DESKRIPSI BRAND EQUITY PADA KONSUMEN GO-JEK
KARYA ILMIAH
Oleh Arief Maulana 211000272
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA 2016
ABSTRAK Universitas Paramadina Program Studi Manajemen Februari, 2016 Arief Maulana / 211000272 DESKRIPSI BRAND EQUITY PADA KONSUMEN GO-JEK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan brand equity pada konsumen Go-Jek. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 120 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara pusrposive sampel, dari populasi Mahasiswa/I Universitas Paramadina yang masih aktif mengikuti kegiatan perkuliahan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner yang menggunakan skala likert. Teknik analisis dalam penelitian ini deskriptif dengan menggunakan uji mean. Kata kunci : Brand Equity, Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, Brand Loyalty
Pendahuluan Kemacetan di Jakarta memberikan Multiplier Effect kepada sekitar, baik kerugian secara materil maupun inmateril. Dimulai dari kerugian yang diterima masyarakat dari akibat kemacetan adalah terganggunya mobilitas sehari-hari yang juga berpengaruh kepada waktu yang dimiliki setiap masyarakat akan menjadi terganggu pula dengan akibat kemacetan tersebut. Tidak sampai disitu, dampak yang juga diberikan oleh kemacetan kepada lingkungan diantaranya adalah meningkatnya polusi udara dan polusi suara yang dikeluarkan dari kendaraan. Lebih dari itu, potensi kerugian dampak materil yang diakibatkan oleh kemacetan kepada warga DKI Jakarta mencapai Rp. 68.2 triliun pertahun. Angka kerugian ini hampir menyamai nilai APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun, atau sekitar 93,3 persen dari APBD DKI 2015. Potensi kerugian akibat kemacetan lalu lintas tersebut berasal kerugian dari
sektor kesehatan senilai Rp 38,5 triliun dan dari sektor penggunaan bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 29,7 triliun (Berita Satu, 2015). Dengan banyak dan besarnya dampak yang diakibatkan oleh kemacetan, membuat sebagian masyarakat Jakarta utntuk mencari solusi, baik solusi untuk mengatasi kemacetan itu sendiri maupun solusi untuk menghindari kemacetan tersebut. Nadiem Makarim lah orangnya, Nadiem merupkan salah satu orang yang perduli akan kemacetan yang terjadi di Jakarta, dengan mendirikan sebuah usaha layanan jasa yang diberi nama GO-JEK. Nadiem tidak hanya perduli terhadap solusi mengatasi kemacetan dan solusi untuk menghindari kemacetan, tetapi dia juga perduli terhadap pekerja yang bekerja di perusahaannya. Pesatnya pertumbuhan GRAB BIKE membuat persaingan diantara kedua moda transportasi tersebut semakin panas. Persaingan yang dihadirkan oleh kedua pelaku bisnis tersebut, menutut untuk setiap pelaku bisnis diatas agar cermat, kreatif, dan inovatif dalam mencari, mendapatkan, dan mempertahankan minat dari para konsumen. Pelayanan yang optimal dan kepuasan dari pada konsumen adalah tujuan dari segala bisnis, oleh karena itu persaingan antar masing-masing pelaku bisnis yang bergerak dibidang yang sama merupakan motivasi untuk menjadikan bisnisnya menjadi yang terbaik. Memahami persepsi konsumen atas apa yang dibeli dan dipilihnya sangatlah penting bagi sebuah perusahaan untuk dapat menyusun strategi, segmentasi, membangun bisnis, dan membangun materi promosi untuk bisa mendekti dan menjaring pasar. Tingkat persaingan yang terjadi diantara GO-JEK dan GRAB BIKE sangat jelas dirasakan oleh masyarakat, dimulai dari persaingan pada layanan yang diberikan, fasilitas yang didapatkan oleh konsumen dari masing-masing perusahaan, tarif dasar yang diberikan, hingga perang promosi harga yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut untuk memperluas ruang lingkup konsumen yang mereka miliki di DKI Jakarta. Salah