DESAIN SISTEM KONTROL KETINGGIAN UNTUK PENGAMBILAN CITRA DENGAN PENDEKATAN FUZZYPID PADA QUADCOPTER BERBASIS PENGUNCIAN GPS
ANDRIA WANDANI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Sistem Kontrol Ketinggian untuk Pengambilan Citra dengan Pendekatan Fuzzy-PID pada Quadcopter Berbasis Penguncian GPS adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016
Andria Wandani NIM F14110043
ABSTRAK ANDRIA WANDANI. Desain Sistem Kontrol Ketinggian Untuk Pengambilan Citra Dengan Pendekatan Fuzzy-PID Pada Quadcopter Berbasis Penguncian GPS: Dibimbing oleh MOHAMAD SOLAHUDIN. Penginderaan jarak jauh telah dipergunakan secara luas pada kegiatan monitoring lingkungan dan pertanian. Saat ini telah berkembang teknologi yang digunakan dalam kegiatan monitoring kondisi lahan melalui foto udara dengan perangkat quadcopter atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Penggunaan quadcopter dalam pengambilan citra dikarenakan kemudahannya dalam pengendalian, karena memiliki VTOL (Vertical Take Off and Landing) yang tidak membutuhkan landasan terbang. Namun pada pengaplikasiannya, quadcopter sulit untuk dikendalikan dikarenakan faktor SDM dan faktor angin sehingga dibutuhkan pengendalian quadcopter secara otomatis menggunakan sistem kontrol. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mendesain simulasi sistem kontrol ketinggian untuk pengambilan citra menggunakan quadcopter dengan pendekatan fuzzy PID berbasis penguncian GPS. Simulasi sistem kontrol bertujuan untuk memudahkan proses perancangan sesuai dengan spesifikasi yang digunakan pada quadcopter sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan saat pengujian langsung di lapangan. Berdasarkan hasil simulasi rancangan sistem kontrol logika fuzzy dan PID dengan keluaran nilai sinyal kontrol yang berkisar antara -255 sampai 255 memiliki hasil yang paling baik untuk mempercepat proses pencapaian ketinggian dan mempertahankan ketinggian pada setpoint serta menjamin keseragaman kualitas citra baik dari segi skala maupun ketajaman citra. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata – rata settling time sebesar 4.69 detik, overshoot sebesar 0.324 m, rise time sebesar 6.23 detik, deviasi sebesar 0.009 m dan osilasi sebesar 0.119 m. Kata kunci : quadcopter, simulasi, sistem kontrol fuzzy PID
ABSTRACT ANDRIA WANDANI. Altitude Control System Design For Image Acquisition With Fuzzy-PID Approach at Quadcopter Based On GPS Locking. Supervised by MOHAMAD SOLAHUDIN. Remote sensing has been used extensively on environmental and agricultural monitoring activities. Currently has grown the technology used in monitoring the condition of the land through aerial photos with quadcopter device or Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Quadcopter use in image acquisition due to ease in control, because it has a VTOL (Vertical Take Off and Landing) which does not require runway. But in its application, quadcopter difficult to control due to human factors and the wind factor that takes control quadcopter automatically using the control system. Therefore, this study aims to design simulation of altitude control systems for image acquisition using quadcoper with fuzzy PID approach based on GPS locking. Simulation of the control system aims to facilitate the planning process according to specifications of quadcopter in order to reduce the risk of failure during directly test in the field. Based on the simulation results of fuzzy logic and PID control system design with value of signal control output that ranges from -255 to 255 have the best results to accelerate reaching and maintaining altitude process at setpoint and can guarantee uniformity of image quality both in terms of scale and sharpness of the image. It can be seen from the value of average settling time is 4.69 seconds, overshoot is 0.324 m, rise time is 6.23 seconds, the deviation is 0.009 m and oscillation is 0.119 m. Keywords : fuzzy PID system control, quadcopter, simulation
DESAIN SISTEM KONTROL KETINGGIAN UNTUK PENGAMBILAN CITRA DENGAN PENDEKATAN FUZZYPID PADA QUADCOPTER BERBASIS PENGUNCIAN GPS
ANDRIA WANDANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
44%7
7 0!'7!01/7 ('1+($7 1!'!'7'14#7'/!$'7!1,7 ''7'#1'7 3665773)*2-7+0!07 '4'!'7 7
&7
7 '+!7 ''!7
7
!014"4!7(% 7
+7.7( /7 /!/!'77
!#1 4!7 (% 7
'% $4$407
0!7
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini berjudul Desain Sistem Kontrol Ketinggian Untuk Pengambilan Citra Dengan Pendekatan Fuzzy-PID Pada Quadcopter Berbasis Penguncian GPS. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Solahudin, MSi selaku dosen pembimbing tugas akhir serta Prof Dr Ir Bambang Pramudya, M.Eng dan Dr Ir Sam Herodian, MS selaku dosen penguji pada sidang skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen, staff dan mahasiswa bagian Teknik Bioinformatika yang telah memberikan saran dan juga pelajaran formal maupun moral selama ini, serta teman-teman Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 48. Disamping itu juga penulis ucapkan terima kasih atas segala doa, dukungan serta kasih sayang dari keluarga dan seluruh pihak yang terkait selama melaksanakan kegiatan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2016
Andria Wandani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Quadcopter Metode Fuzzy Metode PID Penelitian Terdahulu METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Tahapan Penelitian Kriteria Perancangan Metode Perancangan dan Pengujian Simulasi Sistem Kontrol Ketinggian Identifikasi Parameter Pada Quadcopter HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Simulasi Sistem Kontrol Ketinggian Quadcopter Sistem Kontrol Fuzzy PID Simulasi Sistem Kontrol Ketinggian Quadcopter SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xii xii 1 1 2 2 2 2 2 4 5 7 7 7 7 7 8 9 11 12 12 17 22 29 29 29 30 31 37
DAFTAR TABEL 1 Pengaruh putaran keempat motor terhadap pergerakan quadcopter tipe X 2 Karakteristik kontrol proportional, integral, dan derivative 3 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model pertama 4 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model kedua 5 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model ketiga
3 6 24 26 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Ilustrasi quadcopter model X dan arah putaran motor Ilustrasi kecepatan keempat motor saat pitch up Bentuk fungsi keanggotaan fuzzy Alur tahapan pada kontrol logika fuzzy Blok diagram kontrol PID Diagram alir tahapan penelitian Rancangan model pertama simulasi sistem kontrol Rancangan model kedua simulasi sistem kontrol Rancangan model ketiga simulasi sistem kontrol Modifikasi model quadcopter dari Matlab Blok switch Quadcopter actuator mixing dan throttle mixing Air frame dalam model quadcopter 6DOF Quaternion parameters Blok environment Fuzzy logic designer pada Matlab Rule editor pada fuzzy logic designer Fungsi implikasi dan aggregasi kontrol logika fuzzy Fungsi keanggotaan eror Fungsi keanggotaan beda eror Fungsi keanggotaan keluaran konstanta proporsional rancangan model pertama Fungsi keanggotaan keluaran konstanta integral rancangan model pertama Fungsi keanggotaan keluaran konstanta proporsional rancangan model Ketiga Fungsi keanggotaan keluaran konstanta derivative rancangan model ketiga Input variabel initPosNED pada workspace Workspace dan editor pada Matlab Signal builder Simulation configuration parameter Ruleviewer fuzzy saat proses simulasi rancangan model pertama Rata – rata perubahan ketinggian pada rancangan model pertama Rata – rata perubahan ketinggian pada rancangan model kedua Ruleviewer fuzzy saat proses simulasi rancangan model ketiga Rata – rata perubahan ketinggian pada rancangan model ketiga
3 4 4 5 6 8 12 12 13 13 14 14 15 16 16 17 17 17 18 18 19 20 21 22 22 23 23 23 24 25 27 28 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Diagram alir sistem kontrol ketinggian rancangan model pertama Diagram alir sistem kontrol ketinggian rancangan model kedua Diagram alir sistem kontrol ketinggian rancangan model ketiga Basis data fuzzy rancangan model pertama Basis data fuzzy rancangan model ketiga Perhitungan penggunaan jenis motor dan ukuran propeller
31 32 33 34 35 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Penginderaan jarak jauh telah dipergunakan secara luas pada kegiatan monitoring lingkungan dan pertanian. Monitoring vegetasi dan keanekaragaman hayati dilakukan melalui udara atau pencitraan satelit, metode ini membutuhkan biaya yang tinggi saat membutuhkan resolusi yang baik (Colomina 2014). Saat ini telah berkembang teknologi yang digunakan dalam kegiatan monitoring kondisi lahan melalui foto udara (aerial photography) dengan perangkat quadcopter atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV), seperti yang dilakukan oleh Solahudin (2015) untuk memprediksi presentase serangan virus Gemini pada perkebunan cabai. Mengingat wilayah pertanian Indonesia yang luas, terdapat kendala yang dihadapi dalam monitoring lahan skala luas menggunakan quadcopter. Quadcopter masih memiliki keterbatasan kemampuan sensor dan stabilitas yang rendah sehingga pengambilan citra dengan kualitas seragam sulit didapatkan. Kualitas citra yang tidak seragam berdasarkan skala piksel dapat disebabkan oleh pengendalian dan pengambilan citra menggunakan quadcopter secara manual. Penggunaan quadcopter dalam pengambilan citra dikarenakan kemudahannya dalam pengendalian, karena memiliki sistem VTOL (Vertical Take Off and Landing) yang tidak membutuhkan landasan terbang. Namun pada pengaplikasiannya, quadcopter sulit untuk dikendalikan dikarenakan oleh beberapa faktor seperti faktor SDM dan faktor angin. Manusia sebagai pengendali menggunakan remote control membutuhkan keahlian untuk mengendalikannya sehingga tidak jarang quadcopter sulit untuk mengatur dan mempertahankan ketinggian. Angin adalah faktor eksternal yang membuat quadcopter tidak tetap pada posisi koordinat yang diinginkan sehingga mempengaruhi ketinggian setiap pengambilan citra. Selain itu, jika pengambilan citra dilakukan pada lahan yang cukup luas akan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dengan adanya perpindahan dari satu lokasi pengambilan citra ke lokasi lainnya. Oleh karena itu, quadcopter yang telah dilengkapi dengan sistem kontrol menjadi sangat berpengaruh dalam pengambilan citra, karena dapat mengatur ketinggian secara otomatis pada ketinggian yang diinginkan untuk mendapatkan foto lahan yang luas dengan resolusi yang baik dalam waktu yang relatif lebih singkat. Pengendalian ketinggian quadcopter dapat dilakukan dengan pendekatan metode FLC (Fuzzy Logic Control) atau dapat disebut kontrol logika fuzzy dan kontrol PID (Proportional Integral Derivative). Kontrol PID memerlukan nilai KP (Konstanta Proportional), KI (Konstanta Integral) dan KD (Konstanta Derivative) sebagai input dengan nilai yang tetap. Penggabungan kontrol fuzzyPID membuat kontrol yang mampu melakukan perubahan secara otomatis alias auto-tunning pada nilai KP, KI dan KD. Hasil dari fuzzy-PID dapat beradaptasi dengan besar error (E) yang ada sehingga tidak diperlukan pencarian KP,KI, dan KD secara manual yang sesuai pengalaman membutuhkan waktu yang lama (Wicaksono 2014).
