation was conducted by blending 5% PVA solution with chitosan solutions at 0%, 1%, and 2% in 1:1 ratio, respectively. Composite diaphragms were characterized for their morphological and mechanical properties to predict the desired acoustic sensor sensitivity. Composite diaphragm with 2% chitosan indicated optimum performance with 242,55 μm thickness, 67,9% relative humidity, and 29-76% light transmittance. The Young’s modulus of 2% chitosan diaphragm was 4,89×104 N/m2, which generated voltage amplitude of 0,013 V and 3,28 mV/Pa sensitivity at 1 kHz. Keywords: acoustic sensor, chitosan, composite, diaphragm, fiber optic
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DIAFRAGMA SENSOR AKUSTIK SERAT OPTIK BERBASIS KOMPOSIT CHITOSAN-POLIVINIL ALKOHOL
MAYDARIANA AYUNINGTYAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Nama : NIM : Program Studi :
Diafragma Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-Polivinil Alkohol Maydariana Ayuningtyas C34100027 Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Bambang Riyanto, SPi, MSi Pembimbing I
Dr Akhiruddin Maddu Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Diafragma Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-Polivinil Alkohol. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bambang Riyanto, SPi, MSi dan Dr Akhiruddin Maddu selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu, bimbingan, dan nasihat. 2. Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan ilmu yang bermanfaat. 3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat. 4. Ema Masruroh, SSi, Dini Indriyani, AMd, dan Zacky Arivaie, AMd (Laboratorium THP IPB), serta Setia Utami Dewi, MSi (Fisika IPB) yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium. 5. Dr. Darwin Alijasa Siregar (Laboratorium Pusat Survei Geologi), serta pihak Balai Pengujian Mutu Barang, Ciracas yang telah membantu penulis di laboratorium. 6. Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa membimbing penulis, menuntun dalam doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan. 7. Sheilla Amanda, Bayu Irianto, Santiara Putri Pramestia, dan Feraliana Audia Utami, teman-teman seperjuangan penelitian yang saling mendukung dan menguatkan. 8. Keluarga besar THP 47, THP 48, THP 49, kakak-kakak THP 46 serta Pascasarjana yang telah memberi semangat dan banyak membantu. 9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan karya ini dan karya yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Maydariana Ayuningtyas
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................................... Latar Belakang ................................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................................. METODE PENELITIAN .................................................................................... Waktu dan Tempat ........................................................................................... Bahan Penelitian .............................................................................................. Peralatan Penelitian .......................................................................................... Prosedur Penelitian .......................................................................................... Formulasi komposisi larutan material dasar................................................. Pembuatan dan karakterisasi lembaran film sebagai bentuk struktur diafragma sensor akustik serat optik ............................................................ Perangkaian diafragma dan karakterisasi akustik sensor akustik serat optik.............................................................................................................. Prosedur Analisis ............................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... Kekentalan Larutan Material Dasar Komposit Chitosan-PVA ....................... Spektroskopi Gugus Fungsi Material Komposit Chitosan-PVA ..................... Morfologi Material Komposit Chitosan-PVA ................................................. Karakteristik Mekanik Material Komposit Chitosan-PVA ............................. Ketebalan dan kelembapan relatif material komposit chitosan-PVA .......... Kuat tarik, elongasi, dan modulus Young material komposit chitosanPVA .............................................................................................................. Respon Dinamik Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-PVA .................................................................................................. Sensitivitas Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-PVA .. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... Kesimpulan ...................................................................................................... Saran ................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................................ RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
xi xi xi 1 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 6 8 8 9 10 13 13 15 17 19 20 20 20 20 25 30
DAFTAR TABEL 1 Ketebalan dan kelembapan material komposit chitosan-PVA........................ 14 2 Kekuatan tarik, perpanjangan, dan modulus Young material komposit chitosan-PVA ................................................................................................. 16 3 Sensitivitas sensor akustik serat optik dalam frekuensi 1000 Hz ................... 19
DAFTAR GAMBAR 1 Model sensor akustik serat optik berbasis diafragma chitosan - PVA (modifikasi Bucaro dan Lagakos 2001) ......................................................... 2 Rangkaian diafragma komposit chitosan-PVA pada model sensor akustik serat optik (modifikasi Chen et al. 2010b) ..................................................... 3 Kekentalan larutan material dasar komposit chitosan-PVA .......................... 4 Spektra inframerah chitosan (a), PVA (b), komposit chitosan 1%-PVA 5% (c), komposit chitosan 2%-PVA 5% (d) ........................................................ 5 Kenampakan diafragma PVA 5% (a), komposit chitosan 1%-PVA 5% (b), dan komposit chitosan 2%-PVA 5% (c) ........................................................ 6 Analisis SEM permukaan diafragma PVA 5% (a), komposit chitosan 1%PVA 5% (b), dan komposit chitosan 2%-PVA 5% (c)................................... 7 Analisis SEM penampang melintang diafragma PVA 5% (a), komposit chitosan 1%-PVA 5% (b), dan komposit chitosan 2%-PVA 5% (c).............. 8 Sifat optik transmitansi material komposit chitosan-PVA menggunakan spektrofotometer UV-Vis................................................................................ 9 Kurva tegangan-regangan material komposit chitosan................................... 10 Tegangan keluaran (Voutput) terhadap tekanan akustik pada frekuensi 1000 Hz. .........................................................................................................
5 5 8 9 11 12 13 15 17 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Aransemen dan interpretasi spektra inframerah komposit chitosan-PVA (OChemOnline 2013) ..................................................................................... 27 2 Kurva tegangan-regangan melalui Tensile Strength and Elongation Tester Zwick/Roell Z005........................................................................................... 28 3 Respon dinamik sensor akustik serat optik berdasarkan variasi intensitas (frekuensi 1000 Hz) ........................................................................................ 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan jaringan transportasi global, aktivitas pemanfaatan sumber daya alam, atau perkembangan masyarakat perkotaan, telah menjadi sumber paparan kebisingan utama pada berbagai negara di dunia (Barber et al. 2009). Paparan kebisingan pada manusia dapat mempengaruhi efektivitas berkomunikasi, gangguan tidur, peningkatan hormon penyebab stres, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, bahkan kehilangan pendengaran (noise-induced hearing loss). Baku mutu intensitas kebisingan maksimum yang dapat diterima pendengaran manusia adalah 55-60 dB(A). Lalu lintas pada negara-negara Eropa telah menyebabkan sekitar 40% penduduk terpapar kebisingan hingga intensitas 55 dB(A) dan 20% penduduk terpapar kebisingan melebihi 65 dB(A) (Berglund et al. 1999). Negara-negara berkembang, termasuk di Asia Tenggara, umumnya terpapar kebisingan lalu lintas sepanjang hari hingga intensitas 75-80 dB(A), bahkan dilaporkan sebanyak 1 dari 5 pekerja di Asia Tenggara mengalami kehilangan pendengaran akibat terpapar tingkat kebisingan tertentu (WHO 1997). Polusi suara dapat juga menimbulkan pengaruh pada satwa dan kehidupannya (Blickley dan Patricelli 2010), bahkan gangguan antropogenik merupakan penyebab utama penurunan biodiversitas dunia (Brumm 2010). Chan dan Blumstein (2011) melaporkan mengenai pengaruh kebisingan antropogenik terhadap dinamika populasi dan respon adaptasi pada berbagai kehidupan hewan. Lebih lanjut, Laiolo (2010) menyampaikan kebutuhan akan perlunya suatu manajemen kebisingan (noise management), antara lain melalui pendeteksian dini sumber stres lingkungan dalam upaya pelestarian atau konservasi lingkungan. Secara teknik, Clemmons dan Buchholz (1997) menyampaikan bahwa pendeteksi spektrum emisi akustik pada lingkungan umumnya dilakukan dengan menggunakan mikrofon. Kajian lain adalah dengan penggunaan hidrofon passive acoustic monitoring, yang juga telah dimanfaatkan untuk memonitor biota perairan dalam estimasi biomassa karamba (Syahroni 2011). Mikrofon merupakan instrumen sistem pengukuran akustik yang secara teknik mengkonversi gelombang suara menjadi sinyal listrik (Vorländer 2013). Mikrofon memiliki beberapa tipe, antara lain mikrofon berbasis silikon, mikrofon elektret berbasis polimer, serta mikrofon pandu optik (Sessler 1991). Mekanisme konversi gelombang suara menjadi sinyal listrik pada mikrofon berbasis silikon adalah melalui perubahan pelengkungan membran akibat tekanan suara, sedangkan untuk mikrofon elektret digunakan polimer bermuatan sebagai transduser. Mikrofon jenis pandu optik menggunakan prinsip tekanan akustik sebagai variabel gangguan, kemudian menyebabkan perubahan berupa fase maupun intensitas cahaya yang melewati media transmisi (Murata et al. 2012). Serat optik merupakan media utama dari mikrofon pandu optik (Fraden 2010). Kecenderungan penggunaan serat optik didasarkan pada keunggulannya dalam mentransmisikan informasi yang memiliki kapasitas besar dengan cepat, serta tahan pada berbagai kondisi dan cocok digunakan untuk lingkungan dengan suhu dan tekanan tinggi (Yu dan Zhou 2011). Selain itu, mikrofon berbasis serat optik merupakan solusi, karena sinyal elektrik dapat diabaikan (Bucaro dan Lagakos
