Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19
PENGEMBANGAN MODEL TEKSTUR DAN UMUR SIMPAN BUAH SAWO (Achras sapota L) DENGAN VARIASI SUHU DAN TEKANAN PADA PENYIMPANAN HIPOBARIK
Development of Texture and Shelf Life Time Model of Sapote Fruit (Achras sapota L.) with Temperature and Pressure Variation under Hypobaric Storage La Choviya Hawa Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unibraw. Jl Veteran-Malang. E_mail:
[email protected]
ABSTRACT The objective of this research was to develop a model of texture and shelf life time of Sapote Fruit (Achras sapota L.) stored under hypobaric condition. The fruit was stored for 10 days at a various levels of combination of temperature and pressure. The temperature levels applied were 10° C and 20° C, and under a pressure of 30, 50 and 70 kPa. It was observed that the fruit stored at 10° C under the pressure level of 30 kPa had the lowest texture (186.62 g/mm/s). The model of sapote fruit texture (Ti) and shelf life time ( θ ), applicable to the above pre-determined condition, may be expressed respectively, as follows:
− 1,5258 P 0,1458 e −1.082,5 /T θ and Ti = 1.410,55 e θ=
3,25 . 0 , 1458 − 1 . 082 , 5 / T 1,5258 P e
Key words: hypobaric, texture, shelf life time, sapote fruit PENDAHULUAN Buah sawo (Achras sapota L.) merupakan buah yang mudah mengalami kerusakan sesudah pemanenan baik kerusakan fisik, mekanik maupun mikrobiologis. Sifat mudah rusak ini menimbulkan masalah yang serius dan merugikan petani maupun pengusaha buah. Umur simpan yang pendek dan produksi yang melimpah saat panen raya serta terlambatnya distribusi mengakibatkan harga sawo turun drastis dan tidak laku di pasaran. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian (2004) produksi sawo Indonesia pada tahun 2003 terbesar berasal dari Propinsi Jawa Barat (10.633 ton/tahun), Jawa Timur (8.966 ton/tahun), Jawa Tengah (5.265 10
ton/tahun) dan DI Yogyakarta (3.602 ton/tahun). Selama ini sawo hanya dipasarkan di dalam negeri dan kenyataannya produksi tersebut belum mampu memenuhi permintaan masyarakat. Buah sawo memiliki kematangan optimum antara 200 sampai 275 hari setelah pembentukan buah. Buah sawo membutuhkan waktu sekitar 8 – 9 hari untuk bisa matang dalam kondisi udara tropis dan umur simpannya hanya 3 – 4 hari pada suhu kamar dengan RH 85 – 90 %. Sesudah matang optimal, sawo sangat mudah menjadi “overripe” dan segera memasuki tahap senesensi. Buah sawo membutuhkan suhu lebih dari 20°C untuk matang secara seragam dan perpanjangan umur simpan sawo merupakan masalah
Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa) yang paling sulit diatasi (Lakshminarayana dalam Salunkhe dan Desai, 1986). Rao dan Chundawat (1988) mengatakan bahwa perubahan kematangan buah sawo varitas Kalipatti meliputi tekstur, produksi etilen, respirasi dan aktivitas katalase. Pada hari ketiga setelah panen kekerasan daging buah menurun, sedangkan produksi etilen meningkat pada hari kedua dan puncaknya pada hari keempat sebesar 3.5 kali lipat. Salah satu alternatif untuk memperpanjang daya simpan buah sawo adalah dengan penyimpanan hipobarik. Penyimpanan hipobarik adalah salah satu proses penyimpanan produk yang dapat berupa buah segar, sayuran, bunga potong, tanaman pot, daging, udang, ikan, dan materi lain yang bermetabolisme secara aktif (Spalding et al, 1976) dalam kondisi vakum parsial. Ruang vakum dihubungkan secara kontinu dengan udara yang mengandung air jenuh untuk mempertahankan tingkat oksigen dan mengurangi kehilangan air. Pematangan pada buah diperlambat dengan penyimpanan hipobarik, karena penurunan tekanan parsial pada oksigen, dan untuk beberapa buah-buahan juga terjadi penurunan etilen. Penurunan tekanan udara sebesar 10 kPa (0.1 atm) setara dengan penurunan konsentrasi oksigen sekitar 2% pada tekanan atmosfir normal (Chuanjin et al.,2003). Penyimpanan hipobarik mempunyai 4 bagian penting, yaitu : refrigerasi, sistem tekanan hipobarik, ruang simpan dan sistem kontrol. Keuntungan penyimpanan hipobarik adalah umur simpan produk dapat lebih panjang, menurunkan O2 secara cepat, dapat menahan dari pembusukan, secara otomatis dapat mengeliminasi serangga dan dapat menyimpan produk yang berbeda secara bersamaan Penelitian tentang penyimpanan hipobarik yang pernah dilakukan pada tomat (Wu, dalam Thompson, 1998), pisang (Apelbaum dalam Thompson, 1977), apel (Wang dan Dilley, 2000) dan penyimpanan hipobarik yang disertai kombinasi lemari pendingin (Salunkhe dan Wu,1975 dan Burg, 1975 dalam Thompson, 1998).