2
Perumusan Masalah Kegiatan monitoring lahan saat ini sudah dilakukan dengan menggunakan teknologi quadcopter. Tetapi masih terdapat beberapa kendala dalam pengendalian quadcopter karena sulitnya pengendalian menggunakan remote control agar berada pada posisi dan ketinggian yang diinginkan dan mendapatkan kualitas citra yang baik. Pengendalian secara manual dengan remote control membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk membuat quadcopter bertahan pada posisi dan ketinggian yang diinginkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah pengendalian ketinggian secara otomatis dengan metode gabungan, yaitu fuzzy dan PID agar quadcopter dapat mempertahankan ketinggian pada ketinggian yang telah ditentukan sebelum dilakukan pengambilan citra menggunakan kamera. Nilai acuan ketinggian yang digunakan sebagai input sistem didapatkan dari GPS (Global Positioning System). Pada penelitian akan dilakukan tahap awal dari penelitian pengendalian quadcopter dalam bentuk simulasi untuk memperoleh konstanta PID yang diperlukan pada sistem kontrol nyata.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendesain simulasi sistem kontrol ketinggian untuk pengambilan citra menggunakan quadcopter dengan pendekatan fuzzy PID berbasis penguncian GPS. 2. Memperoleh konstanta PID yang diperlukan pada sistem kontrol nyata.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah membuat simulasi sistem kontrol ketinggian pada quadcopter untuk pengambilan citra dan memudahkan proses perancangan yang sesuai dengan spesifikasi yang digunakan serta mengurangi resiko kegagalan saat pengujian langsung di lapangan. Sistem kontrol ketinggian quadcopter yang baik membuat pengambilan citra dapat dilakukan pada ketinggian yang seragam dan menjamin keseragaman kualitas citra baik dari segi skala maupun ketajaman citra.
TINJAUAN PUSTAKA Quadcopter Quadcopter adalah pesawat tanpa awak atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yang dikendalikan menggunakan remote control secara manual atau otomatis menggunakan sistem kontrol. Terdapat 2 model quadcopter yang biasa digunakan, yaitu model Plus dan model X. Komponen minimum yang harus
3
dimiliki oleh sebuah quadcopter adalah 4 buah propeller, 4 buah motor brushless, 4 buah Electronic Speed Controller (ESC), Inertial Measurement Unit (IMU) seperti accelerometer dan gyroscope, dan sebuah kontrol board (Wicaksono 2013). Quadcopter memiliki 3 buah motion gerak, yaitu pitch, roll, dan yaw (Salih 2010). Selain itu quadcopter memiliki motion gerakan lain, yaitu throttle sebagai gerak untuk menaikkan atau menurunkan kecepatan semua propeller dalam jumlah yang sama (Hamdani 2013). Pengaturan yang harus dilakukan pada quadcopter adalah arah dari putaran motor yang mengarah pada bagian dalam dengan tujuan untuk meniadakan gaya sentrifugal sehingga quadcopter dapat terangkat. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka yang akan terjadi pada quadcopter bukannya akan terangkat melainkan bergerak memutar di dasar landasan. Berikut ini adalah ilustrasi quadcopter model X dan arah putaran motor yang menuju ke bagian dalam (Gambar 1).
Gambar 1 Ilustrasi quadcopter model X dan arah putaran motor Sumber : Wicaksono (2013)
Perubahan kecepatan putaran keempat buah motor pada quadcopter dapat membuat pergerakan maju, mundur, kanan, kiri, atas, bawah dan rotasi. Pergerakan maju dan mundur dikenal dengan istilah pitch, pergerakan kanan dan kiri dikenal dengan istilah roll, dan pergerakan rotasi kiri dan kanan dikenal dengan istilah yaw. Ilustrasi dari perubahan kecepatan putar dari motor quadcopter terhadap pergerakannya dapat di lihat pada (Gambar 2) sesuai dengan dinamika gerak pada (Tabel 1). Tabel 1 Pengaruh putaran keempat motor terhadap pergerakan quadcopter tipe X Gerak Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Pitch up Cepat Cepat Pelan Pelan Pitch down Pelan Pelan Cepat Cepat Roll left Pelan Cepat Cepat Pelan Roll right Cepat Pelan Pelan Cepat Yaw CC Pelan Cepat Pelan Cepat Yaw CCW Cepat Pelan Cepat Pelan Sumber: Wicaksono (2013)
4
Gambar 2 Ilustrasi kecepatan keempat motor saat pitch up Sumber : Wicaksono (2013)
Metode Fuzzy Kontrol logika fuzzy merupakan bagian sekaligus perluasan dari logika Boolean yang perbedaannya terletak pada derajat kebenaran. Derajat kebenaran pada logika Boolean adalah 0 atau 1 sedangkan derajat kebenaran pada kontrol logika fuzzy adalah 0 sampai dengan 1. Kontrol logika fuzzy mampu menangani ketidakjelasan, ketidakpastian, variabel input stokastik dan sifat dinamis dari berbagai variable yang digunakan (Aly 2005). Kontrol logika fuzzy memiliki beberapa fungsi keanggotaan yang biasanya digunakan, yaitu bentuk kurva segitiga, trapesium dan Gaussian (Suratno 2011). Bentuk dari kurva dapat dilihat pada (Gambar 3).
(b) (c) (a) Gambar 3 Bentuk fungsi keanggotaan fuzzy: (a) tipe segitiga, (b) tipe trapesium, (c) tipe gaussian Sumber : Suratno (2011)
Fungsi keanggotaan untuk representasi kurva segitiga adalah sebagai berikut
(
-
)
m
-
{
-
}
(m n (
-
) (
-
) )
(1)
5
Fungsi keanggotaan untuk representasi kurva trapesium adalah sebagai berikut
-
p
m(
)
m
(m n (
-
-
)
(
-
))
(2)
-
{
}
Fungsi keanggotaan untuk representasi kurva gaussian adalah sebagai berikut (
)
-
(3)
-
Kontrol logika fuzzy memiliki berbagai macam implikasi diantaranya adalah min operation (Mamdani), product operation (Larsen), bounded product, drastic product dan arithmetic rule (Zadeh). Model fuzzy Mamdani paling sering digunakan dalam kontrol logika fuzzy karena metode ini memiliki beberapa kelebihan yang berdasarkan penalaran manusia, yaitu intuitif, diterima oleh banyak pihak, dan masukan berasal dari manusia (Kusumadewi 2002). Kontrol logika fuzzy terdiri dari 4 tahap, yaitu fuzzifier, Fuzzy rule base, inference engine, dan defuzzifier. Berikut ini adalah alur tahapan dari kontrol logika fuzzy yang dapat dilihat pada (Gambar 4).
Gambar 4 Alur tahapan pada kontrol logika fuzzy Sumber: www.eenets.com/Files/Download/chapter_5.pdf
Metode PID Kontrol PID adalah salah satu mekanisme umpan balik yang banyak digunakan dalam sistem pengaturan industri. Sebuah kontrol PID menghitung nilai kesalahan sebagai perbedaan antara variabel proses terukur dan setpoint yang diinginkan (Hendriawan 2012). Komponen kontrol PID terdiri dari 3 jenis, yaitu proportional, Integral, dan derivative. Ketiganya dapat digunakan secara bersamaan maupun sendiri – sendiri, tergantung dari respon yang diinginkan terhadap suatu plant. Blok diagram kontrol PID dapat dilihat pada (Gambar 5).