2
2001), sehingga tidak memerlukan tegangan listrik yang tinggi. Mikrofon optik terbagi menjadi beberapa tipe, antara lain mikrofon dengan teknik interferometer dan mikrofon termodulasi intensitas. Sistem interferometer memiliki tingkat kerumitan yang tinggi dalam rangkaian dan pembuatannya (Chen et al. 2010b). Lebih lanjut Bucaro et al. (2005) menyatakan bahwa mikrofon berbasis intensitas suara (intensity-based microphone) merupakan jenis mikrofon optik yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Mikrofon berbasis intensitas dilengkapi oleh sensing pad, yaitu diafragma material elastomer yang sensitif terhadap gelombang akustik (Gupta 2006). Chen et al. (2010a) melaporkan bahwa sensitivitas sensor akustik sangat dipengaruhi oleh modulus Young diafragma, dan nilai modulus Young yang semakin tinggi akan membatasi rentang sensitivitas sensor akustik. Berbagai material diafragma polimer digunakan, seperti komposit poliester dan lapisan tipis aluminium (Bucaro dan Lagakos 2001), silikon nitrida (Bucaro et al. 2005), serta poliamidalogam (Nesson et al. 2008). Diafragma mikrofon yang tersusun dari silika memiliki kuat tarik mekanik serta stabilitas termal dan kimiawi yang sangat tinggi (Wang et al. 2013), sehingga memberikan korelasi positif terhadap nilai modulus elastisitasnya dan tingkat sensitivitasnya pada gelombang akustik. Chitosan merupakan polimer organik konvensional berbentuk selulosa beramin dan berasetil yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan asam organik dengan pH kurang dari 6 (No dan Meyers 1995). Nilai modulus elastisitas plastik film dengan bahan dasar chitosan jauh lebih rendah, yaitu 1,28×109 N/m2 (Alekseeva et al. 2009) dibandingkan sensing pad konvensional yang biasa digunakan seperti silikon dengan modulus elastis yang berkisar antara 1,30×1011 hingga 1,88×1011 N/m2 (Hopcroft et al. 2010). Chitosan merespon tekanan akustik dalam rentang lebih luas, yaitu pada 100 Hz hingga 15 kHz dengan sensitivitas maksimum pada 1 kHz (Chen et al. 2010b). Selain itu, Kartika (2014) melaporkan bahwa biomaterial penambal membran timpani telinga berbasis film chitosan-polivinil alkohol (PVA), memiliki sensitivitas terhadap gelombang akustik hingga 203,52 dBSPL. Berdasarkan pendataan tersebut, terlihat bahwa chitosan dapat menjadi alternatif material baru untuk pengembangan diafragma atau sensing pad sensor akustik serat optik. Penelitian mengenai penggunaan chitosan ini nantinya diharapkan pula dapat diarahkan sebagai upaya pengembangan bentuk mikrofon optik dalam pemantauan porsi suara untuk konservasi lingkungan.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan material komposit chitosan dan polivinil alkohol sebagai diafragma pada sensor akustik serat optik. Tujuan khusus penelitian ini meliputi: 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi chitosan terhadap sifat morfologis serta sifat mekanik diafragma sensor akustik serat optik yang dihasilkan. 2. Mengetahui nilai-nilai parameter akustik diafragma komposit chitosan pada sensor akustik serat optik.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2014. Formulasi larutan hingga pembuatan diafragma dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan, Departemen Fisika IPB. Karakterisasi morfologis menggunakan SEM dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarterner, Puslitbang Geologi Kelautan Bandung. Karakterisasi fisik diafragma dilakukan di Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor Impor, Ciracas. Pengukuran kelembapan relatif dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Karakterisasi sifat optik dan akustik dilakukan di Laboratorium Spektroskopi, Departemen Fisika IPB.
Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan antara lain chitosan berbahan dasar cangkang kepiting (CV Bio Chitosan Indonesia, derajat deasetilasi 88,16% dengan teknik perhitungan menggunakan spektrum spektroskopi inframerah (FTIR) mengacu Czechowska-Biskup et al. (2012), kadar air 7,90%, kadar abu 0,73%), 1 mL asam asetat (CH3COOH) dilarutkan dalam akuades hingga 100 mL (larutan stok asetat 1%), akuades, kristal polivinil alkohol atau PVA (derajat saponifikasi 86,5-89%), serat optik bifurkasi premium-grade Ocean Optics® (six-fiber receiving bundle multimoda), dan spidol perak.
Peralatan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam formulasi meliputi magnetic stirrer (Yamato MD-41), oven (Memmert DIN 12880-KI), cetakan kaca (dimensi 29,5×29,5×2,5 cm). Viskositas larutan chitosan-PVA diukur menggunakan viskometer (Brookfield LVDV-E), serta spektrofotometer (ABB MB3000 8500485 cm-1, KBr beam splitter) untuk analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR). Morfologi diafragma diamati menggunakan Scanning Electron Microscope (JEOL JSM-6360LA). Pengukuran kekuatan tarik dilakukan menggunakan Tensile Strength Tester (Zwick/Roell Z005), serta mikrometer digital (Adamel Lhomargy M120) untuk pengukuran ketebalan. Karakterisasi sifat optik dan kelembapan relatif masing-masing dilakukan menggunakan spektrofotometer (GENESYS 10UV ThermoSpectronic Xenon split-beam) dan water activity meter (Novasina MS1). Alat-alat yang digunakan dalam rangkaian pengujian sifat akustik meliputi lampu halogen (Moritex MHF-M1002), function generator (BK Precision 4011A), open speaker (PASCO WA-9900), interface (Science
4
Workshop 750), sensor cahaya (PASCO Scientific CI-6504A), digital Sound Level Meter (Mastech MS6700), dan software DataStudio.
Prosedur Penelitian Formulasi komposisi larutan material dasar Formulasi komposisi larutan material dasar adalah berupa campuran dari larutan chitosan dan larutan polivinil alkohol (PVA). Larutan chitosan 1% dan 2% dibuat dengan melarutkan masing-masing 1 gram dan 2 gram chitosan dalam 100 mL larutan stok asetat 1% (modifikasi Leceta et al. 2013 pada konsentrasi chitosan). Larutan PVA dibuat dengan melarutkan 5 gram kristal PVA dalam 100 mL akuades pada suhu 90°C, mengacu pada PVA 5% terbaik (Kartika 2014). Pembuatan komposit larutan dasar dilakukan dengan homogenisasi campuran larutan chitosan dan PVA dalam proporsi 1:1, menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 700 rpm selama 1 jam. Karakteristik uji mengacu El-Hefian et al. (2010) dengan parameter uji viskositas yang dioperasikan menurut ASTM D789 (2010) serta penentuan gugus fungsi dengan menggunakan spektrum penyerapan inframerah (IR)-Fourier Transform Infrared-FTIR spectrofotometer yang dioperasikan menurut ASTM E1252 (2013). Pembuatan dan karakterisasi lembaran film sebagai bentuk struktur diafragma sensor akustik serat optik Pembuatan struktur diafragma sensor akustik serat optik dilakukan menurut Leceta et al. (2013), berupa teknik pencetakan lembaran film. Aktivitas yang dilakukan adalah penuangan larutan komposit chitosan pada wadah kaca pencetak berdimensi 29,5×29,5×2,5 cm, dengan ketinggian larutan pada wadah 2 mm. Pengeringan larutan dilakukan dengan teknik oven udara mengacu Bonilla et al. (2014) dengan suhu 40oC selama 48 jam. Karakteristik uji lembaran film sebagai bentuk struktur diafragma sensor akustik serat optik meliputi morfologi diafragma komposit chitosan-PVA (Chen et al. 2010b; Tripathi et al. 2009) menggunakan kamera berjarak fokus 50 mm, Scanning Electron Microscope (SEM) (Chen et al. 2010b), kelembapan relatif atau relative humidity (RH) menggunakan water activity meter (Mucha et al. 2005), sifat optik transparansi menggunakan spektrofotometer (Leceta et al. 2013), ketebalan (Δx) dengan Digital Thickness Gauge (Adamel Lhomargy M120) yang dioperasikan sesuai ASTM D374 (2004), serta modulus elastisitas (modulus Young) yang dilakukan secara simultan dengan kekuatan tarik (tensile strength) dan kemuluran (elongation at break) yang diukur menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Zwick/Roell Z005 yang dioperasikan sesuai ASTM D1708 (2013). Perangkaian diafragma dan karakterisasi akustik sensor akustik serat optik Film komposit chitosan dan PVA dengan diameter sekitar 0,5 cm diaplikasikan pada bagian ujung serat optik. Cincin penjepit berupa tali ikat kabel dipasang untuk mempertahankan tegangan permukaan diafragma (modifikasi Bucaro dan Lagakos 2001). Komponen bawaan berupa tabung stainless steel sepanjang 3 cm memberikan ruang udara di antara ujung serat optik dan
5
diafragma. Model sensor akustik serat optik yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 1.
0,5 cm
3 cm
Gambar 1 Model sensor akustik serat optik berbasis diafragma chitosan-PVA (modifikasi Bucaro dan Lagakos 2001) Pembuatan rangkaian sensor akustik serat optik mengacu Bucaro dan Lagakos (2001), dengan pengujian respon terhadap frekuensi dan tegangan. Diafragma komposit chitosan dipotong dengan ukuran diameter 1 cm, kemudian dipasang pada ujung serat optik berbentuk Y hingga dapat menutupi ujung serat optik. Permukaan ujung serat yang tertutup diafragma material komposit chitosan dilapisi cat perak sebagai reflektor cahaya (Bucaro dan Lagakos 2001). Selanjutnya serat optik dipasang dalam rangkaian (modifikasi Chen et al. 2010b) untuk pengukuran respon dinamik berupa tegangan listrik yang dihasilkan. Model rangkaian atau set-up dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2
Rangkaian diafragma komposit chitosan-PVA pada model sensor akustik serat optik (modifikasi Chen et al. 2010b)
Karakterisasi akustik yang dilakukan meliputi pengukuran intensitas tekanan akustik menggunakan Sound Level Meter, pengujian respon dinamik yang dilakukan berdasarkan memodifikasi metode Bucaro & Lagakos (2001) pada teknik aplikasi diafragma di ujung serat optik, serta sensitivitas respon sensor akustik serat optik (Chen et al. 2010b).