Untuk buah sawo, direkomendasikan penyimpanan dengan kontrol atmosfer sebaiknya dilakukan pada suhu 20°C dengan kadar CO2 5–10%. Analisa penurunan mutu pada pendugaan umur simpan buah segar diperlukan suatu parameter yang dapat diukur secara kuantitatif dan mencerminkan kondisi mutu produknya. Menurut Syarief dan Halid (1994) parameter yang dapat digunakan antara lain tektur, warna, kandungan gula, total asam, asam askorbat, total mikroba, skor cita-rasa dan sebagainya. Umumnya produk buah segar menggunakan sifat mutu kekerasan dan warna sebagai parameter penurunan mutu. Purwadaria, et al. (1991) menggunakan kekerasan untuk menduga umur simpan tomat apel dalam kemasan atmosfir termodifikasi, sedangkan Syarief (1994), menggunakan warna untuk menduga umur simpan pisang Lampung dalam kemasan strech film. Pengetahuan tentang umur simpan suatu produk hortikultura sangat berguna dalam penyimpanan, dengan diketahuinya pendugaan umur simpan maka dapat ditetapkan perlakuan apa yang mesti diberikan pada produk tersebut. Pada pemasaran misalnya, dengan pendugaan umur simpan maka produk yang memiliki umur simpan pendek, distribusi pemasarannya sebaiknya tidak terlalu jauh dari sentra produksi, untuk mengurangi kehilangan (losses) produk. Definisi umur simpan pada penelitian ini adalah kisaran waktu antara pada saat buah dipetik sampai buah ditolak konsumen dimana buah masih memiliki mutu yang baik. Penentuan batas umur simpan sawo dilakukan dengan uji organoleptik terhadap tekstur sawo yang disimpan pada suhu 27°C selama 10 hari. Dasar pertimbangannya adalah bahwa selama penyimpanan, tekstur sawo semakin lunak sampai pada akhirnya tidak diterima oleh konsumen. Asumsi yang digunakan bahwa bila skor penerimaan dibawah 5 (netral) maka dianggap sawo sudah ditolak konsumen.
11
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19 Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Dalam hal ini tekstur akan mengalami perubahan nilai yang mengikuti fenomena kemunduran mutu produk sesuai persamaan Arrhenius.
Ti = T0 e − k (t ) .......................................... (1) Keterangan : Ti : nilai tekstur prediksi penyimpanan hipobarik (mm/gr.detik) T0 : nilai tekstur awal (mm/gr.detik) k : konstanta penurunan mutu t : waktu (hari) Nilai konstanta penurunan mutu (k) merupakan fungsi dari tekanan dan suhu
TT = k suhu e
− (Ea/RT)
................................(5)
Keterangan : TT : nilai tekstur yang merupakan fungsi suhu (mm/gr.detik) ksuhu : konstanta tekstur dari suhu Ea : energi aktivasi (kJ/mol) R : konstanta gas (J/Kmol) T : suhu (K) Dengan mengubah Ea/R menjadi kt, persamaan nilai tekstur sebagai fungsi suhu dapat dituliskan sebagai
TT = k suhu e
−(
kt ) T
.....................................(6)
Keterangan : TT : nilai tekstur yang merupakan fungsi suhu (mm/gr.detik) ksuhu : konstanta tekstur dari suhu kt : konstanta suhu T : suhu (K)
k = f (P , T) ........................................... (2) sehingga nilai tekstur prediksi merupakan fungsi tekanan, suhu dan waktu penyimpanan, Ti = T0 [f (P)] [f(T)] [f(θ)].................. (3) Tekanan di ruang penyimpanan dalam penyimpanan hipobarik, adalah sebesar 30, 50 dan 70 kPa (di bawah 101 kPa) dengan suhu 10°C dan 20°C selama 10 hari. Asumsi yang digunakan ialah semakin rendah tekanan maka penurunan tekstur semakin kecil. Nilai tekstur yang merupakan fungsi tekanan dituliskan sebagai,
TP = k tek P kp .......................................... (4) Keterangan : TP : nilai tekstur yang merupakan fungsi tekanan (mm/gr.detik) ktek : konstanta tekstur dari tekanan P : tekanan atmosfer perlakuan (kPa) kp : konstanta tekanan Menurut Exama et al. (1993) untuk menghitung fungsi suhu terhadap nilai tekstur dapat dicari dengan persamaan