satu contoh persaingan dilakukan dari salah satu perusahaan guna mendapatkan hati para konsumen adalah dengan memberikan masker dan hair cover guna melindungi konsumen tersebut dari debu dan polusi udara yang dapat dirasakan ketika naik kendaraan roda dua. Memberikan pilihan layanan yang dibutuhkan oleh setiap konsumen seperti memberikan layanan antar paket, membeli makanan, hingga berbelanja ditempat yang ditentukan oleh konsumen tersebut. Pada penelitian ini variabel yang akan dibahas adalah analisis deskriptif brand equity pada konsumen GO-JEK. Variabel brand equity memiliki dimensi turunan yang akan
menjadi dimensi sebagai alat ukur penelitian ini. Dimensi tersebut adalah brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Brand equity merupakan seperangkat asset dan liabilitas brand yang berkaitan dengan suatu nama dan simbol yang dapat menambah atau mengurangi nilai suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan (Aaker, 1991). Menurut Senthilnathan (2012), brand equity is meant for an added value or asset to a brand and product and such a value is made of customers positive feelings, thinking, and acting towards purchasing a product. Yang berarti equitas merek adalah nilai tambah dari aset dan produk yang diciptakan oleh konsumen yang merasakan hasil positif dari segi perasaan, pikiran, dan tindakan dalam memilih sebuah produk. Untuk mempertahankan eksistensi dan konsumen yang sudah didapatkannya, perusahaan perlu melakukan berbagai macam strategi. Salah satunya dengan melihat persepsi konsumen terhadap merek yang dimilikinya dan juga hubungan antara perusahaan tersebut dengan para konsumen. Strategi tersebut dapat dilihat dari aspek yang terdapat dalam brand equity yaitu brand loyalty, brand awareness, brand association, dan perceived quality. Menurut Lassar dalam Mohd Suki (2014) Brand equity is related to consumers place greater confidence in a particular brand than competitors’ brands which enhances consumers’ loyalty and willingness to pay a premium price for the brand. Yang berarti ekuitas merek berhubungan dengan konsumen dalam menempatkan keyakinan yang lebih besar kepada sebuah merek dari pesaing. Merek yang meningkatkan kesetiaan dari konsumen yang akan membuat keinginan untuk membayar yang lebih tinggi. Tidak hanya sampai disitu, perusahaan juga harus memperhatikan hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan para konsumennya guna menjaga loyalitas dari para konsumen. Salah satu strategi yang digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para konsumennya yaitu dengan cara menciptakan rasa kepercayaan, berkomitment, menciptakan kepuasan konsumen, dan juga memberikan solusi dari masalah yang dimiliki konsumen tersebut. Berdasarkan uraian secara garis besar konsep yang digunakan dalam penelitian ini, permasalahan penelitian dapat diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut : 1. Bagaimana brand awareness dari konsumen GO-JEK di DKI Jakarta? 2. Bagaimana brand association dari konsumen GO-JEK di DKI Jakarta? 3. Bagaimana perceived quality dari konsumen GO-JEK di DKI Jakarta? 4. Bagaimana brand loyalty dari konsumen GO-JEK di DKI Jakarta?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis brand awareness pada konsumen GO-JEK di DKI Jakarta 2. Untuk menganalisis brand association pada konsumen GO-JEK di DKI Jakarta 3. Untuk menganalis perceived quality pada konsumen GO-JEK di DKI Jakarta 4. Untuk menganalisis brand loyalty pada konsumen GO-JEK di DKI Jakarta Landasan Teori Brand Equity Aaker (1991) menyebutkan ekuitas merek adalah serangkaian asset dan liabilities merek yang terkait dengan nama dan simbol suatu merek, yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau kepada
para
pelanggan
perusahaan.