6
Prosedur Analisis Viskositas larutan material dasar (ASTM D789 2010) Kehomogenan campuran dianalisis dengan uji viskositas menggunakan viskometer Brookfield model LV (spindle no.2, 50 rpm). Pengukuran viskositas yang dioperasikan menurut ASTM D789 (2010) dimulai ketika tombol daya ditekan dan pisau spindle berputar dalam 200-300 mL sampel larutan, hingga nilai yang tertera pada alat stabil. Nilai viskositas (cPs) merupakan hasil kali nilai terukur dengan faktor konversi, yang disesuaikan dengan jenis larutan. Spektroskopi gugus fungsi komposit chitosan-PVA (ASTM E1252 2013) Sampel diafragma dipotong berukuran 2×2 cm dan dipasang pada IR card. Spektrum gelombang inframerah ditembakkan melalui sampel yang diletakkan di antara elektroda spektrofotometer, yang kemudian diteruskan menuju komputer. Data yang didapatkan berupa persentase nilai transmitansi, dengan pengukuran spektrum pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Selanjutnya nilai transmitan pada spektra hasil pengukuran dicocokkan dengan data pada tabel acuan dari OChemOnline (2013) serta menggunakan perangkat lunak IR Pal 2.0. Morfologi komposit chitosan-PVA (Chen et al. 2010b; Tripathi et al. 2009) Bentuk diafragma diamati secara deskripsi berupa tingkat transparansi, warna, dan secara visual. Parameter tersebut diperoleh menggunakan kamera berjarak fokus 50 mm. Kenampakan diafragma komposit chitosan disajikan dalam bentuk foto. Struktur diafragma komposit chitosan sensor akustik serat optik yang baik mengacu Chen et al. (2010b), dengan kriteria berupa permukaan berpori. Karakterisasi struktur morfologi dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) (JEOL JSM-6360LA, tegangan 20 kV). Sampel terlebih dahulu dilapisi dengan campuran emas dan paladium hingga konduktif elektron. Pengukuran dilakukan dengan perbesaran 1000× dan 5000× untuk kenampakan permukaan, serta perbesaran 2000× untuk kenampakan melintang (cross-section). Kelembapan relatif diafragma komposit chitosan-PVA (Mucha et al. 2005) Kelembapan relatif atau relative humidity (RH) diafragma ditentukan menggunakan instrumen water activity meter. Potongan-potongan kecil sampel dimasukkan ke dalam tabung uji yang terhubung dengan alat pengukuran. Pengujian dilakukan selama 80 detik tiap sampel. Nilai yang terukur berupa RH (%) dan suhu udara berbasis bola kering (oC). Sifat optik material komposit chitosan-PVA (Leceta et al. 2013) Karakteristik tembus cahaya dari diafragma ditentukan melalui pengukuran transmitan cahaya pada panjang gelombang 250-700 nm. Sampel diafragma dipotong hingga berukuran 1×1 cm, dan diletakkan hingga menutupi kuvet pada spektrofotometer. Nilai transmitansi yang terukur tiap interval 6 nm kemudian disajikan dalam bentuk kurva panjang gelombang (sumbu x) terhadap persentase transmitan (sumbu y).
7
Ketebalan material komposit chitosan-PVA (ASTM D374 2004) Ketebalan diafragma chitosan (Δx) diukur dengan mikrometer digital (Adamel Lhomargy M120), yang dioperasikan sesuai ASTM D374 (2004). Nilai ketebalan direpresentasikan untuk sampel berukuran 10×10 cm yang diukur pada 5 titik berbeda. Nilai ketebalan diambil dari rataan kelima pengukuran. Modulus elastisitas material komposit chitosan-PVA (ASTM D1708 2013) Penentuan modulus elastisitas (modulus Young) dilakukan secara simultan dengan karakteristik kekuatan tarik diafragma. Kuat tarik (tensile strength) dan kemuluran (elongation at break) diukur menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Zwick/Roell Z005 yang dioperasikan sesuai ASTM D1708 (2013). Sampel berukuran 22×1,5 cm dijepit pada alat dengan kecepatan cross head 100 mm/menit dan grip sepanjang 75 mm. Pengukuran dilakukan minimal 5 kali ulangan dalam setiap perlakuan. Hasil pengukuran ditampilkan dalam output kurva pada komputer menggunakan software TestXpert Tensile Tester for Zwick/Roell berupa kurva regang putus, yang dikonversi menjadi rataan nilai regangan putus (N) dan elongasinya (%). Nilai modulus Young disajikan dalam bentuk kurva stress-strain. Secara kuantitatif, modulus elastisitas atau modulus Young ditentukan berdasarkan rasio tegangan dan regangan diafragma. Rumus penentuan modulus Young yaitu: ⁄ E= ⁄ 2 dengan E = modulus Young (N/m ), = tegangan/stress, F = gaya (N), A = luas permukaan (m2), = regangan/strain, ΔL = pertambahan panjang/elongasi (m), serta L = panjang awal (m). Karakterisasi sensor terhadap tekanan akustik (Bucaro dan Lagakos 2001) Karakterisasi terhadap tekanan akustik memodifikasi metode Bucaro dan Lagakos (2001) pada teknik aplikasi diafragma di ujung serat optik. Sumber suara berupa speaker diatur menggunakan function generator dalam frekuensi yang bervariasi (500, 1000, 1500, dan 2000 Hz) untuk setiap formula diafragma. Respon dinamik yang terbaca pada komputer disajikan dalam bentuk kurva tegangan (V) terhadap waktu (s). Pengukuran tingkat tekanan suara (dB) menggunakan Sound Level Meter juga dilakukan pada setiap frekuensi, dengan mengarahkan alat tepat di depan sumber bunyi. Nilai tekanan akustik (mPa) diperoleh melalui perhitungan berdasarkan rumus:
dengan SPL = sound pressure level (dB), P = tekanan akustik, serta Pref = tekanan akustik acuan sesuai medium (Pref udara = 20 μPa). Sensitivitas respon sensor akustik serat optik (Chen et al. 2010b) Nilai sensitivitas respon sensor akustik serat optik mengacu pada kemampuan receiver mengubah tegangan akustik (Vakustik) yang diterima menjadi tegangan listrik (Vlistrik) yang dihasilkan. Rumus penentuan sensitivitas penerima, dalam hal ini sensor akustik, yaitu:
8
SR = dengan SR = sensitivitas receiver (V/Pa), ΔV = perubahan tegangan listrik (V), dan ΔP = perubahan tekanan akustik (Pa).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kekentalan Larutan Material Dasar Komposit Chitosan-PVA Chitosan dalam bentuk fluida menghasilkan kekentalan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh struktur kaku β-(1,4) yang dimiliki chitosan (Hwang dan Shin 2000). Selain itu juga adanya gugus amina dan hidroksil bebas membentuk ikatan hidrogen dengan PVA (Kanatt et al. 2012). Kekentalan atau viskositas larutan dasar komposit chitosan dalam suhu 26°C berkisar antara 277,33 ± 9,24 cPs hingga 496,00 ± 13,86 cPs. Kekentalan larutan mengalami peningkatan seiring bobot massa terlarut dalam pelarut (Gambar 3). 600,00
496,00 ± 13,86
Viskositas (cPs)
500,00 400,00 300,00
277,33 ± 9,24
285,33 ± 2,31
200,00 100,00 0,00 PVA 5%
Komposit chitosan 1%- Komposit chitosan 2%PVA 5% PVA 5% Larutan Dasar
Gambar 3 Kekentalan larutan material dasar komposit chitosan-PVA Viskositas larutan chitosan juga bergantung pada derajat deasetilasi, suhu, serta pelarut yang digunakan (Calero et al. 2010). Derajat deasetilasi (DD) menunjukkan jumlah gugus amino bebas dalam rantai molekul chitosan, yang juga menentukan sifat fungsional, kepolaran, serta kelarutan polimernya (Chattopadhyay dan Inamdar 2010). Parameter lain yang menentukan karakteristik chitosan yaitu bobot molekul. Chitosan dengan derajat deasetilasi 88% seperti yang digunakan dalam penelitian, memiliki bobot molekul sebesar 213 kDa (Huang et al. 2005). Jumlah molekul chitosan terlarut berkorelasi positif dengan bobot molekul, sehingga viskositas larutan semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi chitosan yang ditambahkan. Menurut Kumar et al. (2010), peningkatan konsentrasi chitosan menimbulkan terjadinya tautan silang (cross-linking), akibat meningkatnya
9
jumlah ikatan hidrogen pada gugus hidroksil chitosan dan polivinil alkohol. Proses taut silang mempengaruhi tegangan permukaan, dan akan menghasilkan struktur solid dengan sifat mekanis yang semakin baik. Tegangan permukaan film akan meningkat seiring dengan penambahan zat terlarut dalam larutan (Ravichandran dan Ramanathan 2012). Tegangan (tension) diafragma komposit chitosan, dalam aplikasinya pada sensor akustik serat optik, berfungsi untuk meningkatkan rentang respon sensor serta menjaga permukaan diafragma agar tetap datar (Bucaro et al. 2005).
