DETERMINAN KELUHAN AKIBAT TEKANAN PANAS PADA PEKERJA BAGIAN DAPUR RUMAH SAKIT DI KOTA MAKASSSAR Determinants of Complaint due to Heat Stress on the Kitchen Workers at Hospital in Makassar Indra, M. Furqaan Naiem, Andi Wahyuni Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (
[email protected],
[email protected],
[email protected], 085299727488) ABSTRAK Suhu merupakan faktor fisik yang dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan pada pekerja. Tercatat 380 orang pekerja dapur rumah sakit di Makassar terpapar panas setiap harinya dalam setahun terakhir. Penelitian bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan keluhan akibat tekanan panas pada pekerja dapur rumah sakit di Makassar . Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional study. Populasi adalah seluruh pekerja dapur rumah sakit di Makassar sebanyak 380 orang. Sampel adalah pekerja dapur rumah sakit di Makassar yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 113 responden. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji korelasi spearman. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan suhu ruangan (p=0,005) dan masa kerja (p=0,031) dengan keluhan akibat tekanan panas sedangkan umur (p=0,447), kebiasaan minum air (p=0,281), lama kerja (0,432) dan waktu istirahat (p=0,990) tidak berhubungan dengan keluhan akibat tekanan panas. Kesimpulan dari penelitian bahwa ada hubungan antara keluhan akibat tekanan panas dengan suhu ruangan, dan masa kerja pada pekerja dapur rumah sakit di Makassar. Kata kunci: Tekanan panas, keluhan kesehatan, dapur ABSTRACT Temperature is a physical factor that can cause problems on health and safety on worker. Note down 380 people in the hospital kitchen workers in Makassar heat exposure each day in the last year. This study aims to determine the factors associated with complaint about the effect of the heat stress in the hospital kitchen workers in Makassar in 2014. Type of study is an observational cross-sectional study. The population are 380 of hospital kitchen workers in Makassar. The sample are hospital kitchen workers in Makassar selected using purposive sampling method, as much as 113 respondents. Data analysis are univariate and bivariate with spearman correlation test. The results showed there is correlation relate room temperature (p = 0.005) and length (p = 0.031) with complaints due to heat stress while age (p = 0.447), drinking water (p = 0.281), duration of employment (0.432) and time off (p = 0.990) was not associated with complaints due to heat stress. We conclude there are relationship between the complaints due to heat stress at room temperature, and length of service in the hospital kitchen worker in Makassar 2014. Keywords: heat stress, health complaints, kitchen
1
PENDAHULUAN Indonesia termasuk negara dengan tingkat keselamatan kerja yang tergolong rendah. Ratarata 99.000 kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya terjadi di Indonesia. Sekitar 70% dari total tersebut berakibat kematian dan cacat seumur hidup.1 Data dari Kemenakertrans menyebutkan sampai tahun 2013 di Indonesia tidak kurang dari enam pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan kerja. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan negara Eropa yang hanya 2 orang meninggal per hari karena kecelakaan kerja.2 Salah satu faktor fisik yang sering ditemui oleh pekerja adalah suhu. Kondisi suhu lingkungan kerja yang terlalu panas dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan pada pekerja. Penelitian Donoghue dan Bates pada pekerja tambang besi bawah tanah di Australia, dengan rentang ISBB 26.0o-28.0oC, ditemukan sebanyak 65 kasus acute heat exhaustion.3 Menurut Randell dan Wexler, sekitar 6 juta pekerja di Amerika Serikat terkena stres akibat panas dengan kasus kematian terbanyak dilaporkan terjadi di bidang konstruksi, pertanian, kehutanan, perikanan, dan manufaktur.4 Penelitian yang dilakukan oleh Tawatsupa dkk di Thailand menemukan hampir 20% respondennya mengalami paparan panas. Setelah dianalisis secara statistik, didapatkan bahwa paparan panas memiliki hubungan secara signifikan dengan kejadian kecelakaan kerja.5 Bekerja di lingkungan yang panas dapat mengakibatkan tubuh mengelurakan banyak keringat sebagai bentuk responnya yang secara langsung berhubungan dengan terjadinya