6
Gambar 5 Blok diagram kontrol PID Sumber: library.binus.ac.id/
Menurut Ogata, 1970 persamaan dasar aksi pengontrolan PID adalah:
* ()
∫ ()
+
(4)
dimana, u adalah variabel keluaran kontrol, e adalah eror (e = r – y), merupakan perbedaan antara nilai setpoint dan nilai yang terukur y. Variabel kontrol u(t) adalah penjumlahan tiga bagian: P sebanding dengan eror, bagian I sebanding dengan eror dan bagian D sebanding dengan deferensial eror. Parameter kontrol sebanding dengan penguatan K, waktu integral Ti, dan waktu diferensial Td. Kontroler proportional akan memiliki efek mengurangi rise time tetapi tidak pernah menghilangkan steady state error. Kontrol integral akan memiliki efek menghilangkan steady state error, tetapi dapat membuat respon buruk. Kontrol derivative akan memiliki efek meningkatkan stabilitas sistem mengurangi overshoot dan meningkatkan respon. Efek dari masing – masing kontroler Kp, Ki dan Kd pada sistem tertutup dapat dilihat dalam (Tabel 2). Tabel 2 Karakteristik kontrol proportional, integral, dan derivative Response Rise time Overshoot Settling time Steady state eror Sedikit Kp Berkurang Bertambah Berkurang perubahan Ki
Berkurang
Bertambah
Bertambah
Menghilangkan
Kd
Sedikit perubahan
Berkurang
Berkurang
Sedikit perubahan
Sumber: Leong et al. (2012)
Karakteristik tersebut mungkin tidak persis akurat, karena konstanta proportional, konstanta integral dan konstanta derivative bergantung satu dengan yang lain. Perubahan satu dari variabel tersebut dapat mengubah efek dari kedua variabel lainnya. Oleh karena itu, tabel hanya dapat digunakan sebagai referensi ketika menentukan nilai konstanta proportional, konstanta integral dan konstanta derivative.
7
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai desain sistem kontrol ketinggian dengan pendekatan fuzzy-PID sudah pernah dilakukan oleh Wicaksono (2014), ia menggunakan sonar sensor sebagai sensor ketinggian pada quadcopter dan membandingkannya dengan pendekatan Neural Network Backpropagation menggunakan software Delphi lite 7. Sistem kontrol ketinggian juga dilakukan oleh Leong et al. (2012), dengan pendekatan PID dan LQR (Linear Quadratic Regulation) serta sonar sensor sebagai informasi ketinggian. Penelitian desain sistem kontrol ketinggian ini dilakukan dengan membuat simulasi kontrol ketinggian menggunakan pendekatan fuzzy-PID seperti yang dilakukan oleh Wicaksono. Pembuatan simulasi dilakukan untuk memudahkan proses perancangan sesuai spesifikasi quadcopter yang digunakan dan mengurangi resiko kegagalan saat pengujian langsung di lapangan guna mempermudah pengguna dalam monitoring lahan melalui pengambilan citra menggunakan quadcopter.
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 – Oktober 2015 dengan pelaksanaannya bertempat di Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan adalah laptop acer, dengan software Matlab 2015a. Sedangkan bahan yang digunakan adalah model quadcopter yang tersedia pada Matlab 2015a, blockset fuzzy, blockset PID, dan spesifikasi motor.
Tahapan Penelitian Desain sistem kontrol ketinggian untuk pengambilan citra dengan metode fuzzy PID pada quadcopter berbasis penguncian GPS dilakukan dengan metode prototipe pada lingkungan simulasi. Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut (Gambar 6): 1. Mengidentifikasi masalah berkenaan dengan kinerja quadcopter dan perumusan penyelesaiannya. 2. Analisis rancangan sistem kontrol untuk mendapatkan sistem kontrol ketinggian quadcopter yang optimum.
8
3. Pembuatan sistem kontrol untuk pengambilan citra. 4. Simulasi atau pengujian sistem kontrol dengan memberikan perbedaan ketinggian untuk mengetahui kinerja dari sistem kontrol. 5. Analisis hasil simulasi dari sistem kontrol.
Mulai Identifikasi masalah dan studi pustaka Perumusan Masalah Analisis rancangan Pembuatan rancangan Simulasi rancangan
Tidak
Berhasil Ya
Analisis hasil simulasi Selesai Gambar 6 Diagram alir tahapan penelitian
Kriteria Perancangan Pengembangan simulasi sistem kontrol ketinggian ini bertujuan untuk memudahkan proses perancangan sesuai spesifikasi quadcopter yang digunakan dan mengurangi resiko kegagalan saat pengujian langsung di lapangan serta mendapatkan konstata PID untuk digunakan pada sistem kontrol nyata. Kriteria dari sistem kontrol pada quadcopter yang akan dibuat adalah sebagai berikut: 1. Quadcopter mampu mengudara menggunakan motor brushless 650 KV dengan ukuran propeller 1147 (Lampiran 6). 2. Quadcopter mampu mempertahankan ketinggian sesuai dengan setpoint atau ketinggian yang diinginkan. 3. Apabila ketinggian pada setpoint dapat dipertahankan maka kamera dapat melakukan pengambilan citra dengan toleransi deviasi ketinggian maksimum sebesar 0.01 m.
9
Metode Perancangan dan Pengujian Simulasi Sistem Kontrol Ketinggian Rancangan simulasi sistem kontrol ketinggian dibuat dalam tiga model yang berbeda dengan tujuan untuk memberikan perbandingan antara sistem kontrol fuzzy PID dan sistem kontrol PID serta rentang sinyal keluaran dari PID. Sinyal keluaran disesuaikan dengan kemampuan dari mikrokontroler, yaitu arduino mega 2560 yang dapat mengeluarkan nilai sinyal sebesar 0 sampai 255. Model pertama menggunakan kontrol logika fuzzy dan kontrol PID dengan keluaran nilai sinyal kontrol berkisar antara 0 sampai 255 (Lampiran 1), model kedua hanya menggunakan kontrol PID dengan keluaran nilai sinyal kontrol antara 0 sampai 255 (Lampiran 2), model ketiga menggunakan kontrol logika fuzzy dan kontrol PID dengan keluaran nilai sinyal kontrol berkisar antara -255 sampai 255 (Lampiran 3). Pengujian dilakukan pada 10 ketinggian pengaktifan sistem kontrol ketinggian yang berbeda, yaitu ketinggian 10 m, 12 m, 14 m, 16 m, 18 m, 22 m, 24 m, 26 m, 28 m dan 30 m dengan setpoint sebesar 20 m. Pada saat pengaktifan sistem kontrol diberikan sinyal dari remote transmitter sebesar 500. Selanjutnya didapatkan eror dan beda eror ketinggian dari perbedaan ketinggian dengan setpoint selama pengoperasian. Eror dan beda eror dari ketinggian tersebut kemudian digunakan sebagai input untuk sistem kontrol logika fuzzy. Sistem kontrol logika fuzzy berfungsi untuk menghasilkan suatu nilai konstanta yang akan digunakan dalam sistem kontrol PID. Konstanta tersebut yang akan menentukan respon dari kontrol PID dan menghasilkan sinyal keluaran ke flight controller untuk mengatur kecepatan putar dari motor. Nilai awal konstanta PID dari masing – masing model ditentukan dari keluaran fuzzy dan manual input untuk rancangan model kedua. Konstanta PID dari setiap model rancangan didapatkan secara trial and error melalui pengujian. Pada rancangan model pertama dan kedua, penyesuaian ketinggian dilakukan dengan menggunakan sistem switch karena nilai keluaran yang hanya berkisar antara 0 sampai 255. Sistem switch berfungsi mengatur keluaran sinyal kontrol jika quadcopter melebihi atau kurang dari setpoint. Sedangkan pada rancangan model ketiga tidak dibutuhkan sistem switch karena memiliki nilai keluaran yang berkisar antara -255 sampai 255. Ketika sistem kontrol sudah mampu mengatur dan mempertahankan ketinggian quadcopter pada setpoint, kamera yang terpasang pada quadcopter dapat melakukan pengambilan citra. Simulasi dilakukan menggunakan simulink pada matlab berdasarkan waktu sampel (Ts) sebesar 0.01 detik. Waktu yang digunakan dalam satu kali simulasi adalah sebesar 100 detik, sehingga didapatkan 10.000 sampel data. Keberhasilan dari sistem kontrol ditunjukan dengan menggunakan karakteristik step response, yaitu rise time, settling time, dan overshoot. Rise time adalah lama nya waktu yang dibutuhkan oleh sistem kontrol untuk mencapai ketinggian atau setpoint. Settling time adalah lama nya waktu yang dibutuhkan sistem kontrol untuk dapat mempertahankan ketinggian pada setpoint berdasarkan selang kepercayaan sebesar 2%. Sedangkan overshoot adalah besarnya simpangan ketinggian dari setpoint sesaat setelah rise time. Selain itu digunakan deviasi rata – rata dan osilasi untuk memperlihatkan akurasi kontrol.