12
Nilai penetrasi sawo diperoleh dari pengukuran tekstur dengan penetrometer 1 mm) W 10 x 0 berat beban (gram) x waktu pengujian (det ik ) Wθ Rata − rata hasil pengukuran ( x
.........(7)
Keterangan : W0 : berat sawo awal (kg) Wθ : berat sawo saat pengamatan (kg) sedangkan nilai tekstur (kekerasan) observasi diperoleh dengan menginverskan persamaan (7) agar sesuai dengan fenomena laju penurunan mutu berdasarkan persamaan Arrhenius. Nilai tekstur awal (T0) diasumsikan sama pada tiap perlakuan karena kondisi kekerasan awal (saat dipanen) sama. Penggabungan persamaan (4) dan (6) ke persamaan (1) akan menghasilkan persamaan nilai tekstur prediksi dimana ktek dan k suhu merupakan konstanta dan dapat disatukan menjadi konstanta A.
Ti = T0 e -[A P
kp − kt / T
e
]θ
................................(8)
Keterangan : Ti : nilai tekstur prediksi pada penyimpanan hipobarik (mm/gr.detik) T0 : nilai tekstur awal (mm/gr.detik)
Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa)
Keterangan : θ : lama Penyimpanan (hari) Ti : nilai tekstur prediksi penyimpanan hipobarik (mm/gr.detik) T0 : nilai tekstur awal (mm/gr.detik) A : konstanta gabungan k tek dan k suhu
3. Aquades untuk melarutkan garam KNO3 mengukur konsumsi O2 dalam respirasi. Alat yang digunakan: 1. Refrigerator penyegar udara sebagai sumber pendingin 2. Vacuum switch dan relay vakum untuk mengendalikan tekanan udara 3. Water jet vacuum untuk memompa udara ruang simpan 4. Termokontrol dengan sensor termokopel untuk mengendalikan pendingin 5. Higrometer untuk mengukur kelembaban relatif udara 6. Termometer bola basah dan bola kering untuk menentukan RH udara luar 7. Vakummeter analog untuk mengukur tekanan ruang simpan 8. Termometer untuk mengkalibrasi suhu ruang pendingin 9. Toples kaca sebagai ruang simpan komoditi 10.Penetrometer untuk mengukur tekstur buah sawo
P kP kt T
Rangkaian alat secara keseluruhan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
A
: konstanta gabungan
P kP kt T θ
: : : : :
ktek dan k suhu
tekanan atmosfer perlakuan (kPa) konstanta tekanan konstanta suhu suhu (K) lama Penyimpanan (hari)
Persamaan (8) dapat digunakan untuk memprediksi umur simpan sawo pada penyimpanan hipobarik dengan memasukkan batas tolak tekstur sawo hasil uji organoleptik hedonik sebagai nilai Ti. Persamaan prediksi umur simpan sawo dapat dituliskan sebagai,
θ=
ln (Ti / T0 ) ............................... (9) − A P kp e −kt / T
[
: : : :
]
tekanan atmosfer perlakuan (kPa) konstanta tekanan konstanta suhu suhu (K)
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat pemodelan nilai tekstur dan umur simpan buah sawo pada penyimpanan hipobarik dengan pengkombinasian tekanan dan suhu ruang. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan: 1. Buah sawo kultivar manila yang diperoleh dari daerah KalisongoMalang. Sawo dipanen pada umur kirakira 120 hari kemudian digosok kulitnya dengan sabut kelapa dan dicuci hingga bersih. Buah sawo yang digunakan dipilih yang seragam, baik warna, ukuran maupun bentuknya. 2. Garam KNO3 untuk mengkondisikan RH udara dalam bentuk larutan garam jenuh
Metode Metode yang digunakan yaitu perancangan alat dan pengujian. Perancangan alat meliputi ruang pendingin dan ruang penyimpan alat kontrol dan peralatan pendukungnya. Pengujian hasil perancangan dengan menggunakan komoditas buah sawo selanjutnya dilakukan pengamatan tekstur sawo selama 10 hari dan uji organoleptik terhadap sawo yang disimpan pada suhu 27°C setiap hari selama 10 hari. Perlakuan penelitian pada kondisi hipobarik dengan kombinasi 2 perlakuan suhu (10°C dan 20°C) dan 3 perlakuan tekanan (30, 50 dan 70 kPa) serta perlakuan kontrol dalam tanpa hipobarik suhu 10 dan 20°C dan kontrol luar suhu 27°C tanpa hipobarik.