kelelahan tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni pada pekerja bagian instalasi laundry rumah sakit menunjukkan bahwa dari 23 pekerja yang bekerja pada suhu ruangan yang tinggi (diatas 28oC), 95,7% diantaranya mengalami kelelahan kerja.6 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krisanti pada pekerja bagian produksi sebuah CV di Surakarta yang menyatakan adanya hubungan tekanan panas dengan kelelahan kerja.7 Paparan panas dapat pula menyebabkan keluhan lain selain pengeluaran keringat berlebih dan perasaan cepat lelah. Studi yang dilakukan oleh Marlinae pada pekerja bagian drier menyebutkan sebanyak 52,5% responden mengalami keluhan kesehatan berat.8 Penelitian yang dilakukan oleh Ultani pada karyawan di furnace menyatakan bahwa 53 dari 81 responden mengaku mengalami keluhan, dengan rata-rata ISBB sebesar 35,7oC.9 Suhu merupakan salah satu jenis risiko yang sering dijumpai di berbagai tempat termasuk di instalasi gizi rumah sakit. Selain boiler room dan laundry, instalasi gizi merupakan salah satu ruangan yang paling panas di rumah sakit. Suhu tinggi di instalasi gizi dapat bersumber dari api pada proses memasak makanan ataupun alat elektronik yang menggunakan energi panas saat beroperasi. 2
Profil kesehatan Kota Makassar tahun 2011, menunjukkan bahwa jumlah rumah sakit di Kota Makassar Tahun 2010 adalah 17 unit dengan jumlah tempat tidur 3.120 unit. Jumlah rumah sakit umum di Kota Makassar ini mengalami penambahan pada tahun 2012 menjadi 20 unit.10 Jumlah tempat tidur rumah sakit secara tidak langsung dapat digunakan untuk menggambarkan banyaknya pasien yang dapat ditangani, sehingga dapat pula digunakan untuk mengestimasikan banyaknya makanan yang harus disediakan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pasien berbanding lurus dengan beban kerja dan paparan panas yang diterima pekerja di bagian instalasi gizi. Penelitian tentang paparan panas dan efeknya di bagian instalasi gizi rumah sakit, terutama di Sulawesi Selatan belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan keluhan akibat tekanan panas pada pekerja bagian dapur rumah sakit di Kota Makassar. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 rumah sakit di Kota Makassar yaitu RS Bhayangkara, RS Ibnu Sina, RS Pelamonia Tk. II, RS Tadjuddin Chalid, RSUD Daya, RSUD Haji, dan RSUD Labuang Baji pada bulan Maret - April 2014. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja dapur rumah sakit di Kota Makassar tahun 2014 sebanyak 380 orang. Sampel penelitian ini adalah pekerja dapur rumah sakit di Kota Makassar yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 113 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Suhu ruangan dapur diukur dengan menggunakan heat stress monitor. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji korelasi spearman. Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik responden yaitu jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan. Distribusi responden menurut jenis kelamin memperlihatkan bahwa responden terbanyak berjenis kelamin perempuan yaitu 101 responden (89,4%). Distribusi responden menurut umur menunjukkan bahwa responden terbanyak berada pada kelompok umur di atas 40 tahun yaitu 74 responden (65,5%). Distribusi responden menurut pendidikan, responden terbanyak pada tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana yakni 52 responden (46%) dan terendah pada tingkat pendidikan SMP yakni 6 responden (5,3%) (Tabel 1). Hasil tabulasi silang antara suhu ruangan dengan keluhan akibat tekanan panas menunjukkan bahwa 53 responden (57,6%) dengan tempat kerja yang suhu ruangannya di atas 3
29oC mempunyai ≥ 5 keluhan dan 3 responden (14,3%) dengan tempat kerja yang suhu ruangannya ≤ 29oC mempunyai ≥ 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman diperoleh p value = 0,005 dengan demikian H0 ditolak, berarti ada hubungan antara suhu ruangan dengan keluhan akibat tekanan panas (Tabel 2). Hasil tabulasi silang antara umur dengan keluhan akibat tekanan panas menunjukkan bahwa 31 responden (41,9%) dengan umur ≤ 40 tahun mempunyai ≥ 5 keluhan dan 25 responden (64,1%) dengan umur di atas 40 tahun mempunyai ≥ 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman diperoleh p value = 0,447 dengan demikian H0 diterima, berarti tidak ada hubungan antara umur dengan