10
Sistem Kontrol Logika Fuzzy Sistem kontrol fuzzy terdiri dari 4 tahap yaitu fuzzifier, Fuzzy rule base, inference engine, dan defuzzifier. Fuzzifier berfungsi untuk menentukan sinyal masukan eror (E) dan beda eror (dE) yang bersifat tegas (crisp) ke himpunan fuzzy. Eror didapatkan dari selisih antara setpoint ketinggian dengan ketinggian aktual, sedangkan beda eror adalah selisih antara eror dengan eror sebelumnya seperti persamaan berikut. E
(5) -
(6)
dimana, E adalah eror, dE adalah beda eror, Hs adalah ketinggian setpoint, Ha adalah ketinggian aktual, En adalah eror yang sedang terukur dan En-1 adalah eror pada saat sebelumnya. Setiap variabel yang didapatkan dicari derajat keanggotaannya. Penentuan derajat keanggotaan (μ) dicari dengan menggunakan persamaan fungsi keanggotaan seperti yang dapat dilihat pada Persamaan 1 dan Persamaan 2, sesuai dengan jenis fungsi keanggotaan yang digunakan. Selanjutnya dilakukan pencarian nilai keluaran (U), pengambilan keputusan nilai keluaran menggunakan matriks keputusan atau basis aturan dasar berdasarkan fungsi dari eror dan beda eror. Inference engine berfungsi untuk mengekspresikan hubungan antara variabel input dengan variabel output. Salah satu fungsi implikasi yang dapat digunakan adalah implikasi min (minimum), fungsi ini akan memotong output himpunan fuzzy (Irfani 2011). Kemudian digunakan fungsi aggregasi max yang berfungsi untuk mengambil nilai max dari output yang sudah dipotong. Bentuk umum dari hubungan antara variabel tersebut adalah IF x is A THEN y is B dengan x dan y skalar, A dan B adalah himpunan fuzzy. Aturan ini dapat diperluas dengan menggunakan operator fuzzy dalam bentuk logika IF THEN di bawah ini. (
)
(
)
(
)
Proses terakhir adalah defuzzifier yang merupakan suatu proses pengubahan fuzzy output ke output yang bernilai tunggal (crisp). Terdapat beberapa metode defuzzifier, namun metode yang sering digunakan adalah metode titik pusat atau centroid. Perhitungan untuk mendapatkan nilai titik pusat adalah sebagai berikut (Marimin 2002). ∫
( )
∫
( )
(7)
dimana, z adalah domain himpunan fuzzy dan µ adalah derajat keanggotaan. Sistem kontrol PID pada Matlab Kontrol PID digunakan untuk menghitung nilai kesalahan sebagai perbedaan antara variabel proses terukur dan setpoint yang telah ditentukan.
11
Komponen PID terdiri dari 3 jenis, yaitu proportional, Integral, dan derivative. Persamaan dasar pengontrolan PID dengan menggunakan Matlab adalah sebagai berikut.
-
D
-
(8)
dimana, u(z) adalah keluaran kontrol, P adalah konstanta proportional, I adalah konstanta integral, D adalah konstanta derivative, Ts adalah sampel waktu dan z adalah waktu sampel.
Identifikasi Parameter Pada Quadcopter Model quadcopter yang digunakan dalam simulasi adalah model yang tersedia pada Matlab 2015a, yaitu quacopter project. Model tersebut dimodifikasi dengan penambahan sistem kontrol fuzzy dan PID untuk mengontrol pemberian sinyal throttle. Terdapat beberapa parameter yang digunakan dalam model quadcopter, seperti di bawah ini. 1. Massa quadcopter 1150 g 2. Motor
Ampere 0 2 4 6 8 10 12 Thrust 0 1152 2008 2528 3192 3644 4156
3. Pengali sinyal
Pitch Roll Yaw Throttle
0.3787 0.3787 0.3787 3.0200
Selain itu terdapat beberapa asumsi yang dilakukan pada simulasi menggunakan simulink Matlab, yaitu : 1. GPS atau sensor ketinggian berfungsi dengan sangat baik. 2. Gaya yang diberikan terjadi pada bagian tengah objek (quadcopter), dan memiliki massa dan inertia yang konstan. 3. Lingkungan tidak terlalu berpengaruh terhadap pergerakan quadcopter.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan simulasi sistem kontrol ketinggian quadcopter Simulasi sistem kontrol ketinggian dilakukan dengan bantuan software Matlab 2015a, yaitu simulink. Simulink digunakan untuk menirukan operasioperasi atau proses – proses yang terjadi dalam suatu sistem quadcopter dengan landasan beberapa asumsi, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Asumsi tersebut digunakan karena keterbatasan dalam menirukan beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja dari quadcopter. Pertama diasumsikan bahwa GPS atau sensor ketinggian dalam simulasi dapat berkerja dengan sangat baik karena memiliki akurasi yang tinggi dan real time, berbeda dengan GPS u-blox 6 yang tidak memiliki perangkat untuk menentukan akurasi secara vertikal. Kedua diasumsikan bahwa gaya yang diberikan terjadi pada bagian tengah objek (quadcopter), dan memiliki massa dan inertia yang konstan sesuai yang diasumsikan oleh blok 6DOF (Quaternion) pada simulink. Ketiga diasumsikan bahwa lingkungan tidak terlalu berpengaruh terhadap pergerakan quadcopter, seperti kecepatan angin, suhu dan tekanan atmosfir.
Gambar 7 Rancangan model pertama simulasi sistem kontrol
Gambar 8 Rancangan model kedua simulasi sistem kontrol
13
Gambar 9 Rancangan model ketiga simulasi sistem kontrol Berdasarkan hasil pengujian didapatkan kombinasi kontrol PID yang sesuai untuk ketiga rancangan model. Rancangan model pertama menggunakan sistem kontrol fuzzy dan kontrol proportional integral (PI) dengan keluaran nilai sinyal kontrol 0 sampai 255 (Gambar 7). Penggunaan kontrol derivative (D) hanya membuat sedikit fluktuasi pada sinyal keluaran tanpa mempengaruhi pergerakan dari quadcopter, oleh karena itu kontrol derivative tidak digunakan dalam rancangan model pertama. Rancangan model ketiga menggunakan sistem kontrol fuzzy dan kontrol proportional derivative (PD) dengan keluaran nilai sinyal kontrol -255 sampai 255 (Gambar 8). Penggunaan kontrol integral (I) pada rancangan model ketiga membuat perubahan yang cepat pada sinyal kontrol sehingga meningkatkan overshoot dan settling time, oleh karena itu kontrol integral tidak digunakan dalam rancangan model ketiga. Sedangkan pada rancangan model kedua hanya menggunakan sistem kontrol PID dengan keluaran nilai sinyal kontrol 0 sampai 255 (Gambar 9).
Gambar 10 Modifikasi model quadcopter dari matlab Model yang digunakan dalam simulasi sistem kontrol ketinggian quadcopter menggunakan model quadcopter yang terdapat pada matlab yang kemudian dimodifikasi seusai dengan rancangan penelitian. Terdapat beberapa bagian penting dalam model quadcopter tersebut, seperti switch, flight controller, environment, air frame, 6DOF Quaternion, dan position on earth (Gambar 10). Switch berfungsi untuk mengatur keluaran sinyal kontrol jika quadcopter melebihi
14
atau kurang dari setpoint (Gambar 11). Ketika quadcopter berada dibawah setpoint, sinyal dari remote transmitter akan ditambahkan dengan sinyal kontrol untuk mempercepat putaran motor. Ketika quadcopter melebihi setpoint, sinyal dari remote transmitter akan dikurangkan dengan sinyal kontrol untuk memperlambat putaran dari motor. Pada umumnya quadcopter berada pada keadaan hover ketika nilai sinyal throttle sebesar 500 kemudian akan naik jika sinyal throttle bertambah dan akan turun jika sinyal throttle berkurang. Oleh karena itu digunakan sinyal dari remote transmitter sebesar 500 sebagai input saat pengaktifan kontrol.
Gambar 11 Blok switch Flight controller berfungsi sebagai pengatur sinyal yang masuk dengan membagi sinyal kepada keempat motor, seperti yang terlihat pada Gambar 12. Nilai keempat sinyal tersebut berkisar antara 0 sampai dengan 1000 sesuai keluaran sinyal dari remote transmitter. Terdapat modifikasi pada flight controller, yaitu dengan mengganti pengali sinyal pitch, roll, yaw dan throttle agar sesuai dengan spesifikasi motor yang digunakan dalam rancangan. Penentuan nilai pengali sinyal didapatkan secara trial and error dengan cara mengganti pengali sinyal throttle (dThrottle) hingga quadcopter dapat mendekati diam pada ketinggian tertentu (hover) tanpa melebihi nilai maksimum dari thrust pada motor, yaitu sebesar 4156 g. Berdasarkan percobaan didapatkan nilai sinyal pengali throttle sebesar 3.02 atau setara dengan 3020 g thrust. Sisa thrust dari motor digunakan untuk sinyal pitch, roll dan yaw, yaitu masing – masing sebesar 378.67 g setara dengan nilai pengali sinyal sebesar 0.37867.
Gambar 12 Quadcopter actuator mixing dan throttle mixing
15
Air frame berfungsi sebagai penghitungan gaya yang terjadi saat pengoperasian quadcopter. Terdapat beberapa bagian dalam air frame, yaitu Gravity force calculation, drag calculation, motor forces and torques, applied force calculation, dan applied torque calculation (Gambar 13). Applied forces calculation merupakan perhitungan beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan dari quadcopter, yaitu gaya gravitasi, hambatan udara dan gaya angkat. Gaya angkat yang didapatkan dari motor memberikan arah gaya ke atas berlawanan dengan gaya gravitasi dan hambatan udara. Quadcopter akan terbang ketika gaya angkat yang dihasilkan oleh motor lebih besar dari penjumlahan gaya gravitasi dan hambatan udara. Selain itu dilakukan perhitungan rolling momen, pitching momen dan yaw momen pada bagian applied torque calculation. Momen didapatkan dari perbedaan kecepatan putar atau gaya angkat pada keempat motor pada quadcopter seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.
