DESAIN DAN UJI TEKNIS SISTEM KONTROL MESIN PEMINGSAN PRODUK PERIKANAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI ROBOTIK** (Design And Technical Test Of Keeling Engine Control System For Fisheries Product Using Robotic Technology ) Muhammad Makky* ABSTRACT A Control system was made and applied on a keeling engine for fisheries product using robotic technology. The control system could control keeling operation for different kind of fisheries products with great success; it means that the mortality rates for the products that have been keeled and then restored to conscious level have values below 10%. Robotic technology that applied for this control system make it possible for the control system to determined different types of keeling methods that only suit for a fisheries product. Where every fisheries product has their own unique characteristic and if the keeling process that applied to this variant of fisheries product not suitable or different from it states, then the product might be in total loss, or the mortality rates might increase much higher. The keeling engine assembled from a water tank, a water chiller to decrease the water temperature in the tank, by circulating the water in the tank using a water pump. The circling water controlled by a bidirectional valve, where every parts controlled by the control system using a microprocessor chips. The whole control system adopted robotic technology. The needs of Fisheries product in international market is growing in every year. Since these commodities are easy to decay, it should accepted fresh (alive) by the costumer. Usually, fisheries product could transferred to different places only with large equipment that needs large space and also very expensive so the profit margin that might be accepted have been reduced to a level where it would made more profit if these product sold in freeze. There for a technique of transferring life fisheries product with low cost and low mortality level have to be applied. The methods of keeling process can be described as follow. The fisheries products which will be keeled are placed in a water tank that contains 50 liters of fresh water (or sea water if it is from the sea) at 28oc. Temperature decreased by circulating water through a chiller. The process conducted in certain length of time until water temperature reach set point. Set point is a certain water temperatures where a Fisheries product becomes totally unconscious. Water temperature then stabilized for10 – 15 minutes, and the fisheries product placed in a box so it could transfer to any destinations. At the destination, the fisheries product only needs to be placed in a fresh water (or sea water) at 28oc. Key Words: Control system, Set Point, Robotics, Keeling Process, Keeling Engine, Fisheries Product 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebutuhan konsumen luar negeri akan produk Perikanan hidup dari tahun 1988-1997 meningkat 10.24 persen. Volume kenaikan ekspor udang beku dari tahun 1988-1997 sebesar 6.68 persen, sedangkan untuk udang tidak beku sebesar 4.93 persen (Data statistik perikanan, Ditjen perikanan). Hal ini diakibatkan dari tuntutan konsumen akan kualitas konsumsi produk perikanan semakin meningkat. Produk Perikanan dapat dijamin kualitasnya apabila pada saat sampai ke tangan konsumen masih dalam keadaan hidup. Harga yang akan diterima oleh produsen akan berlipat ganda bila dibandingkan apabila Produk Perikanan dijual dalam keadaan beku. Di Hongkong misalnya harga ikan
kerapu bebek hidup dapat mencapai U$40-U$50 perekornya, sedangkan dalam keadaan mati harganya U$10-U$15 perekornya (Trubus No:362 XXXI, Januari 2000) Sistem transportasi produk Perikanan beku akan membutuhkan banyak energi untuk pendinginan dengan biaya yang tinggi. Disamping itu juga dibutuhkan sarana untuk pembersihan, produsen juga diharuskan untuk membekukannya agar Produk Perikanan tidak rusak. Hal ini tentu saja akan sangat memakan biaya yang cukup tinggi. Kegiatan pembersihan akan menimbulkan masalah lain bagi produsen yaitu limbah ke lingkungan sekitar tempat pengolahannya. 1.2. TUJUAN PENELITIAN
* Staff pengajar jurusan teknologi pertanian, faperta-unand ** Disampaikan pada seminar hasil-hasil penelitian bidang pertanian bks ptn indonesia wilayah barat
Tujuan penelitian ini adalah perancangan, pembuatan serta uji teknis sistem kontrol mesin pemingsan produk Perikanan otomatis dengan mengadopsi teknologi robotik.. 2. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan proses rancang bangun untuk komponen mesin pemingsan dan sistem kontrolnya, yang terdiri dari katup pembagi aliran, water chiller, wadah proses dan sistem kontrol. 2.1. BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN Dalam penelitian ini bahan yang digunakan untuk pembuatan katup pembagi aliran adalah besi plat, besi siku, gear 14:60, mur, baut, double nippel, silinder aluminium dan lem besi. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah mesin bubut, gerinda, mesin bor duduk, mesin las, amplas, alat tab, obeng, palu, kikir, amplas, kunci pipa, tang, gergaji besi, jangka sorong dan meteran. Bahan yang digunakan untuk pemingsanan ikan patin adalah selang, pipa PVC, lem PVC, ikan patin, stereofoam, double tape, klem, pipa Y, air, zat pewarna, dan corong. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah conditioning box, water chiller, Keeling box, aerator, termometer, timer, alat pencatat, mistar, timbangan, kabel gulung. Konstruksi untuk bak pemingsan berbentuk box berdimensi 98.5 cm x 45 cm x 45 cm yang terbuat dari stainless steel. Bahan yang digunakan untuk pembuatan mikrokomputer adalah 89C51 Development Tools DT51 version 3, analog input-output DT 51 ADDA, sensor suhu dengan dioda IN 4148, keypad and 7 segment display DT51 KND, kabel, timah, socket kabel pita, kabel pita, mur dan baut, akrilik. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan mikrokomputer adalah solder, penyedot timah, bor, obeng plus dan minus, tang, pinset, multitester, cutter, testpen, gergaji besi, mesin gerinda, amplas, pemotong kaca, multiknife, trafo, adaptor, dan relay. Peralatan yang digunakan untuk pemrograman adalah perangkat lunak franklin proview 32 versi 6.0, macro assembler ALDS versi 1.0, proma 3; komputer, printer; scanner, proma 3 EEFROM writer; DT51 downloader; DT51 debugger; ASM51 versi 4.03; dan proma 3 interface. 2.2. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN KATUP
Perancangan dan pembuatan dilakukan dengan mempertimbangkan dimensi katup yang sesuai, penggunaan bahan katup yang tidak bersifat korosif karena katup akan digunakan untuk mengalirkan air, bentuk serta posisi saluran keluar masuk air pada katup agar aliran air dari water chiller dapat melewati katup dan terbagi menjadi aliran air ke bak pemingsan dan atau aliran air yang menuju ke pompa dengan hambatan yang tidak terlalu besar, penggunaan bahan kedap air yang bersifat elastis pada katup untuk meminimumkan kebocoran yang terjadi pada katup, posisi penempatan gear reduksi pada katup yang sesuai, pembuatan dudukan katup agar Motor DC yang digunakan sebagai alat penggerak katup melalui hubungan gear reduksi dan aktup itu sendiri dapat ditempatkan dengan baik dan kokoh (tidak goyah) serta penyetelan posisi katup pada dudukan agar gear dapat terhubung dengan baik. 2.3. PENGUJIAN KATUP PEMBAGI ALIRAN Tahap pengujian katup dilakukan untuk melihat besarnya kebocoran pada katup, mengukur debit air dari katup pada berbagai posisi, melakukan pengukuran laju penurunan suhu pada bak pemingsan dengan menggunakan katup pada debit tertentu, pengamatan kesesuaian dudukan katup untuk penempatan katup dan Motor DC, mengukur tingkat efisiensi dari katup, mengamati apakah Motor DC yang digunakan sebagai alat penggerak katup dapat bekerja dengan semestinya, pengoperasian katup dengan mengamati dudukan katup yang kokoh dan seimbang, penentuan posisi katup agar pada saat katup berputar tidak terjadi slip pada gear reduksi, serta mengukur kecepatan putar katup. 2.4. PROSES KALIBRASI THERMOMETER Pada penelitian ini pengukuran suhu merupakan salah satu faktor yang penting, untuk itu dilakukan penelitian pendahuluan untuk membandingkan termometer digital sebagai termometer yang akan dikalibrasi serta termometer ruang yang dianggap sudah sesuai standar. Suhu yang diukur pada proses kalibrasi adalah suhu es yang mencair. Dari hasil kalibrasi ini, termometer digital tidak mengalami simpangan yang cukup besar, sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini. 2.5. PENGAMATAN SUHU PEMINGSANAN BEBERAPA JENIS IKAN DAN UDANG
Penentuan suhu pemingsanan pada ikan patin, ikan gurame, ikan lele, ikan kerapu dan udang windu dilakukan dengan metode uji coba. Sebelum dipingsankan ikan/udang dipuasakan terlebih dahulu selama satu hari, ikan/udang dimasukkan kedalam bak pemingsan yang telah diisi air pada suhu normal. Air pada bak pemingsan kemudian didinginkan dengan menggunakan water chiller hingga suhu tertentu dimana pada suhu tersebut ikan/udang telah pingsan (tidak ada respon). Suhu ini disebut juga suhu Set Point. Prosedur selanjutnya adalah
pembugaran ikan/udang dengan memasukkan ikan/udang yang telah dipingsankan kedalam media air bersuhu normal. Selanjutnya di amati waktu pemingsanan ikan/udang, suhu bak pemingsan saat ikan/udang pingsan serta waktu yang diperlukan oleh ikan/udang untuk aktif kembali pada proses pembugaran. Selama proses pemingsanan, pada bak pemingsan diberikan aerasi. Proses pemingsanan pada ikan/udang mengacu pada grafik berikut ini:
Suhu Suhu Alami
15 oC
13 oC 1 2 Jam
10 Menit Waktu
Gambar 1. Grafik suhu pemingsanan udang dan ikan (sumber: Sam Herodian, et al., 2000)
2.6. PEMBUATAN DAN PENGUJIAN SENSOR SUHU Sensor suhu diuji pada rangkaian, dengan membandingkan besarnya tegangan keluaran sensor dengan suhu yang terukur pada termometer pada bak pemingsan yang didinginkan dengan water chiller. Besarnya tahanan pada potensio 50 k dan 1 M diubah sampai didapatkan penurunan tegangan dengan gradien yang mendekati penurunan suhu yang terukur pada termometer. 2.7. PEMBUATAN SERTA PENGUJIAN PROGRAM Program yang akan dibuat menggunakan program assembler yang merupakan bahasa pemrograman yang sesuai dengan rangkaian mikrokontroler. Pembuatan program dilakukan untuk menjalankan alat, menyalakan dan mematikan relay yang terhubung dengan katup untuk mengontrol aliran air ke bak pemingsan, menentukan setpoint berdasarkan penekanan tombol keypad, serta menampilkan besarnya suhu yang terukur dari sensor.