keluhan akibat tekanan panas (Tabel 2). Hasil tabulasi silang antara kebiasaan minum air dengan keluhan akibat tekanan panas menunjukkan bahwa 30 responden (52.6%) dengan kebiasaan minum air di atas 1 liter mempunyai ≥ 5 keluhan dan 26 responden (46,4%) dengan kebiasaan minum air ≤ 1 liter mempunyai ≥ 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman diperoleh p value = 0,281 dengan demikian H0 diterima, berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan minum air dengan keluhan akibat tekanan panas (Tabel 2). Hasil tabulasi silang antara lama kerja dengan keluhan akibat tekanan panas menunjukkan bahwa 53 responden (50.0%) dengan lama kerja di atas 4 jam mempunyai ≥ 5 keluhan dan 3 responden (42,9%) dengan lama kerja ≤ 4 jam mempunyai ≥ 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman diperoleh p value = 0,432 dengan demikian H0 diterima, berarti tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan akibat tekanan panas (Tabel 2). Hasil tabulasi silang antara masa kerja dengan keluhan akibat tekanan panas menunjukkan bahwa 49 responden (57,6%) dengan masa kerja ≥ 3 tahun mempunyai ≥ 5 keluhan dan 7 responden (25%) dengan masa kerja di bawah 3 tahun mempunyai ≥ 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman diperoleh p value = 0,005 dengan demikian H0 ditolak, berarti ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan akibat tekanan panas (Tabel 2). Hasil tabulasi silang antara waktu istirahat dengan keluhan akibat tekanan panas menunjukkan bahwa 46 responden (47,4%) dengan waktu istirahat ≥ 1 jam mempunyai ≥ 5 keluhan dan 10 responden (62,5%) dengan waktu istirahat di bawah 1 jam mempunyai ≥ 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman diperoleh p value = 0,990 dengan demikian H0 diterima, berarti tidak ada hubungan antara waktu istirahat dengan keluhan akibat tekanan panas (Tabel 2). Pembahasan Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang diterima tubuh yang merupakan kombinasi antara kerja fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara, perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada 4
anggota tubuh untuk mempertahankan keseimbangan panas. Pemaparan tekanan panas yang terjadi secara terus menerus dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kesehatan. Reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius.11 Tekanan panas ditandai oleh beberapa gejala atau keluhan, yakni sakit perut, mual, berkeringat terlalu banyak, kelelahan, haus, anorexia, kejang usus, dan perasaan tidak enak.12 Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami keluhan berat akibat tekanan panas bekerja di tempat yang suhu ruangannya tidak memenuhi syarat (di atas NAB). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara suhu ruangan dengan keluhan akibat tekanan panas. Hal ini terjadi karena paparan suhu tinggi dapat menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat sebagai bentuk respon dari keadaan lingkungan sekitarnya. Pengeluaran keringat ini menyebabkan berkurangnya cairan tubuh yang berakibat pada timbulnya rasa haus dan dehidrasi. Keringat yang dikeluarkan oleh kulit ikut mengeluarkan berbagai garam mineral yang penting bagi tubuh. Berkurangnya garam mineral ini sangat berpengaruh pada transportasi glukosa sebagai sumber energi dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga menimbulkan perasaan lelah dan letih. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyadi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara suhu ruang terhadap keluhan subyektif gejala heat exhaustion.13 Umur merupakan salah satu sifat atau karakteristik tentang seorang individu karena mempunyai hubungan yang erat dengan keterpaparan. Umur juga mempunyai hubungan dengan besarnya risiko terhadap penyakit-penyakit tertentu.14 Hasil penelitian menujukkan, secara proporsi responden tua yang mengalami keluhan berat lebih besar dibandingkan dengan responden muda yang mengalami keluhan berat. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan keluhan akibat tekanan panas. Secara teoritis, pertambahan umur dapat menyebabkan bertambahnya keluhan kesehatan yang dirasakan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Soemarko yang menyebutkan terdapat hubungan antara umur dengan efek kesehatan yang berhubungan dengan panas yaitu pengeluaran urin.15 Faktor penting terkait umur yang memengaruhi terjadinya keluhan kesehatan adalah penurunan fungsi jantung dan efisiensi pengeluaran keringat. Orang dengan umur yang lebih tua cenderung memilki kekuatan maksimum pemompaan darah oleh jantung yang berkurang dan lebih lambat dibanding yang muda. Hal ini membuat tubuh lebih lambat mengalirkan panas dari inti tubuh ke bagian kulit. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan peluang mengalami keluhan akibat tekanan panas sama besar untuk setiap rentang umur. Artinya, keluhan yang terjadi pada responden yang berada di setiap rentang umur tidak 5