Gambar 13 Air frame dalam model quadcopter Gaya dan momen yang dihasilkan dari blok air frame digunakan sebagai input blok 6DOF Quaternion. Blok 6DOF Quaternion berupa persamaan dalam bentuk matriks yang mewakili pergerakan quadcopter dalam enam derajat kebebasan. Terdapat beberapa variabel yang harus ditentukan sebagai kondisi awal dari keadaan quadcopter seperti posisi awal, kecepatan awal, sudut euler, kecepatan putar, massa, inertia dan pengali normalisasi quaternion (Gambar 14). Posisi awal quadcopter terdiri dari tiga elemen vektor, yaitu X, Y dan Z dengan menggunakan sistem koordinat North East Down (NED) dimana nilai Z akan bernilai negatif untuk menunjukan ketinggian aktual dari quadcopter. Sedangkan kecepatan awal, sudut euler dan kecepatan putar memiliki nilai nol agar quadcopter berada dalam keadaan diam ketika sistem kontrol diaktifkan. Massa dari quadcopter menggunakan tipe fixed atau tetap selama proses simulasi, yaitu sebesar 1,150 g. Nilai inertia yang digunakan dalam rancangan menggunakan nilai yang sama dengan model quadcopter pada matlab. Nilai inertia digunakan untuk memperhitungkan pergerakan momen pitch, roll dan yaw sedangkan pergerakan tersebut tidak digunakan dalam rancangan karena quadcopter hanya bergerak naik atau turun sesuai sinyal yang diberikan. Selain itu nilai dari pengali normalisasi quaternion juga memiliki nilai yang sama dengan model quadcopter pada matlab, yaitu bernilai 1.
16
Gambar 14 6DOF Quaternion parameters Blok position on earth berfungsi untuk mengubah posisi quadcopter dari posisi datar bumi (flat earth position) dengan referensi ketinggian sebesar 0 m kedalam latitude, longitude dan altitude. Latitude dan longitude digunakan untuk menentukan lokasi suatu tempat di permukaan bumi. Sedangkan altitude adalah posisi vertikal suatu objek dari suatu titik tertentu. Quadcopter akan memiliki perubahan hanya pada ketinggian atau altitude sesuai dengan sinyal yang diberikan. Perubahan ketinggian dari quadcopter akan menghasilkan eror dan beda eror terhadap setpoint yang kemudian digunakan sebagai masukan sistem kontrol fuzzy PID dan blok switch. Blok environment berfungsi untuk memberikan pengaruh lingkungan, seperti yang terlihat pada Gambar 15. Pengaruh lingkungan yang digunakan dalam rancangan yaitu gaya gravitasi sebesar 9.82 m/s2 dan densitas udara sebesar 1.121 kg/m3. Densitas udara didapatkan sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah Bogor, yaitu dengan suhu rata-rata tiap bulan sebesar 26oC, ketinggian maksimum dari permukaan laut sebesar 330 m dan kelembaban udara sebesar 70% yang didapat dari situs kotabogor.go.id. Perhitungan densitas udara dilakukan menggunakan aplikasi air density calculator pada situs denysshen.
Gambar 15 Blok environment
17
Sistem Kontrol Fuzzy PID Sistem kontrol fuzzy PID dirancang untuk mempertahankan ketinggian quadcopter pada setpoint dengan waktu yang relatif singkat. Pembuatan sistem kontrol fuzzy dilakukan dengan bantuan software Matlab, yaitu fuzzy logic designer (Gambar 16). Terdapat dua operator yang digunakan dalam fuzzy tipe mamdani, yaitu operator and dan or yang digunakan untuk membuat hubungan antara variabel dalam basis data sistem kontrol fuzzy (Gambar 17). Operator and akan mengambil nilai terkecil (min) antar elemen pada himpunan – himpunan yang bersangkutan. Sedangkan operator or akan mengambil nilai terbesar (max) antar elemen pada himpunan – himpunan yang bersangkutan. Fungsi implikasi dan aggregasi yang digunakan adalah max - min yang berfungsi memotong keluaran himpunan fuzzy dan kemudian mengambil nilai maksimum untuk mencari nilai keluaran yang selanjutnya akan di defuzzifikasi sebagai keluaran (Gambar 18).
Gambar 16 Fuzzy logic designer pada Matlab
Gambar 17 Rule editor pada fuzzy logic designer
Gambar 18 Contoh fungsi implikasi dan aggregasi kontrol logika fuzzy Sumber : http://k12008.widyagama.ac.id/ai/diktatpdf/Logika_Fuzzy.pdf
18
Kontrol logika fuzzy memiliki dua variabel input yaitu eror dan beda eror yang bertujuan agar sistem kontrol lebih responsif tidak hanya pada perubahan eror ketinggian dengan setpoint melainkan juga perubahan eror ketinggian yang terukur dengan eror ketinggian sebelumnya sesuai dengan matriks keputusan yang terdapat dalam fuzzy. Kontrol fuzzy memiliki variabel input dengan fungsi keanggotaan yang sama untuk kedua model rancangan. Fungsi keanggotaan untuk eror dan beda eror memiliki 5 himpunan yang sama, yaitu negatif besar (NB), negatif kecil (NK), zero (Z), positif kecil (PK) dan positif besar (PB). Variabel eror memiliki semesta atau keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy, yaitu berkisar antara -50 m sampai 50 m. Sedangkan variabel beda eror memiliki semesta yang berkisar antara -0.025 m sampai 0.025 m. Setiap himpunan memiliki domain atau keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Domain dari setiap himpunan didapatkan secara trial and error melalui percobaan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 19 untuk fungsi keanggotaan eror dan Gambar 20 untuk fungsi keanggotaan beda eror.
Gambar 19 Fungsi keanggotaan eror
Gambar 20 Fungsi keanggotaan beda eror Besarnya nilai keluaran dari sistem kontrol fuzzy didapat berdasarkan basis data dan fungsi keanggotaan dari variabel output. Basis data dan fungsi keanggotaan variabel output didapatkan secara trial and error dengan menyesuaikan karakteristik dari kontrol PID (Tabel 2), karena output dari kontrol fuzzy akan digunakan sebagai input dari kontrol PID. Rancangan model pertama memiliki basis data dengan dua variable output, yaitu konstanta proportional dan konstanta integral. Sedangkan pada rancangan model ketiga memiliki basis data dengan dua variable output, yaitu konstanta proportional dan konstanta derivatife. Berikut adalah sebagian dari basis data dari rancangan model pertama, untuk lebih
19
jelasnya dari basis data rancangan model pertama dan ketiga dapat dilihat pada Lampiran 4. IF Eror is NB and Beda Eror is NB then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is NK then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is Z then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is PK then (Kp is B), (Ki is N) IF Eror is NB and Beda Eror is PB then (Kp is B), (Ki is Z) Variabel Output Fuzzy-PID Rancangan Model Pertama Fungsi keanggotaan konstanta proporsional pada rancangan model pertama memiliki 3 himpunan dengan semesta antara 0 sampai 0.5. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara 0 sampai 0.005 untuk himpunan kecil (K), 0.005 sampai 0.2 untuk himpunan sedang (S) dan 0.2 sampai 0.5 untuk himpunan besar (B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 21. Pada rancangan model pertama, nilai dari konstanta proporsional akan bernilai besar (B) ketika nilai eror ketinggian quaccopter berada sangat jauh dari nilai nol atau berada antara -50 m sampai -6 m (NB) dan antara 6 m sampai 50 m (PB). Konstanta proporsional akan bernilai sedang (S) ketika nilai eror ketinggian mulai mendekati nilai nol atau berada antara -6 m sampai -1 m (NK) dan antara 1 m sampai 6 m (PK). Kemudian konstanta proporsional akan bernilai kecil (K) ketika nilai eror ketinggian mendekati nilai nol atau berada antara -1 m sampai 1 m (Z). Semakin besar nilai konstanta proporsional akan mempercepat quadcopter mencapai ketinggian setpoint, tetapi akan meningkatkan bersarnya overshoot jika konstanta proporsional tetap bernilai besar. Oleh karena itu, konstanta proporsional akan semakin berkurang ketika mendekati setpoint. Beda eror dari ketinggian quadcopter memberikan pengaruh yang berbeda pada keluaran konstanta proporsional, yaitu ketika nilai beda eror ketinggian berada pada himpunan NB dan PB dan ketika eror ketinggian berada pada himpunan NK dan PK dengan memberikan nilai besar pada konstanta proporsional. Hal tersebut dimaksudkan agar ketika quadcopter memiliki percepatan yang besar dan melebihi setpoint, sistem kontrol mampu mengembalikan ketinggian untuk mendekati setpoint dengan cepat. B
Gambar 21 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta proporsional rancangan model pertama
20
Fungsi keanggotaan konstanta integral pada rancangan model pertama memiliki 3 himpunan dengan semesta antara -0.2 sampai 0.2. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara -0.2 sampai -0.04 untuk himpunan negatif (N), -0.04 sampai 0.04 untuk himpunan zero (Z) dan 0.04 sampai 0.2 untuk himpunan positif (P), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 22. Konstanta integral memiliki nilai negatif dan positif dimaksudkan agar sistem kontrol dapat beroperasi dengan baik ketika diaktifkan pada ketinggian di atas setpoint dan di bawah setpoint. Ketika quadcopter berada dibawah setpoint atau eror bernilai positif, nilai dari konstanta integral harus bernilai positif agar keluaran dari sistem kontrol PI memiliki nilai (tidak nol) dan begitu sebaliknya. Oleh karena itu, matriks keputusan konstanta integral pada rancangan model pertama berbentuk diagonal agar konstanta integral bernilai positif pada ketinggian dibawah setpoint dan bernilai negatif ketika berada diatas setpoint. Sebagai contoh, ketika eror ketinggian berada pada himpunan PB dan beda eror ketinggian berada pada himpunan NK, konstanta integral akan bernilai positif agar sistem kontrol PI memiliki nilai dan meningkatkan kecepatan putar dari motor. Ketika nilai eror mendekati nilai nol dengan beda eror yang sama, konstanta integral akan samakin berkurang hingga bernilai negatif untuk memperlambat kecepatan putar dari motor dan menyesuikan ketinggian. N
Gambar 22 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta integral rancangan model pertama Variabel Output Fuzzy-PID Rancangan Model Ketiga Fungsi keanggotaan konstanta proporsional pada rancangan model ketiga memiliki 3 himpunan dengan semesta antara 0 sampai 1000. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara 0 sampai 333.3 untuk himpunan kecil (K), 333.3 sampai 666.7 untuk himpunan sedang (S) dan 666.7 sampai 1000 untuk himpunan besar (B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 23. Pada rancangan model ketiga, nilai dari konstanta proporsional akan bernilai sedang (S) ketika nilai eror ketinggian berada dalam himpunan negatif besar (NB) dan positif besar (PB). Konstanta proporsional akan bernilai kecil (K) ketika nilai eror ketinggian mulai mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan negatif kecil (NK) dan positif kecil (PK). Kemudian konstanta proporsional akan bernilai besar (B) ketika nilai eror ketinggian mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan zero (Z). Secara singkat, konstanta proporsional akan semakin berkurang ketika eror ketinggian mulai mendekati setpoint dan bernilai besar ketika eror ketinggian mendekati nilai nol. Hal tersebut berbeda dengan rancangan model pertama
21
karena disebabkan oleh perbedaan keluaran sinyal kontrol yang berkisar antara 255 sampai 255. Konstanta proporsional yang besar pada awal pengaktifan sistem kontrol akan mempercepat quadcopter mencapai setpoint. Ketika quadcopter terbang mendekati setpoint, konstanta proporsional akan bernilai kecil untuk mengurangi besarnya overshoot. Nilai konstanta proporsional yang besar ketika eror ketinggian berada pada himpunan zero akan meningkatkan kemampuan quadcopter untuk mempertahankan ketinggian dengan eror ketinggian yang kecil. Matriks keputusan konstanta proporsional dari rancangan model ketiga memiliki bentuk dan fungsi yang sama dengan rancangan model pertama, yaitu mempercepat quadcopter untuk kembali mendekati setpoint.