Sedangkan
Kotler
&
Keller
(2009),
mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang diberikan kepada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam bentuk cara seorang konsumen dalam berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Brand Awareness Menurut Aaker (1991), kesadaran merek adalah kemampuan calon pembeli untuk mengenali atau mengikat bahwa suatu merek adalah bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek memiliki rentan yang cukup panjang. Seorang konsumen bisa saja mengenali sebuah merek tertentu sebagai bagian dari lingkup kategori produk, namun juga bisa mengetahui bahwa merek tersebut adalah satusatunya merek untuk produk tertentu. Aaker (1991) mengungkapkan bahwa kesadaran merek dapat dibentuk melalui simbol dan atribut visual. Karena itu pemasar perlu mengembangkan kesadaran konsumen tidak hanya pada nama merek, namun juga warna, simbol, dan aspek visual lainnya.
Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
Sumber : Aaker (1991) Gambar di atas menunjukkan terdapat empat tingkatan kesadaran merek, yaitu : 1. Top of brand : merek yang pertama kali muncul di benak konsumen. 2. Brand recall : pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan. 3. Brand recognition : pengingatan kembali terhadap merek dengan bantuan. Unware of brand : konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. Brand Association Asosiasi merek adalah semua hal yang melekat dalam ingatan seseorang mengenai sebuah merek (Aaker, 1991). Asosiasi tersebut dapat merujuk pada warna, simbol, aktivitas, dan karakter dari merek. Asosiasi yang tercipta dibenak konsumen memiliki tingkatan yang berbeda-beda saat sebuah merek memilki lebih banyak aktivitas atau menawarkan pengalaman yang lebih banyak dari pada pesaing, maka asosiasi yang terbentuk dapat lebih kuat. Perceived Quality Persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan sebuah produk/jasa sesuai dengan yang diharapkan perusahaan, dibandingkan dengan alternatif yang lain (Aaker, 1991). Menurut Aaker (1991) persepsi kualitas tidak bisa dinilai secara objektif karena persepsi pelanggan muncul
berdasarkan kepribadian, kebutuhan, dan preferensi mereka, dan setiap pelanggan memilki perbedaan dalam hal tersebut. Persepsi kualitas adalah dimensi yang sangat penting dalam mengukur ekuitas merek, Aaker (1991) menyebutkan persepsi kulaitas umunya di asosiasikan dengan harga premium, elastisitas harga, penggunaan merek, serta tingkat pengembalian harga saham pada beberapa hal tertentu persepsi kualitas sangat terkait dengan indikator lain pengukuran ekuitas merek seperti variabel fungsional yang spesifik. Perepsi kualitas biasanya mengikutsertakan pesaing sebagai referensi atau perbandingan misalnya, konsumen membandingkan sebuah merek dengan merek lain dengan mempersepsikan mana yang lebih baik atau buruk, dan mana yang lebih mahal atau murah. Brand Loyalty Menurut Aaker (1991) loyalitas merek adalah pusat dari aktivitas pemasaran. Pendekatan ini digunakan untuk mengukur kedekatan pelanggan dengan sebuah merek. Ketika loyalitas merek meningkat maka kerentanan pelanggan terhadap pengaruh kompetisi akan berkurang saat sebuah merek melakukan perubahan, baik dalam harga maupun produk, pelanggan tidak akan terlalu terpengaruh dan memilih untuk setia. Dengan begitu, loyalitas merek sangat erat kaitannya dengan keuntungan merek tersebut di masa depan. Loyalitas merek juga disebut sebagai inti dari ekuitas merek. Dalam kasus pelanggan membeli sebuah produk hanya berdasarkan harga atau fitur yang ditawarkan dengan mengabaikan mereknya, maka dapat dikatakan merek tersebut tidak memliki ekuitas merek yang kuat. Sementara itu Durianto dkk (2004) menjelaskan kepuasan pelanggan merupakan alat ukur loyalitas pelanggan terhadap suatu merek. Untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sebuah merek harus mampu memberikan pengalaman yang baik kepada konsumen secara terus menerus. Hal tersebut perlu dilakukan karena loyalitas adalah hasil akumulasi pengalaman yang didapat konsumen dari menggunakan produk merek tersebut.