Selanjutnya program dituliskan kedalam EEPROM, lalu rangkaian mikrokontroler dijalankan. Pengujian program dilakukan dengan pengamatan apakah rangkaian bekerja dengan semestinya. Bila rangkaian mikrokontroler tidak berjalan dengan baik, maka dilakukan perubahan pada program. 2.8. PENGUJIAN SISTEM CONTROL Setelah program yang diisikan kedalam EEPROM dan rangkaian mikrokontroler diuji, maka tahap selanjutnya adalah mengaplikasikan keseluruhan sitem pada proses pemingsanan. Proses pengujian ini menggunakan ikan patin yang telah dipuasakan terlebih dahulu selama satu hari. Ikan dimasukkan kedalam bak pemingsan yang suhunya akan didinginkan oleh water chiller. Lalu diamati rangkaian yang telah diprogram. Suhu yang ditampilkan pada alat dibandingkan dengan suhu yang terbaca oleh termometer, kemudian pada rangkaian diberikan setpoint dengan menekan tombol keypad. Kemudian diuji apakah setpoint yang diberikan telah sesuai dengan setpoint
yang seharusnya. Pada rangkaian juga diuji apakah pengontrollan katup dengan relay sesuai, dan dapat mengontrol katup pada posisi yang diinginkan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. HASIL UJI KATUP PEMBAGI ALIRAN Fungsi dari katup ini adalah membagi aliran air dari pompa menjadi dua, yaitu: 1. Dari Water Chiller menuju bak pemingsan. 2. Dari Water Chiller menuju kembali ke pompa. agar laju aliran air dari pompa menuju bak pemingsan tidak mengalami hambatan yang besar pada saat suhu di bak pemingsan mencapai suhu pemingsanan (set point). Pada suhu tersebut, produk perikanan sudah tidak sadar dan dapat dibugarkan kembali dengan mortalitas terkecil pada suhu air normal yaitu 28 0C. Pada saat suhu set point tercapai, debit aliran air dari pompa menuju bak pemingsan dibuat mendekati nol. Perbandingan debit antara kedua aliran tersebut adalah X : (1 – X); dimana nilai X adalah 0 < X < 1. Untuk pengaturan debit ini menggunakan motor DC yang berfungsi untuk memutar katup, serta gear reduksi yang berfungsi untuk menurunkan kecepatan
putar dan meningkatkan torsi pada saat katup berputar. Dengan gear reduksi (14 : 60), kecepatan putar katup adalah 5.655 rpm. Untuk mengubah debit maksimum ke minimum dan sebaliknya pada aliran, maka katup harus digerakkan 420 atau motor DC dinyalakan selama mendekati 1.237834 detik. Agar pergerakan katup dilakukan tepat waktu dengan error rendah ( 10%), maka motor DC dikontrol dengan mikrokontroler. Sebagai catu daya digunakan power suply 250W, 9V, 25A. Katup digunakan selama proses pemingsanan. Pada awal proses, debit aliran air dari katup ke bak pemingsan harus berada pada posisi maksimum. Pada akhir proses pemingsanan, suhu pada bak pemingsan diupayakan agar stabil, sehingga debit aliran air dari katup ke bak pemingsan harus berada di posisi minimum. Data hasil pengukuran debit keluaran katup ke bak pemingsan berdasarkan posisinya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Hasil pengukuran debit katup dengan posisi yang berbeda T1 T2 T3 Tx Vol= 600 ml (dt) (dt) (dt) (dt) Debit (lt/det) Qmax Qmax-1 Qmax-2 Qmax-3 Qmax-4 Qmax-5 Qmax-6
4 4.15 4.34 4.6 6.1 14.47 84.99
4.1 4.16 4.35 4.57 6.24 15.19 85.13
4.07 4.24 4.26 5 6.17 14.45 102.57
4.057 4.183 4.317 4.723 6.170 14.703 90.897
0.147905 0.143426 0.138996 0.127029 0.097245 0.040807 0.006601
Qmin
379.35
379.34
379.33
379.340
0.001582
Keterangan: Tn = ulangan waktu pengukuran Tx = waktu rata-rata (det)
Dengan menggunakan metode trial and error, maka debit maksimum aliran air dari katup ke bak pemingsan diperoleh sebesar 0.147905 lt/det (Qmax). Katup diputar 60 CCW (1 pitch) bila ingin mendapatkan debit Qmax-1 dan dilakukan hal serupa untuk debit selanjutnya. Berdasarkan Tabel 1., dapat diketahui bahwa semakin besar debit air dari katup ke bak pemingsan, semakin cepat laju penurunan suhu pada bak pemingsan. Pada saat proses pemingsanan, debit
maksimum (Qmax) akan digunakan sampai suhu bak pemingsan mencapai set point. Debit minimum (Qmin) pada katup digunakan pada saat suhu set point telah tercapai. Sirkulasi air bak pemigsan pada debit ini akan membuat suhu air stabil selama 10 menit. Hal ini sesuai dengan Gambar 1. yang menunjukkan bahwa suhu dan waktu pemingsanan yang diinginkan adalah 15 0C sampai 13 0C dalam jangka waktu 60 – 120 menit dan masa penyetabilan suhu selama 10 menit.
Debit (lt/dt)
Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa bentuk penurunan debit air dari katup berdasarkan posisinya, membentuk grafik yang polinomial yang disebabkan saluran air yang terdapat di dalam katup berbentuk silinder. Sehingga bila terjadi perubahan posisi dari katup, maka luas saluran air akan berkurang seperti Gambar 3.
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa debit pompa tanpa menggunakan katup sebesar 0.167 lt/det. Dengan demikian bila dibandingkan debit maksimum pada katup (0.147905 lt/det) maka diperoleh tingkat efisiensi katup sebesar 88.57%. Ini berarti debit aliran air yang melewati katup akan berkurang sebesar 11.43% yang disebabkan oleh hambatan dan kebocoran pada katup.
0.150000 0.140000 0.130000 0.120000 0.110000 0.100000 0.090000 0.080000 0.070000 0.060000 0.050000 0.040000 0.030000 0.020000 0.010000 0.000000 0
1
2
3 4 Debit (Max - n Pitch)
5
6
7
Gambar 2. Penurunan debit berdasarkan perubahan posisi pitch gear
Luas PenampangAliran Air
Posisi Awal
Posisi I
Posisi II
Gambar 3. Ilustrasi luas saluran air di dalam katup.