Spektroskopi Gugus Fungsi Material Komposit Chitosan-PVA Analisis FTIR digunakan dalam penentuan keberadaan gugus fungsi serta pembentukan jaringan taut silang pada diafragma komposit chitosan. Sinar inframerah menyebabkan vibrasi pada ikatan antarmolekul, baik berupa rentangan (stretching) maupun bengkokan (bending). Setiap molekul memiliki spektra inframerah yang spesifik atau sidik jari (fingerprint) tertentu. Spektra inframerah berupa kurva bilangan gelombang yang berkisar antara 4000-400 cm-1 terhadap persen transmitansi diperlihatkan pada Gambar 4.
a
b
c
d
Gambar 4 Spektra inframerah chitosan (a), PVA (b), komposit chitosan 1%-PVA 5% (c), komposit chitosan 2%-PVA 5% (d)
10
Spektra gugus yang terlihat pada diafragma tanpa penambahan chitosan (b) menunjukkan bilangan gelombang pada 3364 cm-1, yang merupakan gugus fungsi dari hidroksil (-OH). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan Bonilla et al. (2014) yang menyatakan spektra dari gugus -OH film PVA murni berada pada bilangan gelombang 3455 cm-1. Secara spesifik, pita lebar pada daerah serapan 3550 dan 3200 cm-1 berkaitan dengan rentangan -OH dari ikatan hidrogen baik antarmolekul maupun intramolekul (Parida et al. 2011). Perubahan bilangan gelombang gugus -OH pada setiap konsentrasi disebabkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus hidrogen dari chitosan dan PVA. Intensitas pita gugus hidroksil pada diafragma komposit lebih kuat dibandingkan pada diafragma PVA murni (Lu et al. 2006). Serapan tajam dan kuat pada bilangan gelombang 1100 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan gugus C-O pada chitosan. Puncak antara daerah 17501735 cm-1 disebabkan oleh adanya regangan gugus C=O dari gugus asetat yang masih tersisa dalam molekul PVA, akibat reaksi saponifikasi awal dari bentuk polivinil asetat (Parida et al. 2011). Costa-Júnior et al. (2009) melaporkan, vibrasi simetris gugus amina (N-H) menyebabkan terjadinya pita lebar pada bilangan gelombang 3447 cm-1. Diafragma komposit chitosan sensor akustik serat optik dengan konsentrasi chitosan 1% dan 2% belum menunjukkan spektra dari gugus N-H. Hasil tersebut diduga pada diafragma komposit chitosan 1% dan 2%, konsentrasi chitosan masih rendah sehingga belum terlihat gugus N-H. Hal ini didukung oleh pernyataan El-Hefian et al. (2010) bahwa peningkatan konsentrasi PVA dapat menghilangkan spektra dari gugus N-H dan terjadi peningkatan intensitas gugus C-H, yang teramati pada bilangan gelombang 3000-2840 cm-1. Ikatan hidrogen yang terjadi pada gugus-gugus seperti –OH dan N-H akan menghasilkan serapan pada bilangan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak membentuk ikatan hidrogen (bebas). Perubahan serapan pada sekitar 3450 cm-1 dari chitosan murni menjadi komposit, terjadi akibat penambahan PVA yang menyebabkan meningkatnya jumlah ikatan hidrogen antarmolekul chitosan dan PVA (Zheng et al. 2001). Perbedaan intensitas serapan akibat peningkatan konsentrasi chitosan diduga disebabkan oleh adanya interaksi positif antara PVA dan chitosan pada tingkat atomik. Perubahan momen dipol atau perbedaan elektronegativitas pada atom-atom tertentu menunjukkan adanya interaksi antara kedua atom yang berikatan (El-Sayed et al. 2009).
Morfologi Material Komposit Chitosan-PVA Analisis morfologis yang dilakukan mencakup kenampakan dan kondisi diafragma komposit chitosan setelah pengeringan. Tingkat transparansi membran menurun seiring peningkatan konsentrasi chitosan yang digunakan. Diafragma komposit yang terbentuk berupa lembaran plastik tipis transparan dengan warna sedikit kekuningan. Secara visual, terlihat diafragma tersusun atas campuran yang homogen antara chitosan dengan PVA. Kenampakan diafragma komposit chitosan disajikan pada Gambar 5. Diafragma PVA tanpa penambahan chitosan menunjukkan transparansi yang bening dibandingkan diafragma komposit dengan chitosan 1% dan chitosan 2%. Warna diafragma komposit chitosan yang kekuningan diduga dipengaruhi
11
oleh konsentrasi chitosan yang digunakan. Menurut López-Mata et al. (2013), warna kekuningan pada film chitosan merupakan karakteristik alami dari gugus β(1-4)-2 amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terdapat pada rantai chitosan. Semakin tinggi konsentrasi chitosan yang digunakan menyebabkan warna larutan menjadi semakin kuning, sehingga menghasilkan warna diafragma komposit chitosan sensor akustik serat optik menjadi kuning pekat. Warna diafragma merupakan salah satu faktor penting dalam fabrikasi mikrofon berupa sensor optik, karena dapat mempengaruhi proses refleksi cahaya pada diafragma. Teknik pengeringan udara dengan suhu 40°C digunakan untuk mempertahankan warna akhir film yang dihasilkan sehingga tidak terlalu gelap. Penggunaan suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan reaksi pencoklatan Maillard (Mayachiew dan Devahastin 2008), yang menyebabkan kenampakan film chitosan semakin kekuningan. a
b
c
Gambar 5 Kenampakan diafragma PVA 5% (a), komposit chitosan 1%-PVA 5% (b), dan komposit chitosan 2%-PVA 5% (c) Diafragma komposit chitosan yang dihasilkan secara umum tampak halus dan homogen serta terdapat butir-butir halus yang seragam pada permukaan (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa chitosan dan PVA tercampur dengan baik atau kemungkinan terjadi interaksi antara chitosan dan PVA. Pengamatan diafragma tanpa chitosan pada perbesaran 1000× menunjukkan adanya bintikbintik putih yang teratur dan tersebar cukup merata. Tripathi et al. (2009) melaporkan, film PVA murni memiliki karakteristik berpola berupa granula pati berwarna putih. Hal ini juga ditemukan pada diafragma dengan penambahan chitosan 1% dan 2%, dengan distribusi yang semakin jarang. Diafragma komposit chitosan 1% yang teramati memiliki granula berukuran lebih kecil dibandingkan diafragma komposit chitosan 2%, serta terdistribusi merata. Granula pada diafragma komposit chitosan 2% berukuran besar dengan distribusi yang jarang dan cenderung mengelompok. Distribusi granula chitosan pada perbesaran lebih tinggi cenderung tidak teratur, yang mungkin disebabkan oleh pemisahan fase yang terjadi akibat perbedaan energi proses taut silang pada PVA murni dan chitosan (Costa-Júnior et al. 2009). López-Mata et al. (2013) melaporkan chitosan akan menghasilkan membran dengan permukaan yang tidak berpori, walaupun ditemukan pula pori yang tersebar seragam pada permukaan film chitosan murni. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat alami dari chitosan yang digunakan, seperti derajat deasetilasi dan bobot molekul (Pereda et al. 2011). Proses pengeringan lambat yang dilakukan menghasilkan diafragma dengan permukaan yang tidak terlalu berpori serta dapat
12
memantulkan cahaya dengan baik (Chen et al. 2010a). Meneghello et al. (2008) menyatakan, permukaan film yang berpori merupakan karakteristik dari penambahan polivinil alkohol dalam komposit. Masing-masing diafragma komposit pada Gambar 6 menunjukkan adanya sedikit pori dengan kerapatan yang tinggi, karena waktu penguapan larutan yang lebih lama. Lapisan berpori pada mikrofon dapat mengurangi tekanan internal diafragma serta meningkatkan stabilitas performanya (Kronast et al. 2001). a.1
a.2
b.1
b.2
c.1
c.2
Gambar 6 Analisis SEM permukaan diafragma PVA 5% (a), komposit chitosan 1%-PVA 5% (b), dan komposit chitosan 2%-PVA 5% (c) Diafragma komposit dengan penambahan chitosan 1% pada perbesaran 5000× menunjukkan beberapa mikrostruktur identik dengan keretakan (crack). Struktur tersebut diduga terjadi akibat partikel chitosan dalam film kurang dapat mengalami kristalinisasi (Bhuvaneshwari et al. 2011). Chitosan membentuk struktur solid semi-kristalin pada film komposit. Rotta et al. (2011)
13
menambahkan, kemampuan suatu polimer untuk berubah fase menjadi kristal bergantung pada keteraturan struktur. Kepolaran molekul serta adanya ikatan hidrogen pada rantai polimer merupakan faktor yang mempengaruhi kristalinitas. Struktur amorf pada chitosan dan PVA dapat mengalami kristalinisasi yang kurang sempurna saat pencampuran. Penurunan tingkat kristalinitas pada campuran chitosan dan PVA diduga terjadi akibat meningkatnya ikatan hidrogen antarmolekul keduanya (Lu et al. 2006). Proses yang terganggu tersebut menghasilkan polimer komposit yang kurang kompak (Lu et al. 2006), dan akan mengurangi kualitas sifat mekaniknya. Kerusakan mikrostruktur pada diafragma hanya terjadi pada beberapa bagian saja, sehingga dalam aplikasinya pada sensor akustik hanya digunakan penampang diafragma dalam kondisi yang baik. a
b
c
Gambar 7 Analisis SEM penampang melintang diafragma PVA 5% (a), komposit chitosan 1%-PVA 5% (b), dan komposit chitosan 2%-PVA 5% (c) Struktur mikro film komposit chitosan yang teramati secara melintang (cross-section) ditampilkan pada Gambar 7. Secara keseluruhan, film yang dihasilkan memiliki struktur permukaan yang halus, kompak, dan homogen. Terdapat sedikit rongga yang ditemukan pada diafragma dengan penambahan chitosan 2%. Pengamatan dalam perbesaran yang sama (2000×) memperlihatkan bahwa diafragma PVA memiliki ketebalan yang paling rendah, dan terus meningkat seiring penambahan konsentrasi chitosan. Bonilla et al. (2014) menyatakan bahwa peningkatan ketebalan seiring konsentrasi chitosan disebabkan oleh lapisan hidrasi yang semakin lebar pada rantai chitosan. Lapisan hidrasi atau hydration layers, menurut Wang dan Gunasekaran (2006), terbentuk di sekitar rantai polimer karena adanya gugus amin yang menjadi bermuatan positif dan berasosiasi dengan molekul air. Dengan kata lain, lapisan hidrasi merupakan kelompok molekul air yang terorientasi di sekitar ion. Setelah ditambahkan chitosan, kemampuan film komposit untuk mengikat air juga semakin meningkat dan berbanding lurus dengan ketebalan.