Gambar 23 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta proporsional rancangan model ketiga Fungsi keanggotaan konstanta derivative pada rancangan model pertama memiliki 3 himpunan dengan semesta antara 0 sampai 1000. Masing – masing himpunan memiliki domain, yaitu berkisar antara 0 sampai 250 untuk himpunan kecil (K), 250 sampai 800 untuk himpunan sedang (S) dan 800 sampai 1000 untuk himpunan besar (B), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 24. Pada rancangan model ketiga, nilai dari konstanta derivative akan bernilai kecil (K) ketika eror ketinggian quadcopter berada dalam himpunan negatif besar (NB) dan positif besar (PB). Konstanta derivative akan bernilai sedang (S) ketika nilai eror ketinggian mulai mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan negatif kecil (NK) dan positif kecil (PK). Kemudian konstanta derivative akan bernilai besar ketika nilai eror ketinggian mendekati nilai nol atau berada dalam himpunan zero (Z). Bertambahnya konstanta derivative ketika eror ketinggian mendekati nilai nol, akan memperlambat kecepatan putar atau mengurangi gaya angkat dari keempat motor sehingga semakin mengurangi besarnya overshoot. Matriks keputusan konstanta derivative pada rancangan model ketiga memiliki bentuk yang sama dengan matriks keputusan konstanta proporsional. Hal tersebut dimaksudkan agar ketika quadcopter memiliki percepatan perubahan ketinggian yang besar, konstanta derivative akan semakin memperlembat kecepatan putar atau gaya angkat dari keempat motor dan mengurangi overshoot.
22
Gambar 24 Fungsi keanggotaan keluaran konstanta derivative rancangan model ketiga Rancangan model kedua hanya menggunakan sistem kontrol PID dan memiliki ketiga nilai konstanta yang tetap. Besarnya nilai konstanta yang digunakan masing – masing adalah konstanta proporsional sebesar 1, konstanta integral sebesar 20 dan konstanta derivative sebesar 200. Konstanta tersebut didapatkan secara trial and error sesuai karakteristik PID pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol 10 m. Selanjutnya digunakan kombinasi PID yang sama untuk setiap ketinggian pengaktifan sistem kontrol.
Simulasi Sistem Kontrol Ketinggian Quadcopter Simulasi dilakukan dengan mendefinisikan variabel input terlebih dahulu melalui feature editor yang kemudian akan tersaji pada workspace ketika proses running dilakukan (Gambar 26). Selain itu, variabel dapat dibuat secara langsung pada workspace dengan menggunakan feature tambah variabel. Variabel yang dibuat dalam workspace harus menggunakan nama label yang sama seperti yang digunakan dalam setiap blok pada simulink agar variabel tersebut terhubung. Terdapat beberapa variabel yang digunakan dalam rancangan sistem kontrol ketinggian quadcopter, seperti yang dapat dilihat pada Gambat 26. Sesuai dengan rancangan yang dibuat, simulasi dilakukan dengan 10 ketinggian yang berbeda saat pengaktifan sistem kontrol. Sebelum simulasi dilakukan ketinggian tersebut dapat diubah dengan mengganti nilai pada variabel initPosNED (Gambar 25). Selain itu dilakukan pengaturan besarnya sinyal yang diberikan oleh remote transmitter pada signal builder dengan nilai sebesar 500 (Gambar 27).
Gambar 25 Input variabel initPosNED pada workspace
23
Gambar 26 Workspace dan editor pada matlab
Gambar 27 Signal builder Simulasi dilakukan dalam waktu 100 detik menggunakan tipe fixed-step berdasarkan waktu sampel (Ts) sebesar 0.01 detik dengan menggunakan solver ode3 (Bogacki-Shampine), seperti yang dapat dilihat pada Gambar 28. Terdapat banyak solver pada simulink, yaitu ode 1 hingga ode 8 yang memiliki kompleksitas perhitungan yang berbeda. Semakin tinggi tingkatan solver akan melakukan perhitungan yang lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dengan akurasi hasil yang lebih baik berdasarkan situs mathwork. Oleh karena itu, solver ode3 dianggap cukup akurat dengan waktu yang relatif singkat berdasarkan hasil yang telah didapatkan.
Gambar 28 Simulation configuration parameter Rancangan model pertama memiliki nilai konstanta PI awal saat pengaktifan sistem kontrol bernilai sebesar 0.35 untuk konstanta proporsional dan 0.107 untuk konstanta integral, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 29. Berdasarkan hasil simulasi, rancangan sistem kontrol ketinggian quadcopter pada model pertama memiliki hasil yang kurang baik karena sistem kontrol tidak dapat sampai pada tahap pengambilan citra. Terlihat pada Tabel 3 bahwa sistem kontrol memasuki settling time hanya pada saat ketinggian pengaktifan sistem kontrol 28 m dalam waktu 100 detik atau pada akhir simulasi. Data tersebut didapatkan karena pada akhir simulasi ketinggian aktual dari quadcopter berada dalam selang kepercayaan
24
sebesar 2% yaitu ± 16 cm dari setpoint sehingga tercatat memasuki settling time. Hasil overshoot yang didapatkan memiliki rata – rata sebesar 4.467 m. Pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol diatas 24 m, nilai dari overshoot berada dibawah rata – rata sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol ketinggian rancangan model pertama berkerja lebih baik pada ketinggian diatas 24 m berdasarkan nilai overshoot. Sedangkan pada hasil rise time didapatkan rata – rata sebesar 13.46 detik. Rise time memiliki peningkatan seiring dengan meningkatnya ketinggian pengaktifan sistem kontrol dan mengalami sedikit penurunan pada ketinggian 24 m dengan rise time sebesar 8.62 detik. Hal tersebut dikarenakan kombinasi PI yang kurang baik saat mendekati setpoint sehingga menghasilkan respon yang lambat. Kurang baik nya hasil sistem kontrol ketinggian quadcopter pada model rancangan pertama dapat disebabkan oleh selang nilai output dari sistem kontrol yang berkisar antara 0 sampai 255. Pada ketinggian aktual di bawah setpoint, sistem kontrol ketinggian memberikan nilai positif agar quadcopter mampu mengudara mendekati setpoint. Sedangkan saat ketinggian aktual quadcopter di atas setpoint, sistem kontrol ketinggian harus memberikan nilai negatif yang diubah secara langsung dari nilai positif saat quadcopter mengudara mendekati setpoint. Hal tersebut menyebabkan perubahan nilai pada output sistem kontrol yang besar dalam waktu yang singkat sehingga quadcopter tidak dapat mempertahankan ketinggian dengan baik.
Gambar 29 Ruleviewer fuzzy saat proses simulasi rancangan model pertama Tabel 3 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model pertama Ketinggian awal (m) 10 12 14 16 18 22 24 26 28 30 Rata – rata
Settling time (detik) 100 100
Overshoot (m) 7.172 6.840 6.247 5.786 5.478 6.492 0.783 1.232 1.984 2.658 4.467
Deviasi Rise time (m) (detik) 12.83 2.107 12.85 2.054 12.91 1.944 14.53 1.825 15.64 1.803 17.40 2.238 8.62 1.881 11.61 1.131 13.28 1.197 14.88 1.308 13.46 1.749
Osilasi (m) 10.526 10.030 9.193 8.486 7.989 9.318 6.948 3.918 4.706 5.633 7.675
25
Sistem kontrol sudah mampu mempertahankan ketinggian quadcopter dengan rata – rata deviasi sebesar 1.749 m dan osilasi sebesar 7.675 m. Deviasi dan osilasi dihitung setelah terjadinya overshoot dikarenakan sistem kontrol tidak pernah memasuki settling time. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 3, nilai dari deviasi dan osilasi memiliki nilai dibawah rata – rata pada ketinggian diatas 24 m. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol ketinggian rancangan model pertama memiliki akurasi yang baik pada ketinggian diatas 24 m. Secara keseluruhan rancangan model pertama memiliki hasil kerja yang baik pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol di atas setpoint, karena memiliki karakteristik step response dan akurasi di bawah rata – rata. Berdasarkan hasil pembahasan, hanya kriteria pertama dan kedua yang berhasil terpenuhi pada rancangan model pertama yaitu quadcopter mampu mengudara menggunakan motor brushless 650 KV dengan ukuran propeller 1147 dan mempertahankan ketinggian pada setpoint yang telah ditentukan. Sedangkan kriteria ketiga tidak dapat terpenuhi dikarenakan quadcopter tidak dapat melakukan pengambilan citra karena memiliki rata - rata deviasi lebih besar dari 0.01 m, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 30.