disebabkan oleh usianya, melainkan faktor lain seperti suhu ruangan yang tinggi, masa kerja yang tergolong lama, ataupun penyesuaian tubuh yang baru terbentuk sehingga rentan mengalami keluhan akibat tekanan panas. Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat dan pengeluaran urin. Kehilangan air yang banyak dari tubuh dalam bentuk keringat bertujuan pendinginan tubuh melalui penguapan. Hasil penelitian menujukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami keluhan berat memiliki kebiasaan minum air yang tergolong cukup. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan minum air dengan keluhan akibat tekanan panas. Kebiasaan minum air yang tidak berhubungan dengan keluhan yang dialami pekerja, tetap perlu dikontrol, terutama dari segi pengulangan waktu minum. Hasil observasi dan wawancara langsung menunjukkan bahwa air yang dikonsumsi oleh sebagian besar responden meskipun tergolong cukup dari sisi jumlahnya, namun kurang baik dari sisi waktu pengulangan minumnya. Sebagian besar responden mengonsumsi air minum dalam rentang waktu di atas 30 menit. Padahal pekerja yang bekerja di lingkungan panas sebaiknya mengonsumsi air minum sebanyak 1 gelas setiap 20-30 menit. Pekerja yang minum pada saat haus saja tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.16 Kebiasaan minum air yang baik dapat mencegah terjadinya dehidrasi tubuh setelah terpapar panas dalam kurun waktu tertentu. Kebiasaan minum air yang tidak dilakukan dalam kurun waktu yang sering tetap memungkinkan terjadinya dehidrasi, meskipun jumlahnya cukup. Ketika mengalami dehidrasi, darah di dalam tubuh akan mengalami penurunan volume sehingga darah yang sampai ke otak juga berkurang dan akhirnya memicu terjadinya perasaan pusing. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Firdaus yang menyatakan bahwa kebiasaan minum air memilki hubungan dengan keluhan subyektif akibat terpapar panas.17 Lama bekerja seseorang secara baik pada umumnya 6-8 jam perhari. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan timbul kecenderungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit, kecelakaan, ketidakpuasan, dan menurunkan tingkat efisiensi kerja.18 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami keluhan berat memiliki lama kerja di atas 4 jam perhari. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan akibat tekanan panas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ultani yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan akibat tekanan panas.9 6
Sebagian besar responden mengalami keluhan berat meskipun lama kerja mereka tergolong memenuhi syarat. Terjadinya keluhan ini kemungkinan disebabkan oleh suhu dari tempat kerja dari pekerja bagian pengolahan instalasi gizi yang sebagian besar berada di atas nilai ambang batas. Kemungkinan lain adalah pekerja berisitrahat setelah bekerja lebih dari 4 jam. Secarat teoritis, pekerjaan yang bebannya biasa-biasa saja, yaitu tidak dingin atau pun berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah sehingga memicu terjadinya kelelahan. Masa kerja erat kaiatannya dengan akumulasi keterpaparan hazard. Semakin lama bekerja di suatu tempat maka semakin besar pula kemungkinan terpapar lingkungan kerja baik fisika, kimia, biologi, dan sebagainya. Selain karena faktor akumulasi efek paparan, orang yang sudah lama bekerja pada suatu tempat terkadang terkesan menanggap remeh kemungkinan terkena efek negatif paparan faktor fisik. Hal ini justru bisa meningkatkan kemungkinan kecelakaan kerja atau gangguan kesehatan. Hasil penelitian menujukkan sebagian besar responden yang mengalami keluhan berat memiliki masa kerja yang tergolong lama. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan akibat tekanan panas. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Paulina yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan kesehatan berupa kelelahan kerja.19 Penelitian ini mendukung teori yang menyebutkan bahwa masa kerja yang lebih panjang cenderung mengakibatkan akumulasi efek paparan hazard. Paparan panas pada pekerja umumnya dapat diatasi secara alamiah oleh tubuh melalui proses aklimatisasi tubuh terhadap suhu panas. Namun, bentuk penyesuaian tubuh ini juga dapat mempengaruhi fungsi normal tubuh, sehingga lama-kelamaan tubuh dapat terakumulasi efek negatif dari paparan panas seperti penurunan jumlah denyut nadi dan peningkatan jumlah pengeluaran volume keringat. Waktu istirahat merupakan kebutuhan fisiologis yang bertujuan untuk mempertahankan kapasitas kerja. Pengaturan waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terutama lingkungan kerja panas. Istirahat setengah jam setelah 4 jam bekerja terus-menerus sangat penting artinya baik untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun pengisian energi yang sumbernya berasal dari makanan. Pada saat istirahat tersebut, maka tubuh mempunyai kesempatan membangun kembali tenaga yang telah digunakan (katabolisme). Hasil penelitian menujukkan, secara proporsi responden yang mengalami keluhan berat dengan kategori istirahat kurang, lebih besar dibandingkan dengan responden yang mengalami keluhan berat dengan kategori istirahat cukup. Hasil uji statistik dengan menunjukkan tidak ada hubungan antara waktu istirahat dengan keluhan akibat tekanan panas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitain yang dilakukan oleh Istiqomah yang 7
menyebutakan tidak ada hubungan lama istirahat dengan munculnya keluhan subyektif akibat tekanan panas.20 Waktu istirahat yang cukup yaitu satu jam atau lebih selama bekerja seharusnya dapat mencegah terjadinya efek negatif dari paparan panas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Siregar yang menyebutkan ada pengaruh pengaturan waktu istirahat terhadap efek paparan panas.21 Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan teori tentang waktu istirahat kemungkinan disebabkan oleh pekerja yang beristirahat setelah bekerja secara terus-menerus lebih dari 4 jam sehingga proses pemulihan kondisi tubuh pun berlangsung dalam kurun waktu yang lebih lama. Meskipun jumlah waktu istirahat sebagian besar pekerja tergolong cukup, namun istirahat setelah bekerja terus menerus lebih dari 4 jam juga berpengaruh terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan observasi dan wawancara langsung, bahkan ditemukan beberapa pekerja ketika jam istirahat menjelang pulang masih melakukan aktivitas di bagian pengolahan, sebagai persiapan bagi pekerja pada shift berikutnya. Hal inilah yang kemungkinan menambah efek kelelahan bagi pekerja. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan suhu ruangan (p=0,005) dan masa kerja (p=0,031) dengan keluhan akibat tekanan panas sedangkan umur (p=0,447), kebiasaan minum air (p=0,281), lama kerja (0,432) dan waktu istirahat (p=0,990) tidak berhubungan dengan keluhan akibat tekanan panas. Saran kepada pihak rumah sakit agar melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin kepada pekerja bagian instalasi gizi, melakukan pengukuran suhu lingkungan kerja di ruang dapur sebagai dasar penetuan kebijakan bagi pekerja seperti masa kerja, lama kerja, dan waktu istirahat, serta melakukan rotasi kerja, terutama bagi pekerja yang memilki masa kerja yang tergolong lama. DAFTAR PUSTAKA 1. ILO. Occupational Safety and Health in Indonesia. [online]; 2013. [diakses 1 Desember 2013]. Available at: http://www.ilo.org. 2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Sumber Kecelakaan Kerja di Indonesia. [online]; 2013. [diakses 7 Maret 2014]. Available at http://pusdatinaker.balitfo. depnakertrans.go.id. 3. Donoghue, A.M. & G.P. Bates. The Risk Of Heat Exhaustion at a Deep Underground Metalliferous Mine In Relation To Body-Mass Index and Predicted VO2 Max. Oxford
8
Journal
[Online
Journal]
2000;
[diakses
1
Desember
2013]
Available
at