Mekanisme kerja dari katup yang dihasilkan pada penelitian ini adalah, pemutaran katup menggunakan motor DC dengan hubungan Gear Reduksi, akan membuat posisi katup berubah. Perubahan posisi dari katup ini akan mengakibatkan perubahan debit aliran air dari katup ke bak pemingsan berubah seperti yang tercantum pada Gambar 2. 3.2. PENGAMATAN SUHU PEMINGSANAN Dari hasil proses uji pemingsanan pada ikan patin, ikan gurame, ikan kerapu, ikan lele dan udang windu, diperoleh data suhu set point, waktu pemingsanan dan tingkat mortalitas dari masingmasing produk seperti yang terlihat pada Tabel 2. Pada proses pemingsanan ikan patin, suhu rata-rata pada bak pemingsan saat ikan pingsan adalah
sebesar 13 0C,. volume air sebanyak 50 lt dengan jumlah ikan 10 kg diperoleh data suhu 27.2 0C sampai 26 0C, kondisi ikan normal, respon aktif, bergerak lincah dan tidak berkumpul. Dari suhu 25.1 0C sampai 20.4 0C, beberapa ekor ikan mulai panik. Memasuki suhu 19.9 0C sampai 18.9 0C, ikan menjadi tenang kembali, Dari suhu 18.9 0C sampai 15.5 0C, respon mulai melemah. Pada suhu 15.5 0C sampai 13.5 0C beberapa ekor ikan terlihat mengalami pemingsanan, ditandai dengan posisi tubuh rebah tenang, tidak merespon oleh sentuhan. Pada suhu 13 0C, ikan telah pingsan seluruhnya. Suhu 13 0C ini dipertahankan selama 14 menit. Keseluruhan proses pemingsanan membutuhkan waktu 90 menit. Kemudian ikan dibugarkan pada media air bersuhu 28oC dan diberi aerasi. Setelah
waktu 4’15" detik, kondisi ikan kembali normal. Oleh karena itu suhu 13 0C dapat ditetapkan sebagai suhu pemingsanan pada ikan patin dan waktu proses pemingsanan adalah 90 menit. Pada proses pemingsanan ikan gurame di peroleh suhu set point sebesar 12oC dengan waktu pemingsanan 75menit. Hasil uji proses pemingsanan ikan kerapu diperoleh suhu set point sebesar 12.5 oC dengan waktu pemingsanan 69 menit. Pada proses pemingsanan ikan kerapu digunakan air laut sesuai dengan habitatnya. Ikan lele memiliki karakteristik suhu pemingsanan sebesar 12.5oC dengan waktu pemingsanan 73menit sedangkan untuk udang windu, suhu pemingsanan diperoleh pada suhu 14oC dengan waktu pemingsanan 70 menit. Dari seluruh pengujian proses pemingsanan, bila waktu pemingsanan kurang dari 60 menit akan mengakibatkan tingkat mortalitas semakin besar. Jumlah ikan yang dipingsankan tidak terlalu berpengaruh terhadap waktu proses pemingsanan, sedangkan perubahan debit sangat besar pengaruhnya terhadap waktu proses pemingsanan. Agar suhu pada bak pemingsan stabil setelah suhu set point tercapai, posisi katup di ubah menjadi Qmin. Pada posisi ini, aliran air dari Water Chiller yang masuk ke bak pemingsan melalui katup akan berkurang debit nya menjadi 0.001582 lt/det. Agar selama proses pemingsanan ikan kadar oksigen pada media air yang digunakan terjaga, maka di gunakan aerasi. Selain itu fungsi dari aerasi ini ini adalah untuk meratakan suhu air yang terdapat pada bak pemingsan. Jenis selang plastik yang digunakan pada proses pemingsanan dapat mempengaruhi debit aliran air dari Water Chiller ke katup, dari katup ke bak pemingsan serta debit aliran air dari bak pemingsan ke Water Chiller. Diameter dan panjang selang yang digunakan berpengaruh pada besarnya hambatan yang dialami oleh air yang mengalir didalamnya. Faktor lain yang diperhatikan dalam penggunaan selang pada proses pemingsanan ini adalah ketebalan dari selang tersebut. Pada selang yang lebih tebal, air yang mengalir didalamnya tidak mudah terpengaruh oleh suhu disekitar selang. Selain itu, selang yang lebih tebal tidak mudah tertekuk/terlipat. Bila hal ini terjadi, maka debit air pada selang akan terpengaruh dan mengalami perubahan yang besar. Dari hal tersebut diatas,
maka jenis selang yang dapat ditemukan di pasaran yang digunakan pada proses pemingsanan ini adalah selang berkawat yang memiliki tiga lapisan polymer dengan diameter 5/8 inchi. Tabel 2. Data hasil pengujian pemingsanan beberapa produk perikanan HASIL PENGUJIAN
PATIN
LELE
IKAN GURAME
KERAPU
UDANG WINDU
SET POINT
13
12.5
12
12.5
14
WAKTU(MENIT)
90
73
75
69
70
BOBOT TOTAL
10kg
10kg
10kg
10kg
10kg
MORTALITAS
5%<
7%<
10%<
10%<
12%<