Ketinggian (m)
24 22 20 18 16 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Waktu (detik) Gambar 30 Rata – rata perubahan ketinggian pada rancangan model pertama Rancangan model kedua memiliki konstanta PID yang tetap pada setiap ketinggian awal pengaktifan sistem kontrol dengan nilai masing – masing sebesar 1 untuk konstanta proporsional, 20 untuk konstanta integral dan 200 untuk konstanta derivative. Berdasarkan hasil simulasi, rancangan model kedua memiliki hasil yang tidak sesuai dengan kriteria perancangan karena sistem kontrol tidak mampu mempertahan ketinggian dan melakukan pengambilan citra. Terlihat pada Tabel 4 bahwa sistem kontrol tidak pernah memasuki settling time atau tidak dapat mempertahankan ketinggian dalam selang kepercayaan sebesar 2% pada setiap ketinggian pengaktifan sistem kontrol. Hasil overshoot yang didapatkan memiliki rata – rata sebesar 11.27 m. Pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol selain 18 m, nilai dari overshoot berada dibawah rata – rata sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol ketinggian rancangan model kedua bekerja lebih baik pada setiap ketinggian selain 18 m berdasarkan nilai overshoot. Sedangkan pada hasil rise time didapatkan rata – rata sebesar 3.36 detik. Pada ketinggian diatas 22 m, sistem kontrol memiliki nilai rise time dibawah rata – rata sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol rancangan
26
model kedua bekerja lebih baik pada ketinggian pengaktifan sistem kontrol diatas 22 m berdasarkan nilai rise time. Hasil sistem kontrol yang kurang baik pada rancangan model kedua disebabkan oleh konstanta PID yang bernilai tetap pada setiap ketinggian pengaktifan sistem kontrol sehingga tidak dapat beradaptasi dengan kondisi aktual dari quadcopter. Berbeda dengan kedua rancangan lainnya yang memiliki sistem kontrol fuzzy dan mampu memberikan perubahan input sesuai ketinggian aktual pada sistem kontrol PID sehingga mampu menyesuaikan respon terhadap ketinggian. Selain itu dapat juga dikarenakan oleh selang nilai output dari sistem kontrol yang berkisar antara 0 sampai 255 seperti pada rancangan model pertama, sehingga quadcopter tidak dapat mempertahankan ketinggian dengan baik. Tabel 4 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model kedua Ketinggian awal (m) 10 12 14 16 18 22 24 26 28 30 Rata – rata
Settling time (detik) -
Overshoot (m) 2.107 1.827 1.566 1.445 87.128 1.599 2.670 3.659 4.719 5.944 11.27
Rise time (detik) 5.11 5.09 5.08 5.06 5.03 0.95 1.36 1.69 1.99 2.27 3.36
Deviasi (m) 1.085 3.162 14.017 25.043 25.554 25.686 26.282 26.064 20.213 10.332 17.744
Osilasi (m) 3.886 15.916 45.015 81.036 87.124 84.812 88.945 86.833 64.803 39.837 59.821
Sistem kontrol tidak mampu mempertahankan ketinggian quadcopter karena memiliki rata – rata deviasi sebesar 17.744 m dan osilasi sebesar 59.821 m. Deviasi dan osilasi dihitung setelah terjadinya rise time dikarenakan sistem kontrol tidak pernah memasuki overshoot bahkan settling time. Seperti yang terlihat pada tabel 4, nilai dari deviasi dan osilasi akan semakin besar ketika mendekati setpoint dan memiliki nilai diatas rata – rata pada ketinggian 16 m hingga 28 m. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol rancangan model kedua memiliki akurasi yang semakin kecil ketika ketinggian pengaktifan sistem kontrol mendekati setpoint. Secara keseluruhan rancangan model kedua memiliki hasil kerja yang baik pada ketinggian pengaktifan 10 m dan 14 m, karena memiliki karakteristik step response dan akurasi di bawah rata – rata. Berdasarkan hasil pembahasan, hanya kriteria pertama yang berhasil terpenuhi yaitu quadcopter mampu mengudara menggunakan motor brushless 650 KV dengan ukuran propeller 1147. Sedangkan kriteria kedua dan ketiga tidak dapat terpenuhi dikarenakan quadcopter tidak dapat mempertahankan ketinggian pada setpoint yang telah ditentukan dan tidak dapat melakukan pengambilan citra karena memiliki deviasi lebih besar dari 0.01 m, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 31.
27
80
Ketinggian (m)
70 60 50 40 30 20 10 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Waktu (detik) Gambar 31 Rata – rata perubahan ketinggian pada rancangan model kedua Rancangan model ketiga memiliki nilai konstanta PD awal saat pengaktifan sistem kontrol bernilai sebesar 500 untuk konstanta proporsional dan 125 untuk konstanta derivative, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 32. Berdasarkan hasil simulasi, rancangan model ketiga memiliki hasil yang baik karena sistem kontrol mampu mempertahankan ketinggian pada setpoint yang telah ditentukan. Terlihat pada Tabel 5 bahwa sistem kontrol memiliki rata – rata settling time sebesar 4.69 detik. Pada ketinggian 16 m hingga 24 m, nilai dari settling time berada di atas rata – rata sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol rancangan model ketiga bekerja tidak lebih baik pada ketinggian 16 m hingga 24 m berdasarkan nilai settling time. Hasil overshoot yang didapatkan memiliki rata – rata sebesar 0.324 m dengan nilai mendekati nol pada ketinggian antara 16 m hingga 26 m sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol rancangan model ketiga bekerja lebih baik pada ketinggian tersebut berdasarkan nilai overshoot. Sedangkan pada nilai rise time didapatkan rata – rata sebesar 6.23 detik dengan nilai yang relatif lebih besar pada ketinggian 16 m hingga 26 m, sehingga dapat dikatakan bahwa pada ketinggian tersebut sistem kontrol bekerja tidak lebih baik. Hasil sistem kontrol yang kurang baik pada rancangan model ketiga disebabkan oleh kombinasi dari sistem kontrol PD yang kurang tepat. Ketika pengakifan sistem kontrol mendekati setpoint kombinasi PD menghasilkan respon yang lebih lambat sehingga memiliki rise time yang relatif lebih lama tetapi dapat mengurangi terjadinya overshoot. Berdasarkan pembahasan diatas, rancangan model ketiga memiliki hasil yang lebih baik. Hal tersebut dikarenakan sistem kontrol rancangan model ketiga menggunakan selang nilai output dari sistem kontrol yang berkisar antara -255 sampai 255 sehingga dapat memberikan nilai positif dan negatif secara kontinyu sesuai dengan ketinggian aktual dari quadcopter.
28
Gambar 32 Ruleviewer fuzzy saat proses simulasi rancangan model ketiga Tabel 5 Karakteristik step response, deviasi dan osilasi rancangan model ketiga Ketinggian awal (m) 10 12 14 16 18 22 24 26 28 30 Rata - rata
Settling time (detik) 4.58 4.30 3.80 4.83 5.61 5.65 7.32 4.27 3.20 3.29 4.69
Overshoot (m) 0.750 0.641 0.431 0.003 0.003 0 0 0 0.705 0.709 0.324
Rise time (detik) 2.67 2.37 2.09 7.98 8.10 10.59 13.00 10.38 2.39 2.74 6.23
Deviasi (m) 0.014 0.011 0.008 0.006 0.003 0.003 0.006 0.008 0.012 0.015 0.009
Osilasi (m) 0.197 0.156 0.117 0.083 0.043 0.037 0.077 0.117 0.163 0.203 0.119
Sistem kontrol mampu mempertahankan ketinggian pada setpoint dengan rata – rata deviasi sebesar 0.009 m dan rata – rata osilasi sebesar 0.119 m. Pada ketinggian 14 m hingga 26 m, sistem kontrol memiliki deviasi dan osilasi lebih kecil dari rata – rata sehingga dapat dikatakan bahwa sistem kontrol rancangan model ketiga memiliki akurasi yang baik pada ketinggian tersebut. Secara keseluruhan rancangan model ketiga memiliki hasil kerja yang baik pada ketinggian pengaktifan 16 m hingga 26 m, karena memiliki akurasi dan overshoot yang kecil meskipun memiliki settling time dan rise time yang relatif lebih besar. Berdasarkan hasil tersebut, rancangan model ketiga berhasil memenuhi ketiga kriteria perancangan, yaitu quadcopter mampu mengudara menggunakan motor brushless 650 KV dengan ukuran propeller 1147 dan mampu mempertahankan ketinggian pada setpoint yang telah ditentukan dan dapat melakukan pengambilan citra karena memiliki rata – rata deviasi kurang dari 0.01 m, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 35.