Karakteristik Mekanik Material Komposit Chitosan-PVA Ketebalan dan kelembapan relatif material komposit chitosan-PVA Diafragma komposit chitosan-PVA yang telah mengalami proses pengeringan memiliki karakteristik fisik berupa ketebalan dan kelembapan relatif (Tabel 1). Peningkatan konsentrasi chitosan menghasilkan diafragma dengan ketebalan yang semakin tinggi pula. Jumlah molekul terlarut yang semakin banyak dalam larutan meningkatkan interaksi antarmolekul penyusunnya. Struktur
14
taut silang (crosslinking) yang terbentuk akibat ikatan molekul PVA dan chitosan berkontribusi terhadap ketebalan diafragma (Kumar et al. 2010). Terlebih lagi, rasio chitosan dalam campuran yang semakin tinggi meningkatkan jumlah ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dari chitosan dan PVA, berbanding lurus dengan pengaruh struktur tautan silang. Tabel 1 Ketebalan dan kelembapan material komposit chitosan-PVA Diafragma PVA 5% Komposit chitosan 1%-PVA 5% Komposit chitosan 2%-PVA 5%
Ketebalan (μm) 135,64 ± 28,79 178,09 ± 45,58 242,55 ± 36,43
Kelembapan relatif (%) 70,3 68,5 67,9
Salah satu komponen penting dalam mikrofon optik berbasis intensitas yaitu diafragma. Ketebalan diafragma serta jenis material yang berbeda-beda menghasilkan respon sensitivitas yang spesifik. Proses bergetarnya diafragma setelah diberikan tekanan akustik dapat pula dipengaruhi oleh ketebalan yang digunakan. Qi et al. (2013) menggunakan diafragma polimer pada sensor akustik dengan ketebalan 100 μm dan 150 μm. Diafragma chitosan-PVA dalam penelitian memiliki ketebalan pascadehidrasi yang tidak jauh berbeda. Penurunan nilai ketebalan diafragma mikrofon dapat meningkatkan sensitivitas, tetapi mengurangi rentang deteksi yang dapat diterima (Teixeira et al. 2014). Polivinil alkohol (PVA) merupakan polimer semikristalin larut air yang memiliki sifat fisik baik, karena memiliki gugus –OH serta kemampuannya dalam membentuk ikatan hidrogen (Abdelrazek et al. 2010). Karakteristik alami PVA yang sangat hidrofilik (Bonilla et al. 2014) menghasilkan membran berbasis PVA dengan kelembapan relatif cukup tinggi, seperti terlihat pada Tabel 1. Diafragma komposit chitosan 0% memiliki nilai kelembapan relatif (RH) yang tertinggi, yaitu 70,3%. Penambahan chitosan 1% dan 2% menyebabkan penurunan nilai kelembapan relatif diafragma, yaitu berturut-turut 68,5% dan 67,9%. Menurut Srinivasa (2004), diafragma akan semakin bertekstur lunak dan lentur seiring peningkatan jumlah air di dalamnya. Mayachiew dan Devahastin (2008) melaporkan, suhu pengeringan juga berpengaruh terhadap kelembapan film yang dihasilkan. Pengeringan menggunakan suhu tinggi akan menghasilkan film dengan kelembapan yang lebih rendah. Film yang dibuat menggunakan teknik pengeringan udara dengan oven bersuhu 40°C memiliki nilai RH yang cenderung tinggi. Respon berupa rentang sensitivitas tinggi diharapkan dapat ditunjukkan oleh mikrofon optik, sehingga membutuhkan diafragma dengan tegangan permukaan yang lebih besar atau tingkat RH yang semakin kecil untuk menjaga kestabilan kinerjanya. Pola spektrum transmitansi diafragma komposit chitosan-PVA pada Gambar 8, memperlihatkan bahwa diafragma PVA murni meneruskan cahaya 7788%, diafragma komposit chitosan 1%-PVA 5% meneruskan cahaya dalam rentang 64-84%, serta diafragma komposit chitosan 2%-PVA 5% meneruskan cahaya 29-76%. Diafragma komposit dengan konsentrasi chitosan yang semakin tinggi memiliki kecenderungan untuk lebih banyak menyerap cahaya, dilihat dari nilai transmitansinya yang semakin menurun. Transparansi lapisan polimer dapat
15
dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk ketebalan diafragma (Elsabee dan Abdou 2013). Ketebalan membran komposit (Tabel 1) yang berbanding lurus dengan bertambahnya konsentrasi chitosan berkaitan erat dengan persentase transmitansi masing-masing diafragma. 120
Transmitansi (%)
100 80 60 40 20 0 200
400 600 Panjang gelombang (nm)
800
Gambar 8 Sifat optik transmitansi material komposit chitosan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. PVA 5%, komposit chitosan 1%-PVA 5%, komposit chitosan 2%-PVA 5%. Sifat optik diafragma berupa rentang transmitansi diukur pada panjang gelombang 250-700 nm. Rentang 273-280 nm merupakan spektra absorbansi ikatan rangkap C=O (Abdelrazek et al. 2010), yang nilainya meningkat seiring dengan penambahan chitosan. Hal tersebut menunjukkan adanya interaksi yang baik antara rantai chitosan dan PVA dalam polimer (Bonilla et al. 2014). Nilai absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh sampel, berbanding terbalik dengan banyaknya cahaya yang diteruskan atau dinyatakan dalam persen transmitansi. Intensitas absorban yang semakin meningkat, atau persen transmitan yang semakin berkurang pada rentang tersebut mengindikasikan bahwa chitosan dapat digunakan sebagai sensor optik pada bidang optik, termasuk optoakustik. Penggunaan lapisan reflektor berupa cat perak pada mikrofon optik (modifikasi Bucaro dan Lagakos 2001) bersifat sinergis dengan kualitas optis diafragma, dalam mekanisme pemantulan cahaya melalui serat optik. Kuat tarik, elongasi, dan modulus Young material komposit chitosan-PVA Pengujian sifat mekanis dari diafragma komposit dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik lapisan komposit chitosan-PVA serta pertambahan panjang ketika diberikan beban. Parameter-parameter tersebut berkaitan erat dengan interaksi antara molekul-molekul yang membentuk jaringan pada diafragma. Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan parameter yang menggambarkan derajat kekakuan suatu material. Selain itu, modulus Young juga memberikan informasi mengenai tingkat kekerasan atau ketahanan material pada deformasi elastis (Rotta et al. 2011). Nilai kekuatan tarik, perpanjangan putus, serta modulus Young diafragma komposit chitosan-PVA disajikan pada Tabel 2.