3.3. SENSOR SUHU Rangkaian sensor suhu yang dibuat menggunakan dioda IN 4148 sebagai sensornya. Penggunaan dioda ini disebabkan karakteristiknya dimana tegangan listrik yang melalui dioda akan menurun secara linier bila suhu pada dioda menurun. Pengujian pendahuluan yang dilakukan pada rangkaian sensor suhu ini adalah untuk mencari penurunan voltase dari rangkaian yang mendekati 5.1 oC/volt. Hal ini didasari dari karakteristik ADC yang digunakan, dimana input tegangan yang dibolehkan adalah 0 volt sampai dengan 5 volt. Output hasil pembacaan ADC berupa bilangan desimal yang berkisar antara 0 sampai 255. Pengukuran yang dilakukan memiliki ketelitian sampai dengan satu angka dibelakang koma, dimana setiap perubahan satu desimal pada ADC akan di tampilkan sebagai perubahan suhu sebesar 0.1 oC. Dengan demikian, maka kisaran suhu yang dapat di tampilkan pada ADC adalah antara 0o sampai dengan 25.5o. Bila dibandingkan dengan maksimum tegangan masukkan yang diperbolehkan pada ADC (5 volt), maka didapatkan perbandingan sebesar 5.1o/volt. Dari beberapa kali pengukuran, nilai perubahan tegangan dari sensor terhadap suhu yang paling mendekati 5.1 oC/volt pada saat nilai R1 sebesar 36.6 k dan nilai R2 sebesar 622 k, dengan nilai perubahan tegangan yang didapat dari sensor adalah sebesar 5.660 oC/volt. Setelah didapat nilai tersebut, maka R1 dan R2 diganti dengan resistor dengan nilai yang sama dari kedua potensiometer tersebut. Selanjutnya dilakukan pengujian kembali sebanyak tujuh kali ulangan.. Suhu air yang dapat diukur oleh sensor ini berkisar antara 9 oC sampai 37 oC. Hal ini
disebabkan tegangan input yang di perbolehkan pada ADC berkisar antara 0 volt sampai 5 volt, dimana pada suhu 9 oC keluaran tegangan dari sensor suhu 0 volt, sedangkan pada suhu 37 oC keluaran tegangan dari sensor suhu 5volt. Dari Gambar 9., nilai rata-rata keluaran voltase sensor suhu terhadap perubahan suhu berbentuk linier dengan persamaan: y = 0.1753x - 1.5523, dengan nilai R2= 0.999. Data tersebut menunjukkan bahwa penurunan tegangan terhadap penurunan suhu bersifat linier. Dari persamaan yang didapat, pada saat tegangan keluaran dari sensor adalah 5 volt, maka suhu yang akan ditunjukkan oleh termometer adalah 37.4 oC. Sedangkan pada saat tegangan keluaran sensor 0 volt, maka suhu yang akan terukur oleh termometer adalah sebesar 8.9 oC. Dari persamaan linier yang didapat pada Gambar 34., dapat ditentukan nilai keluaran pada ADC berdasarkan input tegangan dari sensor suhu. Untuk
mencari nilai desimal dari keluaran ADC maka digunakan persamaan sebagai berikut: Vin N 5 x256 AbsoluteAccuracy .....................(1) dimana Vin adalah tegangan masukkan dari sensor ke ADC. grafik yang menggambarkan nilai keluaran ADC terhadap suhu, dapat dilihat dari Gambar 10. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa seiring dengan menurunnya suhu pada bak pemingsan, maka nilai keluaran ADC juga menurun. Bentuk penurunan nilai ADC terhadap perubahan suhu dapat ditentukan dengan persamaan linier: y = 8.9383x 79.168, dengan R2 = 0.999. Dengan persamaan linier tersebut maka pada saat keluaran desimal dari ADC sebesar 0, maka suhu yang terukur pada termometer sebesar 8.9 oC. Pada saat keluaran desimal dari ADC sebesar 255, maka suhu yang terukur pada termometer adalah sebesar 37.4 oC.
y = 0.1753x - 1.5523 R2 = 0.999
Voltase
2.24
1.24
Ni l ai A DC T hd Suhu
Li near (Ni l ai A DC T hd Suhu)
0.24 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Suhu (oC)
Gambar 10. Nilai Keluaran Tegangan S ensor pada S uhu Tertentu
Pada saat mengukur keluaran tegangan sensor pada suhu yang konstan (suhu air normal), besarnya nilai tegangan berfluktuatif dengan selisih 0.03 sampai 0.08. untuk itu keluaran tegangan dari sensor ini dihubungkan dengan kapasitor 10nF. Dengan penggunaan kapasitor ini, maka tegangan keluaran dari sensor suhu hampir stabil dengan perbedaan 0.01 volt. Namun dengan adanya penggunaan kapasitor ini, maka respon sensor terhadap perubahan suhu menjadi lambat, tetapi masih dalam batas normal (kurang dari 5 detik). 3.4. PEMEROGRAMAN MIKROKONTROLLER MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN ASSEMBLER
Pembuatan program dilakukan untuk menjalankan seluruh rangkaian dan mengaktifkan sistem kontrol pada proses pemingsanan. Pembuatan program menggunakan fasilitas interupsi yang akan aktif bila kaki interupsi pada mikrokontroller 89C51 dihubungkan dengan ground. Pada program, bila interupsi 0 dilakukan, maka pada register 3 akan dimasukkan data yang akan disimpan sebagai set point. Demikian juga dengan interupsi 1, bila diaktifkan maka pada register 3 akan dimasukkan data berbeda yang akan disimpan sebagai set point. Untuk mengaktifkan fasilitas interupsi ini, maka pada program terlebih dahulu di tetapkan fungsi interupt enable. Interupt enable yang diset pada program akan mengaktifkan fasilitas