13
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19
20
10
9 8
18
14
1 11 2 13 16 15
17
12
3 19 4 5
6
7
Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mesin refrigerator Sistem water jet Pompa sentrifugal Bak air Saklar vakum Kaki penyangga Termokontrol Evaporator pendingin Ruang pendingin
11.Saluran udara 12.Vakummeter 13.Relay vakum 14.Termometer 15.Termokopel 16. Higrometer 17. Larutan KNO3 jenuh 18. Buah sawo 19.Perlakuan kontrol
Gambar 1. Gambar Skematis Rangkaian Alat Penyimpanan Hipobarik HASIL DAN PEMBAHASAN Tekstur Sebaran data hasil pengukuran tekstur buah sawo diperoleh dengan menginverskan nilai tekstur agar sesuai dengan fenomena laju penurunan mutu berdasarkan persamaan Arrhenius. Nilai tekstur terendah pada suhu 10°C dicapai pada tekanan 30 kPa, sebesar 186,62 gr/mm/detik dan tertinggi dicapai pada tekanan 70 kPa sebesar 254,42 gr/mm/detik. Pada perlakuan kontrol dalam suhu 10°C tanpa hipobarik, nilai tekstur sebesar 99,44 gr/mm/detik, sedangkan pada perlakuan kontrol luar suhu ruang, sebesar 36,62 gr/mm/detik, seperti pada Gambar 2.
14
1600
3 0 kPa-10 C
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
50 kPa-10 C 70 kPa-10 C Ko nt ro l Dalam Ko nt ro l Luar
0
1
2 3 4 5 6 7 Lama S impa n (Hari)
8
9
10
Gambar 2. Nilai Tekstur pada Penyimpanan Hipobarik Suhu 10°C Kecenderungan penurunan nilai tekstur juga terjadi pada suhu penyimpanan 20°C seperti ditunjukkan pada Gambar 3.Pada
Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa) perlakuan hipobarik, nilai tekstur terendah dicapai pada perlakuan tekanan 70 kPa, sebesar 205,38 gr/mm/detik dan tertinggi dicapai pada perlakuan tekanan 30 kPa sebesar 253,35 gr/mm/detik. Pada perlakuan kontrol dalam suhu 20°C tanpa hipobarik, nilai tekstur sebesar 99,93 gr/mm/detik. 3 0 kPa-2 0 C
1600 1400
50 kPa-2 0 C 70 kPa-2 0 C
1200 1000 800 600 400 200 0
Ko ntro l Dalam Ko ntro l Luar
0
1
2 3 4 5 6 7 Lama S impan (Hari)
8
9
10
Gambar 3. Nilai Tekstur pada Penyimpanan Hipobarik Suhu 20°C Penurunan tekstur berkaitan dengan senyawa pektin. Di dalam dinding sel dan lamela tengah, pektin berfungsi sebagai bahan perekat. Salah satu fungsi pektin adalah menjaga ketegaran buah dan dengan adanya perubahan pektin maka ketegaran buah akan berkurang. Perubahan zat pektin selama pematangan diawali dengan pemecahan protopektin oleh aktivitas enzim protopektinase menjadi pektin. Selanjutnya pektin mengalami demetilasi (pelepasan gugus metil) menjadi asam pektinat yang selanjutnya mengalami demetilasi menjadi asam pektat yang merupakan polimer asam galakturonat. Proses demetilasi pada pektin dan asam pektinat dikatalisis oleh enzim pektin metilesterase. Pada tahap akhir asam poligalakturonat akan terpecah oleh enzim poligalakturonase menjadi monomermonomer asam α-D-galakturonat. Tingkat kelarutan zat-zat pektin menjadi semakin tidak larut bila terdapat semakin banyak gugus metil pada senyawa (Meyer, 1973). Pada buah matang, kandungan pektat dan pektinat menurun. Kecenderungan ini terdapat pada buah pisang, semangka,