Commited Buyer
Likes the Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher or Price Buyer
Sumber : Aaker (1991) Menurut Aaker (1991), loyalitas merek mempunyai beberapa tingkatan yaitu : 1. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah) adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Konsumen yang sering melakukan pembelian secara berpindah-pindah dari satu merek ke merek lain mengindikasikan mereka tidak loyal terhadap dan menganggap semua merek sama. Ciri paling jelas adalah konsumen yang membeli merek lain karena harganya lebih murah. 2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) adalah tingkat loyalitas yang kedua. Merupakan pembeli yang tidak meresa kecewa atau puas dalam mengkonsumsi suatu merek. Konsumen tidak memilki alasan untuk berpindah merek, terutama jika perpindahan tersebut membutuhkan usaha dan biaya yang lebih. 3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) merupakan kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Meski begitu, pembeli dapat berpindah pada merek produk lain dengan menaggung biaya peralihan seperti waktu, biaya, atau resiko akibat perpindahan tersebut. 4. Likes the brand (menyukai merek) adalah kategori pembeli yang benarbenar meyukai merek tertentu. Hal tersebut didasari oleh adanya asosiasi yang berkaitan dengan simbol, pengalaman penggunaan merek, atau persepsi kualitas yang tinggi. 5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen) Adalah kategori konsumen yang paling setia pada suatu merek produk. Konssumen memiliki kebanggaan dalam
menggunakan merek tersebut dan merasa sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa pengunannya. Ciri kategori ini adalah konsumen yang sering merekomendasikan atau mempromosikan merek tertentu kepada orang lain. Hasil dan Pembahasan Variabel Brand Awareness Nilai rata-rata skor untuk variable brand awareness atau kesadaran merek sebesar 4,22 yang berada pada daerah positif dalam range jawaban didaerah sangat tidak setuju (sts) hingga sangat setuju (ss). No.
Indikator
1
BA1
2
BA2
3
BA3
4
BA4
Saya
BA5
GO-JEK
adalah
merek
moda
transportasi ojek online yang paling diingat Bila disebutkan moda transportasi ojek online maka yang Saya teringat GO-JEK GO-JEK
selalu
teringat
ketika
Saya
akan
menggunakan moda transportasi ojek online Saya mengenal merek GO-JEK sebagai merek moda transportasi ojek online Saya
5
tahu
Mean
sadar
bahwa
GO-JEK
adalah
4,15
4,22
4,22
4,07
moda
transportasi yang paling cepat untuk digunakan
4,45
didalam kota Mean
4,22
Berdasarkan nilai rata-rata dari indicator-indikator variable brand awareness pada, dimensi pertama yaitu gojek memberikan kecepatan dalam melayani responden didalam kota membuat sebagian besar responden sadar akan keberadaan Go-Jek. Indicator ini menjadi indicator yang memiliki nilai rata-rata paling tinggi (4,45) dibandingkan dengan indicator lainnya. Brand awareness merupakan variable turunan pertama dari brand equity. Variable brand awareness dari penelitian ini menunjukan kesadaran responden akan merek moda transportasi ojek online Go-Jek cukup tinggi, yang ditunjukan dengan nilai rata-rata skor yang didapatkan mencapai 4,22 dari nilai tertinggi yang ditetapkan yaitu 5,0. Pencapaian nilai rata-rata skor ini terbukti bahwa kesadaran merek
merupakan bagaimana seorang konsumen bersikap sadar terhadap sebuah produk ataupun jasa tertentu yang ingin konsumen miliki atau gunakan. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi nilai rata-rata skor yang didapatkan oleh variable brand awareness maka dapat dikatakan semakin sadar juga para responden terhadap moda transportasi ojek online Go-Jek. Hasil ini sesuai dengan yang dikatakan Chung et al (2013), Hung and Sarigollu (2011), dan Norazah (2013) berpendapat bahwa kesadaran merek memberikan dampak atau pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan oleh setiap kosnumen. Variabel Brand Association Nilai rata-rata skor untuk variable brand association atau asosiasi merek sebesar 4,15 yang berada pada daerah positif dalam range jawaban didaerah sangat tidak setuju (sts) hingga sangat setuju (ss). No.