interupsi 0 dan interupsi 1, dimana setiap sumber interupsi dapat dijalankan atau dilumpuhkan secara individual. Selanjutnya pada program, dimasukkan data set point pada register 3 secara langsung. Data set point yang diberikan berguna bila fasilitas interupsi tidak digunakan. Kemudian port 1 diaktifkan untuk menyalakan relay I. Penyalaan relay ini mengaktifkan relay 2 dan 7, yang akan menghubungkan arus listrik dari rangkaian power suply dengan Motor DC dimana polaritas arus yang terhubung dengan Motor bersifat non Invert. Penyalaan relay ini akan membuat Motor berputar menuju posisi debit yang maksimum (Qmax). Pada sistem yang digunakan, terdapat IC PPI 8255 yang berfungsi untuk ekspansi port yang terdapat pada sistem. Alamat memori dari PPI ini adalah 2000H untuk PORTA, 2001H untuk PORTB, 2002H untuk PORTC dan 2003H untuk mengaktifkan semua PORT. Rutin selanjutnya adalah pembacaan data dari PORTC yang ditentukan oleh penekanan tombol tertentu pada keypad KND akan dieksekusi oleh program. Bila pada saat pembacaan data pada port C tidak ditemukan data yang sesuai dengan data yang terdapat pada library, maka program akan mengeksekusi program selanjutnya. Data yang terbaca pada PORTC akan dikonversikan menjadi data yang digunakan sebagai set point dengan besar tertentu. Data ini selanjutnya akan disimpan pada register 3 dan ditampilkan pada display seven segment. Alamat lokasi memori yang digunakan oleh ADC pada sistem ini adalah memori 6000H sampai dengan memori 6007H yang merupakan alamat untuk pembacaan input ADC 0 sampai 8. Pembacaan data dari ADC oleh program akan disimpan pada akumulator, lalu dikonversikan sehingga data yang ditampilkan pada seven segment sesuai dengan suhu yang terbaca pada termometer digunakan sebagai alat kalibrasi. Data dari ADC yang ditampilkan pada seven segment memiliki format “##.#oC”, dimana “#” adalah bilangan desimal dengan besaran 0 sampai 9. Penampilan data pada seven segment hanya dapat dilakukan satu seven segment pada setiap penampilan. Agar data yang ditampilkan pada seven segment dapat terlihat secara keseluruhan, maka dijalankan suatu rutin
penundaan dengan waktu yang cukup singkat. Bila rutin penundaan terlalu lama, maka tampilan pada seven segment akan berkedip atau tidak muncul secara bersamaan. Sedangkan bila rutin penundaan terlalu cepat maka tampilan pada seven segment akan sulit terlihat. Selanjutnya data tersebut dibandingkan dengan data set point yang terdapat pada register 3. Bila data dari ADC lebih besar atau sama dengan data yang terdapat pada register 3, maka program akan melakukan looping kembali ke rutin pembacaan PORTC. Sedangkan bila data dari ADC lebih besar atau sama dengan data yang terdapat pada register 3, maka program akan menyalakan relay II. Penyalaan relay ini akan mengaktifkan relay 1 dan 8, yang akan menghubungkan arus listrik dari rangkaian power suply dengan Motor DC dimana polaritas arus yang terhubung dengan Motor bersifat Invert. Penyalaan relay ini akan membuat Motor berputar menuju posisi debit yang minimum (Qmin). Pada penyalaan relay I dan relay II, diberikan rutin penundaan selama 1.2 detik, sehingga posisi katup setelah berputar akan sesuai dengan posisi debit yang diinginkan, dan posisi katup dapat kembali dengan tepat. Setelah program selesai melaksanakan rutin penyalaan relay II, maka program akan mengeksekusi rutin penundaan dengan waktu 10 menit. Lamanya waktu penundaan ini disesuaikan dengan waktu penyetabilan suhu pada bak pemingsan yang dibutuhkan selama proses pemingsanan. Selama rutin penundaan ini dilakukan, pada tampilan seven segment akan muncul titik pada digit pertama sampai digit kelima. Bila pada seven segment telah ditampilkan titik sebanyak lima digit, maka keseluruhan proses pemingsanan telah selesai. Untuk mengulangi proses pemingsanan, maka sistem harus direset dengan menekan tombol reset. Penulisan program dilakukan dengan menggunakan software Franklin Proview 32. Dari hasil running program pada software tersebut, maka dapat dilihat listing program yang berisi data heksadesimal beserta alamat memorinya pada baris program yang di eksekusi. Dari data ini dapat diketahui lokasi memori yang terpakai pada buffer, serta banyaknya kesalahan dan peringatan pada program yang tidak sesuai dengan prosedur pemerograman. Dengan menggunakan perintah
step over pada software Franklin Proview 32, maka rutin program dapat ditelusuri pada tampilan code dan dapat diketahui perubahan nilai yang terjadi pada tampilan Main register serta waktu eksekusi yang di butuhkan oleh program pada setiap baris perintah. Kemudian program dijalankan pada software Macro Assembler ALDS yang akan menghasilkan file berekstensi BIN. Pada software Macro Assembler ALDS, program yang dieksekusi akan diperiksa kembali, dan bila terdapat kesalahan yang tidak sesuai dengan prosedur pemerograman, eksekusi akan terhenti pada baris program yang terdapat kesalahan. Hal ini akan memastikan bahwa program yang dapat dieksekusi sesuai dengan prosedur pemrograman yang terdapat pada software Macro Assembler ALDS tersebut. Hasil running program yang berbentuk file dengan ekstensi BIN akan digunakan sebagai buffer pada software Proma 3. Agar program dapat diaplikasikan pada sistem, maka program harus dimasukkan/ditulis kedalam memori yang digunakan pada sistem. Pada sistem, memori yang digunakan adalah IC EEPROM seri 28C64B yang memiliki alamat memori sebanyak 8 kbit. Untuk penulisan program