jeruk, arbei, mangga. Pada buah yang terlalu matang asam pektinat telah dihidrolisa membentuk asam pektat dan gula (Winarno dan Aman, 1981). Ghazali dan Peng (1993) melaporkan adanya korelasi antara aktivitas poligalakturonase dan kekerasan buah. Kekerasan menurun bila aktivitas poligalakturonase sangat tinggi. Penghambatan pada terjadinya pelunakan jaringan buah berkorelasi dengan penurunan aktivitas enzim poligalakturonase. Suhu penyimpanan berpengaruh pada penurunan tingkat kekerasan. Pada proses pelunakan terjadi degradasi pektin dengan bantuan enzim. Enzim membutuhkan kondisi tertentu untuk melakukan aktivitasnya. Pada suhu 20°C, laju respirasi dan aktivitas enzim berlangsung lebih cepat, sehingga menyebabkan jumlah pektin yang tidak larut lebih cepat berkurang. Sebaliknya pada suhu 10°C, aktivitas enzim menurun, sehingga degradasi pektin menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana dapat lebih dihambat pembentukan reaksinya. Akibatnya proses pelunakan terjadi lebih lambat. Fenomena ini didukung oleh Bourne (1982) yang melakukan penelitian terhadap 19 jenis buah dan sayuran dengan berbagai varietas pada variasi suhu antara 0 – 45°C. Bourne melaporkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai tekstur buah dan sayur akan semakin meningkat, kecuali aprikot dan buncis nilai tekstur akan menurun. Bender et al. (2000) menambahkan bahwa tekstur mangga varietas Haden dan Tommy Atkins yang disimpan pada konsentrasi O2 2, 3, 4, dan 5 kPa lebih keras dibandingkan dengan mangga yang disimpan pada suhu ruang. Pengurangan konsentrasi O2 akan memperlambat pelunakan mangga. Hasil Uji Organoleptik Hasil uji organoleptik dan hasil pengukuran tekstur dengan penetrometer terhadap sawo yang disimpan pada suhu 27°C (kontrol luar) disajikan pada Tabel 1.
15
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19 Tabel 1. Uji Organoleptik Hedonik dan Pengukuran Tekstur dengan Penetrometer Hari ke-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skor Uji Organoleptik Kenam Keke Rasa pakan rasan
1 1 1 1,67 4,4 5,2 6 3,2 1,93 1 1
1 1 1 1,33 6,2 7 6,6 2 1,07 1 1
1 1 1 1,33 3,8 4,3 5 6 1,33 1 1
Nilai Tekstur (gr/mm/dtk)
1410,55 815,98 633,09 431,26 319,44 105,43 54,70 49,52 44,06 41,45 36,62
Kenampakan sawo pada hari ke-0 sampai ke-3 adalah putih kuning pucat dan bergetah karena sawo masih mentah. Pada hari ke-4 sampai ke-6 berkisar antara coklat muda hingga coklat. Pada hari ke-7 sampai ke-10 adalah coklat hingga coklat tua karena sawo mulai busuk. Kecenderungan panelis lebih menyukai kenampakan sawo berwarna coklat yakni saat sawo tepat matang. Rasa sawo pada hari ke-0 sampai ke-3 adalah sepat karena sawo masih mentah. Pada hari ke-4 sampai ke-6 sawo sudah berasa manis dan berair. Pada hari ke-7 sampai ke-10 sawo berasa masam dan berair sekali karena sudah mulai busuk dan rusak. Kecenderungan panelis lebih menyukai sawo yang manis. Kekerasan (tekstur) sawo pada hari ke-0 sampai ke-3 sangat keras karena sawo masih mentah. Pada hari ke-4 sampai ke-6 sawo mulai lunak. Pada hari ke-7 sampai ke-10 sawo sangat lunak, berair sekali dan berbau busuk karena sudah mulai busuk dan rusak. Kecenderungan panelis lebih menyukai sawo yang lunak. Dengan demikian, maka dapat dibuat batasan kesukaan panelis terhadap
16
kenampakan, rasa dan kekerasan sawo terhadap nilai tekstur sawo. Kenampakan yang disukai adalah yang coklat muda sampai coklat, berasa manis dan bertekstur agak lunak sampai lunak. Kenampakan, rasa dan kekerasan yang disukai berkisar pada hari ke-4 hingga ke-6 dengan nilai tekstur antara 319,44 hingga 54,90 gr/mm/detik. Pemodelan Nilai Tekstur Sawo Penurunan nilai tekstur dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah kondisi udara ruang penyimpanan.. Pada penyimpanan hipobarik, tekanan ruang simpan berada di bawah 1 atmosfir, bersuhu rendah dan memiliki kelembaban relatif yang tinggi sehingga pelunakan buah sawo dapat diperlambat. Model yang dikembangkan dalam penentuan tekstur sawo pada penyimpanan hipobarik menggunakan Persamaan (7), dimana nilai tekstur merupakan fungsi tekanan, suhu dan waktu. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan SPSS. Pemodelan nilai tekstur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: − 1,5258 P 0,1458 e −1.082,5 /T θ Ti = 1.410,55 e