Indikator
1
BAs1
2
BAs2
3
BAs3
4
BAs4
5
BAs5
Saya teringat logo GO-JEK berwarna hijau dan putih Untuk memesan GO-JEK bisa dengan mudah menggunakan aplikasi di smartphone GO-JEK memberikan beragam layanan lain selain transportasi, seperti layanan antar jemput barang Saya teringat GO-JEK selalu pada warna helm yang dipakai Saya teringat GO-JEK dengan jacket pengemudi yang berwarna hijau Mean
Mean 4,19
4,12
4,18
4,14
4,12 4,15
Nilai rata-rata dari brand association berada pada daerah positive dalam range jawaban, walaupun nilai rata-rata dari brand association tidak setinggi pada nilai ratarata dari brand awareness. Dimensi pertama yaitu logo yang dapat meningkatkan kesadaran responden menjadi lebih perduli terhadap Go-Jek dengan nilai rata-rata skor 4,19. Indicator pelayanan beragam yang turut memberikan solusi terhadap responden menempati nilai rata-rata tertinggi kedua dengan nilai rata-rata skor 4,18.
Dan indicator penekanan terhadap ciri-ciri yang digunakan armada Go-Jek menempati posisi ketiga dengan nilai rata-rata skor 4,14. Variabel kedua dari turunan brand equity adalah brand association. Brand association berkaitan dengan informasi tentang apa yang ada didalam benak atau fikiran seorang konsumen tentang sebuah merek, baik dari sisi postif maupun negative merek tersebut. Semua itu terhubung dengan mindset setiap masing-masing konsumen. Temuan dari variable brand association ini adalah nilai rata-rata skor yang didapat cukup tinggi dengan nilai rata-rata skor 4,15 dari nilai tertinggi 5,0. Walaupun nilai rata-rata skor yang didapat tidak setinggi nilai rata-rata skor pada brand awareness, tetapi variable brand association memiliki nilai rata-rata skor yang masih berada pada daerah positif dalam range jawaban. Semakin baik brand association yang tercipta maka semakin baik juga dampaknya terhadap perusahaan. Semakin tinggi asosiasi sebuah merek atau produk, maka produk tersebut akan semakin diingat oleh konsumen dan akan membuat konsumen tersebut merasakan kualitas dari sebuah merek yang akan membuatnya setia terhadap merek tersebut. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Pouromid dan Iranzadeh dalam Mohd Suki (2014) yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari asosiasi merek terhadap ekuitas merek. Variabel Perceived Quality Nilai rata-rata skor untuk variable perceived quality atau persepsi kualitas sebesar 4,30 yang berada pada daerah positif dalam range jawaban didaerah sangat tidak setuju (sts) hingga sangat setuju (ss). No.