29
Ketinggian (m)
24 22 20 18 16 20
40
60
80
100
Waktu (detik) Gambar 35 Rata – rata perubahan ketinggian pada rancangan model ketiga
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simulasi sistem kontrol ketinggian untuk pengambilan citra dengan pendekatan fuzzy PID pada quadcopter berbasis penguncian GPS telah dirancang dan diselesaikan dengan baik. Simulasi ini mampu menirukan operasi – operasi atau proses – proses yang terjadi dalam sistem quadcopter dengan tambahan sistem kontroler dengan landasan beberapa asumsi. Simulasi sistem kontrol ketinggian quadcopter dibuat untuk meminimalkan resiko kerusakan dan kegagalan dalam pengujian secara langsung dan memaksimalkan percobaan hingga didapatkan respon kontrol yang sesuai dengan spesifikasi quadcopter yang digunakan. Nilai awal konstanta proporsional dan derivative terbaik berdasarkan trial and error yang digunakan dalam simulasi rancangan model ketiga masingmasing sebesar 500 dan 125. Berdasarkan hasil simulasi rancangan model ketiga memiliki hasil yang paling baik dari kedua model rancangan lainnya karena memiliki rata – rata settling time sebesar 4.69 detik, overshoot sebesar 0.324 m, rise time sebesar 6.23 detik, deviasi sebesar 0.009 m dan osilasi sebesar 0.119 m. Hasil tersebut menunjukan bahwa sistem kontrol mampu mempercepat proses pencapaian ketinggian dan mempertahankannya sehingga dapat menjamin kualitas hasil citra yang diambil menggunakan quadcopter.
Saran Simulasi sistem kontrol ketinggian ini memiliki kekurangan yaitu tidak terlalu dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti kecepatan angin, suhu lingkungan dan tekanan atmosfir. Oleh karena itu perlu ditambahkan pengaruh lingkungan agar dapat mewakilkan kondisi aktual dari lingkungan dimana
30
quadcopter akan dioperasikan. Ketika sistem kontrol akan diimplementasikan pada quadcopter pengguna, sebaiknya dilakukan modifikasi pada quadcopter sesuai dengan spesifikasi yang digunakan dalam simulasi. Selain itu, untuk memaksimalkan penggunaan perangkat GPS pada quadcopter dilakukan pencatatan lokasi dari pengambilan citra sehingga proses penggabungan hasil citra (stiching) dapat dilakukan dengan baik tanpa overlap dan blindspot.
DAFTAR PUSTAKA Aly S, I Vrana. 2005. Fuzzy Expert Marketing-Mix Model. Journal of Agric.Econ.-Czech. 51(2): 69-79 Colomina I, Molina P. 2014. Unmanned aerial systems for photogrammetry and remote sensing: A review. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing. 92(1): 79-97. doi: 10.1016/j.isprsjprs.2014.02.013 Hendriawan A, Utomo G P, Oktaviantio H. 2012. Sistem Kontrol Pada UAV Model Quadcopter Dengan Metode PID. Indonesia (ID): PENS. Kusumadewi, S. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Toolbox MATLAB. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Leong B T M, Low S W, Ooi M P L. 2012. Low-Cost Microcontroller-based Hover Control Design of a Quadcopter. International Symposium on Robotics and Intelligent Sensors 2012; 2012 September 4-6; Kuching, Sarawak Malaysia. Malaysia (MY): Elsevier Ltd. hlm 458-464. Ogata, Katsuhiko. 1970. Modern Control Engineering. New Jersey (US) : Prentice Hal. Salih A, Moghavvemi M. 2010. Flight PID controller design for a UAV quadrotor. Scientific Research and Essays 5(23): 3660–3667. Suratno S. 2011. Pengaruh Perbedaan Tipe Fungsi Keanggotaan Pada Pengendali Logika Fuzzy Terhadap Tanggapan Waktu Sistem Orde Dua Secara Umum [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Solahudin M, Pramudya B, Liyantono, Supriyanto, Manaf R. Gemini Virus Attack in Field of Chili (Capsicum Annum L.) Using Aerial Photography and Bayesian Segmentation Method. Procedia Enviromental Sciences. 24(1):254-257.doi:10.1016/j.proenv.2015.03.033 Wicaksono H. 2013. Self Stabilizing 1 Axis QuadCopter Using T2-Fuzzy Controller. Indonesia (ID): UBAYA. Wicaksono H, Gunawan Y, Olifianto B, Haryanto L. 2014. Neural Network Backpropagation vs Fuzzy-PID Controller Based On Quadcopter Altitude Lock Using Sonar Sensor. Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2014. 2014 November 15. Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Sekolah Vokasi UGM. hlm 1-4.
31
Lampiran 1 Diagram alir sistem kontrol ketinggian rancangan model pertama Mulai Ketinggian awal (H0), setpoint dan signal transmitter E = Hs – Ha dE = En – En-1 Fuzzifier Fuzzy Rule Base
Inference Engine Defuzzifier Konstanta proporsional, Integral dan derivatif PID U(z) = P + I Ts (1/(z-1)) + D (1/Ts) ((z-1)/1) Signal kontrol (0 sampai 255) Ya
Tidak E>0
Signal throttle = signal transmitter + signal kontrol
Signal throttle = signal transmitter - signal kontrol
Perubahan kecepatan motor
Ketinggian aktual (Ha)
Tidak
Target ketinggian Ya Pemotretan Lahan Selesai
32
Lampiran 2 Diagram alir sistem kontrol ketinggian rancangan model kedua Mulai Ketinggian awal (H0), setpoint, signal transmitter, konstanta P, I, dan D E = Hs – Ha dE = En – En-1 PID U(z) = P + I Ts (1/(z-1)) + D (1/Ts) ((z-1)/1) Signal kontrol (0 sampai 255)
Ya
Tidak E>0
Signal throttle = signal transmitter + signal kontrol
Signal throttle = signal transmitter - signal kontrol
Perubahan kecepatan motor
Ketinggian aktual (Ha)
Tidak
Target ketinggian Ya Pemotretan Lahan Selesai
33
Lampiran 3 Diagram alir sistem kontrol ketinggian rancangan model Ketiga Mulai Ketinggian awal (H0), setpoint dan signal transmitter E = Hs – Ha dE = En – En-1 Fuzzifier Inference Engine Defuzzifier Konstanta proporsional, Integral dan derivatif
PID U(z) = P + I Ts (1/(z-1)) + D (1/Ts) ((z-1)/1) Signal kontrol (-255 sampai 255) Signal throttle = signal transmitter + signal kontrol Perubahan kecepatan motor
Ketinggian aktual (Ha)
Tidak
Target ketinggian Ya Pemotretan Lahan Selesai
Fuzzy Rule Base
34
Lampiran 4 Basis data fuzzy rancangan model pertama IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PB IF Eror is PB IF Eror is PB IF Eror is PB IF Eror is PB
and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and
Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB
then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is B), then (Kp is K), then (Kp is K), then (Kp is K), then (Kp is K), then (Kp is K), then (Kp is B), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B),
(Ki is N) (Ki is N) (Ki is N) (Ki is N) (Ki is Z) (Ki is N) (Ki is N) (Ki is N) (Ki is Z) (Ki is P) (Ki is N) (Ki is N) (Ki is Z) (Ki is P) (Ki is P) (Ki is N) (Ki is Z) (Ki is P) (Ki is P) (Ki is P) (Ki is Z) (Ki is P) (Ki is P) (Ki is P) (Ki is P)
35
Lampiran 5 Basis data fuzzy rancangan model ketiga IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NB IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is NK IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is Z IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PK IF Eror is PB IF Eror is PB IF Eror is PB IF Eror is PB IF Eror is PB
and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and and
Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB Beda Eror is NB Beda Eror is NK Beda Eror is Z Beda Eror is PK Beda Eror is PB
then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is S), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is B), then (Kp is S), then (Kp is K), then (Kp is K), then (Kp is K), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S), then (Kp is S),
(Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is S) (Kd is S) (Kd is S) (Kd is K) (Kd is B) (Kd is B) (Kd is B) (Kd is B) (Kd is B) (Kd is K) (Kd is S) (Kd is S) (Kd is S) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K) (Kd is K)
36
Lampiran 6 Perhitungan penggunaan jenis motor dan ukuran propeller Thurst dari motor brushless 650 KV dengan propeller 1147 : 1039 g Jumlah Thrust yang dihasilkan 4 motor (Quadcopter) :
Beban total quadcopter : 1150 g Perhitungan nilai thrust agar quadcopter dapat hover : o
n o l o l
Sehingga dapat disimpulkan, dibutuhkan sekitar 27.67% dari jumlah thurst keempat motor untuk membuat quadcopter hover pada ketinggian.
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 24 Januari 1993, anak ketiga dari tiga bersaudara keluarga Jeje Suratman dan Nina Kurniasih. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Sukadamai 3 tahun 2000 sampai 2005. Pada tahun yang sama setelah lulus, melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pendidikan selanjutnya di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan. Selama masa perkuliahan penulis bergabung dalam kegiatan klub pengembangan minat dan bakat di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem yaitu Engineering Design Club selama 1 tahun sebagai anggota dari divisi multimedia pada periode 2014 – 2015. n l j m np k k mm k l h m kn k l m p o h n j n – J n n l m l k n k n p k k l p n n n n op “M mp l j Ap k kn k n n n D n Op m D l m S n D B l n l n A okl m D n olo Bo o “ Bo o – J w B l m h k j hn A M p n l m l k n k n k n p n l n kh n n j l “D n m on ol n n Un k n m l n C D n n n k n F zzy- D Q B n n n G ” l h y n k m mp ol h l j n n n n Bo o w h m n nD Moh m ol h n M