(10)
Keterangan : Ti : Nilai tekstur prediksi pada penyimpanan hipobarik (mm/gr.detik) P : Tekanan atmosfer perlakuan (kPa) T : Suhu (K) θ : Lama Penyimpanan (hari) Nilai tekstur prediksi diperoleh dengan menggunakan Persamaan (8) dan nilai tekstur observasi diperoleh dengan menginverskan Persamaan (7). Untuk menguji keeratan hubungan antara hasil prediksi dan observasi dilakukan analisa regresi linier dan diperoleh koefisien korelasi (R) sebesar 0,988. Hubungan nilai tekstur prediksi dan observasi pada penyimpanan hipobarik pada Gambar 4.
Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa) Keterangan : θ : lama Penyimpanan (hari) P : tekanan atmosfer perlakuan (kPa) T : suhu (K)
1500 1200 900 600 y = 1,0188x R 2 = 0,9769
300 0 0
250
500
750 1000 1250 1500
Nilai Te ks tur Hipo barik P re diks i (g r/ mm/ de tik)
Gambar 4. Hubungan Nilai Tekstur Prediksi dan Observasi pada Penyimpanan Hipobarik Syarat keberlakuan persamaan (10) adalah bila sawo disimpan pada suhu 10°C - 27°C dan tekanan 30 kPa – 101 kPa. Nilai tekstur awal sawo yang disimpan pada tiap perlakuan dianggap sama, sehingga persamaan (10) berlaku umum. Pemodelan Umur Simpan Sawo Prediksi umur simpan sawo pada penyimpanan hipobarik diperoleh dengan mengasumsikan bahwa sawo yang disimpan pada penyimpanan hipobarik akan mengalami perubahan tekstur yang relatif sama dengan perubahan tekstur sawo yang disimpan pada suhu kamar 27°C. Pada penyimpanan hipobarik, tidak dilakukan uji organoleptik karena semua panelis memberi skor 1 (amat sangat tidak menyukai). Hal ini menunjukkan bahwa sawo belum layak dikonsumsi. Penentuan batasan umur simpan sawo adalah nilai skor kekerasan pada skala hedonik 5 (netral) yang diperoleh dari uji organoleptik metode hedonik dari sawo (Tabel 1). Pada skala hedonik 5 nilai tekstur sebesar 54,70 gr/mm/detik. Jika nilai 54,70 gr/mm/detik dimasukkan ke Persamaan (10) sebagai Ti (nilai tekstur prediksi) maka dapat diduga umur simpan sawo pada penyimpanan hipobarik yang disajikan pada Tabel 2. θ=
................ (11) 3.25 1,5258 P 0,1458 e −1.082,5 / T
Persamaan (11) dapat digunakan dengan syarat keberlakuan bahwa sawo disimpan pada suhu 10°C - 27°C dan tekanan 30 kPa –101 kPa. Tabel 2. Pendugaan Umur Simpan Sawo pada Penyimpanan Hipobarik Umur Simpan Prediksi (Hari)
Perlakuan
Tekanan 30 Tekanan 50 Tekanan 70 Tekanan 30 Tekanan 50 Tekanan 70 Suhu 10°C Suhu 20°C Suhu 27°C
kPa kPa kPa kPa kPa kPa
suhu suhu suhu suhu suhu suhu
10°C 10°C 10°C 20°C 20°C 20°C
22 20 19 19 18 17 16 14 8
Semakin rendah perlakuan tekanan dan suhu pada penyimpanan hipobarik maka umur simpan sawo akan semakin lama (Tabel 2). Pematangan pada buah dapat diperlambat dengan penyimpanan hipobarik karena terjadi penurunan tekanan parsial pada oksigen dan untuk beberapa buahbuahan juga terjadi penurunan etilen. Penurunan tekanan udara sebesar 10 kPa (0.1 atm) setara dengan penurunan konsentrasi oksigen sekitar 2% pada tekanan atmosfir normal. Penurunan konsentrasi O2 mempunyai beberapa pengaruh yaitu akan terjadi penurunan laju respirasi, memperlambat kerusakan klorofil, produksi C2H4 menjadi rendah dan dapat memperlambat pematangan, sehingga umur simpan suatu komoditi dapat lebih panjang. Peningkatan klimakterik dalam respirasi mencerminkan peningkatan aktivitas metabolik yang berlangsung pada fase transisi dari fase pertumbuhan buah sampai fase senesensi. Saat itu bertepatan dengan peningkatan laju produksi etilen 17