Indikator
Mean
GO-JEK adalah moda transportasi ojek online 1
PQ1
yang memberikan kualitas lebih baik dibandingkan
4,14
merek lain 2
PQ2
3
PQ3
Armada atau driver GO-JEK
memberikan
pelayanan tepat waktu dan bertanggung jawab Armada atau driver GO-JEK selalu memberikan masker wajah dan kepala
4,5
4,38
4
PQ4
Armada atau driver GO-JEK ramah dalam memberikan pelayanan Mean
4,19 4,30
Berdasarkan nilai rata-rata skor, dimensi pelayanan yang diberikan mendapatkan nilai rata-rata skor tertinggi yaitu dengan nilai rata-rata skor 4,50. Lalu diikuti oleh dimensi dari fasilitas atau keuntungan yang diberikan oleh Go-Jek yaitu dengan nilai rata-rata 4,38. Diantara keseluruhan indicator-indikator dalam variable persepsi kualitas indikator pelayanan menempati nilai rata-rata skor tertinggi dan indikator kualitas menempati nilai rata-rata skor terendah dengan nilai rata-rata skor 4,14. Variabel selanjutnya adalah variable perceived quality. Perceived quality atau persepsi kualitas menurut Aaker (1991) merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan sebuah produk atau jasa sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan, dibandingkan dengan alternative yang lain. Persepsi kualitas tidak dapat dinilai secara objektif karena persepsi yang muncul dari setiap konsumen berbeda-beda standardnya sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian dari setiap konsumen. Kualitas yang diberikan oleh Go-Jek kepada konsumennya pada variable perceived quality memliki nilai rata-rata skor yang lebih tinggi dengan nilai rata-rata skor mencapai 4,30 dari nilai tertinggi 5,0, dibandungkan dengan nilai rata-rata skor yang didapatkan oleh variable brand awareness 4,22 dan brand association sebesar 4,15. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Samithamby Sentilnathan dan Uthayakumar Tharmi (2012) yang dijadikan referensi penelitian oleh peneliti. Samithamby Sentilnathan dan Uthayakumar Tharmi (2012) mengatakan bahwa persepsi pelanggan mucul berdasarkan kepribadian, kebutuhan, preferensi, dan setiap masing-masing pelanggan memiliki perbedaan dalam menentukan persepsi kualitasnya masing-masing. Kualitas dari moda transportasi yang digunakan, pelayanan yang diberikan oleh driver, fasilitas yang didapatkan oleh konsumen, hingga tatacara berperilaku driver Go-Jek turut memberikan pengaruh yang signifikan dalam proses konsumen menentukan persepsi dari kualitas moda transportasi ojek online Go-Jek.
Variabel Brand Loyalty Nilai rata-rata skor untuk variable brand loyalty atau loyalitas merek sebesar 4,47 yang berada pada daerah positif dalam range jawaban didaerah sangat tidak setuju (sts) hingga sangat setuju (ss). No.
Indikator
1
BL1
2
BL2
3
BL3
4
BL4
GO-JEK merupakan pilihan utama dibandingkan merek lainnya Saya akan merekomendasikan GO-JEK kepada teman Saya bila akan menggunakan ojek Saya akan selalu menggunakan GO-JEK dalam beraktifitas didalam kota Saya akan tetap menggunakan GO-JEK meskipun mengalami kenaikan harga
Mean 4,57
4,52
4,39
4,45
Saya akan selalu memilih GO-JEK dibandingkan 5
BL5
dengan moda transportasi ojek online lain yang
4,42
sejenis Mean
4,47
Terlihat nilai rata-rata skor dari dimensi variable loyalitas merek tidak terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Dengan nilai rata-rata skor sebesar 4,47 yang berarti variable loyalitas merek berada pada daerah positif dari range jawaban para responden. Nilai rata-rata skor tertinggi diperoleh oleh dimensi Go-Jek merupakan pilihan utama para responden, yang menunjukan bahwa responden loyal terhadap Go-Jek. Selanjutnya dimensi tertinggi kedua dengan skor 4,52 ditempati oleh rekomendasi dari responden yang akan merekomendasikan Go-Jek kepada teman atau kerabatnya yang akan menggunakan moda transportasi ojek online. Lalu diikuti dimensi pilihan yang tetap pada Go-jek dengan nilai rata-rata skor sebesar 4,45. Gojek merupakan pilihan utama para responden merupakan dimensi tertinggi keempat dengan nilai rata-rata skor 4,42. Lalu dimensi yang terakhir dengan skor yang tidak cukup jauh perbedaannya dengan nilai rata-rata skor 4,39. Variable brand loyalty atau loyalitas merek disebut juga sebagai inti dari brand equity atau ekuitas merek. Sikap kesetiaan yang ditunjukan oleh setiap konsumen terhadap suatu merek tertentu akan memberikan keuntungan untuk perusahaan. Pembeliaan ataupun