16
Tabel 2 Kekuatan tarik, perpanjangan, dan modulus Young material komposit chitosan-PVA Diafragma PVA 5% Chitosan 1%-PVA 5% Chitosan 2%-PVA 5%
Kekuatan tarik (N) 34,56 ± 7,89 38,83 ± 8,23 44,03 ± 7,70
Perpanjangan (%) 127,84 ± 8,13 98,85 ± 7,21 80,06 ± 3,68
Modulus Young (104 N/m2) 2,41 ± 0,56 3,52 ± 0,92 4,89 ± 0,83
Kekuatan tarik (tensile strength) merupakan ketahanan diafragma ketika diberikan gaya tarik berlawanan. Pencampuran polimer dalam komposit menyebabkan terjadinya interaksi antarmolekuler, yang dapat meningkatkan kekuatan mekanik film. Interaksi gugus –OH dan –NH2 dalam polimer chitosan dan PVA berkorelasi positif dengan karakteristik mekanik diafragma yang dihasilkan (Bahrami et al. 2003). Seperti terlihat pada Tabel 2, diafragma komposit dengan penambahan chitosan 2% memiliki nilai kuat tarik yang tertinggi, sedangkan diafragma PVA murni menunjukkan nilai yang paling rendah. Elongasi atau perpanjangan putus menunjukkan persentase pertambahan panjang maksimal diafragma hingga mengalami perubahan bentuk (deformasi) atau putus. Persentase elongasi diafragma PVA 5% sebesar 127,84 ± 8,13%, merupakan yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan El-Hefian et al. (2011), bahwa film PVA tanpa penambahan chitosan memiliki nilai elongasi yang lebih tinggi. Ketika bobot molekul chitosan mengalami peningkatan, terbentuk jaringan yang semakin kompak sehingga kekuatan tarik meningkat, tetapi elongasinya menurun (Leceta et al. 2013). Semakin besar daya tahan membran terhadap gaya tarik yang diberikan, maka kemampuan untuk mengalami kemuluran juga akan semakin mengecil, sehingga nilai elongasinya juga menurun seiring meningkatnya kekuatan tarik. Parameter utama dalam performa sebuah mikrofon yaitu sensitivitas. Nilai sensitivitas sensor akustik sangat dipengaruhi oleh modulus Young diafragma, karena nilai modulus elastisitas yang terlalu tinggi justru dapat membatasi rentang kepekaan sensor (Wang et al. 2013). Modulus Young chitosan jauh lebih rendah dibandingkan sensing film yang biasa digunakan (Chen et al. 2010a), sehingga diharapkan akan meningkatkan sensitivitas sensor akustik serat optik. Pemanfaatan chitosan murni sebagai material industri tidak banyak ditemukan (Nakano et al. 2007), karena sifat mekanik maksimumnya yang jauh lebih rendah dibandingkan material lain seperti nilon, polietilen tereptalat (PETE), maupun polipropilen (PP). Polivinil alkohol merupakan salah satu polimer sintetik yang memiliki ketahanan tarik baik dan kompositnya dengan chitosan menghasilkan karakteristik mekanik yang semakin baik (Castro et al. 2005). Penambahan polivinil alkohol dalam komposit dapat meningkatkan fleksibilitas membran, yang menunjang mekanisme getaran diafragma ketika diberikan tekanan akustik. Kurva stress-strain pada Gambar 9 menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang, berupa rasio tegangan dan regangan yang konstan. Deformasi polimer yang diperlihatkan oleh diafragma PVA murni dalam kurva termasuk dalam kategori elastis-plastis, sedangkan diafragma komposit dengan chitosan 1% dan chitosan 2% memiliki pola elastis-rapuh. Garis yang menunjukkan diafragma tanpa mencapai titik tegangan maksimum secara linear
17
(daerah elastis), kemudian menurun pada daerah plastis. Di daerah plastis, diafragma akan semakin mengalami elongasi tetapi tidak dapat kembali ke bentuk semula setelah mencapai puncak kuat tarik (Amimori et al. 2003). Sementara itu, diafragma komposit chitosan 1% dan komposit chitosan 2% memiliki struktur elastis-rapuh (Aryaei et al. 2012), yang mengindikasikan bahwa lapisan tersebut dapat kembali posisi normal setelah diberikan gaya tarikan.
Kekuatan tarik (N)
60
40
20
0 0
20
40
60 80 100 Perpanjangan putus (%)
120
Gambar 9 Kurva tegangan-regangan material komposit chitosan. 5%, komposit chitosan 1% - PVA 5%, chitosan 2% - PVA 5%.
140
PVA komposit
Sifat mekanik membran seperti kekuatan tarik diukur untuk menghasilkan rentang tekanan akustik yang diinginkan (Bucaro dan Lagakos 2001). Sensor akustik serat optik dalam penelitian Qi et al. (2013) menggunakan diafragma silikon dengan nilai modulus Young sebesar 1,9×1017 N/m2. Diafragma komposit chitosan 2% dan PVA 5% memiliki modulus Young paling tinggi, yaitu 4,89×104 N/m2 dan jauh lebih rendah dibandingkan diafragma silikon murni. Modulus lentur silikon yang terlalu tinggi justru dapat mengurangi rentang kepekaan mikrofon (Wang et al. 2013). Model diafragma chitosan 2%-PVA 5% dengan elastisitas terbaik diduga dapat menghasilkan respon sensitivitas yang lebih tinggi.
Respon Dinamik Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-PVA Sensor akustik merupakan salah satu jenis sensor yang menggunakan gelombang suara sebagai sumber rangsangan. Rentang gelombang suara yang dapat ditangkap oleh sensor akustik bervariasi, tergantung pada sensitivitas, ambang batas frekuensi, ukuran sensor, dan sebagainya (Fraden 2010). Gelombang akustik termasuk gelombang mekanik yang akan dibelokkan ketika mengenai sensor dan dikonversikan menjadi sinyal-sinyal elektrik. Sinyal tersebut yang akan diinterpretasi untuk didapatkan datanya.
18
Analisis respon diafragma terhadap tekanan akustik dilakukan untuk mengetahui besarnya daya serap akustik oleh diafragma komposit chitosan. Pengukuran respon dinamik awal dilakukan menggunakan gelombang akustik pada frekuensi 1000 Hz, dalam empat variasi intensitas. Hal ini mengacu pada standar internasional pengukuran sensitivitas sensor akustik serat optik, yaitu dalam satuan milivolt per Pascal (mV/Pa) pada 1 kHz (Chen et al. 2010b). Pengujian respon sensor dalam satuan waktu rata-rata tertentu juga mengikuti standar internasional, yaitu berupa pengukuran lambat selama 1 detik. Pengukuran lambat memungkinkan tingkat tekanan suara yang diterima lebih stabil dan data lebih mudah terbaca dibandingkan melalui pengukuran cepat pada 125 milidetik (Vorländer 2013). Respon yang ditunjukkan berupa amplitudo tegangan (voltage), dan pada tingkat frekuensi akustik tertentu menunjukkan bentuk gelombang (Lampiran 3). Sistem sensor akustik serat optik menggunakan diafragma yang sangat tipis dan fleksibel, yang bergetar karena adanya pergerakan udara dalam medan suara. Getaran diafragma akan dikonversi oleh interaksi gaya elektromagnetik menjadi sinyal elektrik (Vorländer 2013). Diafragma komposit dengan konsentrasi chitosan 2% menghasilkan nilai respon paling tinggi pada setiap frekuensi cupliknya, yaitu dengan rataan rentang kenaikan sebesar 0,013 V. Diafragma PVA 5% dan komposit chitosan 1%-PVA 5% merespon tegangan dengan amplitudo yang sama, yaitu 0,006 V. Ketika diberikan tekanan akustik hingga maksimum, diafragma chitosan mengalami deformasi minimum. Karakteristik tersebut memungkinkan diafragma chitosan untuk kembali ke posisi setimbang saat bergetar, dan mengurangi pengaruh dari tekanan balik yang dapat mengubah tegangan permukaan diafragma (Chen et al. 2010b). 0,07
Tegangan (V)
0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 0
500
1000
1500
2000 2500 3000 Tekanan (mPa)
3500
4000
4500
Gambar 10 Tegangan keluaran (Voutput) terhadap tekanan akustik pada frekuensi 1000 Hz. PVA 5%, ■ komposit chitosan 1%-PVA 5%, ▲ komposit chitosan 2%-PVA 5%. Intensitas dalam satuan desibel (dB) diukur menggunakan sound level meter, yang menyatakan prediksi sensitivitas membran untuk dapat bergetar jika terpapar tekanan partikel udara (Kartika 2014). Pengujian respon mikrofon
19
dilakukan dalam empat intensitas bunyi berbeda, yaitu berturut-turut 92,6 dB, 99,2 dB, 103,7 dB, dan 105,8 dB. Nilai intensitas digunakan dalam penghitungan tekanan akustik (mPa) yang diarahkan pada mikrofon optik. Respon masingmasing diafragma pada frekuensi 1000 Hz ditampilkan dalam kurva tegangan keluaran (Voutput) terhadap tekanan akustik pada Gambar 10. Komposit chitosan 1%-PVA 5% dan komposit chitosan 2%-PVA 5% menunjukkan kecenderungan linear pada tegangan yang lebih tinggi dibandingkan diafragma PVA murni, dengan kemiringan (slope) chitosan 2% yang lebih curam. Hal tersebut berkaitan dengan besar sensitivitas yang disajikan pada Tabel 3.
Sensitivitas Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Komposit Chitosan-PVA Sensitivitas merupakan salah satu indikator performa baik pada sebuah sensor akustik. Kepekaan atau sensitivitas yaitu kemampuan sensor untuk mengubah tegangan akustik yang diterima menjadi tegangan listrik yang dihasilkan. Nilai sensitivitas receiver ditentukan melalui penghitungan kemiringan kurva tegangan-tekanan, yang dinyatakan dalam perubahan tegangan listrik (ΔV) per perubahan tekanan akustik (ΔP). Tabel 3 Sensitivitas sensor akustik serat optik dalam frekuensi 1000 Hz Diafragma PVA 5% Komposit chitosan 1%-PVA 5% Komposit chitosan 2%-PVA 5%
Sensitivitas (mV/Pa) 0 1,31 3,28
Diafragma PVA murni memiliki nilai sensitivitas 0 mV/Pa, yang berarti diafragma tidak merespon tekanan akustik yang diberikan. Hal ini terlihat pada Gambar 10, yang menunjukkan kemiringan negatif pada garis trend diafragma PVA murni. Tingkat kepekaan tertinggi diperlihatkan oleh diafragma dengan konsentrasi chitosan 2%, yaitu sebesar 3,28 mV/Pa. Menurut Bucaro et al. (2005), sensitivitas diafragma dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketebalan, variasi material penyusunnya, tegangan permukaan diafragma setelah terpasang, serta luasan diafragma efektif yang terpapar tekanan akustik. Peningkatan tegangan permukaan diafragma serta penurunan diameter diafragma yang terpasang dapat mengurangi sensitivitas sensor akustik serat optik. Qi et al. (2013) menambahkan, penurunan nilai ketebalan diafragma dalam komposisi yang sama dapat meningkatkan sensitivitas diafragma, yang berpengaruh terhadap sudut pantul sehingga intensitas cahaya yang diterima akan semakin tinggi. Sensor akustik serat optik menggunakan sumber cahaya berupa lampu halogen. Cahaya ditransmisikan melalui serat optik hingga mengenai lapisan diafragma, kemudian dipantulkan kembali melalui serat receiver. Getaran diafragma akibat tekanan akustik mempengaruhi banyaknya cahaya yang memasuki serat optik kembali untuk dibaca datanya (Bucaro dan Lagakos 2001). Sensor akustik berbasis intensitas (Bucaro et al. 2005) memiliki nilai tekanan minimum yang dapat terdeteksi (Pmin) sebesar -63,4 dB. Tekanan minimum
20
tersebut dapat berkurang jika diameter diafragma yang digunakan bertambah, serta bergantung pada ketebalan, ukuran diafragma, dan tingkat akustik dalam lingkungan pengujian. Intensitas yang digunakan dalam penelitian berada dalam rentang 92-106 dB. Rentang tersebut berada di atas paparan kebisingan maksimum di wilayah Asia Tenggara menurut WHO (1997), yaitu 75-80 dB.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sensor akustik serat optik dapat dikembangkan melalui aplikasi diafragma berbasis komposit chitosan dan polivinil alkohol. Penambahan chitosan dalam komposit mempengaruhi pembentukan ikatan taut silang (cross-linking), granula, sifat optik, serta karakteristik elastis-rapuh diafragma. Diafragma komposit dengan penambahan chitosan 2% menunjukkan formulasi optimum dalam segi morfologis, mekanik, serta implementasinya pada sistem akustik. Lapisan diafragma dengan formula tersebut memiliki modulus Young 4,89×104 N/m2 serta sensitivitas sebesar 3,28 mV/Pa.