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 7 No. 1 (April 2006) 10-19 dan perubahan yang berkaitan dengan pematangan seperti perubahan warna, cita rasa, dan tekstur. Sawo termasuk jenis buah klimakterik yang memiliki pola kenaikan respirasi secara tiba-tiba hingga mencapai suatu puncak respirasi, dimana puncak tersebut menunjukkan kematangan penuh dan terjadi penurunan konsentrasi oksigen internal yang tajam. Penyimpanan pada konsentrasi O2 rendah akan menurunkan laju respirasi dan transpirasi, menghambat reaksi enzimatis, menekan laju pertumbuhan mikroorganisme, memperlambat kemunduran mutu produk sehingga umur simpannya semakin lama dan kesegaran buah dapat dipertahankan, dan untuk buah klimakterik akan terjadi penundaan kenaikan klimakterik Karim (1993) merekomendasikan bahwa untuk buah sawo penyimpanan dengan kontrol atmosfer dilakukan pada suhu 20°C dengan kadar CO2 5–10% yang akan mengurangi laju keluaran etilen. Hal tersebut didukung oleh penelitian Wu et al. (1972) dalam Thompson (1998) yang menunjukkan bahwa dengan penyimpanan hipobarik pada kondisi tekanan 13,6 kPa akan menghambat pemasakan tomat, perubahan fisiologi pasca panen akan tertunda dan memperpanjang umur simpannya yakni 100 hari. Tomat akan matang pada 86,11 kPa 7 hari sesudah panen. Plotto dan McDaniel (1999) juga melaporkan bahwa apel “Gala” yang disimpan pada CAS secara komersial dapat memperpanjang umur simpan apel. Pada kondisi O2 rendah dan CO2 tinggi secara signifikan memperlambat kemasaman karena busuk, kehilangan berat dan kekerasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyimpanan hipobarik mampu menghambat pemasakan sawo, karena penurunan tekanan parsial pada oksigen yang digunakan untuk respirasi dan perubahan fisiologi pasca panen juga tertunda. Umur simpan dari suatu komoditi tergantung dari banyak faktor misalnya kecepatan respirasi, interaksi antara senesensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan organisme perusak dan 18
kepekaan terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan Sutardi, 1990). Pada buah-buahan yang tidak peka terhadap cacat suhu dingin, umur simpan maksimal dapat diperoleh dengan penyimpanan pada suhu dekat titik beku jaringan. Umur simpan komoditas sangat bervariasi dan hal ini dapat dihubungkan dengan laju respirasi. Pada umumnya terdapat hubungan terbalik antara laju respirasi dan umur simpan komoditas, yaitu komoditas yang memiliki kecepatan respirasi rendah umumnya mampu bertahan lebih lama (memiliki umur simpan lebih panjang). Hal tersebut didukung oleh penelitian Salunkhe and Wu (1975) dan Burg (1975) dalam Thompson (1998) yang melaporkan bahwa dengan penyimpanan hipobarik yang dikombinasikan dengan lemari pendingin, umur simpan buah akan makin lama jika dibandingkan bila buah disimpan dalam lemari pendingin saja.Wang and Dilley (2000) juga melaporkan bahwa penyimpanan buah apel jenis “ Law Rome” dan “Granny Smith” pada kondisi hipobarik tekanan total 5 kPa dan atmosfer terkontrol 1.5 atau 3% O2 dengan 0 atau 3% CO2, selama 8 bulan pada 1°C. Setelah 1 bulan penyimpanan tidak tampak munculnya jamur dan pemasakan buah dapat ditunda. KESIMPULAN Pemodelan nilai tekstur pada penyimpanan hipobarik buah sawo dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut
− 1,5258 P Ti = 1.410,55 e
0,1458 e −1.082,5 /T θ
Pemodelan umur simpan pada penyimpanan hipobarik buah sawo dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut θ =
3,25 1,5258 P 0,1458 e −1.082,5 /T
Model nilai tekstur dan umur simpan buah sawo ini hanya berlaku pada suhu ruang
Pengembangan Model Tekstur dan Umur Simpan Buah Sawo (L. C. Hawa) penyimpanan 10°C - 20°C dan tekanan 30 kPa - 70 kPa. Pada penyimpanan dengan suhu 10°C dan tekanan 30 kPa didapatkan nilai terendah pada nilai tekstur (186,62 gr/mm/detik) yang memiliki umur simpan terpanjang yaitu 22 hari. Dari uji organoleptik buah sawo yang disimpan pada suhu 27°C diperoleh bahwa panelis menyukai kenampakan buah sawo yang berwarna coklat muda sampai coklat, berasa manis dan bertekstur agak lunak. Kenampakan, rasa dan kekerasan yang disukai berkisar pada hari ke-4 hingga ke6 dengan nilai tekstur antara 319,44 hingga 54,90 gr/mm/detik. Kajian lanjutan masih diperlukan untuk mengetahui perubahan mutu fisik, kimiawi, biologis dan uji organoleptik buah sawo pasca penyimpanan hipobarik. DAFTAR DAFTAR PUSTAKA Bender R.J., J.K. Brecht, S.A. Sargent, D.J. Huber. 2000. Mango Tolerance to Reduced Oxygen Levels in Controlled Atmosphere Storage. Journal of American Society Horticultural Sci. 125 (6) : 707-713 Bourne, M.C., 1982. Effect of Temperature on Firmness of Raw Fruits and Vegetables. Journal of Food Science 47 : 440-444 Chuanjin, H., F.Davies, R.E.Lacey, M.C.Drew, and D.L.Brown. 2003. Effect of Hypobaric Conditions on Ethylene Evolution and Growth of Lettuce and Wheat. Journal of Plant Physiology. 160: 1341-1350 Exama, A., J. Arul, R. W. Lencki, L. Z. Lee, and C. Toupin. 1993.Suitability of Plastics Films for Modified Atmosphere Packaging of Fruits and Vegetables. Journal of Food Science. 58 (6) : 1365 – 1370 Ghazali, H.M., and K.S. Peng. 1993. Changes in Polygalacturonate Activity and Texture During Ripening of
Starfruits. Asean Food Journal. 8 (4) : 153 – 155 Karim, A., L.M. Nor and A. Hassan. 1993. The Storage of Sapodilla Manilkara achras at 10, 15, 20°C. ACIAR Proceedings 50 : 443 Matzinger, B. 2002. Commercial Postharvest Hadling of fresh Market Apples (Malus sp). http://extension. umn.edu/copyright.html Plotto, A. and M. R. McDaniel. 1999. Characterization of “Gala” Apple Aroma and Flavor : Differences between Controlled Atmosphere and Air Storage. J. American Society Horticultural Sci. 124 (4): 416-423 Spalding, D.H and W. F. Reeder 1976. Low Pressure (Hypobaric) Storage of Avocados. Hort Sci. 11(5): 491-492 Spalding, D.H, J.W. Sauls, R.L. Phillips and L.K. Jackson. 1976. Storage of Avocados. Proceeding of The First International Tropical Fruit Short Course : The Avocado : 109-113 Syarief, R. dan H. Halid. 1994. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan. Jakarta Tranggono, 1992. Fisiologi Pasca Panen Hortikultura. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Thompson, A.K. 1998. Controlled Atmosphere Storage of Fruits and Vegetables. Cab International Wallingford. United Kingdom Wang Z., and D.R. Dilley. 2000. Hypobaric Storage Removes ScaldRelated Volatiles During The Low Temperature Induction of Superficial Scald of Apples. Postharvest Biology and Technology 18 :191 – 199 Winarno, F.G dan M. A. Wirakartakusumah 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya. Jakarta.
19