kedalam EEPROM digunakan seperangkat komputer, software Proma 3 dengan interface yang menghubungkan komputer dan alat Proma 3 EPROM Writer / Eraser. Selanjutnya EEPROM yang akan di isi dengan program diletakkan pada alat Proma 3 EPROM Writer / Eraser. Kemudian dijalankan prosedur penghapusan isi memori EEPROM agar pada saat pengisian program tidak terjadi kesalahan atau error. Lalu dilakukan prosedur pengujian blank cek untuk memastikan bahwa tidak ada memori yang masih tersimpan didalam EEPROM tersebut. File hasil eksekusi software Macro Assembler ALDS yang berupa file dengan ekstensi BIN di upload pada software Proma 3 sebagai buffer, lalu ditentukan batas alamat memori yang akan diisikan kedalam EEPROM sesuai dengan batas alamat memori yang berisi data pada file buffer. Selanjutkan dilaksanakan prosedur pemerograman pada software Proma 3 yang akan menuliskan data yang tersimpan didalam buffer kedalam EEPROM dan akan membandingkan data yang telah dituliskan kedalam EEPROM dengan data yang berada didalam buffer. Setelah itu, EEPROM yang telah diisikan dengan
program dipasangkan kembali pada sistem Mikrokontroller. 3.5. PENGUJIAN SISTEM KONTROL PADA MESIN PEMINGSAN SELAMA PROSES PEMINGSANAN Setelah EEPROM diisi dengan program dan dipasangkan kembali pada sistem, maka rangkaian Mikrokontroller DT 51 dan ADD ON boardnya beserta Relay Board dijalankan untuk melihat apakah program yang telah diisikan kedalam EEPROM dapat berjalan atau tidak. Hal ini dilakukan berulang hingga nilai yang ditampilkan pada display seven segment mendekati hingga sama dengan suhu yang terukur pada termometer. Selisih suhu terbesar 0.5 oC, terjadi pada pengukuran suhu 28 oC. Set point standar yang terdapat pada alat adalah 15 oC, penekanan tombol interupsi 0 akan merubah set point menjadi 13 oC. Tombol interupsi 1 berfungsi untuk merubah set point menjadi 12 oC. Tombol pada keypad KND digunakan untuk pengesetan suhu set point beserta lama proses pemingsanan untuk tiap jenis Produk perikanan yang akan dipingsankan (ikan patin, gurami, lele, kerapu dan udang windu). Pada Tabel 3. berikut ini dapat dilihat hasil pengukuran suhu menggunakan termometer ruang dan rangkaian mikrokontroller. Tabel 3. Hasil pengukuran kalibrasi Termometer oC Mikrokontroller oC 28 27.5 27.5 27 26 24 20 17 15.5 15 14 13.5 13 12 10.5
27.5 27.5 27.5 27 26 24.5 20.5 17 15 15 14 13 13 12 10
Pada Tabel 3. terlihat adanya perbedaan antara suhu yang terukur dengan termometer dengan tampilan suhu pada rangkaian mikrokontroller. Perbedaan ini disebabkan karena tegangan pada
sensor suhu yeng dipengaruhi oleh suhu yang berada pada daerah sekitar dioda yang digunakan sebagai sensor berfluktuatif. Sehingga bila hasil pembacaan tegangan keluaran dari sensor suhu oleh ADC langsung ditampilkan, maka suhu yang ditampilkan tidak dapat terlihat karena selalu berubah dengan cepat. Untuk itu, maka data yang didapat dari hasil pembacaan ADC dikonversi dengan selisih yang ditentukan besarnya. Dengan adanya pengkonversian ini, maka suhu yang ditampilkan pada seven segment hanya digunakan ketelitian 0.5oC. Bila hasil pengukuran yang didapat antara suhu yang 28 oC dan suhu 27.5 oC, maka suhu yang ditampilkan pada seven segment adalah suhu 27.5 oC. Bila pada rangkaian ditampilkan suhu 15 oC, maka suhu yang terukur oleh rangkaian berkisar antara 15.5 oC sampai 15.1 oC. Dengan demikian maka bila suhu set point yang digunakan adalah 15 oC, maka sistem baru akan menyalakan relay setelah suhu yang ditampilkan 14.5 oC. Pada Gambar 11. persamaan Linier dari suhu yang ditampilkan oleh sistem berdasarkan suhu yang terbaca oleh Termometer adalah y = 1.0125x 0.3096 dengan nilai R2 = 0.9979. 28 27 26
y = 1.0125x - 0.3096 R2 = 0.9979
25 24
Suhu Mikrokontroler
23 22 21 20 19 18
Series1
Linear (Series1)
17 16 15 14 13 12 11 10 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Suhu Termometer Gambar 11. Perbandingan Pembacaan Suhu Pada Mikrokontroler dan Termometer
Hal lain yang diuji adalah pengontrollan relay yang digunakan untuk memutar katup. Pada saat alat dijalankan, katup akan berputar ke posisi yang semestinya (Qmax & Qmin). Pengujian proses pemingsanan setelah alat selesai diuji seluruhnya dilakukan dengan menggunakan ikan Gurami. Pada proses pengujian ini sampel ikan yang digunakan sebanyak 10kg (11 ekor) dengan bobot ikan yang setara. Suhu set point yang digunakan pada alat sebesar 13 oC. Untuk membandingkan pengukuran