Saran Karakterisasi akustik sensor pada kondisi kedap suara (anechoic chamber), untuk mengurangi gangguan pada tekanan akustik yang terdeteksi. Selain itu, dapat pula dilakukan aplikasi chitosan dalam model sensor akustik serat optik lainnya, seperti interferometri maupun sistem fiber bragg grating.
DAFTAR PUSTAKA Abdelrazek EM, Elashmawi IS, Labeeb S. 2010. Chitosan filler effects on the experimental characterization, spectroscopic investigation and thermal studies of PVA/PVP blend films. Physica B 405:2021-2027. Alekseeva M, Fedoseeva E, Frolov V, Nistratov V, Smirnova L. 2009. The strength of chitosan films. The role of molecular weight, the degree of order, the nature of contre-ion. Progress on Chemistry and Application of Chitin and Its Derivatives 14:65-75. Amimori I, Priezjev NV, Pelcovits RA, Crawford GP. 2003. Optomechanical properties of stretched polymer dispersed liquid crystal films for scattering polarizer applications. Journal of Applied Physics 93(6):3248-3252. Aryaei A, Jayatissa AH, Jayasuriya AC. 2012. Nano and micro mechanical properties of uncross-linked and cross-linked chitosan films. Journal of the Mechanical Behavior of Biomedical Materials 5:82-89.
21
[ASTM] American Society for Testing Material. 2004. ASTM D374: Standard Test Methods for Thickness of Solid Electrical Insulation. Pennsylvania (US): American Society for Testing Material. [ASTM] American Society for Testing Material. 2007. ASTM D789: Standard Test Methods for Determination of Solution Viscosities of Polyamide (PA). Pennsylvania (US): American Society for Testing Material. [ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D1708: Standard Test Method for Tensile Properties of Plastic by Use of Microtensile Specimens. Pennsylvania (US): American Society for Testing Material. [ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM E1252: Standard Practice for General Techniques for Obtaining Infrared Spectra for Qualitative Analysis. Pennsylvania (US): American Society for Testing Material. Bahrami SB, Kordestani SS, Mirzadeh H, Mansoori P. 2003. Poly (vinyl alcohol)chitosan blends: Preparation, mechanical and physical properties. Iranian Polymer Journal 12(2):139-146. Barber JR, Crooks KR, Fristrup KM. 2009. The costs of chronic noise exposure for terrestrial organisms. Trends in Ecology and Evolution 25(3):180-189. Berglund B, Lindvall T, Schwela DH. 1999. Guidelines for Community Noise. WHO-expert task force meeting; London, April 1999. Jenewa (CH): World Health Organization. Bhuvaneshwari S, Sruthi D, Sivasubramanian V, Kalyani N, Sugunabai J. 2011. Development and characterization of chitosan film. International Journal of Engineering Research and Applications 1(2):292-299. Blickley JL, Patricelli GL. 2010. Impacts of anthropogenic noise on wildlife: Research priorities for the development of standards and mitigation. Journal of International Wildlife Law dan Policy 13:274-292. Bonilla J, Fortunati E, Atarés L, Chiralt A, Kenny JM. 2014. Physical, structural and antimicrobial properties of polyvinyl alcohol-chitosan biodegradable films. Food Hydrocolloids 35:463-470. Brumm H. 2010. Anthropogenic noise: Implications for conservation. Seewiesen (AT): Max Planck Institute for Ornithology 89-93. Bucaro JA, Lagakos N. 2001. Lightweight fiber optic microphones and accelerometers. Review of Scientific Instruments 72(6):2816-2821. Bucaro JA, Lagakos N, Houston BH, Jarzynski J, Zalalutdinov M. 2005. Miniature, high performance, low-cost fiber optic microphone. Journal of the Acoustical Society of America 118(3):1406-1413. Calero N, Muñoz J, Ramírez P, Guerrero A. 2010. Flow behaviour, linear viscoelasticity and surface properties of chitosan aqueous solutions. Food Hydrocolloids 24:659-666. Castro C, Gargallo L, Leiva A, Radic D. 2005. Interactions in blends containing chitosan with functionalized polymers. Journal of Applied Polymer Science 97:1953-1960. Chan AAYH, Blumstein DT. 2011. Attention, noise, and implications for wildlife conservation and management. Applied Animal Behaviour Science 13:1-7. Chattopadhyay DP, Inamdar MS. 2010. Aqueous behaviour of chitosan. International Journal of Polymer Science 1-7.
22
Chen LH, Chan CC, Goh SK, Sun J. 2009. Chitosan Diaphragm-based Fiber Optic Pressure Sensor [prosiding]. 31 Agustus-3 September 2009. Shanghai (CN): CLEO®/Pacific Rim. Chen LH, Chan CC, Ang XM, Leong KC. 2010a. Chitosan-diaphragm Based Optical-fiber Hydrophone for In-vivo Ultrasound Measurements [prosiding]. Advanced Sensor Systems and Applications IV 7853. Chen LH, Chan CC, Yuan W, Goh SK, Sun J. 2010b. High performance chitosan diaphragm-based fiber-optic acoustic sensor. Sensors and Actuators A: Physical 163:42-47. Chen LH, Chan CC, Ang XM, Yuan W, Zu P, Wong WC, Zhang Y, Leong KC. 2012. Miniature in vivo chitosan diaphragm-based fiber-optic ultrasound sensor. IEEE Journal of Selected Topics in Quantum Electronics 18(3):1042-1049. Clemmons JR, Buchholz R. 1997. Behavioral Approaches to Conservation in the Wild. Cambridge (UK): Cambridge University Press. Costa-Júnior ES, Barbosa-Stancioli EF, Mansur AAP, Vasconcelos WL, Mansur HS. 2009. Preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) chemically croslinked blends for biomedical applications. Carbohydrate Polymers 76:472-481. Czechowska-Biskup R, Jarosińska D, Rokita B, Ulański P, Rosiak JM. 2012. Determination of degree of deacetylation of chitosan – comparison of methods. Progress on Chemistry and Application of Chitin and Its Derivatives 17:5-20. El-Hefian EA, Nasef MM, Yahaya AH. 2010. The preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) blended films. E-Journal of Chemistry 7(4):1212-1219. El-Hefian EA, Nasef MM, Yahaya AH. 2011. Preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) blended films: Mechanical, thermal and surface investigations. E-Journal of Chemistry 8(1):91-96. El-Sayed EM, Omar A, Ibrahim M, Abdel-Fattah WI. 2009. On the structural analysis and electronic properties of chitosan/hydroxyapatite interaction. Journal of Computational and Theoretical Nanoscience 6(7):1663-1669. Elsabee MZ, Abdou ES. 2013. Chitosan based edible films and coatings: A review. Material Science and Engineering C 33:1819-1841. Fraden J. 2010. Handbook of Modern Sensors: Physics, Designs, and Applications. New York (US): Springer. Gupta BD. 2006. Fiber Optic Sensors: Principal and Applications. New Delhi (IN): New India Publishing Agency. Hopcroft MA, Nix WD, Kenny TW. 2010. What is the Young’s modulus of silicon?. Journal of Microelectromechanical Systems 19(2):229-239. Huang M, Fong CW, Khor E, Lim LY. 2005. Transfection efficiency of chitosan vectors: Effect of polymer molecular weight and degree of deacetylation. Journal of Controlled Release 106:391-406. Hwang JK, Shin HH. 2000. Rheological properties of chitosan solutions. KoreaAustralia Rheology Journal 12(3/4):175-179. Kanatt SR, Rao MS, Chawla SP, Sharma A. 2012. Active chitosan-polyvinyl alcohol films with natural extracts. Food Hydrocolloids 29:290-297.