penggunaan berulang kali yang konsisten dari seorang konsumen terhadap suatu merek yang sama merupakan loyalitas merek yang ditunjukan. Menurut Aaker (1991) loyalitas merek adalah pusat dari aktifitas pemasaran. Ketika nilai dari loyalitas merek semakin meningkat maka kerentanan pelanggan terhadap pengaruh kompetisi antar produk akan berkurang saat sebuah merek melakukan perubahan, baik dalam harga maupun produk, para pelanggan tidak akan terpengaruh dan akan memilih untuk setia terhadap produk yang sudah digunakannya. Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan pada variable ini diperoleh nilai rata-rata skor mencapai 4,47 poin mendekati nilai kesempurnaan yang ada pada poin 5,0. Nilai rata-rata skor tersebut merupakan pencapaian nilai tertinggi dari tiga variable brand equity lainnya. Hasil pengolahan data ini sejalan dengan hasil penelitian dari Jumiati Sasmita dan Norazah Mohd Suki (2014) yang mengatakan bahwa saat konsumen merasakan kepuasan terhadap suatu produk atau merek, mereka tidak akan mengganti produk atau merek dengan produk atau merek yang lainnya pada lain waktu. Variable brand loyalty atau loyalitas merek yang terbentuk pada konsumen Go-Jek dapat dilihat dari pemilihan moda transportasi ojek online Go-Jek merupakan pilihan pertama untuk setiap konsumen yang membutuhkan ojek. Setelah mereka merasakan kepuasan dari pelayanan yang diberikan Go-Jek selanjutnya ada rasa untuk memberikan rekomendasi terhadap rekanannya pada saat ada yang membutuhkan ojek. Apabila terjadi kenaikan tarif terhadap produk atau jasa yang diberikan oleh Go-Jek maka konsumen tidak akan merasa terpengaruh dan tidak akan mengganti Go-Jek dengan moda transportasi ojek online lainnya. Hal ini semua terbentuk karena kosumen sudah merasa puas dan loyal terhadap Go-Jek.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York : The Free Pers. Aaker, D. A. (1996). Measuring Brand Equity Across Product and Markets. California Management Review, Spring 1996 Vol. 38 No. 3. ABI/INFORM Global pg. 102. Durianto, D. Sugiarto. dan Budiman. L. J. (2004). Brand Equity Ten. Jakarta : PT, Gramedia Pustaka Utama. Hair et al. (1998). Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice Hall. Upper Saddle River : New Jersey. Indriantoro. dan Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta. Isjianto. (2009). Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Kotler, P. dan Kevin, L. Keller. (2009). Manajemen Pemasaran. Jakarta : PT. Indeks. Kotler, P. dan Kevin, L. Keller. (2012). Marketing Management. 14E. England : Pearson. Kotler, P. dan Armstrong. G. (2013). Principle of Marketing. Harlow : Pearson Education. Mohd, S. Norazah. (2013). ‘Structural Relationship of Products Features, Brand Name, Product Price, and Social Influence With Students Demands for Smartphone’. Sasmita, Jumiati. Dan Mohd, S. Norazah. (2014). ‘Young Consumers Insights on Brand Equity Effects of Brand Association, and Brand Image’. International Journal of Retail and Distribution Management. Sekaran, Uma. (2006). Metode Penelitian Untuk Bisnis (Edisi 4 Buku2). Jakarta : Salemba Empat. Sekaran, Uma. (2009). Metode PEnelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. Sentilnathan, Samithamby. dan Tharmi, Uthayakumar. (2012). ‘The Relationship of Brand Equity to Purchase Intention’. The IUP Journal of Marketing Management.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta, CV