http://occmed.oxfordjournals.org/content/50/4/259.full.pdf. 4. Randell, K. & M. D. Wexler. Evaluation and Treatment of Heat-Related Illnesses. American Family Physician Journal [Online Journal] 2002; [diakses 1 Desember 2013]. Available at http://www.aafp.org/afp/2002/0601/p2307.html 5. Tawatsupa, B dkk. Association Between Heat Stress And Occupational Injury Among Thai Workers: Findings Of The Thai Cohort Study. Industrial Health Journal [Online Journal] 2012; [diakses 21 Februari 2014] http://www.jniosh.go.jp/en/indu_hel/pdf/ IH_51_1_34.pdf. 6. Wahyuni, A. Faktor yang Berhubungan terhadap Kelelahan Kerja Pegawai Instalasi CSSD/ Loundry Rumah Sakit di Kota Makassar [Tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2009. 7. Krisanti, R.D. Hubungan antara Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bagian Produksi di CV. Rakabu Furniture Surakarta [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2011. 8. Marlinae, L. Hubungan Keluhan Subjektif Akibat Tekanan Panas terhadap Karakteristik Tenaga Kerja yang Bekerja di Bagian Pengering (drier) PT Nusantara Plywood Gresik [Skripsi]. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan; 2007. 9. Ultani, J. Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Akibat Tekanan Panas pada Karyawan Departement Process Plant (FURNACE) PT. INCO Sorowako [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2011. 10. Dinkes Makassar. Profil Kesehatan Kota Makassar Tahun 2011-2012. Makassar: Dinkes Makassar; 2012. 11. Tarwaka, dkk. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press; 2004.pp.33-38. 12. Farida, U. dkk. Hubungan antara Beban Kerja dan Tekanan Panas dengan Tingkat Kelelahan pada Pekerja Pembuatan Tahu di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang [Skripsi]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2007. 13. Cahyadi, W. Pengaruh Suhu Ruang terhadap Keluhan Subyektif Gejala Heat Exhaustion Bagian Injeksi PT. Arisamandiri Pratama Demak [Skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2012. 14. Mardiyah, U. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Timbal (Pb) dalam Darah Sopir Angkutan Umum H Makassar [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2010.
9
15. Soemarko, D.S. Pengaruh Lingkungan Kerja Panas terhadap Kristalisasi Asam Urat Urin pada Pekerja di Binatu, Dapur Utama, dan Restoran Hotel X [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2002. 16. Moeljosoedarmo S. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.pp.75-82. 17. Firdaus, F.N. Hubungan Konsumsi Air Minum dengan Keluhan Subyektif akibat Terpapar Panas pada Pekerja di Home Industry Tahu Jembar Manah Sumedang. [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2012. 18. Suma’mur P.K. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV. Sagung Seto; 2009.pp.358-366. 19. Paulina. Hubungan antara Tekanan Panas dan Karakteristik Tenaga Kerja dengan Kelelahan
di
PT.Sumber
Djantin
Pontianak
[Skripsi]. Semarang:
Universitas
Diponegoro; 2008. 20. Istiqomah, F.H. Faktor Dominan yang Berpengaruh terhadap Munculnya Keluhan Subyektif akibat Tekanan Panas pada Tenaga Kerja di PT Iglas (Persero) [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2013. 21. Siregar, H.R. Upaya Pengendalian Efek Fisiologis akibat Heat Stress pada Pekerja Industri Kerupuk Tiga Bintang Kecamatan Binjai Utara [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008
10
LAMPIRAN Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Bagian Pengolahan Instalasi Gizi Rumah Sakit di Kota Makassar Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur ≥ 40 tahun < 40 tahun Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Diploma/ Sarjana Total
n
%
12 101
10,6 89,4
39 74
34,5 65,5
8 6 47 52
7,1 5,3 41,6 46,0
113
100
Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 2. Hubungan Antara Variabel Independen dengan Keluhan akibat Tekanan Panas pada Pekerja Bagian Dapur Rumah Sakit di Kota Makassar Jumlah Keluhan akibat Hasil Uji Tekanan Panas Total Statistik Variabel Independen (CI=95%) ≥5 <5
Suhu Ruangan > 29oC ≤ 29oC Umur > 40 tahun ≤ 40 tahun Kebiasaan Minum Air ≤ 1 liter > 1 liter Lama Kerja > 4 jam ≤ 4 jam Masa Kerja ≥ 3 Tahun < 3 Tahun Waktu Istirahat < 1 jam ≥ 1 jam Sumber: Data Primer, 2014
n
%
n
%
n
%
53 3
57,6 14,3
39 18
42,4 85,7
92 21
100 100
p=0,005
25 31
64,1 41,9
14 43
35,9 58,1
39 74
100 100
p=0,447
26 30
46,4 52,6
30 27
53,6 47,4
56 57
100 100
p=0,281
53 3
50,0 42,9
53 4
50,0 57,1
106 7
100 100
p=0,432
49 7
57,6 25,0
36 21
42,4 75,0
85 28
100 100
p=0,031
10 46
62,5 47,4
6 51
37,5 52,6
16 97
100 100
p=0,990