23
Kartika IWD. 2014. Material medis penambal membran timpani berbasis komposit chitosan melalui pendekatan mekanoakustik [skripsi] Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kronast W, Müller B, Siedel W, Stoffel A. 2001. Single-chip condenser microphone using porous silicon as sacrificial layer for the air gap. Sensors and Actuators A 87:188-193. Kumar HMPN, Prabhakar MN, Prasad CV, Rao KM, Reddy TVAK, Rao KC, Subha MCS. 2010. Compatibility studies of chitosan/PVA blend in 2% aqueous acetic acid solution at 30°C. Carbohydrate Polymers 82:251-255. Laiolo P. 2010. The emerging significance of bioacoustics in animal species conservation. Biological Conservation 143:1635-1645. Leceta I, Guerrero P, de la Caba K. 2013. Functional properties of chitosan-based films. Carbohydrate Polymers 93:339-346. López-Mata MA, Ruiz-Cruz S, Silva-Beltrán NP, Ornelas-Paz JJ, Zamudio-Flores PB, Burruel-Ibarra SE. 2013. Physicochemical, antimicrobial and antioxidant properties of chitosan films incorporated with carvacrol. Molecules 18:13735-13753. Lu L, Peng F, Jiang Z, Wang J. 2006. Poly(vinyl alcohol)/chitosan blend membranes for pervaporation of benzene/cyclohexane mixtures. Journal of Applied Polymer Science 101:167-173. Mayachiew P, Devahastin S. 2008. Comparative evaluation of physical properties of edible chitosan films prepared by different drying methods. Drying Technology: An International Journal 26(2):176-185. Meneghello G, Ainsworth B, De Bank P, Ellis MJ, Chaudhuri J. 2008. Effect of polyvinyl alcohol and sodium hypochlorite on porosity and mechanical properties of PLGA hollow fibre membrane scaffolds. European Cells and Materials 16(3):82. Mucha M, Ludwiczak S, Kawinska M. 2005. Kinetics of water sorption by chitosan and its blends with poly(vinyl alcohol). Carbohydrate Polymers 62:42-49. Murata K, Ohkawa M, Sato T. 2012. Design study of a guided-wave optical microphone with a diaphragm [prosiding]. 28-31 Oktober 2012. Taipei: Sensors IEEE. Nesson S, Yu M, Zhang X, Hsieh AH. 2008. Miniature fiber optic pressure sensor with composite polymer-metal diaphragm for intradiscal pressure measurements. Journal of Biomedical Optics 13(4):1-8. No HK, Meyers SP. 1995. Preparation and characterization of chitin and chitosan: a review. Journal of Aquatic Food Product Technology 4(2): 27-52. OChemOnline. 2013. Infrared spectroscopy absorption table. http://www.ochemonline.com/ [20 Juli 2013]. Parida UK, Nayak AK, Binhani BK, Nayak PL. 2011. Synthesis and characterization of chitosan-polyvinyl alcohol blended with cloisite 30b for controlled release of the anticancer drug curcumin. Journal of Biomaterials and Nanobiotechnology 2:414-425. Pereda M, Ponce A, Marcovich N, Ruseckaite R, Martucci J. 2011. Chitosangelatin composites and bi-layer films with potential antimicrobial activity. Food Hydrocolloid 25:1372-1381.
24
Qi Z, Huang H, Cao T, Liu P, Tang Z, Qu B. 2013. Highly sensitive fiber pressure sensor based on off-center diaphragm reflection. Applied Optics 52(18):4223-4227. Ravichandran S, Ramanathan K. 2012. Acoustical properties and surface tension study of some potassium salts in polyacrylamide solution at 303K. Research Journal of Chemical Sciences 2(10):49-54. Rotta J, Minatti E, Barreto PLM. 2011. Determination of structural and mechanical properties, diffractometry, and thermal analysis of chitosan and hydroxypropylmethylcellulose (HPMC) films plasticized with sorbitol. Ciência y Tecnologia Alimentaria 31(2):450-455. Sessler GM. 1991. Acoustic sensors. Sensors and Actuators A 25:323-330. Srinivasa PC. 2004. Process development of biodegradable chitosan-based films and their suitability for food packaging [disertasi] Mysore (IN): University of Mysore. Syahroni. 2011. Perekaman dan Analisis Spektrum Suara Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dalam Karamba [skripsi] Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Teixeira JGV, Leite IT, Silva S, Frazão O. 2014. Advanced Fiber-Optic Acoustic Sensors. Photonic Sensors 4(3):198-208. Tripathi S, Mehrotra GK, Dutta PK. 2009. Physicochemical and bioactivity of cross-linked chitosan film for food packaging applications. International Journal of Biological Macromolecules 45:372-376. Vorländer M. 2013. Acoustic measurements. Di dalam: Müller G dan Möser M, editor. Handbook of Engineering Acoustics. Heidelberg (DE): SpringerVerlag GmbH. Wang T, Gunasekaran S. 2006. State of water in chitosan-PVA hydrogel. Journal of Applied Polymer Science 101:3227-3232. Wang W, Li S, Wen L. 2013. Ultra-low sensitivity to temperature low-cost optical fiber Fabry-Perot micro pressure sensor with a chitosan diaphragm. Optics Communications 309:302-306. [WHO] World Health Organization. 1997. Prevention of noise-induced hearing loss. WHO-PDH Informal Consultation; Jenewa, 28-30 October 1997. Jenewa (CH): World Health Organization. Yu Q, Zhou X. 2011. Pressure sensor based on the fiber-optic extrinsic Fabry Perot interferometer. Photonic Sensors 1(1):72-83. Zheng H, Du Y, Yu J, Huang R, Zhang L. 2001. Preparation and characterization of chitosan/poly(vinyl alcohol) blend fibers. Journal of Applied Polymer Science 80:2558-2565.
LAMPIRAN
27
Lampiran 1 Aransemen dan interpretasi spektra inframerah komposit chitosanPVA (OChemOnline 2013) Rentang (cm-1) 1095 3364 1373 1257 1327 1427 1566 1659 1728 2939 1095 3356 1373 1257 1327 1427 1566 1651 1728 2939 3364 1381 1257 1335 1420 1558 1643 1728 2939
Intensitas Trans. (%)
Posisi ikatan
Vibrasi
Intensitas
Spektrum FTIR PVA 5% C-O kuat stretching O-H kuat-lebar O-H bending sedang C-O stretching kuat C-N stretching kuat O-H bending sedang
6 0 15 6 21 13,5 60 C=C stretching sedang 42 12 C=O stretching kuat 11,25 C-H stretching sedang Spektrum FTIR komposit chitosan 1%-PVA 5% 4,5 C-O kuat stretching 0 O-H kuat-lebar 18 O-H bending sedang 10,5 C-O stretching kuat 21 C-N stretching kuat 13,5 O-H bending sedang 36 C=C stretching sedang 42 19,5 C=O stretching kuat 12 C-H stretching sedang Spektrum FTIR komposit chitosan 2%-PVA 5% 3 O-H stretching kuat-lebar 28,5 O-H bending sedang 22,5 C-O stretching kuat 36 C-N stretching kuat 24 O-H bending sedang 37,5 C=C stretching sedang 48 33 C=O stretching kuat 19,5 C-H stretching sedang
Gugus fungsi
Alkohol dan Fenol Ester aromatik Amin aromatik As. Karboksilat Alkena Aldehida Alkana Alkohol dan Fenol Ester aromatik Amin aromatik As. Karboksilat Alkena Aldehida Alkana Alkohol dan Fenol Ester aromatik Amin aromatik As. Karboksilat Alkena Aldehida Alkana
28
Lampiran 2 Kurva tegangan-regangan melalui Tensile Strength and Elongation Tester Zwick/Roell Z005 60
Force in N
40
20
0 0
50
100
150
Strain in %
Kekuatan tarik (N) dan perpanjangan putus (%) diafragma PVA 5%
60
Force in N
40
20
0 0
20
40
60
80
100
120
Strain in %
Kekuatan tarik (N) dan perpanjangan putus (%) komposit chitosan 1%-PVA 5% 60
Force in N
40
20
0 0
20
40
60
80
100
Strain in %
Kekuatan tarik (N) dan perpanjangan putus (%)komposit chitosan 2%-PVA 5%
29
Lampiran 3 Respon dinamik sensor akustik serat optik berdasarkan variasi intensitas (frekuensi 1000 Hz) 0,07 0,06 Tegangan (V)
0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 -0,01
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
1,1
1,2
1,3
1,4
1,5
Waktu (s)
Respon sensor akustik serat optik dengan diafragma PVA 5%
0,07 Tegangan (V)
0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 3,5
3,6
3,7
3,8
3,9 4 4,1 Waktu (s)
4,2
4,3
4,4
4,5
Respon sensor akustik serat optik dengan komposit chitosan 1%-PVA 5% 0,07 Tegangan (V)
0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 27
27,1 27,2 27,3 27,4 27,5 27,6 27,7 27,8 27,9 Waktu (s)
28
Respon sensor akustik serat optik dengan komposit chitosan 2%-PVA 5%
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 Mei 1993. Penulis merupakan putri pertama dari pasangan Triyono Istiyadi dan Siti Musfaridah. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 20 Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015, asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perairan I tahun ajaran 2013/2014, dan asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perairan II tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif sebagai anggota Paduan Suara Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (PSM IPB) Agria Swara (2010-2012), sebagai reporter majalah pangan dan gizi EMULSI (2012-2013), serta dalam berbagai kepanitiaan. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Holi Mina Jaya, Rembang, Jawa Tengah pada Juli-Agustus 2013 dengan judul Studi Penerapan Good Manufacturing Practices pada Proses Produksi Whole Cleaned Cuttlefish Beku di PT Holi Mina Jaya, Rembang, Jawa Tengah. Penulis juga pernah melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI, meliputi PKM bidang Penelitian (2014) dengan judul Teknik Cepat Pendeteksian Dini Tingkat Kebisingan Antropogenik Menggunakan Sensor Akustik Serat Optik Berbasis Chitosan Performa Tinggi, serta bidang Gagasan Tertulis (2014) dengan judul “Membuka Isolasi Penetrasi Tanpa Satelit” Akses Jaringan Internet Antar Kepulauan Indonesia (Model Baru Penyediaan Jalur Penyangga (Buffer Access) Berbasis Kabel Bawah Laut Nanochitosan Fiber Optic).