suhu yang terjadi selama proses pengujian digunakan termometer. Pada saat set point dicapai dan alat menyalakan relay yang menyebabkan katup berputar ke posisi debit Qmin, suhu yang terukur pada termometer 13 oC. Selisih suhu yang terjadi ini tidak terlalu besar, hal ini dibuktikan dengan kondisi ikan yang pingsan keseluruhan. Suhu pada bak pemingsan stabil selama proses penyetaraan suhu, ini berarti kinerja sistem kontrol yang digunakan sudah sesuai. Lama waktu pemingsanan pada pengujian ini adalah 1jam 35menit. Sedangkan proses pembugaran ikan secara keseluruhan membutuhkan waktu 35 menit dengan tingkat mortalitas ikan sebesar 0%. Pada proses pemingsanan sistem akan bekerja dari awal proses. Setelah rangkaian Mikrokontroler dinyalakan, maka relay 2 dan 7 akan menyala, sehingga katup akan berputar ke posisi maksimum. Selanjutnya set point pada proses pemingsanan sesuai dengan jenis ikan atau udang yang dipingsankan, ditentukan dengan penekanan tombil interupsi 0, tombol interupsi 1 atau dengan penekanan pada tombol keypad pada Rangkaian Mikrokontroler. Set point yang ditentukan akan ditampilkan sejenak pada display sevensegment. Selanjutnya, sistem akan membaca suhu yang terukur oleh sensor suhu dan menampilkannya pada display sevensegment. Selama proses ini berjalan, alat akan membandingkan suhu yang terbaca dengan set point yang ditentukan pada proses pemingsanan ini. Bila suhu yang terukur oleh alat lebih kecil atau sama dengan suhu set point yang ditetapkan, maka Rangkaian Mikrokontroler akan menyalakan relay 1 dan 8, sehingga katup akan berputar ke posisi minimum. Pada posisi ini, debit air yang keluar dari katup akan berkurang dan suhu pada bak pemingsan akan konstan. Kemudian pada sistem akan ditampilkan “.” pada setiap digit sevensegment. Setelah 10 menit, maka pada sistem akan ditampilkan “......” yang berarti proses pemingsanan telah selesai dan ikan atau udang yang telah pingsan pada bak pemingsan dapat dipindahkan ke tempat lain untuk transportasi. Untuk proses pemingsanan selanjutnya, maka air pada bak pemingsan diganti dengan air bersuhu normal dan tombol reset pada sistem di tekan. Apabila pada proses pemingsanan arus listrik yang digunakan terputus sebelum katup berputar ke
posisi minimum, maka power suply motor DC dimatikan terlebih dahulu sampai arus listrik kembali terhubunga. Selanjutnya tombol reset pada rangkaian di tekan dan kembali dilakukan pengesetan suhu set point. Setelah itu baru power
suply motor DC kembali dinyalakan. Hal ini dilakukan agar posisi katup tidak berubah pada posisi maksimum. Namun bila arus listrik yang digunakan mati setelah katup berada pada posisi minimum, maka power suply tidak perlu dimatikan.
Water Chiller
Bak Pendingin
Rangkaian Mikrokontroler Ket:
Bak Pemingsan
Arah aliran alir pada selang Arah Aliran air pada Water Chiller Jalur Kontrol Katup
Tinggi air pada bak 10 cm (44.325 lt)
Gambar 12. Aplikasi Operasional Desain
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. KESIMPULAN Hasil desain dan uji teknis pada penelitian ini adalah sistem kontrol pemingsanan Produk Perikanan menggunakan teknologi robotik. Debit maksimum (Qmax) pada katup besarnya 0.147905 lt/det dan debit minimum (Qmin) sebesar 0.001582 dengan tingkat efisiensi katup sebesar 88.57%. kecepatan putar katup 5.655 rpm. Suhu dan waktu pemingsanan produk perikanan memiliki besaran yang berbeda tiap jenisnya, dengan tinkat mortalitas kurang dari 12%. Nilai rata-rata keluaran voltase sensor suhu terhadap perubahan suhu berbentuk linier dengan persamaan: y = 0.1753x - 1.5523, dengan nilai R2= 0.999. Perubahan nilai ADC terhadap perubahan suhu dapat ditentukan dengan persamaan linier: y = 8.9383x - 79.168, dengan R2 = 0.999. Sistem kontrol yang dihasilkan dapat mengontrol waktu pemingsanan dan suhu set point sesuai dengan jenis produk perikanan yang dipingsankan, dengan cara memberi input dengan keypad. Produk perikanan yang telah dipingsankan selanjutnya dapat di transportasikan ke tempat lain dan dibugarkan ditempat tujuan hanya dengan meletakkan kedalam air bersuhu normal (28oC) 4.2. SARAN
Perlu dilakukan perbaikan kinerja dari Water Chiller agar tingkat effisiensi yang dicapai lebih tinggi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik pemingsanan dari produk perikanan lainnya agar teknologi ini dapat diterapkan lebih luas. 5. DAFTAR PUSTAKA Berka, R. 1986. The Transport of Live Fish. EIFAC Tech. Pap., FAO, (48) : 52 BPS. 2000. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ditjen Perikanan, Jakarta. de Kits. 2000. de Kits Relay Board DT51 Add-on, Manual Brochure. Innovative Electronics, Surabaya. IPB, TIK. 2000. Termometer dengan Kisaran Suhu Lebih Besar, Buku Panduan Praktikum. Institut Pertanian Bogor (IPB) Press, Bogor. Herodian, S. et al., 2000. Mesin Pemingsan Udang dan Ikan. Laporan tahunan uber-HaKI tahun anggaran 2000. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Kariadi, T. 1998. Pengaruh Suhu Ruang Kemasan terhadap Ketahanan Hidup Udang Windu Tambak (Panaeus monodon Fab.) selama Penyimpanan. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Trubus. 2000. Meningkatkan Harga Eksport Ikan ke Mancanegara, No:362, XXXI, Januari 2000. Jakarta.